kepala daerah dan legislator harus mengenali dan memahami potensi kerentanan
bencana di wilayahnya. Kepala daerah tetap dapat menawarkan platform
pembangunan daerah dengan menempatkan kerentanan bencana sebagai acuan
pelaksanaan pembangunan (politik kebencanaan). Pemda harus menegakkan aturan
larangan membangun dan mengeksploitasi daerah rawan bencana, dan konsisten
menjaga kelestarian alam, serta memberdayakan masyarakat mengenai pengelolaan
lingkungan yang berkelanjutan. Kelima, kerja sama antarpihak sesuai peran masing-
masing dalam penanganan bencana sangat penting. Perguruan tinggi lokal didorong
memiliki pusat riset tentang kebencanaan lokal, didukung peneliti lokal dari berbagai
bidang keahlian kebencanaan. Di bidang iptek, peta rawan bencana local dibuat
untuk peneliti dan tim teknis dalam melakukan langkah-langkah mitigasi. Di bidang
perencanaan kota, direkomendasikan persiapan relokasi permukiman yang berada di
zona merah, pendampingan audit dan retrofit bangunan standar tahan gempa. Di
bidang kesehatan, seluruh rumah sakit (RS) hingga puskesmas diajarkan siaga
bencana dan tanggap darurat pertolongan pertama saat bencana dan simulasi rumah
sakit lapangan (lokasi terdampak bencana). Pemda harus menerima data-data riset
dan segera menindaklanjuti hasil penelitian dengan berbagai langkah mitigasi
bencana yang dimasukkan dalam RPJMD, RKPD, RAPBD. Keenam, potensi bencana di
setiap daerah berbeda-beda sehingga langkah pengurangan risiko bencana dan
penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan kondisi lokal. Tantangan lain
yang mungkin dihadapi pemda adalah keterbatasan ketersediaan lahan (relokasi),
kesadaran dan kesediaan warga berpindah, dan mendapatkan sumber-sumber
pendanaan. Kerentanan bencana Indonesia akan terus meningkat seiring
pertumbuhan penduduk di zona rawan bencana. Hanya dengan memahami
kebencanaan dan membangun kesiapsiagaan untuk antisipasi, adaptasi, dan mitigasi
bencana, kita dapat hidup menjadi masyarakat tangguh bencana. Untuk itu
diperlukan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan
daerah dan perlindungan warga dari dampak bencana. Ketujuh, sikap proaktif dan
antisipatif, serta komitmen penuh menghadapi segala kemungkinan bencana. Sangat
diperlukan literasi kepada masyarakat tentang ancaman bencana menjadi bagian tak
terpisahkan dari upaya mitigasi bencana. Mitigasi bencana harus melibatkan warga
setempat melalui pendidikan dan Pelatihan simulasi evakuasi bencana harus
dilakukan secara terus menerus sehingga
penutup
tumbuh budaya masyarakat tangguh bencana. Pendidikan kebencanaan merupakan
keniscayaan. Muatan kearifan lokal kebencanaan di dunia pendidikan sangat
dibutuhkan. Modul mitigasi bencana dapat diakses dan diunduh gratis melalui laman
simpatik. belajar.kemendikbud.go.id. Lebih konkret, pemda mesti menggelar
pelatihan rutin dan peningkatan kapasitas bagi sekolah. Pendidikan mitigasi di
sekolah meliputi simulasi bencana, menyusun secara cermat penempatan perabot di
kelas, menentukan guru dan siswa yang bertugas memimpin evakuasi, menetapkan
lokasi titik kumpul, jalur evakuasi lengkap dengan marka, rambu, dan system
peringatan dini (sirene, kentongan). Bangunan sekolah juga didesain harus
memenuhi standar tahan gempa, fondasi kokoh, pintu membuka lebar, dan cukup
ruang gerak saat evakuasi. Mewujudkan “Kota Tangguh Bencana” bukan merupakan
pilihan, melainkan sebuah keharusan.