KOPETENSI DASAR:
kepemilikan sebuah benda, hak dan tanggung jawab dari pewaris kepada ahli
warisnya. Dan dalam hukum waris Islam penerimaan harta warisan didasarkan
pada asas ijbari, yaitu harta warisan berpindah dengan sendirinya menurut
ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli
waris (Daud Ali, 1990:129). Pengertian tersebut akan terwujud jika syarat dan
rukun mewarisi telah terpenuhi dan tidak terhalang mewarisi. Ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalam pembagian harta warisan. Syarat-syarat ter
sebut selalu mengikuti rukun, akan tetapi sebagian ada yang berdiri sendiri.
Dalam hal ini penulis menemukan tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh
2. Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris meninggal
dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing (Daud
Ali, 1990:40).
Adapun rukun waris harus terpenuhi pada saat pembagian harta warisan. Rukun
waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu:
1. Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang
macam:
Mati haqiqy (mati sejati) adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa
orang banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang
Mati Hukmy (mati menurut putusan hakim atau yuridis) adalah suatu kematian
itu berlangsung selama 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati. Menurut pendapat
ulama mazhab lain, terserah kepada ijtihad hakim dalam melakukan pertim
berdasarkan dugaan keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul
perutnya atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan mati,
maka dengan dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh pemukulan terhadap
ibunya.
hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi yang masih dalam kandungan (al-
haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi, yaitu: antara muwaris dan
3. Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya
daan) mendapat porsi dalam hukum di Indonesia. Dalam hal ini terdapat kajian
yang agak berbeda mengenai suatu ketentuan hukum yang diatur dalam hukum
Islam (hukum agama) dan hukum Perdata (hukum Nasional). Kalau dilihat dari
sumber hukum mengenai warisan, untuk hukum perdata mengacu pada KUH
Perdata buku ke-II mengenai benda. Sedangkan dari hukum Islam mengacu
pada al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 11, 12, dan 176. Dari kedua sumber yang
coba untuk melihat sejauhmana perbedaan yang ada, terkait dengan masalah
Salah satu yang terpenting dalam mempelajari hukum waris Islam adalah
menyangkut waris yang secara gramatikal berarti “yang ditinggal atau yang
kekal”, berarti orang-orang yang berhak untuk menerima pusaka dari harta yang
a. Hubungan perkawinan
b. Hubungan kekerabatan
Fatchurrahman dan Mahmud Yunus hanya mencakup pada tiga penyebab, Ali
sebab mewarisi ada empat macam, tetapi dalam kasus tertentu dan waktu serta
a. Hubungan kekerabatan
kekerabatan menjadi sebab mewarisi adalah terbatas pada laki-laki yang telah
dewasa, kaum perempuan dan anak-anak tidak mendapat bagian. Setelah Islam
sama dalam mewarisi, tak terkecuali pula anak yang masih dalam kandungan.
“Bagi anak laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian pula dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya baik sedikit atau banyak menurut yang telah
ditentukan”.
mewarisi antara suami dan istri. Kriteria suami istri tetap saling mewarisi
disamping keduanya telah melakukan akad nikah secara syah menurut syariat,
juga antara suami istri belum terjadi perceraian ketika salah seorang dari
Adapun kedudukan istri-istri yang dicerai raj‟i dan suami lebih berhak
untuk merujuknya (perceraian pertama dan kedua) selama masa iddah, maka
Selain salah seorang dari suami istri menerima pusaka dari yang lain,
menerima pusaka, hanya golongan Khawarij yang tidak membenarkan hal itu.
1/6 harta peninggalan. Namun kondisi modern ini, dengan tidak adanya hamba
sahaya, maka secara otomatis hubungan al-Wala‟ pun hapus dari hal ini
dalam hukum Islam adalah sebagai berikut: 1) Karena halangan kewarisan dan
hak waris mewarisi, maka orang yang membunuh pewaris ia tidak mendapat
hak mewarisi dari pewaris tersebut. Hal ini terdapat dalam hadits Rasul:
disini ada lima, yaitu pembunuhan secara hak dan tidak berlawanan hukum,
pembunuhan dengan sengaja dan terencana (tanpa adanya hak), mirip disengaja
langsung.
b. Beda agama
Dasar hukumnya:
)ٔث ْاى َُ ْسيِ ٌُ ْاى َنا فِ َر َواالَ ْاى َنا فِ ُر ْاى َُ ْسيِ ٌُ (ٍتفق عيي
ُ ال َيَ ِر
“Orang Islam tidak mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi
agama menjadi penghalang mewarisi, yaitu pembagian waris dari Abu Thalib.
Adapun yang menjadi pertimbangan apakah antara ahli waris dan muwaris beda
c. Pembudakan (al-„Abd)
hamba sahaya. Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang untuk
Firman Allah:
)77 : ب هللا ٍَثَالً َع ْثدًا ٍَ َْيُىْ ًماالَيَ ْق ِد ُر َعيَى َشي ٍْئ (اىْحو
َ ض َر
َ
yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun (an-Nahl 75, misi
d. Berlainan negara
penghalang mewarisi.
- Ayah lebih dekat kepada si anak daripada kakek. Kelompok keutamaan ini
- Saudara seayah dan seibu hanya dihubungkan oleh satu garis penghubung,
LATIHAN,