PENDAHULUAN
1
2
Tabel 1. Luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di Provinsi Jambi
tahun 2015-2019*.
produknya dalam bentuk segar kepada tengkulak, karena hanya tengkulak yang
mau menampung hasil produksi petani. Petani di kecamatan tersebut hanya bisa
bergantung pada harga yang ditetapkan tengkulak. Kondisi jarak tersebut
membuat besarnya biaya bahan bakar transportasi pengangkutan, sehingga
tengkulak memberikan harga yang rendah pada komoditi ubi jalar, belum lagi saat
panen raya harga yang diterima petani juga turun, dimana terjadi jumlah produksi
yang menumpuk di sejumlah daerah. Menurut Rahim, dkk (2005) bahwa dalam
keadaan panen raya, produksi sangat melimpah sehingga harga pasar dibawah
harga semestinya karena itu diperlukan kebijaksanaan harga yang lebih tinggi dari
harga pasar tersebut, selain itu petani sering mengalami produksi yang sangat
melimpah, sedangkan permintaan menurun maka harga yang diterima petani
rendah dan turun. Menurut Rahardja dan Manurung (2008) penawaran yang lebih
tinggi akan mengurangi tingkat permintaan barang. Terus menurunnya jumlah
permintaan mengakibatkan harga barang terus merosot sampai di bawah harga
keseimbangan. Bila hal tersebut terus dibiarkan maka produsen akan merugi. Oleh
sebab itu pemerintah menetapkan harga dasar, untuk mencegah harga pasar terus
merosot tajam. Mekanisme kebijakan pemerintah lainnya adalah dengan cara
membeli surplus produksi atau kelebihan penawaran tersebut.
Permasalahan yang dihadapi petani adalah turun dan rendahnya harga
komoditi ubi jalar yang diterima petani sehingga dikhawatirkan akan berdampak
pada penerimaan petani. Penerimaan petani menjadi salah satu faktor selain biaya
produksi dalam memperoleh pendapatan yaitu penerimaan dikurangkan dengan
total biaya. Penurunan harga yang diterima petani disaat terjadi peningkatan
produksi maka perlu diketahui apakah usahatani ubi jalar yang dibudidayakan
layak atau tidak untuk dijalankan. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan
bahwa harga yang diterima petani dapat mempengaruhi pendapatan usahatani ubi
jalar dan memiliki keterkaitan terhadap kelayakan usahatani ubi jalar tersebut.
Dari uraian yang telah ditulis, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan
Jangkat Kabupaten Merangin”
Ketersediaan pangan di Indonesia hingga saat ini masih menjadi isu yang
penting, sebagai langkah yang tepat dalam mengatasi isu ketersediaan pangan
yaitu melalui diversifikasi pangan. Ubi jalar merupakan jenis tanaman pangan
yang menjadi alternatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan dikarenakan
mengandung karbohidrat. Selain itu terdapat banyak kelebihan dibandingkan
dengan umbi lainnya, seperti mengandung betakaroten dan juga kaya akan
vitamin A dan C yang baik untuk kesehatan. Selain itu ubi jalar termasuk kedalam
jenis komoditi yang mudah untuk dibudidayakan.
Kecamatan Jangkat merupakan salah satu sentra produksi ubi jalar di
Kabupaten Merangin. Pengembangan usahatani ubi jalar memiliki prospek yang
baik untuk kedepannya dengan kondisi wilayah di daerah pegunungan.
Masyarakat Kecamatan Jangkat menjalankan usahatani tersebut dengan tujuan
memperoleh pendapatan yang akan digunakan petani untuk menghidupi dirinya
dan keluarganya. Oleh sebab itu petani selalu berfikir rasional bahwa mereka
dapat memperoleh pendapatan yang besar dengan memaksimalkan sumber daya
manusia, alam maupun modal.
Tingkat pendapatan petani ubi jalar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
jumlah produksi, biaya-biaya produksi dan harga jual. Pada fenomena yang terjadi
pada petani yaitu penurunan pada harga ubi jalar. Penyebab turunnya harga ubi
jalar dikarenakan beberapa faktor seperti akses yang jauh dari poros kabupaten
membuat petani ubi jalar sulit untuk memasarkan ubi jalar. Petani hanya
bergantung memasarkan hasil panennya kepada tengkulak, sehingga petani hanya
bergantung pada harga yang ditetapkan tengkulak. Kondisi jarak tersebut
membuat besarnya biaya bahan bakar transportasi pengangkutan, sehingga
tengkulak memberikan harga yang rendah. Selain itu pada saat panen raya harga
yang diterima petani juga turun, dimana terjadi jumlah produksi yang menumpuk
di sejumlah daerah dan juga faktor permintaan pasar yang rendah, sedangkan
penawaran dari petani tinggi dan berakibat pada turunnya harga ubi jalar tersebut.
Pendapatan petani akan meningkat apabila pasar dapat memberikan harga yang
tinggi kepada petani, namun akan menurun apabila pasar memberikan harga yang
rendah.
9
11
12
kerja yang dipergunakan pada kegiatan usahatani, dan kemampuan petani dalam
mengatur penerimaan keluarga. Sedangkan faktor eksternal meliputi aspek yang
berkaitan dengan penjualan hasil pertanian atau bahan pertanian, dan juga sarana
transportasi dan komunikasi, fasilitas kredit, ketersediaan fasilitas umum bagi
petani, harga jual produk pertanian, harga input pertanian dan sebagainya.
dimanfaatkan sebagai bahan industri sehingga ubi jalar tersebut mempunyai nilai
tambah tersendiri. Untuk saat ini ubi jalar kebanyakan dipasarkan sebagai oleh-
oleh dalam bentuk segar dan olahan sederhana.
Ubi jalar adalah komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi tidak
hanya dalam bentuk segar namun juga dalam bentuk olahan seperti pada produk
tepung ubi jalar. Hasil klon dari ubi gunng kayu dapat memberikan hasil yang
baik, jika dijadikan produk olahan tepung, akan menghasilkan tepung yang
berwarna kuning seperti halnya tepung terigu sehingga banyak dimanfaatkan
dalam pembuatan mie dan jenis kue. Peranan tepung ubi jalar sebagai penunjang
penggunaan tepung terigu memiliki potensi untuk dikembangkan mengingat harga
tepung terigu semakin merambat naik.
Menurut Sarwono (2005), ubi jalar dapat ditanam di berbagai lokasi, baik di
dataran rendah (0 m dpl) maupun dataran tinggi (1.700 m dpl). Daerah paling
ideal untuk membudidayakan ubi jalar yaitu bersuhu 21-27 ºC, disinari oleh
matahari sekitar 11-12 jam per hari dengan tingkat kelembapan udara 50-6- % dan
curah hujan tahunan 750-1.500 mm. pertumbuhan yang baik untuk menghasilkan
produksi ubi jalar yang tinggi yakni dilakukan pada musim kemarau.
Di daerah tropis yang memiliki bulan basah sepanjang tahun, di lahan ber
irigasi, ubi jalar dapat ditanam sepanjang tahun. Pola tanam ubi jalar biasanya
diatur menurut prioritas penggunaan lahan. Pola tanam ubi jalar dipakai untuk
menggambarkan urutan tanaman pada suatu lahan. Penentuan teknis tanaman
seperti musim, penyediaan air, kondisi lahan, permintaan pasar, harga pasar,
kemampuan memproduksi (tenaga, modal, dan keadaan tanaman di lahan
sebelumnya.
1. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan merupakan kegiatan menghilangkan gulma dan kerikil
yang berada di lahan tersebut. Pengolahan lahan tersebut dilakukan dengan
mencangkul tanah sedalam 20-30 cm dan biarkan hingga mengering sekitar 1-2
minggu. Proses kedua yaitu dengan membuat gundukan dengan lebar 60 cm,
tinggi 30-40 cm dan jarak guludan antar guludan 75-100 cm. kemudian ratakan
permukaan guludan sehingga lahan siap untuk ditanami. Lapisan yang baik adalah
14
lapisan atas yang mempunyai unsur hara yang tinggi dan sering disebut dengan
lapiran gembur atau tanah gembur.
2. Bibit
Perbanyakan ubi jalar dapat dilakukan dengan bibit stek atau umbi. Namun
kebanyakan orng lebih banyak melakukan perbanyakan dengan stek batang. Stek
batang dilakukan dengan mengambil batang dari tanaman sebelumnya yang umur
tanamannya 2-5 bulan atau bisa juga dengan mengambil potongan umbi yang
telah tumbuh tunas. Perbanyakan stek tunas yang baik dengan melakukan
pemotongan batang sepanjang 20-25 cm dan batangnya terdiri dari 6-8 buku.
3. Penanaman
Waktu tanam terbaik ubi jalar dilakukan pada menjelang akhir musim hujan
(Maret). Pada penanaman ubi jalar memiliki jarak tanam yang bervariasi untuk
setiap daerah dan setiap tipe agroklimat. Pada penanaman dengan luas areal 1
hektar, memerlukan bibit stek sekitar 33.000 batang, jika jarak tanam yang
digunakan 30 cm x 100 cm dan penanaman secara monokultur. Penanaman
dilakukan dengan posisi mendatar ataupun miring, hal tersebut tergantung dari
kebiasaan petani dan juga bentuk umbi. Pada penanaman dengan stek batang,
batang peru ditenggelamkan ke tanah sebanyak 2/3 bagian dan 1/3 bagiannya lagi
diatas tanah.
4. Penyulaman
Saat tanaman ubi jalar telah berumur 3 minggu setelah tanam, perlu
dilakukan pemantauan secara berkesinambungan untuk melihat apakah ada bibit
yang mati atau pertumbuhannya tidak sewajarnya. Jika terjadi hal tersebut perlu
adanya proses penyulaman. Penyulaman tersebut segera dilakukan agar
pertumbuhan tanaman yang baru tidak tertinggal jauh dari tanaman yang
sebelumnya.
5. Penyiangan
Penyiangan segera dilakukan apabila didapati gulma mulai tumbuh.
Penyiangan akan dilakukan setelah tanaman memasuki umur 3 minggu. proses
penyiangan pertama bisa dilakukan bersamaan dengan penggemburan tanah.
Perbaikan guludan juga bisa dilakukan bersamaan dengan proses penyiangan. Jika
15
didapati gulma masih banyak tumbuh setelah 6 minggu bisa dilakukan penyiangan
kembali.
6. Penggemburan
Pada masa pertumbuhan posisi guludan perlu untuk diperhatikan, apabila
didapati guludan yang keadaannya mulai memadat, maka penggemburan perlu
dilakukan. Penggemburan tersebut dilakukan agar pertumbuhan umbi dapat
optimal dan bentuk umbi dapat sempurna. Waktu penggemburan bisa dilakukan
bersamaan dengan penyiangan gulma, pemberian pupuk ataupun saat perbaikan
tanah yang runtuh. Terkhusus untuk perbaikan guludan lebih diutamakan
menggunakan garpu dengan cara di cangkul di area pokok batang tersebut.
7. Pengairan
Pegairan dilakukan saat umur tanaman 0-3 minggu atau selama waktu
tersebut tidak terjadi hujan.pengairan sangat diperlukan pada saat ubi jalar
memasuki tahap pertumbuhan vegetatif dan pada fase pembentukan dan pengisian
umbi. Kebutuhan air sangat tergantung dari stadia pertumbuhan tanaman. Pada
saat tanaman berumur 1-4 minggu, tanah yang diberi air cukup sedalam 10 cm
dari tinggi saluran. Pada tanaman umur 5-6 minggu, tanah perlu diberi air sedalam
15 cm, sedangkan umr 7-11 minggu, tanah yang diberi air sedalam 20-25 cm dari
tinggi saluran. Pengairan dilakukan dengan cara perendaman saluran selama 2-4
jam pada musim kemarau yang dilakukan seminggu sekali, hal tersebut sangat
membantu pertumbuhan tanaman. Air rendaman tersebut sebaiknya tidak
mengalir, hal itu bisa membantu mematikan hama boleng yang menyerang umbi
di dalam tanah.
8. Pengangkatan Batang
Pada masa pertumbuhan, tentu pada ruas batang akan ditumbuhi akar,
dimana akar yang tumbuh tersebut akan menghasilkan umbi, namun umbi yang
dihasilkan akan berukuran kecil dan tidak bisa untuk dipasarkan. Adapun cara
yang digunakan untuk mengatasi hal diatas yaitu melakukan pengangkatan
batang. Saat proses pemutusan akar yang tumbuh di ruas-ruas batang, maka tidak
ada umbi yang tumbuh, sehingga air dan zat akan berfokus pada pertumbuhan
umbi utama. Pengangkatan batang di sebagian wilayah dilakukan sebanyak 1-2
kali selama satu kali masa tanam. Pengangkatan pertama dilakukan saat tanaman
16
total harga satuan dari produksi tertentu. Penerimaan usahatani dibagi menjadi
penerimaan tunai usahatani dan penerimaan total usahatani. Penerimaan tunai
usahatani serta penerimaan total usahatani merupakan penerimaan dalam jangka
waktu tertentu, biasanya dalam satu kali musim panen baik yang dijual secara
tunai ataupun tidak dijual tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, dan juga pakan
ternak (Hernanto, 1996). Salah satu yang menjadi pusat perhatian dalam usahatani
ialah tingkat penerimaan yang diperoleh. Penerimaan merupakan sejumlah uang
yang diterima dari penjualan produknya kepada pedagang atau kepada konsumen
secara langsung (Sukirno, 2000).
Penerimaan diperoleh dari perkalian antara produksi fisik dikalikan harga
produksi. Total pendapatan bersih diperoleh dengan mengurangkan antara total
penerimaan dengan total biaya dalam produksi. Soekartawi (2002), menyatakan
keuntungan adalah selisih penerimaan total dengan seluruh biaya-biaya produksi.
Biaya ini mempunyai beberapa artian, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
biaya tetap contohnya sewa lahan, pembelian alat pertanian dan biaya tidak tetap
contohnya biaya yang dikeluarkan dalam keperluan membeli sejumlah bibit, obat-
obatan maupun pembayaran tenaga kerja.
Wujud penerimaan tunai bisa menggambarkan tingkatan kemajuan
ekonomi usahatani ditinjau dari spesialisasi serta pembagian kerja. Besarnya
pendapatan tunai ataupun besarnya proporsi penerimaan tunai terhadap total
penerimaan tercantum natura yang bisa dipergunakan dalam perbandingan
keberhasilan petani satu terhadap yang lain. Oleh sebab itu, apabila kita berupaya
menerapkan perbandingan jadi invalid serta tidak seluruhnya besar. Dalam
masyarakat yang semacam itu, penerimaan tunai hanya sebagian saja serta yang
terbesar merupakan penerimaan dalam wujud natur yang dikonsumsi keluarga
(Dalas, 2004).
Menurut Ibrahim (2008), studi kelayakan usaha disebut juga feasibility study
adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam
melaksanakan suatu kegiatan usaha/ proyek dan merupakan bahan pertimbangan
dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu
gagasan usaha/ proyek yang direncanakan. Pengertian layak disini adalah
kemungkinan dari gagasan/ proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat
(benefit) baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social layaknya suatu
gagasan usaha/ proyek dalam arti sosial benefit tidak selalu menggambarkan
dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari penilaian yang dilakukan.
Terdapat syarat utama dalam usahatani diantaranya yaitu, R/C >1, B/C >1,
Produksi>BEP Produksi, Harga >BEP harga, dan apabila terjadi penurunan harga
produksi ataupun peningkatan harga faktor produksi sampai batas tertentu tidak
menyebabkan kerugian.
Menurut Kasmir (2016) analisis titik impas atau analisis pulang pokok atau
dikenal dengan nama analisis Break Even Point (BEP) merupakan salah satu
analisis keuangan yang sangat penting dalam perencanaan keuangan perusahaan.
Analisis titik impas sering disebut analisis perencanaan laba (profit planning).
Analisis ini biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin
mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi produk baru tentu
berkaitan dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan
harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke
konsumen.
Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui pada titik berapa hasil
penjualan sama dengan jumlah biaya. Atau perusahaan beroperasi dalam kondisi
tidak laba dan tidak rugi, atau laba sama dengan nol. Melalui analisis titik impas,
kita akan dapat mengetahui bagaimana hubungan antara biaya tetap, biaya
variabel, keuntungan dan volume kegiatan (penjualan atau produksi). Oleh karena
itu, analisis ini juga sering disebut dengan nama cost profit volume analysis.
Jumlah produksi yang akan dijual akan berkaitan erat dengan biaya yang
dikeluarkan. Pada akhirnya biaya-biaya ini menjadi penentu terhadap harga jual
perusahaan. Besar kecilnya biaya sangat berpengaruh terhadap harga jual,
demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, salah satu kegunaan analisis titik
21
usaha tidak ada kerugian dan dapat menetapkan jumlah penjualan yang harus
dicapai untuk memperoleh suatu keuntungan (Rangkuti, 2005).
BEP volume produksi digunakan untuk menentukan produksi terkecil yang
harus dihasilkan agar suatu suatu tidak merugi, apabila produksi yang dihasilkan
lebih rendah dari produksi BEP, maka usaha tersebut dikatakan rugi. Sedangkan
BEP harga produksi digunakan untuk menggambarkan harga terendah dari produk
yang dihasilkan. Jika harga ditingkat petani rendah daripada harga BEP, maka
usahatani tersebut akan menimbulkan kerugian (Cahyono, 2002).
nilai R/C atas biaya total sebesar 2,1 sehingga dapat dikatakan usahatani ubi jalar
menguntungkan dan layak untuk diusahakan.
Angelia Leovita, Ratna Winandi Asmarantaka dan Heny KS Daryanto
(2015) melakukan penelitian tentang “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis
Usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam Provinsi
Sumatera Barat”. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani
kentang, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar,
menganalisis efisiensi teknis dan faktor inefisiensi teknis usahatani ubi jalar.
Adapun metode analisis data yang digunakan yaitu analisis pendapatan dan R/C
ratio, analisis fungsi produksi stochastic frontier, analisis efisiensi teknis dan
analisis inefisiensi teknis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani
ubi jalar sebesar Rp 24.659.314,18 dengan R/C ratio 1,8. Rasio R/C menunjukkan
bahwa ubi jalar pertanian masih layak dan menguntungkan untuk dibudidayakan.
Faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar adalah benih, pupuk organik,
tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga. Rata-rata efisiensi
teknis sebesar 0,85 yang berarti produktivitas usahatani ubi jalar mencapai 85
persen dari tingkat maksimum, sedangkan inefisiensi dapat dikurangi dengan
keanggotaan kelompok tani, umur, dan penguasaan lahan.
M. Sandi El Yasin dan Endang Pudjiastutik (2019) melakukan penelitian
tentang “Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar (Ipomea batatas l) di Desa
Panti Kecamatan Panti Kabupaten Jember”. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat pendapatan usahatani ubi jalar dan untuk mengetahui tingkat
efisiensi penggunaan biaya usahatani. Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total
biaya usahatani ubi jalar per hektar sebanyak Rp 22.052.029,49 dengan rata-rata
total penerimaan usahatani sebanyak Rp 63.444.198,78, sehingga pendapatan
usaha taninya mencapai Rp 41.329.169,29. Selanjutnya kegiatan usahatani ubi
jalar di lokasi penelian sudah efisien yang ditandai dengan nilai R/C sebesar 2,15.
Hendru Saputra, Abdul Hamid A Yusra dan Rakhmad Hidayat (2019)
melakukan penelitian tentang “Analisis Pendapatan Usahatani Tumpangsari
Jagung Manis dengan Ubi Jalar di Desa Rasau Jaya 1 Kecamatan Rasau Jaya
Kabupaten Kubu Jaya”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
24
pendapatan usahatani tumpangsari jagung manis dengan ubi jalar di Desa Rasau
Jaya 1 Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Raya. Metode yang digunakan
pada penelitian ini yaitu metode survei dimana pengumpulan data berdasarkan
wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total penerimaan
tumpangsari jagung manis dengan ubi jalar sebesar Rp 38.866.271,19,-.
Pendapatan jagung manis sebesar Rp 7.643.753,97,- dan ubi jalar sebesar Rp
14.388.534,1,-. Jadi, total pendapatan jagung manis dengan ubi jalar sebesar Rp
22.332.278,07,-. Selisih pendapatan antara jagung manis dengan ubi jalar sebesar
Rp 6.744.770,13,-. Penelitian ini menunjukkan bahwasanya hasil dari tanaman ubi
jalar lebih besar dari hasil jagung manis.
Moh. Sunandar Maika, Saiful Darman dan Made Antara (2016) melakukan
penelitian tentang “Analisis Pendapatan dan Strategi Pengembangan Usahatani
Ubi Banggai di Kecamatan Totikum Selatan Kabupaten Banggai Kepulauan”.
Tujuan penelitian adalah (1) untuk mengetahui pendapatan masyarakat Banggai
sistem pertanian yum di Kecamatan Totikum Selatan Kabupaten Banggai
Kepulauan dan (2) untuk mengetahui strategi pengembangan sistem usahatani
Banggai yum di Totikum Selatan Kecamatan Banggai Kepulauan. Metode analisis
yang digunakan pendapatan usahatani dengan persamaan = TR-TC untuk
menghasilkan R/C nilai dan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian
menunjukkan besar pendapatan usahatani ubi banggai per petani di Kecamatan
Totikum Selatan rata-rata per sekali musim tanam adalah Rp. 7.67.487,30/0,3 ha
dengan jumlah rata-rata produksi 2.006,46 kg. Sedangkan nilai R/C ratio > 1 atau
sebesar 2,02. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa usahatani ubi
banggai layak untuk diusahakan. Strategi pengembangan usahatani ubi banggai di
Kecamatan Totikum Selatan yang sangat tepat untuk dilakukan adalah strategi
WO (weaknesses-Opportunities). Memanfaatkan iklim dan kesesuaian lahan tanpa
adanya sistem tanam yang tradisional (berpindah-pindah). Mempromosikan ubi
bangai melalui sektor pariwisata dengan cara mengenalkan budaya sehingga
memudahkan terbukanya akses pasar, memanfaatkan potensi dan nilai ekonomi
yang tinggi sehingga dapat menarik investasi guna meningkatkan nilai tambah
produk akhir ubi banggai.
25
Usahatani Ubi
Jalar
Pendapatan
(Pd)
Kelayakan
(R/C, B/C, BEP)
2.9 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan kerangka pemikiran yang telah
dikemukakan pada penelitian ini, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis bahwa
diduga usahatani ubi jalar di Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin layak untuk
dilaksanakan oleh para petani ubi jalar.
III. METODE PENELITIAN
29
30
Jumlah (Orang)
Desa/ Kelurahan
Populasi Sampel
Renah Alai 130 26
Pulau Tengah 70 14
Jumlah 200 40
Sumber: Badan Penyuluhan Pertanian Jangkat ( 2021).
Pada perhitungan diatas, diperoleh sampel sebanyak 40 petani, yaitu 26
petani dari Desa Renah Alai dan 14 Petani dari Desa Pulau Tengah. Teknik
Pengambilan sampel akan dilakukukan dengan cara random sampling (sampel
acak), dimana setiap petani ubi jalar mempunyai peluang untuk menjadi sampel.
Pd = TR – TC
Dimana:
Pd = Pendapatan usahatani ubi jalar (Rp/ MT).
TR = Total penerimaan ubi jalar (Rp).
32
TC = FC + VC
Dimana:
FC =Biaya tetap usahatani ubi jalar, seperti biaya sewa lahan, pajak, alat
pertanian (Rp).
VC =Biaya variabel usaha tani ubi jalar, seperti biaya bibit, biaya obat-obatan,
biaya pupuk, biaya tenaga kerja (Rp).
3.42 Kelayakan Usahatani
Pada tujuan ketiga yaitu mengetahui tingkat kelayakan usahatani, dimana
rumus yang digunakan adalah rumus R/C ratio, B/C ratio dan BEP.
a). Analisis revenue cost (R/C) ratio merupakan perbandingan atau nisbah
antara penerimaan dan biaya. Dapat dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut.
total penerimaan
R/C ratio =
Total Biaya
Y. Py
R/C ratio =
FC+Vc
Dimana:
R = Penerimaan usahatani ubi jalar (Rp/MT).
Py = Harga ubi jalar (Rp/kg).
Y = produksi ubi jalar (kg/ MT).
FC = Biaya tetap usahatani ubi jalar (Rp).
VC = Biaya variabel usahatani ubi jalar (Rp).
33
Kriteria Keputusan:
Jika R/C >1, maka usaha layak untuk dilaksanakan.
Jika R/C=1, maka usaha layak impas.
Jika R/C<1, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan.
b). Analisis benefit cost (B/C) ratio merupakan perbandingan atau nisbah
antara manfaat dan biaya. Dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
total pendapatan
B/C ratio =
total biaya
Dimana:
B = Benefit
C = Biaya (Rp)
Kriteria Keputusan:
Jika B/C >1, maka layak untuk dilaksanakan
Jika B/C = 1, maka usaha layak impas
Jika B/C <1, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan
(Rahim dan Hastuti, 2008)
c) Break Even Point (BEP) adalah kondisi dimana hasil usahatani yang
diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Usahatani tersebut
menggambarkan kondisi yang tidak untung dan juga tidak rugi.
Kriteria Keputusan:
Titik impas terlampaui apabila nilai masing-masing variabel lebih tinggi dari hasil
perhitungan BEP (Cahyono, 2002).
2. Penerimaan usahatani ubi jalar adalah hasil produksi ubi jalar kemudian
dikalikan dengan harga jual ubi jalar pada musim panen tersebut (Rp/MT).
3. Produksi ubi jalar adalah hasil produksi ubi jalar yang diperoleh dari
kegiatan usahatani pada satu kali musim tanam (kg/MT).
4. Harga merupakan nilai penjualan ubi jalar yang didapatkan petani dan harga
dapat berfluktuasi tergantung dari permintaan pasar (Rp/kg).
5. Biaya total usahatani ubi jalar adalah total pengeluaran dari kegiatan
usahatani ubi jalar, berupa biaya tetap dan biaya variabel (Rp).
6. Biaya variabel (variable cost) usahatani ubi jalar adalah biaya yang
dikeluarkan pada usahatani ubi jalar, dimana biaya tersebut dipengaruhi
oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Contohnya biaya benih, biaya tenaga
kerja, biaya pemupukan, biaya obat-obatan (Rp).
7. Biaya tetap (Fixed cost) usahatani ubi jalar adalah biaya yang dikeluarkan
pada usahatani ubi jalar, dimana biaya tidak dipegaruhi oleh produksi yang
dihasilkan. Contohya sewa lahan, pajak, alat pertanian (Rp).
8. Luas lahan adalah luas tanah yang dipergunakan pada kegiatan usahatani ubi
jalar (ha).
9. Kelayakan usahatani adalah suatu ukuran usaha yang menghasilkan sebuah
keuntungan yang proporsional dengan membandingkan penerimaan dan
seluruh biaya produksi usahatani.
10. Break even point adalah suatu titik impas dari usahatani yang dijalankan
atau usahani tersebut tidak mengalami kerugian namun juga tidak untung,
dimana total penerimaan sama dengan seluruh biaya yang dikeluarkan.
35