Anda di halaman 1dari 26

Ekstrasi Enzim Amilase Dari Kecambah Kacang Hijau dan Pembuatan Kurva

Standar Maltosa

Amylase Enzyme Extraction from Green Bean Sprouts and Making Maltose Standard Curves

Ashari Nur Amri1, Diva Julia Fahrisa2, Ghina Faridah3, M. Erdian Juliadi4, Risa Rafiqa Ihsani5
Pendidikan Teknologi Agroindustri
Fakultas Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia

*Korespondensi: risarafiqa@student.upi.edu

ABSTRAK

Enzim adalah molekul protein yang berperan sebagai biokatalis dan berfungsi untuk
mengkatalisis reaksi-reaksi metabolisme yang berlangsung pada mahkluk hidup. Pembuatan
kurva standar sangat diperlukan sebagai acuan untuk sampel pada percobaan yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi produk yang dihasilkan dari hidrolisis enzim
yang sudah diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang ƛ =
540 nm. Pada pembuatan kurva pada praktikum ini dilakukan menggunakan sampel yaitu
maltosa dan diukur menggunakan metode DNS. Pada praktikum 1 berdasarkan hasil grafik,
suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim amilase. Enzim amilase dari ekstrak
kecambah dilakukan inkubasi pada suhu 40 oC, 60oC, dan 80oC. Secara berurutan rata-rata
aktivitas enzim, yaitu 3,909 µmol/mg.menit, 1,998 µmol/mg.menit, dan 20,831
µmol/mg.menit. sedangkan Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan bahwa persamaan
regresi untuk kurva standar maltosa adalah y= 2.349x+0.0015 dengan nilai kooefisien korelasi
(r) = 0,9527. Sedangkan praktikum 2 berdasarkan kurva standar maltosa, dapat dlihat bahwa
hubungan antara konsentrasi dan nilai absorbansi berbanding lurus.

Kata kunci: Enzim Amilase, Kurva Standar, Maltosa, Metode DNS

ABSTRACT

Enzymes are protein molecules that act as biocatalysts and function to catalyze metabolic
reactions that take place in living things. Making a standard curve is very necessary as a
reference for samples in experiments that aim to determine the relationship between the
concentration of products produced from the hydrolysis of enzymes that have measured the
absorbance using a spectrophotometer with length ƛ = 540 nm. In making the curve in this
practicum, the sample is maltose and measured using the DNS method. In practicum 1 based
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

on the results of the graph, the temperature is very influential on the activity of the enzyme
amylase. Amylase enzyme from sprout extract was incubated at 40oC, 60oC, and 80oC.
Sequentially average enzyme activity, namely 9,473 µmol / mg.minute, 12,305 µmol /
mg.minute, and 29,993 µmol / mg.minute. whereas Based on the data obtained, it was found
that the regression equation for the standard maltose curve is y = 2.349x + 0.0015 with the
correlation coefficient (r) = 0.9527. While practicum 2 is based on the maltose standard
curve, it can be seen that the relationship between concentration and absorbance value is
directly proportional.

Keywords : Amylase Enzyme, Standard Curve, Maltosa, DNS Method

PENDAHULUAN/ INTRODUCTION

a. Latar belakang

Enzim adalah molekul protein yang berperan sebagai biokatalis dan berfungsi untuk
mengkatalisis reaksi-reaksi metabolisme yang berlangsung pada mahkluk hidup. Fungsi ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungannya seperti temperatur, keasaman (pH), konsentrasi
substrat, konsentrasi enzim dan aktivator. Pada kondisi optimum, laju reaksi enzimatik akan
bekerja secara optimum, sehingga diperoleh produk yang lebih banyak. Laju reaksi enzimatik
akan bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim, akan tetapi laju reaksi dapat
mencapai konstan bila jumlah substrat bertambah terus sampai melewati batas kemampuan
enzim (Mappiratu, dkk, 2009). Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan enzim merupakan
sekelompok protein yang dapat mempercepat reaksi-reaksi biologi dalam tubuh makhluk
hidup tanpa merubah struktur kimia, bekerja secara spesifik dan dipengaruhi beberapa factor
yaitu suhu, pH, kosentrasi substrat, activator, dan konsentrasi enzim.
Enzim α-amilase merupakan suatu enzim ekstraseluler. Aktivitas enzimatiknya
tergantung pada suhu dan pH eksternal. Temperatur optimum untuk aktivitas enzim α-amilase
yaitu pada kisaran suhu 70-90oC. Selain itu, enzim α-amilase juga aktif pada kisaran pH 5,2-
5,6 .
Mekanisme kerja enzim α-amilase terdiri dari dua tahap, yaitu : tahap pertama degradasi
amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangat
cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi
pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Keduanya merupakan
kerja enzim α-amilase pada molekul amilosa. Pada molekul amilopektin kerja α-amilase akan
menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri α-limit dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri
dari empat atau lebih glukosa yang mengandung ikatan α-1,6-glikosidik (Winarno, 2010).

2
3

Pembuatan kurva standar sangat diperlukan sebagai acuan untuk sampel pada
percobaan. Pada pembuatan kurva standar yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
konsentrasi produk yang dihasilkan dari hidrolisis enzim yang sudah diukur absorbansinya
dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang ƛ = 540 nm.
Pada pembuatan kurva ini dilakukan menggunakan sampel yaitu maltosa dan diukur
menggunakan metode DNS, sehingga menghasilkan grafik konsentrasi maltosa terhadap hasil
absorbansi dari persamaan y = bx + a. Setelah dilakukannya pembuatan kurva standar,
selanjutnya pengujian pada ekstraksi enzim amilase dari kecambah kacang hijau dan disertai
oleh substrat amilum. Variasi perlakuan yang dilakukan terhadap suhu 40⁰C, 60⁰C dan 80⁰C
waktu inkubasi yang dilakukan adalah tetap selama 10 menit, serta dilakukan ulangan analisis
duplo setiap perlakuannya. Hasil dari praktikum tersebut akan didapatkan kondisi suhu
optimum enzim amilase dan konsentrasi produk (maltosa) yang dihasilkan dari proses
hidrolisis amilum oleh enzim.

b. Tujuan Praktikum

 Tujuan dari praktikum pembuatan kurva standar maltosa adalah untuk mengetahui kurva
standar maltosa dengan berbagai konsentrasi.
 Tujuan dari praktikum ekstraksi amilase dari kecambah kacang hijau adalah mengetahui
pengaruh perbandingan berat kecambah dan pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
enzim amilase.

c. Manfaat Praktikum

 Manfaat dari praktikum ekstraksi amilase dari kecambah kacang hijau adalah agar
mahasiswa dapat membuat kurva standar maltosa dengan berbagai konsentrasi.
 Manfaat dari praktikum ekstraksi amilase dari kecambah kacang hijau adalah agar
mahasiswa dapat mengetahui pengaruh perbandingan berat kecambah dan pelarut yang
digunakan dalam ekstraksi enzim amilase.

METODE/ MATERIALS AND METHODS

Praktikum 1 dan praktikum 2 pada mata kuliah Teknologi Enzim Industri dilaksanakan pada
hari Selasa, 30 April 2019 pukul 07.00 WIB hingga selesai. Pengujian ini dilakukan di
Laboratorium Teknologi Pengolahahan Hasil Pertanian (TPHP) Gd. Baru Lt. 4 Fakultas Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

a. Ekstrasi Enzim Amilase Dari Kecambah Kacang Hijau


Alat yang digunakan pada praktikum ke 1 yaitu, botol kaca kecil (100 ml), gelas beker
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

kecil, gelas beker besar, Tabung Reaksi Ulir (10 ml), Rak tabung reaksi, Kompor listrik, Pipet
ukur 1 ml, Pipet Ukur 10 ml, Propipet, Bototl pancar, Kuvet, Waterbath dan Penunjuk Waktu.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu daltosa 40mg, Larutan DNS 17 ml, Aquades, label
kecil, Tisu dan es batu.
Prosedur kerja yang dilakukan dalam ekstraksi enzim amilase dari kecambah kacang
hijau dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini.

 Diagram Alir 1
Pembuatan Kurva Standar

PEMBUATAN LARUTAN MALTOSA

PENGUKURAN ABSORBANSI KURVA


STANDAR METODE DNS PANJANG
GELOMBANG ƛ 540 nm

PENGUKURAN DUPLO SETIAP


KONSENTARSI

 Diagram Alir 2
Langkah Pembuatan Reagen DNS

1 gram DNS 30 gram Ka- 30 ml NaOH


acid Na-Tartrate 2M

 Diagram Alir 3
PENCAMPURAN
4

1 gram DNS 30 gram Ka- 30 ml NaOH


acid Na-Tartrate 2M
PELARUTAN
PENCAMPURAN
SAMPAI 100 ml
5

Langkah Pengukuran Absorbansi Kurva Standar

b. Pembuatan Kurva Standar Maltosa


Alat yang digunakan pada praktikum ke 2 yaitu, Tabung Reaksi, Propipet, Waterbath,
Vortex, Rak Tabung Reaksi, Pipet 1ml dan 10ml, Gelas Beker, Kompor Listrik, Rak Tabung
dan Penunjuk Waktu. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu, Kecambah Kacang Hijau,
Larutan Buffer pH 5, Aquadest, Dinitrosalicylic Acid (DNSA), Naoh, Ka-Na-Tartrate dan
Amilum.
Prosedur kerja yang dilakukan dalam ekstraksi enzim amilase dari kecambah kacang
hijau dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini.
 Diagram Alir 1
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

Ekstraksi Enzim Dengan Pelarut Buffer Asetat pH 5

KECAMBAH
KACANG HIJAU

PENAMBAHAN
PELARUT PENIMBANGAN 2,5 g
BUFFER

PENYARINGAN EKSTRAK ENZIM

PENGULANGAN PENYARINGAN

PENSATRIFUGASIAN 4000 rpm


SELAMA 15 MENIT

PENYIMPANAN ESKTRAKSI DI
LEMARI PENDINGIN

6
7

 Diagram Alir 2
Pengujian Aktivitas Enzim Dengan Pengukuran Jumlah Gula Reduksi Yang Dihasilkan
(Menit ke – 0)
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

 Diagram Alir 3
Pengujian Aktivitas Enzim Dengan Pengukuran Jumlah Gula Reduksi Yang Dihasilkan
(Menit ke – 10)

200 μl AMILUM 1%, 500 μl BUFFER Ph


(50mM) DAN 200 μl AQUADES

MASUKKAN KE DALAM TABUNG


REAKSI

PRE INKUBASI SELAMA 10 MENIT


PADA SUHU 60⁰C

PENAMBAHAN 100 μl TARTRATE ENZIM

PENGINKUBASIAN SELAMA 10
MENIT PADA SUHU 60⁰C

PENAMBAHAN 1ml LARUTAN DNS

PENGHOMOGENAN DENGAN VORTEX

PEMANASAN PADA AIR MENDIDIH


SELAMA 5 MENIT

PENDINGINAN DENGAN AIR ES SELAMA 5


MENIT DAN HOMOGENKAN

8
9

HASIL DAN PEMBAHASAN/ RESULTS AND DISCUSSION

Dalam hasil dan pembahasannya, dalam laporannya pada praktikum 1 dilaksanakan


praktikum dengan judul ektraksi enzim amilase dari kecambah kacang hijau, sedangkan pada
praktikum 2 dilaksanakan praktikum dengan judul pembuatan kurva standar maltosa.

a. EKSTRASI ENZIM AMILASE DARI KECAMBAH KACANG HIJAU


Menit Menit
Kelompok Suhu
ke-0 ke-10
1 40oC 0,061 0,214
2 40oC 0,955 1,430
3 60oC 1,249 1,247
4 60oC 0,529 0,852
5 80oC 1,109 2,270
6 80oC 0,485 2,671

Tabel Hasil Pengamatan Setiap Kelompok


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019

Pengujian aktivitas enzim amilase diketahui dengan mengukur jumlah gula reduksi
yang dihasilkan. Pada pengujian ini pengukuran dilakukan dengan 2 cara, yaitu pada menit
ke-0 dan menit ke-10. Ekstraksi enzim amilase menggunakan kacambah biji-bijian karena
pada kecambah biji-bijian mengandung protein, selama proses perkecambahan biji
melakukan aktivitas metabolisme. Metabolisme biji berkaitan dengan kegiatan enzim,
enzim amilase yang ada diplasma sel diperlukan biji pada proses metabolisme senyawa pati
yang berfungsi untuk mengkatalis pemecahan senyawa pati menjadi gula sederhana yang
larut dalam air dan diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan biji. Beta amylase
yang ada pada kecambah biji-bijian tersebut mengubah pati menjadi maltose melalui proses
hidrolisis (Sari, 2004).
Pada proses ekstraksi enzim amilase, menggunakan larutan buffer dengan pH 5
berfungsi untuk mempertahan pH enzim karena enzim merupakan protein yang rentan
terhadap pH dan panas. Pada menit ke-0 dan ke-10 dimasukan larutan DNS untuk
mengetahui adanya kerja enzim yang ada sebelum ditambahkan enzim dari ekstrak
kecambah kacang hijau. Pengukuran pada menit ke-0 ini disebut dengan kontrol.
Penggunaan kontrol ini digunakan untuk mengetahui adanya gula reduksi lain yang
mungkin ikut terhitung saat dilakukan pengujian atau sebagai acuan adanya gula reduksi.
DNS merupakan senyawa aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi maupun
komponen pereduksi lainnya untuk membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid, suatu
senyawa yang mampu menyerap dengan kuat radiasi gelombang elektromagnetik pada 540
nm. Semakin banyak komponen pereduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

semakin banyak pula molekul 3-amino-5-nitrosalicylic acid yang terbentuk dan


mengakibatkan serapan semakin tinggi (Sazciet.al. 1986 dalam Ariandi, 2016).
Reaksi dengan DNS yang terjadi merupakan reaksi redoks pada gugus aldehid gula
dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu DNS sebagai oksidator akan
tereduksi membentuk 3-amino dan 5- nitrosalicylic acid. Reaksi ini berjalan dalam suasana
basa. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna
kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan
(Sastrohamidjojo, 2005 dalam Ariandi, 2016).

Gambar Hasil Pengamatan Grafik Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Setiap Kelompok
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019

Berdasarkan grafik diatas, suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim


amilase. Enzim amilase dari ekstrak kecambah dilakukan inkubasi pada suhu 40 oC, 60oC,
dan 80oC, semakin tinggi suhu maka semakin tinggi aktivitas enzimnya. Secara berurutan
rata-rata aktivitas enzim, yaitu 3,909 µmol/mg.menit, 1,998 µmol/mg.menit, dan 20,831
µmol/mg.menit. Pada data absorbansi maltosa yang terbentuk dapat menghasilkan dari
hidrolisi amilum oleh enzim amilase. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan,
semakin banyak pula gula pereduksi (glukosa) yang terkandung dalam sampel (Ariandi,
2016). Berdasarkan teori semakin lama enzim bekerja pada suhu tinggi yang optimal
(enzim termofilik), maka reaksi enzim berlangsung lebih cepat. Setiap peningkatan suhu
1oC dapat meningkatkan rata-rata reaksi lebih 10% sampai mencapai suhu optimal, setelah
itu enzim menjadi tidak aktif (Illanes, 2008 dalam Heryanto, 2012 dalam Ariandi, 2016).
10
1
1

Selain itu, karena enzim merupakan protein, maka kemungkinan kenaikan suhu dapat
menyebabkan terjadinya proses denaturasi, apabila hal tersebut terjadi, maka bagian sisi
aktif enzim akan terganggu dan menyebabkan konsentrasi enzim menjadi berkurang
sehingga kecepatan reaksinya pun akan menurun (Ariandi, 2016).
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbansi adalah pelarut, pH, suhu, konsentrasi
elektrolit yang tinggi dan adanya pengganggu. Kebersihan juga mempengaruhi absorbansi
termasuk bekas jari pada dinding tabung harus dibersihkan dengan kertas tisu dan hanya
memegang bagian ujung atas tabung sebelum pengukuran (Hendayana, 1994). Selain itu,
hal yang dapat mempengaruhi absorbansi yang kurang tepat, yaitu pengenceran,
pemanasan, penambahan larutan, dan proses pengadukan tidak homogen.

b. PEMBUATAN KURVA STANDAR MALTOSA


Pada praktikum ini dilakukan pembuatan kurva standar maltosa dan ekstraksi
enzim amilase dari kecambah kacang hijau. Pada proses ekstraksi enzim juga dilakukan
perlakuan suhu yang berbeda yaitu 40°C ,60°C, dan 80°C. Menurut Heryanto (2012),
setiap peningkatan suhu 1°C dapat meningkatkan rata-rata reaksi lebih 10% sampai
mencapai suhu optimal, setelah itu enzim menjadi tidak aktif. Hal ini berkaitan dengan sifat
enzim yang sensitif terhadap suhu karena enzim merupakan protein sehingga memiliki sifat
jika terkena kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Sehingga jika
hal tersebut terjadi, maka bagian sisi aktif enzim akan terganggu dan menyebabkan
konsentrasi enzim menjadi berkurang.
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan larutan maltose dengan konsentrasi 0;
0.04; 0.08; 0.12; 0.16; 0.24; 0.32; 0.36; dan 0.40. Kurva standar ini digunakan untuk
mengetahui hubungan antara absorbansi dan konsentrasi pada larutan maltosa. Pengukuran
absorbansi kurva standar maltosa ini menggunakan metode DNS. Prinsip metode DNS
adalah gula pereduksi akan bereaksi dengan reagen DNS membentuk senyawa asam 3-
amino-5-nitrosalisilat yang berwarna kuning kecoklatan. DNS merupakan senyawa
aromatis yang akan bereaksi dengan gula reduksi maupun komponen pereduksi lainnya
untuk membentuk 3-amino-5-nitrosalicylic acid, suatu senyawa yang mampu menyerap
dengan kuat radiasi gelombang elektromagnetik pada 540 nm. Semakin banyak komponen
pereduksi yang terdapat dalam sampel, maka akan semakin banyak pula molekul 3-amino-
5-nitrosalicylic acid yang terbentuk dan mengakibatkan serapan semakin tinggi (Sazciet.al.
1986). Reaksi dengan DNS yang terjadi merupakan reaksi redoks pada gugus aldehid gula
dan teroksidasi menjadi gugus karboksil. Sementara itu, DNS sebagai oksidator akan
tereduksi membentuk 3-amino dan 5- nitrosalicylic acid. Reaksi ini berjalan dalam suasana
basa. Bila terdapat gula reduksi pada sampel, maka larutan DNS yang awalnya berwarna
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

kuning akan bereaksi dengan gula reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan
(Sastrohamidjojo, 2005).
Pengukuran absorbansi dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama
spektofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 540 nm. Spektofotometer adalah alat
yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer
adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Apabila
radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan berwarna, maka radiasi dengan
panjang gelombang tertentu akan diserap (absorbsi) secara selektif dan radiasi lainnya akan
diteruskan (transmisi). Nilai absorbansi ini akan bergantung pada kadar zat yang
terkandung di dalamnya, semakin banyak kadar zat yang terkandung dalam suatu sampel
maka semakin banyak molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang
tertentu sehingga nilai absorbansi semakin besar atau dengan kata lain nilai absorbansi
akan berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang terkandung didalam suatu sampel.
Setelah diperoleh nilai absorbansi maka dapat dibuat kurva standar glukosa dengan
memplot data konsentrasi larutan standar terhadap absorbansinya. Setelah diketahui nilai
absorbansinya, kemudian dapat dilakukan analisis total aktivitas enzim. Berikut merupakan
grafik kurva standar maltosa.

Gambar Hasil Pengamatan Kurva Standar Maltosa Setiap Kelompok


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2019

Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan bahwa persamaan regresi untuk kurva
standar maltosa adalah y= 2.349x+0.0015 dengan nilai kooefisien korelasi (r) = 0,9527.
Berdasarkan kurva standar maltosa, dapat dlihat bahwa hubungan antara konsentrasi
dan nilai absorbansi berbanding lurus. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi
nilai absorbansi yang dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi (glukosa) yang
terkandung dalam sampel.

12
1
3

KESIMPULAN/ CONCLUSIONS

1. Berdasarkan hasil grafik, suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim amilase. Enzim
amilase dari ekstrak kecambah dilakukan inkubasi pada suhu 40 oC, 60oC, dan 80oC, semakin
tinggi suhu maka semakin tinggi aktivitas enzimnya. Secara berurutan rata-rata aktivitas
enzim, yaitu 3,909 µmol/mg.menit, 1,998 µmol/mg.menit, dan 20,831 µmol/mg.menit.
2. Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan bahwa persamaan regresi untuk kurva standar
maltosa adalah y= 2.349x+0.0015 dengan nilai kooefisien korelasi (r) = 0,9527. Berdasarkan
kurva standar maltosa, dapat dlihat bahwa hubungan antara konsentrasi dan nilai absorbansi
berbanding lurus. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi nilai absorbansi yang
dihasilkan, semakin banyak pula gula pereduksi (glukosa) yang terkandung dalam sampel.

UCAPAN TERIMAKASIH/ ACKNOWLEDGMENTS


1. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dewi Nur Azizah, S.T.P., M.P. dan
Shinta Maharani, S.T.P., M. Sc sebagai Dosen Pengampu mata kuliah Teknologi Enzim
Industri, yang senantiasa meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan
masukkan, ilmu, arahan, dan motivasi yang bersifat membangun kepada penulis hingga
laporan praktikum ini dapat terselesaikan dengan baik.
2. Teh Hamidah sebagai asisten praktikum mata kuliah Teknologi Enzim Industri, terima
kasih atas kerjasama dan dukungan, yang senantiasa meluangkan waktu dan tenaganya
memberikan masukkan, ilmu, arahan selama kegiatan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA/ REFERENCES

Ariandi. (2016). PENGENALAN ENZIM AMILASE (ALPHA-AMYLASE) DAN REAKSI


ENZIMATISNYA MENGHIDROLISIS AMILOSA PATI MENJADI GLUKOSA. Jurnal
Dinamika, Vol. 07. No. 1, halaman 74-82.
Hendayana. (1994). Kimia Analitik Instrumen. IKIP Semarang Press, Semarang.
Heryanto, Tri E. 2012. Penentuan Aktivitas Amilase Kasar Termofil Bacillus subtilis Isolat Gunung
Darajat Garut, Jawa Barat. Universitas Pendidikan Indonesia. Repository. upi.ac.id.
Mappiratu. (2009), Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma
Cottonii Skala Rumah Tangga, Palu: Jurnal Media Litbang. 2(1): 01-06.
Sari, L. d. (2004). Hubungan Aktivitas Enzim Amilase Dengan Perkecambahan Tiga Varietas
Kedelai (Glycine Max (L) Marill) yang Berbeda. Undergraduate thesis, FMIPA Undip.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organic, Sterokimia, Lemak, dan Protein. Yogyakarta
:Gadjah Mada University Press.

Sazci A. Radforda A. & Erenler K. 1986. Detection of Cellulolytic Fungi by Using Congo red as an
Indicator: a Comparative Study with The Dinitrosalicyclic Acid Reagent Method. Journal of
Applied Bacteriology 61. 559-562.
Mappiratu. (2009), Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

Winarno, F.G. (1986). Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia.

LEMBAR KONTRIBUSI

1. Ashari Nuramri : Metode


2. Diva Julia Fahrisa : Pembahasan Praktikum 1
3. Ghina Faridah : Pembahasan Praktikum 1
4. M. Erdian Juliadi : Pendahuluan, lampiran
5. Risa Rafiqa Ihsani : Editor, abstrak, kesimpulan, lampiran

LAMPIRAN

14
1
5
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

16
1
7
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

18
1
9
APLIKASI ENZIM BROMELIN DAN PAPAIN PADA PROSES PENGEMPUKKAN
DAGING
APPLICATION OF BROMELIN ENZYMES AND PAPAINS IN THE MEAT
TENDERIZATION

Ghina Faridah1. Risa Rafiqa2, Diva Julia3, Ashari Nuramri4, Muhammad Erdian5
1,2,3,4,5
Pendidikan Teknologi Agroindustri,
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Email: ghinafrdh@student.upi.edu

ABSTRAK
Buah nanas dan pepaya merupakan bahan lokal yang mempunyai kandungan kimiawi
yang bersifat proteolitik yang mampu menyederhanakan protein menjadi asam amino
sehingga mudah diserap oleh daging. Enzim yang dihasilkan dari buah nanas adalah
bromelin, sedangkan pepaya menghasil enzim papain. Kedua enzim dapat dimanfaatkan
sebagai bahan yang dapat mengempukkan daging. Oleh karena itu, dilakukan praktikum
ini untuk mengetahui fungsi enzim bromelin dan papain serta pengaruh suhu dan waktu
inkubasi pada proses pengempukkan daging. Pada praktikum ini dilakukan pengekstrakan
enzim bromelin dan papain yang diaplikasikan pada daging sapi dengan suhu
penyimpanan yang berbeda yaitu 4oC (suhu kulkas), 280C (suhu ruang), dan 400C (suhu
waterbath) dengan waktu 10 menit, 20 menit, dan 30 menit. Pada suhu dan waktu yang
dibutuhkan untuk mengempukan daging adalah dengan suhu 40º C dengan waktu 30
menit pada perendaman enzim bromelin. Dan pada perendaman enzim papain, daging
yang lebih empuk dihasilkan oleh suhu ruang dalam waktu 30 menit.

Kata kunci: bromelin, ekstraksi, papain, pengempukkan

ABSTRACT
Pineapple and papaya fruit are local ingredients that have a proteolytic chemical content that can
simplify protein into amino acids so that it is easily absorbed by meat. The enzyme produced from
pineapple is bromelin, while papaya produces the enzyme papain. Both enzymes can be used as
ingredients that can reduce meat. Therefore, this practicum was carried out to determine the
function of the bromelin and papain enzymes and the effect of temperature and incubation time on
the meat bending process. In this lab extraction of bromelin and papain enzymes was applied to
beef with different storage temperatures of 4oC (refrigerator temperature), 280C (room
temperature), and 400C (waterbath temperature) with 10 minutes, 20 minutes and 30 minutes. At
the temperature and time needed to compress the meat is at a temperature of 40º C with 30
minutes in soaking the bromelin enzyme. And in the soaking of the enzyme papain, more tender
meat is produced by room temperature within 30 minutes.
Keywords :bromelin, extraction, papain, tenderization

PENDAHULUAN/ INTRODUCTION
Daging merupakan salah satu hasil ternak yang mengandung gizi lengkap seperti,
protein hewani, air, energi dan mineral sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat
dipenuhi. Daging sapi merupakan daging yang banyak digemari oleh masyarakat. Untuk
meningkatkan keempukan daging dapat dilakukan dengan proses enzimatis dengan cara
perendaman ekstrak buah nanas, dan ekstrak buah pepaya.
Enzim bromelin merupakan jenis enzim proteolitik asal nabati yang dapat diekstrak
dari buah nanas dan bermanfaat dalam mencerna protein di dalam makanan dan
menyiapkannya agar mudah diserap oleh tubuh. Salah satu manfaat buah nanas yang
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

telah banyak digunakan oleh masyarakat adalah sebagai bahan pengempuk daging
(Anam, 2003; Anonim, 2007 dalam Lismawati, 2017). Enzim bromelin dapat diekstrak dari
bagian batang atau hati buah nanas. Aktivitas enzim bromelin dari nanas terbukti dapat
mempertahankan mutu fisik daging (Anam, 2003 dalam Lismawati, 2017). Enzim
bromelin sering dimanfaatkan dalam usaha pengempukan daging karena kemampuan
proteolitiknya dapat menghidrolisis ikatan peptida dalam daging (Rosyidah, 2003).
Bromelin dapat membantu melarutkan pembentukan mukus dan juga mempercepat
pembuangan lemak melalui ginjal. Bromelin juga memiliki asam sitrat dan malat yang
penting dan diperlukan untuk memperbaiki proses pembuangan lemak dan mangan, dan
menjadi komponen penting enzim tertentu yang diperlukan dalam metabolisme protein
dan karbohidrat (Winastia, 2011 dalam Taqwdasbriliani, 2013).
Buah nanas (Ananas comosus) merupakan salah satu tanaman dapat menjadi
sumber bromelin yaitu suatu enzim proteolitik komplek yang di gunakan di farmasi (Moyle
dkk., 2005 dalam Lismawati, 2017). Selain itu nanas mengandung senyawa fitokimia
yang memiliki banyak khasiat medis. Bromelin dapat mengatasi radang, menghilangkan
nyeri, mempercepat penyembuhan luka, membantu pencernaan, meningkatkan
penyerapan obat, meningkatkan imunitas, peningkatan kualitas kordiovasculer dan
sirkulasi anti tumor (Cooreman dkk.,1976 dalam Lismawati, 2017). Buah nanas (Ananas
comosus) mengandung enzim Bromelin (enzim protease yang dapat menghidrolisa,
protein protease atau peptida,) sehingga mampu menguraikan serat-serat daging
sehingga daging lebih menjadi empuk (Anonimus, 2009 dalam Lismawati, 2017). Utami
2010 dalam Lismawati, 2017 menjelaskan bahwa perendaman daging dalam enzim
dapat meningkatkan keempukan daging dan akan menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi daging menjadi empuk.
Papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah papaya baik
dalam buah, batang, dan daunnya. Cara kerja enzim ini dapat dilakukan dengan cara
memecahkan molekul protein melalui kegiatan hidrolisis protein. Enzim ini mula-mula
akan merusak mukopolisakrida dari matriks substansi dasar ,kemudian secara cepat
menurun serat-serat tenunan pengikat dalam (Lewrie, 2003 dalam Lismawati, 2017).
Selama proses ini kolagen dan myofibril terhidrolisis Hal ini menyebabkan hilangnya
ikatan antar serat daging dan pemecahan serat fragmen yang lebih pendek, sehingga
meningkatkan keempukan daging. Enzim papain yang ditambahkan baru akan aktif pada
suhu diatas 80 derajat celcius, maka diperlukan proses pemasakan (Winarno 1993 dalam
Lismawati, 2017), (Yenny Okfrianti dkk,2011 dalam Lismawati, 2017)
Enzim papain bekerja lebih aktif pada protein nabati sedangkan bromelin bekerja
lebih aktif pada protein hewani. Papain relatif tahan terhadap suhu, bila dibandingkan
dengan enzim proteolitik lainnya seperti bromelin dan lisin. Enzim papain lebih tahan
terhadap suhu tinggi dibanding dengan enzim bromelin (Winarno, 1995 dalam
Taqwdasbriliani, 2013).
Buah nanas dan pepaya merupakan bahan lokal yang mempunyai kandungan
kimiawi yang bersifat proteolitik (enzim proteolitik) yang mampu menyederhanakan
protein menjadi asam amino sehingga mudah diserap oleh daging. Oleh karena itu,
penambahan enzim pada pakan perlu dilakukan agar protein mampu dimanfaatkan
secara efisien oleh daging. Enzim proteolitik atau enzim protase adalah enzim yang
mampu menghidrolisis protein dengan memutuskan ikatan peptida yang membentuk
komponen yang lebih kecil dan mudah dicerna. Aktifitas proteolitik merupakan tingkat
keefektifan enzim untuk menghidrolisis protein, contoh enzim protelitik adalah papain,

2
3

bromelin, rennet, dan renin (Nasution dkk, 2017).


Penggunaan enzim bromelin dan papain merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi tekstur daging. Enzim papain menguraikan protein daging pada serat-
serat otot dan menghidrolisis menjadi peptida yang lebih kecil. Enzim bromelin
menguraikan protein daging pada jaringan ikat protein dan dapat menghirolisis protein
(Winarno, 1993 dalam Lismawati, 2017). Oleh karena itu, praktikum ini memiliki tujuan
yaitu mengetahui fungsi fungsi enzim bromelin dan papain pada proses pengempukan
daging serta pengaruh waktu dan suhu inkubasi pada proses pengempukan daging

METODE
Pembuatan Ekstrak Pepaya
Pembuatan ekstrak papaya dilakukan dengan menimbang 300 gram papaya.
Kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan 600 ml aquadest
dengan perbandingan buah:aquadest (1:2) sampai benar benar halus seperti bubur.
Tahap terakhir yaitu papaya yang sudah berbentuk bubur disaring menggunakan kain
saring lapis 2 hingga menghasilkan ekstrak papaya.
Pembuatan Ekstrak Nanas
Pembuatan ekstrak nanas dilakukan dengan menimbang 500 gram nanas.
Kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan penambahan 1000 ml aquadest
dengan perbandingan buah:aquadest (1:2) sampai halus berbentuk bubur. Tahap terakhir
yaitu bubur nanas disaring menggunakan kain saring lapis 2 hingga menghasilkan ekstrak
nanas.
Prosedur Pengamatan Pengempukan Daging
Menyiapkan potongan daging sapi yang akan digunakan kemudian dipotong dadu
sebesar 2 x 2 cm sebanyak 19 buah. Selanjutnya letakkan satu potong daging pada
setiap gelas beker berukuran 250ml. Lalu proses perendaman daging dilakukan
menggunakan enzim papain yang didapatkan dari ekstrak papaya dan enzim bromelin
yang didapatkan dari ekstrak nanas. Kemudia penambahan 25 ml ekstrak pepaya pada
sembilan gelas beker pertama dan 25 ml ekstrak nanas pada sembilan gelas beker
lainnya, berilan label pada setiap gelas beker. Untuk satu buah gelas beker sisanya tidak
diberikan penambahan enzim dan disimpan pada suhu almari pendingin sebagai kontrol.

Selanjutnya meletakkan masing-masing gelas beker yang sudah berisi daging dan
ekstrak buah pada lemari pendingin untuk pengamatan pada suhu 4oC, pada ruangan
terbuka untuk pengamatan pada suhu 28oC, dan pada water bath untuk pengamatan
pada suhu 40oC. Kemudian mengamati tekstur dan warna daging sapi pada tiap suhu
yang diamati pada rentang waktu 10 menit, 20 menit, dan 30 menit. Pengamatan
perubahan yang terjadi pada daging (pengamatan meliputi warna dan tekstur daging).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berikut merupakan tabel hasil pengamatan pada aplikasi enzim bromelin dan papain serta pengaruh suhu
dan waktu inkubasi
Jenis Pengamatan Suhu Kulkas 4oC Suhu Ruang 280C Suhu Waterbath 400C
Enzim 10’ 20’ 30’ 10’ 20’ 30’ 10’ 20’ 30’
M Pucat M pucat M pucat M pucat M pucat M pucat Pucat + Pucat ++ Pucat +
Warna
+ ++ +++ ++ ++ ++ ++
Kontrol
Keras + Keras + Keras + Empuk Empuk Empuk Empuk ++ Empuk + Empuk
Tekstur
+ ++ + + + +++
Bromelin Warna Merah M pucat M pucat M pucat M pucat M pucat M M Coklat
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

cerah + + + + ++ +++ Kecoklatan + Kecolatan Pucat +


++ +
Empuk ++ Empuk Empuk Empuk Empuk Empuk Empuk + Empuk + Empuk
Tekstur
+ ++ ++ + ++ +++ + +++
M pucat + M pucat M pucat M pucat M pucat M pucat Abu pucat + Abu pucat Abu
Warna
++ ++ + ++ +++ ++ pucat +
Papain
Empuk + Empuk Empuk Empuk Empuk Empuk Empuk + Empuk + Empuk
Tekstur
++ +++ + ++ +++ ++
Tabel 1. Hasil Pengamatan

Pengempukan daging dengan enzim adalah salah satu metode yang sudah lama
dilakukan. Secara biokimia, pelunakkan daging dapat dianggap sebagai proses degradasi
protein struktur/serat atau berubahnya struktur kuartener menjadi struktur sederhana.
Salah satu cara untuk mengubah struktur ini adalah melalui hidrolisis dengan bantuan
enzim protease. Ikatan peptide dapat dihrolisis dengan perebusan didalam asam kuat
atau basa kuat untuk menghasilkan komponen asam amino dalam bentuk bebas
(Oktapiana, 2015).
Larutan yang digunakan untuk pengempukan daging ini dengan enzim protease
yaitu papain dan bromelin. Praktikum kali ini menggunakan variasi waktu dan suhu yang
bertujuan untuk mengetahui suhu dan waktu yang paling efektif dalam proses
pengempukan daging. Suhu yang digunakan yaitu suhu ruang 40C dan 400C dengan lama
waktu 5, 10, dan 15 menit. Suhu dan waktu pada proses pengempukan daging saling
mempengaruhi karena keduanya adalah faktor yang dapat membuat keempukan pada
daging itu sendiri. Kualitas daging dipengaruhi oleh metode pemasakan dan lama waktu
pemasakan. Lama waktu pemasakan dapat mempengaruhi kualitas daging karena
struktur mikro dan kandungan nutrien daging berubah (Soeparno, 2005).
Pada praktikum kali ini, suhu yang digunakan yaitu suhu kulkas 40C, suhu ruang
280C dan suhu waterbath 400C Berdasarkan hasil pengamatan, daging yang direndam
hanya dengan aquades (kontrol) terlihat semakin lama waktu semakin pucat warna
daging, tekstur daging pada suhu ruang 280C tidak mengalami perubahan dan pada suhu
40C mengalamai perubahan menjadi keras. Hal ini dikarenakan pada kontrol tidak
terdapat enzim yang dapat membantu mendegradasi protein, oleh sebab itu tekstur yang
dihasilkan tidak mengalami perubahan atau melunak dan warna pucat pada daging
diakibatkan oleh teroksidasinya daging akibat perendaman dalam aquadest.
Pada larutan enzim bromelin, pada suhu 400C terlihat semakin lama waktu yang
digunakan, semakin empuk daging yang diperoleh. Suhu sangat erat berhubungan
dengan energi aktivitas dan kestabilan enzim. Peningkatan suhu dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan reaksi dan secara bersamaan meningkatkan kecepatan inaktivasi
enzim. Temperatur mempengaruhi aktivitas enzim. Pada temperatur rendah, reaksi
enzimatis berlangsung lambat, kenaikan temperatur akan mempercepat reaksi, hingga
suhu optimum tercapai dan reaksi enzimatis mencapai maksimum. Kenaikan temperatur
melewati temperatur optimum akan menyebabkan enzim terdenaturasi dan menurunkan
kecepatan reaksi enzimatis (Taqwdasbriliani, 2013)
Berbeda dengan larutan enzim papain, terlihat semakin lama waktu yang
digunakan semakin pucat warna daging. Pada berbagai suhu, larutan papain ini
menunjukan daging yang tidak tercabik namun daging mengalami perubahan tekstur
menjadi empuk (+++) tidak seempuk larutan yang ditambahkan bromelin. Hal ini
dikarenakan perbedaan mekanisme kerja enzim papain dan bromelin yaitu terletak pada,
enzim papain dalam proses pengempukkan daging menyerang protein pada serat-serat

4
5

otot (muscle fiber) dan menghidrolisisnya menjadi peptide yang lebih kecil sedangkan
enzim bromelin lebih menyerang pada jaringan ikat protein, mendegradasinnya dan
selanjutnya memberikan efek empuk pada daging (Murtini, 2002).
Ketika daging direndam oleh ekstrak enzim terjadi perubahan yang jelas pada
tekstur dan warna, namun pada beberapa perlakuan suhu dan waktu daging yang
mengalami perubahan tekstur dan warna tersebut mengalami perubahan kembali ketika
dilakukan penyimpanan kontak langsung dengan udara. Salah satu sebabnya adalah
karena terjadinya oksidasi mioglobin. Mioglobin yang merupakan pigmen pada otot
daging, juga dapat mengalami oksidasi. Jika mioglobin mengalami oksidasi berlebihan
maka berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat. Hal itu menandakan bahwa
daging mengalami kerusakan.
KESIMPULAN
Ekstrak enzim bromelin adalah ekstrak enzim yang lebih efektif dibandingkan
dengan ekstrak enzim papain. Karena keempukan yang dihasilkan oleh perendaman
pada ekstrak enzim bromelin lebih baik. Pada suhu dan waktu yang dibutuhkan untuk
mengempukan daging adalah dengan suhu 40º C dengan waktu 30 menit pada
perendaman enzim bromelin. Dan pada perendaman enzim papain, daging yang lebih
empuk dihasilkan oleh suhu ruang dalam waktu 30 menit. Ketika daging direndam oleh
ekstrak enzim terjadi perubahan yang jelas pada tekstur dan warna. Hal ini disebabkan
karena terjadinya oksidasi mioglobin. Mioglobin yang merupakan pigmen pada otot
daging, juga mengalami oksidasi. Jadi, jika mioglobin mengalami oksidasi berlebihan
maka akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna coklat.

DAFTAR PUSTAKA

Lismawati, R.T.(2017). Daya Pengempukan Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya) Dan
Ekstrak Buah Nanas (Ananas Comosus) Terhadap Daging Paha Ayam
Kampung Dinilai Dari Daya Putus Dan Gambaran Mikroskopis. IMVET, 01(4):
788-793

Murtini, E.S dan Qomarudin.(2003). Pengempukan Daging dengan Enzim Protease


Tanaman Biduri (Calotropis gigantea). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 14
(3); 266-   268.

Nasution E.P.A, Z. A (2017). Pengaruh Kombinasi Enzim Papain dan Enzim Bromelin
Terhadap Pemanfaatan Pakan dan Pertumbuhan Ikan Nilem Ostheocillus vittatus.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, Volume 2, Nomor 3:
339-348

Oktapiana,Vina.(2015). Aplikasi Enzim Papain dan Bromelin pada Proses


PengempukanDaging.[Online].Diaksesdarihttps://vinaoktap2015.wordpress.com/
015/07/25/aplikasi-enzim-papaindanbromelinpada-proses-pengempukan daging/

Silaban, R.(2009). Kajian pemanfaatan getah buah untuk melunakkan daging, Media
Prima Sains, Vol 1 No. 1.
Soeparno.(2005). Ilmu dan Teknologi Daging.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press

Taqwdasbriliani E.B, J. H.(2013). Pengaruh Kombinasi Enzim Papain Dan Enzim Bromelin
Terhadap Pemanfaatan Pakan dan Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan
Risa Rafiqa Ihsani dkk / Teknologi Enzim Industri (2019)

(Epinephelus Fuscogutattus). Journal of Aquaculture Management and


Technology, Volume 2, Nomor 3, Halaman 76-85

Lampiran

1. Perendaman daging dengan larutan bromelin menggunakan suhu penyimpanan


kulkas (4oC), lama penympanan 10, 20, dan 30 menit

2. Perendaman daging dengan aquades (Kontrol) menggunakan suhu penyimpanan


kulkas (4oC), lama penympanan 10, 20, dan 30 menit

3. Hasil daging yang sudah direndam dengan bromelin dan aquades (kontrol)

6
7

Lembar Kontribusi

Ghina Faridah : Editor, abstrak, kesimpulan


Risa Rafiqa : Pembahasan, kesimpulan
Diva Julia : Pendahuluan, lampiran
Ashari Nuramri : Pembahasan
Muhammad Erdian : Metode

Anda mungkin juga menyukai