Anda di halaman 1dari 9

Kebijakan Pajak Universitas Brawijaya

OUTLINE
PENGARUH KEBIJAKAN WEALTH TAX TERHADAP PENERIMAAN
NEGARA DI ERA NEW NORMAL

Indah Risqi Ramadani Putri (195030401111045)


indahrisqi22@student.ub.ac.id

1.1 Latar Belakang


Penerimaan negara mendapat banyak perhatian dalam beberapa tahun
terakhir, terutama di masa pandemi Covid-19. Di sisi lain, resesi berdampak pada
kekurangan pendapatan, sedangkan di era new normal nanti memerlukan langkah-
langkah stimulus fiskal dengan menggunakan penerimaan pemerintah. Menurut
laporan dari CNBC Indonesia, RAPBN 2020 menargetkan Rp 2.221,54 triliun. Dalam
RAPBN ini, penerimaan pajak diperkirakan dari APBN sebesar Rp 1.819,2 triliun
atau Rp 83,8 triliun. PPh merupakan komponen penerimaan pajak terbesar, mencapai
13,3% pada tahun 2019 dan memberikan kontribusi terhadap prospek APBN 2019
yang mencapai 818.6 ribu. Dari PPh tersebut, PPh pegawai memberikan kontribusi
terbesar terhadap realisasi PPh non migas sebesar Rp 555,63 triliun atau 21,79°. Dari
data di atas, kita dapat melihat bahwa pekerja kelas menengah yang membayar pajak
penghasilan 21,79% diekspos secara tidak adil, tetapi beban pajak konglomerat
kurang dari 1%. Padahal, menurut Kristiaji, peneliti pajak di DDTC Fiscal Research,
kontribusi konglomerat di banyak negara yang bisa mencapai 30%-40% terhadap
penerimaan pajak, atau setidaknya melalui pajak penghasilan. Celah ini juga
menunjukkan bahwa prinsip kesetaraan pajak belum terwujud di Indonesia. Indonesia
sebenarnya berfungsi sebagai redistribusi pendapatan dari berpenghasilan tinggi ke
berpenghasilan rendah. Sedangkan menurut majalah Forbes kekayaan orang terkaya
di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, di tahun 2021 ada 21 pengusaha
Indonesia dari berbagai bidang usaha masuk dalam daftar tersebut. Dengan demikian,

1
Kebijakan Pajak Universitas Brawijaya

kekayaan 21 konglomerat Indonesia setara dengan $85 miliar, atau Rp 1,322,5 triliun,
dengan kurs US$14.500 dan akan menambah total kekayaan orang terkaya di
Indonesia yang meningkat sebesar $13,2 miliar dari $71,8 miliar, dari pemilik 15
pengusaha baru.
Maka dari itu, Indonesia perlu kebijakan khusus terhadap wealth tax dari
pemerintah dengan tidak meremehkan potensi penerimaan pajak yang tinggi dari
konglomerat. Mengingat nominal pajak konglomerat ini lebih tinggi dibandingkan
dengan wajib pajak biasa. Pajak satu orang kaya bisa sama dengan pajak lima wajib
pajak biasa. Dihitung secara nasional, ini tentu nilai kumulatif yang besar. Sementara
menghadapi era new normal, kenaikan pajak bagi orang kaya harus menjadi salah
satu opsi regulasi fiskal pemerintah. Penerapan wealth tax menjadi cara yang efektif
untuk menghasilkan aliran pendapatan pemerintah yang baru. Kebijakan tersebut
berperan secara tidak langsung dalam upaya mengurangi ketimpangan pendapatan
antar masyarakat. Mengingat praktik wealth tax oleh Norwegia, dengan mengenakan
pajak 1% dari populasi kaya yang dapat berpengaruh mengurangi ketimpangan dan
meningkatkan pendapatan kekayaan per produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,4%-
0,6%. Pembayaran pajak yang rendah oleh orang kaya disebabkan dari masalah
kepatuhan pajak. Tidak seperti pegawai dan pegawai negeri yang gajinya dipotong
langsung dari pajaknya, membayar pajak di perusahaan besar ini membutuhkan
pemahaman pribadi masing-masing. Hal ini diperparah dengan sedikitnya minat
pemerintah dalam memungut pajak pada perusahaan-perusahaan besar/orang kaya.
Faktanya, perusahaan-perusahaan besar ini memiliki akses yang lebih baik ke
konsultan, profesional keuangan, dan politisi. Kristiaji menilai minimnya kredit pajak
bagi orang kaya di Indonesia karena ada masalah administrasi perpajakan atau
personal compliance yang harus dihadapi pemerintah. Oleh karena itu, perlu
mengevaluasi prospek kebijakan wealth tax di Indonesia. Yang tentunya jika sistem
ini benar-benar diterapkan, fungsi pajak dapat diwujudkan sebagai sarana redistribusi
pendapatan.

2
Kebijakan Pajak Universitas Brawijaya

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh kebijakan wealth tax terhadap penerimaan negara di era
new normal?
2. Bagaimana prospek kebijakan wealth tax terhadap penerimaan negara
Indonesia di era new normal?
3. Apa latar belakang yang menyebabkan rendahnya kontribusi pajak orang kaya
terhadap penerimaan negara?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengaruh kebijakan wealth tax terhadap penerimaan negara di era
new normal.
2. Mengetahui prospek kebijakan wealth tax terhadap penerimaan negara di era
new normal.
3. Mengidentifikasi latar belakang yang menyebabkan rendahnya kontribusi
pajak orang kaya terhadap penerimaan negara.

1.4 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan dan
acuan. Selain itu, untuk menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian ini. Maka
dalam ini, peneliti mencantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai berikut:
1. Hasil Penelitian Emmanuel Saez & Gabriel Zucman, (2019)
Penelitian Emmanuel Saez & Gabriel Zucman (2019), berjudul
"Progressive Wealth Tax". Penelitian ini merupakan penelitian yang
menggunakan deskripsi kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis apa itu wealth tax, bagaimana itu didistribusikan, dan
berapa banyak pendapatan yang dapat dihasilkan oleh wealth tax terhadap
progresif di Amerika Serikat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa,
wealth tax kemungkinan akan menjadi alat yang paling langsung dan ampuh

3
Kebijakan Pajak Universitas Brawijaya

untuk mengembalikan progresivitas pajak di bagian paling atas distribusi.


Dari analisis peneliti yang menunjukkan bahwa wealth tax memiliki potensi
pendapatan dan pemerataan kekayaan yang besar dalam konteks AS.
Kekayaan rumah tangga telah tumbuh sangat besar secara agregat (5 tahun
pendapatan nasional pada 2018) dan orang kaya memiliki sebagian kecil
darinya (20% dimiliki oleh 1% keluarga teratas). Dengan itu progressive
wealth tax secara khusus, menargetkan orang terkaya/konglomerat dan dapat
menyelesaikan ketidakadilan ini.

2. Hasil Penelitian OECD, (2018)


Penelitian dari OECD (2018), berjudul "The Role and Design of Net
Wealth Taxes in the OECD". Penelitian ini merupakan penelitian yang
menggunakan metode deskripsi kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji dan menilai penggunaan net wealth tax saat ini,
yang didefinisikan sebagai pajak berulang atas aset bersih individu, di negara-
negara OECD. Memberikan latar belakang tentang penggunaan wealth tax
dari waktu ke waktu di negara-negara OECD serta tren pendapatan dan
ketidaksetaraan kekayaan. Kemudian menilai kasus yang mendukung dan
menentang penggunaan net wealth tax. Pengaruh pajak pendapatan modal
pribadi dan pajak atas transfer kekayaan juga dibahas untuk memahami
bagaimana pajak ini berinteraksi dengan net wealth tax. Akhirnya, laporan
tersebut melihat pada masalah desain pajak praktis. Laporan ini diakhiri
dengan sejumlah rekomendasi kebijakan pajak praktis mengenai net wealth
tax.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
laporan tersebut memberikan sejumlah rekomendasi desain pajak konkret
untuk negara yang telah menerapkan atau telah memutuskan untuk
menerapkan net wealth tax. Dimana net wealth tax ada di samping pajak
pendapatan modal berbasis luas, pembebasan pajak ambang batas harus tinggi

4
Kebijakan Pajak Universitas Brawijaya

untuk memastikan bahwa net wealth tax hanya dikenakan di tempat yang
sangat kaya. Dengan tarif pajak yang harus rendah dan memperhitungkan tarif
pajak atas pendapatan modal untuk menghindari pengenaan beban pajak yang
terlalu tinggi atas modal untuk mencegah pelarian modal. Tidak adanya pajak
pendapatan modal berbasis luas, ambang pengecualian yang lebih rendah dan
lebih tinggi tarif pajak dapat dibenarkan dalam desain net wealth tax. Tarif
pajak harus progresif, terutama dalam kasus dimana net wealth tax bukan
tambahan berbasis luas pajak pendapatan modal dan/atau pajak transfer
kekayaan, untuk meningkatkan sistem perpajakan secara keseluruhan
progresivitas.

Sedangkan untuk penelitian yang sekarang dilakukan peneliti, seperti di bawah ini:
1. Penelitian Indah Risqi (2021)
Penelitian Indah Risqi (2021), berjudul "Pengaruh Kebijakan Wealth
Tax Terhadap Penerimaan Negara di Era New Normal". Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh, prospek, dan
penyebab kontribusi kebijakan wealth tax terhadap penerimaan negara di era
new normal.
Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, dimana
data dikumpulkan berupa deskriptif dan diukur dengan angka. Penelitian ini
untuk mendapatkan datanya akan melalui interview dan menganalisis dengan
prosedur statistik.

1.5 Landasan Teori


a. Wealth Tax
Menurut Rudnick dan Gordon (1996) pembayar pajak dengan
kekayaan tinggi memiliki sumber daya yang lebih besar untuk menarik dan
dikenakan pajak pada tingkat yang lebih tinggi daripada pembayaran pajak
dengan aset yang lebih sedikit, bahkan jika mereka memperoleh tingkat

5
Kebijakan Pajak Universitas Brawijaya

pendapatan yang sama. Sederhananya, ada perbedaan dalam kemampuan


membayar antara seorang wajib pajak yang memperoleh penghasilan tahunan
sebesar EUR 20.000 dari investasi EUR 200.000, dan seorang wajib pajak
yang memperoleh gaji sebesar EUR 20.000 setahun.
Menurut Meade (1978) wealth tax memberikan keuntungan dan
pendapatan yang diperoleh dari kekayaan atau konglomerat. Selain
pendapatan yang dihasilkannya, kekayaan dapat memberikan status sosial,
kekuasaan, lebih besar peluang, kepuasan, atau memberikan nilai asuransi
terhadap kebutuhan masa depan yang tidak terduga, dan telah dikemukakan
bahwa manfaat tersebut harus dikenakan wealth tax.
Menurut McDonnell (2013) wealth tax dapat memberikan penghasilan
tanpa harus mengorbankan waktu luang. Dalam beberapa kasus, aset tidak
menghasilkan pendapatan tetapi tetap memberikan manfaat yang disebutkan
di atas, karena wealth tax dapat dilihat sebagai pelengkap pajak penghasilan,
yang mencerminkan tambahan keuntungan dan kapasitas yang disediakan
oleh kekayaan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa wealth tax
merupakan pajak yang dikenakan atas kepemilikan real estate, yang
menghasilkan pendapatan baru dan meningkatnya penerimaan negara.

b. Tujuan Wealth Tax


Menurut Saez dan Zucman (2016) wealth tax sangat progresif, karena
kekayaan bersih lebih terkonsentrasi daripada pendapatan dan lebih progresif
daripada pajak properti, karena pajak properti hanya dikenakan pada real estat
yang didistribusikan lebih merata daripada kekayaan bersih. Wealth tax juga
melacak kemampuan untuk membayar daripada pajak properti karena
memungkinkan orang untuk mengurangi hutang. Prospek pajak kekayaan
tergantung pada seberapa tinggi ambang pembebasan dan apakah jadwal tarif
efektif diterapkan di antara pembayar pajak.

6
Kebijakan Pajak Universitas Brawijaya

c. Strategi Wealth Tax


Menurut Bräuninger (2012) pada dasarnya ada tiga jenis strategi
khusus dalam wealth tax, yaitu pertama pajak atas pengelolaan atau
kepemilikan aset. Misalnya, net wealth tax yang dipungut secara teratur
(Rudnick dan Gordon, 1996). Kedua, pemungutan pajak atas pengalihan
kepemilikan kepada pihak lain tanpa adanya transaksi ekonomi, seperti pajak
warisan dan subsidi. Menurut survei IBFD (2019), setidaknya 77 negara di
dunia telah memperkenalkan pajak warisan. Terakhir, pajak properti yang
memberikan peluang finansial tambahan. Standar evaluasi pada dasarnya
dihitung dari selisih antara harga jual dan biaya perolehan (capital gain).

d. Penerapan Wealth Tax


Wealth tax dapat diterapkan dengan menggunakan net wealth tax,
sebagai alternatif yang efisien untuk pajak capital gain yang dapat mendorong
wajib pajak orang kaya dalam menggunakan aset lebih produktif dan wealth
tax sebagai pengganti pajak penghasilan modal. Wealth tax termasuk atas
akumulasi kekayaan terlepas dari pendapatan dan dapat mendorong pembayar
pajak untuk menggunakan aset mereka secara lebih produktif. Misalnya, jika
sebuah rumah tangga memiliki tanah yang tidak digunakan dan tidak memiliki
penghasilan, tidak ada pajak penghasilan yang akan dikenakan. Namun, jika
wealth tax diterapkan maka akan memberikan insentif kepada rumah tangga
yang untuk meningkatkan produktivitas lahan mereka atau menjualnya kepada
orang yang lebih produktif (McDonnell, 2013).
Beberapa berpendapat dari para ahli bahwa pajak yang diduga dikenakan
atas keuntungan modal dapat dianggap sebagai pajak yang dikenakan atas
"potensi pendapatan". Sedangkan menurut (Guvenen dkk, 2017)
mengembangkan model teoritis yang menyarankan bahwa mengganti pajak
penghasilan modal dengan wealth tax dapat menggeser beban pajak pada

7
Kebijakan Pajak Universitas Brawijaya

pengusaha yang tidak produktif dan bahwa redistribusi ini meningkatkan


produktivitas secara keseluruhan. Efisiensi tersebut dapat dicapai karena
modal didistribusikan kembali kepada orang-orang berpenghasilan tinggi dan
pengembalian yang lebih tinggi dari orang-orang berpenghasilan tinggi dapat
menyebabkan akumulasi tabungan yang lebih besar (Fagereng et al, 2016).

8
Kebijakan Pajak Universitas Brawijaya

DAFTAR PUSTAKA

Emmanuel Saez & Gabriel Zucman. 2019. "Progressive Wealth Tax". Universitas
California, Departemen Ekonomi, Berkeley, CA 94720.
OECD. 2018. "The Role and Design of Net Wealth Taxes in the OECD". Penerbit
OECD, ISSN 1990-0546.
Taufan Adharsyah. 2019. https://www.cnbcindonesia.com/news/20190816172700-4-
92623/mengejar-penerimaan-perpajakan-rp-18192-t-di-2020-sanggup. (Diakses 4
Desember 2021).
Okezone. 2018. "Kontribusi Pajak Orang Kaya Masih Minim".
https://economy.okezone.com/read/2018/12/17/20/1992339/kontribusi-pajak-orang-
kaya-masih-minim-ini-penjelasannya?page=1. (Diakses 4 Desember 2021).

Anda mungkin juga menyukai