Anda di halaman 1dari 6

SENJA BERBALUT LUKA

Terkadang sebuah pertemuan memang tidak bisa direncanakan, begitu pula


perpisahan , mana tahu, dua orang yang baru saja bertemu tanpa sengaja
beberapa jam . Sudah akan berpisah kembali . Itulah siklus hidup manusia.
Tidak ada yang tahu pasti akhirnya akan seperti apa. Karena manusia hanya
berencana sedangkan Tuhanlah yang berkehendak.

Di suatu sore, ada seorang gadis berambut sebahu sedang menikmati senja di
tepi pantai. Ia duduk di tepi pantai tanpa beralaskan apapun. Pandangan gadis
itu kosong ke depan ,seolah sedang menerawang ke dalam masa lalu.

“Kak Echa ,tunggu aku!”( teriak Salsa sambil mencoba menyamakan langkah
kaki kecilnya dengan langkah kaki Kakaknya).

“Coba Acha sekarang kejar kakak kalau bisa .” (ledek Echa berlari
meninggalkan Acha).

Acha adalah sosok anak berusia tujuh tahun dengan kepribadian yang ceria
bahkan, di saat ia terluka pun ia masih mencoba untuk tersenyum. Aku sangat
malu dengan Acha di usianya yang tergolong muda ia sudah mampu
menanggung penyakit yang amat sangat mematikan. Namun, tak pernah
sekalipun aku mendengarnya mengeluh akan hal itu.

“Ihh... Kakak mah curang kan aku mah masih kecil, mana bisa lari mendahului
kakak.” (Ucapnya kesal karena berusaha mengejar Echa).

“Kak.. kepala aku pusing Kak.” (gumam Acha memegang kepalanya)

Echa pun yang mendengar itu berlari menghampiri Acha yang saat itu sudah
pingsan.
“Acha..... kamu kenapa ? Bangun Cha..” (teriak Echa berusaha membangun kan
Acha dengan menguncangkan tubuhnya).

Orang tua mereka yang sedang menikmati suasana di pinggir pantai pun ,
langsung berlari menghampiri mereka.

“Kak, Acha kenapa Kak?” (tanya sang Mama panik).

“Aku tidak tahu Ma.. saat bermain tadi Acha masih baik-baik saja . Namun, saat
berkejaran tiba-tiba saja Acha mengeluh bahwa kepalanya pusing dan setelah
itu ia pingsan.”(jelas Echa kepada Mamanya ).

“Ya sudah kalau begitu, kita bawa saja Acha secepatnya ke rumah sakit agar
segera ditangani!”(Ucap Papa panik).

“Kamu tidak usah ikut Kak! Biar Mama dan Papa yang pergi ke rumah sakit.”
(Perintah Mama).

Kedua Orang tua mereka pun bergegas membawa Acha yang sudah dalam
kondisi tak sadarkan diri ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, Dokter langsung memeriksa kondisi Acha ,dan


kedua Orang tuanya di perintah kan agar menunggu di luar. Selang beberapa
saat dokter pun keluar dan menemui orang tua Acha untuk memberi tahu
kondisi Acha.

“Pak.. Bu.. kondisi putri kalian cukup parah ,karena sel kanker yang berada di
otaknya semakin ganas dan telah mencapai stadium dua ,untuk itu jika Ibu dan
Bapak ingin sel tak semakin ganas maka harus menjalani kemoterapi rutin.”
(Ucap sang Dokter lugas).

“Apa ?? Kanker Dok?”(Ucap Papa terkejut).

“Pasti ada kesalahan Dok!anak kami tidak mungkin..” Sebelum menyelesaikan


bicaranya Mama pun tak sadarkan diri.
“Ya sudah . Bapak sebaiknya bawa istri Bapak pulang untuk menenangkan diri.
Saya pamit ya Pak.” (Ucap sang Dokter berlalu dari hadapan Orang tua Acha).

Di sisi lain Echa panik memikirkan hal apa yang sebenarnya terjadi kepada
Acha. Namun , Ia harus tahan itu semua hingga kedua Orang tuanya pulang ke
hotel. Ia pun memutuskan untuk berjalan-jalan di pinggir pantai ,menyaksikan
pemandangan pantai pada malam hari. Saat itu yang ada di pikiran Echa hanya
lah Acha. Karena, sedari kecil Acha memang sudah lahir dalam keadaan
prematur. Sehingga kondisi fisiknya tak sekuat yang lainnya. Udara di sekitar
pantai semakin dingin, Aku pun memutuskan untuk pulang ke hotel.

Sesampainya di sana ternyata ,Mama, Papa dan Acha sudah pulang. Acha pun
sudah dibawa ke kamar oleh Papa.

“Ma.. sebenarnya apa yang terjadi sama Acha?”(khawatir Echa)

“Adik Mu...kena kanker otak Kak.”(Ucap Mama terisak tak kuasa menahan air
mata).

“Apa Ma? Kanker otak?” “Mama pasti lagi bercanda kan Ma?”(Ucap Echa
marah , karena ia yakin Acha adalah anak yang kuat).

“Mama tidak bercanda Kak... dan sekarang sudah stadium dua.”(tegas Mama)

“Sudah , sudah.. yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana caranya Acha bisa
sembuh”. (lerai Papa).

Akhirnya mereka pun sepakat untuk mengikuti saran dokter yaitu melakukan
kemoterapi. Walau mereka tahu kemungkinan untuk Acha sembuh kecil.
Hari-hari pun tak terasa cepat berlalu, keadaan Acha semakin memburuk,
bahkan surai panjang yang indah itu kini tak menghiasi kepalanya. Bibir yang
semula merah , sekarang pucat pasi. Fisiknya pun semakin melemah karena jika
terlalu capek ia akan pingsan dan mimisan. Aku ,Mama dan Papa bingung harus
berbuat apa.

“Loh.. Acha sedang apa?” (tanya Echa yang sedari tadi memperhatikan adiknya
yang sedang menulis dalam buku catatan miliknya).

“Menulis sesuatu untuk Kakak. Tapi... Kakak bacanya pas aku sudah tidak ada
ya.. dan Aku mau Kakak bacanya di bawah senja persis saat liburan tahun lalu
Kak.” (Ucap Acha tersenyum)

“Kamu ngomong apa sih? Kamu pasti sembuh kakak yakin ,soalnya Acha anak
yang kuat.” (Ucap Echa tak kuasa menahan air matanya).

“Kak... Mungkin, dulu aku belum mengerti penyakit apa yang aku alami,tapi
sekarang sudah dua tahun berlalu. Aku sudah besar kak. Aku tahu kanker itu
penyakit yang sangat berbahaya. Apalagi aku sudah stadium akhir Kak.”

Mereka pun akhirnya saling berpelukan dan Echa pun berjanji akan membaca
pesan itu. Echa melakukan itu bukan karena Ia jahat. Namun, itu cara Ia
menyenangkan hati Acha. Jujur, Echa sangat sedih , Namun apa boleh buat. Ia
hanya mampu berdoa kepada Tuhan.

Setelah percakapan terakhir mereka Acha pun tiba-tiba saja mimisan dan tak
sadarkan diri. Acha pun segera dilarikan ke rumah sakit. Semuanya panik dan
kalut dalam pikiran masing-masing. Selang beberapa saat Dokter pun keluar.

“Dok bagaimana kondisi anak Saya?” , “Maaf sekali , anak Bapak dan Ibu tak
tertolong dan kami sudah melakukan hal semaksimal mungkin untuk
menolong.”
Jasad Acha pun segera dibawa menuju kamar jenazah, Echa menangis sejadi-
jadinya di depan jasad Acha dan berkata “gak.. Acha gak mungkin mati dia
anak yang kuat.”

Satu tahun berlalu, kini Echa di tempat yang sama. Pantai dimana Acha pingsan
dan di diagnosa mengidap kanker. Ia duduk di tepi pantai tanpa beralaskan apa
pun. Pandangan gadis itu kosong ke depan, seolah sedang menerawang ke
dalam masa lalu. Echa mengingat semua kenangan indah yang pernah Ia lalui
bersama Acha. Ia pun membuka pesan yang pernah Acha tulis dalam buku
catatan miliknya.

“ Kak... Jika baca surat ini tandanya aku sudah di surga ya kak ,jangan
sedih lagi Aku bahagia kok di sana. Kak aku mau ucapin banyak terima
kasih atas yang kakak perbuat untuk Aku. Kakak sudah menjadi Kakak
yang sangat hebat untukku. Kakak selalu mementingkan kepentingan Aku
di bandingkan kepentingan kakak sendiri.

Kak.. maaf belum bisa menjadi kuat seperti yang kakak bilang.

Maaf belum mampu menjadi Adik yang membanggakan.

Kak... Janji ya gak akan sedih lagi dan juga janji untuk jagain Mama dan
Papa.

Kakak harus bahagia ,Mama dan Papa juga. Karena kalian sudah banyak
merelakan kebahagiaan kalian demi Aku.

Aku sayang kalian semua... Aku pamit ya kak jaga diri baik-baik.

Salam Manis,

Acha
“Kakak juga sayang Acha ,yang tenang ya disana .”

“ Itulah siklus kehidupan tak tahu apa yang akan kita temui, entah itu
pertemuan atau perpisahan yang sama sekali tak pernah terbayangkan.
Siklus itu mau tak mau harus kita hadapi , karena Tuhanlah sebaik-baiknya
perencana. Percayalah semua yang bernyawa pasti akan mati. Maka dari itu
jalanilah kehidupan ini sebaik-baiknya agar kita memiliki bekal untuk
menemui Tuhan.

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : deizthy dwi maharani

Alamat : jln.Pedongkelan Belakang nomor.1 blok 1 RT


012/013. Kec. Kapuk , Kel. Cengkareng, Jakarta.

Email : dwimaharani2127@gmail.com

Instagram : @deizthydwi_

WhatsApp : 0895616420280

Anda mungkin juga menyukai