Anda di halaman 1dari 77

EFEKTIVITAS PERANGKAP LALAT DARI BOTOL PLASTIK

KEMASAN AIR MINERAL DENGAN MENGGUNAKAN LEM


PEREKAT DI KANDANG PETERNAKAN AYAM
KECAMATAN KUALUH SELATAN

SKRIPSI

Oleh

SITI RAHMAIDA MUNTHE


NIM. 151000240

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
EFEKTIVITAS PERANGKAP LALAT DARI BOTOL PLASTIK
KEMASAN AIR MINERAL DENGAN MENGGUNAKAN LEM
PEREKAT DI KANDANG PETERNAKAN AYAM
KECAMATAN KUALUH SELATAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Mayarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SITI RAHMAIDA MUNTHE


NIM. 151000240

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
i
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 10 Februari 2021

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S.


Anggota : 1. dr. Surya Dharma, M.P.H.
2. Dr. Sri Malem Indirawati, S.K.M., M.Si.

ii
Peryataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul

“Efektivitas Perangkap Lalat dari Botol Plastik Kemasan Air Mineral

dengan Menggunakan Lem Perekat di Kandang Peternakan Ayam

Kecamatan Kualuh Selatan” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya

sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara

yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naska ini dan disebut dalam

daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran

terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap

keaslian karya saya ini.

Medan, 10 Februari 2021

Siti Rahmaida Munthe

iii
Abstrak

Lalat merupakan spesies yang berperan dalam masalah kesehatan, yaitu sebagai
vektor penularan penyakit saluran pencernaan seperti: kolera, typhus, disentri, dan
lain-lain. Penyebaran penyakit oleh lalat dapat terjadi melalui kontak makanan
dan minuman dimana tubuh lalat seperti pada kaki, mulut, sayapnya telah
menempel bibit- bibit penyakit yang dibawanya dari tempat- tempat yang kotor,
oleh karena itu perlu adanya pengendalian terhadap populasi lalat tersebut.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang didapatkan rata-rata 29,4 ekor per blok
grill sehingga diperlukan pengendalian sesuai dengan Peraturan Permenkes RI
No. 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya, baku mutu
kepadatan lalat yaitu kurang dari 2 ekor lalat sehingga perlu adanya pengendalian.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas variasi lem serangga sebagai
atraktan pada botol plastik air mineral modifikasi terhadap jumlah lalat
terperangkap dan mati. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi
experiment dengan post test only with control group design. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juni 2020. Atraktan yang digunakan terdiri dari lem
IAT, lem LEILA, dan lem Tikus sebanyak 75 ml. Penelitian ini berlokasi di
Kandang Peternakan Ayam dusun 2 Gunung Lonceng Desa Lobuhuala.
Dilakukan 6 kali ulangan 3 perlakuan 1 kontrol pada 3 titik pengukuran.
Melakukan Pengamatan dan pencatatan setiap 1 jam. Data dianalisis
menggunakan One Way Anova pada derajat signifikasi 0,05. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah lalat terperangkap pada perangkap dengan
atraktan lem IAT sebanyak 40 ekor, lem LEILA sebanyak 41 ekor, dan lem Tikus
sebanyak 47 ekor. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan One Way Anova
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna jumlah lalat yang terperangkap
diantara ketiga variasi atraktan yang digunakan. Dengan demikian Lem Tikus
lebih efektif dari Lem LEILA dan Lem IAT untuk memerangkap lalat.
Disarankan untuk mengurangi kepadatan lalat di Kandang Peternakan Ayam
dapat mengaplikasikan pembuatan modifikasi botol plastik air mineral dengan
menambahkan atraktan lem perekat lem Tikus.

Kata kunci: Efektifitas, pengendalian lalat, atraktan, lem

iv
Abstract

Flies were a species that plays a role in health problems, namely as a vector for
the transmission of digestive tract diseases such as cholera, typhoid, dysentery,
and others. The spread of disease by flies could occur through food and drink
contact where the body of the fly, such as the feet, mouth, and wings, had attached
the germs it carried from dirty places, therefore it was necessary to control the fly
population. Based on the results of the preliminary study, it was found that an
average of 29.4 fish per grill block was needed so that control was needed in
accordance with the Regulation of the Minister of Health Republic of Indonesia
No. 50 of 2017 concerning Environmental Health Quality Standards for Vectors
and Animals Carrying Diseases and Their Control, the quality standard for fly
density was less than 2 flies so that control was needed. The aim of this study was
to determine the effectiveness of variations of insect glue as an attractant in
plastic bottles. Mineral water modifies the number of trapped and dead flies. The
research method used was a quasi experiment with post test only with control
group design. This research was conducted in June 2020. The attractants used
consisted of 75 ml of IAT glue, LEILA glue, and Mouse glue. The location in the
research at the Chicken Farm Cage in the village of 2 GunungLonceng,
Lobuhuala Village.Performed 6 repetitions of 3 treatments 1 control at 3
measurement points. Data were analyzed using One Way Anova at a significance
level of 0.05. The results showed that the average number of flies trapped in the
trap with IAT glue attractant was 40, LEILA glue was 41, and mouse glue was 47.
Based on the results of statistical tests using One Way Anova, it showed that there
was a significant difference in the number of flies trapped between the three
variations of attractants used. Thus, Mouse Glue was more effective than LEILA
Glue and IAT Glue in fly traps. Thus, Mouse Glue was more effective than LEILA
Glue and IAT Glue at trapping flies. It was suggested that the owner of the
Chicken Farm Cage could apply the modification of plastic mineral water bottles
by adding the rat glue insect glue attractant.

Keywords: Effectiveness, fly control, attractants, glue

v
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT, atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Efektivitas Perangkap Lalat dari Botol Plastik Kemasan Air Mineral

dengan Menggunakan Lem Perekat di Kandang Peternakan Ayam

Kecamatan Kualuh Selatan” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat

meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak

mendapat kesulitan dan hambatan, namun berkat do’a, dukungan dan bimbingan

dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk

itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan

terima kasih kepada:

1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos. M.Si. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Sekaligus sebagai dosen

Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis.

3. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S. selaku Dosen Pembimbing yang

telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian

skripsi ini.

4. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

vi
5. dr. Surya Dharma, M.P.H. dan Dr. Sri Malem Indirawati, S.K.M., M.Si.

selaku Dosen Penguji I dan II yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan banyak masukan kepada penulis dalam penyempurnaan penulis

skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat, khususnya

departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan bekal ilmu selama

penulis mengikuti pendidikan.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis Nasrul Munthe dan Syamsidar

Naibaho yang merupakan sosok yang senantiasa membesarkan, mendidik, dan

memberikan do’a serta dukungan baik moral maupun materi kepada penulis

selama ini, agar penulis tetap semangat dan kuat dalam menyelesaikan skripsi

ini.

8. Saudara penulis (Ali, Irma, Mizi, Ridho, Iqbal, May) senantiasan memberikan

semangat, dukungan dan do’a bagi penulis hingga penyelesaian skripsi ini.

9. Keluarga Mahasiswa Bidikmisi USU (GAMADIKSI USU) yang sudah

menjadi keluaga saya selama masa perkuliahan, terimakasih kepada seluruh

pengurus angkatan 2018-2019, kepada seluruh abang dan kakak demisioner

serta alumni Gamadiksi USU yang sudah menjadi inspirasi saya selama ini.

10. Teman terbaik Indah Permata Sari dan Nur Aini yang telah banyak membantu,

memotivasi, menyemangati dan memberikan doa kepada penulis.

11. Saudara, teman dan semua pihak yang telah memberi dukungan dan do’a

kepada penulis.

vii
12. Kepada program Beasiswa Bidikmisi yang telah membantu penulis dapat

merasakan nikmatnya proses pendidikan tinggi dan semua pihak yang sudah

banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis

sebutkan satu per satu.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun semua pihak.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua dan untuk

mendorong penelitian-penelitian selanjutnya.

Medan, 10 Februari 2021

Siti Rahmaida Munthe

viii
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Tujuan umum 6
Tujuan khusus 6
Manfaat Penelitian 7

Tinjauan Pustaka 9
Lalat 9
Pengertian lalat 9
Klasifikasi lalat 9
Siklus hidup lalat 10
Pola hidup lalat 12
Jenis-Jenis Lalat 15
Gangguan Lalat Pada Manusia 18
Pengukuran Kepadatan Lalat 18
Fly grill 18
Pengendalian Kepadatan Lalat 20
Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan 20
Pengendalian secara fisik 21
Pengendalian secara kimia 23
Pengendalian secara biologi 23
Hubungan Lalat dengan Kesehatan 24
Landasan Teori 24
Kerangka Konsep 25

ix
Metode Penelitian 26
Jenis Penelitian 26
Lokasi dan Waktu Penelitian 27
Populasi dan Sampel 27
Variabel dan Definisi Operasional 28
Metode Pengumpulan Data 29
Metode Pengukuran 29
Metode Analisis Data 30

Hasil Penelitian 32
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 32
Gambaran Umum Penelitian 32
Hasil Pengukuran 34
Hasil Analisa 36

Pembahasan 40
Efektivitas Atraktan 40
Keterbatasan Penelitian 42

Kesimpulan dan Saran 43


Kesimpulan 43
Saran 43

Daftar Pustaka 44
Lampiran 45

x
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Jumlah Lalat Terperangkap pada Botol Plastik Air Mineral


Modifikasi di Titik 1 34

2 Jumlah Lalat Terperangkap pada Botol Plastik Air Mineral


Modifikasi di Titik 2 35

3 Jumlah Lalat Terperangkap pada Botol Plastik Air Mineral


Modifikasi di Titik 3 35

4 Rata-Rata Jumlah Lalat Terperangkap pada Ketiga Titik 36

5 Hasil Uji Normalitas Data Variasi Atraktan Lem Serangga 38

6 Hasil One Way Anova Data Variasi Atraktan Lem Serangga 38

7 Hasil Uji Post Hoc Test 39

xi
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Morfologi lalat 10

2 Siklus hidup lalat 11

3 Fly grill 19

4 Kerangka konsep 25

5 Desain penelitian 26

6 Lokasi kandang peternakan ayam Desa Lobuhuala 32

7 Distribusi jumlah lalat teperangkap pada ketiga variasi


atraktan dan kontrol 37

xii
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Lokasi Kandang Peternakan Ayam Desa Lobuhuala 46

2 Output SPSS 47

3 Surat Permohonan Izin Penelitian 50

4 Surat Izin Penelitian 51

5 Surat Selesai Penelitian 52

6 Dokumentasi Penelitian 53

xiii
Daftar Istilah

DEPKES RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia


H5N1 Hemaglotinin Neuraminin
KLB Kejadian Luar Biasa
KEMENKES Kementrian Kesehatan
PL Penyehatan Lingkungan
PPM Pemberantasan Penyakit Menular

xiv
Riwayat Hidup

Penulis bernama Siti Rahmaida Munthe berumur 24 tahun. Penulis lahir di

Kampung Baru, Desa Terang Bulan pada tanggal 17 Februari 1996. Penulis

Beragama Islam, anak ke empat dari tujuh bersaudara dari pasangan Nasrul

Munthe dan Syamsidar Naibaho.

Pendidikan formal di mulai di sekolah dasar di SD N 117852 Ambacang

Tahun 2003-2009, sekolah menegah pertama di MTs. Swasta Islamiyah Terang

Bulan Tahun 2009-2012, sekolah menengah atas di SMA Muhammadiyah 09

Aekkanopan Tahun 2012-2015, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di

Program Studi SI Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Medan, 10 Februari 2021

Siti Rahmaida Munthe

xv
Pendahuluan

Latar Belakang

Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena

tingginya permintaan akan produk peternakan. Salah satu jenis peternakan yang

dikembangkan di Indonesia sehingga dapat memenuhi pasar adalah ternak ayam.

Usaha peternakan ayam merupakan salah satu usaha dengan peluang bisnis yang

semakin terbuka lebar. Tingkat permintaan konsumen yang tinggi akan kebutuhan

daging ayam membuat usaha ini semakin dilirik oleh masyarakat (Ustomo, 2016).

Banyak peternakan ayam yang berada di lingkungan masyarakat dirasakan

mulai mengganggu oleh warga, terutama peternakan ayam yang lokasinya dekat

dengan pemukiman penduduk. Tumbuh pesatnya peternakan membuat makin

banyak dampak yang ditimbulkan dari limbah yang dihasilkan, terutama limbah

kotoran peternakan ayam yang menjadi tempat perkembangbiakan vektor

(Setyowati, dalam Tamalludin, 2014).

Vektor dan binatang pembawa penyakit di Indonesia telah teridentifikasi

terutama terkait dengan penyakit menular tropis (tropical disease), baik yang

endemis maupun penyakit menular potensial wabah. Mengingat beragamnya

penyakit-penyakit tropis yang merupakan penyakit menular vector dan zoonotik,

maka upaya pengendalian terhadap vector dan binatang pembawa penyakit

menjadi bagian integral dari upaya penanggulangan penyakit tular vector,

termasuk penyakit-penyakit zoonotic yang potensial dapat menyerang manusia

(Permenkes RI, 2017).

1
2

Vektor pembawa penyakit menular adalah vektor nyamuk, vektor kutu,

vektor lalat. Vektor-vektor tersebut membawa penyakit menular seperti malaria,

filariasis, pes, tifus dan diare. Lalat adalah salah satu vektor yang dapat

menyebapkan diare dan tifus, karena lalat sering hinggap pada tempat yang kotor

dan dapat hinggap pada makanan kemudian tercemar oleh bakteri (Permenkes RI,

2017).

Lalat merupakan salah satu kelompok serangga (insekta). Lalat termasuk

golongan serangga yang tersebar luas di seluruh dunia. Lalat berperan sebagai

vektor penyakit terutama penyakit pada saluran pencernaan seperti kolera,

disentri, thyphoid, diare, keracunan makanan dan banyak lainnya. Lalat termasuk

serangga yang mempunyai siklus hidup dari telur menjadi larva, kemudian pupa

dan dewasa. Lalat menyukai makanan basah, daging, buah-buahan yang sudah

membusuk dan tempat-tempat kotor seperti tumpukan sampah, kotoran ternak dan

tempat-tempat berbau (Santi, 2001).

Dipandang dari sudut kesehatan, kepadatan lalat merupakan masalah

penting, karena lalat merupakan vektor penularan penyakit terjadi secara mekanis

(mechanical transpor) dimana, bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh

yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit

yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan binatang. Bila lalat tersebut

hinggap kemakanan manusia, maka kotoran pada lalat akan menempel dan

mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan

timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas.

Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat berupa penyakit saluran pencernaan


3

antara lain disentri, kolera, tipus, diare, dan lainnya yang berkaitan dengan

kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Santi, 2001).

Pada saat ini dijumpai dari 60.000 sampai dengan 100.000 spesies lalat,

tetapi tidak semua spesies lalat perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak

berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).

Kementerian kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL) melakukan

kegiatan penanggulangan penyakit menular. Kegiatan penanggulangan tersebut

salah satunya adalah pengendalian vektor (serangga penular penyakit) yang

bertujuan untuk memutuskan rantai penularan penyakit sehingga penularan

penyakit tular vektor dapat dikendalikan sampai ketingkat yang tidak

membahayakan manusia (Kemenkes RI, 2012).

Faktor penting dalam pengendalian vektor adalah mengetahui bionomik

vektor yaitu tempat perkembangbiakan, tempat istirahat, serta tempat kontak

vektor dan manusia. Pengendalian lalat dapat dilakukan secara fisik seperti

perangkap lalat, umpan kertas lengket berbentuk pita atau lembaran, perangkap

dan pembunuh elektronik, pemasangan kasa/kawat, membuat pintu dua lapis,

pengendalian kimia seperti Larva penyemprotan menggunakan, malation

sedangkan lalat dewasa dilakukan penyemprotan udara atau pengasapan (space

praying) biasanya dengan menggunakan suspensi atau larutan dari synergizing

agent, malathion, atau ronnel dan pengendalian biologi seperti dengan

memanfaatkan sejenis semut kecil berwarna hitam. Upaya pengendalian lalat

menggunakan bahan kimia dapat menurunkan populasi vektor dengan segera,


4

akan tetapi penggunaan bahan kimia tidak cukup aman apabila digunakan

berlebihan dikarenakan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Upaya

pengendalian lalat yang efektif yaitu semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan

untuk menurunkan populasi lalat (Permenkes RI, 2017).

Pengendalian dapat juga dilaksanakan dengan menggunakan warna yang

tidak disukai oleh lalat. Berdasarkan Depkes RI (2001), lalat takut dengan warna

biru. Dengan demikian, kita dapat menggunakan warna biru sebagai pengendalian

lalat, misalnya dengan menggunakan tudung saji berwarna biru untuk menutup

makanan dan minuman, memakai tempat sampah yang berwarna, dan lain-lain,

sehingga dapat mengurangi jumlah lalat yang hinggap.

Berdasarkan Depkes RI (2001) untuk mengukur kepadatan lalat dapat

menggunakan fly grill. Pengukuran kepadatan lalat menggunakan fly grill

didasarkan pada sifat lalat yang mempunyai kecenderungan hinggap pada tepi

atau tempat yang bersudut tajam. Fly grill ditempatkan pada area atau tempat

yang ditentukan. Fly grill pada umumnya berwarna putih.

Berdasarkan Penelitian oleh Andini (2018) didapat hasil penelitian

menujjukkan pengukuran kepadatan lalat dengan fly grill yang sudah dimodifikasi

dengan lem A (lem tikus) lebih efektif untuk mengurangi kepadatan lalat.

Berdasarkan penelitian oleh Panditan (2018) efektifitas perangkap lalat

dari botol plastik bekas kemasan air mineral dengan menggunakan variasi umpan

dengan menggunakan umpan limbah ikan, udang, dan ampas tebu, umpan limbah

ikan paling disukai lalat yaitu 706 ekor lalat dengan rata-rata 141 ekor lalat.
5

Berdasarkan penelitian oleh Bangun (2009) kajian beberapa metode

perangkap lalat buah yaitu dengan menggunakan lem serangga yaitu lem IAT dan

lem LEILA dengan ketinggian yang berbeda dengan hasil yang diperoleh

diketahui penggunaan jenis perangkap yang populasi tertinggi pada perangkap

lem LEILA ketinggian 100 cm.

Menurut Permenkes No. 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta

Pengendaliannya, baku mutu kepadatan lalat yaitu kurang dari 2 ekor lalat

sehingga perlu adanya pengendalian. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang

dilakukan pada tanggal 3 Januari 2020 didapatkan hasil pengukuran rata-rata

kepadatan lalat tanpa dimodifikasi per 30 detik di ulangi 10 kali yang dilakukan

yaitu didapatkan hasil dengan rincian sebagai berikut: pada 30 detik pertama flay

grill dihinggapi 19 ekor lalat, pada 30 detik kedua fly grill dihinggapi 20 ekor

lalat, pada 30 detik ketiga fly grill dihinggapi 21 ekor lalat, pada 30 detik

keempat fly grill dihinggapi 23 ekor lalat, pada 30 detik kelima fly grill

dihinggapi 23 ekor lalat, pada 30 detik keenam fly grill dihinggapi 26 ekor lalat,

pada 30 detik ketujuh fly grill dihinggapi 29 ekor lalat, pada 30 detik kedelapan

fly grill dihinggapi 29 ekor lalat, pada 30 detik kesembilan fly grill dihinggapi 30

ekor lalat, pada 30 detik kesepuluh fly grill dihinggapi 31 ekor lalat, maka total

dari keseluruhan sebesar 253 ekor lalat yang hinggap. Selanjutnya dari 10 kali

pengulangan per 30 detik didapatkan rata-rata yang diambil dari 5 hasil

pengulangan tertinggi yaitu sebesar 29,4 ekor per blok grill. Berdasarkan hasil

survei awal didapatkan tingkat kepadatan lalat yang tinggi di kandang peternakan
6

ayam Desa Lobuhuala namun disini lalat hanya hinggap dan tidak mati,

Berdasarkan penelitian terdahulu dan hasil survei pendahuluan peneliti tertarik

untuk melaksanakan penelitian dengan perangkap lalat dari botol plastik kemasan

air mineral dengan menggunakan lem perekat dengan 3 jenis lem yang berbeda

yaitu lem A (lem IAT), lem B (lem LEILA), dan lem C (lem tikus) yakni

diantaranya mana yang lebih efektif untuk dilakukan dalam upaya pengendalian

lalat. Untuk menambah keefektifan daya tarik lalat terhadap perangkap dalam hal

ini peneliti menambahkan petrogenol kesetiap perangkap dan juga pada kelompok

kontrol.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas adalah kepadatan

lalat, maka rumusan masalah penelitian ini yaitu apakah efektif perangkap lalat

dari botol plastik kemasan air mineral dengan menggunakan lem perekat di

kandang peternakan ayam Desa Lobuhuala Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten

Labuhanbatu Utara.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui efektifitas perangkap lalat dari botol plastik kemasan air

mineral dengan menggunakan lem perekat di kandang peternakan ayam

kecamatan Kualuh Selatan.

Tujuan khusus.

1. Untuk mengetahui kepadatan lalat di kandang peternakan ayam kecamatan

Kualuh Selatan.
7

2. Untuk mengetahui efektifitas perangkap lalat dari botol plastik kemasan air

mineral dengan menggunakan lem perekat A di kandang peternakan ayam

kecamatan Kualuh Selatan.

3. Untuk mengetahui efektifitas perangkap lalat dari botol plastik kemasan air

mineral dengan menggunakan lem perekat B di kandang peternakan ayam

kecamatan Kualuh Selatan.

4. Untuk mengetahui efektifitas perangkap lalat dari botol plastik kemasan air

mineral dengan menggunakan lem perekat C di kandang peternakan ayam

kecamatan Kualuh Selatan.

Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Memberikan informasi tentang efektifitas perangkap lalat dari botol plastik

kemasan air mineral dengan menggunakan lem perekat di kandang peternakan

ayam kecamatan Kualuh Selatan.

2. Secara praktis

Manfaat penelitian yang diharapkan secara praktis adalah :

a. Bagi pengelola kandang

Diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi pihak

pengelola kandang peternakan ayam dalam upaya pengendalian lalat

dengan perangkap lalat dari botol plastik kemasan air mineral dengan

menggunakan lem perekat.


8

b. Bagi peneliti

Memebrikan pengalaman dan tambahanan ilmu pengetahuan mengenai

perangkap lalat dari botol plastik kemasan air mineral dengan

menggunakan lem perekat.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Memberikan informasi dan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya,

khususnya pada bidang ilmu kesehatan lingkungan.


Tinjauan Pustaka

Lalat

Pengertian lalat. Lalat adalah salah satu insekta yang termasuk orde

Diphtera, yakni insekta yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran

(Permenkes RI, 2017). Semua bagian tubuh lalat bisa berperan sebagai alat

penularan penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feses, dan muntahnya).

Kondisi lingkungan kotor dan berbau merupakan tempat yang sangat baik bagi

pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi lalat (Santi, 2001).

Lalat adalah salah satu vektor yang harus dikendalikan namun tidak semua

species ini perlu diawasi, karena beberapa diantaranya tidak berbahaya bagi

manusia ditinjau dari segi kesehatan (Santi, 2001).

Genus lalat yang penting adalah genus Musca (Santi, 2001). Genus ini

disebut juga dengan lalat karena memiliki kesukaan tinggal di sekitar rumah, di

dalam rumah, dan di kandang ternak. Sedangkan menurut Sucipto (2011),, yang

paling penting hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca domestica),

lalat kandang (Stomoxys calcitrans), lalat hijau (Phenisia), lalat daging

(Sarcoplaga), dan lalat kecil (Fannia).

Klasifikasi lalat. Menurut Santi (2001), klasifikasi lalat adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Hexapod

Ordo : Diptera

9
10

Family : Muscidae, Sarchopagidae, Challiporidae, dan lain-lain

Genus : Musca, Stomoxys, Phenisia, Sarchopaga, Fannia, dan lain-lain

Spesies : Musca domestica, Stomoxy calcitrans, Phenisia sp, Sarchopaga sp,

Fannia sp, dan lain-lain.

Gambar 1. Morfologi lalat

Siklus hidup lalat. Lalat adalah insekta yang mengalami metamorfosa

yang sempurna, dengan tingkat perkembangan telur, larva (belatung), pupa dan

dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai dewasa memerlukan waktu 10-12 hari.

Larva akan berubah menjadi pupa setelah 4-7 hari, larva yang telah matang akan

mencari tempat yang kering untuk berkembang menjadi pupa. Pupa akan berubah

menjadi lalat dewasa tiga hari kemudian. Lalat dewasa muda sudah siap kawin

dalam waktu beberapa jam setelah keluar dari pupa.Setiap ekor lalat betina

mampu menghasilkan sampai 2.000 butir telur selama hidupnya. Setiap kali
11

bertelur lalat meletakkan telur secara berkelompok, setiap kelompoknya

mengandung 75-100 telur. Umur lalat di alam diperkirakan sekitar dua minggu

(Permenkes RI, 2017) .

Gambar 2. Siklus hidup lalat

Menurut Depkes RI (2001) dalam siklus hidupnya, lalat mempunyai empat

stadium hidup yaitu :

a. Stadium telur

Pada stadium ini, lamanya 12-14 jam. Bentuk telur lonjong bulat dan

berwarna putih serta besar telur 1-2 mm. Telur dikeluarkan lalat betina

sekaligus sebanyak 150-200 butir. Faktor suhu mempengaruhi lamanya

stadium ini, suhu ± 10ºC.

b. Stadium larva

Larva ini berbentuk bulat panjang, dengan warna putih kekuningkuningan dan

panjangnya ± 6 mm. Larva selalu bergerak dan makan dari bahan-bahan

organik yang terdapat disekitarnya. Stadium larva ada tiga tingkatan yaitu
12

setelah keluar dari telur belum banyak bergerak, setelah dewasa banyak

bergerak dan terakhir tidak banyak bergerak. Pada tingkatan terakhir, larva

berpindah tempat yang kering dan sejuk untuk berubah menjadi kepompong.

Lama stadium ini 2-8 hari atau 2-5 hari, tergantung temperatur setempat.

c. Stadium pupa

Bentuk bulat lonjong dengan warna coklat hitam. Panjang ± 5 mm.

Mempunyai selaput luar yang keras, yang disebut chitine. 9. Lama stadium ini

2-8 hari, stadium ini kurang bergerak (tak bergerak sama sekali). Di bagian

depan terdapat spiracle yang disebut posterior spiracle yang berguna untuk

menentukan jenisnya.

d. Stadium dewasa

Merupakan stadium terakhir yang sudah berwujud serangga yaitu lalat. Dari

stadium telur sampai dewasa memakan waktu 7 hari, atau lebih tergantung

pada keadaan sekitar, paling lama 8-20 hari.

Pola hidup lalat. Lalat mempunyai pola hidup yang khas. Pola hidup lalat

ini dapat mempengaruhi kepadatan lalat di suatu tempat. Pola hidup lalat dewasa

(Depkes RI, 2001) adalah:

a. Tempat perindukan atau berkembangbiak

Tempat yang disenangi adalah tempat basah, benda-benda organik, tinja,

sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan basah, air kotor. Kotoran

yang menumpuk secara kumulatif (di kandang ternak) sangat disenangi oleh

larva lalat, sedangkan yang tercecer jarang dipakai sebagai tempat berbiak

lalat.
13

b. Jarak terbang

Mobilitas lalat sangat tergantung ada tidaknya makanan yang diperlukan.

Lalat tidak terbang terus menerus tetapi sering 11 hinggapmjarak terbang

bervariasi tergantung dari kecepatan angin, temperature dan kelembaban.

Rata-rata jarak terbang lalat adalah 1000 m kadang mencapai 2000 m dari

tempat berkembang biak,tergantung kecepatan angin.

c. Kebiasaan makan

Dalam mencari makanan lalat lebih menyukai makanan yang suhunya lebih

tinggi dari udara sekitarnya. Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari.

Serangga ini sangat tertarik pada makanan manusia sehari-hari seperti gula,

susu, makanan olahan serta kotoran hewan serta bangkai binatang.

Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat sangat menyukai makanan dalam

bentuk cairan, maka makanan yang kering dibasahi oleh lidahnya terlebih

dahulu kemudian dihisap. Air merupakan sesuatu yang sangat penting bagi

kehidupam lalat. Tanpa air, lalat hanya bisa bertahan hidup tidak lebih dari 48

jam.

d. Tempat peristirahatan

Pada waktu hinggap, lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik

hitam. Tanda ini mudah untuk mengenal tempat lalat beristirahat. Lalat

beristirahat pada tempat tertentu dan sangat menyukai tempat yang

mempunyai tepi tajam dan letak permukaannya vertikal serta yang

bergantungan seperti ranting, tepi daun, jemuran pakaian, rumput-rumputan,

dan kawat listrik. Kebiasaan tempat istirahat ini selalu berdekatan dengn
14

tempat makanan atau tempat berkembang biaknya yang terlindung dari

datangnya angin, atau tidak 4,5 m di atas permukaan tanah.

e. Lama hidup

Keadaan musim sangat berpengaruh terhadap kehidupan lalat.pada musim

panas, lalat dapat hidup 2-4 minggu. Pada musim dingin, hidup lalat mencapai

70 hari. Selain musim yang mendukung, lama hidup lalat juga tergantung

dengan ketersediaan makanan dan air. Tersedianya makanan dan air sangat

mendukung proses perkembangbiaknya.

f. Temperatur

Lalat mulai terbang pada temperatur 15°C dan aktivitas optimumnya pada

temperatur 21°C. Pada temperatur di bawah 7,5°C tidak aktif dan di atas 45°

C terjadi kematian pada lalat.

g. Kelembapan

Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat.

h. Fluktuasi Jumlah lalat

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik (menyukai cahaya). Pada

malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan sinar buatan.Efek sinar pada

lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban. Jumlah lalat

akan meningkat jumlahnya pada temperatur 20ºC–25ºC dan akan berkurang

jumlahnya pada temperatur <10ºC atau >49ºC serta kelembaban yang

optimum 90% .

i. Sinar

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik, yaitu menyukai sinar.


15

Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan adanya sinar buatan.

Efek sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban.

j. Warna dan Aroma

Lalat tertarik pada cahaya terang seperti warna putih, lalat juga takut pada

warna biru.Lalat tertarik pada bau-bauan yang busuk, termasuk bau busuk

pada pembusukan buah. Bau sangat berpengaruh pada alat indra penciuman,

yang mana bau merupakan stimulus utama yang menuntun serangga dalam

mencari makanannya, terutama bau yang menyengat. Organ komoreseptor

terletak pada antena, maka serangga dapat menemukan arah datangnya bau.

Jenis-Jenis Lalat

Sucipto (2011), berdasarkan pembagian spesiesnya lalat memiliki

beberapa spesis yang terpenting dari sudut kesehatan yaitu : lalat rumah (Musca

domestica), lalat kandang (Stomoxys calcitrans), lalathijau (Phenisial), lalat

daging (Sarchopaga), dan lalat buah (Drosophila).

Lalat rumah (musca domestica). Lalat rumah memiliki cici-ciri menurut

Sucipto:

a. Lalat rumah termasuk family Muscidae.

b. Lalat dewasa berukuran sedang dan panjang 6-8 mm.

c. Ongga dada berwarna abu-abu dengan 4 garis memanjang gelap pada bagian

dorsal toraks dan satu garis hitam medial pada abdomen dorsal.

d. Perut kuning ditutupi dengan rambut kecil yang berfungsi sebagai organ

pengecap.
16

e. Matanya majemuk kompleks, betina mempunyai celah yang lebih lebar

sedangkan lalat jantan lebih sempit.

f. Antenanya terdiri dari tiga ruas.

g. Mulut atau proboscis lalat disesuaikan khusus dengan fungsinya untuk

menyerap dan menjilat makanan berupa cairan.

h. Sayapnya mempunyai vena 4 yang melengkung tajam ke arah kosta

mendekati vena 3.

i. Ketiga pasang kaki lalat ujungnya mempunyai sepasang kuku dan sepasang

bantalan disebut pulvilus yang berisi kelenjar rambut.

j. Memerlukan suhu 300C untuk hidup dan kelembaban yang tinggi.

k. Tertarik pada warna terang sesuai dengan sifat fototrofiknya.

Lalat kandang (stomoxys calcitrans). Lalat kandang memiliki ciri-ciri

sebagai berikut menurut.

a. Bentuknya menyerupai lalat rumah tetapi berbeda pada struktur mulutnya

(proboscis) meruncing untuk menusuk dan menghisap darah.

b. Penghisap darah ternak yang dapat menurunkan produksi susu. Kadang

menyerang manusia dengan menggigit pada daerah lutut atau kaki bagian

bawah.

c. Dewasa ukuran panjang 5-7 mm.

d. Thoraksnya terdapat garis gelap yang diantaranya berwarna terang.

e. Sayapnya mempunyai vena 4 yang melengkung tidak tajam ke arah kosta

mendekati vena.
17

f. Antenanya terdiri atas tiga ruas, ruas terakhir paling besar, berbentuk silinder

dan dilengkapi dengan arista yang memiliki bulu hanya pada bagian atas.

Lalat hijau (phenisia). Lalat hijau termasuk kedalam family

Calliphoridae dengan ciri-ciri sebagai berikut.

a. Warna hijau, abu-abu, perak mengkilat atau abdomen gelap,

b. Berkembangbiak di bahan yang cair atau semi cair yang berasal dari hewan

dan jarang berkembang biak di tempat kering atau bahan buah-buahan,

c. Jantan berukuran panjang 8 mm, mempunyai mata merah besar,

d. Lalat ini membawa telur cacing Ascaris lumbriocoides, Trichuris trichiura dan

cacing kait pada bagian tubuh luarnya dan pada lambung lalat”.

Lalat daging (sarcophaga spp). Lalat daging termasuk dalam family

Sarcophagidae dengan ciri-ciri sebagai berikut.

a. Berwarna abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar, kira-kira 6-14 mm

panjangnya.

b. Mempunyai tiga garis gelap pada bagian dorsal toraks, dan perutnya

mempunyai corak seperti papan catur,

c. Bersifat viviparous dan mengeluarkan larva hidup pada tempat

perkembangbiakannya seperti daging, bangkai, kotoran dan sayuran yang

sedang membusuk.

d. Lambungnya mengandung telur cacing Ascaris lumbricoides dan cacing

cambuk”.
18

Lalat buah (drosophila). Lalat buah umumnya ditemukan menginfestasi

buah atau berkerumun di sekitar sisa fermentasi yang ditemukan di kebun buah,

lahan sayuran dan pabrik dengan ciri-ciri sebagai berikut.

a. Panjangnya 3mm.

b. Berwarna kuning-coklat atau belang-belang.

c. Mata berwarna merah terang.

Gangguan Lalat pada Manusia

Apabila keberadaan lalat tidak dikendalikan maka akan menyebabkan

gangguan antara lain (Depkes RI, 2001):

1. Mengganggu ketenangan.

2. Menggigit.

3. Menimbulkan penyakit pada manusia dengan jalan meletakkan telur pada luka

yang terbuka, kemudian larvanya hidup pada daging manusia.

4. Menularkan penyakit secara biologis (penyakit tidur, leishmaniasis,

bartonelolsis).

5. Penularan penyakit secara mekanis (typhoid fever, paratyphoid fever, desentri

basiler, desentri amoeba, danlain-lain).

Pengukuran Kepadatan Lalat

Pengukuran kepadatan lalat dengan alat flay grill menurut Inayah,

Fidayanti (2012) adalah sebagai berikut :

Fly grill. Fly grill dipakai apabila lalat yang dijumpai pada daerah yang

disurvei secara alamiah tertarik untuk hinggap pada alat tersebut. Jadi pemakaian

fly grill ini didasarkan pada sifat lalat yang cenderung hinggap pada tepi-tepi alat
19

tersebut yang bersudut tajam. Fly grill ini dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang

lebarnya 2 cm dan tebalnya 1 cm dengan panjang masing-masing 80 cm,

sebanyak 16-26 buah. Bilah-bilah tersebut hendaknya dicat putih. Bilah-bilah

yang telah disiapkan, dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada kerangkanya

menggunakan paku sekrup sehingga dapat dibongkar pasang setelah selesai

dipakai (Depkes RI, 2001).

Gambar 3. Fly grill

Cara pengoperasian fly grill adalah sebagai berikut :

a. Letakkan fly grill di tempat yang akan dihitung kepadatan lalatnya.

b. Dipersiapkan stopwatch untuk menentukan waktu perhitungan selama 30

detik.

c. Dihitung banyaknya lalat yang hinggap selama 30 detik dengan menggunakan

counter. Lalat yang terbang dan hinggap lagi dalam waktu 30 detik tetap

dihitung.

d. Jumlah lalat yang hinggap dicatat.

e. Lakukan perhitungan secara berulang sampai 10 kali dengan cara yang sama.

f. Dari lima kali perhitungan yang mendapatkan nilai tertinggi dihitung rata–

ratanya , maka diperoleh angka kepadatan lalat pada tempat tersebut.


20

Menurut Depkes RI (2001), angka rata-rata yang diperoleh dari hasil

pengukuran kepadatan lalat merupakan indeks populasi lalat dalam suatu lokasi

Block grill. Hasil pengukuran diinterpretasikan sebagai berikut :

a. 0 – 2 ekor per fly grill : rendah (tidak menjadi masalah), yaitu tidak perlu

dilakukan pengendalian.

b. 3 – 5 ekor per fly grill : sedang, perlu pengamanan terhadapat empattempat

perindukan lalat (sampah, sisa makanan yang membusuk) dan bila mungkin

direncanakan upaya pengendalian, misalnya dengan cara perbaikan hygiene

sanitasi lingkungan dan membunuh lalat dengan cara fisik, kimia dan biologi.

c. 6 – 20 ekor per fly grill : tinggi, perlu pengamanan terhadap tempat–tempat

perindukan dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian, misalnya

dengan cara perbaikan hygiene sanitasi lingkungan dan membunuh lalat

dengan cara fisik, kimia dan biologi.

d. 21 ekor ke atas per fly grill : sangat tinggi atau padat sekali sehingga harus

dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat perindukan lalat (sampah, sisa

makanan yang membusuk) dan upaya pengendalian, misalnya dengan cara

fisik, kimia dan biologi serta perbaikan sanitasi lingkungan.

e. Indeks lalat untuk pemukiman dan perkantoran maksimal 8 ekor / fly grill

(100 cm x 100 cm) / dalam pengukuran 30 menit.

Pengendalian Kepadatan Lalat

Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan. Perbaikan higiene dan

sanitasi lingkungan merupakan langkah awal yang sangat penting dalam usaha
21

menanggulangi berkembangnya populasi lalat baik dalam lingkungan peternakan

maupun pemukiman (Santi, 2001).

1. Sampah basah atau sampah organik harus dimasukkan ke dalam wadah yang

tertutup sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir sehingga lalat tidak

hinggap langsung ke dalam bak sampah.

2. Tinja harus dibuang ke tempat khusus seperti bak yang tertutup rapat seperti

jamban yang menggunakan leher angsa dan penampungan septic tank.

3. Tumbuh-tumbuhan yang telah ditebang hendaknya dikubur agar membusuk

atau menjadi pupuk.

4. Kandang ternak harus dapat dibersihkan, lantai kedap air, dapat disiram setiap

hari dan terdapat saluran air limbah yang baik serta kotoran ternak dapat

dibersihkan setiap hari.

Pengendalian secara fisik. Metode fisik merupakan metode yang murah,

mudah dan aman tetapi kurang efektif apabila digunakan pada tempat dengan

kepadatan lalat yang tinggi. Cara ini hanya cocok digunakan pada skala kecil

seperti dirumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang

menjual daging, sayuran, atau buah-buahan (Depkes RI, 2003).

1. Fly traps

Metode ini terdiri dari dua bagian, yang pertama merupakan

kontainer/kaleng tempat umpan (bait) dengan volume 18 liter. Bagian kedua

terdiri dari sangkar tempat lalat terperangkap berbentuk kotak dengan ukuran : 30

cm x 30 cm x 45 cm. Dua bagian tersebut disusun dengan sangkar berada di atas,

jarak antara dua bagian tersebut diberi sekat berlubang 0,5 cm sebagai jalan
22

masuk lalat ke dalam perangkap. Kontainer/kaleng harus terisi setengah dengan

umpan yang akan membusuk di dalam kontainer/kaleng tersebut. Perlu

diperhatikan bahwa jangan sampai ada air tergenang dibagian bawah kotainer

tersebut. Dekomposisi sampah basah dari dapur seperti sayuran hijau, sereal, dan

buah-buahan merupakan umpan yang paling baik. Model ini bisa digunakan

selama 7 hari setelah itu umpan dibuang dan diganti. Fly traps dapat menangkap

lalat dalam jumlah besar dan cocok untuk penggunaan diluar rumah, diletakkan

pada udara terbuka, tempat yang terang dan terhindar dari bayang-bayang pohon

(Depkes RI, 2003).

2. Umpan kertas lengket berbentuk pita atau lembaran

Alat ini banyak tersedia di pasar menarik lalat karena kandungan gulanya

dan lalat yang hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh lem. Alat ini dapat

berfungsi beberapa minggu jika tidak tertutup sepenuhnya oleh debu atau lalat

yang terperangkap.

3. Light trap with electrocutor

Prinsip alat ini adalah membunuh lalat dengan listrik. Lalat yang hinggap

pada lampu akan kontak dengan electrocuting grid yang membingkai lampu

dengan cahaya blue atau ultraviolet. Dalam penggunaannya perlu diuji coba

terlebih dahulu karena tidak semua lalat tertarik dengan alat ini. Alat ini banyak

dipakai di dapur rumah sakit, restoran, lokasi penjualan buah supermarket.

4. Pemasangan kawat/plastik kasa pada pintu dan jendela serta lubang

angin/ventilasi.
23

5. Membuat pintu dua lapis, daun pintu pertama kearah luar dan lapisan kedua

merupakan pintu kasa yang dapat membuka dan menutup sendiri.

Pengendalian secara kimia. Pengendalian serangga vektor yang

berhubungan dengan kesehatan masyarakat masih menggunakan insektisida.

Demikian halnya dengan program pengendalian serangga pengganggu di berbagai

peternakan. Insektisida pada peternakan ayam biasanya digunakan untuk

mengendalikan ektoparasit seperti kutu, tungau, dan lalat. Penggunaan insektisida

di peternakan ayam contohnya untuk pengendalian infestasi kutu pada ayam

(Menopon gallinae) menggunakan insektisida sipermetrin (piretroid) di

peternakan ayam. Pemberantasan lalat dengan insektisida harus dilakukan hanya

untuk periode yang singkat apabila sangat diperlukan karena menjadi resisten

yang cepat. Aplikasi yang efektif dari insektisida dapat secara sementara

memberantas alat dengan cepat, yang aman diperlukan pada KLB kolera, disentri

atau trachoma. Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan

(baits), penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan

(space spaying) (Santi, 2001).

Pengendalian secara biologi. Metode pengendalian biologis adalah

metode pengendalian dengan menggunakan makhluk hidup baik berupa predator,

parasitoid maupun kompetitor. Misalnya adalah menggunakan pemangsa yang

menguntungkan sejenis semut kecil berwana hitam (Phiedoloqelon affinis) untuk

mengurangi populasi lalat rumah ditempat-tempat sampah (Santi, 2001).


24

Hubungan Lalat dengan Kesehatan

Peranan lalat dalam kesehatan masyarakat maupun hewan telah banyak

diketahui. Sehubungan dengan perilaku hidupnya yang suka di tempat-tempat

yang kotor yaitu tumpukan sampah, makanan, dan pada tinja, dari situlah lalat

membawa berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan akan menimbulkan

penyakit jika lalat hinggap ke makanan. Lalat juga ada yang berperan sebagai

vektor mekanik beberapa penyakit (Santi, 2001).

Lalat erat hubungannya dengan lingkungan dimana lalat akan berkembang

biak dengan cepat apabila lingkungan mendukung atau lingkungan yang tidak

memenuhi syarat kesehatan dan sebaliknya lalat akan berkurang apabila tercipta

lingkungan yang tidak memberikan suatu bentuk kehidupan lalat yaitu keadaan

lingkungan yang bersih, sejuk dan kering.

Landasan Teori

Lalat adalah salah satu insekta yang termasuk orde Diphtera, yakni insekta

yang mempunyai sepasang sayap berbentuk membran (Permenkes RI, 2017).

Semua bagian tubuh lalat bisa berperan sebagai alat penularan penyakit (badan,

bulu pada tangan dan kaki, feses, dan muntahnya). Kondisi lingkungan kotor dan

berbau merupakan tempat yang sangat baik bagi pertumbuhan dan

perkembangbiakan bagi lalat (Santi, 2001).

Berdasarkan (Depkes RI, 2003) pengendalian secara fisik dapat dilakukan

dengan menggunakan umpan kertas lengket berbentuk pita atau lembaran, alat ini

banyak tersedia di pasar menarik lalat karena kandungan gulanya dan lalat yang

hinggap pada alat ini akan terperangkap oleh lem. Alat ini dapat berfungsi
25

beberapa minggu jika tidak tertutup sepenuhnya oleh debu atau lalat yang

terperangkap. Menurut Permenkes No. 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku

Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta

Pengendaliannya, baku mutu kepadatan lalat yaitu kurang dari 2 ekor lalat

sehingga perlu adanya pengendalian.

Berdasarkan penelitian oleh Panditan (2018) efektifitas perangkap lalat

dari botol plastik bekas kemasan air mineral dengan menggunakan variasi umpan

dengan menggunakan umpan limbah ikan, udang, dan ampas tebu, umpan limbah

ikan paling disukai lalat yaitu 706 ekor lalat dengan rata-rata 141 ekor lalat.

Berdasarkan penelitian oleh Bangun (2009) kajian beberapa metode

perangkap lalat buah yaitu dengan menggunakan lem serangga yaitu lem IAT dan

lem LEILA dengan ketinggian yang berbeda dengan hasil yang diperoleh

diketahui penggunaan jenis perangkap yang populasi tertinggi pada perangkap

lem LEILA ketinggian 100 cm.

Kerangka Konsep

Efektivitas perangkap dengan Lem


IAT (75 ml)

Efektivitas perangkap dengan Lem


Mengurangi angka kepadatan lalat
LEILA (75 ml)

Efektivitas perangkap dengan Lem


Tikus (75 ml)

Gambar 4. Kerangka konsep


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experiment yaitu kegiatan

percobaan yang bertujuan untuk melihat pengaruh lem perekat yang dioleskan

pada botol air mineral untuk mengurangi kepadatan lalat yang ditimbulkan

sebagai akibat adanya perlakuan dengan mengabaikan beberapa faktor

pengganggu.

Penelitian ini adalah desain penelitian “Post Test Only With Control

Group Design” (Sugiyono, 2011).

Desain penelitian yang akan digunakan :

Experimen Post
Kel. Eks A Xa Oa
Kel. Eks B Xb Ob
Kel. Eks C Xc Oc
Kel. Control Ok

Gambar 5. Desain penelitian

Keterangan :

Xa : Perangkap dengan lem IAT

Xb : Perangkap dengan lem LEILA

Xc : Perangkap dengan lem Tikus

Oa : Jumlah lalat terperangkap pada perangkap dengan menggunakan lem IAT

Ob: Jumlah lalat terperangkap pada perangkap dengan menggunakan lem LEILA.

Oc: Jumlah lalat terperangkap pada perangkap dengan menggunakan lem Tikus .

Ok : Jumlah lalat terperangkap pada perangkap dengan tanpa penambahan traktan.

26
27

Pengulangan dilakukan sebanyak 6 kali dan dihitung berdasarkan rumus :

(Federer,1977).

(t-1) (r-1) ≥ 15

(4-1) (r-1) ≥ 15

3r-3 ≥ 15

3r ≥ 18

r ≥6

Keterangan :

r = jumlah pengulangan

t = jumlah perlakuan

Penelitian ini menggunakan perlakuan (p) sejumlah 6 yaitu variasi lem

IAT, LEILA, lem tikus. Dilakukan pengamatan dan pencatatan setiap 1 jam

meliputi jumlah lalat terperangkap dan penggantian lem yang dioleskan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kandang Peternakan

Ayam desa Lobuhuala Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Waktu penelitian. Penelitian ini dimulai dari bulan Juni 2020 sampai

dengan selesai.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua

lalat yang ada di kandang peternakan ayam desa Lobuhuala.


28

Sampel. Sampel penelitian yang digunakan adalah semua lalat yang

terperangkap dalam botol plastik kemasan air mineral yang sudah ditambah lem

perekat yang dipasang oleh peneliti di kandang peternakan ayam desa Lobuhuala.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Variabel terdiri dari:

1. Variabel Independen: Variasi lem yang dioleskan pada botol plastik air

mineral.

2. Variabel Dependen: Jumlah lalat yang terperangkap.

Definisi operasional.

Variasi lem. Variasi lem yang digunakan pada penelitian ini yaitu lem

IAT, Lem LEILA, lem Tikus. Lem IAT (Insect Adhesive Trap) adalah lem

berbentuk pasta buatan taiwand yang mempunyai daya rekat kuat dan tahan lama,

lem ini tidak berbau dan tidak berwarna dengan bahan aktif poly butyl (Rukmana

& Sugandi, 1997). Lem LEILA adalah formula yang memiliki warna dan aroma

yang sangat disukai lalat. Lem Tikus adalah lem serangga bertempatkan kaleng

dengan formula khusus yang memiliki daya rekat sangat kuat, berwarna bening,

dan tidak beracun sehingga aman untuk digunakan.

Satuan : ml (milli gram)

Skala : nominal

Jumlah lalat yang terperangkap. Jumlah lalat yang terperangkap dan

terjebak pada perangkap botol plastik air mineral dengan variasi lem (IAT,

LEILA, Tikus).

Skala : Ratio
29

Satuan : Ekor

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer diperoleh langsung melalui pengukuran

kepadatan lalat dan observasi di kandang peternakan ayam desa Lobuhuala

Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Data sekunder. Data sekunder diperoleh dari pemilik Kandang

Peternakan ayam mengenai jumlah kandang ayam yang ada di Peternakan ayam

desa Lobuhuala Kecamata Kualuh Selatan Kabupaten Labuhanbatu Utara.

Metode Pengukuran

Penelitian ini tidak memiliki metode pengukuran melainkan tahap-tahap

atau cara dalam proses penyelesaiannya.

Pembuatan perangkap. Mempersiapkan alat dan bahan yaitu botol

plastic air mineral ukuran 1500 ml, pisau, gunting, solatip, alat tulis, buku catatan,

kapas, lem IAT, lem LEILA, dan lem Tikus. Membersihkan botol plastik air

mineral kemudian dipastikan dalam keadaan kering. Bagian botol yang berbentuk

kerucut dipotong kemudian dipasang kembali secara terbalik, bagian mulut botol

menghadap kedalam botol. Bagian sambungan di solatip, dibagian dalam

dimasukkan kapas secukupnya yang ditetesi petrogenol sebanyak 3 tetes untuk

menambah keefektifan daya tarik lalat terhadap perangkap. Pada seluruh sisi luar

botol diolesi lem sesuai perlakuan dan kelompok kontrol.

Pemasangan perangkap. Menentukan titik peletakan perangkap yang

secara acak di Kandang Peternakan Ayam Desa Lobuhuala. Diperoleh tiga titik

yaitu T1, T2, dan T3. Pengukuran pada masing – masing titik dilakukan pada hari
30

dan waktu yang sama. Menyiapkan alat dan bahan meliputi botol plastik air

mineral yang sudah dimodifikasi dan lem yang akan di oleskan ke perangkap

berikutnya. Botol plastik air mineral modifikasi yang digunakan di titik 1 ada 3

botol plastik air mineral modifikasi sebagai kelompok perlakuan dengan atraktan

lem IAT, lem LEILA, dan lem Tikus dan 1 botol plastik air mineral modifikasi

tanpa perlakuan/tanpa penambahan atraktan sebagai kelompok kontrol.

Memasang botol plastik air mineral modifikasi secara berdekatan pada titik 1 (T1)

di Kandang Peternakan Ayam Desa Lobuhuala. Melakukan Pengamatan dan

pencatatan setiap 1 jam. 30 menit pertama untuk melihat ketertarikan lalat

terhadap atraktan dengan mengamati jumlah lalat yang terperangkap pada botol

plastik air mineral modifikasi. 15 menit menghitung lalat yang terperangkap pada

perangkap. 15 menit berikutnya untuk mengoles lem pada botol plastik air

mineral untuk perlakuan berikutnya. Melakukan langkah yang sama pada titik 2

dan titik 3, masing – masing titik dilakukan 6 kali pengulangan.

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan analitik. Analisis

deskriptif untuk data yang diperoleh sesudah perlakuan menngunakan perangkap

lem (IAT, LEILA, Tikus) terhadap jumlah lalat yang terperangkap. Disajikan

dalam bentuk tabel.

Data-data yang diperoleh dilakukan pengujian normalitas untuk

mengetahui penyebaran apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak

normal. Pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Data


31

dikatakan berdistribusi normal apabila p value > 0.05 dan sebaliknya apabila p

value < 0.05 maka data dikatakan berdistribusi tidak normal.

Data berdistribusi normal dilakukan uji menggunakan One Away Anova

dan data tidak normal dilakukan uji menggunakan Kruskal Wallis. Dilanjutkan

menggunakan uji LSD untuk mengetahui efektivitas lem IAT, lem LEILA, lem

Tikus sebagai perangkap lalat di kandang peternakan ayam desa Lobuhuala.

Analisis inferensial menggunakan program SPSS For Windows dengan taraf

signifikan 5% dan derajat kepercayaan 95% (α = 0,5).

Dengan Interpretasi:

Jika nilai p yang diperoleh > α = 0,5 maka Hₒ diterima dan Hα ditolak.

Jika nilai p yang diperoleh < α = 0.5 maka Hₒ ditolak dan Hα diterima.
Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Gambar 6. Lokasi kandang peternakan ayam Desa Lobuhuala


Sumber : Google Earth 2021

Kandang peternakan ayam terletak di Dusun II Gunung Lonceng Desa

Lobuhuala, Kecamatan Kualuh Selatan , Kabupaten Labuhanbatu Utara. Batasan–

batasan wilayahnya sebagai berikut :

Utara : Desa Damuli Kebun

Timur : Desa Siamporik

Barat : Desa Hasang

Selatan : Desa Siamporik

Gambaran Umum Penelitian

Penelitian tentang Efektivitas Variasi Lem Perekat sebagai Atraktan pada

Botol air mineral terhadap jumlah lalat yang terperangkap yang bertujuan untuk

mengetahui keefektifan dari ketiga variasi aktraktan yaitu lem perekat yakni lem

32
33

IAT, lem LEILA, dan lem Tikus terhadap jumlah lalat terperangkap. Penelitian ini

merupakan upaya pencegahan lalat dengan cara fisik dilakukan dilokasi dengan

angka kepadatan lalat yang tinggi yaitu pada kandang peternakan ayam Desa

Lobuhuala, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara. Kandang

Peternakan Ayam yang dijadikan lokasi penelitian memiliki luas lahan 512 m2

yaitu memiliki 16 gawang setiap gawang berukuran 4 m. 16 x 4 m ⹀ 64 m, 64 m

x 8 m (lebar) ⹀ 512 m2 . Peneliti melakukan 3 titik secara acak. Ada beberapa hal

yang dilakukan pemilik peternakan ayam untuk mengendalikan kepadatan lalat

yaitu salah satunya dengan cara tradisional seperti merebus tumbuhan beracun

yang dipercayai jika lalat hinggap dan meminumnya akan mati, tumbuhan direbus

hingga mendidih lalu didiamkan sampai dingin setelah itu dimasukkan kedalam

wadah yang berbidang lebar dan diletakkan di beberapa titik.

Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari Bulan September 2020 sampai

dengan Bulan April 2021 di Kandang Peternakan Ayam Desa Lobuhuala

kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara. Penelitian Dimulai

dengan mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan berupa botol air

mineral ukuran 1500 ml yang akan digunakan sebagai media perangkap lalat dan

mengoles lem IAT, lem LEILA, dan lem Tikus pada media perangkap.

Pengukuran dilakukan di 3 titik, pada masing-masing titik terdapat 3 botol

air mineral sebagai kelompok eksperimen dengan variasi atraktan yaitu lem IAT,

lem LEILA, dan lem cap tikus, dan 1 botol air mineral tanpa perlakuan sebagai

kelompok kontrol, perangkap diletakkan berjejer pada masing – masing titik.

Penelitian ini dilaksanakan mulai pukul 08.00 WIB, dilakukan pengulanagn


34

sebanyak 6 kali kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan setiap 1 jam

meliputi jumlah lalat yang terperangkap dan penggantian pengolesan variasi lem

pada perangkap yang baru.

Hasil Pengukuran

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari ketiga variasi

atraktan yaitu lem IAT, lem LEILA, dan lem Tikus terhadap jumlah lalat yang

terperangkap pada perangkap botol air mineral yang diolesi lem perekat.

Hasil penelitian jumlah lalat yang terperangkap pada perangkap botol air

mineral modifikasi di 3 titik sebagai beikut :

Tabel 1

Jumlah Lalat Terperangkap pada Botol Plastik Air Mineral Modifikasi di Titik 1

Jumlah lalat terperangkap (ekor)


Pengulangan X1 X2 X3 X4
Lem IAT Lem LEILA Lem Tikus Kontrol
P1 41 43 42 4
P2 40 45 41 3
P3 44 44 43 3
P4 42 40 46 2
P5 45 43 40 5
P6 40 45 43 4
Jumlah 252 260 255 21
Rata-rata 42 43,33 42,5 3.5
Sumber : Data Primer Terolah 2021

Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa pengukuran jumlah lalat

terperangkap di titik 1 (T1) dengan 6 kali pengulangan didapatkan hasil jumlah

rerata tertinggi lalat terperangkap pada ketiga variasi atraktan lem sebanyak 75 ml

yaitu atraktan lem LEILA sebanyak 43,33 ekor. Jumlah perangkap terendah

terdapat pada kelompok kontrol sebanyak 3,5 ekor.


35

Tabel 2

Jumlah Lalat Terperangkap pada Botol Plastik Air Mineral Modifikasi di Titik 2

Jumlah lalat terperangkap (ekor)


Pengulangan X1 X2 X3 X4
Lem IAT Lem LEILA Lem Tikus Kontrol
P1 39 37 50 2
P2 36 39 52 3
P3 40 41 56 2
P4 42 42 46 3
P5 44 45 46 1
P6 47 43 53 3
Jumlah 248 247 303 14
Rata-rata 41,33 41,16 50,5 2,33
Sumber : Data Primer Terolah 2021

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa pengukuran jumlah lalat

terperangkap di titik 2 (T2) dengan 6 kali pengulangan didapatkan hasil jumlah

rerata tertinggi lalat terperangkap pada ketiga variasi atraktan lem sebanyak 75 ml

yaitu atraktan lem tikus sebanyak 50,5 ekor. Jumlah perangkap terendah terdapat

pada kelompok kontrol sebanyak 2,33 ekor.

Tabel 3

Jumlah Lalat Terperangkap pada Botol Plastik Air Mineral Modifikasi di Titik 3

Jumlah lalat terperangkap (ekor)


Pengulangan X1 X2 X3 X4
Lem IAT Lem LEILA Lem Tikus Kontrol
P1 35 44 50 5
P2 37 42 53 4
P3 32 35 49 6
P4 36 38 47 7
P5 39 36 45 5
P6 41 32 42 3
Jumlah 220 227 286 30
Rata-rata 36,66 37,83 47,66 5
Sumber : Data Primer Terolah 2021
36

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa pengukuran jumlah lalat

terperangkap di titik 3 (T3) dengan 6 kali pengulangan didapatkan hasil jumlah

rerata tertinggi lalat terperangkap pada ketiga variasi atraktan lem sebanyak 75 ml

yaitu atraktan lem Tikus sebanyak 47,66 ekor. Jumlah perangkap terendah

terdapat pada kelompok kontrol sebanyak 5 ekor.

Hasil Analisa

Analisa uji variat secara deskriptif. Bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4

Rata-Rata Jumlah Lalat Terperangkap pada Ketiga Titik

Eksperimen Rata-rata
Lem IAT 39,9999
Lem LEILA 40,7777
Lem Tikus 46,8888
Kontrol 10,8333
Total 34,6249
Sumber : Data Primer Teroleh 2021

Berdasarkan tabel 4, analisis deskriptif rata-rata jumlah lalat terperangkap

di 3 titik, menunjukkan tertinggi yang menggunakan atraktan lem Tikus yaitu

sebanyak 47 ekor, diikuti dengan atraktan lem LEILA jumlah lalat yang

terperangkap sebanyak 41 ekor, atraktan lem IAT jumlah lalat yang terperangkap

sebanyak 40 ekor dan kelompok kontol tanpa penambahan atraktan jumlah lalat

yang terperangkap sebanyak 11 ekor.


37

Jumlah Lalat Terperangkap


47
40 41

11

Lem IAT
Lem LEILA
Lem Tikus
Kontrol

Gambar 7. Distribusi jumlah lalat terperangkap pada ketiga variasi atraktan dan
kontrol
Sumber : Data Primer Terolah 2021

Berdasarkan Grafik distribusi diatas menunjukkan bahwa dari ketiga

variasi atraktan lem serangga, lem Tikus yang lebih banyak dihinggapi lalat dan

seluruhnya mati dibandingkan dengan atraktan lalat lainnya seperti IAT dan

LEILA.

Analisa statistik

a. Uji Normalitas Data

Berikut ini merupakan uji normalitas data dari variasi lem serangga terhadap

jumlah lalat yang terperangkap menggunakan uji Kolmogorov Smirnov :


38

Tabel 5

Hasil Uji Normalitas Data Variasi Atraktan Lem Serangga

IAT LEILA Tikus


Kontrol Keterangan
75 ml 75 ml 75 ml
Berdistibusi
P value 0,961 0,602 0,918 0,406
Normal
Sumber : Data Primer terolah 2021, with SPSS version 21

Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa dari kelompok eksperimen yaitu

variasi atraktan lem serangga yaitu lem IAT, lem LEILA, lem Tikus dan

kelompok kontrol tanpa penambahan atraktan berdistribusi normal dengan p value

˃ 0,05.

Pengujian selanjutnya yaitu dengan menggunakan Uji One Way Anova

untuk mengetahui adanya perbedaan antar perlakuan menggunakan vaiasi atraktan

lem serangga yaitu IAT, LEILA, dan Tikus terhadap jumlah lalat terperangkap.

b. Uji One Way Anova

Tabel 6

Hasil One Way Anova Data Variasi Atraktan Lem Serangga

Lem N Mean SD F Sig.


Lem IAT 18 40.00 3.819
Lem LEILA 18 40.78 3.843
Lem Tikus 18 46.89 4.689 520.952 .000
Kontrol 18 3.61 1.539
Total 72 32.82 17.563
Sumber : Data Primer Terolah 2021,

Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa hasil uji One Way Anova diperoleh p

value 0,001 < 0,05. Jumlah lalat yang terperangkap pada kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen terdapat perbedaan yang bermakna atau ada pengaruh

variasi atraktan lem serangga terhadap jumlah lalat terperangkap.


39

c. Uji Post Hoc Test

Berikut ini addalah hasil analisis uji Post Hoc Test antara 2 kelompok

eksperimen dengan kelompok kontrol :

Tabel 7

Hasil Uji Post Hoc Test

Perlakuan P value Keterangan


IAT – LEILA 0,001 Bermakna
IAT – Tikus 0,001 Bermakna
IAT – Kontrol 0,001 Bermakna
LEILA – Tikus 0,001 Bermakna
LEILA – Kontrol 0,001 Bermakna
Tikus – Kontrol 0,001 Bermakna
Sumbe : Data Primer Teroleh 2021,

Berdasarkan tabel 7, merupakan hasil perhitungan statistik menggunakan

Post Hoc Test didapat hasil antara lem IAT dengan lem LEILA p value 0,001 <

0,05, atraktan lem IAT dengan lem Tikus p value 0,001 < 0,05, atraktan lem IAT

dengan kontrol p value 0,001 < 0,05, atraktan LEILA dengan lem Tikus p value

0,001 < 0,05, atraktan lem LEILA dengan kontrol p value 0,001 < 0,05, atraktan

lem Tikus dengan kontrol p value 0,001 < 0,05. Berdasarkan hasil di atas, bahwa

hasil akhir dari ketiga variasi atraktan menunjukkan lem Tikus mempunyai

kemampuan memerangkap lalat paling tinggi dan secara statistik ada perbedaan

bermakna dengan lem LEILA dan lem IAT sehingga lem tikus lebih efektif

sebagai perangkap lalat dibandingkan dengan lem LEILA dan lem IAT.
Pembahasan

Efektivitas Atraktan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana efektivitas Botol

Plastik Air Mineral Modifikasi dengan atraktan lem serangga yaitu lem IAT,

LEILA, dan Tikus untuk memerangkap lalat. Berdasarkan pengukuran kepadatan

lalat dengan fly grill warna putih (standar), kepadatan lalat di Kandang Peternakan

Ayam penelitian ini sebesar 29,4 ekor per Block grill. Tingginya kepadatan lalat

ini dapat menimbulkan dampak negatif yaitu gangguan estetika dan gangguan

kesehatan. Karena lalat dapat menularkan penyakit typhoid fever, paratyphoid

fever, disentri basiler, disentri amuba, lain – lain. Apalagi jarak rumah penduduk

terdekat < 10 meter, sedangkan jarak terbang lalat 200 – 1.000 meter (Azwar,

1995).

Sesui dengan Permenkes No. 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta

Pengendaliannya, baku mutu kepadatan lalat yaitu kurang dari 2 ekor lalat

sehingga perlu adanya pengendalian.

Hasil uji deskriptif dan analitik penelitian tentang Efektivitas Variasi Lem

Serangga sebagai Atraktan pada Botol Plastik Air Mineral Modifikasi

menunjukkan hasil bahwa jumlah rerata tertinggi kelompok eksperimen yaitu

atraktan lem Tikus mempunyai aroma dan bau yang menyengat dibandingkan

dengan 2 variasi atraktan lain yaitu lem IAT dan lem LEILA, selain itu tekstur

dan warna lem juga mempengaruhi ketertarikan lalat. Sebagai daya tarik lalat

tambahan dengan petrogenol mengeluarkan aroma yang dapat mengundang lalat

40
41

untuk datang mendekat kemudian terperangkap pada botol plastik air mineral

modifikasi (Kardinan, 2003).

Hasil uji One Way Anova menghasilkan p value < 0,05 yaitu 0,002 hal ini

menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara atraktan lem IAT,

LEILA dan Tikus terhadap jumlah lalat yang terperangkap. Banyaknya jumlah

lalat terperangkap dikarenakan warna dan aroma yang dikeluarkan dari lem dan

petrogenol sebagai penarik lalat sehingga banyak lalat yang mendekat dan

terperangkap.

Penggunaan atraktan dalam pengendalian lalat berdasarkan pada fisiologis

serangga. Banyak serangga yang mampu mendekati zat perangsang dalam dosis

rendah dan beberapa mil dari sumber zat tersebut. Sebagaimana telah diketahui

bahwa lalat mempunyai kepekaan yang tinggi tehadap rangsang bau (kimia –

mekanis), pendengaran dan penglihatan. Lalat pada saat menemukan sumber

makanan maka menghentikan gerakan, dan melebarkan proboscis dan akan

terbuka apabila dirangsang dengan aroma (Febriana, 2013), semakin menyengat

bau atau aroma atraktan maka akan semakin menarik lalat untuk mendekati

perangkap.

Penelitian dilakukan pada tiga titik pengukuran kemudian dilakukan

pengulangan sebanyak enam kali pengukuran, pada setiap titik yang telah

ditentukan di letakkan empat buah perangkap botol plastik air mineral modifikasi

secara berjejer, 3 untuk kelompok eksperimen dan 1 untuk kelompok control.

Hasil penelitian ini adalah jumlah lalat yang terperangkap dan mati pada botol

plastik air mineral dengan penambahan tiga atraktan lem serangga : IAT, LEILA
42

dan Tikus dengan banyak 75 ml. Diketahui hasil yang paling efektif adalah lem

Tikus dilihat secara deskriptif maupun analitik.

Berdasakan hasil pengukuran di titik 1, 2, dan 3 diketahui pada titik 1 (T1)

dengan 6 kali pengulangan didapatkan hasil jumlah tertinggi lalat teperangkap dan

mati pada ketiga variasi atraktan lem serangga dengan banyak 75 ml yaitu pada

atraktan lem LEILA sebanyak 260 ekor dan jumlah lalat terperangkap terendah

terdapat pada kelompok kontrol sebanyak 21 ekor. Jumlah lalat terperangkap dan

mati di titik 2 (T2) dengan 6 kali pengulangan didapatkan hasil jumlah tetinggi

lalat terperangkap dan mati pada ketiga variasi atraktan lem serangga dengan

banyak 75 ml yaitu pada atraktan lem Tikus sebanyak 303 ekor dan jumlah lalat

terperangkap terendah terdapat pada kelompok kontrol sebanyak 14 ekor. Jumlah

lalat terperangkap dan mati di titik 3 (T3) dengan 6 kali pengulangan didapatkan

hasil jumlah tetinggi lalat terperangkap dan mati pada ketiga variasi atraktan lem

serangga dengan banyak 75 ml yaitu pada atraktan lem Tikus sebanyak 286 ekor

dan jumlah lalat terperangkap terendah terdapat pada kelompok kontrol sebanyak

30 ekor.

Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan atau mengabaikan faktor

pengganggu seperti waktu kontak, suhu, dan kelembapan.


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada bab selanjutnya, maka

kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Rata – rata jumlah lalat terperangkap pada botol plastik air mineral modifikasi

dengan atraktan lem IAT banyak 75 ml yaitu sebanyak 40 ekor.

b. Rata – rata jumlah lalat terperangkap pada botol plastik air mineral modifikasi

dengan atraktan lem LEILA banyak 75 ml yaitu sebanyak 41 ekor.

c. Rata – rata jumlah lalat terperangkap pada botol plastik air mineral modifikasi

dengan atraktan lem Tikus banyak 75 ml yaitu sebanyak 47 ekor.

d. Atraktan yang paling efektif dalam memerangkap lalat pada botol plastik air

mineral modifikasi yaitu lem Tikus dengan jumlah rata – rata lalat

terperangkap sebanyak 47 ekor.

Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, maka dapat diberikan saran

sebagai berikut :

a. Diharapkan kepada pemilik Kandang Peternakan Ayam dapat

mengaplikasikan pembuatan modifikasi botol plastik air mineral dengan

menambahkan ataktan lem serangga : IAT, LEILA, dan Tikus.

b. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lanjutan dengan

menggunakan jenis atraktan yang berbeda disesuaikan dengan ketertarikan

lalat berdasakan fisiologis lalat.

43
Daftar Pustaka

Andini, T., Deasy, S., & Masryna. (2018). The effectiveness of the technology to
fly a modified grille to reduce the density of flies in place of meat in the
Sukaramai Market Sales of Medan City. E-Journal of the Global Health,
2(2), 54-62. Diakses dari http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg.

Depkes RI. (2003). Petunjuk teknis tentang pemberantasan lalat. Jakarta: Ditjen
PPM & PLP.

Inayah, Z. (2012). Perbedaan kepadatan lalat yang hinggap pada fly grill yang
berbeda warna di Pasar Srimangunan. Infokes Stikes Insa Unggul
Surabaya.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 374 Tahun 2010 tentang


Pengendalian Vektor.

Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rieneka


Cipta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2017 tentang


Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Peryaratan untuk Vektor
dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya.

Saepudin. (2011). Metodologi penelitian kesehatan masyarakat. Jakarta: Trans


Info Media.

Santi, D. N. (2001). Managemen pengendalian lalat. Medan: Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatera Utara.

Slamet, J. S. (2009). Kesehatan lingkungan (Cetakan Kedelapan). Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Sucipto, C. D. (2011). Vektor penyakit tropis (1st ed). Yogyakarta: Gosyen


Publising.

Tanjung, N. (2016). Efektivitas berbagai bentuk fly trap dan umpan dalam
pengendalian kepadatan lalat pada pembuangan sampah Jalan Budi Luhur
Medan. Penelitian, 11(3), 217–222.
Wijayanti, T. (2008). Serba serbi vektor. Banjarnegara: Staf Lokal Litbang P2B2
Banjarnegara.

Wulansari, O. D. (2016). Pemanfaatan limbah nangka (jerami) sebagai atraktan


lalat pada flytap. Kesehatan Lingkungan Poltekkes Yogyakarta.

44
45

Lampiran 1. Lokasi Kandang Peternakan Ayam Desa Lobuhuala


46

Lampiran 2. Output Data SPSS

1. Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


75 ml Lem 75 ml Lem 75 ml Kontrol
IAT LEILA Tikus
N 18 18 18 18
Mean 40.00 40.78 46.89 3.61
a,b
Normal Parameters Std. 3.819 3.843 4.689 1.539
Deviation
Absolute .119 .180 .131 .210
Most Extreme
Positive .078 .136 .131 .210
Differences
Negative -.119 -.180 -.084 -.123
Kolmogorov-Smirnov Z .505 .765 .555 .890
Asymp. Sig. (2-tailed) .961 .602 .918 .406
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
2. Uji One Way Anova

Descriptives
Jumlah lalat terperangkap
N Mean Std. Std. 95% Confidence Minimum Maximum
Deviation Error Interval for Mean
Lower Upper
Bound Bound
Lem 18 40.00 3.819 .900 38.10 41.90 32 47
IAT
Lem 18 40.78 3.843 .906 38.87 42.69 32 45
LEILA
Lem 18 46.89 4.689 1.105 44.56 49.22 40 56
Tikus
Kontrol 18 3.61 1.539 .363 2.85 4.38 1 7
Total 72 32.82 17.563 2.070 28.69 36.95 1 56

Test of Homogeneity of Variances


Jumlah lalat terperangkap
Levene df1 df2 Sig.
Statistic
5.360 3 68 .002
47

ANOVA
Jumlah lalat terperangkap
Sum of df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 20987.486 3 6995.829 520.952 .000
Within Groups 913.167 68 13.429
Total 21900.653 71

3. Uji LSD ( Least Significance Different) – Post Hoc Test

Multiple Comparisons
Dependent Variable: Jumlah lalat terperangkap
Tukey HSD
(I) Lem (J) Lem Mean Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Difference (I- Lower Bound Upper Bound
J)
Lem 6.889* 1.222 .000 -3.99 2.44
LEILA
Lem IAT
Lem Tikus -6.889* 1.222 .000 -10.11 -3.67
Kontrol 36.389* 1.222 .000 33.17 39.61
Lem IAT .778 1.222 .920 -2.44 3.99
Lem
Lem Tikus -6.111* 1.222 .000 -9.33 -2.89
LEILA
Kontrol 37.167* 1.222 .000 33.95 40.38
Lem IAT 6.889* 1.222 .000 3.67 10.11
Lem 6.111* 1.222 .000 2.89 9.33
Lem Tikus
LEILA
Kontrol 43.278* 1.222 .000 40.06 46.49
Lem IAT -36.389* 1.222 .000 -39.61 -33.17
Lem -37.167* 1.222 .000 -40.38 -33.95
Kontrol
LEILA
Lem Tikus -43.278* 1.222 .000 -46.49 -40.06
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Jumlah lalat terperangkap


a
Tukey HSD
Lem N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
Kontrol 18 3.61
48

Lem IAT 18 40.00


Lem 18 40.78
LEILA
Lem Tikus 18 46.89
1.000 .920 1.000
Sig.
Means for groups in homogeneous subsets are
displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
49

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian


50

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian


51

Lampiran 5. Surat Selesai Penelitian


52

Lampian 6. Dokumentasi

Gambar 1. Pengukuran tingkat kepadatan lalat dengan menggunakan alat fly grill

Gambar 2. Pengamatan lalat yang hinggap pada fly grill


53

Gambar 3. Penghitungan lalat yang hinggap pada fly grill

Gambar 4. Proses pembuatan alat perangkap


54

Gambar 5. Bahan dan alat yang di gunakan untuk melakukan perlakuan

Gambar 6. Proses pembuatan perangkap


55

Gambar 7. Peletakan perangkap pada titik

Gambar 8. Perangkap B pertama kali diletakkan


56

Gambar 9. Perangkap A pertama kali diletakkan

Gambar 10. Perangkap B pertama kali diletakkan


57

Gambar 11. Pengamatan pada perangkap A

Gambar 12. Pengamatan pada perangkap C


58

Gambar 13. Pengamatan pada perangkap B

Gambar 14. Pengamatan pada perangkap A di titik berikutnya


59

Gambar 15. Pengamatan pada perangkap B di titik berikutnya

Gambar 16. Pengamatan pada perangkap C di titik berikutnya


60

Gambar 17. Peneliti sedang melakukan wawancara kepada pemilik peternakan


ayam

Anda mungkin juga menyukai