Anda di halaman 1dari 4

1

Spina bifida

Definisi dan etiologi

Spina bifida adalah penyakit kongenial yang ditandai dengan kegagalan fusi tulang
belakang. Kegagalan fusi tulang belakang ini disebabkan oleh kegagalan fusi pada neural
tube posterior. Kegagalan fusi bisa terjadi oleh keagalan fusi lamina (spina bifida occulta),
berupa kantong yang hanya berisi meningen (meningocele), atau kantong yang berisi
meningen dan medulla spinal atau kauda equina (myelomeningocele). Terminologi lain dari
spina bifida adalah neural tube defect (NTD) (Rosenfeld JV and Watters DAK, 2000)
Spina bifida sering didapatkan pada ras kaukasus dari pada ras asia/afrika. Spina
bifida dapat teradi pada 1-2 diantara 1000 kelahiran. Kelaianan ini sekarang prevalensinya
menurun oleh karena telah dipergunakannya asam folat secara luas selama kehamilan.
Etiologi spina bifida adalah multifaktorial. Pada pertengahan 1980-an ditemukan
adanya asosiasi spina bifida dengan kekurangan zinc dan asam folat. Beberapa agen yang
dicurigai menyebabkan spina bifida antara lain adalah aminophterin, clomiphene, salisilat,
insulin, diuretik, antihistamin dan sulfonamid. Pemakaian obat anti epilepsi juga memiliki
asosiasi kuat dengan terjadinya NTD (neural tube defect), terutama bila ibu mengknsumsi
carbamazepin atau asam valproat. Wanita yang menderita DM tipe 1 juga memiliki resiko
untuk memiliki anak dengan NTD. Wanita yang mengalami kegemukan juga memiliki resiko
memiliki anak dengan NTD (Cohen AR and robinson, 2001).

Tabel 1 . Resiko spina bifida dan rekomendasi suplementasi asam folat (dikutip dari: Cohen
AR and Robinson S, 2001)
Faktor resiko
Kehamilan sebelumnya dengan neural tube defect (NTD): 2-3%
Pasangan menderita NTD: 2-3%
DM tipe 1: 1%
Kejang yang mendapa terapi carbamazepin dan asam valproat: 1%
Riwayat keluaga dengan NTD: 0.3-1%
Obesitas sebelum hamil (BB>110kg): 0.2%

Resiko non medis:


Paparan pestisida dan bahan kimia
Desinfektan
Radiasi
Bahan anastesi
Hipertemia
Timbal
Rokok

Rekomendasi suplementasi pada awal kehamilan:


Wanita tanpa faktor rsiko: 0.4mg/hr
Wanita resiko tinggi: 4 mg/hr

Patofisiologi
Pada perumbuhan normal, perkembangan embrio manusia terbagi menjadi 23 tahap.
Pembentukan neural tube dimulai pada tahap ke-8, sedang pembentukan silinder sistem saraf
dimulai pada tahap ke-9. Penyatuan silinder dimulai pada tahap ke-10. Penutupan neurophore
2

anterior terjadi lebih dahulu dibandingkan pada sisi posterior (yang terjadi pada tahap ke-12)
sekitar hari ke -26 kehamilan. Kegagalan penutupan neurophore posterior akan menyebabkan
terjadinya spina bifida (Cohen AR and Robinson S, 2001).

Gambaran klinis
1. Spina bifida occulta
Spina bifida occulta terjadi oleh karena gagalan fusi lamina tulang belakang terutama
di daerah L5. Didapatkan jaringan ikat sebagai pengganti tulang, dari luar tidak
didapatkan tonjolan defek pada tulang, namun dapat terliat ada pemeriksaan foto
polos. Pasien dengan spina bifida okkulta biasanya secara klinis neurologis normal,
namun sekitar 30% populasi akan menderita LBP saat dewasa. Hal ini disebabkan
oleh karena terjadinya stenosis canalis spinalis. Adanya tahi lalat, rambut, atau sinus
pada lumbal bawah merupakan tanda-tanda dysraphisme spinal (Rosenfeld JV and
Watters DAK, 2000)
2. Dyraphisme spinal
Dysraphisme spinal adalah tonjolan pada tulang belakang yang disertai dengan
abnormalitas tulang belakang. Kelainan ini disertai dengan filum teminalis yang tebal,
epidermoid intra dural, dan kista epidermoid, lipoma intra dural, teratoma, atau
diastomalacea (Rosenfeld JV and Watters DAK, 2000; Botto,1999).
Kelainan ini berhubungan dengan kelainan pada kulit di tulang belakang, nyeri
pinggang, skoliosis, angguan otonom yang disebabkan oleh karena terjadinya jepitan
pada medulla spinalis. Jepitan pada medulla spinalis biasanya teradi saat anak-anak.
Dapat pula didapatkan lipma sub kutan, lipomyelocele. Operasi dini akan
memperbaiki gejala dan membuat pertumbuhan yang normal pada penderita
(Rosenfeld JV and Watters DAK, 2000).
3. Meningocele dan myelmeningocele
Meningocele dan myelomeningocel terjadi pada daerah posterior tulang spinal yang
meliakan meningen dan serabut saraf. Perbedaan dua hal ini didasarkan atas adanya
keterlibatan menulla spinalis, cauda equina, atau hanya melibakan meningen saja.
Prognosa lebih baik pada meningocele oleh karena myelum tidak ikut terjepit, dan
kemungkinan manipulasi pembedahan yang kecil. Meningocel atau
myelomeningocele dapat terbuka maupun tertutup, bila terbuka harus segera
dilakukan bedah reparasi oleh karena kemungkinan infeksi dan teradinya meningitis
(Rosenfeld JV and Watters DAK, 2000; Botto, 1999)

Gambar 1. Gambaran tiga tipe spina bifida (dikutip dari Botto LD et al, 1999)
3

Diagnosa dasar

- Prenatal
1. Kadar MS AFP (maternal serum alfa Feto protein )
Pada janin yang menderita NTD akan terjadi peningkatan serum alfa feto protein
sebesar 2.5 kali lipat dibandingkan dengan median. Akurasi pemeriksaan kadar MS
AFP ini adalah 60-70%(Cohen AR and robinson, 2001).
2. USG
USG memiliki sensitifitas hampir 100% dalam mendeteksi adanya NTD pada janin.
Bila terdapat kecerigaan NTD pada janin, maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar
AFP janin dan perlu dilakukan amniosintesis (Cohen AR and robinson, 2001).
3. Amniosintesis
Amniosintesis perlu dilakukan bila MS AFP dan pemeriksaan USG didapatkan
kelainan. Pemeriksaan kadar AFP janin dapat menimbulkan false positif, oleh karena
itu diperlukan pemeriksaan kadar AchE (asetil kolin esterase) pada cairan amnion.
Pada janin dengan NTD didapatkan AchE yang positif (Cohen AR and robinson,
2001).

- Post natal
1. Fisik
Pemerikasaan fisik pada spina bifida adalah didapatkannya benjolan pada daerah
posterior tulang belakang yang berisi cairan, kadang juga dapat berupa lipome di
posterior tuang belakang. Adanya pertumbuhan rambut abnormal, sinus pada daerah
tulang belakang dapat dicurigai adanya spina bifida (Botto LD, 1999).
2. Radiologis
Pemeriksaan foto polos dapat memperlihatkan defek tulang belakang. Pemeriksaan
MRI dapat melihat apakah kantong itu hanya duamater yang berisi cairan
(meningocele) atau juga ada serabut saraf yang terperangkap di dalam kantong
tersebut (myelomeningocele) (Rosenfeld JV and Watters DAK, 2000)

Pemeriksaan

1. Perlu pemeriksaan level yang terkena


Penderita spina bifida perlu di lakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui level
yang terkena dan komplikasi yang sudah terjadi. Diagnosa dan penanganan sedini
mungkin akan mencegah terjadinya kecacatan (Cohen AR and Robinson S, 2001).
2. Perlu dicari kelainan kongenital lain yang menyertai.
Spina bifida biasanya dapat merupakan komplikasi kelainan kongenital lain, oleh
sebab itu diperlukan pemeriksaan secara cermat. Pemerisaan secara cermat dan
komprehensif akan mencegah komplikasi dan dapat memprediksi prognosa penderita
(Rosenfeld JV and Watters DAK, 2000)
4

Tabel 2. Gangguan yang menyebabkan myelomeningocele (dikutip dari: Rosenfeld JV and


Watters DAK, 2000)
Hidrocephalus
Chiari tipe II
Agenesis korps kallosum
Dysmorphic ventrikel latrali
Kelainan ginjal
Kelainan jantung kongenital
Talipes
Kelainan wajah

Managemen
1. Mencegah ruptur
Rupturnya kantong spina bifida akan menimbulkan meningitis
2. Reparasi (Reigel DH, 2001)

Daftar pustaka
Botto LD, Moore CA, Khoury MJ, Erickson JD (1999). Neural tube defect. NEJM, 341:
1509-17
Cohen AR and Robinson S (2001). Early management of myelomeningocele in:Mclane
DG, et al. Pediatric neurosurgery: surgery of the developing nervous system 4th ed. WB
saunder comp. Philadelphia. pp: 241-60
Reigel DH, Ammerman NT, Rotenstein D (2001). Health care in adult with spina bifida
in:Mclane DG, et al. Pediatric neurosurgery: surgery of the developing nervous system 4th
ed. WB saunder comp. Philadelphia. pp: 266-78
Rosenfeld JV and Watters DAK (2000). Neurosurgery in the tropics: Hidrocephalus and
congenital abnormality. Maxmillian ed. Ltd. London, pp: 90-107

Anda mungkin juga menyukai