PENDAHULUAN
2
Sebanyak 176 desa di Pemalang masuk kategori daerah rawan bencana
banjir, longsor, dan angin kencang. Hasil pemetaan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pemalang, 54 desa di 11 kecamatan masuk
wilayah rawan bencana tanah longsor, 51 desa disembilan kecamatan masuk
wilayah rawan bencana banjir, dan 71 desa di 11 kecamatan masuk wilayah
rawan bencana angin kencang, Untuk wilayah rawan banjir utamanya ada di
daerah utara, yakni disekitar bantaran Sungai Comal. Untuk wilayah rawan
longsor, berada di daerah selatan yakni diderah lereng Gunung Slamet dan
daerah perbukitan. Sedangkan, wilayah rawan angin kencang hampir ada di
seluruh kecamatan. Adapun kecamatan yang paling berpotensi banjir adalah
Kecamatan Petarukan, Ulujami, Pemalang, dan Kecamatan Comal. Wilayah yang
paling berpotensi longsor adalah Kecamatan Watukumpul dan Pulosari,
Sementara wilayah yang paling berpotensi terjadi angin kencang adalah
Kecamatan Pulosari, Randudongkal dan Petarukan. Kondisi tersebut juga
dipetakan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Kementerian ESDM.
3
untuk periode RPJMD Tahun 2021-2026 adalah : “Terwujudnya Kabupaten
Pemalang yang Adil, Makmur, Agamis dan Ngangeni”.
Renstra BPBD Kabupaten Pemalang Tahun 2021 – 2026 adalah dokumen
perencanaan yang mendukung visi, misi Bupati dan Wakil Bupati Pemalang,
selanjutnya dijabarkan dalam tujuan dan sasaran yang akan dicapai selama lima
tahun kedepan melalui strategi dan arah kebijakan yang dituangkan dalam
program dan kegiatan yang akan dilaksanakan BPBD dalam kurun waktu tahun
2021 – 2026.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
2.2 Tujuan Manajemen Risiko Bencana
Banyak pihak yang kurang menyadari pentingnya mengelola bencana
dengan baik. Salah satu faktor adalah karena bencana belum pasti terjadinya
dan tidak diketahui kapan akan terjadi. Sebagai akibatnya, manusia sering
kurang peduli, dan tidak melakukan langkah pengamanan dan pencegahan
terhadap berbagai kemungkinan yang dapat terjadi. Untuk itu diperlukan sistem
manajemen bencana yang bertujuan untuk:
1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak
diinginkan;
2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu
bencana atau kejadian;
3. Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau organisasai
tentang bencana sehingga terlibat dalam proses penanganan bencana;
4. Melindungi anggota masyarakatdari bahaya atau dampak bencana
sehingga korban dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi;
5. Mengurangi, atau mencegah, kerugian karena bencana;
6. Menjamin terlaksananya bantuan yang segera dan memadai terhadap
korban bencana;
7. Mencapai pemulihan yang cepat dan efektif;
2.4 Inovasi
6
a. Pemalang Zero Risk
Mungkinkah risiko dapat dihilangkan (zero risk) ? Kalau tidak dapat, maka
mengurangi risiko adalah suatu hal yang mutlak dalam setiap kebijakan.
Identifikasi risiko dimulai dengan mempelajari aspek-aspek yang akan
mempengaruhi pencapaian sasaran dari suatu kebijakan, faktor internal
maupun eksternal harus dikenali apakah sudah dipatuhi secara benar
(compliance), faktor-faktor yang akan menghambat dalam operasional harus
diinventarisir sedemikian rupa dan dicarikan cara pengendalian yang tepat guna
mengurangi semaksimal mungkin risiko yang mungkin akan muncul. Untuk itu
pembuatan Aplikasi Android Pelaporan Bencana yang akan terhubung langsung
dengan Ruang Kontrol / Command Centre BPBD Kabupaten Pemalang, yang
selanjutnya akan di teruskan ke Relawan-Relawan terdekat dari lokasi bencana.
b. Talking Wall
Saat ini masih kurangnya Edukasi Sadar Bencana untuk setiap masyarakat
maka dengan adanya Inovasi Talking Wall / Dinding Berbicara dilingkup kantor
BPBD, diharapkan dapat menjadi sarana Edukasi masyarakat untuk mengetahui
tingkat kewaspadaan Bencana Alam.
c. CSR Kebencanaan
Ada banyak faktor yang menyebabkan bencana alam tidak bisa kita hindari.
Karena itu upaya untuk meminimalisir jatuhnya korban menjadi keharusan.
Undang-undang mengamanatkan bahwa di setiap daerah di Indonesia
hendaknya dibentuk badan yang menangani bencana alam. Amanat tersebut
terwujud dengan dibentuknya Badan Penanganan Bencana Daerah
(BPBD). Namun, masalah masih belum selesai dengan terbentuknya BPBD
tersebut. Pada tataran operasional BPBD memerlukan biaya dan tenaga. Peran
masyarakat sangat dibutuhkan baik dari sisi pembiayaan maupun tenaga
lapangan. Dari sisi pembiayaan, tidak bisa hanya mengandalkan anggaran dari
Pemerintah Daerah. Alokasi anggaran tidak mencukupi sehingga perlu ada
terobosan untuk mengatasi masalah ini salah satunya melalui Corporate Social
Responsibility yang disingkat (CSR). Perusahaan-perusahaan, terutama yang ada
di Kabupaten Pemalang hendaknya mengalokasikan dana CSR-nya untuk
membiayai penanggulangan bencana, baik itu dangan bantuan Logistik
Makanan, bahan Bangunan, ataupun bantuan berupa Uang pada saat Tanggap
Darurat atau Pasca Bencana.
7
d. Desa Tangguh Bencana (DESTANA)
Kabupaten Pemalang terdiri dari 14 kecamatan, 11 kelurahan, dan
211 desa. Dimana dari 14 Kecamatan, terdapat 11 Kecamatan yang masuk
kategori daerah rawan bencana banjir, longsor dan angin kencang. Dari 11
Kecamatan terdapat 176 desa yang masuk wilayah rawan. Dengan data ini sejak
tahun 2018 sampai tahun 2021 BPBD telah membentuk 11 Desa Tangguh
Bencana di 3 Kecamatan dengan sumber dana dari APBD Provinsi Jawa Tengah
dan APBD Kabupaten Pemalang. Adapun 11 Desa Tangguh Bencana yang telah
terbentuk sebagai berikut :
8
masing-masing. Adapun jenis - jenis tim bencana tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Emergency Responsible Team
Tim ini merupakan tim khusus yang menangani masalah bencana.
2. Fire Brigade
Fire Brigade tersebut merupakan organisasi yang bertugas untuk
menanggulangi segala jenis bencana yang berhubungan dengan kebakaran.
3. Public Save Community (PSC)
Public Save Community merupakan petugas yang memberikan pelayanan
kedaruratan kepada masyarakat Kota, dioprasikan oleh petugas khusus
yang dilengkapi dengan tiga mobil ambulance, dan siaga 24 jam di setiap
pos jaga. Petugas PSC bergerak mengikuti pergerakan mobil pemadam pada
saat terjadi kebakaran dan PSC setiap saat bertugas mengevakuasi korban
kecelakaan lalulintas dan bencana lainya.
4. Search and Rescue (SAR)
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun 2005
Tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, Searh and
Rescue (SAR) memiliki pengertian yaitu badan yang berfungsi melaksanakan
pembinaan, pengkoordinasian dan pengendalian potensi Search and Rescue
(SAR). dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang hilang atau
dikhawatirkan hilang, atau menghadapi bahaya dalam pelayaran dan atau
penerbangan, serta memberikan bantuan SAR dalam penanggulangan
bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR Nasional dan
Internasional.
5. Barisan Relawan Bencana
Barisan Relawan Bencana merupakan barisan relawan bencana yang
direkrut dari pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan
Pemerintah Kabupaten Pemalang yang ditugaskan ikut serta menangani
bencana.
9
Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra
bencana meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi.
1. Kesiapsiagaan
Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiagaan adalah tahapan yang paling
strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam
menghadapi datangnya suatu bencana.
2. Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang berpotensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki dan diolah
atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan datangnya
suatu bencana.
3. Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi bencana
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Mitigasi adalah upaya untuk mencegah
atau mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Upaya
memperkecil dampak negative bencana. Upaya mitigasi dapat dilakukan
dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan
infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode
bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta
memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan
longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi
juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti
menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi
bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah
serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.
Contoh: zonasi dan pengaturan bangunan (building codes), analisis
kerentanan; pembelajaran public. Mitigasi harus dilakukan secara
10
terencana dan komprehensif melalui berbagai upaya dan pendekatan antara
lain:
a) Pendekatan teknis
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak suatu
bencana misalnya membuat material yang tahan terhadap bencana, dan
membuat rancanagan pengaman, misalnya tanggul banjir, lumpur dan lain
sebagainya.
b) Pendekatan manusia
Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang paham
dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara hidup
manusia harus dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan potensi bencana yang dihadapinya.
c) Pendekatan admisnistratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan
administratif dalam manajemen bencana, khususnya di tahap mitigasi
sebagai contoh:
1. Penyususnan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan aspek
risiko bencana
2. Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan pembangunan
industri berisiko tinggi.
3. Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap darurat di
setiap organisasi baik pemerintahan maupun industry berisiko tinggi.
d) Pendekatan kultural
Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran mengenai
bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan bencana disesuaikan
dengan kearifan masyarakat lokal yang telah mebudaya sejak lama.
B. Saat Bencana
Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat
bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini,
maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu
diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi
dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian
dapat diminimalkan.
11
a) Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana.
Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan bencana yang dibentuk
dimasing-masing daerah atau organisasi. Menurut PP No. 11, langkah-
langkah yang dilakukan dalam kondisi tanggap darurat antara lain:
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat kerusakannya.
2. Penentuan status keadaan darurat bencana.
3. Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat
bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin bencana tersebut
dapat digolongkan sebagai bencana nasional.
4. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi korban
bencana. Hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar
2. Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang
dengan keterbatasan fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang
dikategorikan lemah)
3. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.
b) Penanggulangan bencana
Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah
menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya.
Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan khusus
menurut kondisi dan skala kejadian. Tim tanggap darurat diharapkan
mampu menangani segala bentuk bencana. Oleh karena itu Tim tanggap
darurat harus diorganisir dan dirancang untuk dapat menangani berbagai
jenis bencana.
12
C. Pasca Bencana
Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka
langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
a) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajarsemua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.
b) Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya hukum, dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
15
Bencana adalah rangkaian yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Bencana terjadi hanya karena tidak terkelolanya resiko. Pengelolaan
resiko harus merupakan bagian integral dari pembangunan. Resiko memiliki dua
prasyarat utama yakni ancaman (hazard) dan kerentanan/kerapuhan
(vulnerabilities/fragilities). Management Pembangunan haruslah mampu
mengintegrasikan management resiko bencana dan sebaliknya, management
resiko bencana merupakan bagian dari upaya menuju pembangunan
berkelanjutan.
3.2 Saran
Baik untuk kita semua agar pengelolaan risiko yang merupakan bagian
integral dari pembangunan harus dilakukan sesuai dengan prinsip yakni
(hazard) dan kerentanan diusahakan seminimal mungkin. Pada saat terjadinya
bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material.
Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan
yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat
guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi. Dengan demikian
diharapkan pelaksanaan manajemen logistik dan peralatan dapat berjalan secara
efektif dan efisien serta terkoordinasi dengan baik.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1
16
1.1. Latar Belakang 1-3
BAB II PEMBAHASAN 5
3.1 Kesimpulan 16
3.2 Saran 16
17