Anda di halaman 1dari 16

PETUNJUK UNTUK MAHASISWA

BLOK 16 SISTEM EKSKRESI & UROGENITAL


DISKUSI KELOMPOK 10

Hari, Tanggal : Rabu, 14 April 2021,


Pukul : 09.00-11.50
Tema : Kelainan non infeksi sistem eksresi dan urogenital
Pokok bahasan : Trauma Sistem Urogenital
Sub Pokok Bahasan : Trauma Buli Buli
Level Kompetensi : 3B
Penanggung jawab : Lukmana Lokarjana, dr, SpB-KBD,Finacs
Narasumber : Linlin Haeni, dr., M.Biomed
Hindun Saadah, dr., M.Biomed
Ali Taufan, dr., M.H.Kes
Ilma F. SpRad,MKes

Capaian Pembelajaran :
1. Menganalisis berbagai macam mekanisme terjadinya hematuria (C4-C5)
2. Merumuskan diagnosis trauma sistem urogenitalia berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang (C5-C6)
3. Menganalisis tanda dan gejala pada kasus sesuai dengan patofisiologi dan ilmu kedokteran
dasar terkait biomekanisme trauma, histologi membrana basalis dan fisiologi pembentukan
urine yang mendasari mekanisme patologis kasus (C5-C6)
4. Merencanakan penatalaksanaan komprehensif pada kasus sesuai dengan konsep patofisiologi
penyakit serta kompetensi dokter umum. (C4-C5)
5. Mengidentifikasi kemungkinan komplikasi yang terjadi pada kasus trauma urogenital serta
pencegahannya. (C3-C4)
6. Mengaplikasikan konsep dasar profesionalisme komunikasi efektif serta etika profesi. (C3-
C4)

Skenario
Seorang laki-laki, 28 tahun, dibawa ke UGD RSUD tempat saudara bekerja, setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas, mengalami tabrakan dengan pengendara sepeda motor lainnya 45
menit yang lalu. Stang sepeda motor lawan mengenai perut bagian bawah, dari keterangan pasien os
tidak berkemih sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Saat ini pasien mengeluh nyeri pada daerah
perut bagian bawah.

Pemeriksaan fisik
Airway; baik, Breathing; 30x/menit, Sirkulasi; TD 90/50 mm Hg; Nadi 108x/m;
Suhu; afebris, GCS E4V5M5

Kepala : konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik


Leher : KGB tak teraba
Thoraks : Cor: Bj murni reguler, batas normal ; Pulmo: vbs kiri=kanan normal
Abdomen : Regio pelvis;
inspeksi Jejas di daerah suprapubic, bulging (-),
haematoma (+), NT (+), NL (+), defans muscular (-)
Hepar/Lien dalam batas normal

Ekstremitas: Look: deformitas (-)/(-), Edema (-)/(-)


Feel: perabaan hangat, krepitasi (-)/(-)
ROM: normal

Status urologikus : meatal bleeding (-)

Laboratorium:
HB=12,3 g/dL Leukosit = 11.800/mm3

TUGAS
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, susunlah suatu
case overview! Buatlah analisis mengenai mekanisme apa saja yang dapat menyebabkan
keluhan utama tersebut dan susunlah alasan yang mendasari diagnosis kerja yang Anda buat !
Skenario Intepretasi
Seorang laki-laki, 28 tahun Identitas pasien
Insidensi (laki-laki > perempuan)
K.U : Mengeluh nyeri pada daerah perut DD :/
bagian bawah - trauma uretra anterior
- trauma uretra posterior
- trauma buli-buli
- trauma kapitis
- fraktur pelvis

setelah mengalami kecelakaan lalu lintas, Faktor pencetus / Etiologi


mengalami tabrakan dengan pengendara
sepeda motor lainnya 45 menit yang lalu.
Stang sepeda motor lawan mengenai perut Penyebab terjadinnya trauma daerah pelvis 
bagian bawah, Trauma benda tumpul
dari keterangan pasien os tidak berkemih GK Trauma buli-buli
sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit
Ketika di IGD pasien sempat berkemih dan Miksi bercampur darah  GK trauma buli-buli
air kemihnya berwarna agak kemerahan
Pemeriksaan Fisik
Airway; baik, Tak ada sumbatan pernafasan akibat kecelakaan
Takipnea
Breathing; 30x/menit, Hipotensi TTV dalam keadaan tidak baik,
Sirkulasi; TD 90/50 mm Hg; Takikardi  syok hipovolemik 
Nadi 108x/m; Tidak ada gejala sistemik akibat inflamasi 
diperlukan tindakan segera
Suhu; afebris, Mengkal kemungkinan Peritonitis dan sepsis
untuk mnegindarkan komplikasi
GCS : 14  Komposmentis, kesadaran pasien
agak terganggu.
GCS E4V5M5 Normal  Tidak ada pendarahan/kurang darah
akibat kecelakaan
Kepala : konjungtiva tak anemis, sklera Normal
tak ikterik Normal
Normal
Leher : KGB tak teraba
Thoraks : Cor: Bj murni reguler, batas
normal ; Pulmo: vbs kiri=kanan normal Jejas : Tanda Trauma Pelvis  GK Trauma
Abdomen : Regio pelvis; buli-buli
inspeksi Jejas di daerah suprapubic,

Bulging (-),  Tanda adannya trauma
haematoma (+),
NT (+),
NL (+),
defans muscular (-) Normal, tidak ada pembersaran organ 
Hepar/Lien dalam batas normal Kecelakaan tidak menyebabkan organ lain rusak

Tidak ada perubahan bentuk akibat kecelaan


Ekstremitas: Tidak ada nyeri tekan dan krepitasi  Tidak ada
Look: deformitas (-)/(-), Edema (-)/(-) Fraktur akibat kecelakaan
Feel: perabaan hangat, krepitasi (-)/(-)

ROM: normal
Menyingkirkan kemungkinan Trauma uretra
Status urologikus : meatal bleeding (-)

Laboratorium:
HB=12,3 g/dL Normal
Leukosit = 11.800/mm3 Meningkat
Urine Eritrosit penuh Miksi bercampur darah  perdarahan pada jalur
miksi / di kandung kemih  GK Trauma Buli-
Buli
DD:/
DK:/ Trauma Buli-buli

TRAUMA BULI-BULI
- Kasus gadar yang harus segera mendapatkan tatalaksana karena dapat mengakibatkan
peritonitis dan sepsis
- Etiologi : kecelakaan lalu lintas/kerja yang menyebabkan fraktur os. Pelvis sehingga dapat
terjadi :
 Kontusio buli-buli : hematom pada dinding buli-buli + hematuria tanpa ekstravasasi urin
 Rupture buli-buli, bisa intraperitoneal atau ekstraperitoneal. Pada yang ekstraperitoneal
dapat terjadi ekstravasasi urin di rongga perivesikal.

- Gambaran klinis :
 Perdarahan hebat sehingga pasien datang dengan anemia bahkan syok
 Tampak jejas pada abdomen bagian bawah
 Nyeri tekan (+) di daerah suprapubic di tempat hematom
 Rupture buli intraperitoneal : urin masuk ke rongga peritoneum shg terdapat tanda cairan
intraabdomen dan rangsang peritoneum
 Lesi ekstraperitoneal : infiltrate urin (+) di rongga peritoneal shg sering septisemia.
 Tidak bisa BAK, kadang keluar darah dari uretra

 Ruptur Buli (Trauma Buli-buli) Ruptur buli disebut juga trauma buli-buli atau trauma
vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan
segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi seperti
perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomi buli-buli terletak di dalam rongga
pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami cedera. Rudapaksa
kandung kemih terbanyak karena kecelakan lalu lintas atau kecelakaan kerja yang
menyebabkan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-buli. Fraktur tulang panggul
dapat menimbulkan ruptur kandung kemih (Sjamsuhidajat, 1998).
Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal dan ekstraperitoneal. Ruptur buli
ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding
depan kandung kemih yang penuh. Cedera pada abdomen bawah sewaktu kandung kemih
penuh menyebabkan ruptur buli intraperitoneal (Sjamsuhidajat, 1998).

2. Bagaimana klasifikasi trauma dan anatomi organ yang mengalami trauma pada kasus ini ?
Klasifikasi
a. Klasifikasi Trauma berdasarkan etiologi
1) Trauma non iatrogenik
 Tumpul
o Kecelakaan lalu lintas
o Jatuh
o Trauma industri
o Pukulan ke perut bagian bawah
 Tajam
o kandung kemih mengalami perforasi langsung oleh fragmen
tulang yang tajam akibat distorsi sendi panggul
2) Trauma Iatrogenik
 Eksternal
o Obstetri  Operasi caesar
o Ginekologi  sterilisasi laparoskopi dan laparoskopi diagnostik
 Internal
 Benda asing
o Bagian peralatan endourologi yang tertinggal seperti
resectoscopes, stent ureterm atau kateter kandung kemih
o Potongan kasa bedah yang tertinggal, jahitan, atau staples yang
digunakan dalam prosedur pelvik

b. Klasifikasi berdasarkan klinis


1) Konstusio buli-buli
Pada kontusio buli-buli hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin
didapatkan hematoma perivesikal, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urine ke
luar buli-buli.
2) Rupture Intraperitoneal
Ruptur intraperitoneal disebabkan oleh peningkatan tekanan intravesika
secara tiba-tiba, pukulan pada panggul atau perut bagian bawah. Kubah kandung
kemih adalah titik terlemah dari kandung kemih dan biasanya sering ruptur.
Kandung kemih yang penuh juga merupakan faktor resiko untuk pecah
intraperitoneal.
3) Rupture Ekstraperitoneal
Ruptur ekstraperitoneal hampir selalu dikaitkan dengan patah tulang panggul.
Trauma ini biasanya disebabkan oleh distorsi sendi panggul, danpergeseran dari
dinding anterolateral kandung kemih dekat pangkalan kandung kemih (di lapisan
fasia nya). Kadang, kandung kemih mengalami perforasi langsung oleh fragmen
tulang yang tajam.

Cedera vesika urinaria diklasifikasikan menurut American Association for the Surgery of
Trauma (AAST) -  Organ Injury Scale (OIS) menjadi 5 grade, yaitu:

Selain itu dari Konsensus Societe Internationale D'Urologie mengklasifikasikan cedera


kandung kemih menjadi empat jenis dengan tidak memperhitungkan panjang atau luas dari
laserasi dinding kandung kemih, yaitu :
Tipe 1 adalah memar kandung kemih
Tipe 2 yaitu ruptur dinding intraperitoneal
Tipe 3 yaitu ruptur dinding ekstraperitoneal
Tipe 4 yaitu gabungan antara ruptur dinding intraperitoneal dan ektraperitoneal
Anatomi
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler,
dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri atas sel-sel transisional
yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada
dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga
yang disebut trigonum buli-buli. Secara anatomik bentuk buli-buli terdiri atas 3 permukaan,
yaitu (1) permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan
inferiolateral, dan (3) permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minoris
(daerah terlemah) dinding buli-buli.
Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah
300 – 450 ml; sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari Koff adalah:
Kapasitas buli-buli = {Umur (tahun) + 2} × 30 ml Pada saat kosong, buli-buli terletak di
belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi
dan diperkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan
menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4.. Hal ini akan
menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher bulibuli, dan relaksasi sfingter uretra
sehingga terjadilah proses miksi.

3. Analisislah patofisiologi dan patomekanisme terjadinya jejas suprapubik serta tanda


gejala lain yang ditemukan pada pasien tersebut! korelasikan dengan pengetahuan
Anda mengenai struktur dan fungsi organ terkait !
Kandung kemih dilindungi dengan baik oleh tulang pelvis sehingga ketika terjadi fraktur
pelvis yang disebabkan oleh trauma tumpul maka fragmen dari fraktur pelvis dapat
mencederai kandung kemih dan dapat terjadi ruptur ekstraperitoneal. Apabila terdapat urin
yang terinfeksi dapat mengakibatkan abses dalam pelvis dan infeksi pelvis yang berat. Pada
saat kandung kemih terisi penuh kemudian tiba – tiba terjadi benturan atau pukulan langsung
ke perut bagian bawah dapat menyebabkan gangguan pada kandung kemih. Jenis gangguan
biasanya adalah gangguan intraperitoneal. Ruptur intraperitoneal terjadi ketika ada pukulan
atau kompresi pada perut bagian bawah pasien dengan kandung kemih yang penuh sehingga
menyebabkan peningkatan mendadak tekanan intraluminal kandung kemih kemudian
menyebabkan pecahnya puncak yang merupakan bagian terlemah dari kandung kemih.
Puncak dari lengkungan kandung kemih ditutupi oleh peritoneum, maka cedera yang terjadi
di daerah ini akan menyebabkan ekstravasasi intraperitoneal. Jika diagnosis segera ditegakkan
dan jika urin sudah steril, maka tidak ada gejala yang  dapat ditemukan selama beberapa hari,
tetapi jika terdapat urin yang terinfeksi, maka akan cepat berlanjut menjadi peritonitis dan
akut abdomen
4. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada trauma kandung kemih secara umum?
Menurut prediksi Anda, komplikasi/penyulit apa saja yang mungkin ditemukan pada
kasus ini?
 Jika terdapat ekstravasasi urine (pada cedera buli-buli ekstraperitoneal) dan dibiarkan
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis
 Robekan buli-buli intraperitoneal jika tidak segera dilakukan operasi dapat
menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urine pada rongga intra-peritonoeum
 Kadang-kadang terpadat keluhan miksi yaitu frekuensi dan urgensi yang biasanya
akan sembuh sebelum 2 bulan
 Perdarahan yang hebat pada rupture buli-buli dapat mengancam jiwa
 Jika tidak segera dilakukan operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat dari
ekstravasasi urine pada rongga intra-peritoneum. Kedua keadaan itu dapat
menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa. 
 Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urine ke rongga pelvis yang
dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis.

5. Uraikan pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan untuk menunjang


diagnosis, jelaskan alasannya dan kemungkinan hasilnya!
 Pemeriksaan rontgen  menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma
 Scam tulang, temogram, scan CT / MRI  memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
 Hitung darah lengkap  Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP (sel darah putih) adalah respons stress normal
setelah trauma
 Kreatinin  Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
 Sistografi  memasukan kontras ke dalam buli-buli sebanyak 300-400ml secara
gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter per-uretram
o Intraperitoneal  Didapatkan kontras yang berada di sela-sela usus
o Ekstraperitoneal  terlihat ekstravasasi kontras di dalam rongga perivesikal
 Sistoskopi  adalah metode yang terkenal untuk mendeteksi trauma kandung kemih
intra-operatif, karena dapat langsung mengetahui laserasi. Sistoskopi lebih sering
digunakan untuk mendiagnosis benda asing
 Sistografi adalah pencitraan pada buli – buli dengan memakai kontras. Melalui
sistoskop / kateter dimasukkan kontras pada vesika urinaria dan dapat menilai apakah
terdapat filling defect, robekan buli – buli yang terlihat sebagai ekstravasasi kontras
ke luar buli – buli, adanya divertikel. Cystography memiliki tingkat akurasi 85 -
100% untuk mendeteksi cedera kandung kemih dan idealnya harus dilakukan dengan
bimbingan dari fluoroscopic.

Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras ke


dalam  buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui
kateter per-uretram. 
Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu  (1) foto pada saat buli-buli terisi kontras
dalam posisi  anterior-posterior (AP), (2) pada posisi oblik, dan (3) wash out film
yaitu foto setelah kontras  dikeluarkan dari buli-buli. 

Jika didapatkan robekan pada buli-buli, terlihat ekstravasasi kontras di dalam


rongga  perivesikal yang merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika
terdapat kontras  yang berada di sela-sela usus berarti ada robekan buli-buli
intraperitoneal. Pada perforasi yang 
kecil seringkali tidak tampak adanya ekstravasasi (negatif palsu) terutama jika
kontras yang dimasukkan kurang dari 250 ml. 

Sebelum melakukan pemasangan kateter uretra, harus diyakinkan dahulu bahwa


tidak ada  perdarahan yang keluar dari muara uretra. Keluarnya darah ari muara
uretra merupakan tanda dari cedera uretra. Jika diduga terdapat cedera pada saluran
kemih bagian atas di samping  cedera pada buli-buli, sistografi dapat diperoleh
melalui foto PIV.  

Di daerah yang jauh dari pusat rujukan dan tidak ada sarana untuk melakukan
sistografi  dapat dicoba uji pembilasan buli-buli, yaitu  dengan memasukkan cairan
garam fisiologis steril ke dalam buli-buli sebanyak  ± 300 ml kemudian cairan
dikeluarkan lagi. Jika cairan tidak keluar atau keluar tetapi kurang dari volume yang
dimasukkan, kemungkinan besar ada robekan pada buli-buli. Cara ini sekarang tidak
dianjurkan karena dapat menimbulkan infeksi 
atau menyebabkan robekan yang lebih luas. 

 Ruptur Ekstraperitoneal Vesika Urinaria. Tampak ekstravasasi (tanda panah) terlihat


di luar kandung kemih pada pelvis pada pemeriksaan sistogram.
 Ruptur Intraperitoneal Vesika Urinaria. Pada gambaran sistogra menunjukkan kontras
yang mengisi di sekitar usus.

6. Bagaimana penatalaksanaan secara umum pada kasus di atas? Jelaskan pula


penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan kompetensi anda sebagai dokter umum!
Penatalaksanaan awal pasien trauma buli mengikuti standar umum berdasarkan Advance
Trauma Life Support (ATLS).
Menurut Guideline American Urological Association (AUA) dan European Association of
Urology (EAU), menyatakan penanganan kasus trauma buli tanpa komplikasi hanya
membutuhkan terapi konservatif berupa drainase kateter urethra dan observasi perkembangan
pasien. Guideline AUA merekomendasikan drainase urethra dilakukan selama 2-3 minggu.
Setelah itu, pasien harus di follow up dengan melakukan pemeriksaan cystography kembali
untuk menilai perbaikan pada vesica urinaria. Apabila ruptur tidak mengalami perubahan
dalam 4 minggu perawatan maka dianjurkan tindakan operatif. Sedangkan, trauma buli
dengan komplikasi disertai fraktur pelvis, laserasi rektum, atau ruptur leher buli
membutuhkan penanganan tindakan operatif segera.

 Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari


robekan pada bui-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak dioperasi
ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis. Rongga
intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang
kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparotomi.

 Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal)


dianjurkan untuk memasang kateter selama 7 – 10 hari, tetapi sebagian ahli lain
menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli dengan pemasangan kateter
sistostomi. Namun tanpa tindakan pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan luka
± 15%, dan kemungkinan untuk  terjadinya infeksi pada rongga perivesika sebesar
12%.  Oleh karena itu jika bersamaan dengan ruptur buli-buli terdapat cedera organ lain
yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli dan pemasangan
kateter sistostomi. Apalagi jika ahli ortopedi memasang plat untuk memperbaiki fraktur
pelvis, mutlak harus dilakukan penjahitan buli-buli guna menghindari terjadinya
pengaliran urine ke fragmen tulang yang telah dioperasi. 

 Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra
atau kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat
kemungkinan masih adanya ekstravasasi urine. Sistografi dibuat pada hari ke-10-14
pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3
minggu.

Standar kompetensi 3B :
 Yang dilakukan dokter umum :
- memasang infus jaga, dan tatalaksana awal lainnya (Stabilisasi)
- Men- cek tanda-tanda Fraktur yang di alami pasien akibat kecelakaan
- pemberikan antibiotic dan analgetik secara intravena,
- lakukan rujuk untuk tatalaksana selanjutnya. 
 kemudian merujuk ke Sp.BU (Bedah Urologi).
Repair diserahkan kepada Sp.BU.

Nonfarmakologi
 Primary Survey
o Airway  bebaskan jalan nafas
o Breathing  menilai pernafasan, , minta pasien untuk tenang  dampingi
untuk pengambilan nafas, jika tidak bisa berikan oksigen 10L/menit
o Circulation  hentikan perdarahan dengan balut tekan, resusitasi cairan
(NaCl 0,9%)

 Perkiraan jumlah cairan infus yang dibutuhkan : 2000-3500 ml


 Infus yang digunakan : jenis kristaloid  Ringer Laktat 1000 ml

Farmakologi
 Antibiotik  untuk mengatasi kemungkinan adanya infeksi yang terjadi pada
salauran kemih yang di akibatkan oleh adannya trauma
a. Ceftriaxone
Golongan : Sefalosporin
MK : Membunuh bakteri yang menginhibisi sintesis dinding sel bakteri
ES : Diare, Mual, Muntah

b. Levofloxacine 
Golongan : kuinolon
MK : menghambat replikasi DNA bakteri sehingga pertumbuhan bakteri
terhambat
ES : mual, diare, konstipasi 
Dosis : 250-750mg 1x sehari, selama 7-10 hari

 Analgetik  Untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien Trauma, karena Tramadol
sudah tidak mempan pada pasien Trauma.

a. Ketorolac
MK : menghambat kerja dari enzim siklooksigenasi (COX) yang berperan
dalam pembentukan prostaglandin maka produksi prostaglandin akan
menurun dan mengurangi rasa sakit. 
ES : sakit perut, mual, muntah
Dosis ketorolak injeksi : 10-30 mg setiap 4-6 jam, dosis maksimal 90mg/hari
Dihindarkan ketorolac soalnya bisa buat perdarahan setelah melewat
maximal dose max:180mg

b. Dexketoprofen 
MK : menghambat produksi prostaglandin sehingga mengurangi rasa sakit dan
peradangan
ES : mual, muntah, sakit perut, mulut kering 
Dosis dexketoprofen injeksi : 50mg, setiap 8-12 jam. Dosis maksimal dalam
sehari tidak boleh melebihi 150mg

dr. Aytaf
SIP. 81004
Bandung

R/ Infus set No. I


    Abocath no 16 No. I
    NaCl 0.9% 500 ml No. III
    ∫ i.m.m

R/ Dexketoprofen amp 50mg No. II   


∫ 2 dd 1 iv Penanganan
Dr bedah
Prinsip
R/ Ceftriaxone vial 1g No. I
pemulihan
∫ 1 dd 1 iv
ruptur kandung kemih
ialah penyaliran
ruang Pro : Tn. X perivesikal,
Usia : 28 tahun pemulihan
dinding,
penyaliran
kandung kemih
dan perivesikal, dan jaminan arus urin melalui kateter. 1 Terapi cedera buli-buli tergantung
pada jenis cedera, diantaranya adalah: 2
a.) Pada kontusio buli-buli : cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk
memberikan istirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh
setelah 7-10 hari.
b.) Pada cedera robekan intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparatomi untuk
mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak
segera dioperasi ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan
peritonitis. Rongga intra peritoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis,
kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparatomi.
BLADDER INJURIES

Figure 3 - Two-layer surgical closure with absorbable suture. Note that the suprapubic tube is secured with a purse-string suture.
dicat io ns to su ch con serva tive m anag ement : bone Repair at Open Pelvic Fracture Redu ctio n
fra gm e n t p ro j ec t i n g i n t o t h e ru p t u re (w h i ch is In some cases, the patient’s pelvic fractures
unl ikel y t o hea l), op en pelvi c fra cture, and rect al will require open reduction and plating. If open plating
perforati on. Su ch cases of bon e fragm ents are rare of the symphysis pubis is planned, the urology team
(1 4). Op en pelvic fracture an d rectal perforat io n a re should be alerted and the bladder repaired at the same
assoc iated with a hig h risk of serio us i nfectio n i f
managed conservativ ely (15). Others have suggested
that , if clo ts ob stru ct t he u rin ary cath eter wi th in 48
hou rs of inj ury, o pen rep air shou ld b e un dertaken
and a sup rapu bic tube place d (16 ). These au tho rs
cit e t heir c oncern for pelv ic i nfectio n a s reason fo r
aban doni ng c onserv ativ e t herapy i n these pat ien ts.
An o t her rel at i ve i n d ic at io n for rep ai r o f
e x t ra p e r i t o n e a l r u pt ur es is fo u n d in p a ti e nt s
un d erg o in g l a p a ro to m y fo r ot h e r r e a so n s ( su c h a s
o p en e x p l o rat i o n b y g e n era l su rg ery f or i n t ra -
ab d om i na l i n ju ri es). K o tk i n & Ko ch (1 6 ) rep ort
tw o c ase s o f u ret h ro c ut a ne ou s fi st u la i n p at i en t s
w it h e x tr ap e ri t o n ea l ru p tu r e wh o ne e d ed l ap a -
ro t o m y y et did no t h a v e re p ai r of the bla dde r
i n ju ry. Ca re fu l i nsp e ct i o n fo r as so ci a t ed l o w er
u ri n ary t rac t i n j uri e s is m a nd at o ry at o p en rep ai r
so as n o t t o mi s s u ret h ral d is ru p t i on , p ro st at e or
bl ad de r n eck i n ju ry, o r un ex pe cted i nt rape ri t on eal
in j u rie s (F i g u re-4 ). Th e b la dd er i s o p en ed a t t he
d om e ; i f d es ir ed , t h e b l ad es of a s el f-ret a in i n g
ret rac to r can b e u sed to k e ep i t op en (F i g ure -5). Figure 4 - Main potential sites of lower urinary tract injury:
Ext ra p eri to n eal l ac era ti o ns a re th en c lo se d w it h urethra, prostate, bladder nec k, and bladder (intraperitoneal
ab so rb ab l e su tu re i n on e l a ye r. and extraperit oneal).

412

Gambar 6. Robekan buli-buli dijahit 2 lapis


c.) Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal)
dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain
menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli dengan pemasangan kateter
sistostomi. Tanpa dilakukan pembedahan, kejadian kegagalan penyembuhan luka ±
15%, dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga perivesika sebesar 12%.
Oleh karena itu jika bersamaan dengan ruptur buli-buli terdapat cedera organ lain
yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli dan
pemasangan kateter sistostomi.

BLADDER INJURIES

using agents such as ciprofloxacin. We do this as


prophylaxis against bladder infection, although we
are aware of no randomized prospective trial that
supports this approach.

Follow-up Cystography

If extra per itonea l rupture ha s not be en


repaired, a cystogram is obtained at 10-14 days (17).
According to some authors, most ruptures 76-87%
(16,17) should heal by 10 days, and all by 3 weeks
(17). If the cystogram shows no extravasation, the
catheter is re moved; otherwise, cystogra phy is
repeated at 21 days. If bladder repair ha s bee n
performed, a cystogram is obtained 7-10 days after
surgery (17).
Figure 5 - Exposure for repair of extraperitoneal bladder
rupture. The bladder is opened surgically and repaired from COMPLICATIONS
the inside.

time, through the same Pfannenstiel incision used by In one large series, complications were
the orthopedic surgeon. Several reasons support this: significantly lower in patients managed with open
A)- The patient is already undergoing open operation. repair than in those with catheter drainage: viz., an
B)- Formal repair is thought to decrease complications acute complication rate of 5 vs. 12% (15). Acute
by approximately 50% (15). complications after repair consisted of clot retention
C)- Bladder exploration facilitates placement of a and local infection (15); late complications (occurring
large-caliber suprapubic tube, if not already present. in 5%) were urethral stricture and frequency/dysuria.
D)- Repair will stop urinary leakage from the injured In patients mana ge d with catheter drainage, late
bladder onto the orthopedic fixative hardware, thus complications also were more frequent (21%) and
decreasing the risk of hardware infection. c on sist ed of ur e t hra l st r ict ur e a n d b la d de r
E)- Most orthopedic surgeons place large suction hyperreflexia (15). Although urinary frequency is
drains after plating the symphysis, and these will draw commonly seen after bladder injury, this improves in
urine through the bladder injuries indefinitely if the most patients by 2 months. Persistent frequency is
bladder is not repaired adequately. rare (2%) (1).
Most authors advocate nonoperative mana-
Prophylactic Antimicrobial Agents gement of extraperitoneal bladder rupture, and report
few complications with this approach. A notable dif-
In extraperitoneal rupture, antim icrobial ference was found in the Vanderbilt University experi-
agents are instituted on the day of injury and continued ence, published in 1995 (16). This group reported sig-
until 3 days after the urinary catheter is removed. nificant (26%) complications in this population, includ-
Some authors ha ve suggested that this decreases ing urethrocutaneous fistula (3%), failure to heal (15%),
co mplica tions (1 6) , pe rhaps b y prote cting the and sepsis in one case leading to death (16). Poor out-
associa ted pelvic hematom a f rom infection. In come was most common in patients with severe pelvic
int r a pe r it on ea l r upt ur e , a n tim i cr obi a ls a r e fracture. Perhaps our policy of repairing extraperitoneal
administered for 3 days, in the perioperative period bladder ruptures in patients undergoing open repair of
only. After urinary catheters are removed, it is our anterior fractures decreases these injuries, as we have
policy to resume oral antimicrobial therapy for 3 days, not seen such poor results.

413

Gambar 7. Eksplorasi dan reparasi buli


Jika ahli ortopedi memasang plat untuk memperbaiki fraktur pelvis, mutlak harus
dilakukan penjahitan buli-buli guna menghindari terjadinya pengaliran urine ke
fragmen tulang yang telah dioperasi. Untuk memastikan bahwa buli-buli telah
sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau kateter sistostomi, terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat kemungkinan masih adanya
ekstravasasi urine. Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada
ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.

7. Jelaskan bagaimana Anda dapat mengaplikasikan konsep dasar komunikasi efektif,


etika profesi serta aspek kesehatan masyarakat pada kasus ini !
a. Medical indication:
Beneficence  Golden rule principle: dokter mampu menegakkan diagnosis pasien
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dengan dk/  Trauma
Vesika Urinaria
No. PERTANYAAN ETIK ANALISA

1.    Apakah masalah medis pasien? Apakah masalah Pasien diduga mengalami trauma
tersebut akut? Kronik? Kritis? Reversibel? Gawat vesika urinaria, akut, gawat
darurat? Kondisi Penyakit yang Terminal? darurat, bukan penyakit terminal

2.    Apakah tujuan akhir pengobatannya? Mengobati keluhan yang dialami


pasien dan menghambat terjadinya
komplikasi

3.    Pada keadaan apa pengobatan atau penatalaksanaan -


tidak diindikasikan?

4. Berapa besar kemungkinan keberhasilannya  dari Keberhasilan terapi dipengaruhi


beberapa pilihan terapi? sudah terjadi atau tidak
komplikasi

5. Adakah rencana lain bila terapi gagal? -

6. Bagaimana pasien ini diuntungkan dengan perawatan Memberikan tatalaksana yang


medis, dan bagaimana kerugian dari pengobatan sesuai kepada pasien
dapat dihindari?

     
 
b. Quality of life:
Nonmaleficence  Mencegah komplikasi, mencegah perburukan: pada kasus ini
kompetensi 2 dan merupakan kasus yg akut dan gawat darurat jadi harus segera
melakukan tindakan dengan tepat

No. Pertanyaan Etik Analisa

1.  Bagaimana prospek, dengan atau tanpa pengobatan Jika tidak dilakukan pengobatan akan
untuk kembali ke kehidupan normal, dan apakah terjadi komplikasi yang mungkin
ada gangguan dari fisik, mental ,dan social bila berpengaruh ke kehidupan sehari-hari
pengobatan berhasil? pasien.
2.  Apakah ada bias dalam penilaian dokter mengenai -
kualitas hidup pasien?

3.  Isu Etik apa yang muncul terkait dalam peningkatan -


kualitas hidup pasien?

4.  Bagaimana kondisi pasien sekarang atau masa Kelainan jangka panjang apabila tidak
depan, apakah kehidupan pasien selanjutnya dapat dilakukan penanganan yang tepat
dinilai seperti yang diharapkan? pasien dapat mengalami infeksi, abses
  pelvis, dan peritonitis

5. Apakah penilaian kualitas hidup menimbulkan Iya, karena belum dilakukannya


pertanyaan berkaitan dengan perubahan rencana pemeriksaan penunjang sistografi
penatalaksanaannya seperti untuk pengobatan yang untuk menentukan klasifikasi dan
bersifat pendukung saja? grading

6.  Apakah ada rencana alasan rasional untuk -


pengobatan selanjutnya ?  

7.  Apakah ada rencana untuk kenyamanan dan -


perawatan paliatif ?
 
c. Patient preference: Autonomy  Informed consent: setiap melakukan tindakan harus
diinformasikan secara lengkap dan jelas kepada pasien apabila pasien kompeten
 
No. Pertanyaan Etik Analisa

1. Apakah pasien telah diinformasikan mengenai keuntungan dan Tidak dijelaskan dalam
risikonya, mengerti atau tidak terhadap informasi yang skenario
diberikan dan memberikan persetujuan?

2.  Apakah pasien secara mental mampu dan kompeten secara Pasien secara mental
legal ? apakah ada keadaan yang menimbulkan kompeten untuk
ketidakmampuan ? menentukan keputusan

3.  Bila berkompeten, apa yang pasien katakan mengenai pilihan Tidak dijelaskan dalam
pengobatannya ? skenario

4.  Bila tidak kompeten apakah ada ungkapan pilihan pasien Tidak dijelaskan dalam
sebelumnya? skenario
5.  Bila tidak berkompeten, siapa yang dapat menggantikanya Tidak dijelaskan dalam
apakah orang yang berkompeten tersebut menggunakan standar skenario
yang sesuai dalam pengambilan keputusan ?

6.  Apakah pasien tersebut telah menunjukkan sesuatu yang lebih Tidak dijelaskan dalam
disukainya ? skenario

7.  Apakah pasien tidak berkeinginan / tidak mampu untuk bekerja Tidak dijelaskan dalam
sama dengan pengobatan yang diberikan ? bila iya, mengapa ? skenario

8.  Sebagai tambahan, apakah hak pasien untuk memilih untuk Tidak dijelaskan dalam
dihormati tanpa memandang etnis dan agama? skenario

 
d. Contextual features: Justice  dokter dapat memahami adanya faktor kepercayaan, sosial, dan
budaya yang mempengaruhi keputusan pasien
 
No. Pertanyaan Etik Analisa

1. Apakah ada masalah kepentingan professional, interprofesional ,yang Tidak dijelaskan


mungkin menimbulkan konflik kepentingan dalam penatalaksanaan dalam skenario
pasien? 

2. Apakah ada masalah keluarga yang mungkin pengambilan keputusan Tidak dijelaskan
pengobatan? dalam skenario

3. Apakah ada masalah dari dokter yang mungkin mempengaruhi Tidak dijelaskan
pengambilan keputusan pengobatan? dalam skenario

4. Apakah ada masalah faktor keuangan dan ekonomi? Tidak dijelaskan


dalam skenario

Tidak dijelaskan
5.  Apakah ada factor religi  dan budaya? dalam skenario

Tidak dijelaskan
6.  Apakah ada batasan kepercayaan? dalam skenario

Tidak dijelaskan
7.  Apakah ada masalah alokasi sumber daya? dalam skenario

Bagaimana hukum mempengaruhi pengambilan keputusan Tidak dijelaskan


8.  pengobatan? dalam skenario
Tidak dijelaskan
9.  Apakah penelitian klinik atau pembelajaran terlibat? dalam skenario

Tidak dijelaskan
Apakah konflik kepentingan di dalam bagian pengambilan keputusan dalam skenario
10.  didalam suatu institusi?
 
 
Primafacie: Nonmaleficence

DAFTAR PUSTAKA
1. Pietzman AB, Rhodes M, Schwab . The trauma manual: Trauma and acute care
surgery.  Philadelphia, Lippincott-Raven Publishers, 1998 
2. Purnama,BB. Dasar-dasar urologi. Jakarta : Sagung Seto, 2003
3. Brunicardi, F Charles; Andersen, Dana K; Billiar, Timothy R; Dunn, David L; Hunter, John
G. Schwartz. Principles of surgery. New York : McGraw-Hill Education. 2014
4. Moore KL, Dalleyl AF, Agur AMR, Clinically Oriented Anatomy, 7th Ed.
Baltimore : Lippincott Williams & Wilkins, 2014
5. Mescher AL, Junqueira’s Basic Histology, 14th ed, New York: Lange – Mc GrawHill,
2015

Anda mungkin juga menyukai