Anda di halaman 1dari 5

Pendahuluhan .

Latar belankang ………………………………………….1.1


Permasalaah ………………………………………….1.2
Bahasan kondisi …………………………………………..1.3
Perencaan rumusan masalah……………………………….1.4
Penutup………………………………………………1.5
Latar belakang 1.1
Perencanaan tata kota merupakan salah satu tujuan utama pemerintah
indonesia untuk menerapkan kebijakan politik etis yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan standar hidup penduduk di pemukiman kota diwilayah
indonesia
Dimana Pemerintah mengelohah tata kota untuk mengatur posisi strategis
Kawasan pemukiman,kantor adminitrasi,taman dan hiburan demi kelakyakan
kota dan permasalah konflik strategis Indonesia yang rawan bencana
Sejak penerapan kebijakan pemerintah mulai membentuk tatakota yang
tanguh dan kuat berbagai kemunculan aktivitas bencana
Permasalahan 1.2
Hal tersebut nampak terlihat sangat mengejutkan terutama dalam sistem
kerana wilayalah Indonesia berada di cincin api dan prtemuan para
lempengan teknonik
Dalam hal ini bagi pemerintah harus mengatur kebijakan sebagai tatanan
kelola kota yang tanguh terhadap bencana dan tantangan urbanisasi serta
masalah ekonomi

Bahasan kondisi 1.3


Posisi Indonesia di tengah Cincin Api Pasifik memang mendatangkan risiko bencana
alam. Tidak ada kota/kabupaten yang bebas bencana, baik ancaman banjir, longsor,
kekeringan, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami (akibat gempa, gunung
meletus, atau longsoran bawah laut), hingga likuefaksi. Presiden Joko Widodo saat
membuka Rapat Koordinasi Nasional Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) dan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Se-Indonesia di Surabaya, Sabtu
(2/2/2019), memberikan enam butir arahan. Pertama, setiap pembangunan harus
dilandaskan pada aspek-aspek pengurangan risiko bencana. Pemerintah daerah
harus tegas menerapkan tata ruang berbasis risiko bencana. Kedua, pelibatan
akademisi dan pakar bencana untuk mengkaji serta menganalisis bencana supaya
kita mampu memprediksi ancaman, mengantisipasi, dan mengurangi dampak
bencana. Ketiga, saat terjadi bencana, gubernur sebagai komandan satuan tugas
penanganan kondisi darurat, didukung pangdam dan kapolda sebagai wakil.
Keempat, pembangunan peringatan dini terpadu berbasis rekomendasi hasil
penelitian dan pengkajian para pakar. Kapala BNPB mengoordinasikan kementerian
dan lembaga terkait untuk membangun sistem peringatan dini terpadu. Kelima,
pendidikan kebencanaan dimulai tahun ini, baik di sekolah maupun masyarakat,
terutama di daerah rawan bencana. Papan peringatan/ rute evakuasi harus dipasang
dengan jelas. Keenam, simulasi dan pelatihan penanganan bencana secara berkala
dan berkesinambungan hingga ke tingkat RT/RW agar masyarakat siap. Untuk
menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo, ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan. Pertama, sesuai UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana,
UU Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang, dan UU Nomor 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pemerintah harus membangun
kota tangguh bencana (KTB). KTB focus pada pencegahan terjadinya bencana,
pengurangan risiko bencana, dan penyesuaian terhadap perubahan bencana. Upaya
pengurangan risiko bencana harus menjadi pengarusutamaan rencana
pembangunan daerah. Rencana pembangunan daerah selaras dengan upaya
antisipasi, mitigasi, adaptasi, kesiapsiagaan, penanganan (tanggap) darurat, serta
proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Bappeda harus mulai
merencanakan betul daerah yang rawan bencana, serta tegas dan berani berkata
tidak pada rakyat daripada bencana kembali menelan korban banyak. Kedua,
perubahan upaya mitigasi bencana dilakukan secara menyeluruh. Hal itu dilakukan
mulai dari kebijakan, penyediaan dana mitigasi, ketaatan pembangunan berbasis
zonasi aman-rawan bencana, hingga pendidikan dan pelatihan evakuasi bencana.
Pemda segera mengevaluasi (dan jika perlu merevisi) rencana pembangunan jangka
menengah daerah (RPJMD), rencana kerja perangkat daerah (RKPD), serta rencana
anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD). Seluruh dokumen mengandung
muatan pengurangan risiko bencana (anggaran pro kebencanaan). Perencanaan
wilayah dan arah pembangunan kota mesti diselaraskan dengan peta rawan bencana
(Bappenas, BNPB, 2017). Evaluasilah (dan jika perlu revisi) rencana tata ruang
wilayah, dan rencana detail tata ruang, yang mencakup peraturan zonasi, rencana
tata bangunan dan lingkungan, hingga panduan rancang kota/kawasan perkotaan.
Ketiga, rencana pengembangan kawasan perkotaan, wisata unggulan, strategis
nasional, hingga ekonomi khusus dievaluasi untuk memastikan apakah kawasan
masuk dalam zona merah rawan bencana. Pengabaian/pengingkaran risiko bencana
dalam membangun kota jelas tidak dapat dibenarkan. Risiko bencana tidak harus
ditutupi tetapi bisa dikelola. Zona merah rawan bencana harus bebas dari bangunan
dan permukiman. Di zona permukiman dan perkantoran harus dilengkapi zona
evakuasi dan bangunan standar tahan gempa. Warga dikenalkan jenis
perencaan rumusan masalah 1.3

kepala daerah dan legislator harus mengenali dan memahami potensi kerentanan
bencana di wilayahnya. Kepala daerah tetap dapat menawarkan platform
pembangunan daerah dengan menempatkan kerentanan bencana sebagai acuan
pelaksanaan pembangunan (politik kebencanaan). Pemda harus menegakkan aturan
larangan membangun dan mengeksploitasi daerah rawan bencana, dan konsisten
menjaga kelestarian alam, serta memberdayakan masyarakat mengenai pengelolaan
lingkungan yang berkelanjutan. Kelima, kerja sama antarpihak sesuai peran masing-
masing dalam penanganan bencana sangat penting. Perguruan tinggi lokal didorong
memiliki pusat riset tentang kebencanaan lokal, didukung peneliti lokal dari berbagai
bidang keahlian kebencanaan. Di bidang iptek, peta rawan bencana local dibuat
untuk peneliti dan tim teknis dalam melakukan langkah-langkah mitigasi. Di bidang
perencanaan kota, direkomendasikan persiapan relokasi permukiman yang berada di
zona merah, pendampingan audit dan retrofit bangunan standar tahan gempa. Di
bidang kesehatan, seluruh rumah sakit (RS) hingga puskesmas diajarkan siaga
bencana dan tanggap darurat pertolongan pertama saat bencana dan simulasi rumah
sakit lapangan (lokasi terdampak bencana). Pemda harus menerima data-data riset
dan segera menindaklanjuti hasil penelitian dengan berbagai langkah mitigasi
bencana yang dimasukkan dalam RPJMD, RKPD, RAPBD. Keenam, potensi bencana di
setiap daerah berbeda-beda sehingga langkah pengurangan risiko bencana dan
penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan kondisi lokal. Tantangan lain
yang mungkin dihadapi pemda adalah keterbatasan ketersediaan lahan (relokasi),
kesadaran dan kesediaan warga berpindah, dan mendapatkan sumber-sumber
pendanaan. Kerentanan bencana Indonesia akan terus meningkat seiring
pertumbuhan penduduk di zona rawan bencana. Hanya dengan memahami
kebencanaan dan membangun kesiapsiagaan untuk antisipasi, adaptasi, dan mitigasi
bencana, kita dapat hidup menjadi masyarakat tangguh bencana. Untuk itu
diperlukan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan
daerah dan perlindungan warga dari dampak bencana. Ketujuh, sikap proaktif dan
antisipatif, serta komitmen penuh menghadapi segala kemungkinan bencana. Sangat
diperlukan literasi kepada masyarakat tentang ancaman bencana menjadi bagian tak
terpisahkan dari upaya mitigasi bencana. Mitigasi bencana harus melibatkan warga
setempat melalui pendidikan dan Pelatihan simulasi evakuasi bencana harus
dilakukan secara terus menerus sehingga
penutup
tumbuh budaya masyarakat tangguh bencana. Pendidikan kebencanaan merupakan
keniscayaan. Muatan kearifan lokal kebencanaan di dunia pendidikan sangat
dibutuhkan. Modul mitigasi bencana dapat diakses dan diunduh gratis melalui laman
simpatik. belajar.kemendikbud.go.id. Lebih konkret, pemda mesti menggelar
pelatihan rutin dan peningkatan kapasitas bagi sekolah. Pendidikan mitigasi di
sekolah meliputi simulasi bencana, menyusun secara cermat penempatan perabot di
kelas, menentukan guru dan siswa yang bertugas memimpin evakuasi, menetapkan
lokasi titik kumpul, jalur evakuasi lengkap dengan marka, rambu, dan system
peringatan dini (sirene, kentongan). Bangunan sekolah juga didesain harus
memenuhi standar tahan gempa, fondasi kokoh, pintu membuka lebar, dan cukup
ruang gerak saat evakuasi. Mewujudkan “Kota Tangguh Bencana” bukan merupakan
pilihan, melainkan sebuah keharusan.

Anda mungkin juga menyukai