Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses pengembangan kapasitas


masyarakat dalam jangka panjang sehingga memerlukan perencanaan yang tepat
dan akurat. Perencanaan ini berarti harus mampu mencakup kapan, di mana dan
bagaimana pembangunan harus dilakukan agar mampu merangsang pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan, dengan kata lain, pembuat rencana
pembangunan harus mampu memprediksi dampak yang ditimbulkan dari
pembangunan yang akan dilakukan baik dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang (Tinambunan, 2007)
Melalui kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka pemerintah memberikan
kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, khususnya daerah kabupaten/kota
untuk menyelenggarakan pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Sektor-sektor yang memberikan andil besar dalam rangka mensukseskan
pembangunan daerah harus dipacu untuk terus berusaha mengambil peran yang
lebih besar sehingga pemerintah daerah mampu menjalankan pembangunan tanpa
harus bergantung pada pemerintah pusat, walaupun beberapa hal memang masih
menjadi kewenangan pusat (Undang-Undang No 32, 2004).
Pertanian merupakan salah satu sektor pendukung pembangunan ekonomi
dalam upaya mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
Pembangunan pertanian yang dikelola dengan baik dan bijak akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara berkelanjutan. Sektor
pertanian masih mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian
nasional. Tahun 2017, kontribusi sektor pertanian terhadap total perekonomian
nasional sebesar 13,14 % menempati urutan kedua setelah sektor industri
pengolahan yang memberikan kontribusi sebesar 20,16 % (Badan Pusat Statistik,
2018)

1
Kabupaten Kayong Utara merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Provinsi Kalimantan Barat yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Ketapang
terbentuk secara resmi berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007 tanggal
2 Januari 2007 dan Surat Mendagri No.135/439/SJ tanggal 27 Februari 2007. Sektor
pertanian berperan penting terhadap pertumbuhan perekonomian dengan kontribusi
sebesar 29 % nilai tambah PDRB Kabupaten Kayong Utara. Sumbangan terbesar
sektor pertanian terhadap PDRB didukung oleh sub sektor tanaman pangan dan sub
sektor perikanan yaitu masing-masing 30,77 % dan 26,76 % (BPS Kabupaten
Kayong Utara, 2017).
Kabupaten Kayong Utara memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Total luas
lahan pertanian berdasarkan data tahun 2015 seluas 229.011 hektar, yang terbagi
menjadi lahan pertanian sawah (lahan yang ditanami tanaman pangan seperti padi
dan palawija), dan lahan pertanian bukan sawah (semua lahan selain lahan sawah,
seperti tegal/kebun, ladang/huma, perkebunan dan padang rumput) (Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Luas Lahan di Kabupaten Kayong Utara Tahun 2015 (Hektar)
Penggunaan Lahan
Total Luas
Kecamatan Pertanian Bukan
Sawah Lahan
Bukan sawah Pertanian
Pulau Maya 8.400 100.164 1.326 109.890
Sukadana 5.816 31.594 57.510 94.920
Simpang Hilir 6.941 53.280 81.949 142.170
Teluk Batang 3.398 8.000 26.170 37.568
Seponti 6.520 4.898 26.124 37.542
Total 31.075 197.936 193.079 422.090
Sumber: BPS Kabupaten Kayong Utara, 2016

Berdasarkan Tabel 1.1. terlihat bahwa lahan pertanian di Kabupaten Kayong


Utara sebesar 54 % dari total luas lahan secara keseluruhan. Hal ini tentunya
menjadi peluang yang cukup baik untuk pengembangan sektor pertanian. Namun
pada kenyataannya lahan tersebut belum bisa dimaksimalkan penggunaannya.
Berdasarkan data statistik tahun 2015 dari total luas lahan sawah, sebanyak 10.645
hektar belum dimanfaatkan.
Padi merupakan komoditas tanaman pangan utama di Kabupaten Kayong
Utara. Dilihat dari total produksi, komoditas padi berada diatas komoditas tanaman
pangan lainnya (Tabel 1.2).

2
Tabel 1.2. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Produksi Tanaman Pangan di
Kabupaten Kayong Utara Tahun 2015
Rata-rata
Luas Panen Produksi
Jenis Tanaman Produksi
(Ha) (Ton)
(Kw/Ha)
1. Padi 19.290 25,19 48.595
- Padi Sawah 19.190 25,17 48.306
- Padi Ladang 100 28,86 289
2. Jagung 20 18,54 37
3. Ubi Kayu 143 152,36 2.179
4. Ubi Jalar 52 72,47 377
5. Kacang tanah 22 9,86 22
6. Kacang Kedelai 5 10,00 5
7. Kacang Hijau - - -
Sumber: BPS Kabupaten Kayong Utara, 2016
Tabel 1.2. menunjukkan bahwa produksi tanaman pangan yang tertinggi yaitu
komoditas padi dengan total produksi mencapai 48.595 ton. Komoditas padi terdiri
dari padi sawah dan padi ladang. Dalam penelitian ini akan difokuskan terhadap
komoditas padi sawah tadah hujan dikarenakan komoditas ini tersebar di seluruh
kecamatan di Kabupaten Kayong Utara. Untuk komoditas padi ladang hanya
terdapat di satu kecamatan yaitu Kecamatan Simpang Hilir. Pada tahun 2015,
produksi padi sawah mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan
dari tahun sebelumnya (Tabel 1.3).

Tabel 1.3. Perkembangan Produksi Komoditas Padi Sawah di Kabupaten


Kayong Utara Tahun 2011-2015
Luas Panen (Ha)
Rata-rata Produksi
Tahun Produksi (Ton)
(Kw/Ha)
2015 19.190 25,17 48.306
2014 22.399 31,61 70.801
2013 21.401 32,25 69.017
2012 20.886 31,79 66.397
2011 21.886 31,70 67.930
Sumber: BPS Kabupaten Kayong Utara, 2016

Tabel 1.3. menunjukkan bahwa perkembangan produksi komoditas padi sawah


di Kabupaten Kayong Utara selama periode 2011-2014, secara umum mengalami
peningkatan sebesar 3,80 %. Namun pada tahun 2015 mengalami penurunan
produksi yang cukup signifikan sebesar 31,62 % dari tahun sebelumnya. Kondisi

3
ini sejalan dengan tingkat produksi padi sawah Provinsi Kalimantan Barat yang
juga mengalami penurunan pada tahun yang sama (Tabel 1.4)

Tabel 1.4. Perbandingan Produksi Tanaman Padi Sawah Kabupaten Kayong


Utara dan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2015
Rata-rata Rata-rata
Produksi
Produksi Produksi Produksi
Tahun Kabupaten
Kabupaten Provinsi Provinsi (Ton)
(Ton)
(Kw/Ha) (Kw/Ha)
2015 25,17 48.306 31,96 1.275.707
2014 31,61 70.801 33,57 1.372.695
2013 32,25 69.017 34,53 1.441.876
2012 31,79 66.397 34,20 1.300.100
2011 31,70 67.930 34,03 1.372.989
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016 dimodifikasi

Berdasarkan Tabel 1.4 terlihat bahwa, secara umum rata-rata produksi padi
sawah Kabupaten Kayong Utara lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
produksi Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 2015 rata-rata produksi kabupaten
mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 20,37 %. Pada tahun yang
sama rata-rata produksi provinsi mengalami penurunan sebesar 4,79 %.
Penurunan produktivitas dan faktor-faktor yang menghambat pengembangan
agribisnis padi perlu dianalisis lebih lanjut. Menurut pengamatan sementara
peneliti, ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor alam, faktor
sumber daya manusia, keterbatasan modal petani, infrasrutktur yang belum
memadai, dan faktor pemasaran komoditas. Faktor alam mempunyai peranan
penting dalam menentukan produktivitas, mengingat sebagian besar lahan
pertanian di Kabupaten Kayong Utara merupakan lahan tadah hujan. Selain itu
resiko lahan tadah hujan apabila curah hujan tinggi lahan akan tergenang dan
menyebabkan banjir, sebaliknya ketika musim kemarau lahan mengalami
kekeringan. Keterbatasan modal menyebabkan petani kurang memperhatikan input
yang digunakan sehingga produksi yang dihasilkan tidak maksimal. Demikian juga
dengan infrastruktur jalan di beberapa Kecamatan belum memadai. Hal tersebut
menjadi penghambat distribusi komoditi pertanian yang dihasilkan, sehingga
hampir setiap panen raya harga komoditas ditingkat petani anjlok. Beberapa faktor
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Sebagai contoh faktor infrastruktur akan

4
mempengaruhi pemasaran. Jalan yang rusak menghambat distribusi komoditas,
akibatnya harga yang diterima petani rendah sementara harga yang diterima
konsumen mahal. Selain itu, permainan pasar juga menjadi penyebab rendahnya
harga yang diterima petani.
Agribisnis padi mempunyai peranan penting dalam pembangunan sektor
pertanian di Kabupaten Kayong Utara. Faktor-faktor penghambat pengembangan
komoditas ini harus disikapi dan diantisipasi dengan baik, mengingat sebagian
besar petani mengandalkan padi sebagai komoditas utama. Oleh karena itu penting
untuk dilakukan analisis faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor
eksternal berupa peluang dan ancaman yang mempengaruhi pengembangan
komoditas padi khususnya padi sawah tadah hujan yang selanjutnya akan
digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis padi sawah tadah
hujan di Kabupaten Kayong Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Faktor–faktor internal dan eksternal apa saja yang mempengaruhi
pengembangan agribisnis padi sawah tadah hujan di Kabupaten Kayong
Utara ?
2. Strategi apakah yang dapat diterapkan untuk pengembangan agribisnis padi
sawah tadah hujan di Kabupaten Kayong Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor internal dan faktor
eksternal pengembangan padi sawah tadah hujan di Kabupaten Kayong
Utara
2. Untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis padi sawah tadah
hujan yang dapat diterapkan di Kabupaten Kayong Utara

5
1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
khususnya yang berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Tanjungpura Pontianak.
2. Bagi Pemerintah Daerah, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan Pemerintah Kabupaten Kayong Utara dalam mengambil
keputusan terkait dengan kebijakan perencanaan pengembangan ekonomi
daerah khususnya terhadap sektor pertanian.
3. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan bahan kajian untuk menambah
wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Hasil penelitian Damayanti (2013) yang berjudul Strategi Pengembangan Usaha Ugadi
pada Kelompok Tani Mina Bakti Desa Pasir Doton, Kec. Cidahu, Kab. Sukabumi
menunjukkan bahwa skor bobot total matriks IFE (Internal Factor Evaluation) sebesar
3.218 dan matriks EFE (External Factor Evaluation) sebesar 2.652. yang menunjukkan
bahwa Kelompok Tani Mina Bakti berada pada posisi tumbuh dan membangun. Strategi
yang diprioritaskan untuk diterapkan oleh Kelompok Tani Mina bakti adalah memperluas
lahan untuk ugadi pada lahan persawahan milik anggota dan bekerjasama dengan ketua
kelompok untuk pengadaan modal benih dan pakan udang galah dengan TAS (Total
Attractiveness Score) tertinggi yakni sebesar 5.824
Sementara itu penelitian Dudiagunoviani (2009) yang berjudul Analisis Strategi
Pengembangan Usahatani Beras Organik Kelompok Tani Cibeureum Jempol (Studi Kasus:
Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor) dengan alat analisis matiks
EFE, IFE, SWOT dan QSPM menunjukkan bahwa hasil analisis terhadap faktor-faktor
strategis internal dan eksternal digunakan matriks SWOT sehingga diperoleh alternatif
startegi SO yaitu : 1) Memperluas jaringan pasar; dan 2) Meningkatkan kualitas produk
beras organik melalui kemasan ataupun pengembangan penanganan pascapanen. Strategi
ST, yaitu : 1) Meningkatkan promosi mengenai beras organik kepada masyarakat baik
melalui penyuluhan ataupun media lain; dan 2) Mengembangkan produksi dengan
menggunakan bibit organik unggul dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Startegi
WO yaitu : 1) Memperkuat modal melalui pengembangan kerjasama dengan pihak swasta,
pemerintah serta masyarakat setempat; dan 2) Perbaikan sistem manajemen keuangan pada
kelompok tani Cibeureum Jempol. Sedangkan strategi WT terdiri dari : 1) Meningkatkan
pendidikan SDM yang ada melalui pelatihan rutin didalam kelompok tani Cibeureum
Jempol; dan 2) Menjalin kerjasama dengan para ahli teknologi baik dari institusi
pendidikan maupun instansi terkait guna mendapatkan teknologi pertanian yang sehat,
cepat dan tepat guna. Berdasarkan hasil matriks QSPM diperoleh bahwa strategi
memperluas jaringan pasar dengan nilai TAS sebesar 7,377 sebagai strategi prioritas.
Adapun rujukan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut (Tabel 2.1)

7
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian dan tahun
No Judul Alat analisis Hasil
penelitian
1 Agustianita Damayanti Strategi Pengembangan Usaha Metode analisis yang Hasil penelitian menunjukkan skor bobot total matriks IFE (Internal Factor
(2013) Ugadi pada Kelompok Tani Mina digunakan adalah Evaluation) sebesar 3.218 dan matriks EFE (External Factor Evaluation)
Bakti Desa Pasir Doton, Kec. Analisis EFE, IFE, sebesar 2.652. yang menunjukkan bahwa Kelompok Tani Mina Bakti berada
Cidahu, Kab. Sukabumi SWOT, dan QSPM pada posisi tumbuh dan membangun. Strategi yang diprioritaskan untuk
diterapkan oleh Kelompok Tani Mina bakti adalah memperluas lahan untuk
ugadi pada lahan persawahan milik anggota dan bekerjasama dengan ketua
kelompok untuk pengadaan modal benih dan pakan udang galah dengan TAS
(Total Attractiveness Score) tertinggi yakni sebesar 5.824.
2 Wiwit Rahayu (2011) Strategi Pengembangan Komoditas Metode analisis yang Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis tipologi klassen komoditas
Pertanian Unggulan di Kecamatan digunakan adalah unggulan di Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro adalah komoditas
Kalitidu Kabupaten Bojonegoro Tipologi Klassen, dan jagung. Strategi pengembangan yang dihasilkan berdasarkan Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah pemanfaatan secara optimal dukungan pemerintah, perluasan daerah
pemasaran jagung, pengoptimalan manajemen usahatani jagung, antisipasi
persaingan pasar produk tortila, penggunaan benih jagung yang berkualitas,
pengoptimalan penggunaan teknologi informasi untuk mendukung pemasaran
jagung, pengoptimalan upaya antisipasi banjir, perbaikan tata niaga sarana
produksi jagung
3 Dini Kurnia Wardhani Strategi Pengembangan Komoditi Analisis Tipologi Hasil penelitian menunjukkan klasifikasi komoditi pertanian berdasarkan
(2011) Pertanian di Kecamatan Baureno Klassen, SWOT, dan analisis Tipologi Klassen terdiri dari empat klasifikasi komoditi tersebut
Kabupaten Bojonegoro QSPM kemudian ditentukan strategi masing-masing komoditi. Strategi terbaik yang
(Pendekatan Tipologi Klassen, dihasilkan yaitu: untuk komoditi pisang adalah melakukan peningkatan
SWOT, QSPM manajemen usahatani dan agroindustri berbahan baku pisang, untuk komoditas
(Quantitative Strategic Planning padi adalah penggunaan varietas padi yang tahan genangan air, untuk
Matrix)) komoditas jagung adalah pengoptimalan manajemen usahatani jagung, dan
untuk komoditas sapi adalah pengantisipasian persaingan dengan sapi impor
melalui peningkatan kualitas ternak sapi.

8
Penelitian dan tahun
No Judul Alat analisis Hasil
penelitian
4 Sadik Ikhsan dan Analisis SWOT untuk Merumuskan Metode analisis yang Hasil penelitian menunjukkan perhitungan nilai total dari faktor-faktor strategis
Artahnan Aid (2011) Strategi Pengembangan Komoditas digunakan adalah internal dan eksternal, yaitu berturut-turut sebesar 6,13 dan 5,97
Karet di Kabupaten Pulang Pisau, SWOT, IFAS, EFAS menunjukkan indikasi bahwa komoditas karet menduduki posisi strategis yang
Kalimantan Tengah cukup kuat untuk terus dikembangkan. Berdasarkan analisis SWOT yang
dibuat beberapa strategi dapat diajukan terkait dengan pengembangan
komoditas dimaksud yaitu: 1) peningkatan produksi melalui tindakan
intensifikasi, ekstensifikasi, dan peremajaan, 2) Dalam program peremajaan
diprioritaskan melalui penyediaan bibit unggul, 3) Penerapan program
intensifikasi ditunjang oleh penyediaan sarana produksi sesuai dengan
keperluannya, 4) Peningkatan akses petani produsen atas lembaga dan sumber
finansial, 5) Pertahankan peruntukkan lahan untuk komoditas unggulan (karet),
6) Tetap menjaga insentif harga di tingkat petani, 7) Pemeliharaan dan
pengembangan infrastruktur untuk keperluan mempertahankan serta merintis
akses pasar atas produk yang dihasilkan.
5 Yenni Dudiagunoviani Analisis Strategi Pengembangan Analisis yang digunakan Hasil analisis terhadap factor-faktor strategis internal dan eksternal digunakan
(2009) Usahatani Beras Organik yaitu EFE, IFE, SWOT matriks SWOT sehingga diperoleh alternatif startegi. Berdasarkan hasil
Kelompok Tani Cibeureum Jempol dan QSPM. matriks QSPM diperoleh bahwa strategi memperluas jaringan pasar dengan
(Studi Kasus: Kelurahan nilai TAS sebesar 7,377 sebagai strategi prioritas. Ini berarti kelompok tani ini
Mulyaharja, Kecamatan Bogor harus lebih agresif lagi melihat pasar yang tersedia sehingga produk yang
Selatan, Kota Bogor) dihasilkan dapat masuk dan berkembang pada pasar tersebut.
6. Ardito Atmaka Aji, Strategi Pengembangan Agribisnis Alat analisis yang Hasil penelitian menunjukkan faktor kekuatan utama adalah motivasi petani.
Arif Satria, dan Budi Komoditas Padi dalam digunakan adalah Faktor strategis kelemahan utama dan memiliki kepentingan relatif tinggi
Hariono (2014) Meningkatkan Ketahanan Pangan SWOT dan QSPM adalah kemampuan finansial yang lemah. Peluang yang memiliki kepentingan
Kabupaten Jember relatif tinggi adalah meningkatnya permintaan beras. Faktor strategis ancaman
yang memiliki kepentingan relatif tinggi adalah serangan organisme
pengganggu tanaman. Posisi pengembangan agribisnis padi kabupaten Jember
saat ini berada pada internal dan eksternal sedang, sehingga gambaran strategi
yang dapat dilakukan adalah strategi intensif berupa penetrasi pasar,
pengembangan pasar dan pengembangan produk.

9
2.2. Kerangka Teori
2.2.1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan


pendapatan perkapita penduduk meningkat secara terus-menerus dan berlangsung
dalam jangka panjang (Aliyah, 2011).
Pada hakekatnya, pembanguan ekonomi merupakan serangkaian usaha dan
kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas
lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan masyarakat, meningkatkan
hubunga ekonomi regional dan melalui pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor
primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain arah dari
pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik,
disertai dengan tingkat pemerataan yang baik (BPS, 2016)
Pembangunan ekonomi juga sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan
struktur produksi dan penyerapan sumber daya yang diupayakan secara terencana.
Biasanya, peranan sektor pertanian akan turun untuk memberi kesempatan bagi
tampilnya sektor-sektor manufaktur dan jasa-jasa yang selalu diupayakan untuk
berkembang (Todaro, 2000).
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yang mencakup
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa
yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan
pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya pembangunan ekonomi
daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang
kerja masyarakat (Arsyad, 2010).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi
merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pendapatan masyarakat yang berlangsung dalam jangka panjang. Pembangunan
ekonomi dapat diukur dari tingkat pendapatan perkapita penduduk yang dapat
mempengaruhi taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat sehingga menyebabkan
perkembangan suatu daerah.

10
2.2.2. Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian diartikan sebagai proses yang ditujukan untuk selalu


menambah produk pertanian untuk tiap konsumen sekaligus mempertinggi
pendapatan dan produktivitas usaha petani dengan jalan menambah modal dan skill
untuk memperbesar campur tangan manusia di dalam perkembangbiakan tumbuhan
dan hewan. Penambahan produksi, pendapatan maupun produktivitas itu
berlangsung terus, sebab apabila tidak, berarti pembangunan terhenti (Surahman
dan Sutrisno, 1997)
Pembangunan pertanian dapat juga dikatakan sebagai pembangunan ekonomi
di sektor pertanian, karena pertanian merupakan salah satu sektor dalam kehidupan
ekonomi. Pembangunan pertanian akan menyangkut berbagai hal yang dibicarakan
dalam pembangunan ekonomi, meskipun tidak semuanya. Berbicara masalah
pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi paling tidak akan menyangkut
pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), kesempatan kerja (employment), dan
kemiskinan (proverty) (Triwibowo Yuono dkk, 2011).
Peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak dalam beberapa
hal diantaranya: (i) menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada
penduduk yang semakin meningkat, (ii) meningkatkan permintaan akan produk
industri dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan
tersier, (iii) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang
modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian terus menerus, (iv)
meningkatkan pendapatan desa untuk dimobilisasi pemerintah, dan (v)
memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan (Jhingan, M.L., D. Guritno, 2016).
Ada tiga tahap pembangunan pertanian (Arsyad, 2010). Tahap pertama adalah
pertanian tradisional yang produktivitasnya rendah. Tahap kedua adalah tahap
penganekaragaman produk pertanian sudah mulai terjadi dimana produk pertanian
sudah ada yang dijual ke sektor komersial, tetapi penggunaan modal dan teknologi
masih rendah. Tahap yang ketiga adalah tahap yang menggambarkan pertanian
modern yang produktivitasnya sangat tinggi yang disebabkan oleh penggunaan
modal dan teknologi yang tinggi pula. Pada tahap ini produk pertanian seluruhnya
ditujukan untuk melayani keperluan pasar komersial.

11
2.2.3. Agribisnis

Agribisnis adalah bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang
mendukungnya (agro input), baik di sektor hulu, tengah maupun hilir. Pengertian
lain dari agribisnis adalah cara pandang ekonomi bagi usaha penyediaan pangan
yang objek dapat berupa tumbuhan, hewan ataupun organisme lainnya, meskipun
suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan sendiri kegiatannya (Saragih,
2001).
Kekeliruan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi
berkepanjangan dengan berbagai eksesnya, mengharuskan Indonesia memilih
strategi pembangunan ekonomi alternatif. Dari beberapa strategi yang ada dan
memenuhi beberapa karakteristik adalah pembangunan agribisnis, yakni suatu
strategi pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan pertanian
(termasuk perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan) dengan pembangunan
industri hulu dan hilir pertanian serta sektor-sektor jasa yang terkait di dalamnya
(Saragih, 2001)..
Strategi pembangunan sistem agribisnis yang bercirikan yakni berbasis pada
pemberdayagunaan keragaman sumberdaya yang ada di setiap daerah (domestic
resources based), akomodatif terhadap keragaman kualitas sumberdaya manusia
yang kita miliki, tidak mengandalkan impor dan pinjaman luar negeri yang besar,
berorientasi ekspor diperkirakan mampu memecahkan sebagian besar
permasalahan perekonomian yang ada. Selain itu, strategi pembangunan sistem
agribisnis secara bertahap akan bergerak dinamis menuju pembangunan agribisnis
yang digerakkan ilmu pengetahuan, teknologi dan SDM terampil (innovation-
driven), diyakini mampu mengantarkan perekonomian Indonesia memiliki daya
saing dan bersinergis dalam perekonomian dunia. Kegiatan usahatani tidak terlepas
dari peranan agribisnis dan agribisnis itu sendiri terdiri dari keterkaitan yang erat
antara subsistem satu dengan lainnya (Saragih, 2001).
Menurut Badan Agribisnis (1995), agribisnis adalah suatu kesatuan sistem
yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling terkait erat, yaitu :
a. Subsistem pengadaan sarana produksi, seperti : benih dan atau pembibitan
tanaman, pupuk dan pestisida, serta alat dan mesin pertanian. Kondisi di
lapangan menunjukkan bahwa pengadaan dan penyaluran yang difasilitasi

12
pemerintah hanya dalam bentuk pupuk bersubsidi. Pihak swasta, selain
penuhi pupuk juga lainnya.
b. Subsistem usahatani meliputi kegiatan penyiapan bibit, pengolahan tanah,
penanaman, pemeliharaan (penyulaman, penyiangan, pembumbunan,
pemupukan, pengairan dan penyiraman, pengendalian hama penyakit) dan
panen.
c. Subsistem pasca panen dan pengolahan yaitu kegiatan yang mengolah
produk pertanian menjadi produk olahan seperti industri makanan, industri
minuman, industri rokok, industri barang serat alam, dan industri biofarma.
d. Subsistem pemasaran adalah kegiatan distribusi, promosi, informasi pasar,
kebijakan perdagangan dan struktur pasar. Secara umum kegiatan ini
banyak dilakukan oleh pelaku usaha.
e. Subsistem jasa dan penunjang adalah kegiatan penyediaan jasa atau layanan
yang diperlukan untuk memperlancar pengembangan agribisnis, seperti
KUD, Koptan dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

2.2.4. Komoditas Padi

Padi (Oryza sativa) adalah tanaman pangan yang dihasilkan terbanyak di dunia dan
menempati daerah tersebar di daerah tropika (Sanchez,1993 dalam Sumiati, 2003).
Menurut beberapa pihak tanaman padi berasal dari Cina karena dari daerah tersebut
banyak ditemukan jenis-jenis padi liar. Hal ini didasarkan pada teori Vavilov yang
menyatakan bahwa daerah asal usul suatu tanaman di tandai dengan terdapatnya
pemusatan jenis-jenis liar tanaman tersebut (Manurung, 1998).
Menurut Azhar (2010), bahwa, tanaman padi merupakan tanaman pangan yang
tergolong dalam famili Gramineae. Tumbuhan padi bersifat merumpun, artinya
tanamannya anak beranak. Bibit yang hanya sebatang saja ditanamkan dalam waktu
yang sangat dekat, dimana terdapat 20-30 atau lebih anakan /tunas-tunas baru
Secara lengkap, taksonomi tanaman padi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Famili : Gramineae

13
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L
Menurut Badan Litbang Pertanian (2005), Beras yang merupakan komoditas
strategis berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional dan
menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian ke depan. Sejalan dengan
pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras dalam periode 2005-2025
diproyeksikan terus meningkat dengan laju peningkatan rata-rata 5,7% per tahun.
Kalau pada tahun 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton gabah kering giling
(GKG), misalnya, pada tahun 2025 diproyeksikan 65,9 juta ton GKG.
Kebutuhan pangan nasional memang dapat dipenuhi dari produksi dalam
negeri dan impor. Namun karena jumlah penduduk terus bertambah dan tersebar di
banyak pulau maka ketergantungan akan pangan impor menyebabkan rentannya
ketahanan pangan sehingga berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan,
termasuk sosial, ekonomi, dan bahkan politik (Balitbang Pertanian 2005).
Komoditas padi diusahakan oleh sekitar 18 juta petani di Indonesia dan
menyumbang 66% terhadap produk domestik bruto (PDB) tanaman pangan. Selain
itu, usahatani padi telah memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi lebih
dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan pendapatan 25-35%. Oleh sebab itu,
beras tetap menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan ketahanan pangan
nasional, sehingga menjadi basis utama dalam revitalisiasi pertanian ke depan
(Balitbang Pertanian 2005).
Stagnasi pengembangan dan peningkatan produksi padi akan mengancam
stabilitas nasional. Walaupun daya saing padi terhadap beberapa komoditas lain
cenderung turun, namun upaya pengembangan dan peningkatan produksi beras
nasional mutlak diperlukan dengan sasaran utama pencapaian swasembada,
peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan petani (Balitbang Pertanian 2005).
Menurut Prihatman (2008), padi dapat dibedakan menjadi padi sawah dan padi
gogo. Padi sawah biasanya ditanam di daerah dataran rendah yang memerlukan
penggenangan air, sedangkan padi gogo ditanam di dataran tinggi pada lahan
kering. Tidak terdapat perbedaan morfologis dan biologis antara padi sawah dan
padi gogo; yang membedakan hanyalah tempat tumbuhnya.

14
a. Karakteristik Padi Sawah Tadah Hujan
Lahan sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang sumber air pengairannya
tergantung atau berasal dari curahan hujan tanpa adanya bangunanbangunan irigasi
permanen. Hasil padi di lahan sawah tadah hujan biasanya lebih tinggi
dibandingkan dengan di lahan kering (gogo), karena air hujan dapat dimanfaatkan
dengan lebih baik (tertampung dalam petakan sawah). Lahan sawah tadah hujan
umumnya tidak subur (miskin hara), sering mengalami kekeringan, dan petaninya
tidak memiliki modal yang cukup, sehingga agroekosistem ini disebut juga sebagai
daerah miskin sumber daya (Pirngadi dan Mahkarim, 2006)
Lahan tadah hujan merupakan lumbung padi kedua setelah lahan irigasi.
Produktivitas padi pada lahan ini umumnya lebih rendah dari hasil padi di lahan
sawah irigasi dan di tingkat petani produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar
3,0 – 3,5 t/ha. Introduksi varietas padi yang adaptif dan berpotensi hasil tinggi untuk
agroekosistem lahan sawah tadah hujan merupakan teknologi yang paling murah
bagi petani. Curah hujan merupakan faktor pembatas yang menentukan
keberhasilan padi sawah tadah hujan. Pada padi gogo rancah seringkali setelah
hujan 2-3 kali turun dan tanah sudah diolah serta cukup lembab untuk ditanami,
petani biasanya segera menanam benih padi (Widyantoro dan Toha, 2010).

b. Budidaya Padi Sawah Tadah Hujan


Usahatani sawah tadah hujan memiliki prospek yang sangat baik terutama pada
daerah yang memiliki bulan basah berturut-turut 4-8 bulan. Produksi sawah tadah
hujan bisa mencapai produksi 3,0-4,0 ton/ha dalam satu kali tanam. Teknologi padi
sawah tadah hujan yang tepat diharapkan mampu meningkatkan produktivitas padi.
Teknik budidaya padi sawah tadah hujan dapat dilakukan sebagai berikut
(BKP3, 2012):
1. Persiapan Lahan
Sebelum padi ditanam di lahan terlebih dahulu tanah sawah dibajak sedalam
20-30 cm. Pematang dibersihkan pula dari rumput dan telur-telur keong mas.
Pada saat proses pembajakan awal telah selesai tanah kemudian digaru untuk
dihaluskan agar mudah ditanami padi, kemudian diratakan. Buat kemalir di sisi
petakan untuk menggiring keong agar mudah dikendalikan sehingga tidak
mengganggu tanaman.

15
2. Persiapan Persemaian
Lahan untuk persemaian disiapkan sesuai dengan luasan lahan dan benih yang
dibutuhkan, untuk luasan lahan 1 ha dibutuhkan luas semaian 400 m2 atau 4 %
dari lahan yang akan ditanami. Benih yang dibutuhkan untuk 1 ha antara 22 –
25 kg ( 5 kantong benih ukuran 5 kg/kantong ).
3. Persiapan Benih
Sebelum disebar pastikan benih yang akan ditanam adalah benih unggul,
bersertifikat dan bermutu. Jangan dibiasakan menggunakan benih turunan hasil
panen. Ciri-ciri benih yan baik bisa dilihat dari bentuk fisiknya yang mengkilap
bersih dan berisi. Untuk memilih benih yang baik lakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
 Siapkan air, garam dan telur bebek.
 Masukan garam dan telur bebek kedalam air, perhatikan telur bebek jika
masih tenggelam tambahkan garam sampai telur terapung.
 Setelah telur telah terapung, ambil dan masukan benih yang telah disiapkan,
benih yang tenggelam adalah yang bagus untuk ditanam sedangkan yang
mengapung dibuang.
Benih direndam selama 8 jam ,ditiriskan , kemudian diperam 24 – 36 jam yang
biasa disebut proses togenisasi dalam wadah karung goni, tampah yang ditutup
daun pisang. Untuk mencegah serangan hama penyakit benih dapat disemprot
dengan larutan insektisida dan fungisida dengan konsentrasi 0,1%/ liter.
4. Penanaman
Dalam metode tanam pindah atau TaPin umur benih siap dipindahkan antara
14-21 hari selama di semaian. Ada baiknya disemprot insektisida terlebih
dahulu 2 hari sebelum tanam dengan konsentrasi 0,1 %/ liter. Persiapan
sebelumnya, tanah hendaknya lahan sawah di garit terlebih dahulu
menggunakan kencaan . Ukuran kencaan 20 cm dengan sistem tanam legowo
2 : 1 ( jarak tanam 20 x 10 cm ) akan menghasilkan populasi tanaman sebanyak
333 ribu, sedangkan legowo 4 : 1 ( jarak tanam 20 x 10 cm ) akan menghasilkan
populasi tanaman sebanyak 400 ribu setiap 1 ha. Jumlah benih yang ditanam
tidak lebih dari 3 buah per lubang.

16
5. Pemupukan
Dalam melakukan pemupukan untuk padi sawah sebaiknya petani mengenal
dahulu 6 tepat dalam kegiatan pemupukan ( tepat jenis, sasaran, dosis, waktu,
cara, dan mutu ). Ada 3 tahap pemupukan untuk tanaman padi yang baik
dilakukan oleh petani untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
 Tahap 1
Dikatakan sebagai pemupukan dasar. Pupuk yang diberikan adalah pupuk
organik dan pupuk anorganik seperti TSP atau SP 36. Bisa diberikan saat
proses penggaruan yang kedua kalinya
 Susulan 1
Pupuk susulan pertama terdiri dari urea, NPK dosis sesuai rekomendasi,
diberikan saat padi berumur 15 – 28 HST (hari setelah tanam) biasa
dilakukan saat penyiangan (gasruk)
 Susulan ke 2
Diberikan saat tanaman berumur 40 – 58 HST, yaitu Urea dan NPK dengan
dosis sesuai rekomendasi.
6. Pemeliharaan
Pemeliharaan rutin yang bisa dilakukan adalah pengamatan air, hama dan
penyakit serta kebersihan lahan. Kondisi air saat bibit akan ditanam dan
pemupukan adalah macak-macak, air mulai diberikan saat telah ditanam, dan
setelah dipupuk dengan tinggi 5 cm. Setelah pemupukan kedua kondisi air
dibiarkan tergenang dan dibiarkan sampai dengan panen.
7. Pengendalian HPT
Pengendalian Hama dan Penyakit mulai dilakukan sejak di persemaian hingga
panen, hal yang paling mudah dilakukan adalah pengamatan. Beberapa jenis
hama yang paling sering menyerang adalah penggerek batang ( sundep,
beluk) HPP, Wereng Coklat dan Hijau pengendalian sesuai rekomendasi
POPT, sedangkan penyakit seperti Kresek, Blast dan Kerdil Rumput,
Pengendalian sesuai rekomendasi POPT
8. Panen dan Pasca Panen
Panen dilakukan ketika waktu telah cukup untuk dipanen, ciri yang mudah
diketahui adalah ketika gabah sudah terisi penuh dan menguning dan sebagian

17
daun juga telah menguning. Panen dilakukan dengan cara digebot
menggunakan mesin perontok, maupun alat perontok sederhana.

2.2.5. Strategi

Pengertian strategi dikemukakan oleh beberapa ahli. Strategi merupakan tujuan


jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua
sumberdaya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Konsep strategi dibagi
menjadi 2, yaitu Distinctive Competence dan Competitive Advantage. Distinctive
Competence merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat
melakukan kegiatan lebih baik daripada pesaingnya, sedangkan Competitive
Advantage adalah kegiatan spesifik yang dikembangkan perusahaan agar lebih
unggul dibandingkan dengan pesaingnya (Rangkuti, 2016).
Umar (2008) juga mendefinisikan strategi merupakan tindakan yang bersifat
incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan
berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan di masa
depan. Strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai
dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan
pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competence). Perusahaan perlu
mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi
merupakan rencana jangka panjang yang disusun untuk mencapai tujuan dengan
memanfaatkan sumberdaya yang ada. Pada lingkungan perusahaan, perumusan
strategi juga merupakan bagian dari persiapan yang dilakukan oleh perusahaan
untuk menghadapi perkembangan pasar yang terjadi dan juga sebagai proyeksi
pengembangan usaha yang dijalankan. Setelah mengetahui pengertian strategi,
maka dibutuhkan juga pemahaman mengenai manajemen strategi
1. Konsep Manajemen Strategi
David (2009) mendefinisikan bahwa manajemen strategi merupakan seni dan
pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi
keputusan-keputusan lintasfungsional yang memampukan sebuah organisasi
mencapai tujuannya. Manajemen strategi berfokus pada usaha untuk
mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi,

18
penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi manajemen untuk mencapai
keberhasilan organisasional. Manajemen strategi bertujuan untuk mengeksploitasi
dan menciptakan berbagai peluang baru. Manajemen strategi dapat dilakukan
perusahaan dalam hal merumuskan strategi, mengimplementasikan strategi, dan
mengevaluasi hasil dari strategi yang telah dilakukan. Manajemen strategi sangat
perlu dilakukan agar tahap-tahap dari kegiatan untuk mengembangkan suatu
perusahaan dapat berjalan sesuai dengan strategi yang telah diproyeksikan.
Manajemen strategi juga bermanfaat untuk membantu organisasi merumuskan
strategi-strategi yang lebih baik melalui penggunaan pendekatan terhadap pilihan
strategi yang lebih sistematis, logis, dan rasional.

2. Proses Manajemen Strategi

David (2009) menyatakan bahwa proses manajemen strategi dibagi menjadi 3


tahap, yakni perumusan strategi, penerapan strategi, dan penilaian strategi. Berikut
ini dijelaskan masing-masing tahapan dalam proses manajemen strategi:
i). Perumusan Strategi
Perumusan strategi mencakup pada pengembangan visi dan misi, mengidentifikasi
peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan
kelemahan akan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-
strategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Setiap
perusahaan memiliki sumberdaya yang terbatas, oleh karena itu strategi yang
dirumuskan dan diprioritaskan adalah alternatif strategi yang paling
menguntungkan perusahaan. Strategi yang ditetapkan juga sangat menentukan
keunggulan kompetitif perusahaan dalam jangka panjang.
ii). Penerapan Strategi
Penerapan strategi mencakup pengembangan budaya yang suportif pada strategi,
penciptaan struktur organisasional yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya
pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem
informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi.
Penerapan strategi juga mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan
tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan
sumberdaya, sehingga strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan.

19
iii). Penilaian Strategi
Penilaian strategi merupakan tahap akhir dari proses manajemen strategi. Penilaian
strategi diperlukan karena keberhasilan saat ini belum tentu menjadi keberhasilan
kembali pada masa yang akan datang. Penilaian yang mendasar terdiri dari 3
aktivitas yakni: a) Peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang
menjadi landasan strategi yang dirumuskan. b) Pengukuran kinerja. c) Pengambilan
langkah korektif.

3. Perumusan Strategi

David (2009) menyatakan bahwa teknik formulasi strategi dapat diintegrasikan


dalam 3 tahap kerangka pengambilan keputusan, yaitu tahap pengumpulan input
(input stage), tahap pencocokan (matching stage) dan tahap penetapan strategi
(decision stage) (Gambar 2.1).

TAHAP 1: TAHAP INPUT (INPUT STAGE)


Matriks Evaluasi Faktor Matriks Profil Kompetitif (Competitive Matriks Evaluasi Faktor
Eksternal (External Profile Matrix-CPM) Internal (Internal Factor
Factor Evaluation – Evaluation-IFE)
EFE)
TAHAP 2: TAHAP PENCOCOKAN (MATCHING STAGE)
Matriks Kekuatan- Matriks Evaluasi Matriks Matriks Matriks
Kelemahan-Peluang- Tindakan dan Posisi Boston Internal- Grand
Ancaman (Sternght- Strategi (Strategic Consulting Eksternal (IE) Strategy
Weakness- Position and Action Group (BCG)
Opportunities-Threats- Evaluation-SPACE)
SWOT)
TAHAP 3: TAHAP KEPUTUSAN (DECISION STAGE)
Matriks Perencanaan Straetgis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matriks – QSPM)
Sumber: David, 2006
Gambar 2.1 Tahapan Perumusan Strategi
i). Tahap Pengumpulan Input (Input Stage)
Tahap input pada kerangka kerja perumusan strategi terdiri dari 3 macam matriks,
yaitu matriks EFE, matriks IFE, dan matriks CP. Ketiga matriks tersebut masuk
pada tahap pengumpulan input karena matriks-matriks tersebut berguna untuk
menyimpulkan informasi pasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi. Alat-
alat input tersebut juga berguna bagi penyusun strategi untuk mengukur
subyektivitas selama tahap awal proses perumusan strategi. Membuat berbagai
keputusan kecil dalam matriks input menyangkut signifikansi relatif faktor-faktor

20
eksternal dan internal memungkinkan penyusun strategi untuk secara lebih efektif
dalam menciptakan serta mengevaluasi strategi alternatif.

ii). Tahap Pencocokan (Matching Stage)


Tahapan pencocokan berfokus pada perumusan strategi alternatif yang dapat
dilaksanakan melalui penggabungan faktor eksternal dan internal yang utama.
Tahapan ini mencakup matriks SWOT, matriks SPACE, matriks BCG, matriks IE,
dan matriks Strategi Besar. Alat analisis tersebut sangat bergantung pada informasi
yang diperoleh dari tahap input untuk memadukan peluang dan ancaman eksternal
dengan kekuatan dan kelemahan internal. Mencocokkan faktor-faktor keberhasilan
penting eksternal dan internal merupakan kunci untuk menciptakan strategi
alternatif yang relevan.

iii). Tahap Keputusan (Decision Stage)


Tahap keputusan hanya terdiri dari 1 alat analisis, yaitu QSPM. Alat analisis
tersebut menggunakan input dari data yang telah diperoleh pada tahapan input
untuk mengevaluasi secara objektif strategi-strategi pada tahapan pencocokan yang
dapat diimplementasikan. Sehingga QSPM dapat memberikan suatu basis objektif
bagi pemilihan-pemilihan strategi yang paling tepat.

2.2.6. Analisis Strenghts Weakness Opportunities Threats (SWOT)

Analisis Strenghts Weakness Opportunities Threats disingkat SWOT adalah


identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (Strenghts) dan Peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan
keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi,
dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis harus
menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti, 2016).
SWOT adalah singkatan dari Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan),
Opportunities (peluang), dan Threaths (ancaman). Analisis SWOT
membandingkan antara faktor internal yaitu Strengths (kekuatan) dan Weaknesses

21
(kelemahan), dengan faktor eksternal yaitu Opportunities (peluang) dan Threaths
(ancaman). Perumusan alternatif strategi dengan analisis SWOT menggunakan
matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
ada. Matriks SWOT menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi yaitu:
i). Strategi SO adalah strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang. Organisasi pada umumnya akan menjalankan
strategi WO, ST, atau WT agar dapat mencapai situasi dimana mereka dapat
menerapkan strategi SO. Ketika suatu perusahaan memiliki kelemahan
utama, ia akan berusaha mengatasinya dan menjadikannya kekuatan. Ketika
sebuah organisasi menghadapi ancaman utama, ia akan berusaha
menghindarinya untuk berkonsentrasi pada peluang.
ii). Strategi WO yaitu strategi yang dibuat dengan meminimalkan kelemahan
internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. Terkadang terdapat
peluang eksternal kunci tetapi perusahaan mempunyai kelemahan internal
yang menghambatnya untuk mengeksploitasi peluang tersebut.
iii). Strategi ST adalah strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
iv). Strategi WT yaitu strategi yang dibuat dengan meminimalkan kelemahan
dan menghindari ancaman. Strategi WT merupakan taktk defensif yang
diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman
eksternal. Sebuah organisasi menghadapi berbagai ancaman eksternal dan
kelemahan internal akan berada pada posisi yang tidak aman. Kenyataannya
perusahaan seperti itu mungkin harus berusaha bertahan hidup, bergabung,
mengurangi ukuran, mendeklarasikan kebangkrutan atau memilih likuidasi

22
2.3. Kerangka Konsep

Pembanguanan ekonomi dapat dilakukan melalui beberapa sektor. Salah satu sektor
yang memiliki peran dalam pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Selain
menyerap tenaga kerja terbanyak sektor pertanian beserta subsektor pendukungnya
memberikan konstribusi yang cukup besar terhadap nilai pendapatan masyarakat.
Namun sektor pertanian tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa peran aktif
pemerintah pusat sampai ke tingkat pemerintah daerah. Program pembangunan
pertanian menjadi sangat penting jika ingin sektor pertanian tetap tumbuh dan
berkembang sehingga akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari sektor
pertanian.
Pemerintah daerah dapat menggunakan momentum pembangunan daerah yang
telah diatur dalam kebijakan otonomi daerah untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki sesuai dengan daerahnya masing-masing. Adanya kebijakan otonomi
daerah memberikan kewenangan yang lebih besar terhadap pembangunan daerah
di Kabupaten Kayong Utara. Pembangunan daerah Kabupaten Kayong Utara
didorong oleh sektor pertanian dan non pertanian dimana masing-masing
pembangunan sektor tersebut memberikan kontribusi dan peranan yang berbeda
bagi pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Sektor pertanian terdiri dari
6 (enam) subsektor yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor tanaman
holtikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, perikanan dan
kehutanan. Sektor non pertanian terdiri dari 8 (delapan) sektor yaitu sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, sektor pertambangan
dan penggalian, sektor listrik, gas dan air, sektor keuangan sewa dan jasa
perusahaan, serta sektor transportasi dan komunikasi.
Penelitian ini difokuskan pada sektor pertanian yaitu subsektor tanaman
pangan komoditas padi, dari beberapa sektor perekonomian yang ada di Kabupaten
Kayong Utara. Komoditas padi dipilih karena komoditas ini merupakan komoditas
utama yang paling banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Kayong Utara.
Selain itu komoditas padi menghasilkan beras menjadi makanan pokok utama di
Indonesia. Sebaran produksi tanaman padi di Kabupaten Kayong Utara dapat
dikatakan belum merata. Tercatat sebanyak 35 % produksi komoditas padi di

23
Kabupaten Kayong Utara di hasilkan dari Kecamatan Sukadana, 23 % dari
Kecamatan Simpang Hilir, 16 % dari Kecamatan Pulau Maya, 14 % dari Kecamatan
Seponti dan 12 % dari Kecamatan Teluk Batang. Jumlah luas panen dan tingkat
produksi menjadi tolak ukur pengembangan komoditas padi yang dikelola secara
agribisnis. Pengembangan secara agribisnis menjadi penting dilakukan, mengingat
pengembangan sektor pertanian khususnya komoditas padi tidak bisa hanya
terfokus pada salah satu faktor saja, namun harus mempertimbangkan faktor
lainnya secara menyeluruh.
Berdasarkan uraian diatas dirasa perlu untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi komoditas padi secara menyeluruh. Faktor-faktor tersebut dibagi
menjadi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan
ancaman). Penentuan faktor-faktor tersebut dilakukan dengan melakukan
wawancara dan kuisioner terhadap semua stakeholder yang berperan terhadap
pergembangan komoditas padi yaitu petani/ketua kelompok tani, Kepala Dinas
Pertanian, Kepala Bidang Tanaman Pangan, Penyuluh Pertanian, pedagang beras,
dan penangkar benih padi
Setelah didapatkan faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh,
kedua faktor ini kemudian dianalisis kembali untuk memperoleh strategi yang
diinginkan menggunakan analisis SWOT (Gambar 2.2).

24
Pembangunan Ekonomi

Pembangunan Daerah Kabupaten Kayong Utara

Sektor Pertanian Sektor Non Pertanian

Komoditas Pertanian Tanaman Pangan

Komoditas Padi Sawah Tadah Hujan

Faktor Internal Faktor Eksternal

Analisis SWOT

Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Padi Sawah Tadah Hujan

Gambar 2.2: Alur Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Agribisnis Padi


Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Kayong Utara

25
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian dan Penentuan Lokasi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Metode penelitian deskriptif kualitatif menggambarkan kondisi yang ada di
lapangan. Menurut (Mardalis, 1999) metode deskriptif kualitatif bertujuan untuk
mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang
sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini
bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada.
Sedangkan menurut Hasan, (2002) Metode deskriptif merupakan salah satu dari
jenis jenis metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual
secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengindetifikasi masalah atau
memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau
evaluasi dan menetukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang akan datang.
Lokasi penelitian ini terletak di Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan
Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa komoditas padi merupakan komoditas utama yang paling
banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Kayong Utara.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang


mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003). Populasi yang
menjadi objek penelitian ini adalah seluruh stakeholder yang berpengaruh terhadap
pengembangan komoditas padi.
Sampel merupakan semua orang, dokumen, dan peristiwa-peristiwa atau suatu
keadaan budaya serta agama yang ditetapkan oleh peneliti untuk diobservasi,

26
diteliti, diwawancarai sebagai sumber informasi yang dianggap ada hubungannya
dengan masalah penelitian (Komariah, 2009). Tidak semua orang dapat dijadikan
sampel responden melainkan harus orang-orang yang benar-benar terlibat dan
memahami kajian yang sedang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nazir
(2005) yang menyatakan bahwa rancangan sampel dengan metode multiple stage
sampling yaitu sampel ditarik dari kelompok populasi tetapi tidak semua anggota
populasi menjadi anggota sampel.
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive
Sampling yang tergolong dalam teknik Nonprobability Sampling yakni memilih
sampel berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu yang didasarkan atas
pertimbangan keahlian responden. Teknik ini dinamakan Judgmental Sampling.
Jumlah responden dipilih berdasarkan tingkat pengaruhnya terhadap
pengembangan komoditas padi sebanyak 12 orang yang mewakili seluruh
stakeholder. Stakeholder yang akan dijadikan sampel terdiri: 1) Petani/Ketua
kelompok tani 2) Penyuluh pertanian, 3) pedagang dan pengusaha beras 4) Kepala
Dinas Pertanian Kabupaten Kayong Utara, 5) Kepala Bidang Tanaman Pangan, 6)
penangkar benih padi. Untuk stakeholder nomor 1,2, dan 3 diambil dari beberapa
kecamatan yang memiliki produktivitas komoditas padi diatas produktivitas
kabupaten. Berdasarkan data sekunder tahun 2015 produktivitas padi Kabupaten
Kayong Utara adalah 25,19 Kwintal/Ha dan kecamatan yang mempunyai nilai
produktivitas diatas produktivitas kabupaten adalah Kecamatan Sukadana,
Kecamatan Teluk Batang, Kecamatan Seponti, dengan nilai produktivitas berturut-
turut 29,60 Kwintal/Ha, 28,91 Kwintal/Ha, 26,67 Kwintal/Ha,

3.3. Variabel Penelitian

Variabel dari penelitian ini adalah indikator yang termasuk dalam kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman komoditas padi. Indikator-indikator variabel
penelitian tersebut ditentukan oleh responden secara langsung melalui wawancara
berdasarkan panduan kuisioner yang telah disiapkan untuk mendapatkan variabel
yang akan diukur.
Referensi yang digunakan dalam penentuan variabel penelitian adalah
berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian serta

27
pencocokan melalui analisis hasil observasi secara langsung di lokasi penelitian
yang termanifestasikan dalam kuisioner yang akan diberikan kepada responden.
Referensi variabel penelitian yang dimaksud yaitu sebagai berikut:
a. Faktor Internal
Faktor Strategis Internal
Referensi
Variabel Kekuatan
1. Ketersediaan lahan Sadik Ihsan dan Artahnan Aid. (2011). Analisis SWOT untuk
Merumuskan Strategi Pengembangan Komoditas
Karet di Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah.
Universitas Lambung Mangkurat.
2. Pengalaman petani Rahayu, W. (2011). Strategi Pengembangan Komoditas
Pertanian Unggulan di Kecamatan Kalitidu
Kabupaten Bojonegoro. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
3. Motivasi petani Wardhani, D. K. (2011). Strategi Pengembangan Komoditi
Pertanian di Kecamatan Baureno Kabupaten
Bojonegoro. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
4. Dukungan pemerintah daerah Hariono, dkk. (2014). Strategi Pengembangan Agribisnis
Komoditas Padi dalam Meningkatkan Ketahanan
Pangan Kabupaten Jember. Jurnal Manajemen dan
Agribisnis.
5. Modernisasi pertanian Eko Ananto, Trip Alihamsyah. (2012). Pengembangan
Mekanisasi Pertanian: Keberhasilan dan
Permasalahn. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Variabel Kelemahan
1. Keterbatasan modal Wardhani, D. K. (2011). Strategi Pengembangan Komoditi
Pertanian di Kecamatan Baureno Kabupaten
Bojonegoro. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
2. Kualitas SDM Dudiagunoviani, Y. (2009). Analisis Strategi Pengembangan
Usahatani Beras Organik Pada Kelompok Tani
Cibeureum Jempol. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
3. Kelembagaan petani Damayanti, A. (2013). strategi Pengembangan Usaha Ugadi
pada Kelompok Tani Minabakti Desa Pasir Doton
Kec. Cidahu, Kab. Sukabumi . Bogor: IPB.
4. Kurangnya benih berkualitas Setiawati, A. (2007). Pengembangan Agribisnis Padi Sawah
Melalui Pemberdayaan Kelompok Tani. Bogor: STTP
Bogor.
5. Kurangnya penyuluhan Wardhani, D. K. (2011). Strategi Pengembangan Komoditi
Pertanian di Kecamatan Baureno Kabupaten
Bojonegoro. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
6. Infrastruktur pertanian belum Hariono, dkk. (2014). Strategi Pengembangan Agribisnis
memadai Komoditas Padi dalam Meningkatkan Ketahanan
Pangan Kabupaten Jember. Jurnal Manajemen dan
Agribisnis.
7. Produksi padi masih rendah Rahayu, W. (2011). Strategi Pengembangan Komoditas
Pertanian Unggulan di Kecamatan Kalitidu
Kabupaten Bojonegoro. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.

28
b. Faktor Eksternal

Faktor Strategis Eksternal


Referensi
Variabel Peluang
1. Kebijakan pemerintah pusat Wardhani, D. K. (2011). Strategi Pengembangan Komoditi
Pertanian di Kecamatan Baureno Kabupaten
Bojonegoro. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
2. Permintaan pasar meningkat Setiawati, A. (2007). Pengembangan Agribisnis Padi Sawah
Melalui Pemberdayaan Kelompok Tani. Bogor: STTP
Bogor.
3. Potensi sumberdaya alam
4. Perkembangan IPTEK Eko Ananto, Trip Alihamsyah. (2012). Pengembangan
Mekanisasi Pertanian: Keberhasilan dan
Permasalahn. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
5. Tumbuhnya lembaga kredit Rahayu, W. (2011). Strategi Pengembangan Komoditas
modal Pertanian Unggulan di Kecamatan Kalitidu
Kabupaten Bojonegoro. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
6. Penyedia lapangan pekerjaan
Variabel Ancaman
1. Perubahan iklim Aliyah, N. (2011). Strategi Pengembangan Komoditi Pertanian
di Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Margomulyo
Kabupaten Bojonegoro. Surakarta: Skripsi.
2. Serangan organisme Dudiagunoviani, Y. (2009). Analisis Strategi Pengembangan
pengganggu tanaman (OPT) Usahatani Beras Organik Pada Kelompok Tani
Cibeureum Jempol. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
3. Alih fungsi lahan Fitri, M. (2014). Strategi Pengembangan Agribisnis Nenas di
Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. Pontianak:
Universitas Tanjungpura .
4. Turunnya harga saat panen
raya
5. Menurunnya minat generasi Wardhani, D. K. (2011). Strategi Pengembangan Komoditi
muda dibidang pertanian Pertanian di Kecamatan Baureno Kabupaten
Bojonegoro. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
6. Ancaman produk dari luar Setiawati, A. (2007). Pengembangan Agribisnis Padi Sawah
daerah Melalui Pemberdayaan Kelompok Tani. Bogor: STTP
Bogor.

3.4. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti
dari responden. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan wawancara
yang berpedoman pada kuisioner yang telah disiapkan terhadap stakeholder yang
berkompeten, serta melakukan observasi secara langsung di lapangan. Sedangkan
data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dan dapat digunakan. Data
sekunder dalam penelitian ini bersumber dari studi literatur yang berhubungan

29
dengan topik penelitian, seperti jurnal, skripsi, artikel ilmiah, data Badan Pusat
Statistik (BPS), Dinas Pertanian, perpustakaan, internet dan sumber data lain yang
berhubungan dengan topik penelitian.

3.5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga


karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan
bermanfaat untuk menjawab masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian
(Muhidin dan Maman, 2007). Data-data yang diperoleh dari hasil wawancara dan
kuesioner kemudian diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Tahapan pengolahan
data dimulai dari tahap input dengan analisis Internal Factor Evaluation (IFE) dan
External Factor Evaluation (EFE), kemudian tahap pencocokan dan perumusan
strategi menggunakan Matriks IE dan analisis SWOT

3.5.1. Tahap Pengumpulan Input

Pengumpulan data diawali dengan identifikasi visi, misi dan tujuan pengembangan
agribisnis padi di Kabupaten Kayong Utara. Selanjutnya dilakukan identifikasi data
internal dan eksternal organisasi yang dirangkum menjadi matriks Internal Factor
Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE). Matriks IFE digunakan
untuk mengetahui kekuatan paling besar dan terkecil serta kelemahan terbesar dan
terkecil yang dimiliki organisasi. Matriks EFE digunakan untuk mengetahui
peluang dan ancaman, baik yang dominan maupun kecil.
Langkah-langkah dalam menyusun Matriks IFE dan EFE (David, 2006):
a) Membuat daftar faktor eksternal dan internal utama. Memasukkan 10
sampai 20 faktor yang termasuk pada peluang dan ancaman, serta kekuatan
dan kelemahan. Peluang dan kekuatan diurutkan dibagian atas, kemudian
diikuti dengan ancaman dan kelemahan
b) Menentuan bobot dalam matriks IFE dan EFE yang diperoleh dengan
menggunakan metode paired comparison. Skala 0, 1 dan 2 digunakan untuk
menentukan bobot setiap variabel
0 = Jika indikator vertikal kurang penting daripada indikator horizontal
1 = Jika indikator vertikal sama penting daripada indikator horizontal

30
2 = Jika indikator vertikal lebih penting daripada indikator horizontal
c) Bobot variabel diperoleh dari penentuan nilai setiap variabel terhadap
jumlah seluruh nilai variabel, dengan cara nilai total masing-masing variabel
dibagi dengan total keseluruhan. Total bobot yang diberikan harus sama
dengan satu (1.0). Pembobotan berkisar antara 0.00 (tidak penting) sampai
1.00 (sangat penting)
d) Membuat perengkingan atau rating antara 1 hingga 4 pada setiap faktor.
Kriteria penentuan untuk rating peluang adalah:
1 = sangat rendah, respon usaha dalam meraih peluang tersebut kurang.
2 = rendah, respon usaha dalam meraih peluang tersebut rata-rata.
3 = tinggi, respon usaha dalam meraih peluang tersebut di atas rata-rata.
4 = sangat tinggi, respon usaha dalam meraih peluang tersebut superior.
Kriteria penentuan untuk rating ancaman adalah:
1 = sangat tinggi, respon perusahaan terhadap ancaman tersebut superior.
2 = tinggi, respon perusahaan terhadap ancaman tersebut di atas rata-rata.
3 = rendah, respon perusahaan terhadap ancaman tersebut rata-rata.
4 = sangat rendah, respons perusahaan terhadap ancaman tersebut kurang
Kriteria penentuan untuk rating kekuatan dan kelemahan adalah:
1 = jika faktor tersebut sangat lemah dibandingkan dengan pesaing.
2 = jika faktor tersebut lemah dibandingkan dengan pesaing.
3 = jika faktor tersebut kuat dibandingkan dengan pesaing.
4 = jika faktor tersebut sangat kuat dibandingkan dengan pesaing.
Kemudian mengalikan bobot setiap faktor dengan rating setiap faktor untuk
menentukan nilai tertimbang masing-masing faktor.
e) Menjumlahkan nilai tertimbang masing-masing variabel untuk memperoleh
nilai tertimbang total organisasi. Pada matriks IFE, nilai 1 artinya kondisi
internal yang sangat buruk dan skor 4 menunjukkan situasi internal yang
sangat baik. Pada matriks EFE, nilai 1 menunjukkan bahwa organisasi tidak
mampu memanfaatkan peluang untuk menghindari ancaman; nilai 4
menunjukkan bahwa organisasi sangat baik memanfaatkan peluang untuk
menghadapi ancaman. Nilai 2.5 pada matriks IFE dan EFE mengindikasikan

31
bahwa organisasi mampu merespon situasi internal maupun eksternal pada
tingkat rata-rata.

Tabel 3.1. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)


Faktor-Faktor Internal Bobot (A) Rating (B) Skor Rata-rata Tertimbang (AxB)
Kekuatan
1)...........
2)...........
dst
Kelemahan
1)............
2)............
dst
Total
Sumber: David, 2006

Tabel 3.2. Matriks External Factor Evaluation (EFE)


Faktor-Faktor Bobot (A) Rating (B) Skor Rata-rata Tertimbang (AxB)
Eksternal
Peluang
1)...........
2)...........
dst
Ancaman
1)............
2)............
dst
Total
Sumber: David, 2006

3.5.2. Tahap Pencocokan dan Perumusan Strategi

Tahap pencocokan merupakan tahap memadukkan antara peluang dan


ancaman dengan kekuatan dan kelemahan yang telah diperoleh pada tahap
pengumpulan input. Pada tahap pencocokan ini menggunakan Matriks kuadran
Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT).
Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui strategi apa yang akan
digunakan setelah melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
dimiliki industri. Analisis SWOT dibagi menjadi empat kuadran yang menunjukkan
posisi strategi (Gambar 3.2)

32
Berbagai Peluang

3. Mendukung
1. Mendukung
strategi
strategi
turn arround
agresif

Kelemahan internal Kekuatan internal

4. Mendukung 2. Mendukung
strategi strategi
defensif diversifikasi

Berbagai ancaman

Gambar 3.1 Analisis SWOT

Sumber: Rangkuti 2016

Keterangan:
Kuadran 1: Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan
tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan
dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang
agresif (growth oriented strategy).
Kuadran 2: Meskipun menghadapi berbagau ancaman, perusahaan ini masih
memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan
adalah mengunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluangjangka
panjang dengan cara strategi diversikasi (produk/pasar).
Kuadran 3: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi
dilain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal.
Kuadran 4: Merupakan situasi yang sangat tidak memungkinkan, perusahaan
tersebut menghadapi berbagai macam ancaman dan kelemahan
internal.

Perumusan alternatif strategi menggunakan Matriks SWOT. Matriks


SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dari
faktor eksternal yang dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki (Tabel 3.2).

33
Tabel 3.3. Matriks SWOT

STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)

Tentukan 5-10 faktor- Tentukan 5-10


faktor kekuatan internal kelemahan internal

OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang


peluang eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan
untuk memanfaatkan kelemahan untuk
peluang memanfaatkan peluang

THREATHS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang


ancaman eksternal menggunakan kekuatan meminimalkan
untuk mengatasi kelemahan untuk
ancaman menghindari ancaman
Sumber: Rangkuti, 2016

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk membentuk Matriks SWOT adalah


(David, 2006):
a) Membuat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan
b) Membuat daftar ancaman eksternal utama perusahaan
c) Membuat kekuatan internal utama perusahaan
d) Membuat kelemahan internal utama perusahaan
e) Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya
pada sel Strategi SO.
f) Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya
pada sel strategi ST.
g) Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya
pada sel strategi ST
h) Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya
pada strategi WT.

Matriks SWOT berguna dalam pengambilan keputusan yaitu sebagai bahan


untuk menentukan strategi apa saja yang dapat dilakukan organisasi dengan
memperhitungkan kekuatan dan kelemahan, dan juga memperhatikan peluang dan
ancaman yang dihadapi organisasi. Tujuan dari matriks SWOT adalah untuk
menghasilkan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam organisasi.

34

Anda mungkin juga menyukai