Anda di halaman 1dari 2

“ Kata : Aku ( tidak ) ingin mati ”

Karya Si Nad

Mati.. mati.. mati. Yang aku pikirkan hanya mati. Untuk apa seseorang yang memiliki penyakit
mental sepertiku memikirkan hal-hal menyenangkan. Tentu tidak berguna, benarkan?. Ah iya,
perkenalkan. Namaku Kata, singkatan dari Khalid Athalla yang berarti karunia Tuhan yang baik dan
penegak keadilan. Tahun ini aku berumur 17 tahun, mengenakan kacamata, berambut hitam legam,
dan bersekolah di SMA Cendana kelas 2.A jurusan IPA. Aku tidak tau kenapa orangtuaku menamai
aku dengan nama sebagus itu padahal sifatku tidak mencerminkan sifat “baik”. Bagaimana tidak, aku
pernah hampir membunuh temanku dengan tongkat bisbol yang ada di ruang tamu karena dia tak
sengaja menjatuhkan vas merah berukir patung Hades di sampingnya yang sangat ku sukai. Sejak saat
itu, ibu khawatir dengan sifatku. Beliau membawaku pergi untuk menemui psikolog. Cih, psikolog itu
mengatakan aku memiliki penyakit mental lalu memberi obat yang bahkan fungsinya tidak kuketahui.
Kini kepalaku pusing, badanku lemas, dan akhirnya ku rebahkan diriku di kamar yang temaram di
mana hanya disinari kemilau sang rembulan. Mataku menatap atap sambil bertanya, apa yang akan
terjadi besok jika aku masih hidup?. Ah, sial memikirkannya saja membuatku takut.

Pukul 06.00, alarmku berbunyi. Waktunya mandi lalu sarapan pagi. Hari ini, jadwalku pergi ke
rumah sakit untuk kontrol bulanan di RS Cendana. Ayah mengantarku dengan mobil dan sepanjang
perjalanan tak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Aku pun hanya diam saja, memakai
earphone dan mendengarkan lagu Yours-Chanyeol. Saat ayah mengendarai mobil dengan kecepatan
sedang, tiba-tiba ada mobil lain yang melaju dari sisi kiri dengan kecepatan penuh lalu menambrak
kami. mobil kami terbanting dan berputar-putar hingga akhirnya berhenti dengan keadaan terbalik.
Ayah terjepit setir dan badanku berbenturan dengan dashboard yang keras. Darah mengucur dari
dahiku lalu sepasang mataku melirik ayah, dia kesulitan bernapas tetapi bibirnya menyiratkan
senyuman. Seolah-olah dia berkata, tidak apa-apa ayah ada disisimu. Lalu, kami berdua tak sadarkan
diri.

Kata, bangun. Suara seseorang membangunkanku, aku pun terbangun. Tapi anehnya aku tidak
berada di rumah sakit, aku berada di taman?. Kalau dilihat-lihat, aku memakai pakaian yang aku
kenakan waktu berangkat tadi dan seharusnya pakaian itu bersimbah darah tapi kenapa tidak ada
bercak darah, Aku ada di mana?. Lalu taman itu berganti dengan pemandangan di mana terlihat
sepasang suami istri menangisi seorang anak yang perawakannya sama sepertiku. Itu aku? Tanyaku
dalam hati. “Iya, itu kamu” Ucap seseorang yang tidak kuketahui. Aku mencari-cari keberadaan orang
itu tapi nihil. Lalu dia berucap lagi “Jangan mencariku, Kata. Aku hanya ingin bilang, disaat kamu
ingin mati ada orang lain menginginkan kamu hidup. Disaat orang lain menghinamu ada orang lain
yang menghiburmu. Disaat kamu muak dengan kepahitan dunia ada orang lain yang akan
mendampingimu sehingga rasa pahit akan hilang berganti manis. Mati tidak membuatmu lebih baik
Kata. Apa dengan mati kamu merasa lega? Merasa bebanmu sudah hilang sepenuhnya? Tidak!! Justru
dengan mati kamu menambah beban, beban orangtuamu karena mereka merasa tidak bisa menjagamu
dengan baik sehingga kehilangan putra tercinta dan bebanmu yang melihat kedua orangtuamu
menangisi anaknya yang sudah tiada. Tak ada yang menjamin hidupmu bebas setelah mengalami
kematian. Tuhan belum memanggilmu, kamu masih belum pantas berada di sisi-Nya. Maka dari itu,
jangan buat takdirmu sendiri dengan menginginkan kematian. Kata, belum sampai kamu di akhir
cerita hidupmu. Setelah kamu bangun, kamu akan kembali ke awal. Di mana kamu tulis ulang
ceritamu. Tapi, kalau kamu ingin mati, kamu tidak bisa menulis cerita hidupmu. Membiarkannya
begitu saja, kosong dan hampa tidak menarik untuk dibaca. Karena itu Kata, ini hidupmu. Pilihanmu
ada dua, mati atau hidup kembali”. Kata yang mengalirkan bulir air mata menjadi tersadar betapa
egois dirinya. Ia menutup mata, menenangkan dirinya, lalu perlahan membuka mata. Dia tidak lagi
berada di taman tetapi di kamar inap. Ayah ibunya ada di samping kanan dan kirinya, ayahnya yang
berada di sisi kirinya memakai perban di kepala dan memakai infus di tangan, ada bengkak di pipi
kirinya dan kedua lengannya. Kata menangis lalu menggenggam tangan kedua orangtuanya. Ini
pilihan Kata, terus hidup dan memulai semuanya dari awal. Aku tidak ingin mati, aku akan mati jika
aku sudah berada di halaman terakhir cerita hidupku.

Tuhan tolong jaga aku selama aku belum sampai halaman terakhir, jika sudah sampai akhir
Engkau bisa mengambilku –Kata ( Karina Athalla)

Anda mungkin juga menyukai