Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH IJTIHAD

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”IJTIHAD
SEBAGAI HUKUM ISLAM YANG KETIGA” ini. Makalah ini merupakan laporan yang
dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat
kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad SAW, keluarga,
para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam ajaran beliau.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh
kedangkalan dalam memahami teori, keterbatasan keahlian, dana, dan tenaga
penulis. Semoga segala bantuan, dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang
telah diberikan kepada kami dapat bernilai ibadah di sisi Allah Subhana wa Taala.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfat bagi kita semua, khususnya bagi
penulis sendiri.

Makassar, 16 Oktober 2012


Tim penulis
DAFTAR ISI
BAB I
1.1   Latar Belakang……………………………………. 1
1.2   Rumusan Masalah……………………………….. 2
1.3   Tujuan……………………………………………… 2
BAB II
2.1   Pengertian Ijtihad…………………………………. 3
2.2   Kedudukan ijtihad dalam hukum islam………… 3
2.3   Bentuk atau macam ijtihad…………………….... 4
2.4   Syarat-syarat mujtahid…………………………… 5
BAB III
3.1   Kesimpulan………………………………………... 9
3.2   Saran………………………………………………. 9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………. 10
LAMPIRAN……………………………………………….... 11

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Dewasa ini, kita tahu bahwa hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumber
dari wahyu agama, sehingga istilah hukum Islam mencerminkan konsep yang jauh
berbeda jika dibandingkan dengan konsep, sifat dan fungsi hukum biasa. Seperti
lazim diartikan agama adalah suasana spiritual dari kemanusiaan yang lebih tinggi
dan tidak bisa disamakan dengan hukum. Sebab hukum dalam pengertian biasa
hanya menyangkut soal keduniaan semata. Sedangkan Joseph Schacht
mengartikan hukum Islam sebagai totalitas perintah Allah yang mengatur
kehidupan umat Islam dalam keseluruhan aspek menyangkut penyembahan dan
ritual, politik dan hukum.
Pada umumnya sumber hukum islam ada dua, yaitu: Al-Qur’an dan Hadist,
namun ada juga yang disebut Ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga berfungsi
untuk menetapkan suatu hukum yang tidak secara jelas ditetapkan dalam Al-Qur’an
maupun Hadist. Namun demikian, tidak boleh bertentangan dengan isi kandungan
Al-Quran dan Hadist.

1.2   Rumusan Masalah


1.2.1     Menjelaskan pengertian tentang Ijtihad
1.2.2     Bagaimana kedudukan ijtihad dalam hukum islam
1.2.3     Menjelaskan bentuk atau macam ijtihad
1.2.4     Menjelaskan syarat-syarat mujtahid
1.3   Tujuan
1.3.1     Untuk mengetahui pengertian tentang Ijtihad
1.3.2     Untuk mengetahui kedudukan ijtihad dalam hukum Islam
1.3.3     Untuk mengetahui bentuk atau macam Ijtihad
1.3.4     Untuk mengetahui syarat-syarat Mujtahid

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Ijtihad
Kata Ijtihad berasal dari kata Ijtahada-yajtahidu-ijtihādan yang berarti
mengerahkan segala kemampuan untuk menanggung beban. Menurut bahasa,
ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalm mencurahkan pikiran. Menurut istilah,
ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-
sungguh untuk menetapkan suatu hukum. Oleh karena itu, tidak disebut ijtihad
apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam suatu pekerjaan. Secara terminologis,
berijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk mencari syariat melalui
metode tertentu.
2.2       Kedudukan ijtihad dalam hukum islam
Masalah-masalah yang menjadi lapangan Ijtihad adalah masalah-masalah yang
bersifat Zhanny, yakni hal-hal yang belum jelas dalilnya baik dalam Al-Qur’an
maupun Hadist.
Adapun hal-hal yang bersifat Qat’iy, yakni hal-hal yang telah tegas dalilnya.

Tentang kedudukan Ijtihad terdapat dua golongan, yaitu:


Golongan 1:
Berpendapat bahwa, tiap-tiap mujtahid adalah benar dengan alasan karena
dalam masalah tersebut Allah tidak menentukan hukum tertentu sebelum
diIjtihadkan.
Golongan 2:
Berpendapat bahwa yang benar itu hanya satu, yaitu hasil ijtihad yang cocok
jangkauanya dengan hukum Allah, sedang bagi yang tidak cocok jangkauannya
maka dikategorikan salah.
2.1   Bentuk atau macam ijtihad
2.1.1     Ijmā
Kesepakatan para ulama mujtahid dalm memutuskan suatu perkara atau hukum.
Ijmā dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan secara
khusus dalam kitab Al-Qur’an dan sunah.
2.1.2     Qiyās
Mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan hukumnya
dengan masalah lama yang pernah ada karena alasan yang sama.
2.1.3     Mașlahah Mursalah
Merupakan cara dalam menetapkan hukum yang berdasarkan atas pertimbangan
kegunaan dan manfaatnya.
2.2   syarat-syarat mujtahid
Orang-orang yang melakukan ijtihad, dinamakan mujtahid, dan harus memenuhi
beberapa syarat.
2.2.1     Mengarti bahasa Arab
Sebagaimana kita ketahui kedua dasar hukum islam menggunakan bahasa Arab.
Maka dari itu, seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa Arab dalam rangka agar
penguasaannya pada objek kajian lebih mendalam.
2.2.2     Memahami tentang Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam primer di mana sebagai fondasi dasar hukum
Islam. Oleh karena itu, seorang mujtahid harus mengetahui Al-Qur’an secara
mendalam. Barangsiapa yang tidak mengerti Al-Qur’an sudah tentu ia tidak mengerti
syariat Islam secara utuh. Mengerti Al-Qur’an tidak cukup dengan piawai membaca,
tetapi juga bisa melihat bagaimana Al-Qur’an memberi cakupan terhadap ayat-ayat
hukum.
         Mengetahui Asbab al-nuzul
Mengetahui sebab turunnya ayat termasuk dalam salah satu syarat mengatahui Al-
Qur’an secara komprehensif, bukan hanya pada tataran teks tetapi juga akan
mengetahui secara sosial-psikologis.
         Mengetahui nasikh dan mansukh
Pada dasarnya hal ini bertujuan untuk menghindari agar jangan sampai berdalih
menguatkan suatu hukum dengan ayat yang sebenarnya telah dinasikhkan dan tidak
bisa dipergunakan untuk dalil.
2.2.3     Mengerti tentang sunah
As-Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau ketentuan yang diriwayatkan dari Nabi
SAW.
         Mengetahui ilmu Diroyah Hadist
Ilmu Diroyah menurut Al-Ghazali adalah mengetahui riwayat dan memisahkan
Hadist yang shahih dari yang rusak dan Hadist yang bisa diterima dari Hadist yang
ditolak.
         Mengetahui Hadist yang nasikh dan mansukh
Mengetahui Hadist yang nasikh dan mansukh ini dimaksudkan agar seorang
mujtahid jangan sampai berpegang pada suatu Hadist yang sudah jelas dihapus
hukumnya dan tidak boleh dipergunakan. Seperti Hadist yang membolehkan nikah
mut’ah di mana Hadist tersebut sudah dinasakh secara pasti oleh Hadist-Hadist lain.
         Mengetahui Asbab Al-Wurud Hadist
Syarat ini sama dengan seorang Mujtahid yang seharusnya menguasai Asbab Al-
Nuzul, yakni mengetahui setiap kondisi, situasi, lokus, serta tempus Hadist tersebut
ada.
2.2.4     Mengetahui hal-hal yang di Ijma’-kan dan yang di-Ikhtilaf-kan
Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah disepakati oleh
para ulama, sehingga tidak terjerumus memberi fatwa yang bertentangan dengan
hasil ijma’. Sebagaimana ia harus mengetahui nash-nash dalil guna menghindari
fatwa yang berseberangan dengan nash tersebut.
2.2.5     Mengetahui Ushul Fiqh
Di antara ilmu yang harus dikuasai oleh Mujtahid adalah ilmu ushul fiqh, yaitu suatu
ilmu yang telah diciptakan oleh para fuqaha utuk meletakkan kaidah-kaidah dan cara
untuk mengambil istimbat hukum dari nash dan mencocokkan cara pengambilan
hukum yang tidak ada nash hukumnya. Dalam ushul fiqh, mujtahid juga dituntut
untuk memahami qiyas sebagai modal pengambilan ketetapan hukum.
2.2.6     Mengetahui maksud-maksud hukum
Seorang mujtahid harus mengerti tentang maksud dan tujuan syariat, yang mana
harus bersendikan pada kemaslahatan umat. Dalam arti lain, melindungi dan
memelihara kepentingan manusia.

2.2.7     Bersifat adil dan taqwa


Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh Mujtahid benar-
benar proporsional karena memiliki sifat adil, jauh dari kepentingan politik dalam
istimbat hukumnya.
2.2.8     Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya
Seorang Mujtahid harus mengetahui tentang keadaan zamannya, masyarakat,
problemnya, aliran ideologinya, politiknya, agamanya dan mengenal hubungan
masyarakatnya dengan masyarakat lain serta sejauh mana interaksi saling
mempengaruhi antara masyarakat tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Ijtihad adalah sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan
berbagai metode yang diterapkan beserta syarat-syarat yang telah ditentukan untuk
menggali dan mengetahui hukum Islam untuk kemudian diimplementasikan dalam
kehidupan bermasyarakat. Tujuan ijtihad dilakukan adalah upaya pemenuhan
kebutuhan akan hukum karena permasalahan manusia semakin hari semakin
kompleks di mana membutuhkan hukum Islam sebagai solusi terhadap problematika
tersebut. Jenis-jenis ijtihad adalah ijma’, qiyas, dan maslahah mursalah.
3.2   Saran dan kritik
Demikian makalah ijtihad dalam mata kuliah yang tentunya masih jauh dari
kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh
pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun
demi kesempurnaan hasil diskusi kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu
ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin!

DAFTAR PUSTAKA

Djalil, H. A. Basiq (2010). Ilmu Ushul Fiqih 1 dan 2. Jakarta: Kencana.

Ilmy, Bachrul (2012). Pendidikan Agama Islam untuk Kelas X SMK. Bandung: Grafindo
Media Pratama.

Lismanto (2012). Makalah tentang Ijtihad. From file:///E:/agama/Makalah%20Tentang


%20Ijtihad.htm, 15 Oktober 2012.

Anda mungkin juga menyukai