Anda di halaman 1dari 23

Makalah Praktek Ibadah Kemasyarakatan

Cara Merawat Jenazah dan Sholat Jenazah


Dosen Pengampu : Karyono, M.Pd.I

Disusun oleh

Nama : Agus kurniawan (2011120)


Eka apriyant (2011126)
Shelfiyani (2011113)
Putri puspitasari (2011122)
Yogi yansyah helen (2011103)
Kelas : 3 PAI D

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil 'alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam
yang telah menganugerahkan keimanan, keislaman, kesehatan, dan kesempatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tentang “Cara
Merawat Jenazah dan Sholat Jenazah”. Shalawat serta salam tidak lupa kita
hanturkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang. Ucapan terimakasih kami
sampaikan kepada Bapak Karyno, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah
Psikologi Agama yang telah memberikan tugas ini kepada penulis sehingga
menambah wawasan penulis dan pembaca makalah ini. Dan ucapan terimakasih
juga kepada pihak yang telah membantu, memberi masukan, dan mendukung
penulisan makalah ini sehingga selesai pada waktunya. Semoga dibalas oleh Allah
SWT dengan ganjaran yang melimpah.
Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak
menutup kemunggkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat
diharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat menambah referensi keilmuan
kita.

Petaling, 12 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 2
A. Jenazah (Mayit) ....................................................................... 2
B. Sholat Jenazah .......................................................................... 11
C. Tata Cara Tahlil dan Do’a Tahlil .............................................. 16
BAB III PENUTUP .................................................................................... 19
A. Kesimpulan .............................................................................. 19
B. Saran ........................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian (ajal) adalah hal yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang
bernyawa, tidak ada yang mengetahui kapan dan di mana ia akan menemui ajal,
dalam keadaan baik atau buruk. Bila ajal telah tiba maka maka tidak ada yang bisa
memajukan ataupun mengundurkannya. Setiap Muslim wajib mengingat akan
datangnya kematian, bukan hanya karena kematian itu merupakan perpisahan
dengan keluarga atau orang-orang yang dicintai, melainkan karena kematian
merupakan pertanggung jawaban atas amal yang dikerjakan selama orang tersebut
hidup di dunia.
Tiap manusia sudah ditentukan ajalnya sendiri-sendiri oleh Allah swt, hanya
saja manusia tidak mengetahui kapan ajal itu akan datang, dan dimana tempatnya
ia menghembuskan nafas penghabisan. Ada manusia yang masih sangat muda
meninggal dunia, atau masih bayi atau sudah tua dan ada pula yang sudah sangat
tua baru meninggal, semua itu Allah swt yang menentukan. Hasil manusia tidak
dapat lari dari kematian. Mau lari ke mana, maka di sana pula mati akan
mengejarnya.
Dalam Al-Quran disebutkan :
َ ‫ا َ ْينَ َما ت َ ُك ْونُ ْوا يُد ِْر ْك ُّك ُم ْال َم ْوتُ َولَ ْو ُك ْنت ُ ْم فِ ْي ب ُُر ْوجٍ ُّم‬
.…‫شيَّدَة‬
Artinya;
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatimu sekalipun kamu
berada dalam benteng yang kuat …. ” (Q.S. An Nisa’ : 78). 1

Pengurusan jenazah muslim sangatlah penting karena jika ada seorang muslim
meninggal di suatu tempat dan tidak ada yang bisa merawatnya dengan benar
(sesuai dengan ajaran agama Islam), maka seluruh masyarakat yang tinggal di
tempat tersebut akan mendapatkan dosa karena pengurusan jenazah merupakan
wajib kifayah bagi umat Islam. Oleh sebab itu harus ada orang muslim yang
mampu untuk mengurusi jenazah dengan benar berdasarkan ajaran agama Islam.

1
https://quran.kemenag.go.id/sura/4 Diakses 12 Oktober 2021, 20:00 WIB
1
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui siapa saja yang berkewajiban atas jenazah.
2. Mengetahui apa yang seharusnya di lakukan orang yang masih hidup
terhadap jenazah.

C. Tujuan Masalah
1. Bagaimana cara mengurus jenazah menurut islam.
2. Membahas hukum dan dalil tentang mengurus jenazah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Memandikan Jenazah
1.Hukum Memandikan Jenazah2
Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadis
dari Ummi Athiyyah al-Anshariyyah RA yang diriwayatkan oleh banyak
imam hadits, di antaranya ialah Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan
al-Tirmidzi berbunyi: “Ummu Athiyah berkata, bahwa Rasulullah SAW
masuk ke (ruang) kami saat putrinya meninggal, beliau bersabda:
‘Mandikanlah ia tiga, lima kali, atau lebih dari itu, jika kalian melihatnya
itu perlu, dengan air atau daun bidara, jadikanlah yang terakhir dengan
kapur atau sesuatu dari kapur, jika kalian selesai memandikan, beritahu aku,’.
Ketika kami sudah selesai, kami pun memberitahu beliau, kemudian beliau
memberikan kepada kami selendang (sorban besar)nya sambil bersabda:
‘Selimutilah ia dengan selendang itu’.”
Selain itu, ada juga hadis dari Abdullah Ibnu ‘Abbas RA yang
diriwayatkan oleh banyak imam hadits, di antaranya ialah Imam al-Bukhari,
Muslim, al-Tirmidzi, al-Nasa`i, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-
Bazzar. Berikut bunyi hadits tersebut:

2
Artikel Fia Afifah R. Disunting:Andre Nur Oktaviani.ponpes Alhasanah. Bengkulu
2
“Seorang lelaki berihram (haji) dijatuhkan untanya dan ia meninggal
karena patah tulang lehernya, dan kami bersama Nabi SAW. Kemudian Nabi
bersabda: “Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, dan kafankanlah ia
dengan dua kain (ihram)’.”

2. Jenazah yang Harus dan Tidak Boleh Dimandikan


Ada beberapa syarat dari jenazah yang wajib dimandikan, yakni:
Jenazah seorang muslim atau Muslimah,Ada tubuhnya,Kematiannya bukan
kategori mati syahid,Bukan bayi yang meninggal karena keguguran. Selain
itu, ada dua jenazah yang tidak boleh dimandikan. Yaitu orang yang mati
syahid atau gugur saat berperang melawan orang kafir dalam rangka
membela agama Islam, dan bayi yang meninggal keguguran saat di dalam
kandungan. Kedua jenazah ini tidak boleh dimandikan dan juga tidak boleh
dishalati, melainkan cukup dikafankan dan dikuburkan. Ini sesuai dengan
ketentuan syar’i yang mendapatkan contoh langsung dari Rasulullah SAW.
Ada penjelasan atau pendapat tentang mengapa bayi yang meninggal
keguguran saat di dalam kandungan tidak boleh di mandikan :
Pertama, bayi yang terlahir dalam keadaan hidup, kemudian dia meninggal,
ulama sepakat, disyariatkan untuk dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan
dimakamkan.3

Ibnu Qudamah menyebutkan,

‫السقط الولد تضعه المرأة ميتا أو لغير تمام فأما إن خرج حيا واستهل فإنه يغسل ويصلى عليه بغير‬
‫ أجمع أهل العلم على أن الطفل إذا عرفت حياته واستهل يصلى عليه‬: ‫خالف قال ابن المنذر‬

Janin keguguran adalah janin yang dilahirkan ibunya dalam keadaan


telah meninggal atau tidak sempurna. Namun jika dia lahir hidup dan bisa
menangis, kemudian mati, maka dia dimandikan dan dishalati, berdasarkan
kesepakatan ulama. Ibnul Mundzir mengatakan, “Ulama sepakat bahwa bayi
yang terlahir dalam keadaan hidup, dengan dia menangis, maka dia
dishalati.” (al-Mughni, 2/393).

3
https://konsultasisyariah.com/24865-janin-keguguran-tidak-perlu-dimandikan.html di jawab
oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com) Diakses pada 12
Oktober 2021, 19:WIB
3
Kedua, janin yang meninggal dalam kandungan. Para Ulama berbeda
pendapat di sana. 4

Menurut Imam Malik, janin yang meninggal di dalam kandungan, atau lahir
dalam kondisi meninggal, tidak dishalati. Dalam kitab al-Mudawwanah
dinyatakan,

‫ يعني‬.‫ال يصلى على المولود وال يحنط وال يسمى وال يرث وال يورث حتى يستهل صارخا بالصوت‬
‫ينزل حيا‬

Bayi tidak perlu dishalati, tidak diberi wewangian (dikafani), tidak


diberi nama, tidak mendapat warisan maupun memberi warisan, kecuali jika
dia terlahir dengan menangis (mengeluarkan suara) terlahir dalam keadaan
hidup. (al-Mudawwanah, 1/255)

Beliau berdalil dengan hadis Jabir Radhiyallahu ‘anhu, bahwa


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ث َحتَّى يَ ْست َ ِه َّل‬


ُ ‫ُور‬
َ ‫ث َوالَ ي‬ َ ‫صلَّى‬
ُ ‫علَ ْي ِه َوالَ يَ ِر‬ َ ُ‫الط ْف ُل الَ ي‬
ِ

Bayi tidak perlu dishalati, tidak menerima warisan atau menurunkan


warisan, sampai terlahir dalam keadaan hidup. (HR. Turmudzi 1049 dan
dishahihkan al-Albani).

Pendapat Imam Malik juga sejalan dengan pendapat Sufyan at-Tsauri


dan as-Syafii. Pendapat kedua menyatakan bahwa janin meninggal di
kandugan, yang usianya 4 bulan ke atas, dia dimandikan dan dishalati. Ini
merupakan pendapat madzhab hambali.

Ibnu Qudamah menyebutkan keterangan Imam Ahmad,

‫ وهذا قول سعيد بن المسيب‬، ‫غسل وصلي عليه‬ ُ ‫ ” إذا أتى له أربعة أشهر‬: ‫قال اإلمام أحمد رحمه هللا‬
‫ وصلى ابن عمر على ابن البنته ولد ميتا‬، ‫ وإسحاق‬، ‫ وابن سيرين‬، “

Imam Ahmad mengatakan, ‘Jika janin telah berusia 4 bulan, dia


dimandikan dan dishalati. Ini merupakan pendapat Said bin Musayib, Ibnu
Sirin, dan Ishaq bin Rahuyah. Ibnu Umar menyalati cucunya yang terahir
dalam keadaan telah meninggal.’ (al-Mughni, 2/393).

Diantara dalil yang mendukung pendapat ini adalah hadis dari Mughirah bin
Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
4
Ibid. ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
4
َّ ‫عى ِل َوا ِلدَ ْي ِه بِ ْال َم ْغ ِف َرةِ َو‬
‫الرحْ َم ِة‬ َ ‫صلَّى‬
َ ‫علَ ْي ِه َويُ ْد‬ ُ ‫الس ْق‬
َ ُ‫ط ي‬ ِ ‫َو‬

Bayi keguguran itu dishalati, dan didoakan kedua orang tuanya


dengan ampunan dan rahmat.(HR. Ahmad 18665, Abu Daud 3182, dan
dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Imam Ahmad memberikan batasan usia janin 4 bulan, karena sejak


usia itu, janin telah ditiupkan ruh. Sebagaimana disebutkan dalam hadis
dari Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Kemudian Ibnu
Qudamah menjelaskan tentang hadis Jabir dia atas. Beliau mengarahkan
bahwa hadis itu dipahami untuk janin yang meninggal sebelum ditiupkan
ruh. Meninggal sebelum berusia 4 bulan dalam kandungan. Karena itu,
sama sekali tidak memiliki hak waris.
Ibnu Qudamah juga menegaskan, mengapa dianjurkan untuk menshalati
jenazah yang telah meninggal dalam kandungan,

‫أن الصالة عليه دعاء له ولوالديه وخير فال يحتاج إلى االحتياط واليقين لوجود الحياة بخالف الميراث‬

Bahwa menshalati jenazah merupakan doa untuk janin dan untuk


kedua orang tuanya, dan itu kebaikan. Sehingga tidak butuh
memperhatikan kehati-hatian dan yakin bahwa dia pernah hidup. Berbeda
dengan hukum warisan. (al-Mughni, 2/393).

Sehingga pendapat kedua inilah yang lebih kuat.Mengenai tata caranya,


sama dengan tata cara memandikan jenazah pada umumnya.

3. Syarat Orang yang Memandikan Jenazah5

Orang yang bertugas memandikan jenazah tidak boleh


sembarangan karena harus memiliki syarat-syarat tertentu. Syaratnya
adalah: Orang muslim,Berakal,Baligh,Jujur,Shalih,Terpercaya,Tahu tata
cara memandikan jenazah, danMampu menutupi aib jenazah. Karena
hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah, jadi siapa pun berhak
memandikannya selama memenuhi syarat. Walau demikian,
terdapat urutan mengenai siapa yang paling berhak dalam memandikan
jenazah.

5
Artikel ditulis oleh Fia Afifah R.Disunting oleh Andra Nur Oktaviani.Jakarta 18.46, 12/10/2021.
https://ponpes.alhasanah.sch.id/pengetahuan/7-adab-memandikan-jenazah-yang-harus-diketahui-
seorang-muslim

5
Penjelasan tentang urutan tersebut adalah sebagai berikut:

1.Jika jenazahnya laki-laki, maka urutannya: Laki-laki yang masih


ada hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua, atau
kakek.Istri.Laki-laki lain yang tidak ada hubungan
kekerabatan.Perempuan yang masih mahram (haram dinikahi oleh si
jenazah semasa masih hidup).

2.Jika jenazahnya perempuan, maka urutannya: Suami. Seorang


suami paling berhak memandikan istrinya, karena suami diperbolehkan
melihat semua anggota tubuh istrinya tanpa terkecuali.Perempuan yang
masih ada hubungan keluarga, seperti kakak, adik, orang tua atau
nenek.Perempuan yang tidak ada hubungan keluarga.Laki-laki yang
masih mahram (haram menikah dengan si jenazah semasa masih hidup).

Saat mengetahui ada yang meninggal, ada beberapa hal yang harus
dilakukan sebelum mulai memandikan jenazah, termasuk dalam tata cara
memandikan jenazah, ini adalah hal yang harus dipersiapkan sebelum
memandikan.
1. Persiapan
Yang pertama adalah menyiapkan ruangan tertutup. Ini dimaksudkan
agar tidak ada orang lain yang melihat jenazah yang sedang dimandikan,
dan juga dalam rangka menjaga aurat jenazah meskipun sudah tidak lagi
bernyawa sebagai penghormatan terakhir.
Kemudian menyiapkan peralatan,tempat atau alas untuk memandikan
jenazah. Usahakan agar memilih alas pemandian agak miring ke arah
kakinya, tujuannya agar air dan semua yang keluar dari jasadnya bisa
mengalir ke bawah dengan mudah. Air secukupnya,sabun,air kapur
barus,wangi-wangian,sarung tangan untuk memandikan,potongan atau
gulungan kain kecil-kecil,kain basahan, handuk.
Setelah mempersiapkan tempat dan peralatan, selanjutnya harus
memperhatikan tata cara memandikan jenazah. Sebelum memandikan
jenazah, petugas yang memandikan harus berniat terlebih dahulu. Bacaan
niatnya adalah:

6
Untuk jenazah laki-laki :
“Saya niat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari mayit (laki-
laki) ini karena Allah Ta’ala,”
Untuk jenazah perempuan:
“Saya niat memandikan untuk memenuhi kewajiban dari mayit
(perempuan) ini karena Allah Ta’ala,”.

2. Langkah-langkah Memandikan Jenazah


Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini adalah tata cara
memandikan jenazah dalam Islam:
Petugas menggunakan sarung tangan terlebih dahulu.Setelah
berniat,Kepala jenazah diangkat sampai setengah duduk, lalu perutnya
ditekan agar kotoran keluar semua.Selanjutnya siram seluruh tubuh
jenazah hingga kotoran yang keluar dari dalam perut tidak ada yang
menempel di tubuh jenazah.Setelah itu, bersihkan qubul (kemaluan
depan) dan dubur (kemaluan belakang) jenazah agar tidak ada kotoran
yang menempel di sekitar bagian tersebut.Setelah mengeluarkan kotoran
dari dalam perut, langkah selanjutnya ialah membasuh jenazah. Ini
dimulai dari anggota tubuh sebelah kanan, mulai dari kepala, leher, dada,
perut, paha sampai kaki paling ujung.Saat membasuh jenazah, sambil
dituangkan air ke tubuh jenazah, bagian tubuh jenazah juga digosok
dengan menggunakan sarung tangan atau kain handuk yang halus
Pastikan saat menggosok badan jenazah, tidak dilakukan dengan kasar
atau keras, melainkan dengan lembut.Memandikan jenazah boleh
dilakukan lebih dari satu kali, tergantung kebutuhan dan kebersihan yang
terasa.Setelah jenazah dimandikan, kemudian petugas mewudhukan
jenazah tersebut sebagaimana wudhu yang biasa dilakukan sebelum
shalat. Namun, petugas tidak perlu memasukkan air ke dalam hidung dan
mulut jenazah, tetapi cukup membasahi jari yang dibungkus dengan kain
atau sarung tangan, lalu digunakan untuk membersihkan bibir jenazah,
menggosok gigi dan kedua lubang hidung jenazah hingga
bersih.Selanjutnya, petugas menyela jenggot dan mencuci rambut

7
jenazah menggunakan air perasan daun bidara, lalu sisa perasan daun
bidara tersebut digunakan untuk membasuh sekujur tubuh
jenazah.Setelah proses pemandian jenazah selesai dilakukan, jenazah
dikeringkan dengan handuk. Sampai sini, proses pemandian jenazah
sudah selesai dan langkah selanjutnya ialah mengkafani jenazah.
Setelah memandikan jenazah, ada kewajiban lain yang harus
dilakukan oleh petugas. Yaitu apabila petugas menemukan aib pada saat
memandikan jenazah, maka ia wajib menjaga aib jenazah tersebut
dengan tidak menceritakannya ke orang lain.

B.Mengkafani Jenazah
1. Dalil mengkafani jenazah6
Mengkafani jenazah hukumnya sebagaimana memandikannya, yaitu
fardhu kifayah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas
radhiallahu’anhu tentang orang yang meninggal karena jatuh dari
untanya, di dalam hadits tersebut Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:
“Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia
dengan dua lapis kain” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206)

Kadar wajib dari mengkafani jenazah adalah sekedar menutup


seluruh tubuhnya dengan bagus. Adapun yang selainnya hukumnya
sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Apabila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka
hendaklah memperbagus kafannya” (HR. Muslim no. 943).
Kecuali orang yang meninggal dalam keadaan ihram, maka tidak
ditutup kepalanya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

6
Artikel Heri Setiawan .Jakarta.28 Feb 2019, 10:31 WIB.

8
“Jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah
akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR.
Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).

2. Kriteria kain kafan


a. Kain kafan untuk mengkafani jenazah lebih utama diambilkan dari harta
orang yang meninggal. Dan semua biaya pengurusan jenazah lebih
didahulukan untuk diambil dari harta jenazah saat masih hidup daripada
untuk membayar hutangnya. Ini adalah pendapat para ulama.
b. Memakai kain kafan berwarna putih hukumnya sunnah, tidak wajib.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayit dengan
kain warna putih. Karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian” (HR.
Abu Daud no. 3878, Tirmidzi no. 994, dishahihkan Al Albani dalam
Shahih Al Jami no.1236).
c. Disunnahkan menggunakan tiga helai kain putih.
Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dikafankan dengan 3 helai
kain putih sahuliyah dari Kursuf, tanpa gamis dan tanpa imamah” (HR.
Muslim no. 941).
d. Kain kafan untuk mayat perempuan
Para ulama berpendapat disunnahkan wanita menggunakan 5 helai
kain kafan. Namun hadits tentang hal ini lemah. Maka dalam hal ini
perkaranya tidak memberatkan, boleh hanya dengan 3 helai, namun 5
helai juga lebih utama. Disunnahkan menambahkan sarung, jilbab dan
gamis bagi mayit wanita.
e. Jenis kain kafan dan wewangian
Tidak ada ketentuan jenis bahan tertentu untuk kain kafan. Yang jelas
kain tersebut harus bisa menutupi mayit dengan bagus dan tidak tipis
sehingga menampakkan kulitnya. Disunnahkan memberi wewangian
pada kain kafan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

9
“Apabila kalian memberi wewangian kepada mayit, maka berikanlah
tiga kali” (HR Ahmad no. 14580, dishahihkan Al Albani dalam Ahkamul
Janaiz no. 84)”.
3. Cara membuat kain kafan
a. Guntinglah kain kafan menjadi beberapa bagian:
b. Kain kafan sebanyak 3 helai sepanjang badan mayit ditambah 50 cm.
c. Tali untuk pengikat sebanyak 8 helai: 7 helai untuk tali kain kafan dan
satu helai untuk cawat. Lebar tali 5-7 cm.
d. Kain untuk cawat. Caranya dengan menggunting kain sepanjang 50
cm lalu dilipat menjadi tiga bagian yang sama. Salah satu ujungnya
dilipat kira-kira 10 cm lalu digunting ujung kanan dan kirinya untuk
lubang tali cawat. Lalu masukkanlah tali cawat pada lubang-lubang itu.
Dalam cawat ini berilah kapas yang sudah ditaburi kapur barus atau
cendana sepanjang cawat.
e. Kain sorban atau kerudung. Caranya dengan menggunting kain
sepanjang 90/115 cm lalu melipatnya antara sudut yang satu dengan
yang lain sehingga menjadi segi tiga. Sorban ini berguna untuk mengikat
dagu mayit agar tidak terbuka.
f. Sarung. Caranya dengan menggunting kain sepanjang 125 cm atau
lebih sesuai dengan ukuran mayit.
g. Baju. Caranya dengan menggunting kain sepanjang 150 cm atau lebih
sesuai dengan ukuran mayit. Kain itu dilipat menjadi dua bagian yang
sama. Lebar kain itu juga dilipat menjadi dua bagian sehingga
membentuk empat persegi panjang.Lalu guntinglah sudut bagian tengah
menjadi segi tiga. Bukalah bukalah kain itu sehingga bagian tengah kain
akan kelihatan lubang berbentuk belah ketupat. Salah satu sisi dari
lubang itu digunting lurus sampai pada bagian tepi, sehingga akan
berbentuk sehelai baju.
4.Cara mengkafani jenazah
A. Bentangkan tali-tali pengikat kafan secukupnya. Tidak ada
jumlah tali yang ditentukan syariat, perkaranya longgar.
B. Bentangkan kain kafan lapis pertama di atas tali-tali tersebut.

10
C. Beri bukhur pada kain lapis pertama, atau jika tidak ada bukhur
maka dengan minyak wangi atau semisalnya.
D. Bentangkan kain kafan lapis kedua di atas lapis pertama.
E. Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis kedua.
F Bentangkan kain kafan lapis ketiga di atas lapis kedua.
G. Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis ketiga.
H. Letakkan mayit di tengah kain.
I. Tutup dengan kain lapis ketiga dari sisi kiri ke kanan, kemudian
kain dari sisi kanan ke kiri.
J. Tutup dengan kain lapis kedua dari sisi kiri ke kanan, kemudian
kain dari sisi kanan ke kiri.
K. Tutup dengan kain lapis pertama dari sisi kiri ke kanan,
kemudian kain dari sisi kanan ke kiri.
L. Ikat dengan tali yang ada yang sudah disediakan.

B. Sholat Jenazah
1.Pengertian dan hukum shalat jenazah
Shalat jenazah adalah jenis shalat yang dilakukan untuk muslim. Setiap
muslim yang meninggal baik laki-laki maupun perempuan wajib dishalati oleh
muslim yang masih hidup. Shalat jenazah merupakan salah satu praktik shalat
yang dilakukan umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia.
Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah fardhu kifayah.7
2.Syarat-syarat shalat jenazah
Adapun syarat-syarat shalat jenazah adalah sebagai berikut:
a. Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus menutup
aurat, suci dari hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya
serta menghadap kiblat.
b. Shalat jenazah baru dilaksankaan apabila jenazah sudah selesai
dimandikan dan dikafani.
c. Letak mayit sebelah kiblat orang yang menyalatinya, kecuali kalau shalat
dilakukan di atas kubur atau shalat ghaib.

7
Moh. Rifa'i, Fiqh Islam Lengkap, (semarang: Karya Toha Putra, 1978), h.103
11
3. Rukun-rukun shalat jenazah
a. Niat, menyengaja melakukan shalat atas mayit dengan 4 takbir, menghadap
kiblat karena Allah.
b. Berdiri bagi yang mampu
c. Empat kali takbir yang diselingi oleh beberapa bacaan
d. Membaca Al-Fatihah secara sir sesudah takbir pertama
e. Membaca shalawat kepada nabi saw. sesudah takbir kedua
f. Berdoa sesudah takbir ketiga
g. Berdoa sesudah takbir keempat
h. Salam8
4.Cara mengerjakan shalat jenazah
Shalat jenazah tidak disertai dengan rukuk dan sujud tidak dengan adzan
dan iqmat. Setelah berdiri sebagaimana mestinya, maka:
a. Berdiri menghadap kiblat. Jika jumlah yang melakukan shalat itu banyak,
jadikan 3 safan dapat lebih.9
b. Berniat
Lafal niatnya:
• Niat shalat jenazah untuk jenazah laki-laki:
ٍ ‫ت ا َ ْربَ َع ت َ ْكبِ َرا‬
َ ‫ت فَ ْر‬
‫ض ِكفَايَ ِة اِ َماما‬ ْ َ‫علَى َهذ‬
ِ ِ‫اال َمي‬ َ ‫ص ِلى‬ َ ُ‫ا‬
/ ‫َمأ ْ ُم ْوما ِهللِ ت َ َعالَى‬

Usholli ‘ala hadzal mayyiti arba’a takbirotin fardho kifayatin


imaman/ma’muman lillahi ta’ala.
“Saya niat salat atas jenazah ini empat kali takbir fardu kifayah, sebagai
imam/makmum karena Allah Ta’ala.”
• Niat shalat jenazah untuk jenazah perempuan:
‫ض ِكفَايَ ِة اِ َماما‬ ٍ ‫علَى َه ِذ ِه ْال َميِت َ ِة ا َ ْربَ َع ت َ ْكبِ َرا‬
َ ‫ت فَ ْر‬ َ ‫ص ِلى‬
َ ‫ا‬
/ ‫َمأ ْ ُم ْوما ِهللِ تَعَالَى‬

8
Moh. Rifa'i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Cet. II; Semarang: Karya Toha Putra,
2014), h.73
9
Atho Mudzhar, Pendidikan Agama Islam, (Cet. VII; Jakarta: Direktorat Pembinaan
Pendidikan Agama Islam, 1992), h.78
12
Usholli ‘ala hadzahihil mayyitati arba’a takbirotin fardho kifayatin
imaman/ma’muman lillahi ta’ala.
“Saya niat salat atas jenazah ini empat kali takbir fardu kifayah, sebagai
imam/makmum karena Allah Ta’ala.”
c. Takbiratul Ihram (takbir yang pertama) kemudian membaca surah Al-
Fatihah.
d. Takbir kedua kemudian membaca shalawat atas rasulullah SAW
minmal: "Allahumma Shalli alaa Muhammadin". Artinya: "Yaa Allah
berilah salawat atas nabi Muhammad".
e. Takbir ketiga kemudian membaca do'a untuk jenazah minimal:
"Allahummaghfir lahu warhamhu wa'aafihi wa'fu anhu" yang artinya: "Ya
Allah ampunilah dia, berilah rahmat, kesejahteraan dan maafkanlah dia".
Apabila jenazah yang disalati itu perempuan, maka bacaan lahuu diganti
dengan lahaa. Jadi untuk jenazah wanita bacaannya menjadi
"Allahummaghfir laha warhamha wa'aafiha wa'fu anha". Jika mayat
banyak maka bacaan Lahuu diganti dengan Lahum. Jadi untuk jenazah
banyak bacaannya menjadi: "Allahummaghfir lahum warhamhum
wa'aafihim wa'fu anhum".
f. Takbir keempat kemudian membaca doa minimal: "Allahumma laa
tahrimnaa ajrahu walaa taftinna ba'dahu waghfirlana walahu". Yang
atinya Yaa Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepadanya
atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya, dan janganlah
Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan
dia. Jika jenazahnya adalah wanita bacaannya menjadi "Allahumma laa
tahrimnaa ajraha walaa taftinna ba'daha waghfirlanaa walaha".
g.mengucapkan salam.
D.Menguburkan Jenazah10
Kewajiban yang keempat bagi seorang muslim yang masih hidup terhadap
muslim yang telah meninggal adalah menguburkannya. Tentunya
menguburkan jenazah tidak asal dimasukkan dan ditimbun tanah begitu saja.

10
https://islam.nu.or.id/post/read/85733/tata-cara-mengubur-jenazah-menurut-hukum-islam.Yazid
Muttaqin.Jakarta

13
Ada aturan-aturan tertentu yang digariskan oleh Islam di dalam pelaksanaan
penguburan ini. Ada perlakuan yang mesti dilakukan, ada doa-doa yang mesti
diucapkan.
Aturan-aturan Islam perihal penguburan ini menunjukkan bahwa Islam
sangat memuliakan umat manusia. Tidak hanya ketika masa hidupnya saja,
saat telah meninggal pun jenazah manusia mesti diperlakukan dengan baik.
Dalam Al-Qur’an Allah subhânahu wa ta’âla menyatakan:

‫َولَقَ ْد ك ََّر ْمنَا بَنِي آدَ َم‬


Artinya: “Dan sungguh telah Kami muliakan anak keturunan Adam.” (QS.
Al-Isra: 70)
Secara teknis Dr. Musthafa Al-Khin di dalam kitabnya al-Fiqhul Manhajî
menjelaskan tata cara mengubur jenazah sebagai berikut: Kewajiban minimal
dalam mengubur jenazah adalah dengan mengubur jenazah pada satu lubang
yang dapat mencegah tersebarnya bau dan dari dimangsa binatang buas, serta
dengan menghadapkannya ke arah kiblat.
Sedangkan untuk lebih sempurnanya mengubur jenazah dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1.Jenazah dikubur dalam sebuah lubang dengan kedalaman setinggi orang
berdiri dengan tangan melambai ke atas dan dengan lebar seukuran satu dzira’
lebih satu jengkal. Berdasarkan sebuah hadits riwayat Imam Turmudzi
berkenaan dengan para sahabat yang terbunuh pada waktu perang uhud,
beliau bersabda:
‫ َوأَحْ ِسنُوا‬،‫ َوأ َ ْو ِسعُوا‬،‫احْ ِف ُروا‬
Artinya: “Galilah liang kubur, luaskan dan baguskan.”
2. Wajib memiringkan jenazah ke sebelah kanan dan menghadapkannya
ke arah kiblat. Sekiranya jenazah tidak dihadapkan ke arah kiblat dan telah
diurug tanah maka liang kubur wajib digali kembali dan menghadapkan
jenazahnya ke arah kiblat bila diperkirakan belum berubah. Disunahkan untuk
menempelkan pipi jenazah ke bumi.
3. Bila tanahnya keras disunahkan liang kubur berupa liang lahat. Yang
dimaksud liang lahat di sini adalah lubang yang dibuat di dinding kubur

14
sebelah kiblat seukuran yang cukup untuk menaruh jenazah. Jenazah
diletakkan di lubang tersebut kemudian ditutup dengan menggunakan batu
pipih agar tanahnya tidak runtuh mengenai jenazah. Namun bila tanahnya
gembur maka disunahkan dibuat semacam belahan di bagian paling bawah
liang kubur seukuran yang dapat menampung jenazah di mana di kedua
tepinya dibuat struktur batu bata atau semisalnya. Jenazah diletakkan di
belahan liang kubur tersebut kemudian di bagian atasnya ditutup dengan batu
pipih lalu diurug dengan tanah. Bisa penulis gambarkan, belahan ini bisa jadi
semacam parit yang membelah bagian dasar liang kubur. Di parit inilah
jenazah diletakkan. Adapun batu pipih untuk penutup sebagaimana disebut di
atas, di Indonesia barangkali lebih sering menggunakan papan kayu sebagai
penutup jenazah agar tidak terkena reruntuhan tanah.
4. Setelah jenazah diletakkan secara pelan di dasar kubur disunahkan pula
untuk melepas tali ikatannya dimulai dari kepala. Akan lebih baik bila orang
yang meletakkan dan meluruskan jenazah di liang kubur adalah orang laki-
laki yang paling dekat dan menyayangi si mayit pada saat hidupnya. Pada
saat meletakkannya di liang lahat disunahkan membaca:
‫صلَّى هللا‬ ِ َّ ‫سو ِل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫علَى‬
ُ ‫سنَّ ِة َر‬ َ ‫بِس ِْم هللاِ َو‬
‫سلَّم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ
“Bismillâhi wa ‘alâ sunnati Rasûlillâhi shallallâhu ‘alaihi wa sallama.”
Mengikuti sunah Rasulullah sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat
Imam Abu Dawud dari sahabat Abdullah bin Umar, bahwa bila Rasulullah
meletakkan jenazah di dalam kubur beliau membaca bismillâhi wa ‘alâ
sunnati Rasûlillâhi shallallâhu ‘alaihi wa sallama. Sementara Syekh Nawawi
Banten dalam kitab Kâsyifatus Sajâ menambahkan bahwa ketika proses
mengubur jenazah disunahkan menutupi liang kubur dengan semisal kain
atau lainnya. Ini dimaksudkan barangkali terjadi ada yang tersingkap dari diri
jenazah sehingga terlihat apa yang semestinya dirahasiakan. Juga
disunahkan meletakkan jenazah di liang kuburnya dengan posisi tubuh
miring ke sebelah kanan. Bila dimiringkannya pada tubuh sebelah kiri maka
makruh hukumnya. Pada hal ini, dalam konteks wilayah Indonesia yang arah
kiblatnya cenderung ke arah barat sedangkan wajib hukumnya

15
menghadapkan jenazah ke arah kiblat, maka untuk memiringkan tubuhnya ke
sisi kanan ketika jenazah dikubur posisi kepala berada di sebelah utara. Bila
posisi kepala ada di sebelah selatan maka untuk menghadapkannya ke arah
kiblat mesti memiringkan tubuhnya ke sisi kiri.

C. Tata cara tahlil dan Do’a tahlil11


Tahlilan merupakan ritual pembacaan lafal tahlil(menghadiahkan
pahala) yang lazim di masyarakat Nusantara sejak ratusan tahun. Pembacaan
tahlil biasa dilakukan oleh masyarakat dalam rangka mendoakan jenazah baru
di makamnya, ahli kubur yang telah lama dimakamkan, dan mendoakan ahli
kubur dalam peringatan 1-7 hari, 15 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari di rumah
ahli musibah.
Pembacaan lafal tahlil juga dilakukan oleh masyarakat pada peringatan
haul, arwahan (ruwahan) di bulan ruwah, akhir Sya’ban, akhir Ramadhan, saat
kumpul keluarga untuk arisan misalnya, selamatan perkawinan (walimahan),
selamatan aqiqahan, walimatus safar, muludan, Isra dan Mi‘raj, selamatan
Syura’an (malam 10 Muharram), selamatan tujuh bulan, khitanan, ziarah
kubur setelah lebaran Idul Fitri, dan lain sebagainya.
Adapun berikut ini adalah susunan bacaan tahlil yang dikutip secara
utuh dari Kitab Majmu’ Syarif. Semoga susunan zikir, tahlil, dan doa tahlil
berikut ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Kami juga menyertakan
susunan zikir dan tahlil ini dengan terjemahan yang kami buat.
Adapun berikut ini adalah susunan bacaan tahlil yang dikutip secara utuh dari
Kitab Majmu’ Syarif. Semoga susunan zikir, tahlil, dan doa tahlil berikut ini
dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

1. Pengantar Al-Fatihah.
2. Al-Fatihah.
3. Surat Al-Ikhlas (3 kali).

11
Alhafiz Kurniawan. lengkap wirid, tahlil, maulid, istighotsah, hizib, dan Al-Qur'an; dan nikmati fitur
fitur ibadah. NU Online.

16
4. Tahlil dan Takbir.
5. Surat Al-Falaq.
6. Tahlil dan Takbir.
7. Surat An-Nas.
8. Tahlil dan Takbir.
9. Surat Al-Fatihah.
10. Awal Surat Al-Baqarah.
11. Surat Al-Baqarah ayat 163.
12. Ayat Kursi (Surat Al-Baqarah ayat 255)
13. Surat Al-Baqarah ayat 284-286.
14. Surat Hud ayat 73.
15. Surat Al-Ahzab ayat 33.
16. Surat Al-Ahzab ayat 56.
17. Shalawat Nabi (3 kali).
18. Salam Nabi
19. Surat Ali Imran ayat 173 dan Surat Al-Anfal ayat 40.
20. Hauqalah.
21. Istighfar (3 kali)
22. Hadits Keutamaan Tahlil.
23. Tahlil 160 kali.
24. Dua Kalimat Syahadat.
25. Doa Tahlil.
26. Shalawat Zat Mukammalah
27. Doa Kebaikan Lahir dan Batin.
28. Doa Keberkahan Al-Qur‘an.
29. Doa Wahbah untuk Para Sahabat Rasul dan Wali Allah.
30. Doa untuk Arwah Penghuni Makam Mualla, Syubaikah, Baqi‘, dan
Mereka yang Tidak Pernah Diziarahi.
31. Doa Permohonan Rahmat Berkah Al-Qur’an
32. Doa Ketenteraman untuk Ahli Kubur.
33. Doa Meminta Syafa‘at Al-Qur’an.
34. Doa Pengantar untuk Penghuni Baru Kubur.

17
35. Doa Kelapangan Kubur.
36. Doa untuk Ahli Kubur.
Untuk jenazah perempuan, kata ganti penanda maskuli/mudzakkar diganti
dengan kata ganti feminin/mu’annats.
37. Doa Khusus untuk Ahli Kubur yang Diziarahi
38. Doa agar Ingat dan Paham Al-Qur’an.
39. Doa Kemurahan dan Keridhaan Allah
Susunan bacaan zikir, tahlil, dan doa arwah ini diharapkan dapat
memudahkan bagi para pembaca sekalian sebagai pemandu pembacaan tahlil
atau sekadar pengingat bila mana Kitab Majmu' Syarif tertinggal ketika
diperlukan. Semoga Allah menerima bacaan zikir dan tahlil kita, serta
menyampaikan pahalanya untuk ahli kubur yang kita tuju.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum memandikan jenazah adalah fardhu kifayah. Orang yang
bertugas memandikan jenazah tidak boleh sembarangan karena harus memiliki
syarat-syarat tertentu. Syaratnya adalah: Orang muslim, Berakal, Baligh, Jujur,
Shalih,Terpercaya,Tahu tata cara memandikan jenazah, danMampu menutupi
aib jenazah. Mengkafani jenazah hukumnya sebagaimana memandikannya,
yaitu fardhu kifayah. . Shalat jenazah merupakan salah satu praktik shalat yang
dilakukan umat muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia.
Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Tahlilan
merupakan ritual pembacaan lafal tahlil(menghadiahkan pahala) yang lazim di
masyarakat Nusantara sejak ratusan tahun. Pembacaan tahlil biasa dilakukan
oleh masyarakat dalam rangka mendoakan jenazah baru di makamnya, ahli
kubur yang telah lama dimakamkan, dan mendoakan ahli kubur dalam
peringatan 1-7 hari, 15 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari di rumah ahli
musibah.

B. Saran
Semoga makalah ini bisa menjadi bahan acuan dan semangat untuk mengkaji
dan membuat makalah yang semakin baik. Pembahasan makalah ini mungkin
masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran
dan perbaikan dari para pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.99.co/blog/indonesia/tata-cara-mengurus-jenazah-menurut-islam/
/https://islam.nu.or.id/post/read/85332/tata-cara-memandikan-jenazah
https://alazharmemorialgarden.co/tata-cara-memandikan-jenazah
https://www.researchgate.net/publication/15351645_Muslim_customs_surroundin
g_death_bereavement_postmortem_examinations_and_organ_transplants
https://islam.nu.or.id/post/read/85733/tata-cara-mengubur-jenazah-menurut-
hukum-islam
Rifa'i, Moh. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Cet. II; Semarang: Karya Toha
Putra, 2014),
Mudzhar, Atho Pendidikan Agama Islam, (Cet.VII; Jakarta: Direktorat Pembinaan
Pendidikan Agama Islam, 1992),
https://ponpes.alhasanah.sch.id/pengetahuan/7-adab-memandikan-jenazah-yang-
harus-diketahui-seorang-muslim

Anda mungkin juga menyukai