Anda di halaman 1dari 35

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pangan merupakan bentuk kebutuhan manusia yang mendasar untuk
dipenuhi setiap saat. Pemenuhan kebutuhan pangan telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pangan yang baik berarti pangan
yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya, aman, bergizi, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.
Upaya pemenuhan kebutuhan pangan merupakan upaya penting untuk
menciptakan kehidupan yang sehat, aman dan produktif secara berkelanjutan
(Elizabeth, 2011).
Sampai saat ini pangan masih menjadi persoalan yang besar, dimana jika
dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat pesat setiap
tahunnya. Masyarakat menggantungkan kebutuhan pangan nya pada satu
komoditas yaitu beras. Hal tersebut menjadi permasalahan besar, dikarenakan
Indonesia masih sering tersendat dalam penyediaan jumlah produksi beras, hingga
terkadang masih tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk Indonesia
yang terus meningkat. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 menempuh angka
270, 20 juta jiwa, bertambah hingga 32,56 juta jiwa dibandingkan pada tahun
2010 dengan laju pertumbuhan 1,25 persen (Badan Pusat Statistik, 2020).
Permasalahan tentang ketersediaan pangan hingga detik ini tergolong
sebagai masalah besar yang belum bisa untuk dituntaskan. Permasalahan tersebut
menjadi sangat penting untuk dipikirkan, dimana kebutuhan pangan penduduk
Indonesia yang masih seringkali tersendat. Upaya yang dianggap sebagai langkah
yang baik dalam mengatasi persoalan tersebut adalah diversifikasi pangan.
Diversifikasi dianggap penting karena Indonesia sering tersendat dengan
permasalah distribusi beras. Diversifikasi adalah sebuah konsep yang memadukan
perangkat kebijakan dan tidak dapat berdiri sendiri (Elizabeth, 2011).
Diversifikasi pangan disini bukan mengambil alih beras sebagai pengganti
seluruhnya, tetapi mengganti serta memperbaiki pola konsumsi suatu masyarakat,
dengan tujuan pangan akan menjadi lebih beragam dengan kualitas gizi yang lebih
baik. Penafsiran serta uraian tentang diversifikasi sering sekali salah diartikan,
dikarenakan sebagian masyarakat menganggap bahwa beras adalah makanan

1
2

pokok di Indonesia, walaupun sebagian masyarakat Indonesia di beberapa wilayah


mengkonsumsi jagung, ubi kayu, ubi jalar, jagung dan sagu sebagai makanan
pokok. Sehingga agenda kebijakan pemerintah yang dikembangkan seringkali
hanya berfokus pada isu seputaran beras (Elizabeth, 2011).
Salah satu komoditi yang dijadikan alternatif pangan selain beras adalah ubi
jalar. Menurut Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2013), ubi jalar dan berbagai
umbi-umbian lainnya adalah komoditi yang mengandung karbohidrat selain padi,
jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan ubi kayu sehingga baik
untuk dijadikan makanan pokok. Pada saat ini bahan pangan yang cocok untuk
dijadikan alternatif substitusi beras ialah ubi jalar. Terdapat kelebihan yang
dimiliki ubi jalar dari pada umbi lainnya, yaitu terdapat kandungan betakaroten,
antosianin yang merupakan zat pencegah penyakit kanker dan juga memiliki
kandungan vitamin yang sangat baik untuk tubuh manusia yaitu vitamin A dan
juga vitamin C. Selain itu ubi jalar memiliki keunggulan adaptasi yang tinggi dan
salah satu komoditi yang memiliki rasa yang enak. Keunggulan tersebut
memberikan peluang bagi masyarakat untuk menciptakan pekerjaan baru di
bidang pengolahan hasil, sehingga dimana akan dapat meningkatkan pendapatan
petani agar dapat menghidupinya dan keluarganya.
Komoditi tanaman pangan yang dikembangkan di Provinsi Jambi yaitu padi,
jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar
(Lampiran 1). Pada data perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas
tanaman pangan di Provinsi Jambi yang disajikan di Lampiran 1 dapat dilihat
bahwa komoditi tanaman pangan yang memiliki produktivitas tertinggi dalam
kurun waktu 3 tahun terakhir yaitu ubi jalar. Produktivitas ubi jalar yang tinggi
diharapkan menjadi pangan alternatif, dimana sistem tanam ubi jalar yang mudah
ketika masyarakat kesulitan mendapatkan beras dan gandum. Berikut untuk data
lebih rincinya mengenai luas panen ubi jalar yang ada di Provinsi Jambi ada pada
Tabel 1.
3

Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di Provinsi Jambi
tahun 2015-2019*.

Luas Panen Produksi Produktivitas


Tahun
(ha) (ton) (ton/ ha)
2015 2.511 79.393 31,61
2016 1.672 46.624 27,88
2017 1.245 34.934 28,05
2018 982 29.242 29,77
2019* 1.461 56.523 38,68
Rata-Rata 1.574,2 49.343,2 31,19
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Provinsi Jambi (2021).
Ket: 2019* = Angka Sementara.
Berdasarkan luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di Provinsi
Jambi tahun 2015-2019*, perkembangan luas panen dan produksi ubi jalar di
Provinsi Jambi berfluktuasi dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2015-2018 terjadi
penurunan luas panen dan juga produksi ubi jalar. Penurunan luas panen dan
produksi terbesar terjadi pada tahun 2016 dengan penurunan luas panen sebesar
33,41% dan penurunan produksi sebesar 41,27%, kemudian di tahun 2019* luas
panen dan produksi meningkat, peningkatan luas panen sebesar 48,77% dan
peningkatan produksi sebesar 93,29%. Jika dibandingkan dengan pengembangan
usahatani ubi jalar nasional, Provinsi Jambi masih lebih unggul, hal tersebut dapat
dilihat dari produktivitasnya (Lampiran 2). Berdasarkan data perkembangan luas
panen, produksi dan produktivitas ubi jalar nasional tahun 2014-2018* pada
Lampiran 2 dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas ubi jalar nasional yaitu
17,03 ton/ha. Dari data tersebut menjadi tantangan besar untuk dapat
mempertahankan dan mengembangkan produksi ubi jalar di Provinsi Jambi.
Produksi ubi jalar di Provinsi Jambi tersebar di sebelas kabupaten/ kota di
Provinsi Jambi dengan luas panen dan produksi yang berbeda. Kabupaten
Merangin menjadi sentra produksi produksi ubi jalar terbesar setelah Kabupaten
Kerinci. Kondisi geografi wilayah Kabupaten Merangin juga mendukung untuk
untuk kegiatan pertanian, salah satunya adalah budidaya ubi jalar. Berikut untuk
data luas panen ubi jalar per kabupaten/kota di Provinsi Jambi dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar per kabupaten/
kota di Provinsi Jambi tahun 2018.

Wilayah Luas Panen Produksi Produktivitas


4

(ha) (ton) (ton/ha)


Kerinci 466 17.652 37,87
Merangin 282 7.213 25,57
Sarolangun 15 213 14,20
Batang Hari 15 250 16,77
Muara Jambi 18 213 11,83
Tanjung Jabung Timur 44 1.031 23,43
Tanjung Jabung Barat 8 89 11,12
Tebo 30 296 9,86
Bungo 73 1.402 19,20
Kota Jambi 12 207 17,25
Sungai Penuh 20 677 33,85
Jumlah 982,3 29.242 20,08
Sumber: Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Provinsi Jambi (2021).
Dari Tabel 2, terlihat bahwa luas panen dan produksi ubi jalar di Kabupaten
Merangin berada diurutan kedua setelah Kabupaten Kerinci, sedangkan untuk
produktivitasnya berada diurutan ketiga setelah Kabupaten Kerinci dan Sungai
Penuh. Permasalahan tersebut diakibatkan oleh intensitas pengolahan ubi jalar dan
penguasaan teknologi yang belum optimal, menyebabkan produktivitas ubi jalar
belum optimal. Dari permasalahan diatas menjadi tantangan besar untuk
meningkatkan dan mengembangkan ubi jalar di Kabupaten Merangin agar
masyarakat dapat meningkatkan pendapatannya. Selain itu perlu juga adanya
pengolahan ubi jalar menjadi produk olahan yang mampu menciptakan nilai
tambah, sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan
pendapatannya.
Apabila dilihat dari pengembangan komoditi ubi jalar di Kabupaten
Merangin dalam kurun waktu 5 tahun terakhir berfluktuasi tetapi cenderung naik,
hal tersebut dapat dilihat dari luas panen dan produksi yang diusahakan (Lampiran
3). Pada data perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di
Kabupaten Merangin pada Lampiran 3 dapat dilihat bahwa kenaikan luas panen
terbesar terjadi pada tahun 2019 yaitu 385 ha dengan persentase kenaikan sebesar
36,52% dan di iringi dengan kenaikan produksi sebesar 13.999 ton dengan
persentase kenaikan produksi sebesar 84,37%. Berbeda halnya dengan
produktivitasnya menunjukkan angka yang baik selama 5 tahun terakhir, hal
tersebut terlihat rata-rata produktivitas setiap tahunnya meningkat, hanya terjadi
penurunan kurang dari satu persen di tahun 2017.
5

Tabel 3. Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di tingkat


nasional, Provinsi Jambi, Kabupaten Merangin dan Kecamatan
Jangkat tahun 2018.

Uraian Luas Panen Produksi Produktivitas


(ha) (ton) (ton/ha)
Nasional 106.226 1.914.244 18,02
Provinsi Jambi 982 29.242 29,77
Kabupaten Merangin 282 7.213 25,57
Kecamatan Jangkat 88 1.877 21,32
Sumber: Data sekunder diolah (2021).
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa produktivitas ubi jalar tertinggi pada
tahun 2018 terjadi di tingkat Provinsi Jambi yaitu sebesar 29,77 ton/ha, sedangkan
untuk kecamatan jangkat produktivitasnya sebesar 21,32 ton/ha lebih besar dari
produktivitas Nasional, namun jika dibandingkan dengan produktivitas Provinsi
Jambi dan Kabupaten Merangin masih tergolong rendah. Rendahnya produktivitas
Kecamatan Jangkat dapat disebabkan penggunaan input produksi yang belum
optimal. Upaya sebagai langkah tersebut dengan cara penggunaan pupuk
berimbang dosis, waktu dan cara yang tepat sesuai dengan kondisi dan sifat kimia
tanah setempat.
Komoditi ubi jalar tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Merangin,
Kecamatan Jangkat merupakan kecamatan yang menempati urutan pertama
sebagai penghasil ubi jalar (Lampiran 4). Berdasarkan data luas panen produksi
dan produktivitas ubi jalar berdasarkan kecamatan di Kabupaten Merangin pada
Lampiran 4 diketahui luas panen di Kecamatan Jangkat tahun 2019 sebesar 161 ha
dengan produksi sebesar 6.654 ton dan produktivitas sebesar 41,32 ton/ha. Jika
dilihat, pegembangan ubi jalar di Kecamatan Jangkat dalam kurun waktu 5 tahun
terakhir berfluktuasi tetapi cenderung naik, hal tersebut dapat dilihat dari
perkembangan luas panen dan produksinya (Lampiran 5). Pada data
perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di kecamatan
jangkat tahun 2015-2019 pada Lampiran 5 diketahui luas panen dan produksi
terbesar terjadi pada tahun 2017 dengan kenaikan luas panen sebesar 59,35% dan
kenaikan produksi sebesar 60,49%, kemudian ditahun berikutnya luas panen dan
produksi kembali menurun, penunan luas panen sebesar 80,13% dan penurunan
produksi sebesar 80,45%, sedangkan untuk produktivitas setiap tahunnya selalu
meningkat, produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2019 dengan peningkatan
6

produksi sebesar 93,80% dari tahun sebelumnya. Kecamatan Jangkat tersebut


terdiri dari 11 desa dan Desa Renah Alai merupakan desa dengan produksi ubi
jalar terbesar (Lampiran 6). Pada data luas panen, produksi dan produktivitas ubi
jalar per desa di Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin pada Lampiran 6 dapat
dilihat produksi ubi jalar di Desa Renah Alai sebesar 2.960,93 ton lebih besar dari
pada produksi ubi jalar di desa lainnya.
Budidaya ubi jalar di Kecamatan Jangkat hanya dilakukan satu kali dalam
setahun, setelah ubi jalar panen, petani melakukan budidaya tanaman lain,
dikarenakan jika lahan pertanian yang ada ditanam ubi jalar secara
berkesinambungan tanpa henti maka akan berpengaruh pada hasil yang tidak
optimal, maka perlu dilakukan rotasi tanaman. Namun petani di Kecamatan
Jangkat belum mengerti rotasi tanaman yang baik setelah panen ubi jalar, petani
menanam tanaman yang mereka kehendaki tanpa aturan tentang rotasi tanaman
yang baik. Masa tanam tanaman ubi jalar mulai dari pengolahan tanah hingga
pasca panen, hanya membutuhkan waktu 4 bulan, dengan hasil yang baik.
Berdasarkan observasi awal di daerah penelitian, beberapa petani pada umumnya
mengatakan bahwa membudidayakan tanaman ubi jalar tidaklah sulit, dikarenakan
tidak memerlukan banyak biaya dalam hal perawatan dan pemupukan serta tidak
banyak diganggu hama dan penyakit tanaman. Hanya saja saat ini terkendala pada
turun dan rendahnya harga ubi jalar yang diterima petani.
Data dari Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Jangkat bahwa
perkembangan harga ubi jalar pada tingkat produsen selama kurun waktu tiga
tahun terakhir di Kecamatan Jangkat mengalami penurunan (Lampiran 7).
Berdasarkan Lampiran 7 dapat dilihat harga ubi jalar tahun 2017 Rp 1.800,-/kg
pada tahun 2018 Rp 1.500,-/kg dan tahun 2019 ini mencapai Rp.1300,-/kg. Jika
dibandingkan dengan data perkembangan harga ubi jalar pada tingkat produsen di
Provinsi Jambi, harga ubi jalar di Kecamatan Jangkat tergolong rendah (Lampiran
8). Pada Lampiran 8 diketahui bahwa harga rata-rata ubi jalar pada tingkat
produsen di Provinsi Jambi selama lima tahun terakhir yaitu Rp. 3.382,-/kg.
Kondisi di Kecamatan Jangkat yang menjadi kendala petani untuk menjual
ubi jalar yaitu akses jalan yang jauh dari jalan poros kabupaten membuat petani
ubi jalar sulit untuk memasarkan ubi jalar. Petani di Kecamatan Jangkat menjual
7

produknya dalam bentuk segar kepada tengkulak, karena hanya tengkulak yang
mau menampung hasil produksi petani. Petani di kecamatan tersebut hanya bisa
bergantung pada harga yang ditetapkan tengkulak. Kondisi jarak tersebut
membuat besarnya biaya bahan bakar transportasi pengangkutan, sehingga
tengkulak memberikan harga yang rendah pada komoditi ubi jalar, belum lagi saat
panen raya harga yang diterima petani juga turun, dimana terjadi jumlah produksi
yang menumpuk di sejumlah daerah. Menurut Rahim, dkk (2005) bahwa dalam
keadaan panen raya, produksi sangat melimpah sehingga harga pasar dibawah
harga semestinya karena itu diperlukan kebijaksanaan harga yang lebih tinggi dari
harga pasar tersebut, selain itu petani sering mengalami produksi yang sangat
melimpah, sedangkan permintaan menurun maka harga yang diterima petani
rendah dan turun. Menurut Rahardja dan Manurung (2008) penawaran yang lebih
tinggi akan mengurangi tingkat permintaan barang. Terus menurunnya jumlah
permintaan mengakibatkan harga barang terus merosot sampai di bawah harga
keseimbangan. Bila hal tersebut terus dibiarkan maka produsen akan merugi. Oleh
sebab itu pemerintah menetapkan harga dasar, untuk mencegah harga pasar terus
merosot tajam. Mekanisme kebijakan pemerintah lainnya adalah dengan cara
membeli surplus produksi atau kelebihan penawaran tersebut.
Permasalahan yang dihadapi petani adalah turun dan rendahnya harga
komoditi ubi jalar yang diterima petani sehingga dikhawatirkan akan berdampak
pada penerimaan petani. Penerimaan petani menjadi salah satu faktor selain biaya
produksi dalam memperoleh pendapatan yaitu penerimaan dikurangkan dengan
total biaya. Penurunan harga yang diterima petani disaat terjadi peningkatan
produksi maka perlu diketahui apakah usahatani ubi jalar yang dibudidayakan
layak atau tidak untuk dijalankan. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan
bahwa harga yang diterima petani dapat mempengaruhi pendapatan usahatani ubi
jalar dan memiliki keterkaitan terhadap kelayakan usahatani ubi jalar tersebut.
Dari uraian yang telah ditulis, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan
Jangkat Kabupaten Merangin”

I.2 Rumusan Masalah


8

Ketersediaan pangan di Indonesia hingga saat ini masih menjadi isu yang
penting, sebagai langkah yang tepat dalam mengatasi isu ketersediaan pangan
yaitu melalui diversifikasi pangan. Ubi jalar merupakan jenis tanaman pangan
yang menjadi alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan dikarenakan
mengandung karbohidrat. Selain itu terdapat banyak kelebihan dibandingkan
dengan umbi lainnya, seperti mengandung betakaroten dan juga kaya akan
vitamin A dan C yang baik untuk kesehatan. Selain itu ubi jalar termasuk kedalam
jenis komoditi yang mudah untuk dibudidayakan.
Kecamatan Jangkat merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di
Kabupaten Merangin. Pengembangan usahatani ubi jalar memiliki prospek yang
baik untuk kedepannya dengan kondisi wilayah di daerah pegunungan.
Masyarakat Kecamatan Jangkat menjalankan usahatani tersebut dengan tujuan
memperoleh pendapatan yang akan digunakan petani untuk menghidupi dirinya
dan keluarganya. Oleh sebab itu petani selalu berfikir rasional bahwa mereka
dapat memperoleh pendapatan yang besar dengan memaksimalkan sumber daya
manusia, alam maupun modal.
Tingkat pendapatan petani ubi jalar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jumlah produksi, biaya-biaya produksi dan harga jual. Pada fenomena yang terjadi
pada petani yaitu penurunan pada harga ubi jalar. Penyebab turunnya harga ubi
jalar dikarenakan beberapa faktor seperti akses yang jauh dari poros kabupaten
membuat petani ubi jalar sulit untuk memasarkan ubi jalar. Petani hanya
bergantung memasarkan hasil panennya kepada tengkulak, sehingga petani hanya
bergantung pada harga yang ditetapkan tengkulak. Kondisi jarak tersebut
membuat besarnya biaya bahan bakar transportasi pengangkutan, sehingga
tengkulak memberikan harga yang rendah. Selain itu pada saat panen raya harga
yang diterima petani juga turun, dimana terjadi jumlah produksi yang menumpuk
di sejumlah daerah dan juga faktor permintaan pasar yang rendah, sedangkan
penawaran dari petani tinggi dan berakibat pada turunnya harga ubi jalar tersebut.
Pendapatan petani akan meningkat apabila pasar dapat memberikan harga yang
tinggi kepada petani, namun akan menurun apabila pasar memberikan harga yang
rendah.
9

Pada fenomena turunya harga ubi jalar berpengaruh terhadap penerimaan


petani dimana penerimaan yang turun akan menyebabkan pendapatan ikut
menurun. Pada kondisi harga ubi jalar yang diterima petani rendah, maka timbul
suatu pertanyaan apakah berusahatani ubi jalar layak atau tidak untuk
dilaksanakan. Perlu adanya analisis agar petani memiliki pedoman sehingga dapat
mengatur sebaik mungkin dalam melakukan suatu usahatani ubi jalar.
Analisis pendapatan diperlukan untuk menggambarkan suatu keadaan
sekarang dan akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan
memberikan bantuan untuk mengukur keberhasilan dari usaha yang dilakukan,
sehingga diharapkan pula memperoleh penghasilan sesuai dengan korbanan yang
ditelah dikeluarkan. Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan
yaitu:
1. Bagaimana gambaran usahatani ubi Jalar di Kecamatan Jangkat Kabupaten
Merangin?
2. Berapa pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani ubi jalar di
Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin?
3. Bagaimana tingkat kelayakan usahatani ubi jalar di Kecamatan Jangkat
Kabupaten Merangin?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang akan diambil dari penelitian ini maka
tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui gambaran usahatani ubi jalar di Kecamatan Jangkat
Kabupaten Merangin
2. Untuk menganalisis pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani ubi
jalar di Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin?
3. Untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani ubi jalar di Kecamatan
Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin?

1.4 Manfaat Penelitian


Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
informasi dan masukan sebagai berikut:
10

1. Sebagai bahan masukan bagi petani ubi jalar dalam meningkatkan


pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin.
2. Sebagai bahan studi dan referensi bagi mahasiswa yang berhubungan
dengan penelitiannya khususnya mahasiswa Jurusan Agribisnis.
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Konsep Usahatani


Menurut Suratiyah (2015), ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari tentang bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir
faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal agar didapatkan
manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani
merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana cara petani menentukan,
mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi
seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut akan memberikan
pendapatan yang maksimal.
Menurut Saeri (2018), ilmu usahatani adalah bagaimana manusia
menggunakan sumberdaya (lahan, modal, tenaga kerja dan manajemen),
sedangkan menurut Mosher dalam Shinta (2011), ilmu usahatani merupakan
pertanian rakyat yang berasal dari kata farm dalam bahasa inggris. Dr. Mosher
mendefinisikan farm sebagai suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi yang
digunakan sebagai kegiatan pertanian oleh petani, baik petani sebagai pemilik,
penyakap ataupun manajer yang diberikan upah.
Kegiatan usahatani yang baik adalah pengalokasian sumberdaya yang ada
secara efektif dan efisien pada kegiatan budidaya dan pengelolaan komoditas
pertanian untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.
suatu usahatani dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan
sumber daya yang mereka miliki atau yang dikuasai sebaik-baiknya dan dikatakan
efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output)
yang melebihi masukan (faktor produksi), dalam arti usahatani yang efisien adalah
usahatani yang produktivitasnya tinggi pada penggunaan faktor produksi atau
biaya tertentu dan yang jumlah penggunaan faktor produksinya atau biayanya
minimum namun outputnya maksimum pada target jumlah produksi tertentu
(Soekartawi, 2002).
Soetriono dalam Andrianto (2014) mengemukakan usahatani akan dapat
maju, produktif dan efisien apabila faktor-faktor yang mempengaruhi diatur dan
dikelola dengan sebaik-baiknya. Faktor internal dalam usahatani ialah petani
sebagai pengelola (individu petani), tanah sebagai tempat berusahatani, tenaga

11
12

kerja yang dipergunakan pada kegiatan usahatani, dan kemampuan petani dalam
mengatur penerimaan keluarga. Sedangkan faktor eksternal meliputi aspek yang
berkaitan dengan penjualan hasil pertanian atau bahan pertanian, dan juga sarana
transportasi dan komunikasi, fasilitas kredit, ketersediaan fasilitas umum bagi
petani, harga jual produk pertanian, harga input pertanian dan sebagainya.

II.2 Budidaya Ubi Jalar


Ubi jalar banyak dikenal dengan istilah ubi rambat, dan juga “sweet potato”
dimana diperkirakan berasal dari Benua Amerika. Seorang dari ahli botani dan
pertanian memperkirakan asal tempat ubi jalar yaitu Polinesia, Amerika bagian
tengah dan Selandia Baru. Selanjutnya ahli botani juga memperkirakan Amerika
Tengah sebagai daerah utama penyebaran ubi jalar.
Penyebaran ubi jalar diperkirakan sejak abad ke-16, penyebaran
berlangsung hingga ke seluruh dunia, terutama di negara degan iklim tropis.
Spanyol menjadi negara pertama penyebaran ubi jalar, diperkirakan penyebaran
tersebut terjadi melalui Tahiti Kepulauan Guam, Fiji, dan Selandia Baru. Selain
itu, Spanyol dianggap mempunyai peran yang penting dalam proses penyebaran
ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia.
Rata-Rata ubi jalar telah dibudidayakan di berbagai provinsi di Indonesia,
yakni pada tahun 1960-an. Awal mulanya ubi jalar hanya berada di Pulau Jawa
khususnya Kabupaten Bogor, Garut, Bandung, kuningan, serang, Sukabumi,
Purwakarta (Jawa Barat), Magelang, Semarang, Wonosobo, Batang, Blora,
Banjarnegara (Jawa Tengah), Karanganyar, Sampang, Magetan, Malang, dan
Bangkalan (Jawa Timur). Indonesia menjadi negara penghasil ubi jalar keempat di
dunia pada tahun 1969 karena sebagian besar wilayah di Indonesia
membudidayakan ubi jalar. Wilayah yang menjadi sentra produksi ubi jalar
terbesar kelima tersebut yaitu Jawa timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera
Utara dan Irian Jaya (Rukmana, 1997).
Selain dari pada padi, sagu, jagung sebagai sumber karbohidrat ada ubi jalar
yang juga merupakan sumber karbohidrat yang cocok untuk kebutuhan pangan.
Cara pengolahan ubi jalar berbagai macam cara seperti direbus, digoreng,
dipanggang, atau diolah menjadi makanan. Hingga saat ini bentuk pengolahan ubi
jalar masih dibilang cukup sederhana. Namun sesungguhnya ubi jalar dapat
13

dimanfaatkan sebagai bahan industri sehingga ubi jalar tersebut mempunyai nilai
tambah tersendiri. Untuk saat ini ubi jalar kebanyakan dipasarkan sebagai oleh-
oleh dalam bentuk segar dan olahan sederhana.
Ubi jalar adalah komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi tidak
hanya dalam bentuk segar namun juga dalam bentuk olahan seperti pada produk
tepung ubi jalar. Hasil klon dari ubi gunng kayu dapat memberikan hasil yang
baik, jika dijadikan produk olahan tepung, akan menghasilkan tepung yang
berwarna kuning seperti halnya tepung terigu sehingga banyak dimanfaatkan
dalam pembuatan mie dan jenis kue. Peranan tepung ubi jalar sebagai penunjang
penggunaan tepung terigu memiliki potensi untuk dikembangkan mengingat harga
tepung terigu semakin merambat naik.
Menurut Sarwono (2005), ubi jalar dapat ditanam di berbagai lokasi, baik di
dataran rendah (0 m dpl) maupun dataran tinggi (1.700 m dpl). Daerah paling
ideal untuk membudidayakan ubi jalar yaitu bersuhu 21-27 ºC, disinari oleh
matahari sekitar 11-12 jam per hari dengan tingkat kelembapan udara 50-6- % dan
curah hujan tahunan 750-1.500 mm. pertumbuhan yang baik untuk menghasilkan
produksi ubi jalar yang tinggi yakni dilakukan pada musim kemarau.
Di daerah tropis yang memiliki bulan basah sepanjang tahun, di lahan ber
irigasi, ubi jalar dapat ditanam sepanjang tahun. Pola tanam ubi jalar biasanya
diatur menurut prioritas penggunaan lahan. Pola tanam ubi jalar dipakai untuk
menggambarkan urutan tanaman pada suatu lahan. Penentuan teknis tanaman
seperti musim, penyediaan air, kondisi lahan, permintaan pasar, harga pasar,
kemampuan memproduksi (tenaga, modal, dan keadaan tanaman di lahan
sebelumnya.
1. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan merupakan kegiatan menghilangkan gulma dan kerikil
yang berada di lahan tersebut. Pengolahan lahan tersebut dilakukan dengan
mencangkul tanah sedalam 20-30 cm dan biarkan hingga mengering sekitar 1-2
minggu. Proses kedua yaitu dengan membuat gundukan dengan lebar 60 cm,
tinggi 30-40 cm dan jarak guludan antar guludan 75-100 cm. kemudian ratakan
permukaan guludan sehingga lahan siap untuk ditanami. Lapisan yang baik adalah
14

lapisan atas yang mempunyai unsur hara yang tinggi dan sering disebut dengan
lapiran gembur atau tanah gembur.
2. Bibit
Perbanyakan ubi jalar dapat dilakukan dengan bibit stek atau umbi. Namun
kebanyakan orng lebih banyak melakukan perbanyakan dengan stek batang. Stek
batang dilakukan dengan mengambil batang dari tanaman sebelumnya yang umur
tanamannya 2-5 bulan atau bisa juga dengan mengambil potongan umbi yang
telah tumbuh tunas. Perbanyakan stek tunas yang baik dengan melakukan
pemotongan batang sepanjang 20-25 cm dan batangnya terdiri dari 6-8 buku.
3. Penanaman
Waktu tanam terbaik ubi jalar dilakukan pada menjelang akhir musim hujan
(Maret). Pada penanaman ubi jalar memiliki jarak tanam yang bervariasi untuk
setiap daerah dan setiap tipe agroklimat. Pada penanaman dengan luas areal 1
hektar, memerlukan bibit stek sekitar 33.000 batang, jika jarak tanam yang
digunakan 30 cm x 100 cm dan penanaman secara monokultur. Penanaman
dilakukan dengan posisi mendatar ataupun miring, hal tersebut tergantung dari
kebiasaan petani dan juga bentuk umbi. Pada penanaman dengan stek batang,
batang peru ditenggelamkan ke tanah sebanyak 2/3 bagian dan 1/3 bagiannya lagi
diatas tanah.
4. Penyulaman
Saat tanaman ubi jalar telah berumur 3 minggu setelah tanam, perlu
dilakukan pemantauan secara berkesinambungan untuk melihat apakah ada bibit
yang mati atau pertumbuhannya tidak sewajarnya. Jika terjadi hal tersebut perlu
adanya proses penyulaman. Penyulaman tersebut segera dilakukan agar
pertumbuhan tanaman yang baru tidak tertinggal jauh dari tanaman yang
sebelumnya.
5. Penyiangan
Penyiangan segera dilakukan apabila didapati gulma mulai tumbuh.
Penyiangan akan dilakukan setelah tanaman memasuki umur 3 minggu. proses
penyiangan pertama bisa dilakukan bersamaan dengan penggemburan tanah.
Perbaikan guludan juga bisa dilakukan bersamaan dengan proses penyiangan. Jika
15

didapati gulma masih banyak tumbuh setelah 6 minggu bisa dilakukan penyiangan
kembali.
6. Penggemburan
Pada masa pertumbuhan posisi guludan perlu untuk diperhatikan, apabila
didapati guludan yang keadaannya mulai memadat, maka penggemburan perlu
dilakukan. Penggemburan tersebut dilakukan agar pertumbuhan umbi dapat
optimal dan bentuk umbi dapat sempurna. Waktu penggemburan bisa dilakukan
bersamaan dengan penyiangan gulma, pemberian pupuk ataupun saat perbaikan
tanah yang runtuh. Terkhusus untuk perbaikan guludan lebih diutamakan
menggunakan garpu dengan cara di cangkul di area pokok batang tersebut.
7. Pengairan
Pegairan dilakukan saat umur tanaman 0-3 minggu atau selama waktu
tersebut tidak terjadi hujan.pengairan sangat diperlukan pada saat ubi jalar
memasuki tahap pertumbuhan vegetatif dan pada fase pembentukan dan pengisian
umbi. Kebutuhan air sangat tergantung dari stadia pertumbuhan tanaman. Pada
saat tanaman berumur 1-4 minggu, tanah yang diberi air cukup sedalam 10 cm
dari tinggi saluran. Pada tanaman umur 5-6 minggu, tanah perlu diberi air sedalam
15 cm, sedangkan umr 7-11 minggu, tanah yang diberi air sedalam 20-25 cm dari
tinggi saluran. Pengairan dilakukan dengan cara perendaman saluran selama 2-4
jam pada musim kemarau yang dilakukan seminggu sekali, hal tersebut sangat
membantu pertumbuhan tanaman. Air rendaman tersebut sebaiknya tidak
mengalir, hal itu bisa membantu mematikan hama boleng yang menyerang umbi
di dalam tanah.
8. Pengangkatan Batang
Pada masa pertumbuhan, tentu pada ruas batang akan ditumbuhi akar,
dimana akar yang tumbuh tersebut akan menghasilkan umbi, namun umbi yang
dihasilkan akan berukuran kecil dan tidak bisa untuk dipasarkan. Adapun cara
yang digunakan untuk mengatasi hal diatas yaitu melakukan pengangkatan
batang. Saat proses pemutusan akar yang tumbuh di ruas-ruas batang, maka tidak
ada umbi yang tumbuh, sehingga air dan zat akan berfokus pada pertumbuhan
umbi utama. Pengangkatan batang di sebagian wilayah dilakukan sebanyak 1-2
kali selama satu kali masa tanam. Pengangkatan pertama dilakukan saat tanaman
16

berumur 60-70 hari setelah ditanam. Namun berbeda halnya di India,


pengangkatan batang dilakukan sebanyak 3-5 kali setelah satu kali masa tanam.
Pengangkatan batang tersebut dilakukan bersamaan dengan pengairan.
Pengangkatan batang lebih dari 1 kali akan memberikan hasil yang memuaskan.
Namun berbeda halnya dengan penelitian di Balittan Pangan Malang,
pengangkatan batang akan membuat hasil menjadi menurun sebesar 9-20%
daripada tidak dilakukan pembalikan batang.
9. Pemupukan
Pemupukan sangat baik untuk pertumbuhan ubi jalar, namun ubi jalar juga
bisa tanpa pemupukan jika kondisi lahan subur. Namun jika kondisi lahan kurang
subur maka pupuk menjadi hal yang wajib. Unsur hara yang penting terdapat di
pupuk kandang dan pupuk kompos. Pemupukan sebaiknya dilakukan dengan
bertahap pada pupuk dasar dan juga pupuk susulan. Pada pupuk susulan
digunakan dosis 2/3 bagian urea dan TSP. Pada umumnya pemupukan susulan
menggunakan dosis 100-125 kg urea dan 25 kg TSP. Pemberian pupuk susulan
pada umur 3-4 minggu setelah bibit ditanam. Pemberian pupuk susulan dilakukan
dengan di garitkan pada barisan tanaman, jaraknya 7-10 cm antar barisan tanaman
pada kedalaman parit 10cm, setelah itu dilakukan penutupan parit saat pupuk telah
dimasukkan.

II.3 Teori Pendapatan


Soekartawi (2002), menyatakan pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan biaya proses produksi selama melakukan proses produksi,
sebaliknya penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi serta
harga jual, dan biaya usahatani adalah seluruh pengeluaran yang dipergunakan
dalam melakukan usahatani. Selain itu pendapatan dapat digambarkan sebagai
balas jasa dan kerja sama faktor-faktor produksi yang disediakan oleh petani
sebagai penggerak, pengelola, pekerja dan sebagai pemilik modal.
Menurut Arsyad (2004), pendapatan dipergunakan untuk membedakan
tingkat perkembangan ekonomi antara negara maju dan negara sedang
berkembang dan pendapatan sering dipergunakan sebagai indikator pembangunan.
Jhingan (2003) pendapatan adalah hasil yang didapatkan yang berbentuk uang
tunai uang selama periode waktu tertentu. Dengan demikian pendapatan
17

didefinisikan sebagai seluruh hasil dimana akan memberikan pengaruh terhadap


kemampuan seseorang yang akan digunakan untuk kebutuhan pokok maupun
sebagai tabungan. Pendapatan tersebut berarti sesuatu penghasilan yang
digunakan dalam mencapai kepuasan dan memenuhi kebutuhan hidup.
Pendapatan suatu usaha adalah sejumlah hasil yang diterima oleh pemilik
usaha dengan mengurangi seluruh biaya aktivitas usaha yang dikeluarkan
termasuk biaya tenaga kerja dan biaya lainnya. Menurut Sukirno (2000),
pendapatan merupakan unsur yang sangat penting dalam sebuah unsur
perdagangan yang diperoleh dari hasil pekerjaan, umumnya pendapatan seseorang
dihitung setiap tahun atau setiap bulan. Sedangkan menurut Ramlan (2006),
pendapatan merupakan jumlah uang yang diterima oleh perusahaan atas aktivitas
yang berlangsung, terutama dalam penjualan produk atau jasa kepada pelanggan
yang telah dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.
Unsur yang dipergunakan dalam usahatani ada dua yaitu unsur permintaan
dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah perkalian seluruh
produk total dengan harga jual, sedangkan pengeluaran (biaya) sebagai nilai dari
penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dikeluarkan saat proses produksi.
Produksi mempunyai kaitan yang erat antara penerimaan dan biaya produksi.
dalam menghitung suatu penerimaan petani masih harus menguranginya dengan
biaya produksi, yakni seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi
(Suratiyah, 2015).
Pendapatan bersih petani dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Pendapatan = TR - TC
TR = Py . Y
TC = VC + FC
Keterangan:
TR = Total penerimaan (Rp)
TC = Total biaya (Rp)
Py = Harga per satuan hasil produksi (Rp)
Y = Jumlah produksi (Rp)
VC = Biaya variabel (Rp)
FC = Biaya tetap (Rp)
18

II.4 Konsep Biaya


Pengertian biaya secara umum adalah semua pengorbanan yang perlu
dilakukan untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang
menurut harga pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi ataupun yang akan
terjadi. Menurut Suhardi (2016) biaya adalah apa yang dikorbankan untuk
memperoleh sesuatu. Fakta adanya trade-off dalam setiap pilihan, akan
mendorong untuk senantiasa melihat untung-rugi, atau biaya-manfaat dari pilihan
tersebut. Biaya adalah salah satu dasar yang pertama untuk dilihat, ketika akan
melakukan suatu keputusan dalam memilih. Biaya mengandung dua unsur yaitu
kuantitas sumberdaya dan harga tiap unit sumber itu.
Menurut Soekartawi (2002), biaya usahatani merupakan sejumlah uang
yang dikeluarkan dalam usahatani untuk menghasilkan produksi. Biaya tersebut
dikelompokkan atas dua biaya, yaitu:
a). Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan pengeluaran yang dapat dikatakan jumlahnya tetap
dan akan dikeluarkan secara terus menerus tanpa melihat produksi yang
didapatkan jumlahnya banyak ataupun sedikit. Jadi, dapat dikatakan biaya tetap
tidak ada pengaruh terhadap hasil produksi yang didapatkan, baik produksinya
kecil maupun besar. Sebagai contoh jika suatu kegiatan bersifat besar maka biaya
yang dikeluarkan akan tinggi. Misalnya seperti sewa tanah, pajak, alat pertanian
dan iuran irigasi.
b). Biaya Tidak Tetap (Variabel)
Biaya tidak tetap (biaya variabel) adalah biaya yang sifatnya tergantung
pada output yang dihasilkan. Semakin besar kegiatan, maka besar pula biaya
variabel yang dikeluarkan, namun sebaliknya semakin kecil kegiatan, maka kecil
pula biaya variabel yang dikeluarkan. Pada biaya variabel jumlah satuannya
bersifat tetap karena tidak dipengaruhi oleh perubahan suatu kegiatan usahatani.
Seperti halnya biaya sarana produksi.

II.5 Konsep Penerimaan


Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam
jangka waktu tertentu serta merupakan hasil kali antara jumlah produksi dengan
19

total harga satuan dari produksi tertentu. Penerimaan usahatani dibagi menjadi
penerimaan tunai usahatani dan penerimaan total usahatani. Penerimaan tunai
usahatani serta penerimaan total usahatani merupakan penerimaan dalam jangka
waktu tertentu, biasanya dalam satu kali musim panen baik yang dijual secara
tunai ataupun tidak dijual tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, dan juga pakan
ternak (Hernanto, 1996). Salah satu yang menjadi pusat perhatian dalam usahatani
ialah tingkat penerimaan yang diperoleh. Penerimaan merupakan sejumlah uang
yang diterima dari penjualan produknya kepada pedagang atau kepada konsumen
secara langsung (Sukirno, 2000).
Penerimaan diperoleh dari perkalian antara produksi fisik dikalikan harga
produksi. Total pendapatan bersih diperoleh dengan mengurangkan antara total
penerimaan dengan total biaya dalam produksi. Soekartawi (2002), menyatakan
keuntungan adalah selisih penerimaan total dengan seluruh biaya-biaya produksi.
Biaya ini mempunyai beberapa artian, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
biaya tetap contohnya sewa lahan, pembelian alat pertanian dan biaya tidak tetap
contohnya biaya yang dikeluarkan dalam keperluan membeli sejumlah bibit, obat-
obatan maupun pembayaran tenaga kerja.
Wujud penerimaan tunai bisa menggambarkan tingkatan kemajuan
ekonomi usahatani ditinjau dari spesialisasi serta pembagian kerja. Besarnya
pendapatan tunai ataupun besarnya proporsi penerimaan tunai terhadap total
penerimaan tercantum natura yang bisa dipergunakan dalam perbandingan
keberhasilan petani satu terhadap yang lain. Oleh sebab itu, apabila kita berupaya
menerapkan perbandingan jadi invalid serta tidak seluruhnya besar. Dalam
masyarakat yang semacam itu, penerimaan tunai hanya sebagian saja serta yang
terbesar merupakan penerimaan dalam wujud natur yang dikonsumsi keluarga
(Dalas, 2004).

II.6 Analisis Kelayakan


Kelayakan usaha adalah suatu penelitian tentang dapat atau tidaknya serta
menguntungkan atau tidaknya suatu usaha yang biasanya merupakan usahatani
tersebut dapat dilaksanakan. Jadi tujuan utama adanya studi kelayakan usaha
adalah untuk menghindari keberlanjutan usahatani yang memakan dana relatif
besar yang justru tidak memberikan keuntungan secara ekonomis (Husein, 2007).
20

Menurut Ibrahim (2008), studi kelayakan usaha disebut juga feasibility study
adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam
melaksanakan suatu kegiatan usaha/ proyek dan merupakan bahan pertimbangan
dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu
gagasan usaha/ proyek yang direncanakan. Pengertian layak disini adalah
kemungkinan dari gagasan/ proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat
(benefit) baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social layaknya suatu
gagasan usaha/ proyek dalam arti sosial benefit tidak selalu menggambarkan
dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari penilaian yang dilakukan.
Terdapat syarat utama dalam usahatani diantaranya yaitu, R/C >1, B/C >1,
Produksi>BEP Produksi, Harga >BEP harga, dan apabila terjadi penurunan harga
produksi ataupun peningkatan harga faktor produksi sampai batas tertentu tidak
menyebabkan kerugian.
Menurut Kasmir (2016) analisis titik impas atau analisis pulang pokok atau
dikenal dengan nama analisis Break Even Point (BEP) merupakan salah satu
analisis keuangan yang sangat penting dalam perencanaan keuangan perusahaan.
Analisis titik impas sering disebut analisis perencanaan laba (profit planning).
Analisis ini biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin
mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi produk baru tentu
berkaitan dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan
harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke
konsumen.
Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui pada titik berapa hasil
penjualan sama dengan jumlah biaya. Atau perusahaan beroperasi dalam kondisi
tidak laba dan tidak rugi, atau laba sama dengan nol. Melalui analisis titik impas,
kita akan dapat mengetahui bagaimana hubungan antara biaya tetap, biaya
variabel, keuntungan dan volume kegiatan (penjualan atau produksi). Oleh karena
itu, analisis ini juga sering disebut dengan nama cost profit volume analysis.
Jumlah produksi yang akan dijual akan berkaitan erat dengan biaya yang
dikeluarkan. Pada akhirnya biaya-biaya ini menjadi penentu terhadap harga jual
perusahaan. Besar kecilnya biaya sangat berpengaruh terhadap harga jual,
demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, salah satu kegunaan analisis titik
21

impas adalah untuk menentukan biaya-biaya yang dikeluarkan dan jumlah


produksi. Dengan demikian, akan dapat diketahui berapa jumlah yang layak untuk
dijalankan (Kasmir, 2016).
a. R/C Ratio
Analisis R/C ratio digunakan untuk menganalisis komponen biaya yang
digunakan agar dapat mengetahui keuntungan usahatani. Analisis ini bermanfaat
dalam menentukan suatu usaha menguntungkan atau tidak dan layak atau tidak
untuk dilaksanakan. Hasil dari R/C ratio lebih dari satu menunjukkan usahatani
tersebut menguntungkan dan apabila R/C ratio sama dengan satu maka usahatani
tersebut tidak mengalami untung ataupun rugi atau bisa dikatakan impas, namun
apabila didapatkan hasil R/C ratio kurang dari satu maka usahatani tersebut
terjadi kerugian (Rahim dan Hastuti, 2008).
b. B/C Ratio
Analisis benefit cost (B/C) ratio merupakan perbandingan (ratio dan nisbah)
antara manfaat (benefit) dan biaya (cost). Pada dasarnya B/C ratio sama dengan
analisis R/C ratio, hanya saja pada analisis B/C yang diutamakan adalah besar
manfaatnya. Analisis B/C ratio disini dapat digunakan untuk melakukan
perbandingan terhadap dua usaha pertanian, seperti pada usaha tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan ataupun kehutanan. Hasil analisis
B/C lebih dari satu, maka usahatani tersebut menguntungkan (tambahan manfaat
lebih besar dari tambahan biaya). Jika hasil B/C ratio kurang dari satu, maka
usahatani tersebut terjadi kerugian (tambahan biaya lebih besar dari tambahan
manfaat), namun apabila didapatkan hasil B/C ratio sama dengan satu, maka
usahatani tersebut impas (tambahan manfaat sama dengan biaya) (Rahim dan
Hastuti, 2008).
c. Break Even Point (BEP)
Break even point merupakan suatu keadaan dalam usaha yang tidak
memperoleh keuntungan apapun namun tidak juga rugi dimana total biaya yang
dikeluarkan selama usaha sama dengan total penjualan yang dihasilkan.
Pentingnya analisis BEP untuk mengambil suatu keputusan dalam usaha, dimana
dipergunakan untuk menetapkan jumlah terkecil yang harus di produksi agar suatu
22

usaha tidak ada kerugian dan dapat menetapkan jumlah penjualan yang harus
dicapai untuk memperoleh suatu keuntungan (Rangkuti, 2005).
BEP volume produksi digunakan untuk menentukan produksi terkecil yang
harus dihasilkan agar suatu suatu tidak merugi, apabila produksi yang dihasilkan
lebih rendah dari produksi BEP, maka usaha tersebut dikatakan rugi. Sedangkan
BEP harga produksi digunakan untuk menggambarkan harga terendah dari produk
yang dihasilkan. Jika harga ditingkat petani rendah daripada harga BEP, maka
usahatani tersebut akan menimbulkan kerugian (Cahyono, 2002).

II.7 Penelitian Terdahulu


Didalam melakukan penelitian ini terdapat beberapa penelitian yang juga
dijadikan sebagai acuan, atau bahan pembelajaran awal yang diharapkan dapat
menambah pemahaman tentang penelitian ini. Adapun beberapa penelitian
terdahulu tersebut adalah:
Siti Masithoh, I Novita dan Derina A Widara (2017) melakukan penelitian
tentang “Analisis Pendapatan dari Usahatani Ubi Jalar (Ipomea batatas) dan
Keragaan Penyuluhan pada Kelompok Tani Hurip di Cikarang, Dramaga, Bogor”.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik petani, tingkat
pendapatan petani dan keragaan kegiatan penyuluhan. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif analisis usahatani ubi jalar. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden umur petani berusia 26-60 tahun, berpendidikan
tamat SD memiliki pengalaman bertani diatas 3-35 tahun, berpendidikan tamat
SMP memiliki pengalaman 5-10 tahun dan berpendidikan tamat SMA memiliki
pengalaman 3-20 tahun. Kegiatan pendampingan para petani di kelompok tani
hurip, Desa Cikarawang Kabupaten Bogor tidak lepas dari bantuan para penyuluh
lapang petugas dari BP3K wilayah Dramaga. Kegiatan pemberdayaan masyarakat
tani dilakukan sejalan dengan program yang diberikan pemerintah maupun secara
swadaya, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap para petani agar mau dan mampu untuk mengadopsi teknologi baru yang
dapat meningkatkan usahataninya. Dalam usahataninya petani ubi jalar
memperoleh penerimaan sebesar Rp 9.850.000/ha/musim tanam dengan besaran
pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 5.675.000 dan pendapatan atas biaya total
sebesar Rp 4.133.335 serta diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,73 dan
23

nilai R/C atas biaya total sebesar 2,1 sehingga dapat dikatakan usahatani ubi jalar
menguntungkan dan layak untuk diusahakan.
Angelia Leovita, Ratna Winandi Asmarantaka dan Heny KS Daryanto
(2015) melakukan penelitian tentang “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis
Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam Provinsi
Sumatera Barat”. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani
kentang, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar,
menganalisis efisiensi teknis dan faktor inefisiensi teknis usahatani ubi jalar.
Adapun metode analisis data yang digunakan yaitu analisis pendapatan dan R/C
ratio, analisis fungsi produksi stochastic frontier, analisis efisiensi teknis dan
analisis inefisiensi teknis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani
ubi jalar sebesar Rp 24.659.314,18 dengan R/C ratio 1,8. Rasio R/C menunjukkan
bahwa ubi jalar pertanian masih layak dan menguntungkan untuk dibudidayakan.
Faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar adalah benih, pupuk organik,
tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga. Rata-rata efisiensi
teknis sebesar 0,85 yang berarti produktivitas usahatani ubi jalar mencapai 85
persen dari tingkat maksimum, sedangkan inefisiensi dapat dikurangi dengan
keanggotaan kelompok tani, umur, dan penguasaan lahan.
M. Sandi El Yasin dan Endang Pudjiastutik (2019) melakukan penelitian
tentang “Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar (Ipomea batatas l) di Desa
Panti Kecamatan Panti Kabupaten Jember”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat pendapatan usahatani ubi jalar dan untuk mengetahui tingkat
efisiensi penggunaan biaya usahatani. Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total
biaya usahatani ubi jalar per hektar sebanyak Rp 22.052.029,49 dengan rata-rata
total penerimaan usahatani sebanyak Rp 63.444.198,78, sehingga pendapatan
usaha taninya mencapai Rp 41.329.169,29. Selanjutnya kegiatan usahatani ubi
jalar di lokasi penelian sudah efisien yang ditandai dengan nilai R/C sebesar 2,15.
Hendru Saputra, Abdul Hamid A Yusra dan Rakhmad Hidayat (2019)
melakukan penelitian tentang “Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari
Jagung Manis dengan Ubi Jalar di Desa Rasau Jaya 1 Kecamatan Rasau Jaya
Kabupaten Kubu Jaya”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
24

pendapatan usahatani tumpangsari jagung manis dengan ubi jalar di Desa Rasau
Jaya 1 Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya. Metode yang digunakan
pada penelitian ini yaitu metode survei dimana pengumpulan data berdasarkan
wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total penerimaan
tumpangsari jagung manis dengan ubi jalar sebesar Rp 38.866.271,19,-.
Pendapatan jagung manis sebesar Rp 7.643.753,97,- dan ubi jalar sebesar Rp
14.388.534,1,-. Jadi, total pendapatan jagung manis dengan ubi jalar sebesar Rp
22.332.278,07,-. Selisih pendapatan antara jagung manis dengan ubi jalar sebesar
Rp 6.744.770,13,-. Penelitian ini menunjukkan bahwasanya hasil dari tanaman ubi
jalar lebih besar dari hasil jagung manis.
Moh. Sunandar Maika, Saiful Darman dan Made Antara (2016) melakukan
penelitian tentang “Analisis Pendapatan dan Strategi Pengembangan Usahatani
Ubi Banggai di Kecamatan Totikum Selatan Kabupaten Banggai Kepulauan”.
Tujuan penelitian adalah (1) untuk mengetahui pendapatan masyarakat Banggai
sistem pertanian yum di Kecamatan Totikum Selatan Kabupaten Banggai
Kepulauan dan (2) untuk mengetahui strategi pengembangan sistem usahatani
Banggai yum di Totikum Selatan Kecamatan Banggai Kepulauan. Metode analisis
yang digunakan pendapatan usahatani dengan persamaan = TR-TC untuk
menghasilkan R/C nilai dan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian
menunjukkan besar pendapatan usahatani ubi banggai per petani di Kecamatan
Totikum Selatan rata-rata per sekali musim tanam adalah Rp. 7.67.487,30/0,3 ha
dengan jumlah rata-rata produksi 2.006,46 kg. Sedangkan nilai R/C ratio > 1 atau
sebesar 2,02. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa usahatani ubi
banggai layak untuk diusahakan. Strategi pengembangan usahatani ubi banggai di
Kecamatan Totikum Selatan yang sangat tepat untuk dilakukan adalah strategi
WO (weaknesses-Opportunities). Memanfaatkan iklim dan kesesuaian lahan tanpa
adanya sistem tanam yang tradisional (berpindah-pindah). Mempromosikan ubi
bangai melalui sektor pariwisata dengan cara mengenalkan budaya sehingga
memudahkan terbukanya akses pasar, memanfaatkan potensi dan nilai ekonomi
yang tinggi sehingga dapat menarik investasi guna meningkatkan nilai tambah
produk akhir ubi banggai.
25

II.8 Kerangka Pemikiran


Kabupaten Merangin merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di
Provinsi Jambi. Komoditi ubi jalar sangat cocok untuk dikembangkan di
Kabupaten Merangin karena daerah ini berada di daerah pegunungan. Salah satu
lokasi di Kabupaten Merangin yang menjadi sentra produksi ubi jalar adalah
Kecamatan Jangkat. Petani di Kecamatan Jangkat mengusahakan komoditi ubi
jalar dengan harapan dapat meningkatkan pendapatannya. Petani tersebut
memasarkan produknya dalam bentuk segar untuk pengembangan komoditi ubi
jalar dilakukan di pekarangan dan perkebunan yang ada.
Usahatani ubi jalar yaitu aktivitas yang dilakukan petani dengan
memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk tujuan menghasilkan produksi,
dimana faktor-faktor produksi yang dimaksudkan seperti luas lahan, bibit, pupuk,
obat-obatan dan tenaga kerja. Seorang petani di dalam usahataninya pasti akan
berpikir untuk mengalokasikan input atau faktor produksinya dengan tujuan
memperoleh pendapatan. Besarnya pendapatan yang diterima petani dari kegiatan
usahatani ubi jalar sangat dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan dan
penerimaan yang diterima petani tersebut dalam satu musim tanam.
Biaya yang dimaksudkan dan dihitung pada penelitian ini yaitu biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya tetap yang dimaksud seperti biaya sewa lahan, pajak,
penyusutan alat dan biaya variabel yang dimaksudkan seperti penggunaan benih,
obat-obatan, pupuk dan tenaga kerja. Kemudian biaya tetap dan biaya variabel
dijumlahkan maka akan diperoleh total biaya selama melakukan aktivitas
usahatani ubi jalar dalam satu kali musim tanam.
Kondisi usahatani ubi jalar di Kecamatan Jangkat yang menjadi kendala
yaitu turun dan rendahnya harga ubi jalar yang diterima petani, hal tersebut
disebabkan oleh akses jarak, produksi dan tingkat permintaan, dimana harga yang
diterima petani tersebut juga mempunyai pengaruh langsung terhadap penerimaan
petani. Penerimaan tersebut didapatkan dari hasil kali total biaya produksi ubi
jalar dan harga ubi jalar yang didapatkan pada saat tersebut. Penerimaan petani
masih harus dikurangkan dengan total biaya yang digunakan selama melakuka
proses produksi. Pengurangan antara penerimaan dan total biaya akan
menghasilkan pendapatan petani. Dari pendapatan tersebut dapat dianalisis
26

kelayakan usahatani. Usahatani tersebut dikatakan layak apabila pendapatan


bersih yang diperoleh lebih besar dari total biaya produksi yang dikeluarkan
selama menjalankan usahatani dan tidak layak apabila pendapatan bersih yang
diperoleh lebih kecil dari total biaya yang dikeluarkan selama menjalankan
usahatani. Setelah dikukan perhitungan tersebut maka dilakukan analisis BEP
untuk menentukan jumlah terkecil yang harus diproduksi agar tidak terjadi
kerugian dan menetapkan penjualan untuk memperoleh suatu keuntungan, untuk
lebih jelasnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada skema dibawah ini.
27

Usahatani Ubi
Jalar

Biaya Produksi Penerimaan


(TC) (TR)

Biaya Tetap Biaya Variabel Harga


Produksi
(TFC) (TVC) (p)
(q)
(sewa lahan, pajak, (bibit, pemupukan,
penyusutan alat) (
obat-obatan, tenaga
kerja)

Pendapatan
(Pd)

Kelayakan
(R/C, B/C, BEP)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran.


28

2.9 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran yang telah
dikemukakan pada penelitian ini, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis bahwa
diduga usahatani ubi jalar di Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin layak untuk
dilaksanakan oleh para petani ubi jalar.
III. METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin,
kecamatan ini merupakan penghasil ubi jalar terbesar di Kabupaten Merangin.
Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa Kecamatan Jangkat merupakan penghasil ubi jalar terbesar di Kabupaten
Merangin. Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal…sampai…2022. Ruang
lingkup penelitian ini adalah semua petani yang mengusahakan usahatani ubi jalar
(petani pemilik penggarap dan petani penggarap). Data yang diambil dalam
penelitian ini adalah data dalam satu kali musim tanam yaitu pada tahun 2020.
Penelitian ini akan membahas besarnya pendapatan yang diperoleh pada usahatani
ubi jalar dan tingkat kelayakan usahatani ubi jalar.
Pada penelitian ini data yang dikumpulkan adalah:
1. Identitas petani sampel, meliputi : nama, umur, tingkat pendidikan, jumlah
anggota keluarga dan pengalaman berusahatani.
2. Luas lahan usahatani ubi jalar (ha).
3. Jumlah produksi usahatani ubi jalar (kg/ha/MT).
4. Harga ubi Jalar pada satu kali musim tanam (Rp/kg).
5. Biaya tetap meliputi biaya sewa lahan, pajak, alat pertanian (Rp).
6. Biaya variabel meliputi seperti biaya bibit, biaya obat-obatan, biaya pupuk,
biaya tenaga kerja (Rp).
7. Penerimaan (Rp/MT).
8. Data lain yang dianggap relevan terhadap penelitian ini.

3.2 Sumber dan Metode Pengumpulan Data


Pada penelitian ini sumber data dan metode pengumpulan data yang dipakai
yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan peneliti secara langsung
untuk memperoleh jawaban dari tujuan dan permasalahan pada penelitian. Data
primer pada penelitian ini diperoleh melalui wawancara kepada petani yang
mengusahakan tanaman ubi jalar menggunakan bantuan daftar pertanyaan

29
30

(kuesioner) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Metode Pengumpulan data


primer dilakukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Observasi yaitu
pengamatan langsung secara sistematis ke lokasi lahan ubi jalar milik petani.
Wawancara yaitu kegiatan pengumpulan data melalui percakapan secara lisan
dengan daftar pertanyaan sedangkan dokumentasi yaitu pengambilan gambar atau
video di lokasi penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh secara tidak langsung.
Data sekunder bersumber dari berbagai instansi yang diperlukan pada penelitian.
Metode pengumpulan data sekunder didapatkan melalui hasil dari membaca dan
juga mengutip dari literatur yang diperlukan.

3.3 Metode Penarikan Sampel


Desa yang dijadikan sebagai sampel adalah desa yang petaninya
mengusahakan usahatani ubi jalar di Kecamatan Jangkat. Adapun pemilihan desa
sampel dilakukan secara sengaja (purposive). Pemilihan desa secara purposive
dikarenakan daerah penelitian adalah daerah dengan luas panen dan produksinya
tertinggi. Pada Lampiran 6 diketahui desa dengan luas panen dan produksi
tertinggi di Kecamatan Jangkat yaitu Desa Renah Alai dan Desa Pulau tengah.
Pemilihan responden penelitian dilakukan dengan meminta data dari Balai
Penyuluhan Pertanian Jangkat. Pengambilan populasi dilakukan secara sengaja
dengan pertimbangan bahwa populasi merupakan petani yang mengusahakan
usahatani ubi jalar (petani penggarap dan petani pemilik penggarap) yang ada di
Desa Renah Alai dan Pulau Tengah.
Berdasarkan data dari Balai Penyuluhan Pertanian diketahui populasi yang
diambil dari dua desa sampel tersebut adalah 200 petani, 130 petani dari Desa
Renah Alai dan 70 petani dari Desa Pulau Tengah. Apabila telah diketahui jumlah
populasi, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan sampel. Penentuan sampel
menurut Arikunto (2006) jika populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua
hingga penelitian merupakan penelitian populasi, penelitian populasi maksudnya
yaitu peneliti mengambil semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian,
namun apabila populasi berjumlah lebih dari 100 maka diambil antara 10-15%
atau 20-25% atau lebih. Peneliti mengambil 20% dari 200 populasi, sehingga
31

didapatkan sampel sebanyak 40 petani ubi jalar. Alasan peneliti menggunakan 20


% pada penentuan ukuran jumlah sampel karena:

1. Jumlah populasi 200 tidak mungkin diambil semua menjadi sampel.


2. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
3. Lebih mudah dalam penyebaran angket karena sudah ditentukan
jumlahnya.

Tabel 4. Alokasi Jumlah Sampel Petani yang membudidayakan ubi jalar di


Kecamatan Jangkat tahun 2019.

Jumlah (Orang)
Desa/ Kelurahan
Populasi Sampel
Renah Alai 130 26
Pulau Tengah 70 14
Jumlah 200 40
Sumber: Badan Penyuluhan Pertanian Jangkat ( 2021).
Pada perhitungan diatas, diperoleh sampel sebanyak 40 petani, yaitu 26
petani dari Desa Renah Alai dan 14 Petani dari Desa Pulau Tengah. Teknik
Pengambilan sampel akan dilakukukan dengan cara random sampling (sampel
acak), dimana setiap petani ubi jalar mempunyai peluang untuk menjadi sampel.

3.4 Metode Analisis Data


Pada penelitian ini metode yang dipergunakan yaitu deskriptif dan
kuantitatif. Tujuan kedua dijawab peneliti dengan menggunakan analisis
pendapatan usahatani, untuk biaya-biaya yang dimaksud yaitu biaya variabel,
seperti biaya benih, biaya obat-obatan, biaya pupuk, biaya tenaga kerja dan juga
biaya tetap, seperti biaya sewa lahan, pajak, alat pertanian. Pada tujuan ketiga
dijawab peneliti dengan memakai analisis kelayakan usahatani.
3.4.1 Pendapatan Usahatani
Pada tujuan kedua yaitu menghitung pendapatan usahatani, dimana dihitung
dengan menggunakan rumus:

Pd = TR – TC
Dimana:
Pd = Pendapatan usahatani ubi jalar (Rp/ MT).
TR = Total penerimaan ubi jalar (Rp).
32

TC = Biya total usahatani ubi jalar (Rp) .


Untuk menghitung total penerimaan (TR) usahatani ubi jalar digunakan rumus:
TR = Y . Py
Dimana:
Y = Produksi ubi jalar (kg).
Py = Harga ubi jalar yang diterima (Rp/kg).
Sedangkan untuk menghitung total pengeluaran (TC) usahatani ubi jalar
digunakan rumus:

TC = FC + VC

Dimana:
FC =Biaya tetap usahatani ubi jalar, seperti biaya sewa lahan, pajak, alat
pertanian (Rp).
VC =Biaya variabel usaha tani ubi jalar, seperti biaya bibit, biaya obat-obatan,
biaya pupuk, biaya tenaga kerja (Rp).
3.42 Kelayakan Usahatani
Pada tujuan ketiga yaitu mengetahui tingkat kelayakan usahatani, dimana
rumus yang digunakan adalah rumus R/C ratio, B/C ratio dan BEP.
a). Analisis revenue cost (R/C) ratio merupakan perbandingan atau nisbah
antara penerimaan dan biaya. Dapat dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut.
total penerimaan
R/C ratio =
Total Biaya
Y. Py
R/C ratio =
FC+Vc
Dimana:
R = Penerimaan usahatani ubi jalar (Rp/MT).
Py = Harga ubi jalar (Rp/kg).
Y = produksi ubi jalar (kg/ MT).
FC = Biaya tetap usahatani ubi jalar (Rp).
VC = Biaya variabel usahatani ubi jalar (Rp).
33

Kriteria Keputusan:
Jika R/C >1, maka usaha layak untuk dilaksanakan.
Jika R/C=1, maka usaha layak impas.
Jika R/C<1, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan.
b). Analisis benefit cost (B/C) ratio merupakan perbandingan atau nisbah
antara manfaat dan biaya. Dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

total pendapatan
B/C ratio =
total biaya
Dimana:
B = Benefit
C = Biaya (Rp)
Kriteria Keputusan:
Jika B/C >1, maka layak untuk dilaksanakan
Jika B/C = 1, maka usaha layak impas
Jika B/C <1, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan
(Rahim dan Hastuti, 2008)
c) Break Even Point (BEP) adalah kondisi dimana hasil usahatani yang
diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Usahatani tersebut
menggambarkan kondisi yang tidak untung dan juga tidak rugi.

total biaya produksi (Rp)


BEP volume produksi =
harga di tingkat petani (Rp per Kg)

total biaya produksi (Rp)


BEP harga produksi =
total produksi (Kg)

Kriteria Keputusan:
Titik impas terlampaui apabila nilai masing-masing variabel lebih tinggi dari hasil
perhitungan BEP (Cahyono, 2002).

3.5 Konsepsi dan Pengukuran


1. Pendapatan usahatani ubi jalar adalah selisih antara penerimaan usahatani
ubi jalar dengan total biaya yang dikeluarkan pada usahatani ubi jalar
(Rp/MT).
34

2. Penerimaan usahatani ubi jalar adalah hasil produksi ubi jalar kemudian
dikalikan dengan harga jual ubi jalar pada musim panen tersebut (Rp/MT).
3. Produksi ubi jalar adalah hasil produksi ubi jalar yang diperoleh dari
kegiatan usahatani pada satu kali musim tanam (kg/MT).
4. Harga merupakan nilai penjualan ubi jalar yang didapatkan petani dan harga
dapat berfluktuasi tergantung dari permintaan pasar (Rp/kg).
5. Biaya total usahatani ubi jalar adalah total pengeluaran dari kegiatan
usahatani ubi jalar, berupa biaya tetap dan biaya variabel (Rp).
6. Biaya variabel (variable cost) usahatani ubi jalar adalah biaya yang
dikeluarkan pada usahatani ubi jalar, dimana biaya tersebut dipengaruhi
oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Contohnya biaya benih, biaya tenaga
kerja, biaya pemupukan, biaya obat-obatan (Rp).
7. Biaya tetap (Fixed cost) usahatani ubi jalar adalah biaya yang dikeluarkan
pada usahatani ubi jalar, dimana biaya tidak dipegaruhi oleh produksi yang
dihasilkan. Contohya sewa lahan, pajak, alat pertanian (Rp).
8. Luas lahan adalah luas tanah yang dipergunakan pada kegiatan usahatani ubi
jalar (ha).
9. Kelayakan usahatani adalah suatu ukuran usaha yang menghasilkan sebuah
keuntungan yang proporsional dengan membandingkan penerimaan dan
seluruh biaya produksi usahatani.
10. Break even point adalah suatu titik impas dari usahatani yang dijalankan
atau usahani tersebut tidak mengalami kerugian namun juga tidak untung,
dimana total penerimaan sama dengan seluruh biaya yang dikeluarkan.
35

Anda mungkin juga menyukai