PERTOLONGAN PERTAMA
PSIKOLOGIS di LINGKUNGAN
RUMAH TAHANAN (RUTAN),
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
(LAPAS), dan RUMAH DETENSI
2021
DAFTAR ISI
Daftar Isi
Pendahuluan 1
Kata Pengantar 2
Disclaimer 3
BAB 1. Kesehatan Jiwa 4
1.1. Pengertian Kesehatan Jiwa 4
1.2. Hubungan Kondisi Kesehatan Jiwa dan Kesehatan Fisik 4
1.3. Kesehatan Jiwa dan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) 4
BAB 2. Pertolongan Psikologis Pertama 6
2.1. Pengertian Pertolongan Psikologis Pertama 6
2.2. Piramida Intervensi Kesehatan Jiwa 7
2.3. Tujuan dan Prinsip PFA 7
BAB 3. Peran Petugas Non-Medis dalam Menjaga Kesehatan Jiwa di Lingkungan,
Rutan, Lapas dan Rumah Detensi 9
3.1. Peran Petugas Non-Medis dalam Menjaga Kesehatan Jiwa di Lingkungan
Rutan, Lapas dan Rumah Detensi 9
3.2. Cara Berkomunikasi dengan Individu yang Memiliki Masalah Kesehatan Jiwa 9
BAB 4. Karakteristik Individu dengan Masalah Kesehatan Jiwa dan Alur
Layanan Kesehatan Jiwa 14
4.1. Karakteristik Kondisi Psikologis yang Butuh Penanganan Psikolog atau
Psikiater 14
4.2. Informasi Layanan Psikologi yang Bisa Dihubungi 14
PENDAHULUAN
Buku panduan dasar ini merupakan hasil kerja sama antara Konsulat Inggris dan
Sehat Jiwa Bahagia untuk mendorong kepedulian dan peningkatan pelayanan
kesehatan jiwa di lingkungan lapas dan rumah detensi. Pembuatan buku panduan ini
didukung penuh oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) dan Direktorat
Jenderal Imigrasi. Pembuatan modul didasarkan pada hasil Focus Group Discussion
(FGD) terkait tantangan kesehatan jiwa di lingkungan lapas yang dilaksanakan pada
Senin, 22 Februari 2021 dan pelatihan kesehatan jiwa 101 yang dilaksanakan pada
Rabu, 10 Maret 2021 serta studi pustaka yang dilakukan oleh Tim Sehat Jiwa. Modul
ini bisa digunakan sebagai sumber pengetahuan, pedoman awal ataupun landasan
untuk menyusun kerangka teknis sistem pelayanan. Modul ini tidak untuk
mengatasi gangguan kejiwaan berat dan menegakkan diagnosa akan tetapi
untuk bisa menjadi sarana deteksi dini dan pemberian pertolongan pertama
masalah kejiwaan yang muncul pada warga binaan. Pada modul ini pembaca akan
mendapatkan pengetahuan dan juga keterampilan yang bisa digunakan dalam
berinteraksi dengan warga binaan.
Jika terdapat pertanyaan terkait buku saku ini ataupun institusi membutuhkan modul
lanjutan dan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan dari petugas di lapangan
bisa menghubungi Sehat Jiwa melalui email di kolaborasi@sehatjiwa.id.
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas RahmatNya, sehingga Buku Saku Pertolongan Pertama Psikologis di
Lingkungan Rumah Tahanan (Rutan), Lembaga Pemasyarakatan (Lapas),
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan Rumah Detensi Imigrasi
(Rudenim) selesai disusun. Kebutuhan adanya buku saku ini didasarkan
pada hasil asesmen pegawai di Rutan, Lapas, LPKA dan Rumah Detensi
terkait layanan kesehatan jiwa bagi Tahanan, Narapidana, Anak dan Deteni
melalui kegiatan FGD terkait layanan kesehatan jiwa yang dudukung penuh
oleh Kedutaan Besar Inggris dan Sehat Jiwa. Untuk itu kami mengucapkan
terima kasih atas dukungannya terkait layanan kesehatan jiwa di Rutan,
Lapas dan LPKA khususnya, sehingga angka kesakitan akibat gangguan
jiwa menurun dan dapat meningkatkan derajat kesehatan serta
meningkatkan kualitas hidup Tahanan, Narapidana dan Anak maupun
Deteni setelah mereka kembali ditengah keluarga dan masyarakat pada
umumnya. Mengingat kesehatan merupakan kunci utama Tahanan,
Narapidana dan Anak dalam mengikuti program pembinaan di Rutan,
Lapas dan LPKA, dan sesuai definisi sehat menurut WHO adalah suatu
keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya
bebas dari penyakit atau kecacatan. Untuk itu penanganan kesehatan jiwa
merupakan hal yang menjadi perhatian di Rutan, Lapas dan LPKA, karena
masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah
kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat secara langsung seperti pada
masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala.
Dalam pelaksanaanya kedepan diharapkan buku saku ini dapat menjadi
acuan bagi tenaga non kesehatan khususnya dalam memberikan
pertolongan pertama psikologis kepada Tahanan, Narapidana dan Anak
maupun Deteni sebelum mendapatkan penanganan lanjutan oleh tenaga
kesehatan terlatih.
Reynhard Silitonga
NRP. 67090332
2
DISCLAIMER
Modul ini dibuat oleh Kedutaan Besar Inggris Jakarta dan Konsulat Inggris Bali
bekerjasama dengan LSM Sehat Jiwa Bahagia. Semua informasi telah dikumpulkan
dengan hati-hati untuk mendapatkan tingkat akurasi yang baik, namun kami tidak
dapat bertanggung jawab atas kesalahan di buku ini dan kami menyarankan
pengguna untuk mengonfirmasi ulang detail detail dengan pakar medis atau
organisasi kesehatan di lapas. Kedutaan Besar Inggris Jakarta, Konsulat Inggris Bali
dan LSM Sehat jiwa Bahagia tidak bertanggung jawab atas segala tindakan yang
diakibatkan oleh penggunaan informasi dari modul ini.
Penggunaan modul ini dengan cara apapun, anda berarti telah menyetujui disclaimer
ini.
3
BAB 1
KESEHATAN JIWA
1
WHO (2018)
2
WHO (2003)
3
WHO (2003)
4
akan mempengaruhi kondisi mentalnya. Begitu juga sebaliknya, ketika seseorang
sedang merasakan stres, seringkali ia melupakan kebutuhan fisiknya yang
menyebabkan kondisi fisiknya menurun.
4
Beynon & Drew (n.d.)
5
BAB 2
PERTOLONGAN PSIKOLOGIS PERTAMA
(PSYCHOLOGICAL FIRST AID/ PFA)
5
IASC (2007)
6
Everly, Philips, Kane & Feldman (2006)
7
Everly, Philips, Kane & Feldman (2006)
8
WHO (2011)
9
WHO (2011)
6
2.2. Piramida Intervensi Kesehatan Jiwa
Merujuk pada piramida tersebut, semua individu dapat terlibat dan berkontribusi
membantu individu lain yang memiliki masalah kesehatan jiwa. Adapun dalam konteks
petugas non-medis di Lapas dan Rumah Detensi juga berperan dalam membantu
memberikan penanganan pada individu yang memiliki masalah kesehatan jiwa.
Secara keseluruhan, petugas non-medis di Lapas dan Rumah Detensi dapat
berkontribusi untuk membantu individu yang memiliki masalah psikologis ringan dan
sedang, mulai dari memenuhi kebutuhan dasar, memberikan rasa aman, hingga
memberikan dukungan keluarga dan komunitas. Akan tetapi, apabila mendapatkan
pelatihan lebih lanjut, petugas non-medis di Lapas dan Rumah Detensi juga dapat
memberikan layanan terfokus untuk membantu individu yang memiliki masalah
kesehatan mental sedang. Namun, apabila sudah ditemukan individu yang memiliki
gangguan psikologis serius, maka petugas non-medis di Lapas dan Rumah Detensi
perlu dirujuk ke pelayanan kesehatan jiwa yang ditangani oleh spesialis seperti
psikiater, psikolog, dan perawat jiwa.
7
jangka panjang dan pendek, serta membantu akselerasi proses pemulihan pada
individu yang sedang menghadapi suatu pengalaman traumatis tertentu10. PFA dapat
diberikan pada karakteristik individu atau kelompok berikut11:
a. Individu atau kelompok dengan cedera yang serius dan mengancam jiwa,
sehingga membutuhkan pertolongan gawat darurat medis;
b. Individu atau kelompok yang sangat terpukul, sehingga mereka tidak dapat
mengurus dirinya sendiri atau anak-anaknya;
c. Individu atau kelompok yang memiliki kemungkinan untuk menyakiti dirinya
sendiri;
d. Individu atau kelompok yang memiliki kemungkinan dapat menyakiti orang lain;
10
Sumampouw (2008)
11
WHO (2011)
12
Sumampouw (2008)
13
Sumampouw (2008)
8
BAB 3
PERAN PETUGAS NON-MEDIS DALAM MENJAGA
KESEHATAN JIWA DI LINGKUNGAN RUTAN, LAPAS DAN
RUMAH DETENSI
Berdasarkan Focus Group Discussion (FGD) dan Training Mental Health 101 yang
dilaksanakan Konsulat Inggris bersama Sehat Jiwa pada bulan Februari-Maret 2021, maka
dapat disimpulkan bahwa petugas Lapas baik yang memiliki latar belakang medis maupun
non medis berperan penting dalam menjaga kondisi kesehatan jiwa Warga Binaan
Pemasyarakatan yang didampingi. Pada bagian ini dijelaskan mengenai peran-peran yang
bisa diambil oleh petugas non-medis dan cara berkomunikasi yang bisa menunjang kondisi
kejiwaan seseorang.
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh petugas non-medis di Rutan, Lapas dan
Rumah Detensi antara lain:
a. Memastikan kondisi psikologis ketika penerima manfaat masuk ke lingkungan
Rutan/Lapas/Rumah Detensi;
b. Menjadi pendengar yang baik;
c. Melakukan observasi berkala terhadap sikap-sikap yang ditampilkan oleh
WBP;
d. Melakukan pendekatan jika ada WBP yang menunjukkan kerentanan
psikologis seperti: berdiam diri, sering berkonflik dengan WBP lain,
murung, marah-marah, tidak mau makan, susah tidur, dan tanda lain yang
terlihat berbeda dengan kebiasaan WBP;
e. Memberikan bantuan psikologis pertama kepada WBP yang membutuhkan;
f. Membuat program-program kelompok yang bisa memberikan dukungan
psikososial untuk menciptakan sistem dukungan di dalam lingkungan
Rutan/Lapas/Rumah Detensi;
g. Memastikan penerima manfaat yang membutuhkan obat-obatan sebagai
bentuk intervensi psikologis mengkonsumsi obatnya sesuai dengan kebutuhan;
h. Merujuk WBP kepada tenaga medis atau profesional seperti psikolog, psikiater
dan perawat jiwa jika diperlukan tindakan lanjutan.
9
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun komunikasi dengan
individu yang memiliki masalah kesehatan jiwa adalah:
1. Bahasa
a. Gunakan bahasa sehari-hari, jangan berusaha menyederhanakan seperti
bicara dengan anak-anak (tidak menggunakan istilah yang sulit dipahami);
b. Gunakan gaya bahasa yang menormalisasi pengalaman yang dirasakan
oleh WBP yang sedang bercerita terkait masalah yang dirasakannya.
Misalnya “Wah wajar ya pak, bapak merasa sedih karena sudah lama tidak
berkomunikasi dengan keluarga”;
c. Gunakan istilah yang sama dengan yang digunakan oleh WBP tersebut
untuk menggambarkan pengalaman mereka. Contohnya jika WBP
bercerita bahwa dia sedang merasa tertekan, gunakan bahasa yang sama
dengan bertanya “oh jadi ibu atau bapak saat ini merasa, kalau saya boleh
tau tertekan yang dirasakan seperti apa?”;
d. Hindari pemakaian istilah yang menstigma seperti gila, lemah, kurang
iman, kurang waras, dan lain sebagainya.
2. Bahasa Tubuh
a. Hindari menyentuh individu lain tanpa izin terlebih dahulu;
b. Minimalisir Bahasa tubuh yang menunjukkan kegugupan seperti
menggerak-gerakkan kaki dan tangan, meremas jari, menggigit kuku dan
lain sebagainya;
c. Apabila lawan bicara duduk, usahakan posisi tubuh setara dengannya.
10
* Skenario bisa berbeda untuk itu penting bagi petugas mengenali hal yang penting dan bisa memotivasi penerima manfaat untuk
mengambil tindakan
11
Selain langkah-langkah tersebut, berikut beberapa situasi yang mungkin
pendamping temui saat melakukan pendampingan dan cara berhadapan dengan
situasi tersebut14:
14
Preftrain (n.d)
12
2. Bunuh Diri
Hal yang bisa dilakukan petugas berhadapan dengan orang yang sedang
berpikir untuk bunuh diri yaitu15:
1. Menanyakan pertanyaan
Petugas bisa melakukan asesmen sederhana untuk melihat risiko
penerima manfaat tersebut melakukan bunuh diri, berikut beberapa
pertanyaan yang bisa ditanyakan:
● Apakah kamu sudah memiliki rencana bagaimana melakukannya?
● Apakah kamu sudah memiliki semua yang kamu butuhkan untuk
menjalankan rencana tersebut?
● Kapan kamu berencana melakukannya?
● Apakah kamu ingin mengakhiri hidupmu sendiri?
2. Memperhatikan tingkah laku yang ditunjukkan
Berikut beberapa tingkah laku yang sering ditunjukkan individu yang
ingin bunuh diri:
● Sering membicarakan tentang mengakhiri hidup/bunuh diri
● Meminta/mencari akses kepada senjata tajam ataupun alat lainnya
yang bisa digunakan untuk bunuh diri
● Menjauhkan diri dari orang lain
● Mengucapkan selamat tinggal
● Memunculkan tingkah laku yang bisa merusak dirinya
15
Smith dkk (2020)
13
BAB 4
KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN MASALAH KESEHATAN
JIWA DAN ALUR LAYANAN KESEHATAN JIWA
16
Raypole (2020)
17
Into the light
14
a. Layanan Konseling Individu Tatap Muka
● Psikolog atau Psikiater yang ada di Rutan/Lapas/Rumah Detaini atau
Lembaga Psikologi yang sudah menjalin kerja sama
● Rumah Sakit di daerah setempat. Adapun database dari penyedia layanan
tatap muka bisa dilihat pada tautan berikut
http://bit.ly/DatabaseLayananPsikologi.
1. Ruang Jiwa oleh Sehat Jiwa Ruang Jiwa menyediakan layanan kesehatan
jiwa bertingkat, terjangkau dan holistik. Konseling
bisa dilakukan bersama konselor atau psikolog
Sehat Jiwa sesuai dengan kebutuhan dari klien.
Layanan ini juga terjangkau bisa diakses melalui
https://ruangjiwa-sehatjiwa.appointlet.com/
15
4. Kalm Kalm menyediakan layanan konseling online
yang fleksibel, privat, dan terjangkau. Kalm akan
mencocokkan pengguna dengan Kalmselor
sesuai kebutuhan sesuai kuesioner singkat yang
diisi pengguna setelah registrasi. Layanan ini
dapat diakses melalui aplikasi get.kalm
16
REFERENSI
Beynon , J., & Drew , N. (n.d.). Mental Health and Prison. World Health Organization.
Diakses dari https://www.who.int/mental_health/policy/mh_in_prison.pdf
Difference Between Mental Health and Mental Illness. Stop Overdose BC. (2019, July
18).
Everly, G. S., Jr., Phillips, S. B., Kane, D., & Feldman, D. (2006). Introduction to and
Overview of Group Psychological First Aid. Brief Treatment and Crisis Intervention,
6(2), 130–136.
Inter-Agency Standing Committee (IASC). (2007). IASC Guidelines on Mental Health
and Psychosocial Support in Emergency Settings. Geneva: IASC. Diakses dari
http://www. who.int/mental_health_psychosocial_june_2007.pdf
Preftrain (n,d). Tips to deal with aggressive behavior. Diakses dari
https://www.preftrain.com.au/tips-to-deal-with-aggressive-behaviour/
Mayo Clinic (n.d) Suicide: What to do When someone suicidal. Diaksed dari
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/suicide/in-depth/suicide/art-
20044707
Smith dkk (2020). Suicde Prevention. Diakses dari
https://www.helpguide.org/articles/suicide-prevention/suicide-prevention.htm
Raypole, C. (2020, February 17). Why Should I Go to Therapy?. GoodTherapy.org
Therapy
Blog. Diakses dari https://www.goodtherapy.org/blog/why-should-i-go-to-therapy-
8-signs-its-time-to-see-a-therapist-0118197
Sack, D. (2013). 5 Signs It's Time to Seek Therapy. Psychology Today.
https://www.psychologytoday.com/us/blog/where-science-meets-the-
steps/201303/5-signs-its-time-seek-therapy.
Sumampow, N. (2008). Psychological First Aid (PFA). Depok: Pusat Krisis Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
WHO. (2003). Kesehatan Mental dalam Kedaruratan. Diakses dari
https://www.who.int/mental_health/resources/mental_health_in_emergenices_ba
haapdf
WHO. (2011). Pertolongan Psikologis Pertama: Panduan bagi Relawan Bencana.
Diakses dari
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44615/9789241548205-ind.pdf
WHO. (2018). Mental Health Stengthening Our Response. Diakses dari
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-
our-response
17