Anda di halaman 1dari 256

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA

Disusun Oleh :
Rauhul Rahman Adam (20032010068)

JUMAT / KELOMPOK 80

LABORATORIUM PERANCANGAN SISTEM KERJA


PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN RESMI
LABORATORIUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN
ERGONOMI
PRAKTIKUM PERANCANGAN DAN PENGUKURAN KERJA

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRIFAKULTAS


TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN”JAWA TIMUR

Disusun Oleh :
Rauhul Rahman Adam (20032010068)
Jumat / Kelompok 80

Surabaya, 6 Desember
2021 Mengetahui
Kepala Laboratorium Perancangan Sistem Manufaktur

Ir. Akmal Suryadi, MT


NIP. 19650112 199003 1
001
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN RESMI
LABORATORIUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN
ERGONOMI
PRAKTIKUM PERANCANGAN DAN PENGUKURAN KERJA

Disusun Oleh :
Rauhul Rahman Adam (20032010068)
Jumat / Kelompok 80

Telah Diperiksa dan Disetujui


Di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Surabaya, 6 Desember 2021

Koordinator Laboratorium Asisten Laboratorium

Riski Arifian Riski Arfian


NPM. 19032010118 NPM. 19032010118
LABORATORIUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR

LEMBAR BIMBINGAN

Nama/ NPM : Rauhul Rahman Adam / 20032010068


Session / Kelompok : Jumat / 80

NOwarna rgb disesuaikan


MODUL REVISI ACC

MODUL I
1. PETA KERJA KESELURUHAN DAN
PETA KERJA SETEMPAT

MODUL II
PENGUKURAN WAKTU KERJA
2.
DENGAN JAM HENTI

MODUL III
PENGUKURAN WAKTU KERJA
3.
DENGAN SAMPLING KERJA

MODUL IV
4. PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN

MODUL V
5. BIOMEKANIKA

MODUL VI
6.
ANTROPOMETRI

Mengetahui,
Asisten Laboratorium

Riski Arfian
NPM. 19032010118
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya, sehingga Laporan Resmi
Praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi dapat kami susun.
Dengan terselesaikannya laporan ini diharapkan dapat menambah ilmudan
wawasan pembaca, khususnya mahasiswa terutama praktikan Perancangan
Sistem Kerja dan Ergonomi.
Adapun tujuan dari pembuatan laporan resmi ini adalah untuk
memenuhi tugas praktikum Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi
dengan Kepala Laboratorium Ir. Akmal Suryadi, MT. Selain itu juga
diharapkan bisa memberikan wawasan kepada rekan-rekan mahasiswa
khususnya mahasiswa Teknik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
yang telah banyak membantu memberi bimbingan, ilmu, dorongan, serta
saran- saran kepada penyusun. Kami selaku penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa isi maupun penyajian laporan resmi ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan laporan resmi ini.

Surabaya, 6 Desember 2021

Rauhul Rahman Adam


DAFTAR ISI

COVER
LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR
BIMBINGAN KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR DAFTAR
TABEL
MODUL I PETA KERJA KESELURUHAN DAN PETA KERJA SETEMPAT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum
1.2.1 Peta Kerja Keseluruhan (Peta Proses Operasi)
1.2.2 Peta Kerja Setempat (Peta tangan kiri dan tangan
kanan)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peta Kerja Keseluruhan
2.1.1 Peta Proses Operasi (Operation Process Chart/OPC)
2.1.2 Peta Aliran Proses (Flow Process Chart/FPC)
2.1.3 Peta Proses Regu Kerja
2.1.4 Diagram Alir
2.2 Peta Kerja Setempat
2.2.1 Peta Pekerja dan Mesin
2.2.2 Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
III. FLOWCHART
IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
4.1 Prosedur Kerja
4.1.1 Proses Pembuatan Badan
4.1.2 Proses Pembuatan Atap

4.2 Pengolahan Data


4.2.1 Peta Proses Operasi (OPC)
4.2.2 Peta Tangan Kiri dan Kanan
4.2.3 Gambar Produk Jadi
4.3 Pengolahan Data
4.3.1 Peta Proses Operasi (OPC)
4.3.2 Peta Tangan Kiri dan Kanan
4.3.3 Gambar Produk Jadi
4.3.3.1 Peta Proses Operasi (OPC)
4.3.3.2 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan
4.4 Hasil dan Analisa
4.4.1 Gambar Produk Jadi
4.4.2 Peta Proses Operasi (OPC)
4.4.3 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
VI. DAFTAR PUSTAKA
MODUL II PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI
(STOPWATCH TIME STUDY)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perancangan Sistem Kerja
2.2 Pengukuran Waktu Kerja
2.2.1 Pengukuran Waktu Kerja Langsung
2.2.2 Pengukuran Waktu Kerja Tidak Langsung
2.3 Penyesuaian (Performance Rating)
2.4 Kelonggaran (Allowance)
III. FLOWCHART
IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
4.1 Prosedur Kerja
4.1.1 Gambar Produk
4.1.2 Peta Proses Operasi
4.1.3 Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
4.1.4 Data Pengamatan
4.2 Data Pengolahan
4.2.1 Merakit Badan
4.2.2 Merakit Atap
4.3 Hasil dan Analisa
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
VI. DAFTAR PUSTAKA
MODUL III PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN SAMPLING
KERJA (WORK SAMPLING)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Work Sampling
2.2 Perbedaan Work Sampling dan Jam Henti
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Work Sampling
2.4 Waktu Siklus
2.5 Waktu Normal
2.6 Waktu Baku atau Waktu Standar
2.7 Perancangan Sistem Kerja
III. FLOWCHART
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
4.1.1 Elemen Kerja Pada Setiap Karyawan
4.1.2 Data Kegiatan Produktif, Non Produktif, dan Output
4.1.3 Data nilai Performance Rating dan Allowance
4.2 Penentuan Kegiatan Produktif dan Non Produktif
4.3 Hasil dan Analisa
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
VI. DAFTAR PUSTAKA
MODUL IV PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lingkungan Kerja
2.2 Jenis Lingkungan Kerja
2.3 Kriteria Lingkungan Kerja yang Sehat
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Kerja
2.5 Penentuan Lingkungan Kerja Terhadap Performa Kerja
2.6 Kondisi Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Kegiatan
Manusia
III. FLOWCHART
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prosedur Praktikum
4.2 Data Pengamatan
4.3 Hasil dan Analisa
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
VI. DAFTAR PUSTAKA
MODUL V BIOMEKANIKA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar-Dasar Biomenika
2.2 Klasifikasi Biomenika
2.3 Batasan Biomenika
2.4 Faktor-Faktor Psikologi
2.5 Kalori Kerja
2.6 Fatique atau Kelelahan Kerja
III. FLOWCHART
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prosedur Praktikum
4.2 Data Kerja
4.3 Hasil dan Analisa
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
VI. DAFTAR PUSTAKA
MODUL VI ANTROPOMETRI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Praktikum
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antropometri
2.2 Jenis Pengukuran Antropometri
2.3 Dimensi Antropometri Tubuh Manusia
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Antropometri Manusia
2.5 Penerapan Data Antropometri
III. FLOWCHART
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prosedur Praktikum
4.2 Data Pengamatan
4.2.1 Desain Produk
4.2.2 Data Kerja
4.3 Hasil dan Analisa
4.3.1 Uji Keseragaman Data
4.3.2 Uji Kecukupan Data
4.3.3 Penentuan Ukuran dan Desain Produk Susulan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
VI. DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

MODUL I PETA KERJA KESELURUHAN DAN PETA KERJA SETEMPAT


Gambar 2.1 Lambang Peta Pekerja dan
Mesin Gambar 3.1 Flowchart
Gambar 4.1 Miniatur Pabrik
MODUL II PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI
(STOPWATCH TIME STUDY)
Gambar 3.1 Flowchart
Gambar 4.1 Miniatur Pabrik
Gambar 4.2 Grafik Peta Kontrol Merakit
Badan Gambar 4.3 Grafik Peta Kontrol Merakit
Atap
MODUL III PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN SAMPLING
KERJA (WORK SAMPLING)
Gambar 3.1 Flowchart
Gambar 4.1 Peta Kontrol Karyawan 1
Gambar 4.2 Peta Kontrol Karyawan 2
MODUL IV PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN
Gambar 3.1 Flowchart
Gambar 4.1 Data Ketikan Acak Berdasarkan Kondisi Kebisingan dan
Cahaya
Gambar 4.2 Hasil Output Pengerjaan Dengan Minitab
Gambar 4.3 Grafik hasil Pengerjaan Dengan Minitab
MODUL V BIOMEKANIKA
Gambar 3.1 Flowchart
Gambar 4.1 Output One Sample T-Test
Gambar 4.2 Kurva One Sample T-Test
Gambar 4.3 Output Two Sample T-
Test Gambar 4.4 Kurva Two Sample
T-Test
MODUL VI ANTROPOMETRI
Gambar 2.1 Ukuran Tubuh Manusia yang Sering Digunakan untuk
Merancang Produk
Gambar 3.1 Flowchart
Gambar 4.1 Desain Produk Kursi Roda Tidak Ergonomis
Gambar 4.2 Uji Keseragaman Lebar Pinggul Pantat
Gambar 4.3 Uji Keseragaman Lebar Lipat Lutut ke
Pantat
Gambar 4.4 Uji Keseragaman Tinggi Lutut
Gambar 4.5 Desain Produk Kursi Roda dalam
3D
DAFTAR TABEL

MODUL I PETA KERJA KESELURUHAN DAN PETA KERJA SETEMPAT


Tabel 4.1 Peta Proses Operasi Pembuatan Miniatur Pabrik
Tabel 4.2 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan Perakitan Miniatur Pabrik
MODUL II PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI
(STOPWATCH TIME STUDY)
Tabel 2.1 Menunjuukan Pembagian Kelas Dalam Metode Schumard
Tabel 4.1 Peta Proses Operasi Pembuatan Miniatur Pabrik
Tabel 4.2 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan Perakitan Miniatur Pabrik
Tabel 4.3 Data Pengamatan
Tabel 4.4 Data Waktu Pengamatan Merakit
Badan Tabel 4.5 Faktor Penyesuaian Merakit
Badan Tabel 4.6 Faktor Kelonggaran Merakit
Badan Tabel 4.7 Data Waktu Pengamatan
Merakit Atap Tabel 4.8 Faktor Penyesuaian
Merakit Atap
Tabel 4.9 Faktor Kelonggaran Merakit Atap
MODUL III PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN SAMPLING
KERJA (WORK SAMPLING)
Tabel 2.1 Perbedaan antara Sampling Pekerjaan dan Jam Henti
Tabel 4.1 Data Waktu Berkunjung (Form SP-00)
Tabel 4.2 Elemen Kerja pada Setiap Karyawan
Tabel 4.3 Data Kegiatan Produktif, Non Produktif, dan Output Karyawan
ke-1 (sesi ke-1) (Form SP-01)
Tabel 4.4 Data Kegiatan Produktif, Non Produktif, dan Output Karyawan
ke-2 (sesi ke-2) (Form SP-01)
Tabel 4.5 Data Kegiatan Produktif, Non Produktif, dan Output Karyawan
ke-1 (sesi ke-1) (Form SP-01)
Tabel 4.6 Data Kegiatan Produktif, Non Produktif, dan Output Karyawan
ke-2 (sesi ke-2) (Form SP-01)
Tabel 4.7 Nilai Performance Rating dan Allowance (Form SP-02)
Tabel 4.8 Nilai Performance Rating dan Allowance (Form SP-02)
Tabel 4.9 Kegiatan Produktif dan Non Produktif Karyawan 1
Tabel 4.10 Kegiatan Produktif dan Non Produktif Karyawan 2
Tabel 4.11 frekuensi Pengamatan Karyawan 1
Tabel 4.12 frekuensi Pengamatan Karyawan 2
MODUL IV PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN
Tabel 4.1 Data Ketikan Berdasarkan Kondisi Kebisingan dan Cahaya
Tabel 4.2 Data Ketikan Acak berdasarkan Kondisi Kebisingan dan Cahaya
MODUL V BIOMEKANIKA
Tabel 2.1 Kalori Per Jam Menurut Jenis Kegiatan
Tabel 4.1 Data Pengamatan Denyut Jantung Sebelum dan Sesudah
Percobaan dengan Treadmil
Tabel 4.2 Data Pengamatan Produktivitas Sebelum dan Sesudah Percobaan
dengan Frekuensi Sudut 30° dan 45°
MODUL VI ANTROPOMETRI
Tabel 4.1 Data Pengukuran
Tabel 4.2 Hasil Uji Keseragaman Data
Tabel 4.3 Hasil Uji Kecukupan Data Dimensi Tubuh N, N’, Keterangan
MODUL I

PETA
KERJA KESELURUHAN
DAN PETA KERJA
SETEMPAT
MODUL I
PETA KERJA KESELURUHAN DAN PETA
KERJA SETEMPAT

I. PENDAHULUAN
luruskan 1.1 Latar Belakang

Era kompetisi yang ketat seperti saat ini suatu usaha dituntut untuk
meningkatkan kinerjanya agar dapat memenangkan persaingan. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengurangi pengeluaran, melakukan inovasi proses dan
produk serta meningkatkan kualitas dan produktivitas.Untuk mendapatkan
produktivitas kerja yang sesuai dengan yang diharapkan tentu suatu perusahaan
harus menerapkan metode/cara kerja yang yang efektif. Salah satunya yaitu
dengan memaping kegiatan pada stasiun kerja dengan peta kerja.

Peta Kerja dibedakan menjadi 2 yaitu Peta kerja Keseluruhan dan Peta
Keja Setempat. Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan
tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk
membuat produk yang bersangkutan dan untuk menggambarkan kegiatan tersebut
dapat digunakan peta kerja keseluruhan. Sedangkan suatu kegiatan disebut
kegiatan kerja setempat, apabila kegiatan tersebut terjadi biasanya
hanyamelibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas dan untuk
menggambarkannya digunakan peta kerja setempat. (Andriani D, 2017)

Dalam kegiatan praktikum kali ini, kami menggunakan konsep peta


kerja dalam analisa pembuatan pabruk mini. Peta kerja dapat dimanfaatkan dalam
menentukan suatu tingkat produktivitas pekerjaan yang dijalankan. Penentuan
tingkat produktivitas ini dapat diketahui melalui bentuk kegiatan operasi tangan
kanan dan tangan kiri. Peta tangan kanan kiri ini dapat mengetahui jumlah
kegiatan yang dihasilkan, sehingga dapat menganalisa keproduktivitasan dalam
pembuatan produk pabrik mini tersebut.

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum peta kerja ini adalah:
1.2.1 Peta Kerja Keseluruhan (Peta Proses Operasi)
1. Mengetahui aliran bahan (aktivitas orang) mulai awal proses hingga proses
terakhir.
2. Mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan (orang) selama proses
berlangsung.
3. Menganalisa tempat dimana terjadi ketidak efisienan pekerjaan.
4. Menganalisis perbaikan suatu sistem kerja.
1.2.2 Peta Kerja Setempat (Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan)
1. Menyeimbangkan kedua tangan dan mengurangi kelelahan.
2. Menghilangkan (mengurangi) gerakan yang tidak efisien dan tidak produktif.
3. Melatih pekerjaan baru dengan cara kerja yang ideal.
4. Menganalisa tempat dimana terjadi ketidakefisienan pekerjaan.
5. Menganalisis perbaikan suatu sistem kerja.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Peta Kerja Keseluruhan
Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan apabila kegiatan tersebut
melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk membuat
produk yang bersangkutan. Peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan
ruskan berlaku sampe bawah
kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Lewat peta-peta ini kita bisa melihat
semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari mulai
masuk ke pabrik (berbentuk bahan baku), kemudian menggambarkan semua
langkah yang dialaminya, seperti: transportasi, operasi mesin, pemeriksaan dan
perakitan, sampai akhirnya menjadi produk jadi, baik produk lengkap atau
merupakan bagian dari
suatu produk lengkap. Ada pula definisi peta kerja lainnya yaitu merupakan
gambaran sistematis dan logis dalam menganalisis proses kerja dari tahap awal
sampai akhir. Dengan peta ini juga didapatkan informasiinformasi yang
diperlukan untuk memperbaiki metode kerja, seperti benda kerja yang harus
dibuat, operasi untuk menyelesaikan kerja, kapasitas mesin atau kapasitas kerja
lainnya, dan urutan prosedur kerja yang dialami oleh suatu benda kerja. Dengan
demikian, peta ini
merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga
mempermudah dalam perencanaan perbaikan kerja. (Kurniati et al., 2015)
Pada dasarnya peta-peta bisa dibagi kedalam dua kelompok besar
berdasarkan kegiatannya, yaitu :
1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja
keseluruhan.
2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat.
Hubungan antara kedua macam kegiatan diatas akan terlihat bila untuk
menyelesaikan suatu produk diperlukan beberapa stasiun kerja, dimana satu sama
lainnya saling berhubungan, misalnya suatu perusahaan perakitan memiliki
beberapa mesin produksi atau stasiun kerja. Dalam hal ini kelancaran proses
produksi secara keseluruhan akan sangat tergantung pada kelancaran setiap
stasiun kerja. Dalam hal ini kelancaran proses produksi secara keseluruhan akan
sangat tergantung pada kelancaran setiap sistem kerja. Suatu hal yang bijaksana
apabila dalam prakteknya nanti, pelaksana pertama-tama berusaha untuk
memperbaiki atau menyempurnakan setiap sistem kerja yang ada sedemikian rupa
sehingga didapatkan suatu urutan kerja yang paling baik untuk saat itu. Barulah
kemudian menyempurnakan proses secara keseluruhan. Secara garis besarnya,
penggambaran kedua kegiatan tersebut dalam bentuk peta-peta kerja untuk
memperbaiki kegiatan produksi, biasanya dimulai dengan membuat peta-peta
kerja yang menggambarkan kegiatan secara keseluruhan berdasarkan apa yang
telah ada atau cara sekarang. Setiap kegiatan yang berlangsung, yang terjadi di
stasiun-stasiun kerja yang telah digambarkan pada peta kegiatan keseluruhan
diamati seterperinci mungkin.
Penganalisisan ini dilakukan dengan terlebih dahulu menggambarkan peta-peta
kerja setempat yang bersangkutan, dengan membuat peta-peta kerja setempat yang
menunjukan keadaan sekarang. Keadaan sekarang inilah yang dipelajari untuk
diusahakan perbaikan-perbaikannya. Hasil perbaikan dinyatakan dalam peta-peta
stasiun kerja inilah analisis keseluruhan dilakukan. Hasil akhir dinyatakan dalam
peta-peta kerja keseluruhan untuk cara yang diusulkan. Yang termasuk kelompok
kegiatan kerja keseluruhan:
a. Peta Proses Operasi (OPC)
b. Peta Aliran Proses (FPC)
c. Peta Proses Kelompok Kerja (GPC)
d. Diagram Alir (FD)
e. Assembly Chart (AC) (Maryana & Meutia, 2015)
2.1.1 Peta Proses Operasi
Peta Proses Operasi adalah suatu peta yang menggambarkan langkah-
langkah operasi dan pemeriksaan yang dialami bahan-bahan dalam urut-urutannya
sejak awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai bagian setengah jadi.
Peta ini juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk menganalisis
waktu kerja, material, tempat, alat, mesin yang digunakan. Informasi-informasi
yang bisa didapat dari Peta Proses Operasi antara lain:
a. Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan biayanya.
b. Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku
c. Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik
d. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai
e. Sebagai alat untuk pelatihan kerja
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pembuatan Peta Proses Operasi agar
bisa menggambarnya dengan baik antara lain:
a. Pada baris paling atas (bagian “kepala”) ditulis jelas jenis peta, yaitu “Peta
Prose Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama objek, nama
pembuat peta, tanggal dipetakan, keterangan dipetakan sekarang atau
usulan, nomor peta dan nomor Gambar.
b. Material yang akan diproses berada di atas garis horizontal yang sesuai dan
menunjukkan ke dalam urut-urutan tempat material tersebut kemudian
diproses.
c. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, dari atas ke
bawahsesuai urut-urutan prosesnya
d. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan
sesuai dengan urutan operasi terkait.
e. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri
dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi. Pada
pembuatan peta ini, bagian produk yang paling banyak memerlukan operasi,
dipetakan terlebih dahulu, dan dilakukan pada bagian peta sebelah kanan.

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
Ringkasan yang terdapat pada peta ini mengandung informasi-informasi
seperti: jumlah operasi, jumlah pemeriksaan dan jumlah waktu yang
dibutuhkan.(Barang et al., 2015)
Kegunaan Peta Proses Operasi:
- Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
- Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan memperhatikan
efisiensi ditiap operasi/pemeriksaan).
- Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
- Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
- Sebagai alat untuk latihan kerja.
Prinsip Pembuatan:
- Pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi” yang
diikuti oleh identifikasi lain seperti : nama obyek, nama pembuat peta,
tanggal dibuat, nomor peta dan nomor gambar.
- Material yang akan diproses diletakan pada garis horisontal, yang
menunjukkan bahwa material tersebut masuk kedalam proses.
- Lambang-lambang ditemaptkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan
terjadinya perubahan proses.
- Penomoran terhadap suatu suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan
sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk
tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.
- Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri
dan pronsipnya sama dengan operasi. Produk yang paling banyak
memerlukan proses operasi dipetakkan terlebih dahulu disebelah paling
kanan.(biasanya produk/komponen pokok).
20 Analisa Peta Proses Operasi:
(a) Bahan-bahan Mempertimbangkan semua alternatif dari bahan yang
digunakan, proses penyelesaian dan toleransi sehingga sesuai dengan fungsi,
reliabilitas, pelayanan dan waktunya.
(b) Operasi Perbaikan yang mungkin dilakukan adalah dengan menghilangkan,
menggabungkan, merubah atau menyederhanakan operasi yang terjadi.
(c) Pemeriksaan Suatu obyek dikatakan memenuhi standar kualitasnya jika

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
setelah dibandingkan dengan standar.
(d) Waktu (Kurniati et al., 2015)
Teknik ini terutama untuk melihat operasi mandiri dari tiap komponen atau
rakitan. Peta ini akan memberikan gambaran yang lebihcermattentang pola aliran
produksi dibanding denganpeta rakitan karena peta ini menambahkan
datakuantitatif pertama pada usulanperencanaan aliran. Peta proses operasi adalah
salah satu teknik yang paling berguna dalam perencanaan produksi.
Kenyataannya, peta ini adalah diagram tentang proses dan telah digunakan dalam
berbagai cara sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Dengan tambahan data
lain, peta ini dapat digunakan sebagai alat manajemen. Untuk keperluan
pembuatan peta proses ini maka oleh American Society of Mechanical Engineers
(ASME) telah dibuat beberapa symbol standardyang menggambarkan macam
jenis aktivitas yang umum dijumpaidalam proses produksi.

Kegunaan dari teknik konvensional jenis ini ialah:


1. Menunjukkan urutan operasi pada tiap komponen.
2. Menunjukkan operasi yang harus dilakukan untuk tiap komponen.
3. Menunjukkan titik tempat komponen memasuki proses.
4. Menunjukkan hubungan antar komponen.
5. Menunjukkan tingkat kebutuhan sebuah rakitan-bagian.
6. Membedakan antara komponen yang dibuat dan dibeli.
7. Membantu perencanaan tempat kerja mandiri.
8. Menunjukkan jumlah pekerja yang dibutuhkan.
9. Menunjukkan konsentrasi mesin, peralatan dan pekerja secararelatif.
10. Menunjukkan sifat pola aliran bahan.
11. Menunjukkan sifat masalah penanganan bahan.
12. Menunjukkan kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul dalamaliran
produksi.
2.1.2 Peta Aliran Proses
Peta Aliran Proses adalah suatu diagram yang menunjukkan urut-urutan dari
operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan peyimpanan yang terjadi selama
satu proses atau prosedur berlangsung. Peta aliran proses digunakan untuk
mengamati secara lebih lengkap dan rinci setiap komponen pembentuk suatu

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
produk. Peta ini memuat informasi mengenai urut-urutan operasi; pemeriksaan;
transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadi pada suatu proses
berlangsung.
Perbedaan PAP dan PPO:
(a) PAP memperlihatkan semua aktivitas-aktivitas dasar, termasuk trasnportasi,
menunggu, dan menyimpan. Sedang PPO terbatas pada Operasi dan Inspeksi
saja.
(b) PAP menganalisa setiap komponen yang diproses secara lebih lengkap.
Kegunaan :
1. Digunakan untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang mulai awal
masuk dalam sutau proses atau prosedur sampai aktivitas terakhir.
2. Memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu proses.
3. Digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dualami bahan atau
dilakukan oleh orang selama proses berlangsung.
4. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan proses kerja.
23 Prinsip Pembuatan:
- Pada bagian paling atas ditulis PAP yang diikuti oleh keterangan lainnya (no
gbr, pembuat, tanggal pembuatan, dll) yang terletak diatas bagian kanan.
- Di bagian kiri atas, dicatat mengenai ringkasan yang memuat jumlah total
dan waktu total dari setiap kegiatan yang terjadi dan juga mengenai total
jarak perpindahan yg dialami bahan atau org selama proses berlangsung.
- Pada bagian “badan” diuraikan proses yang terajadi secara lengkap beserta
lambang-lambang dan informasi mengenai jarak perpindahan, jumlah yg
dilayani, wkt yg dibutuhkan dan kecepatan produksi.
- Dianalisa dengan menggunakan “ Dot and Check Tehnique”.
Analisa :
Melalui Dot and Check Tehnique yg didasarkan pada 6 pertanyaan diatas
dengan perbaikan sebagai berikut:
(a) Menghilangkan aktivitas yg tidak perlu.
(b) Menggabungkan atau meribah tempat kerja.
(c) Menggabungkan atau merubah waktu atau urutan kerja.
(d) Menggabungkan atau merubah org.

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
(e) Menyederhanakan atau memperbaiki metode kerja (Kurniati et al., 2015)
Peta aliran proses merupakan representasi aktivitas proses yang terjadi pada
tempat kerja dengan gambaran secara grafis dan simbolis. Elemen tersebut akan
menggambarkan seluruh proses dan urutan yang terjadi. Hal ini berguna untuk
memisahkan setiap tahapan yang terjadi pada proses produksi dan berguna untuk
memastikan dokumen yang diperlukan pada proses tersebut. Meningkatkan
produktivitas, proses dan operasional usaha akan membutuhkan pemilihan yang
tepat dan pengaturan kebutuhan yang dapat membuat aliran proses usaha dapat
berjalan dengan lancar dan dapat aliran material tersebut dapat dikendalikan di
pabrik. Semakin efisien bahan baku yang diproduksi dan diubah menjadi produk
yang diinginkan sesuai dengan fungsi-fungsi yang telah dirancang sesuai tingkat
kualitas yang dibtuhkan, maka akan memberikan produktivitas usaha yang lebih
baik dan kesejahteraan bagi karyawannya. Peta aliran proses dikategorikan
berdasarkan dari aliran proses yang terjadi secara berurutan pada area produksi
yang terbagi pada beberapa elemen, yaitu operasi, transportasi,
penyimpananAliranproses akan memberikan pemetaan terhadap setiap posisi
proses yang terjadi dengan menampilkan seluruh tugas dari setiap posisi tersebut.
Peta aliran terbagi pada dua tahapan, yaitu makroanalisis dan mikroanalisis.
Makroanalisis dilakukan untuk mendapatkan aliran material paling sederhana
antar setiap departemen yang telah ditentukan sebelummnya. Sedangkan untuk
mikroanalisis dilakukan untuk mendapatkan aliran proses yang terbagi dalam
setiap departemen pada kelompok- kelompok rangkaian kerja seperti mesin dan
bagian produksi lainnya. Setiap bagian yang berhubungan dengan aliran proses ini
berhubungan juga dengan tata letak usaha.
Dalam pembuatan peta aliran proses didapatkan informasi berupa waktu
tempuh total yang diperlukan untuk pemindahan bahan, jumlah kegiatan
keseluruhan dalam pabrik dengan rincian jumlah tiap jenis kegiatan. Prinsip-
prinsip pembuatan aliran proses adalah sebagai berikut,
a. Bagian paling atas ditulis “Peta Aliran Proses” Nama peta sesuai dengan
kegiatan yang diamati, unit, prusahaan, dan nama yang membuat.
b. Pada kolom pertama berisi nomer langka, kolom kedua berisi
lambanglambang yang digunakan, kolom ketiga uraian kegiatan, dan kolom

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
berikutnya berisi informasi lainya.
c. Tiap lambang diberi nomor tersendiri secara berurutan untuk membantu
hubungan dengan peta atau data lainya. Peta aliran proses akan memberikan
dampak pada proses produksi dengan memberikan pemetaan sehingga dapat
mengurangi kejadian yang tidak diinginkan melalui pengaturan ulang tata
letak dan proses tata letak yang telah dilalui. Selain itu, dapat mengobserbasi
pola dari aliran proses sehingga dapat diketahui berbagai faktor yang dapat
berdampak pada kompleksitas produksi. Pengetahuan tersebut, akan sangat
berguna bagi manajer operassi. Pengetahuan mengenai proses produk dalam
industri manufaktur akan memberikan gambaran bagaimana produk tersebut
dapat dibuat dengan menghasilkan kualitas terbaik. Peta aliran proses,
diawali dengan adanya studi mengenai struktur pengetahuan dan
pengaruhnya untuk mengambarkan subjek-subjek yang ada dengan
gambaran suatu simbol. Hasilnya memperlihatkan bahwa dengan
menggunakan gambaran tersebut dapat memudahkan pemahamannya
(Raharja & Arifianti, 2019)
2.1.3 Peta Proses Regu Kerja
Peta Proses Kelompok Kerja adalah suatu diagram yang menjelaskan
prosentase aktivitas kerja dalam satu kelompok/ regu kerja. Peta kerja ini akan
memberikan gambaran mana pekerja yang produktif dan kurang produktif.
Peta ini bisa digunakan dalam suatu tempat kerja dimana untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut memerlukan kerjasama yang baik dari
sekelompok pekerja. Jenis pekerjaan atau tempat kerja yang mungkin memerlukan
analisa melalui Peta Proses Kelompok Kerja ialah misalnya pekerjaan-pekerjaan:
pergudangan, pemeliharaan, atau pekerjaanpekerjaan pengangkutan material
(material handling) lainnya. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa Peta Proses
Kelompok Kerja merupakan kumpulan dari beberapa Peta Aliran proses dimana
tiap Peta Aliran.
Peta Proses Kelompok Kerja merupakan bagian dari Peta Aliran
Proses. Memang pada dasarnya Proses Kelompok Kerja merupakan hasil
perkembangan dari suatu Peta Aliran Proses. Orang yang pertama yang
memperkenalkan dan kemudian mengembangkannya adalah John A.
Adridge. Jelaslah di sini bahwa satu seri pekerjaan yang dilaksanakan oleh
seorang operator sangat erat sekali hubungannya dengan seri pekerjaan
operator-operator lainnya. Dengan kata lain, suatu Peta Proses Kelompok
Kerja digunakan untuk menunjukkan beberapa aktivitas dari sekelompok
orang yang bekerja bersama-sama dalam suatu proses atau prosedur kerja,
dimana satu aktivitas dengan aktivitas Iainnya saling bergantungan, artinya
suatu hasil kerja secara kelompok dapat berhasil, jika setiap aktivitas dari
anggota kelompok- kelompok tersebut berlangsung dengan lancar. Karena
adanya kebergantungan tiap aktivitas ini, maka dalam Peta Proses Kelompok
Kerja biasanya banyak dijumpai lambang-lambang kelambatan (menunggu =
D), yang menunjukkan bahwa suatu aktivitas sedang menunggu aktivitas
lainnya.
Kegunaan Peta Proses Kelompok Kerja. Sesuai dengan namanya, peta ini
dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa aktivitas suatu kelompok
kerja. Diatas telah diuraikan bahwa masalah utama jikaterjadi kerja sarna
antara sekelompok orang dimana satu aktivitas dengan lainnya saling
bergantungan adalah banyaknya dijumpai aktivitas-aktivitas menunggu
(delay). Maka tujuan utama yang harus dianalisa dari kelompok kerja ini
adalah, kita harus bisameminimumkan waktu menunggu (delay) ini.
Kegunaan:
- Memberikan informasi aktivitas yang dilakukan oleh pekerja
- Memberikan informasi prosentase kerja dalam satu kelompok/ regu.
Prinsip Pembuatan:
- Kepala gambar (peta).
- Identifikasikan setiap aktivitas dengan lambang, waktu dan jarak yang
sesuai dengan PAP.
- Prosentase kerja masing-masing pekerja harus ditulis.
- Uraian lambing kegiatan harus sesuai dengan aktivitas pada PAP.
(Kurniati et al., 2015)
2.1.4 Diagram Alir
Flowchart (diagram alir) adalah suatu jenis diagram yang menjelaskan
langkah-langkah dalam suatu sistem(Nurmutia et al., 2020). Walaupun peta aliran
proses atau peta kelompok kerja merupakan suatu peta yang memuat informasi-
informasi lengkap dengan kegiatan transportasi. Tetapi kadang kita memerlukan
gambaran mengenai lokasi dimana terjadinya masing-masing aktivitas tersebut.
Jika memang demikian yang terjadi yang diperlukan adalah diagram aliran, yaitu
diagram yang merupakan gabungan antara peta aliran proses atau peta proses
kelompok kerja dengan denah atau layout dari lokasi dimana kativitas-aktivitas
tersebut dilaksanakan.
Kegunaan Diagram Aliran disamping untuk lebih memperjelas peta aliran
proses atau peta proses kelompok kerja tentang dimana masing-masing aktivitas
terjadi, diagram aliran juga berguna dalam memperbaiki tata letak (layout) tempat
kerja(Sutalaksana, 2015).
Flowchart di bedakan menjadi 5 jenis flowchart, antara lain system
flowchart, document flowchart, schematic flowchart, program flowchart, process
flowchart.
a. System Flowchart
System Flowchart dapat didefinisikan sebagai bagan yang menunjukkan arus
pekerjaan secara keseluruhan dari sistem. Bagan ini menjelaskan urutan-urutan
dari prosedur-prosedur yang ada di dalam sistem. Bagan alir sistem menunjukkan
apa yang dikerjakan di sistem.
b. Document Flowchart
Bagan alir dokumen (document flowchart) atau disebut juga bagan alir
formulir (form flowchart) atau paperwork flowchart merupakan bagan alir yang
menunjukkan arus dari laporan dan formulir termasuk tembusan-tembusannya.
c. Schematic Flowchart
Bagan alir skematik (schematic flowchart) merupakan bagan alir yang mirip
dengan bagan alir sistem, yaitu untuk menggambarkan prosedur di dalam sistem.
Perbedaanya adalah, bagan alir skematik selain menggunakan simbol-simbol
bagan alir sistem, juga menggunakan gambar-gambar komputer dan peralatan
lainnya yang digunakan. Penggunaan gambar-gambar ini mudah untuk dipahami,
tetapi sulit dan lama menggambarnya.
d. Program Flowchart
Bagan ali program (program flowchart) merupakan bagan yang menjelaskan
secara rinci langkah-langkah dari proses program. Bagan alir program dibuat dari
derivikasi bagan alir sistem. Bagan alir program dapat terdiri dari dua macam,
yaitu bagan alir logika program (program logic flowhart) dan bagan alir program
computer terinci (detailed computer program flowchart). Bagan alir logika
program digunakan untuk menggambarkan tiap-tiap langkah di dalam program
computer secara logika. Bagan alat logika program ini dipersiapkan oleh analis
sistem. Bagan alir program komputer terinci (detailed computer program
flowchart) digunakan utnuk menggambarkan instruksi-instruksi program computer
secara terinci. Bagan alir ini dipersiapkan oleh pemogram.
e. Process Flowchart
Bagan alir proses (process flowchart) merupakan bagan alir yang banyak
digunakan di teknik industri. Bagan alir ini juga berguna bagi analis sistem untuk
menggambarkan proses dalam suatu prosedur (Ilham et al, 2021).
Aktivitas-aktivitas yang digambarkan dalam Diagram Aliran harus sesuai
dengan aktivitas yang terjadi di dalam Peta Aliran Proses. Untuk jelasnya dapat
diikuti uraian sebagai berikut:
- Pertama-tama dibuat judul peta. Di bagian kepala ditulis "DIAGRAM
ALIRAN" yang kemudian diikuti oleh identifikasi lainnya seperti: Nama
Pekerjaan yang dipetakan, cara sekarang atau usulan, nomor peta, dipetakan
oleh dan tanggal pemetaan.
- Untuk membuat suatu Diagram Aliran, si penganalisa harus
mengidentifikasi setiap aktivitas dengan lambang dan nomor yang sesuai
dengan yang digunakan dalam Peta Aliran Proses.
- Arah gerakan dinyatakan oleh anak panah kecil yang dibuat secara periodik
sepanjang garis aliran.
- Apabila dalam ruangan tersebut terjadi lintasan lebih dari satu orang atau
barang, maka tiap lintasan dibedakan dengan warna bermacam-macam. Atau
apabila kita hanya menggambarkan lintasan untuk seorang operator atau satu
barang, maka perbedaan warna berarti menunjukkan perbedaan antara cara
sekarang dengan cara yang diusulkan.
2.2 Peta Kerja Setempat
Peta kerja setempat adalah peta yang menggambarkan aktivitas dalam
lingkup kerja setempat. Adapun lambang-lambang yang biasa digunakan dalam
Peta Kerja Setempat beserta penjelasannya adalah sebagai berikut, antara lain:
1. Menunjukkan Waktu Menganggur, yaitu digunakan untuk menyatakan
pekerja atau mesin yang sedang menganggur atau salah satu sedang
menunngu yang lain. Contohnya operator sedang melakukan pemeriksaan
terhadap mesin untuk mencegah terjadinya kerusakan pada mesin. Operator
sedang melakukan pekerjaan dan mesin menunggu operator yang sedang
bekerja.
2. Menunjukkan Kerja Tak Bergantungan (Independent), keadaan ini
menunjukkan pekerja yang sedang berkerja dan independent dengan mesin
dan pekerja lain. Contohnya pekerja sedang menyediakan material untuk
dimasukkan kedalam mesin. Jika ditinjau dari pihak mesin, mesin tersebut
sedang bekerja tanpa memerlukan pelayanan dari seorang operator.
3. Menunjukkan Kerja Kombinasi, digunakan apabila diantara operator dan
mesin atau dengan operator lainnya sedang bekerja secara bersama-sama.
Jika ditinjau dari pihak mesin, selama bekerja mesin tersebut memerlukan
pelayanan dari seorang operator (Nurmutia et al., 2020).
Sistem kerja dikelompokkan menjadi dua kegiatan kerja, yaitu kerja
keseluruan dan kerja setempat. Kegiatan kerja keseluruhan,melibatkan
sebagian besar atau hampir seluruh fasilitas yang diperlukan. Kegiatan kerja
setempat hanya melibatkan kegiatan yang terjadi dalam satu stasiun kerja.
Peta kerja setempat digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat,
Menurut Erliana, suatu kegiatandisebut kegiatan kerja setempat apabila
kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja, biasanya hanya
melibatkan orang dan fasilitasdalam jumlah terbatas. Peta kerja setempat
digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat, sedangkan peta
kerjakeseluruhan digunakan untuk menganilisis kegiatan kerja keseluruhan..
Peta – peta yang termasuk kedalam peta kerja kegiatan setempat adalah peta
pekerja dan mesin dan peta tangan kiri dantangan kanan
.
2.1.1 Peta Pekerja dan Mesin
Peta Pekerja dan mesin adalah suatu diagram yg menggambarkan koordinasi
antara waktu bekerja dan waktu menganggur dari kombinasi antara pekerja dan
mesin. Tujuan utamanya utk mengurangi waktu menganggur dari seorang
operator. Kegunaan:
- Merubah tata letak (layout).
Tata letak tempat kerja merupakan salah satu faktor yang menentukan
lamanya waktu penyelesaian suatu pekerjaan. Penataan kembali suatu tata
letak tempat kerja, diharapkan dapat menempatkan elemen sistem kerja pada
suatu tempat sehingga benar-benar dapat menghemat waktu penyelesaian.
Layout merupakan salah satu faktor yang menentukan lamanya waktu
penyelesaian suatu pekerjaan. sehingga penataan kembali suatu layout
diharapkan dapat menempatkan elemen sistem kerja yang dapat menghemat
waktu penyelesaian.
- Mengatur kembali gerakan-gerakan kerja.
Pada dasarnya gerakan kerja merupakan faktor yang menentukan waktu
penyelesaian suatu pekerjaan.
- Merancang kembali mesin dan peralatan.
Keadaan mesin dan peralatan sering kali perlu dirancang kembali untuk
meningkatkan efektivitas pekerja dan mesin, misal mengurangi waktu
mengangkut dan sekaligus menghemat tenaga pekerja, maka pekerjaan
memindahkan barang 31 terutama barang berat yg tadinya menggunakan
gerobak dorong sekarang perlu dipikirkan dgn menggunakan kereta (hoist).
- Menambah pekerja bagi sebuah mesin atau sebaliknya.
Apabila kita menemukan bahwa efektivitas pekerja yang menangani sebuah
atau beberapa mesin itu rendah, yaitu pekerja banyak menganggur,
sementara di tempat lain banyak terdapat mesin yang menganggur, maka
penambahan

tugas bagi pekerja tersebut mungkin dapat meningkatkan efektivitas dan


efisiensi.
Sebaliknya jika terdapat seorang pekerja yang terlampau sibuk dalam
menangani tugasnya sehingga tidak memungkinkan baginya untuk bisa
melepas lelah dan melakukan kepentingan-kepentingan pribadi lainnya,
maka tentu hal ini pun akan merugikan, baik pada pihak perusahaan atau
bagi pekerja itu sendiri. Pekerja yang terlampau lelah cenderung lebih
banyak melakukan kesalahan-kesalahan. Bisa jadi ini mengakibatkan
kerusakan pada mesin atau menurunkan kualitas produksi. Keburukan yang
dialami pekerja, terutama dirasakan dalam jangka panjang, saat pekerja
terlampau lelah, tentu akan mengakibatkan semakin memburuknya kondisi
tubuh pekerja tersebut. Dengan penambahan pekerja keseimbangan antara
pekerja dan mesin bisa diperoleh.
Prinsip Pembuatan:
- Kepala gambar (peta).
- Uraikan semua elemen pekerjaan yg terjadi.
- Lambang – lambang garis berskala yg digunakan:
- Garis penuh (solid line), menunjukan waktu kerja operator atau waktu
operasi mesin.
- Garis putus-putus (dot line), menunjukan bahwa mesin dalam keadaan
loading & unloading yaitu kondisi dimana mesin idle atau tidak ada kerja
produktif yg dilakukan saat itu.
- Tidak adanya garis dalam vertikal untuk kolom garis operator menunjukkan
bahwa kondisi operator saat itu menganggur (idle), sedang kalau tidak
adanya garis ini pada kolom mesin menunjukan bahwa mesin sedang
menganggur tidak terbebani.
- Seluruh elemen-elemen kerja baik produktif maupun tidak produktif untuk
manusia dan mesin dipetakkan secara penuh sampai satu siklus kerja
berlangsung (Kurniati et al., 2015).
2.1.2 Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Peta tangan kiri dan tangan kanan menggambarkan kontribusi tangan kanan
dan tangan kiri seorang pekerja dan keseimbangan beban kerja antara tangan
kanan tugas bagi pekerja tersebut mungkin dapat meningkatkan efektivitas
dan efisiensi
dan tangan kiri (Nurmutia et al., 2020). Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
adalah suatu diagram yg menggambarkan aktivitas gerakan tangan dari seorang
operator, mengingat keseimbangan penggunaan kedua tangan sangat berpengaruh
terhadap produktivitas kerja seorang pekerja.
Elemen gerakan therblig tersebut terdiri dari 8 gerakan, yaitu Reach
(Menjangkau), Grasp (Memegang), Move (membawa), Use (Menggunakan),
Preposition (Mengarahkan), Assembling (Merakit), Release (melepas), Hold
(memegang). Dengan menggunakan peta tangan kiri dan tangan kanan kita bisa
melihat dengan jelas pola-pola gerakan yang tidak efisien dan atau bisa melihat
adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang terjadi pada
saat pekerjaan manual tersebut berlangsung.
Kegunaan:
- Mengetahui keseimbangan penggunaan kedua tangan.
- Mengetahui lamanya waktu aktivitas dari tangan.
- Mengetahui jumlah total lamanya aktivitas dari sebuah pekerjaan.
- Mengetahui aktivitas apa saja yang dilakukan.
- Memperbaiki aktivitas kerja yang tidak
perlu. Prinsip Pembuatan:
- Kepala gambar (peta).
- Uraikan semua elemen pekerjaan yang dialami oleh kedua tangan (Kurniati
et al., 2015).
Peta kerja tangan kiri tangan kanan ini merupakan salah satu petakerja setempat.
Pada peta tangan kerja tangan kiri tangan kanan, setiap elemen kerja operator
dianalisa dengan rinci, dan setiap elemen memiliki waktu sendiri. Sehingga
dengan kata lain peta kerja tangan kiri tangan kanan merupakan suatu alat dari
studi gerakan untuk menentukan Gerakan-gerakan yang efisien, yakni gerakan
yang memang diperlukan dan gerakan yang tidak diperlukan
Untuk mendapatkan gerakan-gerakan yang lebih terperinci, agar dapat
menyempurnakan cara kerja disetiap stasiun kerja terutama dengan mengurangi
gerakan yang tidak perlu dan untuk mengatur kembali gerakan sehingga diperoleh
urutan kerja yang baik, dapat digunakan peta tangan kiri dan kanan. Peta ini
menggambarkan semua gerakan- gerakan saat bekerja dan saat menganggur yang
dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan agar pekerjaan stabil (Amin, 2015).
Peta Tangan kiri dan Tangan Kanan adalah peta kerja setempat yang digunakan
untuk menganalisa gerakan tangan manusia didalam melakukan pekerjaan-
pekerjaan yangbersifat manual. Peta ini akan menggambarkan semua gerakan atau
delay yang terjadi yang dilakukan oleh tangan kiri maupun tangan kanan secara
mendetail sesuai dengan element-elemen Therbligh yang membentuk gerakan
tersebut. Elemen gerakan therbligh tersebut terdiri dari 8 gerakan, yaitu Reach
(Menjangkau), Grasp (Memegang), Move (membawa), Use (Menggunakan),
Preposition (Mengarahkan), Assembling (Merakit), Release (melepas), Hold
(memegang). Dengan menggunakan peta tangan kiri dan tangan kanan kita bisa
melihatdengan jelas pola-pola gerakan yang tidak efisien dan atau bisa melihat
adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ekonomi gerakanyang terjadi pada
saat pekerjaan manual tersebut berlangsung.
III. FLOWCHART
Dalam proses pembuatan pabrik mini, membutuhkan alur pekerjaan
agarpembuatan pabrik mini tersebut dapat dijalankan dengan teratur dan terstruktur.
Berikut adalah flowchart dari pembuatan produk pabrik mini:

Gambar 3.1 Flowchart


IV. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
4.1 Prosedur Kerja
Praktikum dibagi dalam dua proses kegiatan bagian atap dan badan. Operator,
pengamat gerakan dan pencatat data masing-masing satu orang praktikan.
4.1.1 Proses pembuatan badan
A. Stasiun kerja 1 : mengukur dan menandai bahan
Pada stasiun kerja 1 ini prosedur kerja yang dilakukan adalah mengukur
bahan atau duplek dengan menggunakan penggaris 30 cm, kemudian untuk
pekerjaan menandai menggunakan bolpoin.
B. Stasiun kerja 2 : menggunting
Proses kerja yang dilakukan pada stasiun kerja tahap ke dua adalah
menggunting bahan atau dupleks yang telah diukur sebelumnya.
C. Stasiun kerja 3 : melipat
Pada proses melipat ini dupleks di lipat sesuai dengan garis yang sudah
ditandai, cara memudahkan lipatan yakni dengan menggoreskan cutter di
garis yang akan dilipat.
D. Statsiun kerja 4 : merakit
Proses merakit ini dilakukan dengan mengelem tiap ujung dupleks
menggunakan lem tembak sehingga menyatu dan membentuk seperti bentuk
balok.
E. Stasiun kerja 5 : merakit atap dan badan
Proses kerja selanjutnya merakit atap dan badan dengan menggunakan lem
tembak.
F. Stasiun kerja 6 : menghias
Pada proses kerja ini adalah proses menghias body atau bagian tubuh dari
miniatur pabrik menggunakan kertas kado dan lem atau double tip.
G. Stasiun kerja 7 : Inspeksi
Proses terakhir yang dilakukan adalah inspeksi atau pengecekan kualitas dari
barang jadi.

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
4.1.2 Proses pembuatan atap
A. Stasiun kerja 1 : mengukur dan menandai
Sama halnya bagian badan pada stasiun kerja 1 ini prosedur kerja yang
dilakukan adalah mengukur bahan atau duplek dengan menggunakan
penggaris 30 cm, kemudian untuk pekerjaan menandai menggunakan
bolpoin.
B. Stasiun kerja 2 : memotong
Proses memotong dupleks pada bagian atap yang telah dilakukan
pengukuran sebelumnya pada bagian atap menggunakan gunting.
C. Stasiun kerja 3 : melipat
Proses melipat ini dilakukan sesuai dengan tanda yang telah dibuat pada
proses kerja Satu.
D. Stasiun kerja 4 : membuat lubang
Pembuatan lubang pada atap ini menggunakan cutter dan gunting yang akan
diletakkan pada sisi atas dupleks.
E. Stasiun kerja 5 : merakit
Proses terakhir pada bagian atap dupleks adalah merakit yakni
menggabungkan setiap sisi dupleks menggunakan lem fox.

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Peta Proses Operasi (OPC)
Tabel 4.1 Peta Proses Operasi Pembuatan Miniatur Pabrik

PETA PROSES OPERASI


Pekerjaan : Merakit Miniatur Pabrik Tanggal Pemetaan : 16 September 2021
No Peta : 01 Dipetakan Oleh : Jumat / 80
Sekarang Usulan

Duplex atap ukr 40 cm x 50 cm Duplex badan ukr 55cm x 60 cm

Mengukur dan menandai


P : 40 cm Mengukur & Menandai
O-5 L : 50 cm O-1 P :55 cm
L :60 cm
Memotong
O-6 P : 40 cm
L : 50 cm Menggunting
O-2 P :55 cm
L :60 cm
O-7 Melipat

O-3 Melipat
O-8 Membuat Lubang

O-4 Merakit badan

O-9 Merakit atap

Merakit atap dan


O-10
badan

O-11 Menghias

RINGKASAN
Kegiatan Jumlah Waktu I-I Inspeksi
Operasi 11
Pemeriksaan 1
Penyimpanan
Penyimpanan 1

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
4.3.2 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan
Tabel 4.2 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan Perakitan Miniatur Pabrik
PETA TANGAN KIRI
DAN TANGAN KANAN
Pekerjaan : Merakit Pabrik Mini
Departemen :-
Nomor Peta 02
Sekarang Usulan
Dipetakkan Oleh : Jumat / Kelompok
80 Tanggal dipetakan : 18 September
2020
Jarak Waktu Waktu Jarak Tangan
No Tangan Kiri Lambang
(cm) (detik) (detik) (cm) Kanan
R
G
1 G
H Mengukur
Mengukur dan M
P dan
menandai U
U P menandai
RL
R
G
Memotong G
U Memotong
mengikuti H M
2 mengikuti
tanda RL P tanda
RL

R
G
3 G P
Melipat P U Melipat
M
RL
R
G
Membuat G P
4 U
Membuat
Lubang H Lubang
M
RL

G R
H G
5 P Mengelem
Mengelem R
L A
M

R
G
6 Merakit G
M
M Merakit
atap P
P badan
A RL
A
7 Menghias G R Menghias
P G
M P
A M
A
RL
R
G
G
8 M
H
Merakit U Merakit
M
badan dan P badan dan
A
atap RL atap

TOTAL 26 48
Ringkasan
Waktu tiap siklus
Jumlah produk tiap siklus
Waktu untuk membuat satu produk
Keterangan:
A = Praktikan
G = Memegang
H = Memegang untuk menandai
M = Membawa
P = Mengarahkan
U = Memakai
RL = Melepas
R = Istirahat
4.4 Hasil dan Analisa
4.4.1 Gambar produk jadi

Gambar 4.1 Pabrik Mini


4.4.2 Peta Proses Operasi (OPC)
Dalam proses pembuatan Miniatur Pabrik Mini ini diketahui , Miniatur
Pabrik memiliki 2 bagian dalam pembuatannya yaitu pada bagian badan dan
bagian atap. Untuk bagian badan memiliki ukuran 55 cm x 60 cm, sedangkan pada
bagian atap memiliki ukuran 40 cm x 50 cm.Pada pembuatan Miniatur Pabrik ini
terdapat 11 operasi yang terdiri dari 6 operasi untuk bagian badan dan 5 operasi
untuk bagianatas, 1 kegiatan inspeksi, dan 1 kegiatan penyimpanan.. Karena
proses-proses dan langkah sudah di jalankan sesuai dengan prosedur yang ada,
maka proses pembuatan pabrik mini ini lebih terstruktur dan mudah dilakukan
namun, ada beberapa kesulitan dalam pengerjaan ini, seperti kesulitan dalam
memotong bahan karena bahan duplex yang digunakan cukup tebal dan kurang
sebanding dengan cutter. Hal itu akan lebih mudah dilakukan apabila alat
pemotong tersebut di ganti dengan alat yang lebih sesuai dengan bahan duplex.
4.4.3 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan
Dapat diketahui dari peta tangan kiri tangan kanan di atas, bahwa kegiatan
tersebut menghasilkan total gerakan tangan sebanyak 74 gerakan. Dengan rincian
48 gerakan dari tangan kanan dan 26 gerakan dari tangan kiri. Oleh karena hal itu,
terjadi keseimbangan antara kedua tangan pada saat perakitan pabrik mini ini,
karena kedua tangan melakukan gerakan secara seimbang. Hal ini dikatakan
seimbang karena pembebanan tangan kanan dengan tangan kiri adalah hampir dari

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
setengahnya. Akan tetapi, ada beberapa kesulitan dalam pengerjaan ini, seperti
kesulitan dalam memotong bahan karena bahan duplex yang digunakan cukup
tebal dan kurang sebanding dengan cutter. Hal itu akan lebih mudah dilakukan
apabil alat pemotong tersebut di ganti dengan alat yang lebih sesuai dengan bahan
duplex.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum modul peta kerja keseluruhan dan peta
kerja setempat ini, adalah:
Dari hasil praktikum didapatkan hasil peta proses kerja terlihat adanya 11
kegiatan operasi, 1 kegiatan pemeriksaan dan 1 kegiatan penyimpanan yang mana
terdiri dari 5 proses pembuatan atap, dan 6 proses pada proses pembuatan badan.
Dalam peta tangan kiri dan tangan kanan,didapatkan hasil bahwa pada peta
tangan kiri tangan kanan memiliki 46 gerakan dan tangan kanan 26 sehingga
terjadi ketidakseimbangan jumlah gerakan.
5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum modul peta kerja keseluruhan dan peta kerja
setempat ini, adalah:
1. Dalam melakukan praktikum diharapkan semua praktikan mempelajari
materi yang akan dipraktikan
2. Dalam melakukan praktikum diharapkan semua praktikan memahami
prosedur pembuatan produk
3. Dalam melakukan praktikum sebaiknya semua praktikan memperhatikan
setiap proses pembuatan sehingga data pada peta operasi proses dan peta
tangan kanan dan tangan kiri valid.

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL I (Peta Kerja Keseluruhan dan Peta Kerja Setempat)
SESI JUMAT / KELOMPOK 80
VI. DAFTAR PUSTAKA
Barang, P., Web, B., & Pada, M. (2015). Bab 2 tinjauan pustaka dan dasar
teori 2.1. 2010, 3–6.
Ilham, B., Sopyan, S., RamdaN, N, A., Fitriani & Muhamamd, Y, P. (2021).
ANALISIS PENGENDALIAN MUTU DI BIDANG INDUSTRI
MAKANAN 2. 1(10).
Kurniati, I. D., Setiawan, R., Rohmani, A., Lahdji, A., Tajally, A.,
Ratnaningrum, K., Basuki, R., Reviewer, S., & Wahab, Z. (2015).
Buku Ajar.
Maryana, & Meutia, S. (2015). Perbaikan Metode Kerja Pada Bagian
Produksi. Jurnal Teknovasi, 02(1), 15–26.
Nurmutia, S., Wahyu, W., Rosita, N. I., & Baroroh, M. (2020). Praktikum
Analisa Perancangan Kerja (Issue 1).
Raharja & Arifianti. (2019). jurnal psk. 15(11), 102–106.
Sutalaksana. (2015). Teknik Industri Analisa Perancangan. Analisa
Perancangan Kerja.

pelurusan bab subab modul 1 bisa lihat yg bener di modul 2


MODUL II

PENGUKURAN
WAKTU KERJA
DENGAN JAM HENTI
(STOPWATCH
TIME STUDY)
MODUL II
PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM
HENTI (STOPWATCH TIME STUDY)

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengukuran waktu (time study) pada dasarnya merupakan suatu usaha
untukmenentukan lamanya waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang
operator (yangterlatih) untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik,
tingkat kecepatankerja yang normal, serta dalam lingkungan kerja yang
terbaik pada saat itu.Dengan demikian, pengukuran waktu ini merupakan
suatu proses kuantitatif, yangdiarahkan untuk mendapatkan suatu kriteria
yang objektif. Dalam pengukuran produktivitas biasanya selalu dihubungkan
dengan keluaran secara fisik, yaitu produk akhir yang dihasilkan.
Pengukuran kerja merupakan metode penetapan keseimbangan antara
kegiatan manusia yang dikonstribusikan dengan unit output yang dihasilkan.
Pengukuran waktu jam henti (stopwatch) adalah suatu cara untuk menentukan
waktu baku yang pengamatannya langsung dilakukan di tempat
berlangsungnya suatu aktivitas atau berlangsungnya suatu pekerjaan dengan
menggunakan alat utamanya adalah jam henti (stopwatch) yaitu dengan
mengamati saat mulainya pekerjaan itu hingga berakhirnya pekerjaan atau
aktivitas yang meliputi waktu setting, waktu operasi dan waktu inspeksi.
Terdapat beberapa masalah yang akan diselesaikan praktikan pada
praktikum pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stopwatch time study).
Permasalahannya mengenai pengukuran jam waktu kerja menggunakan
stopwatch atau jam henti. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sistem kerja
dengan mengukur berapa lama waktu baku sampai waktu keefektifan
seseorang dalam bekerja pekerja. Karena waktu keefektifan para pekerja
sangat diutamakan agar para pekerja dapat bekerja dengan optimal.
Pengukuran waktu kerja menggunakan dua operasi kerja dalam pembuatan
miniatur pabrik yaitu merakit badan dan merakit atap.

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL II PENGKURAN WAKTU KERJA DENGAN JAM HENTI
SESI JUMAT / 80
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum pengukuran waktu kerja dengan jam
henti ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan waktu baku atau waktu standard dari suatu elemen kerja.
2. Menentukan waktu baku atau standard dari suatu rangkaian kerja
proses operasi.
3. Memperkirakan penyesuaian dan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.
4. Menggunakan waktu baku atau standard yang tersedia untuk
melakukan perbaikan sistem kerja.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perancangan Sistem Kerja
Sistem kerja merupakan rangkaian tata kerja dan prosedur kerja yang
kemudian membentuk suatu kebulatan pola tertentu dalam rangka
melaksanakan suatu bidang pekerjaan (KBBI, 2005). Menurut Kleiner (2006),
sistem kerja terdiri dari dua atau lebih orang yang bekerja bersama-sama
(personel sub-sistem), berinteraksi dengan teknologi (technological sub-
system) dalam sistem organisasi yang dicirikan oleh lingkungan internal (both
physical and cultural). Menurut Freivald (2010), elemen-elemen sistem kerja
terdiri dari organisasi, human, tasks, environment, dan tools/teknologi.
Menurut Kleiner (2006), sistem kerja terdiri dari dua atau lebih orang
yang bekerja bersama-sama (personel sub-sistem), berinteraksi dengan
teknologi (technological sub-system) dalam sistem organisasi yang dicirikan
oleh lingkungan internal (both physical and cultural). Sistem kerja yang ada
pada suatu perusahaan akan mempengaruhi jalannya produksi, oleh karenanya
pengaturan sistem kerja yang baik sangat diperlukan bagi setiap perusahaan
sebagai faktor penting dalam meningkatkan produktivitas kerja. (Ristyowati,
2018)
Kurun waktu kerja adalah usaha untuk menentukan lama kerja yang
dibutuhkan seorang operator untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, Waktu
merupakan elemen yang sangat menentukan dalam merancang atau
memperbaiki suatu sistem kerja. Peningkatan efisiensi suatu sistem kerja
mutlak berhubungan dengan waktu kerja yang digunakan dalam berproduksi.
Pengukuran waktu kerja pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk
menentukan lamanya waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang operator
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik, pada tingkat kecepatan
kerja yang normal, serta dalam lingkungan kerja yang terbaik pada saat
itu.Dengan demikian pengukuran waktu ini merupakan suatu proses
kuantitatif, yang diarahkan untuk mendapatkan suatu kriteria yang objektif.
Studi mengenai pengukuran waktu kerja dilakukan untuk dapat
melakukan perancangan atau perbaikan dari suatu sistem kerja. Untuk
keperluan tersebut dilakukan penentuan waktu paku yaitu waktu yang
diperlukan dalam bekerja dengan telah mempertimbangkan faktor - faktor di
luar elemen pekerjaan yang dilakukan. sistem kerja adalah suatu sistem di
mana komponen komponen kerja seperti manusia, mesin, material serta
lingkungan kerja fisik akan berinteraksi bersama sama dalam memberikan
hasil kerja. Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, seseorang dapat memilih
berbagai cara dalam melakukannya.
Penelitian cara kerja merupakan kegiatan pencatatan sistematik dan
pemeriksaan secara seksama mengenai cara kerja yang berlaku atau
dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan sasaran.Menganalisa sistem
kerja adalah untuk mendapatkan cara kerja yang terbaik, dengan cara:
1. Memperbaiki gerakan kerja
2. Memperbaiki tata ruang dan tempat kerja
3. Perbaikan pemakaian alternatif bahan mesin atau tenaga kerja
4. Pengembangan lingkungan kerja yang baik
Kreativitas seseorang memungkinkan diperolehnya beberapaalternatif
dan menyelesaikan suatu pekerjaan. Sehingga memperbaiki cara kerja dapat
dilakukan dengan memilih yang paling baik dan dapat dilaksanakan dalam
pemilihan ini perlu dilakukan dengan cara mengembangkan suatu kriteria
penilaian yaitu:
1. Waktu penyelesaian yang dibutuhkan
2. Tenaga yang dikeluarkan
3. Akibat psikologis dan sosiologis yang ditimbulkan oleh pekerjaan
tertentu (Erliana,2015)
Penelitian kerja dan analisametode kerja pada dasarnya
akanmemusatkanperhatiannya pada bagaimana suatu macam pekerjaan akan
diselesaikan. Dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan kerja
yang optimal dalam system kerja tersebut, maka akan diperoleh alternatif
metode pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil paling efektif dan
efisien. Suatu kegiatan akan dikatakan diselesaiakan secara efisien apabila
waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk penyelesaian suatu
kegiatan maka diperoleh aktivitas pengukuran kerja. Pengukuran waktu kerja
menghasilkan waktu atau output standart. Waktu satandart diperlukan untuk:
1. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja (man power planning)
2. Estimasi biaya-biaya untuk karyawan
3. Penjadwalan produksi dengan penganggaran
4. Perencanaan sistem pemberian bonus dan intensif bagi karyawan
5. Indikasi keluaran yang mampu dihasilkan oleh sorang pekerja.
Waktu standart merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang
pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata rata untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan. Didalam waktu standart meliputi kelonggaran waktu yang
diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang
diselesaikan tersebut. Dengan demikian waktu standart yang dihasilkan dalam
aktifitas pengukuran kerja ini akan dapat digunakan sebagai alat untuk
membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu
kegiatan harus berlangsung dan berapa outputynag dihasilkan.Serta berapa
pula jumlah tenaga kerja ynag dibutuhkan untuk menyelsaiakan pekerjaan
tersebut. Pada garis besarnya teknik pengukuran waktu 6 kerja ini dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu pengukuran waktu kerja secara langsung dan tidak
langsung.
Tujuan utama dari aktivitas pengukuran kerja adalah waktu baku yang
harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Waktu baku yang ditetapkan untuk suatu pekerjaan tidak akan benar apabila
metode untuk melaksanakan pekerjaan tersebut berubah, material yang
digunakan sudah tidak lagi sesuai dengan spesifikasi semula, kecepatan kerja
mesin atau proses produksi lainnya berubah pula, dan kondisi-kondisi kerja
lainnya sudah berbeda dengan kondisi kerja pada saat waktu baku tersebut
ditetapkan.
Jadi waktu baku pada dasarnya adalah waktu penyelesaian pekerjaan
untuk suatu sistem kerja yang dijalankan pada saat pengukuran berlangsung
sehingga waktu penyelesaian tersebut juga hanya berlaku untuk system kerja
tersebut. Dari hal tersebut diatas bahwa waktu kerja yang hendak dilakukan
merupakan waktu kerja yang diperoleh dari kondisi dan metode kerja yang
baik.
Pengukuran kerja hendaknya dilaksanakan dalam kondisi dan metode
kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik. Jika kondisi yang ada belum baik
hendaknya diperbaiki dan kemudian distandartkan terlebih dahulu.
Mempelajari kondisi dan cara atau metode kerja kemudian memperbaiki serta
membakukannya adalah apa yang dilakukan dalam langkah penelitian
pendahuluan yang harus ditetapkan (Salam,2018).
2.2 Pengukuran Sistem Kerja
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-
waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-
alat yang telah disiapkan. Umumnya posisi pengukur agak menyimpang
dibelakang operator sejauh 1,5 meter. Posisi pengukur ini hendaknya jangan
sampai operator merasa terganggu gerakannya atau merasa canggung karena
diamati, dan juga hendaknya posisi ini memudahkan pengukur untuk
mengamati jalannya pekerjaan. (Rafian, 2017).
Pengukuran kerja berkaitan dengan penentuan waktu standar. Waktu
standar adalah waktu yang diperlukan oleh seorang pekerja terlatih untuk
menyelesaikan suatu tugas tertentu, bekerja pada tingkat kecepatan yang
berlanjut, serta menggunakan metode, mesin dan peralatan, material, dan
pengaturan tempat kerja tertentu. Penentuan waktu standar merupakan
masukan penting bagi perencanaan proses produksi. Adapun Salah satu cara
yang sering digunakan untuk menentukan waktu standar adalah dengan cara
menggunakan studi waktu.
Studi waktu dilaksanakan dengan menggunakan alat jam henti (stop
watch) untuk mengamati waktu tugas. Waktu standar dihitung berdasarkan
pengamatan terhadap seorang pekerja yang melaksanakan siklus tugasnya
berulang-ulang. Setelah ditetapkan, waktu standar itu diberlakukan bagi
seluruh pekerja lain yang melaksanakan pekerjaan serupa. Pekerja yang dipilih
adalah pekerja yang mengerti benar (terlatih) tentang tugas yang sedang
diamati dan bekerja dengan menggunakan metode yang sesuai.
Tahap dalam Studi Waktu Tahap-tahap dalam menentukan waktu
standar, sebagai berikut:
1. Tentukan pekerjaan yang akan diamati dan beri tahu pekerja yang
dipilih tentang tujuan studi. Langkah ini diperlukan agar pekerja yang
diamati ataupun penyelianya tidak curiga, melainkan malah membantu
kelancaran pengamatan.
2. Tentukan jumlah siklus kerja ( ukuran sampel, n ) yang akan diamati.
Jumlah siklus kerja tergantung pada standar deviasi dari waktu yang
diamati, ketelitian, dan tingkat kepercayaan yang diinginkan.
3. Catat seluruh hasil pengamatan dan hitunglah rata-rata waktu yang
diamati.

4. Tetapkan peringkat kinerja (PR, performance rating) pekerja yang


bersangkutan, lalu hitung waktu normal (NT, normal time) dengan
menggunakan rumus, sebagai berikut:

dimana:
PR = peringkat kinerja (dalam persen).
Peringkat kinerja diperlukan untuk penyesuaian waktu yang diperoleh
dari pengamatan terhadap satu orang pekerja menjadi waktu normal yang
berlaku bagi seluruh pekerja. Peringkat kinerja untuk rata-rata pekerja sebesar
100%. Pekerja yang memiliki keterampilan / kecakapan lebih dari rata-rata
pekerja lainnya memiliki peringkat kinerja di atas 100%. Pekerja yang
keterampilannya ada di bawah rata-rata memiliki peringkat kinerja di bawah
100%.
Peringkat kinerja ini hanya berlaku untuk satu jenis kegiatan, tidak
diberlakukan secara umum. Dengan demikian, bisa saja untuk satu jenis
kegiatan, seorang pekerja mempunyai peringkat kinerja di bawah rata-rata
karyawan lain, tetapi untuk jenis kegiatan yang lain peringkatnya di atas rata-
rata. Waktu normal diartikan sebagai waktu yang diperlukan oleh seorang
pekerja yang berpengalaman untuk menyelesaikan elemen-elemen tugas yang
penting, dan bekerja pada kecepatan normal.
5. Tetapkan faktor kelonggaran (AF,allowance factor).
Faktor kelonggaran diperlukan untuk mencakup interupsi/penundaan
yang terjadi karena keperluan pribadi pekerja (untuk minum, ke kamar kecil
atau istirahat karena letih, dan lain sebagainya) atau penundaan yang tidak
bisa dihindari (seperti mesin rusak / peralatan rusak, material terhambat, atau
gangguan listrik).
Untuk faktor kelonggaran yang dinyatakan sebagai persentase dari
waktu tugas:

dimana:
A = toleransi kelonggaran (dalam persen)
Untuk faktor kelonggaran yang dinyatakan sebagai persentase dari
waktu kerja:

Selanjutnya hitung waktu standar (ST, standard time) dengan rumus:

Waktu standar ini yang selanjutnya dipakai sebagai acuan dalam


perencanaan produksi dan penentuan sistem insentif baik bagi karyawan yang
berprestasi maupun untuk keperluan perencanaan lain (Suhardi, 2008).
Untuk memastikan bahwa data yang telah diperoleh dikatakan layak
maka dilakukan pengujian antara lain dengan uji kecukupan data dan uji
keseragaman data.
a. Uji keseragaman data
Tes/uji keseragaman data perlu dilakukan terledih dahulu sebelum
kita menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar. Tes
keseragaman data bisa dilaksanakan dengan cara visual dan atau
mengaplikasikan peta kontrol (control chart). Peta kontrol (control chart)
adalah suatu alat yang tepat guna dalam menguji keseragaman data yang di
peroleh dari hasil pengamatan.
b. Uji kecukupan data
Uji kecukupan data adalah bentuk pengujian statistik, yang berfungsi
untuk menganalisa data kuesioner yang diberikan telah cukup menggambarkan
populasi pelanggan keseluruhan. Selain kecukupan data harus dipenuhi dalam
pelaksanaan time study maka yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa data
yang diperoleh haruslah juga seragam (Prasnowo, 2020)
c. Persentil
Persentil atau disingkat dengan (Ps) adalah nilai yang membagi data
menjadi 100 bagian yang sama, setelah disusun dari data terkecil sampai data
terbesar atau sebaliknya.
Harga-harga Persentil ada 99 bagian, yaitu Ps1, sampai Ps9. Menurut
beberapa ahli yang mengemukakan pengertian mengenai persentil adalah
sebagai berikut.
1. Persentil adalah titik atau nilai yang membagi suatu distrubusi data
menjadi seratus bagian yang sama besar (Sudijono, 2006: 99). Karena
perrsentil sering disebut “ukuran per-ratus-an”. Titik yang membagi distribusi
data ke dalam seratus bagian yang sama besar ialah titik-titik: P1, P2, P3, P4,
P5, P6, . . . dan seterusnya, sampai dengan P99. Jadi didapat sebanyak 99 titik
pesenti yang membagi seluruh distribusi data ke dalam seratus bagian yang
sama besar, masing-masing sebesar 1/100 atau 1%.
2. Persentil adalah suatu titik dalam distribusi yang menjadi batas satu
persen (1%) dari frekuensi yang terbawah (Koyan, 2012: 22). Pesentil adalah
nilai-nilai yang membagi sebagaian data atau suatu distribusi frekuensi
menjadi 100 bagian yang sama (Wiriawan, 2001: 115).
Persentil yang biasa dilambangkan P, adalah titik atau nilai yang
membagi suatu distribusi data menjadi seratus bagian yang sama besar. Karena
itu persentil sering disebut ukuran perseratusan (Anonim, 2021).
1.) Kecukupan data

Keterangan :
N` = Banyaknya data yang diperlukan
S = Tingkat ketelitihan
K = Harga indeks yang besarnya tergantung dari tingkat kepercayaan
yang diambil.
2.) Rumus standar deviasi

Keterangan :
N = Jumlah data
X = Data
X = Rata-rata data
Σ = Standar deviasi
3.) Persentil
P5 = X – 1,645 σx
P50 = X
P95 = X + 1,645 σx
(Kusuma, 2013)
Nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Distribusi Normal dan Perhitungan Persentil
Percentile Perhitungan
1-st X̄ −2,325𝜎𝑋
2,5-th X̄ −1,96𝜎𝑋
5-th X̄ −1,64𝜎𝑋
10-th X̄ −1,28𝜎𝑋
50-th X̄
90-th X̄ +1,28𝜎𝑋
95-th X̄ +1,64𝜎𝑋
97-th X̄ +1,96𝜎𝑋
99-th X̄ +2,325𝜎𝑋
(Sokhibi, 2017)
4.) Uji keseragaman data
Tes keseragaman data perlu kita lakukan terlebih dahulu sebelum
menggunakan data yang diperoleh guna mendapatkan waktu standart. Tes
keseragaman data bisa dilaksanakan dengan cara visual atau mengaplikasikan
peta kontrol. Tes keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana,
mudah, dan cepat. Dengan hanya melihat data yang terkumpul dan seterusnya
mengidentifikasikan data yang ekstrim. Yang dimaksudkan dengan data
ekstrim ialah data yang terlalu besar atau terkecil dan jauh menyimpang dari
rata-rata.
Data yang terlalu ekstrim ini sewajarnya dibuang dan tidak
dimasukkan dalam perhitungan selanjutnya peta kontrol adalah suatu alat
yang tepat guna dalam mengetes keseragaman data yang diperoleh dari hasil
pengamatan. Data dikatakan seragam apabila benda berada diatas batas
kontrol dan dikatakan tidak seragam apabila data ada yang berada diluar batas
kontrol.
a.) Batas kontrol atas (BKA) = x̄ + k σ b.) Batas
kontrol bawah (BKB) =̄x - k σ

SD =
Keterangan :
BKA = Batas kontrol atas
BKB = Batas kontrol bawah
x̄ = Nilai rata-rata
σ = Standar deviasi
k = tingkat keyakinan
- untuk tingkat kepercayaan 95% harga k adalah 2
- untuk tingkat kepercayaan 99% harga k adalah 3 (Salam,2018).

2.2.1 Pengukuran Waktu Kerja Langusng


Pengukuran secara langsung maksudnya adalah pengukuran dilakukan
di tempat di mana pengukuran tersebut dilaksanakan seperti cara jam berhenti
dan sampling pekerjaan. (Montororing, 2018). Berikut kelebihan dan
kekurangan dari pengukuran waktu kerja secara langsung:
Kelebihan:
1. Praktis
Mencatat waktu saja tanpa harus menguraikan pekerjaan ke dalam
elemen-elemen pekerjaannya.
Kekurangan:
1. Lama
Dibutuhkan waktu lebih lama untuk memperoleh data waktu yang
banyak tujuannya:hasil pengukuran yang teliti dan akurat.
2. Biaya yang mahal
Biaya lebih mahal karena harus melakukan pengukuran di mana
pekerjaan pengukuran kerja berlangsung (Mahawati, 2021).
A. Pengukuran Waktu Kerja Menggunakan Jam Henti (Stop Watch
Time Study)
Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop watch time study)
diperkenalkanpertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu.
Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran
maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan waktu siklus
pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standar
penyelesaian pekerjaan bagI semua pekerja yang akan melaksanakan
pekerjaan yang sama seperti itu. Secara garis besar langkah - langkah untuk
pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat ditunjuk pada
diagram aliran yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Diagram alir penelitian
Dalam elemen penentuan performa rating serta penentuan beban
allowance yang diberikan menurut tabel penyesuaian.
Adapun formula untuk menentukan waktu normal atau WN, waktu
standar atau WS dan output standar atau OS Seperti rumus di bawah :
Wn = Waktu Observasi rata rata X Performance

rating Ws = Wn X 100%/100% - allowance (jam/unit)

OS = 1/ws (unit/jam)

(Prasnowo,2020)

2.2.2 Pengkuran Waktu Kerja Tak Langsung


Pengukuran waktu kerja tidak langsung adalah yaitu dilakukan tanpa
harus berada di tempat pekerjaan. Cara tersebut dilakukan dengan membaca
tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui
elemen-elemen pekerjaan atau gerakan seperti data waktu baku dan data
gerakan. (Montororing, 2018). Metode pengukuran waktu kerja secara tidak
langsung dibedakan :
1. Metode Standart data/formula
2. Metode Analisa Regresi
3. Metode Data Waktu Gerakan (Predetermined Motion Time Sistem)
A. Pengukuran Waktu Kerja Secara Tidak Langsung Metode Standart
Data/Formula
Beberapa aktivitas pengukuran biasanya digunakan untuk satu jenis
operasi tertentu dan tidak ada pemikiran untuk memanfaatkannya untuk
operasi kerja lainnya. Hal ini merupakan langkah yang tidak efisien Penetapan
waktu baku dengan standart data sangat sederhana. Kegiatan pengukuran
dengan stopwatch dilakukan sekali, kemudian digunakan untuk jenis operasi
kerja lain. Manfaat Metode Standart Data:
1. Mengurangi aktivitas pengukuran kerja
2. Mempercepat penetapan waktu baku
3. Digunakan untuk problem konstan seperti set up, loading/unloading,
handling machine
B. Pengukuran Waktu Kerja Secara Tidak Langsung Metode Analisa
Regresi Metode
Pengukuran kerja dengan menggunakan rumus (formula) klasik yang
dikembangkan melalui rumus - rumus standart/teoritis maupun yang bersifat
permanen seringkali akan sangat bermanfaat dalam kasus dimana elemen -
elemen kerja tidak berupa variabel - variabel yang sama dengan yang telah
didefinisikan atau distandartkan. Pendekatan dengan analisa regresi akan
dapat diaplikasikan yaitu bilamana sejumlah data waktu yang diperoleh
melalui beberapa eksperimen dan dikaitkan dengan satu atau beberapa
variabel lain.
C. Pengukuran Waktu Kerja Secara Tidak Langsung Metode Data Waktu
Gerakan (Predetermined Motion Time Sistem)
Kumpulan data waktu dan prosedur sistematik dengn menganalisa dan
membagi-bagi setiap opearsi kerja (manual) yang dilaksanakan oleh operator
ke dalam gerakan-gerakan anggota tubuh, kemudian menetapkan nilai waktu
masing-masing berdasarkan waktu yang ada (Ista, 2018).
2.3 Penyesuaian (Performance Rating)
Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator
disebut sebagai rating performance. Dengan melakukan rating ini diharapkan
waktu kerja yang diukur bisa dinormalkan kembali. Waktu kerja yang tidak
normal diakibatkan oleh operator yang bekerja secara kurang wajar yaitu
bekerja dalam tempo atau kecepatan yang tidak sebagaimana mestinya. Rating
adalah suatu persoalan penilaian yang merupakan bagian dari aktivitas
pengukuran kerja dan untuk menentukan waktu penyelesaian kerja. Faktor
penilaian cenderung bersifat subjektif terhadap tempo kerja operator.
Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh hasil pengamatan
maka dilakukan penyesuaian terhadap waktu kerja, yaitu dengan cara
mengalikan pengamatan rata-rata dengan faktor penyesuaian “P”.
Ketentuan nilai dari rating faktor adalah sebagai berikut :
1. Apabila operator dinyatakan bekerja terlalu cepat, maka rating faktor
ini akan lebih besar pada 1 ( p> 1 atau p > 100% ).
2. Apabila operator dinyatakan bekerja terlalu lambat, maka rating faktor
akan lebih kecil daripada satu ( p< 1 atau p < 100% ).
3. Apabila operator bekerja secara normal atau wajar maka rating faktor
ini diambil sama dengan satu ( p = 1 atau p = 100%).
Untuk kondisi kerja kerja dimana operasi secara penuh dilaksanakan
oleh mesin maka waktu yang diukur dianggap merupakan waktu normal.
Berikut ini akan diuraikan beberapa sistem untuk memberikan rating yang
umumnya diaplikasikan dalam aktivitas pengukuran kerja
1. Skill dan Effort Rating
Sekitar tahun 1916, Charles E. Bedaux mengenalkan sistem untuk
pengendalian tenaga kerja. System ini berdasarkan pengukuran kerja dan
waktu baku. Prosedur pengukuran kerja ini juga menentukan rating terhadap
kecakapan (skill) dan usaha (effort) yang ditunjukkan operator pada saat
bekerja
2. Synthetic Rating
Synthetic rating adalah metodaunutk mengevaluasi tempo kerja
operator berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja
seperti biasanya dan kemudian membandingkan waktu yang diukur ini dengan
waktu penyelesaian elemen kerja yang sebelumnya sudah diketahui data
waktunya
3. Westing House System’s Rating
Pada metoda ini selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) yang telah
dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang mempengaruhi manusia, maka
westing house menambahkan lagi dengan kondisi kerja dan keajegan dari
operator didalam melakukan kerja (konsitensi). Westing house system
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi operator dalam bekerja
adalah :
1. Ketrampilan (Skill)
2. Usaha (Effort)
3. Kondisi kerja (Working condition)
4. Konsistensi(Consistency)
Ketrampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti
cara kerja yang diterapkan. Latihan dapat meningkatkan ketrampilan, tetapi
hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat mana kemampuan maksimal
yang dapat diberikan pekerjaan yang bersangkutan (Salam,2018)
no enter
2.4 Kelonggaran (Allowance)
Dalam hal ini waktu longgar dapat diklasifikasikan menjadi tiga
macam, yaitu personal allowance, fatigue allowance dan delay
allowance.Personal Allowance adalah jumlah waktu longgar untuk kebutuhan
personil yang dapat ditetapkan dengan jalan melaksanakan aktivitas time
study sehari kerja penuh atau dengan metode sampling kerja. Untuk
pekerjaan- pekerjaan yang relatif ringan dimana operator bekerja selama 8
jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi sekitar 2 sampai 5% (atau 10
sampai 24 menit) setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan - kebutuhan
yang bersifat personal. Ini yang termasuk ke dalam kebutuhan pribadi disini
adalah hal - hal
seperti minim sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil,
bercakap cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan
ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja.
Fatigue Allowance adalah kelelahan fisik manusia bisa disebabkan
oleh beberapa penyebab diantaranya adalah karena kerja yang membutuhkan
pikiran banyak dan kerja fisik. Untuk pekerjaan - pekerjaan berat, masalah
kebutuhan istirahat untuk melepaskan lelah sudah banyak berkurang karena
disini sudah mulai diaplikasikan penggunaan peralatan atau mesin yang serba
mekanis dan otomatis secara besar-besaran, sehingga mengurangi peranan
manusia. Sebagai konsekuensinya maka kebutuhan waktu longgar untuk
istirahat melepaskan lelah ini dapat pula dihilangkan.
Delay Allowance adalah keterlambatan atau delay bisa disebabkan
oleh faktor-faktor yang sulit untuk dihindarkan, tetapi juga bisa disebabkan
oleh faktor - faktor yang masih bisa dihindari. Keterlambatan yang terlalu
besar / lama tidak diperhitungkan sebagai dasar untuk menetapkan waktu
baku. Menurut Sutalaksana dkk (2006), beberapa contoh yang termasuk ke
dalam hambatan tak terhindarkan adalah:
a. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas
b. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin
c. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat
potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan
sebagainya.
d. Mengasah peralatan potong.
e. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
f. Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.
g. Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan.
Apabila ketiga jenis kelonggaran waktu tersebut diaplikasikan secara
bersamaan untuk seluruh elemen kerja, maka hal ini bisa menyederhanakan
perhitungan yang harus dilakukan (Candrika, 2018).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Identifikasi Variabel
Adapun identifikasi variabel dari praktikum pengukuran waktu kerja
dengan jam henti ini adalah sebagai berikut:
A. Variabel Terikat
Variabel terikat dalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel-variabel
bebas, dimana variabel terikatnya adalah waktu baku, waktu siklus, waktu
normal, output standart
B. Variabel Bebas
Variabel bebas dalah variabel-variabel yang mempengaruhi variabel
terikat, dimana variabel bebasnya adalah data waktu pengamatan, Allowance,
Performance Rating

3.2 Langkah-Langkah Pengukuran Waktu Baku


Adapun langkah-langkah pengukuran waktu baku (Flowchart) adalah
sebagai berikut:

Mulai

Studi Pustaka Studi Lapangan

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Identifikasi Variabel

A
A

Pengumpula Data:
Produk dan Komponen
Peta tangan kanan dan tangan kiri dan OPC
Waktu pengamatan
Faktor Penyesuaian
(PerformanceRating)
Faktor Kelonggaran (Allowance)

Uji Keseragaman
Data

Penambahan Data
Tidak
Data Seragam
Tidak
Data Tidak Seragam

Uji Kecukupan Data


Sisa Data

N<N’
Waktu Siklus
Faktor Penyesuaian Ya

Waktu Normal

Waktu Baku

Faktor
Kelonggaran
Output Standart

Usulan Perbaikan Kerja

Hasil dan Pembahasan


Gambar 3.1 langkah langkah pengukuran waktu baku ( flowchart)
Kesimpulan dan Saran

Selesai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengumpulan Data
4.1.1 Gambar Produk
Adapun gambar produk jadi yang telah dibuat pada
praktikum sebelumnya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Miniatur Pabrik


4.1.2 Peta Proses Operasi (OPC)
Tabel 4.1 Peta Proses Operasi Pembuatan Miniatur Pabrik
PETA PROSES OPERASI
Pekerjaan : Merakit Miniatur Pabrik Tanggal Pemetaan : 18 September 2021
No Peta : 01 Dipetakan Oleh : Jumat / Kelompok
80 Sekarang Usulan
Duplex atap ukuran 10,5 x 14 cm Duplex badan ukuran 44 x 26,5 cm
Mengukur
P = 44 cm & Menandai
Mengukur & Menandai
P = 10,5 cm
80 164
L = 26,5 cm
detik O-5 L = 14 cm detik O-1

Menggunting
81 Memotong 135 O-2
O-6 P = 44 cm
detik P = 10,5 cm detik L = 26,5 cm
L = 14 cm

38 Melipat 72 Melipat
O-7 O-3
detik detik

40 Membuat Lubang
O-8 158 Merakit Badan
detik O-4
detik

Merakit Atap
80 O-9
detik

155 Merakit Atap dan Badan


O-10
detik

RINGKASAN Menghias
156 O-11
Kegiatan Jumlah Waktu detik

Operasi 11 1.159 detik


I-1 Inspeksi
Pemeriksaan 1
Penyimpanan 1 -
Penyimpanan
4.1.3 Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri
Tabel 4.2 Peta Tangan Kiri Tangan Kanan Perakitan Miniatur Pabrik
PETA TANGAN KIRI DAN TANGAN KANAN
Pekerjaan : Merakit Miniatur Pabrik
Departemen : -
Nomor Peta : 02
Sekarang Usulan
Dipetakkan oleh : Jumat / Kelompok 80
Tanggal dipetakan : 18 September 2021
Jarak Waktu Waktu Jarak
No Tangan Kiri (cm) (detik) Lambang (detik) (cm) Tangan Kanan
R
G
G
M
Mengukur & H Mengukur &
1. 164 U 164
Menandai P Menandai
P
U
RL

R
G
G
Memotong U
2. 135 H 135 Memotong
mengikuti tanda M
RL
P
RL
R
G
G
3 Melipat 72 P 72 Melipat
P
M
RL
R
G
G P
4 Membuat Lubang 40 40 Membuat Lubang
H U
M
RL
R
G G
5 Merakit Atap 80 H P 80 Merakit Atap
RL A
M
R
G G
M M
6 Merakit Badan 158 158 Merakit Badan
A P
P RL
A
Jarak Waktu Waktu Jarak
No Tangan Kiri (cm) (detik) Lambang (detik) (cm) Tangan Kanan
R
G G
Merakit Badan H U Merakit Badan
7 135 135
dan Atap M P dan Atap
A M
A
R
G G
P P
8 Menghias 156 156 Menghias
M M
A A
RL
TOTAL 1159 26 48 1159
Ringkasan
Waktu tiap siklus
Jumlah produk tiap siklus
Waktu untuk membuat satu produk

Keterangan
A = Perakitan
G = Memegang
H = Memegang untuk
memakai M = Membawa
P = Mengarahkan
U = Memakai
RL = Melepas
4.1.4 Data Pengamatan
Tabel 4.3 Data Pengamatan

Lintasan I (Badan)
Pengamatan
No Stasiun Kerja
1 2 3 4 5 6
1 Mengukur dan
menandai 222 203 232 252 162 232
2 Memotong 102 162 104 139 172 147
3 Melipat 222 105 122 127 112 107
4 Merakit Badan 168 100 223 133 111 158
Merakit
5
atap dan badan 222 203 132 207 233 202

6 Menghias 178 201 209 170 160 212


Lintasan II (Atap)
1 Mengukur dan 95 102 72 92 69 103
2 Memotong 89 88 70 69 78 92
3 Melipat 47 52 57 50 73 51
4 Membuat lubang 81 52 81 47 56 71
5 Merakit 82 74 96 85 80 76

4.2 Data Pengolahan


Adapun data yang diolah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
4.2.1 Merakit Badan
A. Data Waktu Pengamatan
Tabel 4.4 Data Waktu Pengamatan Merakit Badan
Data Pengamatan (dalam detik)
Session ∑𝑋 ∑𝑋2
1 2 3 4 5 6
1 222 203 232 252 162 232 1302 287889
2 102 162 104 139 172 147 826 117978
3 222 105 122 127 112 107 795 115315
4 168 100 223 133 111 158 893 142927

Data Pengamatan (dalam detik)


Session ∑𝑋 ∑𝑋2
1 2 3 4 5 6
5 222 203 132 207 233 202 1199 245859
6 178 201 209 170 160 212 1130 215210
Jumlah 6145 1125178
B. Uji Keseragaman Data
1. Rata-Rata
∑𝑥 6145
𝑥̅ = = = 170,69444 detik
𝑁 36

2. Standart Deviasi
∑(𝑥 − 𝑥̅)2
𝜎̅ = √
𝑁−1
̅ ̅ ̅̅ ̅̅ ̅̅ ̅
(222−1 70 , 6 9 444 ) ̅ ̅ 2 + (203−170,69444) 2 +⋯+ (232−̅1̅70̅ ,̅ 6̅ 94̅ 4̅4̅)2
= √
36−1

= 22,6
3. Mencari Nilai K
a. Tingkat Ketelitian
𝜎𝑥
𝑆= x 100% = 22,6
𝑥 100% =13,24 % = 0,1324
𝑥̅ 170,69444
Analisa:

Pengukuran membolehkan rata-rata hasil pengukurannya


menyimpang sejauh 13,24% atau 0,1324 dari rata-rata sebenarnya.
b. Tingkat Keyakinan
CL = 100% - S% = 100% - 13,24% = 86,76%
Untuk tingkat kepercayaan 95% < CL ≤ 99% harga
K=3 Untuk tingkat kepercayaan 68% < CL ≤ 95%
harga K=2 Untuk tingkat kepercayaan CL ≤ 68% harga
K=1
Analisa: kemungkinan berhasil mendapatkan tingkat keyakinan
sebesar 86,76% maka nilai 2
4. Mencari Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB)
BKA = 𝑥̅ + 2𝜎𝑥
= 170,69444+ (2 x 22,6) = 215,89444 detik
BKB = 𝑥̅ − 2𝜎𝑥
= 170,69444 -(2 x 22,6) = 129,49444 detik
BK = 𝑥̅
= 170,69444 detik
5. Peta Kontrol 𝑥̅

Waktu Pengamatan
Merakit Badan
300
250 222 2 252 232
32 222 222 233
200 203 203 207 202 202109 212
172 178 171060 Data
150 162 162 139 147 132 BKA
100 1212217
105107 2
102 104 CL
50
BKB

13579 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Jumlah Pengamatan
Gambar 4.2 Peta Kontrol Merakit Badan
Analisa:
Berdasarkan peta kontrol diatas maka dapat dilihat bahwa tidak
terdapat data yang keluar dari Batas Kontrol Atas (BKA) maupun
BatasKontrol Bawah (BKB). Maka dapat disimpulkan bahwa data
sudah dapat dikatakan seragam sehingga tidak perlu dilakukan
pembuangan data dan percobaan ulang.
C. Uji Kecukupan Data
Setelah dilakukan uji keseragaman data waktu kerja maka kita dapat
melakukan uji kecukupan data dengan rumus sebagai berikut:
2
𝐾/𝑆√𝑁 ∑ 𝑥2−(∑ 𝑥)2
𝑁′ = [ ]
∑𝑥

2
2/0,2620√36𝑥1212986−[40934404]
N ‘= [ ] = 3,88
6398

Karena data 𝑁′ ≤ N yaitu 3,88≤ 36 maka data yang digunakan sudah


cukup.
D. Perhitungan Waktu Kerja
1. Waktu Siklus (WS)
Ws = 𝑥̅ = ∑ 𝑥 = 6398 = 170,69 detik
𝑁 36

2. Waktu Normal (WN)


Berikut ini adalah faktor penyesuaian merakit badan
Tabel 4.5 Tabel Faktor Penyesuaian Merakit Badan
Faktor Penyesuaian
Faktor Kelas Lambang Nilai
Keterampilan Good C2 0,03
Usaha Good C1 0,05
Keadaan Kerja Excellent B 0,04
Konsistensi Average D -0
Total +0,12
P=1(pekerja normal) > P = 1± performance rating = 1+0,12 =1,12
Maka didapat Waktu Normal (WN) sebagai berikut:
WN =WS x P =170,69 x 1,12 = 191,17 detik
Analisa:
Waktu normal yang diperlukan oleh seorang pekerja untuk melakukan
proses pada stasiun merakit badan sebesar 191,17 detik/pcs
3. Waktu Baku (WB)
Untuk stasiun kerja membuat lubang faktor kelonggaran yang
diberikan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Tabel Faktor Kelonggaran Merakit Badan

Faktor Kelonggaran
Jenis Kelonggaran Kelonggaran%
1. Untuk kebutuhan pribadi 1,0
2. Untuk menghilangkan rasa lelah
a. Tenaga yang dikeluarkan 2,0
b. Sikap kerja 1,0
c. Gerakan kerja 2,0
e. Keadaan suhu tempat kerja 5,0
f. Keadaan atmosfer 0
g. Keadaan lingkungan 2
3. Untuk hambatan yang tak 3,0
Terhindarkan
Besar Kelonggaran 16
Maka diperoleh waktu baku

(WB) WB = WN x 100%
100%−%𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒

= 191,17 x 100%
100%−16%

= 227,58 detik/pcs
Analisa:
Waktu baku yang dibutuhkan seorang pekerja yang memiliki tingkat
kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan pekerjaan
melakukanproses merakit badan sebesar 227,58 detik/pcs.
4. Output Standart (OS)
OS = 1
𝑊𝐵

1
= 227,58 = 0,0043 pcs / detik
Analisa:

Output standart yang dihasilkan seorang pekerja yang memiliki tingkat


kemampuan rata-rata dari pekerjaan pada proses merakit badan sebesar
0,0043 pcs tiap detik.

4.2.2 Merakit Atap


A. Data Waktu Pengamatan
Data yang didapat dari praktikum pengukuran waktu kerja dengan jam
henti sebagai berikut :
Tabel 4.7 Data Waktu Pengamatan Merakit Atap
Data Pengamatan (dalam detik)
Session ∑𝑋 ∑X2
1 2 3 4 5 6
1 95 102 72 92 69 103 533 48447
2 89 88 70 69 78 92 486 39874
3 47 52 57 50 73 51 330 18592
4 81 52 81 47 56 71 388 26212
5 82 74 96 85 80 76 493 40817
Jumlah 2230 1733942
B. Uji Keseragaman Data
1. Rata-Rata
∑𝑥 2440
𝑥̅ = = = 74,33 detik
𝑁 30

2. Standart Deviasi
∑(𝑥 − 𝑥̅)2
𝜎̅ = √
𝑁−1
(95−81,33 )2+ (102−81,33 )2+⋯+ (103−81,33 )2
=√
30−1
= 16,79
3. Mencari Nilai K
a. Tingkat Ketelitian
𝜎𝑥
𝑆= x 100% = 16,79 𝑥 100% = 22,58% = 0,2258
𝑥̅ 74,33
Analisa:

Pengukuran membolehkan rata-rata hasil pengukurannya


menyimpang sejauh 22,58 % atau 0,2258 dari rata-rata
sebenarnya.
b. Tingkat Keyakinan
CL = 100% - S% = 100% - 22,58 % = 77,24%
Untuk tingkat kepercayaan 95% < CL ≤ 99% harga
K=3 Untuk tingkat kepercayaan 68% < CL ≤ 95%
harga K=2 Untuk tingkat kepercayaan CL ≤ 68% harga
K=1
Analisa: kemungkinan berhasil mendapatkan tingkat keyakinan
sebesar 77,24% maka nilai 2
4. Mencari Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB)
BKA = 𝑥̅ + 2𝜎𝑥
= 74,33+ (2 x 16,79) = 107,91 detik
BKB = 𝑥̅ − 2𝜎𝑥
= 81,33 - (2 x 16,79) = 40,75 detik
BK = 𝑥̅
= 74,33 detik
5. Peta Kontrol 𝑥̅

Merakit Atap

Waktu Pengamatan
120
100
102 103
95 92 8988 8892 96
89
80 81 81 82
8076
72 69 7069 73 71 74 Data
60 56 CL BKA
525750 51 52
47 47 BKB
40

20

13579 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Jumlah Pengamatan

Gambar 4.3 Peta Kontrol Merakit Atap


Analisa:
Berdasarkan peta kontrol diatas maka dapat dilihat bahwa tidak
terdapat data yang keluar dari Batas Kontrol Atas (BKA). Maupun
Batas Kontrol Bawah (BKB) .Maka dapat disimpulkan bahwa data
sudah dapat dikatakan seragam sehingga tidak perlu dilakukan
pembuangan data dan percobaan ulang.
C. Uji Kecukupan Data
Setelah dilakukan uji keseragaman data waktu kerja maka kita dapat
melakukan uji kecukupan data dengan rumus sebagai berikut:
2
𝐾/𝑆√𝑁 ∑ 𝑥2−(∑ 𝑥)2
𝑁′ = [ ]
∑𝑥

2
2/0,2258√30(173942)−[2230]
N ‘= [ ] = 3,87
2230

Karena data 𝑁′ ≤ N yaitu 3,87 ≤ 30 maka data yang digunakan sudah


cukup.
D. Perhitungan Waktu Kerja
1. Waktu Siklus (WS)
Ws = 𝑥̅ = ∑ 𝑥 = 2440 = 74,33 detik
𝑁 30

2. Waktu Normal (WN)


Berikut ini adalah faktor penyesuaian merakit atap:
Tabel 4.8 Tabel Faktor Penyesuaian Merakit Atap
Faktor Penyesuaian
Faktor Kelas Lambang Nilai
Keterampilan Good C2 0,03
Usaha Good C1 0,05
Keadaan Kerja Excellent B 0,04
Konsistensi Average D -0
Total +0,12
P = 1(pekerja normal) > P = 1 ± performance rating = 1+0,12 = 1,12
Maka didapat Waktu Normal (WN) sebagai berikut:
WN =WS x P = 74,33 x 1,12 = 82,24 detik
Analisa:
Waktu normal yang diperlukan oleh seorang pekerja untuk melakukan
proses pada stasiun merakit badan sebesar 82,24 detik/pcs
3. Waktu Baku (WB)
Untuk stasiun kerja membuat lubang faktor kelonggaran yang
diberikan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Tabel Faktor Kelonggaran Merakit Atap
Faktor Kelonggaran
Jenis Kelonggaran Kelonggaran %
1. Untuk kebutuhan pribadi 1,0
2. Untuk menghilangkan rasa lelah
a. Tenaga yang dikeluarkan 2,0
b. Sikap kerja 1,0
c. Gerakan kerja 2,0
e. Keadaan suhu tempatkerja 5,0
f. Keadaan atmosfer 0
g. Keadaan lingkungan 2
3. Untuk hambatanyang 3,0
tak Terhindarkan
Besar Kelonggaran 16

Maka diperoleh waktu baku (WB)


WB = WN x 100%
100%−%𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒

= 83,24 x 100%
100%−16%

= 99,09 detik/pcs
Analisa:
Waktu baku yang dibutuhkan seorang pekerja yang memiliki tingkat
kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan pekerjaan melakukan
proses merakit badan sebesar 99,09 detik/pcs.
4. Output Standart (OS)
OS = 1
𝑊𝐵

1
= 99,09 = 0,010 pcs/detik
Analisa

Output standart yang dihasilkan seorang pekerja yang memiliki tingkat


kemampuan rata-rata dari pekerjaan pada proses merakit atap sebesar
0,010 pcs tiap detik.

4.3 Hasil dan Analisa


Hasil perhitungan waktu siklus yang didapatkan masing-masing elemen
kerja pada perakitan badan dan atap didapatkan sebesar 170,72 detik/pcs dan
74,33 detik/pcs. Pada perakitan badan didapatkan tingkat ketelitian sebesar
0,2727 serta nilai tingkat keyakinan sebesar 72,73% yang bernilai 2.
Sehingga diperoleh nilai BKA sebesar 263,86 detik, dan nilai BKB sebesar
77,58 detik. Sedangkan Pada perakitan atap didapatkan tingkat ketelitian
sebesar 0,2258 serta nilai tingkat keyakinan sebesar 77,24% yang bernilai 2.
Sehingga diperoleh nilai BKA sebesar 107,91 detik, dan nilai BKB sebesar
40,75 detik. Hasil perhitungan waktu normal yang didapatkan masing-
masing elemen kerja pada perakitan badan dan atap didapatkan sebesar
191,20 detik/pcs dan 83,24 detik/pcs. Hasil perhitungan waktu baku yang
didapatkan masing- masing elemen kerja pada perakitan badan didapatkan
sebesar 227,61 detik/pcs dan pada elemen kerja perakitan atap didapatkan
waktu baku sebesar 99,09 detik/pcs. Hasil perhitungan output standar
masing-masing elemen kerja pada perakitan badan didapatkan output
standar sebesar 0,0043
pcs/detik. Pada elemen kerja perakitan atap didapatkan output standar
sebesar 0,010 pcs/detik.
Selain itu perbaikan sistem kerja pada perakitan pada produk tempat
sampah mini tidak perlu, karena total perakitan sudah cukup efektif dan
efisien. Dengan N’ ≤ N, pada elemen kerja perakitan badan sebesar 3,89 ≤36
dan pada elemen kerja perakitan atap sebesar 3,87 ≤ 30, maka data
pengamatan dikatakan cukup.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum pengukuran waktu kerja dengan
jam henti ini adalah :
Dari hasil analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam perakitan
badan pabrik mini didapatkan waktu siklus sebesar 170,72 detik; waktu
normal sebesar 191,20 detik/pcs; waktu baku sebesar 227,61 detik/pcs; dan
output standar sebesar 0,0043 pcs/detik. Sedangkan dalam perakitan atap
pabrik mini didapatkan waktu siklus sebesar 74,33 detik; waktu normal
sebesar 83,24 detik/pcs; waktu baku sebesar 99,09 detik/pcs; dan ouput
standar sebesar 0,010 pcs/detik.
Hasil waktu pada setiap operasi untuk perakitan atap yaitu mengukur
dan menandai selama 122 detik; memotong selama 98 detik; melipat selama
66 detik; membuat lubang selama 57 detik; merakit atap selama 77 detik.
Sedangkan untuk perakitan badan yaitu mengukur dan menandai selama 156
detik; memotong selama 125 detik; melipat selama 93 detik; merakit badan
selama 70 detik; merakit atap dan badan selama 244 detik; menghias selama
142 detik.
Perbaikan sistem kerja pada data pembuatan produk pabrik mini tidak
perlu dilakukan karena total perakitan sudah cukup efektif dan efisien
dengan N’ ≤ N yaitu 3,89 ≤ 36 untuk badan dan 3,87 ≤ 30 untuk atap.
Sehingga pengamatan sudah cukup
5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum pengukuran waktu kerja dengan jam
henti ini adalah :
1. Sebainya pada praktikum ini lebih dijelaskan lebih tentang
pengukuran waktu kerja dengan jam henti.
2. Sebaiknya pada prektikum ini dijelaskan lebih lanjut waktu yang
didapatkan pada proses pembuatan produk.
3. Sebaiknya pada praktikum ini diberikan bimbingan tentang materi
yang akan dipraktekan agar tidak terjadi kesalahan.

dafpus naikkan sini


VI. DAFTARPUSTAKA
Candrika, A. (2018). “Pengukuran Waktu Kerja”
(http://repository.untagsby.ac.id/145/3/BAB%20II.pdf) Diakses pada 26
September 2021 Pukul 11.27 WIB
Erliana,C. (2015). “Bahan Ajar Analisa dan Pengukuran Kerja”. Aceh: Universitas
Malikussaleh
Ista,(2018). “Pengukuran Waktu Kerja Tidak Langsung” (https://www.slideshare.
net/hamadaaluia_2000/pengukuran-waktu-kerja-tidak-langsung). Diakses
Pada 26 September 2021 Pukul 15.03 WIB
Mahawati, E. (2021). “Analisis Beban Kerja dan Produktivitas Kerja”. Semarang:
Yayasan KitaMenulis.
Montororing, Y D Regent. (2018). Usulan Penentuan Waktu Baku Proses Racking
Produk Amplimesh Dengan Metode Jam Henti PadaDeparteme Powder
Coating. Universitas Muhammadiyah Tangerang. Vol. 7. No. 2. Hal. 53-63
Prasnowo, M. Adhi, dkk. (2020). “Ergonomi dalam Perancangan dan
Pengembangan Produk Alat Potong Sol Sandal”. Surabaya. Scopindo Media
Pustaka.
Rafian, Muhammad Ade. (2017). Analisis Beban Kerja Mekanik Pada Departemen
Plant Dengan Metode Work Sampling. UPN “Veteran” Yogyakarta. Vol. 10.
No. 1.
Ristyowati, Trismi. (2018). Perancangan Sistem Kerja Untuk Meningkatkan Hasil
Produksi Melalui Pendekatan Macroergonomic Analysis And Design Di
Sentra Industri Batik Ayu Arimbi Sleman. UPN “Veteran” Yogyakarta.
Vol.
11. No. 2.
Salam, M. (2018). “Pengukuran Waktu Kerja Tidak Langsung”
(http://repository.untag–sby.ac.id/652/3/BAB%202.pdf) Diakses pada 26
September 2021 Pukul 16.17 WIB
Sokhibi, A. (2017). “Perancangan Kursi Ergonomis Untuk Memperbaiki Posisi
Kerja pada Proses Packaging Jenang Kudus” Jurnal Rekayasa Sistem
Industri. Format Volume 3. No. 1
MODUL III

PENGUKURAN
WAKTU KERJA
DENGAN
SAMPLING KERJA
(WORK
SAMPLING)
MODUL III
PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN SAMPLING
KERJA (WORK SAMPLING)

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Work sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar
pengamatan terhadap aktifitas kinerja dari mesin, proses atau pekerja /
operator. Metode sampling kerja sangat cocok di gunakan dalam melakukan
pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan memiliki siklus
waktu yang relatif panjang. Metode sampling pekerjaan sangat efisien karena
informasi yang dikehendaki dapat diperoleh dalam waktu yang relatif lebih
singkat dan dengan biaya yang tidak terlalu besar.Waktu siklus adalah
waktu yang digunakan dalam melakukan suatu elemen kerja tanpa
mempertimbangkan aspek kecepatan kerja dan kelonggaran. Waktu siklus
adalah waklu penyelesaian satu saluan produksi sejak bahan baku mulai
diproses di tempat kerja yang bersangkutan. Waktu normal merupakan waktu
kerja yang telah mempertimbangkan faktor penyesuaian, yaitu waktu siklus
rata-rata dikalikan dengan rating factor.
Waktu baku adalah waktu yang diperlukan oleh manusia untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan secara tuntas. Waktu baku
mempertimbangkan aspek kecepatan kerja operator dan kelonggaran yang
dibutuhkan oleh operator. Waktu baku untuk perencanaan kebutuhan
tertentu tenaga kerja (man power planning), estimasi biaya-biaya untuk upah
karyawan, penjadwalan produksi dan penganggaran, perencanaan sistem,
indikasi output yang mampu dihasilkan oleh seorang operator
Pada praktikum kali ini kelompok kami akan melakukan pengamatan
pada toko penjualan makanan ringan yang bernama Toko Karunia untuk
melakukan pengukuran waktu kerja dengan menggunakan work sampling.
Jumlah kunjungan dilakukan sebanyak 96 kali selama 1 hari jam kerja yaitu
mulai pukul 08.00 WIB sampai 16.00 WIB (total 8 Jam Pengamatan).

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL III PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN SAMPLING KERJA
SESI JUMAT / 80
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum pengukuran waktu kerja dengan
sampling kerja (work sampling) ini adalah:
1. Mengetahui dan menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna
menyelesaikan suatu pekerjaan.
2. Melakukan perubahan dan perbaikan terhadap aturan maupun sistem
kerja.
3. Mengetahui cara pengukuran waktu kerja dengan sampling kerja
untuk menentukan waktu baku.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Work Sampling
Tenaga kerja merupakan sumber daya yang penting selain bahan baku,
modal, metode, dan mesin. Kualitas dan kuantitas tenaga kerja harus sesuai
dengan kebutuhan perusahaan, upaya efektif dan efisien menunjang
tercapainya tujuan. Pengukuran kerja adalah metode penetapan
keseimbangan antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit
output yang dihasilkan. Pengukuran waktu kerja ini berhubungan dengan
usaha ‐ usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-
waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan
alat- alat yang telah disiapkan. Umumnya posisi pengukur agak
menyimpang dibelakang operator sejauh 1,5 meter. Posisi pengukur ini
hendaknya jangan sampai operator merasa terganggu gerakannya atau
merasa canggung karena diamati, dan juga hendaknya posisi ini
memudahkan pengukur untuk mengamati jalannya pekerjaan.
Pengujian keseragama datan bertujuan untuk mengetahui apakah hasil
pengukuran waktu cukup seragam. Suatu data dikatakan seragam apabila
barada dalam rentang batas kontrol tertentu. Jika data tersebut berada diluar
rentang batas kontrol tertentu, maka dikatakan tidak seragam. Rentang batas
kontrol tersebut adalah Batas Kontrol Atas dan Batas Kontrol Bawah.
Uji kecukupan data dilakukan apakah jumlah data hasil pengamatan
cukup untuk melakukan penelitian. Banyaknya pengamatan yang harus
dilakukan dalam sampling kerja akan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan.Penyesuaian adalah proses dimana
analisa pengukuran waktu membandingkan penampilan operator (kecepatan
atau tempo) dalam pengamatan dengan konsep pengukur sendiri tentang
bekerja secara wajar. Bila ketidakwajaran terjadi, maka pengukur harus
menilainya dan berdasarkan penilaian inilah penyesuian dilakukkan (Meila
Sari & Darmawan, 2020).
Produktivitas merupakan salah satu unsur utama dalam menentukan
keberhasilan pelaksanaan suatu proses pelayanan. Dalam menentukan
produktivitas perlu adanya waktu standar kerja. Waktu kerja merupakan
salah satu faktor yang penting dan perlu mendapat perhatian dalam sistem
produksinya. Waktu kerja berperan dalam penentuan produktivitas kerja serta
dapat menjadi tolak ukur untuk menentukan metode kerja yang terbaik dalam
penyelesaian suatu pekerjaan. Untuk dapat membandingkan waktu kerja
yang paling baik dari metode kerja yang ada dibutuhkan suatu waktu baku
atau waktu standar sebagai acuan untuk penentuan metode kerja yang
terbaik. Waktu baku didapatkan dari pengukuran waktu kerja. Salah satu
metode yang dapat digunakan dalam analisa waktu standar dan produktivitas
pegawai adalah pengukuran waktu secara langsung menggunakan metode
work sampling.
Work sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar
pengamatan terhadap aktifitas kinerja dari mesin, proses atau pekerja /
operator. Metode sampling kerja sangat cocok di gunakan dalam melakukan
pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan memiliki siklus
waktu yang relatif panjang. prosedur penggunaannya cukup sederhana, yaitu
melakukan pengamatan aktifitas kerja untuk selang waktu yang diambil
secara acak terhadap satu atau lebih mesin atau operator tersebut dalam ke
adaan bekerja ataupun menganggur. Pengukuran waktu dimulai dari
pengamatan pendahuluan kemudian menentukan bilangan acak untuk
mengambil waktu kunjungan dengan cara mengambil data sampel secara
acak menggunakan Microsoft Excel dengan rumus rand. 45-analisis waktu
standart.
Pertumbuhan pekerjaan konstruksi membutuhkan sumber daya
manusia sebagai faktor yang menentukan baik segi kualitas pekerjaan. Dari
segi kualitas pekerjaan sangat tergantung pada keterampilan dari tenaga
kerja, sehingga tenaga kerja menjadi faktor utama dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan guna mencapai hasil yang maksimal.
Produktivitas tenaga kerja perlu dianalisis dengan demikian tenaga
kerja dapat melakukan aktivitasnya sebagaimana yang diharapkan. Pemikiran
untuk meneliti masalah produktivitas tenaga kerja. Timbul karena perlu suatu
konsep metode kerja yang sesuai untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Dari tinjauan literatur diperoleh bahwa dengan mempelajari studi
gerak (motion study) yang ada atau sedang dilakukan, maka dapat dicari atau
ditetapkan suatu metode kerja yang praktis, efesien dan efektif, sehingga
aktivitas-aktivitas yang ada dioptimalkan. Rumusan Masalah Berapa lama
waktu besar yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pasangan
lantai keramik dan plesteran dinding, berapa besar nilai produktivitas
tenagakerja dalam menyelesaikan aktivitas pekerjaan pasangan lantai
keramik dan plesteran dinding.
Istilah produtivitas mempunyai arti yang berbeda-beda untuk setiap
individu. Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara
hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang
sebenarnya. Misalnya saja, “produktivitas” adalah ukuran efisiensi
produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran (output) dan masukan
(input).
Salah satu potensial tertinggi dalam peningkatan produktivitas tenaga
kerja adalah mengurangi jam kerja yang tidak efektif Kesempatan utama
dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja terletak pada kemampuan
individu manusia yaitu sikap individu manusia dalam bekerja serta
manajemen maupun organisasi kerja.
Analisa Produktivitas Tenaga Kerja Dengan Metode Work sampling.
Dalam penelitian ini pengamatan produktivitas tenaga kerja dilakukan
secara langsung dilapangan yaitu dengan menggunakan metode Work
Sampling.
Dengan Work Sampling ini kita dapat melihat seluruh intensitas kegiatan
yang dilakukan oleh tukang dan pekerja dalam kurun waktu yang telah
ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya produktivitas dan
alokasi pemanfaatan waktu oleh sekelompok pekerja dalam hal ini pada
pekerjan pasangan lantai keramik dan plesteran dinding selama waktu
kerjanya (Hutasoit & Sibi, 2017).
Pengukuran kerja dengan metode sampling kerja (work sampling)
adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap
aktivitas kerja dari mesi, mesin atau pekerja (operator). Ada tiga kegunaan
utama dari sampling kerja. Pertama, activity and delay sampling, yaitu untuk
mengukur aktifitas dan penundaan aktifitas dari seorang pekerja. Contohnya
adalah dengan mengukur prosentase seseorang bekerja dan prosentase
seseorang tidak bekerja. Kedua, performance sampling yaitu untuk
mengukur waktu yang digunakan untuk bekerja, dan waktu yang tidak
digunakan untuk bekerja. Ketiga, work measurement, untuk menentapkan
waktu standar dari suatu kegiatan. Untuk melalakukan sampling kerja maka
langkah-langkah adalah yang dilakukan :
a. Mengidentifikasi pekerjaan yang akan diamati
b. Membagi pekerjaan ke dalam beberapa elemen pekerjaan (aktivitas)
c. Merancang form pengamatan
d. Menetapkan jumlah pengamatan per hari lalu membuat jadwal
pengamatan berdasarkan bilangan acak
e. Mencatat data dengan pengamatan langsung
f. Melakukan pengujian statistic (uji keseragaman data dan kecukupan
data) terhadap data yang diperoleh.
Produktivitas adalah sebuah konsep yang menggambarkan hubungan
antara mereka (jumlah barang dan jasa yang diproduksi) dengan sumber
(yang jumlah tenaga kerja, modal, tanah, energi, dan lain-lain) yang
digunakan untuk menghasilkan hasil. Dapat disimpulkan bahwa
produktivitas kerja merupakan perbandingan antara hasil kerja yang dicapai
(output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input) dari
tenaga kerja (Amin, 2015).
Work sampling adalah suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar
pengamatan terhadap aktivitas kerja dari pekerja. Pengamatan aktivitas kerja
untuk selang waktu yang diambil secara acak terhadap satu atau lebih
pekerja dan kemudian mencatatnya apakah pekerja dalam keadaan bekerja
atau menganggur. Pengukuran beban kerja tenaga kerja dengan metode
work sampling untuk menghitung waktu baku, produksi standar, beban kerja
dan jumlah tenaga kerja yang diperlukan. Metode work sampling memiliki
akurasi yang lebih, karena data yang diambil secara langsung dilokasi
pekerjaan, sehingga faktor-faktor perlakuan yang diukur dapat diketahui
secara mendetail (Irawan & Syaicu, 2017).
2.2 Waktu Siklus
Seiring dengan perkembangan waktu, industri yang bergerak dalam
bidang jasa harus mampu memberikan pelayanan yang optimal. Hal ini
diperlukan bagi perusahaan agar mampu tetap bersaing dalam industri jasa
lainnya. Komitmen akan kualitas jasa yang berorientasi pada pelanggan
merupakan salah satu faktor utama dalam menunjang keberhasilan suatu
bisnis pada industri jasa. Kualitas jasa sangat tergantung dari siapa dan
bagaimana jasa tersebut diberikan, yang akan berpengaruh
terhadappelayanan yang diberikan. Proses produksi yang terjadi dalam
industri jasa pada saat memberikan pelayanan sangat berkaitan erat dengan
waktu kerja. Waktu kerja merupakan salah satu faktor yang penting dan
perlu mendapat perhatian. Waktu kerja berperan dalam penentuan
produktivitas kerja serta dapat menjadi tolak ukur untuk menentukan metode
kerja yang terbaik dalam penyelesaian suatu Pekerjaan, membandingkan
waktu kerja yang paling baik dibutuhkan suatu pengukuran waktu kerja
sebagai acuan untuk penentuan metode kerja yang terbaik. Pengukuran kerja
dapat dilihat dari kegiatan proses produksi dan operasi dalam perusahaan
apakah efisien atau tidak, yang didasarkan ataslama waktu untuk membuat
suatu produk atau melaksanakan pelayanan (jasa). Selain itu harus
diperhitungkan berapa waktu yang dibutuhkan oleh para tenaga kerja agar
para karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya. Semakin efektif dan
efisien karyawan dalam melakukan pekerjaannya, maka semakin produktif
dan Output / barang yang dihasilkan
menjadi lebih tinggi. Terdapat berbagai jenis waktu kerja diantaranya, waktu
baku, waktu normal dan waktu siklus. Waktu siklus adalah waktu yang
dibutuhkan oleh seseorang operator mesin atau apapun untuk menyelesaikan
satu siklus pekerjaan yang dilakukannya termasuk melakukan pekerjaan
yang manual dan sedang berjalan.
Banyak cara digunakan oleh suatu perusahaan dalam pengukuran
waktu yaitu studi waktu (time study). Pengukuran waktu keja (time study)
pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menentukan lamanya waktu
kerja yang diperlukan oleh seorang operator untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan. Pengukuran waktu kerja secara garis besar terdiri dari 2 jenis,
yaitu pengukuran waktu kerja secara langsung dan pengukuran waktu kerja
secara tidak langsung.
Pengukuran waktu kerja secara langsung terbagi menjadi 2, yaitu
pengukuran jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work
sampling). Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung juga terbagi
menjadi 2, yaitu data waktu baku (standard data) dan data waktu gerakan
(predetermined time system). Kajian penelitian ini penulis hanya terfokus
pada pengukuran waktu kerja secara langsung dengan pengukuran jam henti
(stopwatch time study), dikarenakan pengukuran waktu kerja secara
langsung memiliki kelebihan yaitu lebih praktis, mencatat waktu tanpa harus
menguraikan pekerjaan ke dalam elemen-elemen pekerjaan. Salah satu cara
untuk mengukur berapa waktu yang dibutuhkan operator dalam membuat
SEP adalah dengan menghitung waktu siklus proses pembuatan SEP. Waktu
siklus merupakan salah satu cara untuk mengetahui waktu kerja operator
dalam teknik pengukuran waktu kerja.
Penelitian kerja dan metode kerja pada dasarnya akan memusatkan
perhatiannya pada bagaimana (how) suatu macam pekerjaan akan
diselesaikan. Dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan kerja
yamg optimal dalam sistem kerja tersebut, maka akan diperoleh alternatif
metode pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang paling
efektif dan efisien. Suatu pekerjaan akan diselesaikan secara efisien apabila
waktu penyelesaiannya dikerjakan paling singkat. Untuk menghitung waktu
baku (standart time) penyelesaian pekerjaan guna memilih alternatif metode
kerja yang terbaik, maka perlu diterapkan prinsip - prinsip dan teknik
pengukuran kerja (work measurement atau time study). Pengukuran waktu
kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu
baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Secara singkat
pengukuran waktu kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara
kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang di hasilkan.
Pengukuran waktu kerja pada dasarnya terbagi menjadi dua jenis.
Pengukuran waktu secara langsung. Pengukuran ini dilaksanakan
secaralangsung yaitu pada tempat pekerjaan yang bersangkutan dijalankan.
Misalnya pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch time study) dan
sampling kerja (work sampling). Pengukuran waktu secara tidak langsung.
Pengukuran ini dilakukan dengan menghitung waktu kerja tanpa pengamat
harus ditempat kerja yang diukur. Pengukuran waktu dilakukan
denganmembaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya
pekerjaan. Misalnya aktivitas data waktu baku (standard data), dan data
waktu gerakan (predetermined time system).
Waktu siklus adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator
mesin atau apapun untuk menyelesaikan satu siklus dari pekerjaan yang
dilakukannya termasuk melalukan pekerjaan yang manual dan sedang
berjalan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat
kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan untuk
melakukan sampling dalam pengambilan data. Jadi tingkat ketelitian 5% dan
tingkat keyakinan 95% berarti bahwa penyimpangan hasil pengukuran dari
hasil sebenamya maksimum 5% dan kemungkinan berhasil mendapatkan
hasil yang demikian adalah 95%. Dengan kata lain, jika pengukur sampai
memperoleh hasil yang menyimpang, hal demikian diizinkan paling banyak
5% dari jumlah keseluruhan hasil pengukuran. Penelitian pengukuran waktu
ini menggunakan tingkat ketelitian 10% dan tingkat kepercayaan 95%
karena dilihat dari segi biaya, resiko, dan keselamatan. Sebab dalam
pengukuran waktu tingkat ketelitian seperti ini memang lazim digunakan
dan tingkat
keakuratannya dianggap sudah mewakili data yang ada karena jika
kesalahan terjadi tidak menyebabkan kesalahan fatal maupun resiko seperti
dalam meneliti obat-obatan yang digunakan untuk Kesehatan (Rahma et al.,
2018). Pengukuran waktu adalah teknik pengukuran kerja untuk mencatat
jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai unsur pekrjaan tertentu
yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula, serta untuk menganalisa
keterangan tersebut sehingga diperoleh waktu yang diperlukan untuk
pelaksanaan pekerjaan tersebut pada tingkat prestasi tertentu.

Secara garis besar, teknik pengukuran waktu kerja dapat dibagi


kedalam dua bagian yaitu :
1. Pengukuran waktu secara langsung.
Pengukuran waktu dilakukan secara langsung di tempat pekerjaan yang
diukur dijalankan. Yang termasuk pengukuran waktu secara langsung adalah
cara pengukuran dengan menggunakan jam henti (stopwath) dan sampling
kerja (work sampling). Studi waktu dengan jam henti dilakukan dengan cara
mengamati dan menganalisa suatu kegiatan atau operasi dengan cara
mencatat waktu yang diperlukan dari mulai sampai selesainya suatu operasi.
2. Pengukuran waktu secara tidak langsung.
Pengukuran waktu dilakukan tanpa harus berada di tempat pekerjaan
yang sedang diamati. Untuk menentukan waktu standar dari suatu operasi,
kita harus membagi operasi menjadi elemen-elemen kegiatan misalnya
mengambil material, memotong, membersihkan dan lain sebagainya.
Pengukuran waktu dilakukan dengan melihat atau membaca tabel-tabel yang
tersedia dari elemen-elemen Gerakan (Irawan & Syaicu, 2017).
2.3 Waktu Normal
Waktu normal adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan
oleh pekerja dengan mempertimbangkan faktor penyesuaian atau biasa
disebut performance rating. Waktu normal bertujuan untuk mendapatkan
waktu dengan kemampuan rata-rata dalam kondisi yang wajar. Waktu
normal merupakan waktu kerja yang telah mempertimbangkan faktor
penyesuaian, yaitu waktu siklus rata-rata dikalikan dengan factor
penyesuaian. Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah
semata-mata menunjukan
bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja
menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan kerja yang normal. Walaupun
demikian pada prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah bisa diharapkan
operator tersebut akan mampu bekerja terus-menerus sepanjang hari tanpa
adanya interupsi sama sekali. Disini pada kenyataannya operator akan sering
menghentikan kerja dan membutuhkan waktu khusus untuk keperluan
seperti personal needs, istirahat melepas lelah, dan alasan lain yang berada
diluar kontrolnya.
Kegiatan pengukuran waktu dikatakan selesai apabila semua data yang
didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah
memenuhi tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan. Langkah
selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga diperoleh waktu baku.
Untuk menghitung waktu normal digunakan rumus sebagai berikut:
Waktu normal merupakan waktu kerja dengan
telahmempertimbangkan faktor penyesuaian Proses transformasi waktu
siklus ke waktu normal adalah sebagai berikut :
Wn = Ws x p.......................................................................................(1)
Dimana :
Wn = waktu normal
Ws = waktu siklus
p = faktor penyesuaian
Dimana performance rating adalah faktor penyesuaian. Faktor ini
diperhitungkanbila operator bekerja dengan tidak wajar sehingga hasil
perhitungan waktu perlu disesuaikan untuk mendapatkan waktu penyelesaian
pekerjaan yang normal. Tujuannya adalah untuk mendapatkan waktu siklus
rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, faktor
penyesuaiannya, p, sama dengan 1. Jika bekerjanya terlalu lambat maka
untukmenormalkannya pengukur harus member harga p < 1, dan sebaliknya p
< 1, jika dianggap bekerja cepat. Penyesuaian diberikan jika pengamat
(pengukur) meyakini bahwa waktu siklus yang didapat tidak wajar. Dimana
pengamat yakin bahwa pekerja yang diukur tidak dalam kondisi yang wajar,
seperti kondisi yang termotivasi, grogi karena merasa diamati dan hal lainnya
sehingga
waktu yang didapat tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya (bisa lebih
lambat atau cepat).
Biasanya penyesuaian dilambangkan dengan huruf (p). jika operator
bekerja dengan cepat dari yang biasa maka nilai (p>1). jika lambat dari
biasanya maka (p<1). dan jika operator bekerja dengan normal maka (p=1).
Maksud dimasukkannya faktor penyesuaian adalah untuk menjaga kewajaran
kerja, sehingga tidak akan terjadi kekurangan waktu karena terlalu idealnya
kondisi kerja yang dipengukuran waktu kerja dibutuhkan untuk menentukan
waktu normal dari operator yang berada dalam sistem kerja tertentu. Beberapa
metode dalam menentukan besar faktor penyesuaian, antara lain :
1. Metode Schumard
Metode Schumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui
kelas- kelas kinerja dan setiap kelas memiliki nilai sendiri sendiri. Metode
Schumard menetapkan bahwa nilai kerja yang dilakukan secara normal
adalah
60. Nilai ini dijadikan sebagai nilai pembanding untuk operator lain dengan
faktor penyesuaian tertentu. Faktor penyesuaian dengan metode Schumard
dihitung dengan rumus berikut :
P= Nilai penyesuaian/60 Misalnya pengamat mengamati bahwa operator
bekerja dengan nilai 80, maka faktor penyesuaiannya adalah:
P = 80/60 = 1,33
2. Metode Westinghouse
Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada empat faktor yang
dianggap menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja yaitu
keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor terbagi
dalam kelas–kelas dengan nilai masing- masing :
a. Keterampilan
Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi enam kelas dengan
ciri- ciri dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini:
 Super Skill :
 Bekerja dengan sempurna.
 Tampak seperti telah terlatih dengan baik.
 Gerakan-gerakannya sangat halus tetapi sangat cepat sehingga
sulit untuk diikuti.
 Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan Gerakan-gerakan
mesin.
 Perpidahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak
terlampau terlihat karena lancar.
 Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan
merencana tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat
otomatis).
 Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan
adalah pekerja yang baik.
 Excelent Skill:
 Percaya diri sendiri.
 Tampak cocok dengan pekerjaanya.
 Terlihat telah terlatih dengan baik.
 Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-
pengukuran atau pemeriksaan-pemeriksaan.
 Gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya dikerjakan tanpa
kesalahan.
 Menggunakan peralatan dengan baik.
 Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.
 Bekerjanya cepat tetapi halus.
 Bekerjanya berirama dan terkoordinasi.
 Good Skill:
 Kualitas hasil baik
 Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan pekerjaan pada
umumnya.
 Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerjaan lain
yang keterampilannya lebih rendah.
 Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.
 Tidak memerlukan banyak pengawasan.
 Tidak keragu-raguan.
 Bekerja stabil.
 Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.
 Gerakan-gerakannya cepat.
 Avarage Skill :
 Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
 Gerakannya cepat tetapi tidak lambat.
 Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang perencanaan.
 Tampak sebagai pekerja yang cakap.
 Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keraguraguan.
 Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik.
 Tampak cukup terlatih dank arena mengetahui seluk-beluk
pekerjaannya.
 Bekerja cukup teliti.
 Secara keseluruhan cukup memuaskan.
 Fair Skill
 Tampak terlatih tapi belum cukup baik.
 Mengenai peralatan dan lingkungan secukupnya.
 Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan
gerakan.
 Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.
 Tampak seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah
ditempatkan dipekerjaan itu cukup lama.
 Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak
tidak selalu yakin.
 Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri. Jika
tidak bekerja dengan sungguh-sungguh outputnya akan sangat
rendah.
 Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan Gerakan-gerakannya.
 Poor Skill
 Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.
 Gerakan-gerakannya kaku.
 Kelihatan tidak yakin pada urutan-urutan gerakan.
 Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.
 Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaan.
 Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.
 Sering melakukan kesalahan-kesalahan.
 Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
 Tidak bias mengambil inisiatif sendiri.
Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa yang
membedakan kelas seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan,
kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, bekas-bekas latihan dan hal-hal
lain yang serupa.
b. Kondisi Kerja
Yang dimaksud dengan kondisi kerja pada cara Westinghouse adalah
kondisi fisik lingkungannya. Seperti keadaan pencahayaan, temperatur,
kebisingan ruangan.Kondisi kerja dibagi menjadi 6 (enam) kelas yaitu ideal,
exellent, good, average, fair, dan poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama
bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karakteristik masing-masing
pekerja yang membutuhkan kondisi ideal. sendiri-sendiri. Suatu kondisi
yang dianggap good untuk satu pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai fair
atau bahkan poor bagi pekerjaan yang lain.
Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang cocok bagi pekerjaan
yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performansi maksimal dari
pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak
membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat pencapaian
performansi yang baik.
c. Konsistensi
Konsistensi perlu diperhatikan karena kenyataannya pada setiap
pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak semuanya sama, waktu
penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus
kesiklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari.
3. Metode Objektif
Metode objektif yaitu metode penyesuaian yang memperhatikan dua
faktor yaitu kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan.Kedua faktor
ini
dipandang secara bersama-sama untuk menentukan faktor penyesuaian guna
mendapatkian waktu normal (Hilma Raimona Zadry et al., 2015).
2.4 Waktu Baku
Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja
dengan kondisi normal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dikerjakan
dalam sistem kerja terbaik. Waktu baku merupakan waktu untuk satu siklus
lengkap dari suatu operasi dengan metode yang dianjurkan setelah
dikombinasikan dengan faktor penyesuaian yang tepat dan kelonggaran
yang masih dalam batas kontrol operasi.
Pada waktu baku terdapat kelonggaran waktu yang diberikan dengan
memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan Waktu
baku dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja
yang menyatakan berapa lama kegiatan harus berlangsung dan berapa
output yang akan dihasilkan, serta berapa jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Waktu baku adalah waktu yang digunakan sebagai standar berapa lama
suatu pekerjaan harus dilakukan. Berikut beberapa hal mengenai pentingnya
waktu baku:
a. Digunakan untuk menghilangkan pemborosan sekaligus
meningkatkan produktivitas kerja.
b. Digunakan sebagai dasar penentuan upah dan jumlah buruh atau
pekerja
c. Digunakan sebagai dasar penentuan lot (jumlah) bahan/ material yang
dibeli
d. Digunakan sebagai dasar penjadwalan produksi
e. Digunakan sebagai parameter mengenai baik buruknya kualitas
operasi maupun pelayanan (dalam jasa).
Waktu baku dibentuk secara tidak langsung, melainkan perlu adanya
penambahan seperti kelonggaran dan penyesuaian. Hal itu dilakukan karena
tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan tertentu. Misalnya, satu orang bekerja lebih lambat
dibanding pekerja yang lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor
internal seperti
kapasitas fisik individu, motivasi, dan lainlain. Perbedaan performansi juga
diakibatkan oleh faktor lingkungan fisik yang berbeda seperti temperatur,
kelembaban, pencahayaan, kebisingan dan lain-lain. Manfaat Waktu Baku :
 Penjadwalan produksi (Production Schedulling)
 Perencanaan kebutuhan tenaga kerja (Man Power Planning)
 Perencanaan sistem kompensasi
 Menunjukkan kemampuan pekerja berproduksi
 Mengetahui besaran - besaran performansi sistem kerja berdasar data
produksi actual.
Terdapat dua tahapan dalam menentukan waktu baku, yaitu:
1. Menambahkan penyesuaian pada waktu siklus, sehingga menjadi
waktu normal
2. Menambahkan kelonggaran pada waktu normal, sehingga menjadi
waktu baku
Fungsi dari waktu baku adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui produktivitas dari proses, apakah sudah optimal
atau sebaliknya.
2. Menentukan target perjam ataupun perhari.
3. Menentukan kapasitas produksi.
4. Menentukan harga jual produk (Amin, 2015).
2.5 Perancangan Sistem Kerja
Mendapatkan sisitem kerja yang lebih baik dari sistem kerja yang telah
ada atau memiliki satu sistem kerja dari beberapa sisitem kerja yang di
ajukan merupakan salah satu hal yang ingin dicapai dengan mempelajari
teknik tata cara ini. Kemampuan untuk dapat membentuk atau menciptakan
cara-cara kerja yang baik merupakan kebutuhan utama dalam kegiatan diatas
yaitu mencari satu system kerja yang baik dari yang lainnya, karena dari
alternatif- alternatif cara-cara kerja yang baiklah diadakan pemilihan tersebut
dan bukan dari cara-cara yang dibentuk dengan sembarangan. Untuk dapat
merancang sistem kerja yang baik, seorang perancang kerja harus dapat
menguasai dan mengendalikan faktor-faktor yang membentuk suatu sistem
kerja. Faktor- faktor tersebut bila dilihat dalam kelompok besarnya terdiri
atas pekerja,
mesin dan peralatan secara lingkungan nya. Dalam bagian ini faktor-faktor
tersebut akan dibahas meskipun dalam batasan-batasan tertentu. Bab yang
membahas segi pekerja adalah pembahasan akan dibatasi hanya pada
gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pekerja dalam menghadapi
pekerjaannya, dengan demikian diharapkan para perancang kerja dapat
menyususn suatu system kerja yang antara lain terdiri dari gerakangerakan
yang “baik” yaitu gerakan yang memberikan hasil kerja yang baik, misalnya
gerakan yang dapat mengakibatkan waktu penyelesaian kerja yang singkat.
Meskipun bab ini membahas segi gerakan dari pekerja, tetapi karena
gerakan- gerakan kerja tidak lepas darifaktor-faktor lainnya maka mesin dan
peralatan serta lingkungan kerja pun akan terbahas bersama-sama. Pengaruh
faktor lain ataupun pengaruh interaksi dari pekerja faktor-faktor lain akan
lebih terlihat lagi yang memuat prinsip-prinsip ekonomi gerakan. Prinsip ini
merupakan bekal penting untuk dapat merancang suatu system kerja yang
baik, karena disinilah diperhatikan beberapa hasil kerjanya, disamping
pengaruh dari manusia yang melakukan pekerjaan tersebut. Dari
pembicaraan dua bab diatas, dapat dikatakan bahwa studi gerakan
merupakan pengetahuan dasar untuk dapat menganalisa suatu pekerjaan
dengan gerakan-gerakannya. Sedangkan ekonomi gerakan berisi
prinsipprinsip yang harus dipertimbangkan dalam perancangan system kerja
yang baik. Prinsip-prinsip ini dikembangkan berdasarkan penganalisaan
terhadap gerakan-gerakan dalam suatu pekerjaan. Sehingga diantara kedua
bab bagian ini merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Pada prinsip-
prinsip ekonomi gerakan, faktor manusia dalam pekerjaannya sangat penting
untuk di pelajari, karena yang diinginkan oleh prinsip-prinsip tersebut antara
lain adalah kenyamanan dalam pekerja, tetapi dalam produktivitas yang
tinggi (Amin, 2015).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Identifikasi Variabel
Adapun variabel-variabel dari praktikum pengukuran waktu kerja
dengan sampling kerja ini adalah sebagai berikut:
A. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel-
variabel bebas, dimana variabel terikatnya adalah waktu baku, waktu
normal, waktu standar dan output standar.
B. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel-variabel yang mempengaruhi
variabel terikat yaitu bilangan random, jumlah karyawan, elemen kerja dan
jam kunjung.
3.2 Langkah-langkah (Flowchart)
Adapun langkah-langkah pengukuran waktu baku dengan metode work
sampling (Flowchart) adalah sebagai berikut:
Mulai

Studi Laboratorium Rumusan Masalah Studi Literatur

Tujuan Praktikum

Identifikasi Variabel

Pengumpulan data:
Waktu Berkunjung
Jumlah Karyawan
Elemen Kerja
Jumlah Kegiatan Produktif dan Tidak
Nilai Performance Rating dan Allowance

Penentuan Kegiatan Produktif dan Non prodduktif

A
A

Uji Keseragaman Data

Tidak
Data Seragam

Penentuan Jumlah Pengamatan

Waktu Siklus

Faktor Penyesuaian (Performance Rating)


Waktu Normal

Faktor Waktu Baku


Kelonggaran
(Allowance)
Output Standart

Perhitungan Beban

Penentuan Jumlah Pengamatan

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Langkah langkah pngukuran waktu baku (flowchart)


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data
Jumlah kunjungan dilakukan sebanyak 96 kali selama 1 hari 8 jam
kerja yaitu mulai pukul 08.00-16.00, adapun data hasil kunjungan:
Tabel 4.1 Data Waktu Berkunjung (Form SP-00)
JADWAL KUNJUNGAN RANDOM – UJI SAMPLING
PEKERJAAN
Nama Pengamat : Rauhul Rahman Adam dan Frederick R
H Hari / Tanggal : Jumat/ 08 Oktober 2021
Jam Pengamatan : 08.00 – 16.00
Satuan Pengamatan : Menit
Lokasi / Stasiun Kerja : Toko Karunia
Bilangan Jam Bilangan Jam
Nomor Urut Nomor Urut
Random Kunjungan Random Kunjungan
1 62 13.10 41 0 08.00
2 82 14.50 33 1 08.05
3 64 13.20 86 4 08.20
4 93 15.45 29 6 08.30
5 23 09.55 23 7 08.35
6 19 09.35 17 8 08.40
7 95 15.55 8 9 08.45
8 9 08.45 36 10 08.50
9 92 15.40 54 10 08.50
10 96 16.00 81 10 08.50
11 76 14.20 74 12 09.00
12 19 09.35 79 13 09.05
13 79 14.35 6 19 09.35
14 76 14.20 12 19 09.35
15 41 11.25 91 19 09.35
16 51 12.15 40 21 09.45
17 8 08.40 65 21 09.45
18 55 12.35 82 21 09.45
19 92 15.40 5 23 09.55
20 89 15.25 42 25 10.05
21 38 11.10 66 26 10.10
22 85 15.05 62 28 10.20
23 7 08.35 68 28 10.20
24 73 14.05 32 29 10.25
25 53 12.25 48 31 10.30
26 53 12.25 49 32 10.35
27 49 12.05 60 32 10.40
28 38 11.10 34 35 10.55
29 6 08.30 90 36 11.00
Bilangan Jam Bilangan Jam
Nomor Urut Kunjungan Nomor Urut Random Kunjungan
Random
30 76 14.20 45 37 11.05
31 72 14.00 85 37 11.05
32 29 10.25 21 38 11.10
33 1 08.05 28 38 11.10
34 35 10.55 67 38 11.10
35 71 13.55 15 41 11.25
36 10 08.50 95 41 11.25
37 49 12.05 46 42 11.30
38 67 13.35 44 43 11.35
39 87 15.15 89 43 11.35
40 21 09.45 73 46 11.50
41 0 08.00 96 46 11.50
42 25 10.05 27 49 12.05
43 93 15.45 37 49 12.05
44 43 11.35 69 50 12.10
45 37 11.05 16 51 12.15
46 42 11.30 25 53 12.25
47 56 12.40 26 53 12.25
48 31 10.35 78 53 12.25
49 32 10.40 18 55 12.35
50 64 13.20 76 55 12.35
51 71 13.55 47 56 12.40
52 64 13.20 84 58 12.50
53 71 13.55 77 59 12.55
54 10 08.50 59 60 13.00
55 81 14.45 1 62 13.10
56 62 13.10 56 62 13.10
57 66 13.30 72 63 13.15
58 87 15.15 3 64 13.20
59 60 13.00 50 64 13.20
60 32 10.30 52 64 13.20
61 75 14.15 80 65 13.25
62 28 10.20 57 66 13.30
63 92 15.40 93 66 13.30
64 88 15.20 38 67 13.35
65 21 09.45 88 67 13.35
66 26 10.10 87 69 13.45
67 38 11.10 35 71 13.55
68 28 10.20 51 71 13.55
69 50 12.10 53 71 13.55
Bilangan Jam Bilangan Jam
Nomor Urut Random Nomor Urut Random Kunjungan
Kunjungan
70 79 14.35 31 72 14.00
71 90 15.30 24 73 14.05
72 63 13.15 61 75 14.15
73 46 11.50 11 76 14.20
74 12 09.00 14 76 14.20
75 91 15.35 30 76 14.20
76 55 12.35 13 79 14.35
77 59 12.55 70 79 14.35
78 53 12.25 55 81 14.45
79 13 09.05 2 82 14.50
80 65 13.25 83 84 15.00
81 10 08.50 22 85 15.05
82 21 09.45 92 86 15.10
83 84 15.00 39 87 15.15
84 58 12.50 58 87 15.15
85 37 11.05 64 88 15.20
86 4 08.20 20 89 15.25
87 69 13.45 71 90 15.30
88 67 13.35 94 90 15.30
89 43 11.35 75 91 15.35
90 36 11.00 9 92 15.40
91 19 09.35 19 92 15.40
92 86 15.10 63 92 15.40
93 66 13.30 4 93 15.45
94 90 15.30 43 93 15.45
95 41 11.25 7 95 15.55
96 46 11.50 10 96 16.00
Total Bilangan Total Bilangan
Random yang 63 Random yang 63
Digunakan Digunakan
4.1.1 Elemen Kerja Pada Setiap Karyawan
Identifikasi spesifikasi elemen-elemen kerja pada tiap karyawan
anatara lain :
Tabel 4.2 Elemen Kerja Pada setiap karyawan
No Elemen Kerja
1 Melayani Pembeli
2 Mengecek dan Mengambil barang
3 Memberikan barang konsumen
4 Membuat Nota
4.1.2 Data Kegiatan Produktifitas, Non Produktifitas dan Output Data
Tabel 4.3 Data Kegiatan Produktif, Non Produktif Dan Output karyawan ke-1
(sesi ke 1)
(Form SP-01)
Lembar Pengamatan Sampling Pekerjaan
Lembar Ke-1
Nama Tempat : Toko Karunia
Hari/ Tanggal : Jumat, 8 Oktober 2021
Jam Pengamatan : 08.00 – 11.00
Nama Pengamat : Rauhul Rahman Adam dan Frederick R
H Tanda Tangan :
Tally Tally Non
No Jenis Pekerjaan (Elemen Kerja) Total
Produktif Produktif
Tally
1 Melayani Pembeli X 10
2 Mengecek dan Mengambil barang VII 7
3 Memberikan barang konsumen VI 6
4 Membuat Nota VI 6
5 Non Produktif III 3
Tabel 4.4 Data Kegiatan Produktif, Non Produktif Dan Output karyawan 1 (sesi 2)
(Form SP-01)
Lembar Pengamatan Sampling Pekerjaan
Lembar Ke-1
Nama Tempat : Toko Karunia
Hari/ Tanggal : Jumat, 8 Oktober 2021
Jam Pengamatan : 08.00 – 11.00
Nama Pengamat : Rauhul Rahman Adam dan Frederick R H
Tanda Tangan :
Tally Tally Non
No Jenis Pekerjaan (Elemen Kerja) Total Tally
Produktif Produktif
1 Melayani Pembeli X 10
2 Mengecek dan Mengambil barang IX 9
3 Memberikan barang konsumen VI 6
4 Membuat Nota IV 4
5 Non Produktif II 2
Tabel 4.5 Data Kegiatan Produktif, Non Produktif Dan Output karyawan 2 (sesi 1)
(Form SP-01)
Lembar Pengamatan Sampling Pekerjaan
Lembar Ke-1
Nama Tempat : Toko Karunia
Hari/ Tanggal : Jumat, 08 Oktober 2021
Jam Pengamatan : 11.00 – 16.00
Nama Pengamat : Rauhul Rahman Adam dan Frederick R
H Tanda Tangan :
Tally Tally Non
No Jenis Pekerjaan (Elemen Kerja) Total Tally
Produktif Produktif
1 Melayani Pembeli X 10
2 Mengecek dan Mengambil barang VIII 8
Tally Tally Non
No Jenis Pekerjaan (Elemen Kerja) Total Tally
Produktif Produktif
3 Memberikan barang konsumen VII 7
4 Membuat Nota VI 6
5 Non Produktif III 1
Tabel 4.6 Data Kegiatan Produktif, Non Produktif Dan Output karyawan ke-2 (sesi
ke 2)(Form SP-01)
Lembar Pengamatan Sampling Pekerjaan
Lembar Ke-1
Nama Tempat : Toko Karunia
Hari/ Tanggal : Jumat, 8 Oktober 2021
Jam Pengamatan : 11.00 – 15.00
Nama Pengamat : Rauhul Rahman Adam dan Frederick R
H Tanda Tangan :
No Jenis Pekerjaan (Elemen Kerja) Tally Tally Non Total Tally
Produktif Produktif
1 Melayani Pembeli X 10
2 Mengecek dan Mengambil barang IX 9
3 Memberikan barang konsumen VII 7
4 Membuat Nota III 3
5 Non Produktif II 2
4.1.3 Nilai Performance Rating dan Allowance
Tabel 4.7 Nilai Performance rating dan Allowance
Formulir Penetapan Faktor Performance Rating dan Allowance Karyawan 1
Nama Pengamat : Rauhul Rahman Adam dan Frederick R H
Hari/Tanggal : Jumat, 08 Oktober 2021
Nama Tempat : Toko Karunia
Faktor Penyesuaian Total Faktor Kelonggaran Total
ElemenKerja
Penyesuaian Allowanc
e
K U KK K TDSKGKKMKT KAKL
Melayani
+0,06 +0,05 +0.02 +0,01 +0,14 6,01,5 0 0 5 0 0 12,5
Pembeli
Mengecek dan
Mengambil +0,03 +0,05 +0.02 +0,01 +0,11 7,01,5 0 0 5 0 0 13,5
barang
Memberikan
barang +0,06 +0,05 +0.02 +0,01 +0,14 6,01,5 0 0 5 0 0 12,5
konsumen
Membuat Nota +0,03 +0,05 +0.02 +0,01 +0,11 7,01,5 0 0 5 0 0 13,5
Keterangan:
K (Skill) : Keterampilan
U (Effort) : Usaha
KK (Condition) : Kondisi Kerja
K (Consistence) : Konsistensi
TD : Tenaga yang dikeluarkan
SK : Sikap kerja
GK : Gerakan kerja
KM : Kelelahan
mata
KT : Keadaan temperature
tempat KA : Keadaan atmosfer
KL : Keadaan lingkungan yang
baik Catatan :
a. Nilai p dari waktu normal = 1 + ∑total penyesuaian
b. Nilai allowance% dari waktu baku = ∑total allowance
jumlah elemen kerja

c. Jumlah kegiatan produktif


Waktu kerja (%) = jumlah bilangan random yang digunakan

Tabel 4.8 Nilai Performance rating dan Allowance


Formulir Penetapan Faktor Performance Rating dan Allowance Karyawan 1
Nama Pengamat : Rauhul Rahman Adam dan Frederick R
H Hari/Tanggal : Jumat, 08 Oktober 2021
Nama Tempat : Jago Market
Elemen Faktor Penyesuaian Total Faktor Kelonggaran Total
Kerja Penyesuaian Allowanc
e
K U KK K TDSKGKKMKTKAKL
Melayani
+0,04+0,03+0.04+0,01 +0,12 4,0 1,5 0 0 5 0 0 10,5
Pembeli
Mengecek dan
Mengambil +0,04+0,05+0.04+0,01 +0,14 6,0 1,5 0 0 5 0 0 12,5
barang
Memberik
an barang +0,03+0,02+0.02+0,01 +0,08 7,0 1,5 0 0 5 0 0 13,5
konsumen
Membuat Nota +0,02+0,05+0.02+0,01 +0,10 6,0 1,5 0 0 5 0 0 12,5
Keterangan:
K (Skill) : Keterampilan
U (Effort) : Usaha
KK (Condition) : Kondisi Kerja
K (Consistence) : Konsistensi
TD : Tenaga yang dikeluarkan
SK : Sikap kerja
GK : Gerakan kerja
KM : Kelelahan
mata
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI
MODUL III PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN SAMPLING KERJA
SESI JUMAT / 80
KT : Keadaan temperature
tempat KA : Keadaan atmosfer
KL : Keadaan lingkungan yang baik

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL III PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN SAMPLING KERJA
SESI JUMAT / 80
Catatan :
a. Nilai p dari waktu normal = 1 + ∑total penyesuaian
b. Nilai allowance% dari waktu baku = ∑total allowance
jumlah elemen kerja

c. Jumlah kegiatan produktif


Waktu kerja (%) = jumlah bilangan random yang digunakan

4.2 Penentuan Kegiatan Produktif dan Non Produktif


 Kegiatan Produktivitas dan Non Produktitif
Data kegiatan produktif, non produktif, dan output dari karyawan 1 dan
karyawan 2 diperlihatkan pada tabel 4.9 dan 4.10.
Tabel 4.9 Kegiatan Produktif Dan Non Produktif Karyawan 1
Frekuensi Teramati
Kegiatan Pada sesi ke Jumlah
1 2
Produktif 22 33 65
Non produktif 2 2 4
Jumlah 34 35 69
% Produktif 94,1 % 94,28 %
% Non Produktif 5,88 % 5,71 %
Tabel 4.10 Kegiatan Produktif Dan Non Produktif Karyawan 2
Frekuensi Teramati
Kegiatan Pada sesi ke Jumlah
1 2
Produktif 31 33 64
Non produktif 3 2 5
Jumlah 34 35 69
% Produktif 91,17% 94,28%
% Non Produktif 8,82% 5,71%
 Uji Keseragaman Data
Uji Keseragaman Data dilakukan dengan menggunakan tingkat
ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95%. Perhitungannya adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.11 Frekuensi Pengamatan Karyawan 1
Kegiatan
Pengamatan
Jumlah % Produktif
Sesi Ke- Produktif Non produktif
Pengamatan
1 32 2 34 94,11 %
2 33 2 35 94,28 %
Jumlah 65 4 69 94,20 %

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL III PENGUKURAN WAKTU KERJA DENGAN SAMPLING KERJA
SESI JUMAT / 80
Tabel 4.12 Frekuensi Pengamatan Karyawan 2
Kegiatan
Pengamatan
Jumlah % Produktif
Sesi Ke- Produktif Non produktif
Pengamatan
1 31 3 34 91,17 %
2 33 2 35 94,28 %
Jumlah 64 5 69 92,75 %

A. Uji Keseragaman Data Karyawan 1


∑(𝑛 1 −𝑃1 )
𝑃̅ = × 100% = × 100% = 0,05797 = 5,797 %
69
− 65
𝑁
rapikan rumusnya ∑𝑛 69 69
1
𝑛̅ = = = 34,5

𝑘 2
𝑃̅(1−𝑃̅) 0,05 (1− 0,05) = 0,17733
𝐵𝐾𝐴 = 𝑃+ 3√ = 0,05 + 3 √
𝑛̅ 69
𝐶𝐿 = 𝑃̅ = 0,05797

𝑃̅(1−𝑃̅) 0,05(1− 0,05)


̅
𝐵𝐾𝐵 = 𝑃 − √ = 0,05 - 3 √ = - 0,06139
𝑛̅ 69

B. Uji Keseragaman Data Karyawan 2


∑(𝑛1 − 𝑃1) 69 − 64
𝑃̅ = × 100% = × 100% = 0,0725
rapikan rumusnya
𝑁 69
= 7,25 %
69
∑𝑛1 = = 34,5
𝑛̅ =
2
𝑘
𝐵𝐾𝐴 = 𝑃̅ + 3√
𝑃̅(1−𝑃̅)
= 0,07 + 3 √
0,07 (1−0,07) = 0,2049
𝑛̅ 34.
𝐶𝐿 = 𝑃̅ = 0,0725 KIKIK
2021-12-06 21:44:33
--------------------------------------------
jgn seperti ini

ngapain kosong??
𝑃̅(1−𝑃̅) 0,07 (1− 0,07)
𝐵𝐾𝐵 = 𝑃̅ − √ = 0,07 - 3 √ = -0,06
𝑛̅ 34,5

A. Perhitungan Waktu Baku Karyawan 1


1. Perhitungan Waktu Siklus
total 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 × 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎(%)
𝑤𝑠 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
65
8 jam × (69)
𝑤𝑠 69
=
𝑤𝑠 = 1,1092 𝑢𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚
2. Perhitungan Waktu Normal
Berdasarkan data pada tabel 4.1 maka nilai faktor penyesuaian
(Performance Rating) untuk karyawan 1=, sehingga :
𝑊𝑛 = 𝑊𝑠 × 𝑝
Wn = 0,1092 ×1,44
Wn = 0,1638 jam/unit
3. Perhitungan Waktu Baku
Berdasarkan data pada tabel 4.6 maka nilai faktor kelonggaran
(allowance) untuk karyawan 1=, sehingga :
100 %
𝑤𝑏 = W𝑛 ×
100 % − %𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒
100 %
𝑤𝑏 = 0,1638 ×
100 % − 13%
𝑤𝑏 = 0,1883
4. Perhitungan Output Standard
1
OS =
W𝑏
1
= 0,1883
= 5,3103
B. Perhitungan Waktu Baku Karyawan 2
1. Perhitungan Waktu Siklus
total 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 × 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎(%)
𝑤𝑠 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛
64
𝑤𝑠 8 jam × (69)
= 69
𝑤𝑠 = 0,1075 𝑢𝑛𝑖𝑡/𝑗𝑎𝑚
2. Perhitungan Waktu Normal
Berdasarkan data pada tabel 4.1 maka nilai faktor penyesuaian
(Performance Rating) untuk karyawan 1=, sehingga :
𝑊𝑛 = 𝑊𝑠 × 𝑝
Wn = 0,10 ×1,44
Wn = 0,1549 jam/unit
3. Perhitungan Waktu Baku
Berdasarkan data pada tabel 4.6 maka nilai faktor kelonggaran
(allowance) untuk karyawan 1=, sehingga :
100 %
𝑤𝑏 = W𝑛 ×
100 % − %𝐴𝑙𝑙𝑜𝑤𝑎𝑛𝑐𝑒
100 %
𝑤𝑏 = 0,1549 ×
100 % − 12,25 %
𝑤𝑏 = 0,1765

4. Perhitungan Output Standard


1
OS =
W𝑏
1
= 0,1765

= 5,6665
4.3 Hasil dan Analisa
Adapun hasil dan analisa dari praktikum pengukuran waktu kerja
dengan sampling kerja (work sampling) ini adalah:
Berdasarkan perhitungan diatas untuk karyawan 1 pada saat
melakukan pekerjaan menghasilkan nilai produktifitas sebesar 94,11% dan
nilai nonproduktifitas sebesar 5,88% sedangkan karyawan 2 pada saat
melakukan pekerjaan menghasilkan nilai produktifitas sebesar 94,28 % dan
nilai nonproduktifitas sebesar 5,71 %.
Berdasarkan perhitungan diatas untuk karyawan 1 pada saat
melakukan pekerjaan menghasilkan waktu baku sebesar 0,1883 jam/unit dan
output standard sebesar 5,3103 unit/jam sedangkan karyawan 2 pada saat
melakukan pekerjaan menghasilkan waktu baku sebesar 0,1765 jam/unit dan
output standard sebesar 5,6665 unit/jam maka bisa disimpulkan bahwa
kedua karyawan tersebut dalam melakukan pekerjaan yang sama
menghasilkan beban kerja yang merata.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum pengukuran waktu kerja dengan
sampling kerja ini adalah:
Berdasarkan dari hasil perhitungan tabel diatas diketahui besar waktu
baku untuk karyawan 1 sebesar 0,1883 jam/unit dan untuk karyawan 2
sebesar 0,1765 jam/unit. Sedangkan besar output standard untuk karyawan 1
sebesar 5,3103 jam/unit dan untuk karyawan 2 sebesar 5,6665 jam/unit.
Dan untuk produktifitas karyawan pada karyawan 1 total produktifnya
sebanyak 65 dan non produktifnya sebanyak 4. Sedangkan pada karyawan 2
total produktifnya sebanyak 64 dan non produktifnya sebanyak 5. Maka dari
itu karyawan 1 memiliki tingkat produktifitas yang lebih tinggi dari
karyawan
2. Hal ini disebabkan karena karyawan 2 kurang stabil kondisinya.
5.2 Saran
Adapun saran untuk praktikum pengukuran waktu kerja dengan
sampling kerja ini adalah:
1. Sebaiknya pengukuran waktu kerja tidak hanya menggunakan
sampling kerja (work sampling) namun bisa digunakan metode
lainnya juga
2. Sebaiknya dilakukan analisis kelebihan dan kekurangan pengukuran
waktu kerja berdasarkan metode yang digunakan
3. Sebaiknya pegangan modul diberi penjelasan mengenai peta control

dafpus naikkan sini


bab VI DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. (2015). Analisa Perancangan Kerja (pertama).
Hilma Raimona Zadry, P., Susanti, D. E. L., Berry Yuliandra, M., & Desto Jumeno,
M. (2015). Analisis Dan Perancangan Sistem Kerja. In Andalas University
Press (Vol. 53, Issue 9).
Hutasoit, J. P., & Sibi, et al. (2017). Analisis Produktivitas Tenaga Kerja
Konstruksi Pada Pekerjaan Pasangan Lantai Keramik Dan Plesteran Dinding
Menggunakan Metode Work Sampling. Jurnal Sipil Statik, 5(4), 205–214.
Irawan, P. A., & Syaicu, A. (2017). Rancangan Keseimbangan Lintasan Stasiun
Kerjaguna Meningkatkan Efisiensi Waktu Siklus Operasi Produk Es
Balok(Studi Kasus: Perusahaan Es Balok, Pt.X Pandaan Pasuruan). Journal
Knowledge Industrial Engineering, 4(1), 15–22.
Meila Sari, E., & Darmawan, M. M. (2020). Pengukuran Waktu Baku Dan Analisis
Beban Kerja Pada Proses Filling Dan Packing Produk Lulur Mandi Di Pt.
Gloria Origita Cosmetics. Jurnal ASIIMETRIK: Jurnal Ilmiah Rekayasa &
Inovasi, 2(1), 51–61. https://doi.org/10.35814/asiimetrik.v2i1.1253
Rahma, C., Ariska, A., & Afriasari, V. (2018). Optimalisasi Pelayanan Unit BPJS
RSUD Melalui Perhitungan Waktu Siklus Operator Pelayanan SEP. Jurnal
Optimalisasi, 4(1), 11–20.
lampiran gabung dibawah

LAMPIRAN

Tabel Penyesuaian Menurut


Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
A1 + 0,15
Superskill
A2 + 0,13
B1 + 0,11
Excellent
B2 + 0,08
C1 + 0,06
Good
Keterampilan C2 + 0,03
Average D 0,00
E1 - 0,05
Fair
E2 - 0,10
F1 - 0,16
Poor
F2 - 0,22
A1 + 0,13
Excessive
A2 + 0,12
B1 + 0,10
Excellent
B2 + 0,08
C1 + 0,05
Good
Usaha C2 + 0,02
Average D - 0,00
E1 - 0,04
Fair
E2 - 0,08
F1 - 0,12
Poor
F2 - 0,17
Idea A + 0,06
Excellent B + 0,04
Good C + 0,02
Kondisi Kerja Average D 0,00
Fair E - 0,03
Poor F - 0,07
Perfect A + 0,04
Excellent B + 0,03
Good C + 0,01
Konsistensi Average D 0,00
Fair E - 0,02
Poor F - 0,04
Tabel Kelonggaran
No Faktor Kelonggaran (%)
Ekivalen
A Tenaga yang dikeluarkan Pria Wania
beban
1 Dapat diabaikan tanpa beban 0-6 0-6
2 Sangat ringan 0-0,25 kg 6 – 7,5 6 – 7,5
3 Ringan 2,25 - 9 kg 7,5 – 12 7,5 – 16
4 Sedang 9 - 19 kg 12 – 19,0 16 - 30
5 Berat 19 - 27 kg 19 – 30
6 Sangat berat 27 – 50 kg 30,50
7 Luar biasa berat di atas 50 kg
B Sikap Kerja
1 Duduk 0-1
2 Berdiri diatas dua kaki 1 - 2,5
3 Berdiri diatas satu kaki 2,5 - 4
4 Berbaring 2,5 - 4
5 Membungkuk 4 - 10
C Gerakan Kerja
1 Normal 0
2 Agak terbatas 0-5
3 Sulit 0-5
Pada anggota-anggota badan
4 5-10
terbatas
Seluruh anggota badan
5 10-15
terbatas
D Kelelahan Mata Pencehayaan baik Buruk
Pandangan yang terputus-
1 0–6 0–6
putus
Pandangan yang hamper
2 6 – 7,5 6 - 7,5
terus-menerus
Pandangan yang terus
3 7,5 – 12 7,5 – 16
menerus dengan fokus tetap
Pandangan terus menerus
4 12 – 19
dengan fokus berubah-ubah
Pandangan terus-menerus
5 dengan konsentrasi tinggi 19 – 30
dan fokus tetap
Pandangan terus menerus
6 dengan konsentrasi tinggi 30 – 50
dan fokus berubah-ubah
Keadaan Temperatur Kelebihan
E Tempat Kerja Suhu normal Berlebihan
1 Beku dibawah 0 diatas 10 diatas 12
2 Rendah 0 – 13 10 – 0 12 -5
3 Sedang 13 – 22 5–0 8–0
4 Normal 22 - 28 0-5 0–8
E Keadaan Temperatur Tempat Suhu Kelebih Berlebihan
Kerja an
normal
5 Tinggi 28 – 38 5 – 40 8 – 100
6 Sangat Tinggi diatas 38 diatas diatas 100
40
F Keadaaan Atmosfer
1 Baik 0
2 Cukup 0–5
3 Kurang baik 5 – 10
4 Buruk 10 – 20
G Keadaan Lingkungan yang Baik
Bersih, sehat, cerah
1 0
dengan kebisingan rendah
Siklus kerja berulang-
2 ulang antara 5-10 detik 0–1
Siklus kerja berulang-
3 1–3
ulang antara 0-5 detik
4 Sangat bising 0–5
Jika faktor-faktor
5 yang berpengaruh 0–5
dapat menurunkan
kualitas
6 Terasa adanya getaran lantai 5 – 10
Keadaan-keadaan yang luar
7 5 – 15
biasa (bunyi, kebersihan,
dll)
MODUL IV

PENGARUH KONDISI
LINGKUNGAN
MODUL IV
PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar para
pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas
yang dibebankan oleh perusahaan. Secara umum pengertian lingkungan kerja
merupakan kondisi dan suasana dimana para pegawai tersebut melaksanakan
tugas dan pekerjaannya dengan maksimal. Lingkungan kerja tersebut mencakup
hubungan kerja yang terbentuk antara sesama pegawai dan hubungan kerja yang
terbentuk antara sesama pegawai, hubungan kerja antar bawahan dan atasan serta
lingkungan fisika tempat pegawai bekerja. Lingkungan kerja ada dua macam
yaitu lingkungan kerja fisik dan non fisik. Lingkungan kerja yang baik tentunya
memenuhi syarat kelayakan pada kondisi lingkungan kerja antara lain:
kelembapan suhu, kebisingan, pencahayaan, warna, dan lain-lain. Lingkungan
kerja kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk
bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Kondisi
lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.
Pada tempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja seperti kebisingan, temperatur, pencahayaan, getaran, bau-
bauan, radiasi, bahan berbahaya beracun, dan ventilasi. Semua faktor tersebut
dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan berpengaruh terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman sangat
dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif.
Dengan mempelajari bab ini, para siswa diharapkan mengetahui faktor-faktor
lingkungan kerja yang bisa mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja.

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL IV ( PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN)
SESI JUMAT / 80
Dalam praktikum modul pengaruh kondisi lingkungan ini, praktikan
melakukan praktikum diruangan Climate Chamber. Praktikum ini
menggunakan beberapa faktor lingkungan yang dianggap lebih relevan dengan
kondisi laboratorium yaitu tingkat intensitas cahaya, suara dan temperatur. Pada
faktor kebisingan, praktikum ini menggunakan beberapa intensitas kebisingan
yaitu 10 db, 30 db, dan 50 db. Sedangkan pada faktor pencahayaan, praktikum
ini menggunakan beberapa intensitas antara lain 100C, 200C, dan 300C. Data
yang didapatkan dari hasil pengamatan praktikum akan dihitung dengan
menggunakan aplikasi minitab. Dari hasil perhitungan atau output tersebut,
selanjutnya akan dilakukan analisis dengan membandingkan parameter yang
telah disediakan.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum pengaruh kondisi lingkungan ini adalah:
1. Menentukan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi formasi kerja
seseorang.
2. Mengetahui bagaimana kriteria lingkungan kerja yang sehat.
3. Mengetahui kondisi lingkungan kerja yang baik

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan.
Lingkungan kerja adalah meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerja,
kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan antara orang-
orang yang ada di tempat kerja tersebut. Lingkungan kerja yang baik dan bersih,
mendapat cahaya yang cukup, bebas dari kebisingan dan gangguan, jelas akan
memotivasi tersendiri bagi para karyawan dalam melaksanakan pekerjaan
dengan baik. Namun lingkungan kerja yang kotor, gelap, pengap, lembab dan
sebagainya akan menimbulkan cepat lelah dan menurun kreativitas (Arep, 2015).
Lingkungan kerja adalah segala hal yang berhubungan dengan aktivitas
karyawan di dalam kantor. Hal tersebut mulai dari budaya perusahaan,
lingkungan fisik, hingga fasilitas-fasilitas pendukung, seperti asuransi kesehatan,
parkir, dsb. Lingkungan kerja ini bisa dibagi menjadi dua, yakni lingkungan
kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Lingkungan fisik contohnya adalah
penerangan danwarna dinding. Sementara non fisik contohnya struktur dan pola
kepemimpinan. Dari dua pengertian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
lingkungan kerja adalah segala hal yang mendukung aktivitas karyawan didalam
kantor. Hal ini tentu menarik karena hal-hal tersebut tak sering mendapatkan
perhatian perusahaan (Firdiansyah, 2021).
Lingkungan kerja berhubungan erat dengan faktor psikologis kerja
karyawan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada di sekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Misalnya adalah kebersihan, musik
dan lain-lain. Karena hal itu dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang
dilakukan, setiap perusahaan haruslah mengusahakan sedemikian rupa sehingga
mempunyai pengaruh yang positif terhadap karyawan. Sedangkan, lingkungan
kerja merupakan suatu lingkungan di mana para karyawan tersebut bekerja yang

di dalamnya terdapat unsu kondisi di mana karyawan tersebut bekerja.


Lingkungan kerja adalah kondisi atau keadaan temapat kerja yang perlu di atur
hingga tidak mengganggu pekerjaan para karyawan dan agar di peroleh
kenaikan produktivitas dan berkurangnya baiaya produksi tiap tahun (Enny,
2019).
Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada
di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan meliputi tempat bekerja, fasilitas,
kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara
orang-orang yang ada di tempat tersebut. (Hasibuan, 2018). Kondisi lingkungan
kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan
secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat
dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama lebih jauh lagi lingkungan-
lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang
lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang
efisien. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja seorang pegawai. Seorang pegawai yang bekerja di lingkungan kerja yang
mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan menghasilkan kinerja yang
baik, sebaliknya jika seorang pegawai bekerja dalam lingkungan kerja yang
tidak memadai dan tidak mendukung untuk bekerja secara optimal akan
membuat pegawai yang bersangkutan menjadi malas, cepat lelah sehingga
kinerja pegawai. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar pegawai pada
saat bekerja, baik berbentuk fisik atau non fisik, langsung atau tidak langsung,
yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja (Bambang,
2015).
Lingkungan kerja yang sehat memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Dibersihkan setiap hari
Kantor atau lingkungan kerja haruslah dibersihkan setiap hari,untuk
meng- hindari debu yang menumpuk. Pasalnya, debu bisa memicu alergi,
bersin-bersin, dan bahkan gangguan pernafasan, sehingga bisa saja
mengganggu produktivitas

Anda. Tak hanya itu, kantor yang dibersihkan setiap hari juga lebih kecil
risikonya sebagai tempat berkembangbiaknya virus dan bakteri penyebab
penyakit, serta seranggaserangga yang mungkin membawanya.
b. Memiliki akses air yang mudah dan bersih
Hal ini sangat penting, karena air minum bersih yang dikonsumsi hampir
setiap hari merupakan hal vital bagi kesehatan fisik Anda. Pasalnya, air minum
yang tidak jelas asal-usulnya bisa saja mengandung bakteri dan kuman yang
membuat Anda sakit, dan hal ini jelas tidak Anda inginkan di hari-hari kerja. Jika
seperti itu, bukannya mandapatkan manfaat air untuk kesehatan tubuh malah
sebaliknya. Akses air minum bersih juga harus tersedia setiap hari, agar Anda
dan pekerja lain tak menderita dehidrasi. Tak hanya itu, air bersih pun harus
tersedia di toilet, guna memenuhi kebutuhan kakus pekerjanya. Air toilet
yang tidak
bersih dan tergenang bisa mengundang nyamuk untuk bertelur, dan penyakit
yang datang bersama nyamuk, seperti malaria dan demam berdarah.
c. Bersuhu tidak lebih rendah dari 16 derajat celcius
Meskipun hawa di luar kantor begitu terik dan panas, namun tetaplah
tidak bijak untuk menyetel pendingin ruangan hingga bersuhu di bawah 16
derajat celcius. Pasalnya, suhu yang terlalu dingin dapat membuat konsentrasi
Anda menurun saat bekerja sehingga produktivitas pun ikut menurun. Hal ini
penting bagi lingkungan kerja yang mengharuskan pekerjanya duduk manis
seharian. Namun, suhu ruangan juga harus disesuaikan tergantung dengan tipe
tempat kerja Anda. Tentunya toko roti, lemari penyimpanan bahan makanan,
serta gudang memiliki standar suhu ruangan tersendiri.
d. Ruangan tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap
Lingkungan kerja sehat harus memiliki kadar cahaya yang sesuai. Bagi
sebagian besar orang, bekerja dengan cahaya sangat terang dapat memberikan
semangat bekerja, sementara sebagian lainnya terganggu dengan hal ini, dan
begitu pula perbedaan opini dengan cahaya yang terlalu gelap. Nah, intensitas
cahaya yang dikatakan baik dalam suatu lingkungan kerja adalah tidak
terlalugelap dan tidak terlalu terang. Pasalnya, cahaya yang terlalu gelap dapat
membuat mengantuk, sementara cahaya yang terlalu terang dapat melelahkan
mata. Namun, cahaya yang sedang justru dapat mendorong munculnya ide,
produktivitas, dan suasana hati yang baik.
e. Memiliki tempat istirahat
Kriteria lingkungan kerja sehat haruslah memiliki tempat beristirahat bagi
karyawannya guna menjernihkan suasana hati dan pikiran. Tidak semua orang
sanggup bekerja non-stop selama 8 jam, tanpa beristirahat. Tempat istirahat bisa
menjadi sebuah tempat untuk memulihkan kebuntuan otak dalam bekerja
karena sangat berpengaruh bagi kesehatan mental para pekerja.
f. Memiliki toilet bersih
Rata-rata, Anda bekerja di kantor selama 8 jam, dan selama waktu itu pula
tentu Anda akan butuh menggunakan toilet sesekali. Toilet merupakan hal yang
esensial bagi para pekerja kantoran sehingga harus dijaga kebersihannya. Jangan
biarkan ada air menggenang ataupun bau busuk yang menyebar. Sebagai tempat
pembuangan kotoran, toilet bisa mengandung banyak virus dan bakteri, maupun
jamur. Maka itu, harus dibersihkan setiap hari.
2.2 Jenis Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang baik yaitu lingkungan kerja yang kondusif.
Lingkungan kerja yang kondusif di tempat kerja adalah salah satu syarat untuk
menciptakan kinerja perubahan yang lebih baik. Lingkunga kerja yang kondusif
sendiri bisa tercipta jika adanya komunikasi yang baik antara atasan dan
bawahan maupun antar para bawahan sendiri. Perusahan juga harus bisa
menciptakan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap bawahan ataupun antar
karyawan dalam arti para karyawan merasa tidak ada rasa saling curiga justru
saling menjaga. Jika sudah tercipta seperti ini maka lingkungan kerja yang
kondusif akan lebih mudah tercipta. Hal di atas inilah yang nantinya akan
menimbulkan motivasi kerja yang tinggi bagi setiap karyawannya, dan akhirnya
kontribusi dari setiap karyawan semakin mudah didapatkan.

Manfaat lingkungan kerja adalah menciptakan gairah kerja, sehingga


produktivitas dan prestasi kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan
dapat diselesaikan dengan tepat. Yang artinya pekerjaan diselesaikan sesuai
standard yang benar dan dalam skala waktu yang ditentukan. Prestasi kerjanya
akan dipantau oleh individu yang bersangkutan, dan tidak akan menimbulkan
terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi.
Ada banyak hal untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif,
namun yang pasti antara atasan atau pimpinan dan bawahan memiliki visi yang
sama bagaimana lingkungan kerja tersebut memberikan rasa aman dan nyaman
bagi setiap orang yang berada di dalamnya. Perusahaan peduli dan
memperhatikan para karyawannya, demikian juga sebaliknya. Yang akhirnya
bisa menimbulkan
motivasi kerja karyawan dan kinerja perusahaan (Enny, 2019).
Lingkungan kerja memiliki dua jenis yaitu
1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah tempat dimana para pekerja melakukan
suatu aktivitas atau mengerjakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
pekerjaannya. Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang terdapat
disekitar tempat kerja yang berbentuk fisik dan mempengaruhi karyawan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik
contohnyaadalah penerangan, warna dinding, sirkulasi udara, musik, kebersihan
dan keamanan. Salah satu contoh perusahaan yang mengutamakan lingkungan
kerja fisik yang nyaman untuk mendukung aktivitas dan meningkatkan kinerja
karyawan adalah Google. Perusahaan ini memiliki kantor pusat di AS, di mana
tempat kerja dibuat seperti lingkungan kampus dan tempat bermain.
Hal ini dilakukan berdasarkan riset bahwa lingkungan kantor yang seperti
lingkungan bermain didukung dengan beberapa fasilitas dan dekorasi yang
cerah ini dapat meningkatkan kreativitas para karyawan Google dalam
membuat produk dan inovasi.
Hal ini yang menjadi perhatian khusus bagi Anda para pemimpin
perusahaan untuk meningkatkan fasilitas yang ada untuk meningkatkan kinerja
para karyawan. Karena tempat kerja yang merupakan hal primer memberikan
stimulus langsung bagi psikologi karyawan dan berpengaruh terhadap kinerja
yang akan memengaruhi produktivitas perusahaan. Lingkungan kerja fisik yaitu
seluruh kondisi berupa bentuk fisik yang berada didekat tempat kerja yang
dapat menjadi pengaruhu pegawai baik secara langsung ataupun tidak
langsung.
Lingkungan kerja fisik dapat dibedakan menjadi dua kategori yakni
lingkungan kerja langsung dan lingkungan kerja perantara/umum.
a. Lingkungan Kerja Langsung berhubungan dengan karyawan,
misalnya pusat kerja, meja, kuris dan lain sebagainya.
b. Lingkungan Kerja Perantara atau Umum disebut juga dengan lingkungan
kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, antara lain misalnya temperatur,
kelembapan, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanik, bau
tidak sedap, warna dan lain sebagainya.
Untuk dapat meminimalkan pengaruh lingkungan fisik pada karyawan,
maka langkah pertama yang harus dijalankan adalah mempelajari manusia baik
dari fisk dan perilaku kemudian dijadikan sebagai dasar memikirkan
lingkungan fisik yang sesuai.
Unsur-unsur lingkungan kerja fisik adalah sebagai berikut:
a) Sirkulasi Udara.
b) Penerangan / pencahayaan.
c) Musik di tempat kerja.
d) Kebersihaan.
e) Keamanan di tempat kerja (Sunuharyo, 2018)
Pada dasarnya banyak indikator yang digunakan untuk mengatur
bagaimana lingkungan kerja fisik yang baik. Indikator lingkungan kerja fisik
yaitu :
a. Penerangan
Penerangan perlu untuk kesehatan, keamanan dan daya guna para pekerja,
Apabila kondisi lingkungan kerja tidak diperhatikan oleh organisasi atau
perusahaan, maka akan menurunkan kepuasan kerja karyawan diperusahaan.
Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian, penerangan yang baik sangat
diperlukan. Tanpa penerangan akan terjadi kerusakan pada mata dan apabila
terlalu terang lama kelamaan mata juga akan mengalami kerusakan.
b. Kebisingan
Dalam kaitannya dengan ketenangan bekerja, kebisingan merupakan
suara yang tidak dikehendaki oleh para karyawan, karena sifatnya yang
mengganggu ketenangan dan konsentrasi kerja.
c. Suhu udara
Keadaan suhu udara didalam ruangan kerja perlu diatur sedemikian rupa.
Suhu udara yang terlalu panas akan menurunkan gairah kerja karyawan, begitu
pula sebaliknya suhu udara yang terlalu dingin akan menciptakan suasana dalam
ruang kerja yang kurang nyaman.
d. Ruang gerak yang diperlukan
Ruang gerak karyawan juga harus mendapat perhatian, terutama ruangan
yang dipergunakan untuk melangsungkan kegiatan kerja. Luas sempitnya ruang
kerja akan mempengaruhi karyawan dalam menjalankan pekerjaan yang
dibebankan pada karyawan.
e. Pewarnaan
Pemilihan warna ruangan dalam perusahaan juga mempengaruhi kondisi
kerja karyawan. Dewasa ini banyak perusahaan cenderung mempergunakan
warna terang untuk dinding ruang kerja perusahaan.Warna yang digunakan
untuk

ruangan kerja erat hubungannya dengan penerangan yang mempergunakan


dinding atau atap sebagai pembaur.
f. Keamanan
Keamanan erat kaitannya dengan peningkatan semangat dan gairah kerja
karyawan tanpa adanya keamanan kerja bagi karyawan tentu akan
mempengaruhi produktivitas perusahaan (Saripuddin, 2017).
2. Lingkungan Kerja Non – Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang
berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun dengan sesama
rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja non fisik ini
merupakan lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Menurut Nitisemito
perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerjasama
antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama
di perusahaan.
Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan,
komunikasi yang baik dan pengendalian diri. Membina hubungan yang baik antar
sesama rekan kerja, bawahan maupun atasan harus dilakukan karena kita saling
membutuhkan. Struktur tugas, desain pekerjaan, pola kerja sama, pola
kepemimpinan, dan budaya organisasi. Selain lingkungan fisik, lingkungan non-
fisik juga sangat memengaruhi kinerja karyawan. Lingkungan non-fisik ini bisa
berupa budaya yang diciptakan oleh perusahaan. Budaya ini bisa diukur dengan
kebiasaan yang ada, karakter para pemimpin, maupun bagaimana struktur
organisasi perusahaan. Mengapa hal ini dapat memengaruhi kinerja karyawan?
Tentu saja iya, dikarenakan karyawan akan berinteraksi langsung dengan atasan
dan karyawan lainnya. Meskipun setiap orang memiliki karakter masing-masing
dalam dirinya sendiri, namun biasanya SDM akan mengikuti bagaimana pola
interaksi dan kebiasaan-kebiasaan yang diberlakukan oleh perusahaan.
Lingkungan kerja non fisik merupakan seluruh kondisi yang ada yang
berhubungan dengan hubungan kerja , baik hubungan dengan atasan atau yang

hubungan dengan sesama rekan kerja, maupun hubungan dengan bawahan.


Perusahaan seharusnya dapat memberi contoh kondisi yang mendukung kerja
sama antar tingkat atasa, bawahan ataupun yang mempunyai status yang sama.
Kondisi yang harusnya tercipta adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang
baik dan terkendalinya diri. Sehingga lingkungan kerja non fisik adalah
kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
Manfaat lingkungan kerja adalah terciptanya gairah kerja, sehingga
produktivitas dan prestasi kerja menjadi tinggi. Sementara itu, manfaat yang
diperoleh karena bekerja edngan orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat
diselesaikan dengan tepat, yang berarti pekerjaan diselesaikan dengan standar
yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditetapkan. Prestasi kerjanya akan
dipantau oleh individu yang berkaitan, dan tidak akan mengakibatkan begitu
banyak pengawawsan dan juga semangat juang yang tinggi. Hubungan kerja
yang terbentuk sangat mempengaruhi psikologis karyawan.

2.3 Kriteria Lingkungan Kerja Sehat


Menurut sedarmayanti (2009:57) Produktivitas adalah perbandingan antara
hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan
(input). Indikator untuk mengukur tingkat produktivitas kerja antara lain
(Sutrisno,2011:104) :
1. Kemampuan
Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas.Kemampuan seorang
karyawan sangat tergantung kepada ketrampilan yang dimiliki serta
profesionalisme mereka dalam bekerja.Ini memberikan daya untuk
menyelesaikan tugas – tugas yang dibebankan kepada mereka.
2. Meningkatkan hasil yang dicapai
Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan salah
satu yang dirasakan baik oleh yang mengerjakan maupun yang menikmati
hasil pekerjaan tersebut.Jadi, upaya untuk memanfaatkan produktivitas kerja
bagi masing – masing yang terlibat dalam suatu pekerjaan.
3. Semangat Kerja
Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin.Indikator ini dapat
dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satuanhari kemudian
dibandingkan dengan hari sebelumnya.
4. Pengembangan diri
Senantiasa mengembangkan diri unutk meningkatkan kemampuan kerja.
Pengembangan diri ini dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan
harapan dengan apa yang akan dihadapi. Sebab semakin kuat tantangannya,
pengembangan diri mutlak dilakukan.
5. Mutu
Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah
lalu.Mutu merupakan hasil pekerjaan yang menunjukan kualitas kerja
seorang pegawai. Jadi, meningkatkan mutu bertujuan untuk memberikan
hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan sangat berguna
bagiperusahaan
6. Efisiensi
Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya
yang digunakan.Masukan dan keluaran merupakan aspek produktivitas yang
memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi karyawan.
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Kerja
Pada tempat kerja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
lingkungan kerja seperti kebisingan, temperatur, pencahayaan, getaran, bau-
bauan, radiasi, bahan berbahaya beracun, dan ventilasi. Semua faktor tersebut
dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan berpengaruh terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja.
Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk
dapat bekerja secara optimal dan produktif. Dengan mempelajari bab ini, para
siswa diharapkan mengetahui faktor-faktor lingkungan kerja yang bisa
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja (Suhadri, 2008).
1. Faktor personal atau individu, meliputi : pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimilikioleh
setiap individu.
2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan,
semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer.
3. Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh
rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama tim, kekompakan dan
keeratan anggota tim.
4. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang
diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam
organisasi.
5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan
lingkungan eksternal dan internal (Enny, 2019).
Terdiri dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Penerangan
Penerangan adalah cukupnya sinar yang masuk ke dalam ruang kerja
masing-masing karyawan perusahaan. Penerangan yang ada harus sesuai dengan
kebutuhan, tidak terlalu terang tetapi juga tidak terlalu gelap. Dengan sistem
penerangan yang baik diharapkan karyawan akan menjalankan tugasnya dengan
lebih teliti, sehingga kesalahan karyawan dalam bekerja dapat diperkecil.
b. Suhu udara
Temperatur udara atau suhu udara terlalu panas bagi karyawan akan dapat
menjadi penyebab menurunnya kepuasan kerja para karyawan, sehingga akan
menimbulkan kesalahan-kesalahan pelaksanaan pekerjaan.
c. Kebisingan
Karyawan memerlukan suasana yang dapat mendukung konsentrasi dalam
bekerja, suasana bising yang bersumber dari mesin-mesin pabrik maupun dari
kendaraan umum akan menganggu konsentrasi karyawan dalam bekerja.
d. Ruang gerak
Manajemen perusahaan perlu untuk memperhatikan ruang gerak yang
memadai dalam perusahaan agar karyawan dapat leluasa bergerak dengan baik.
Terlalu sempitnya ruang gerak yang tersedia akan mengakibatkan karyawan
tidak dapat bekerja dengan baik. Oleh karena itu, manajemen perusahaan
tentunya harus dapat menyusun perencanaan yang tepat untuk ruang gerak dari
masing- masing karyawan.
e. Keamanan kerja
Keamanan kerja merupakan faktor penting yang perlu juga diperhatikan
oleh perusahaan. Kondisi kerja yang aman akan membuat karyawan tenang
dalam bekerja, sehingga meningkatkan produktivitas karyawan.
f. Bau-bauan

Bau-bauan yang terlalu menyengan akan mengganggu kenyamanan


karyawan sehingga akan mempengaruhi konsentrasi dan kinerja karyawan.
f. Dekorasi
Dekorasi juga akan mempengaruhi kinerja dari karyawan. Dekorasi yang
bagus dan nyaman akan membuat karyawan nyaman dalam bekerja sehingga
menghasilkan output yang tinggi begitu juga sebaliknya.
g. Musik
Musik akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan kerja dan kejiwaan
seseorang. Bagi karyawan yang nyaman dengan adanya musik maka hal ini
akan membantu dalam penyelesaian pekerjaannya, akan tetapi bagi karyawan
yang tidak nyaman dengan adanya musik hal ini hanya akan membuat karyawan
tersebut tidak dapat berkonsentrasi dalam bekerja. Sehingga perusahaan harus
mempertimbangkan betul-betul jika ingin menggunakan musik ketika jam
bekerja berlangsung (Saripuddin, 2017).
2.5 Penentuan Lingkungan Kerja Terhadap Performa Kerja
Ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai atau karyawan
menurut Payaman J Simanjuntak (2005), pertama faktor individu, faktor individu
adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja. Kompetensi seseorang
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dikelompokkan dalam dua
golongan, yaitu kemampuan dan keterampilan kerja serta motivasi dan etos
kerja. Faktor kedua yaitu faktor dukungan organisasi. Dalam melaksanakan
tugasnya, pegawai memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja.
Dukungan tersebut adalah dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana
dan prasarana kerja, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat
kerja. Pengorganisasian dimaksudkan untuk memberi kejelasan bagi setiap
orang tentang sasaran yang harus dicapai dan apa yang harus dilakukan untuk
mencapai sasaran tersebut. Setiap orang perlu memiliki dan memahami uraian
jabatan dan tugas yang jelas.
Faktor ketiga yaitu dukungan manajemen, kinerja perusahaan dan kinerja
setiap orang juga sangat tergantung pada kemampuan manajerial para
manajemen atau pimpinan, baik dengan membangun sistem kerja dan hubungan
industrial yang aman dan harmonis, maupun dengan mengembangkan
kompetensi pekerja, demikian juga dengan menumbuhkan motivasi seluruh
karyawan untuk bekerja secara optimal.
2.6 Kondisi Lingkungan Kerja yang Mempengaruhi Produktivitas
Kondisi lingkungan kerja yang baik adalah salah satu faktor penunjang
produktivitas karyawan yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan tingkat
kinerja karyawan. Kondisi lingkungan kerja dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Contoh lingkungan kerja
fisik adalah penerangan, warna dinding, sirkulasi udara, musik, kebersihan, dan
keamanan. Sedangkan lingkungan kerja non fisik contohnya adalah struktur
tugas, desain pekerjaan, pola kerja sama, pola kepemimpinan, dan budaya
organisasi.
Lingkungan kerja memiliki beberapa pengaruh terhadap beberapa hal,
yaitu sebagai berikut :
a. Terhadap Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan didefinisikan sebuah hasil pekerjaan dengan ukuran
kuantitas dan kualitas berdasarkan harapan dari tiap karyawan. Kinerja adalah
hasil yang diproduksi dari sebuah aktivitas tertentu dan dalam periode tertentu.
Pengertian kinerja dalam pendapat ini lebih didasarkan pada pengukuran hasil
dari pekerjaan dari perspektif jumlah (kuantitas) dengan pengukur rentang waktu
(periode). Semakin tinggi jumlah yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu
menunjukkan bahwa kinerja karyawan adalah tinggi. Kinerja karyawan pada
dasarnya adalah kemampuan karyawan dalam menyeluruh pekerjaan yang
ditangani dan sikap positif yang ditunjukkan karyawan di tempat kerja.
Kemampuan menyelesaikan pekerjaan artinya karyawan mampu
menyelesaikan pekerjaan dengan baik (sesuai dengan standar yang telah ada dan

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL IV ( PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN)
SESI JUMAT / 80
ditetapkan), dan karyawan berperilaku positif yang ditunjukkan dari sikapnya
untuk mentaati peraturan perusahaan, dan lainnya. Komponen kinerja karyawan
meliputi tiga komponen, yaitu task performance, citizenship, dan
counterproductivity.
Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia
yang berada didalamnya dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat,
aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat berdampak dalam waktu
yang lama, demikian juga dengan lingkungan kerja yang buruk akan
mengakibatkan sulitnya memperoleh sistem kerja yang efektif dan efisien
Ardana mengemukakan bahwa “lingkungan kerja yang aman dan sehat terbukti
berpengaruh terhadap produktivitas”. Selain itu dikemukakan juga bahwa
“kondisi kerja yang menyenangkan dapat mencakup tempat kerja, dan fasilitas-
fasilitas bantu.
Hubungan lingkungan kerja dan kinerja karyawan didasarkan bahwa
lingkungan kerja memiliki dampak positif terhadap kinerja karyawan.
Lingkungan kerja yang nyaman menyebabkan tingkat konsentrasi karyawan
dalam bekerja meningkat, dan kondisi tersebut menyebabkan tingkat
produktivitas kerja karyawan meningkat. Lingkungan kerja yang baik
lingkungan fisik maupun non fisik memberikan dukungan terhadap peningkatan
prestasi kerja karyawan. Lingkungan kerja dalam sebuah perusahaan
diharapkan memberikan dukungan terhadap kinerja karyawan. Upaya untuk
memastikan bahwa lingkungan kerja mendukung maka model daritempat kerja
yang fleksibel lebih disarankan, artinya tempat kerja yang disesuaikan dengan
kondisi yang situasional berhubungan dengan karyawan maupun karakteristik
dari pekerjaan yang ditangani karyawan. Lingkungan kerja terhadap kinerja
karyawan melalui motivasi kerja mendapatkan temuan bahwa motivasi kerja
merupakan variabel yang mampu memediasi pengaruh lingkungan kerja
terhadap kinerja karyawan. Motivasi kerja mampu menguatkan pengaruh
lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan, artinya ketika karyawan memiliki

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL IV ( PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN)
SESI JUMAT / 80
motivasi kerja yang tinggi maka ada

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL IV ( PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN)
SESI JUMAT / 80
dampak dari lingkungan kerja akan lebih besar terhadap pencapaian prestasi
kerja karyawan (Josephine, 2017).
b. Terhadap Performa Kerja
Secara garis besar terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
hasil kerja (performansi) manusia dan dapat dibagi atas 2 kelompok:
1. Faktor-faktor diri (individual): sikap, sifat, sistem nilai, karakteristik
fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman dan
lain-lain.
2. Faktor-faktor situasional: lingkungan fisik, mesin dan peralatan, metode
kerja dan lain-lain.
Kondisi lingkungan kerja yang baik adalah salah satu faktor penunjang
produktivitas karyawan yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan tingkat
kinerja karyawan. Kondisi ingkungan kerja dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Contoh lingkungan kerja
fisik adalah penerangan, warna dinding, sirkulasi udara, musik, kebersihan, dan
keamanan. Sedangkan lingkungan kerja non fisik contohnya adalah struktur
tugas, desain pekerjaan, pola kerja sama, pola kepemimpinan, dan budaya
organisasi.
Adanya pembagian mengenai lingkungan kerja tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Antara keduanya harus saling seimbang, karena baik
lingkungan kerja fisik maupun non fisik sama-sama memengaruhi kinerja
karyawan. Untuk menyeimbangkan keduanya diperlukan kesadaran pihak
manajemen dari perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan lingkungan
kerja yang kondusif untuk menunjang kinerja karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya, agar hasil kerja yang diperoleh dapat tercapai secara optimal
(Sedarmayanti, 2015).
Kemampuan menyelesaikan pekerjaan artinya karyawan mampu
menyelesaikan pekerjaan dengan baik (sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan), dan karyawan berperilaku positif yang ditunjukkan dari sikapnya
untuk mentaati peraturan perusahaan, dan lainnya. Komponen kinerja karyawan
meliputi tiga komponen, yaitu task performance, citizenship, dan
counterproductivity. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai
apabila manusia yang berada didalamnya dapat melaksanakan kegiatannya
secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat
berdampak dalam waktu yang lama, demikian juga dengan lingkungan kerja
yang buruk akan mengakibatkan sulitnya memperoleh sistem kerja yang efektif
dan efisien Ardana mengemukakan bahwa “lingkungan kerja yang aman dan
sehat terbukti berpengaruh terhadap produktivitas”.
Indikator kinerja karyawan antara lain:
 Kuantitas
Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah
seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan, dan sebagainya.
Kuantitas yang diukur dari persepsi pegawai terhadap jumlah aktivitas yang
ditugaskan beserta hasilnya.
 Kualitas
Kualitas adalah ketaatan dalam prosedur, disiplin, dan dedikasi. Tingkat
dimana hasil aktivitas yang dikehendaki mendekati sempurna dalam arti
menyesuaikan beberapa cara ideal daripenampilan aktivitas, maupun memenuhi
tujuan-tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas. Kualitas kerja diukur dari
persepsi pegawai terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan
sertakesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan kemampuan pegawai.
 Keandalan
Keandalan adalah kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang
disyaratkandengan supervisi minimum mencakup kehandalan konsistensi
kinerja dan kehandalan dalam pelayanan; akurat, benar dan tepat
 Kehadiran
Kehadiran adalah keyakinan akan masuk kerja setiap hari dan sesuai
denganjam kerja.
 Kemampuan bekerjasama
Kemampuan bekerjasama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk
bekerja bersama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas
danpekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna dan hasil guna
yang sebesar besarnya (Josephine, 2017).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Identifikasi Variabel
Adapun identifikasi variabel dari laporan ini adalah sebagai berikut003A
A. Variabel Terikat

Variabel yang perubahannya dipengaruhi oleh variabel lain, dalam hal ini
variabel terikatnya adalah pengaruh kondisi lingkungan.
B. Variabel Bebas adalah
Variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Adapun variabel yang
dipengaruhi dalam hal ini adalah kebisingan dan cahaya.
3.2 Flowchart
Adapun langkah-langkah penyelesaian masalah (Flowchart) adalah

Mulai

Studi Laboratorium Studi Literatur

Rumusan Masalah

A
A

Tujuan Praktikum

Identifikasi Variabel

Pengumpulan Data:
1. Pencahayaan
2. Kebisingan

Pengolahan data menggunakan Minitab

Analisa

Kesimpulan Dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum modul empat ini adalah:
A. Percobaan ini membutuhkan tiga orang praktikan, meliputi satu orang
pelaksana, satu orang pencatat hasil dan satu orang penghitung waktu.
B. Praktikan masuk ke ruang climate chamber atau ruang praktikum.
C. Asisten mengubah tingkat intensitas cahaya, suara dan temperatur.
D. Praktikan mencatat tingkat intensitas cahaya , suara dan temperatur ruang
climate chamber.
E. Pencatat mencatat jumlah kesalahan yang dilakukan pelaksana.
F. Ulangi langkah ketiga sampai langkahkelima.
4.2 Data Pengamatan
Adapun data yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Ketikan Berdasarkan Kondisi Cahaya dan Kebisingan
Kebisingan 10 dB Kebisingan 30 dB Kebisingan 50 dB
No
C100 C200 C300 C100 C200 C300 C100 C200 C300
1 77 118 84 90 84 78 84 86 103
2 72 93 128 71 94 83 74 70 93
3 82 75 88 94 91 94 98 75 105
4 90 69 90 83 99 80 95 85 89
5 100 136 76 68 121 81 84 90 84
6 65 99 91 71 111 60 103 100 76
7 58 78 70 98 92 85 98 101 77
8 92 94 89 92 83 82 69 89 93
9 83 83 109 132 75 86 95 88 93
10 75 90 93 110 80 94 85 90 116
11 107 82 95 93 84 117 90 87 113
12 105 80 88 103 72 108 67 74 80
13 110 89 86 85 61 83 61 75 88
14 93 73 91 94 93 96 94 90 93
15 75 106 60 84 64 85 104 89 84
16 78 87 73 93 85 84 117 68 91
17 60 65 71 103 93 95 95 87 85
18 71 80 80 79 97 84 98 64 93
19 99 82 103 93 106 108 64 98 90
20 93 75 72 123 90 94 75 82 81

Tabel 4.2 Data Ketikan Acak berdasarkan Kondisi Kebisingan dan Cahaya
Cahaya 10 dB 30 dB 50 dB
100 C 77 90 84
100 C 100 68 84
100 C 93 94 94
100 C 92 92 69
200 C 90 80 90
200 C 80 97 64
200 C 106 64 89
200 C 75 90 82
300 C 90 80 89
300 C 109 86 93
300 C 60 85 84
300 C 90 80 89
4.3 Analisa Pembahasan

Gambar 4.1 Data Ketikan Acak Berdasarkan Kondisi Kebisingan


dan Cahaya
Gambar 4.2 Hasil Output Pengerjaan Dengan Minitab
Gambar 4.3 Grafik hasil pengerjaan dengan minitab

Parameter :
a. P-Value > 0.05, maka H₀diterima dan H₁ ditolak, maka faktor tidak
berpengaruh pada kondisi lingkungan kerja.
b. P-Value < 0.05, maka H₀ ditolak dan H₁ maka faktor berpengaruh
pada kondisi lingkungan kerja.
Analisa :
1. Kebisingan
0,585 > 0.05, maka H0 diterima dan H1 ditolak, maka faktor kebisingan
berpengaruh pada kondisi lingkungan kerja.
2. Cahaya
0,853 > 0.05, maka H0 diterima dan H1 ditolak, maka faktor cahaya tidak
berpengaruh pada kondisi lingkungan kerja.
3. Kebisingan dan Cahaya

0,922 > 0.05, maka H0 diterima dan H1 ditolak, maka faktor cahaya tidak
berpengaruh pada kondisi lingkungan kerja.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dala praktikum modul 4 ini sebagai
berikut:
1. Kebisingan
0,585 > 0.05, maka H0 diterima dan H1 ditolak, maka faktor kebisingan
berpengaruh pada kondisi lingkungan kerja.
2. Cahaya
0,853 > 0.05, maka H0 diterima dan H1 ditolak, maka faktor cahaya tidak
berpengaruh pada kondisi lingkungan kerja.
3. Kebisingan dan Cahaya
0,922 > 0.05, maka H0 diterima dan H1 ditolak, maka faktor cahaya tidak
berpengaruh pada kondisi lingkungan kerja.

5.2 Saran

Adapun saran yang diberikan dari praktikum modul 4 ini sebagai berikut:

1. Praktikan dapat menjalani kegiatan praktikum di laboratorium


sebagaimana mestinya.
2. Diharapkan para praktikan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tiap
praktikum, agar dapat mendapatkan ilmu dan bisa menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Sebaiknya pada saat praktikum berlangsung di climate chamber, waktu di
dalam ruangan kurang lama, karena kita membutuhkan data yang relevan
untuk diuji.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Arep. I dan Hendri. T 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Universitas Trisakti.
Bambang. K 2015. Meningkatkan Produktvitas Karyawan. Jakarta: Pustaka
Binaman Pressindo
Enny. M 2019. Manajemen Sumber Daya Manusia. Surabaya: Ubhara
Manajemen Pres.
Firdiansyah A. Pengaruh Kinerja. (https;//glints.com/id/lowongan /lingkungan-
kerja /#YG7ycOgzblV). Diakses pada 23 Oktober pukul 1 WIB.
Hasibuan. 2018. Pengaruh Kepemimpinan Lingkungan Kerja dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Manenggio: Jurnal Ilmiah Megister Manajemen,
Vol 01. No 01.
Josephine. H 2017. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karya wan
Pada Bagian Produksi Melalui Motivasi Kerja Sebagai Variabel Interven
ing Pada PT. Trio Corporate Plastic (Tricopla). Jurnal managemen bisnis.
Vol 05. No 03.
Saripuddin. 2017. Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan Pada Pt. Sarana Agro Nusantara Medan.
Jurnal ekonomi dan bisnis. Vol 03. No 02.
Sedarmayanti. 2015. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
Mandar Maju.
Suhadri. B 2008. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Sunuharyo. 2018. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik & Non Fisik Terhadap
Kinerja Karyawan. Jurnal administrasi bisnis. Vol 61. No 02.
ngapain kosong??
MODUL V

BIOMEKANIKA
MODUL V
BIOMEKANIKA

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biomekanika merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempelajari
bentuk dan macam-macam gerakan atas dasar prinsip-prinsip mekanika dan
menganalisis suatu gerakan. Disiplin ilmu biomekanika tidak berdiri dengan
sendirinya, melainkan ditunjang oleh disiplin ilmu yang lainnya, seperti anatomi,
fisiologi, dan fisika, kemudian dasar-dasar atau prinsip dari ketiga bidang ilmu
itu menjadi dasar suatu disiplin ilmu yang disebut biomekanika. Selain itu, pada
dasarnya penekanan utama dalam biomekanika adalah seluruh konsep mekanik,
tetapi tubuh manusia adalah sistem yang jauh lebih kompleks daripada
kebanyakan objek yang ditemui dalam konsep mekanika. Oleh karena itu,
biomekanika menyangkut tubuh manusia dan hampir semua tubuh mahluk
hidup. menurut Rudiger. B, et al. (2000: 26) prinsip biomekanika meliputi
pergerakan hukum mekanika yang diaplikasikan untuk tubuh manusia. Ruang
lingkup biomekanika (area spesialisasi) mencakup Developmental
Biomechanics, Biomechanics of Exercise, Rehabilitation Mechanics, Equipment
Design, dan Sports Biomechanics (biomekanika olahraga).
Ergonomi memiliki prinsip dasar untuk menyesuaikan kerja agar sesuai
dengan batasan atau karakteristik pekerjanya. Karakteristik ini biasanya disebut
antropometri baik fisik/tubuh atau pun antropometri non fisik seperti
psikometri. Biomekanika merupakan studi tentang karakteristik-karakteristik
tubuh manusia dalam istilah mekanik. Biomekanika dioperasikan pada tubuh
manusia balk saat tubuh dalam keadaan statis ataupun dalam keadaan dinamis.
Oleh karena itu, agar sistem kerja menjadi ergonomis maka hams
memperhatikan biomekanika (Irzal, 2016).

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN


ERGONOMI MODUL V ( BIOMEKANIKA)
SESI JUMAT / 80
Dalam praktikum kali ini akan dilakukan percobaan menggunakan prinsip
biomekanika, yang mana dalam keseharian biomekanika berguna untuk
menyeimbangkan gerakan antara gerak statis dan gerak dinamis, menjaga
kekuatan otot dengan pemakaian maksimum di bawah 15%, dan mencegah
Range of Motion (ROM) sendi yang berlebihan. Kelompok kami akan
melakukan pengamatan denyut jantung sebelum dan sesudah menggunakan
treadmill serta mengamati produktivitas naik turun tangga dengan kemiringan
sebesar 30 derajat dan 45 derajat. Data yang didapatkan nantinya akan dianalisis
menggunakan software Minitab untuk menentukan apakah ada perbedaan rata-
rata yang signifikan antara dua data yang dibandingkan.
I.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum Biomekanika ini adalah:
1. Untuk mengetahui dasar-dasar biomekanika, klasifikasi biomekanika dan
batas biomekanika.
2. Untuk mengetahui berapa kalori yang dibutuhkan pada saat bekerja.
3. Menentukan kondisi optimum dalam melakukan suatu aktivitas kerja.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Dasar-Dasar Biomekanika
Biomekanika adalah suatu ilmu pengetahuan yang merupakan kombinasi
dari ilmu fisika khususnya mekanika dan teknik, dengan berdasar kepada
biologi dan juga pengetahuan lingkungan kerja. Winter 1990, mendefinisikan
bahwa biomekanika dari gerakan manusia adalah ilmu yang menyelidiki,
menggambarkan dan menganalisis gerakan manusia. Biomekanika umum
adalah bagian dari biomekanika yang berbicara mengenai hukum-hukum dasar
yang mempengaruhi tubuh organik manusia baik dalam posisi diam maupun
bergerak. Biomekanika merupakan bidang kajian ergonomi yang berhubungan
dengan mekanisme pergerakan tubuh dalam melakukan suatu pekerjaan atau
aktivitas. Biomekanika kerja ( occupational biomechanic ) berkaitan dengan
interaksi fisik antara pekerja dengan mesin, material dan peralatan, yang
bertujuan untuk meminimalkan keluhan atau kelelahan pada sistem kerangka
otot sehingga produktivitas kerja dapat mengalami peningkatan. Menurut
Chaffin dan Andersson (1984), biomekanika kerja merupakan studi mengenai
interaksi pekerja dengan peralatan, mesin dan material, sehingga pekerja dapat
meningkatkan performansinya dan di sisi lain dapat meminimalkan resiko cedera
kerja (muskuloskeletal) (Zadry, 2015).
Biomekanika merupakan ilmu yang menggunakan hukum-hukum fisika
dan konsep-konsep mekanika untuk mendeskripsikan gerakan dan gaya pada
berbagai macam bagian tubuh ketika melakukan aktivitas. Karena biomekanika
hanya berbicara dalam masalah fisik maka biomekanika termasuk dalam rana
hergonomifisik. Seperti telah disebutkan di atas, biomekanika berkaitan dengan
sistem biologi dan menyangkut tubuh manusia dan hampir semua tubuh
makhluk hidup. Namun karena ergonomi hanya membahas manusia, maka
lingkup biomekanika yang digunakan adalah biomekanika pada manusia.
Ergonomi memiliki prinsip dasar untuk menyesuaikan kerja agar sesuai
dengan batasan atau karakteristik pekerjanya. Karakteristik ini biasanya disebut
antropometri baik fisik/tubuh atau pun antropometri non fisik seperti
psikometri. Biomekanika merupakan studi tentang karakteristik-karakteristik
tubuh manusia dalam istilah mekanik. Biomekanika dioperasikan pada tubuh
manusia balk saat tubuh dalam keadaan statis ataupun dalam keadaan dinamis.
Oleh karena itu, agar sistem kerja menjadi ergonomis maka hams
memperhatikan biomekanika (Irzal, 2016).
2.2 Klasifikasi Biomekanika
Biomekanika diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
a. General Biomechanic
General biomechanic adalah biomekanika yang membahas hukum dan
konsep dasar yang mempengaruhi tubuh organik manusia baik dalam posisi
diam
maupun bergerak. Menurut Tayyari (1997) dalam general biomechanic sendiri
meliputi dua bagian, yaitu:
1. Biostatics
Biostatics adalah bagian yang hanya menganalisa tubuh pada posisi diam
atau bergerak pada garis lurus dengan kecepatan seragam (uniform).
2. Biodinamic
Biodinamic adalah bagian yang berkaitan dengan gambaran gerakan–
gerakan tubuh tanpa mempertimbangkan gaya yang terjadi (kinematik) dan
gerakan yang disebabkan gaya yang bekerja dalam tubuh (kinetik).
b. Occupational Biomechanic
Occupational biomechanic berkaitan dengan interaksi fisik antara pekerja
dengan mesin, material dan peralatan, dimana memiliki tujuan dalam
meminimalisir keluhan/kelelahan pada sistem kerangka otot untuk meningkatkan
produktifitas kerja. Biomekanik ini kolaborasi bagian-bagian tubuh untuk
menghasilkan gerak seperti tulang, jaringan penghubung (connective tissue), dan
otot (Faizarteta, 2020).
Ada beberapa bidang khusus dalam biomekanika, seperti:
a. Biomekanika kardiovaskular
b. Biomekanika sel
c. Biomekanika pergerakan manusia (khususnya biomekanik ortopedi)
d. Biomekanika tenaga kerja
e. Biomekanika olahraga
Beberapa elemen dalam biomekanika, antara lain:
1. Statika: Sistem pembelajaran yang berada dalam kesetimbangan, baik
saat istirahat atau bergerak dengan kecepatan konstan.
2. Dinamika: Mempelajari sistem yang bergerak dengan akselerasi dan
deselerasi.
3. Kinematika: Menjelaskan pengaruh gaya pada suatu sistem, pola gerak
termasuk perubahan linear dan sudut dalam kecepatan dari waktu ke
waktu. Posisi, perpindahan, kecepatan, dan percepatan dipelajari.
4. Kinetika: Mempelajari apa yang menyebabkan gerakan, kekuatan dan
momen di tempat kerja.
Tujuan mempelajari biomekanika dalam penerapan ilmu olahraga,
diantaranya yaitu:
1) Untuk mengetahui konsep ilmiah dasar yang diaplikasikan dalam
bentuk gerak manusia.
2) Untuk memahami suatu bentuk/model gerak dasar dalam olahraga
sehingga mampu mengembangkannya dengan baik.
3) Mampu memahami perkembangan gerak dasar.
4) Mampu menerapkan suatu bentuk yang sesuai dengan karakteristik fisik
Beberapa manfaat biomekanik, antara lain:
1) Kecepatan gerakan meningkat (berlari, berenang, dan lain-lain)
2) Lebih banyak kekuatan (melompat, memukul, mengangkat, dan lain-lain)
3) Membantu menghilangkan ketidakseimbangan otot.
4) Mengurangi keausan pada sendi dan ligamen.
5) Peningkatan bentuk dan teknik khusus olahraga (Romlah, 2020).
2.3 Batasan Biomekanika
Batasan angkat untuk operator diperlukan untuk menciptakan suasana
kerja yang aman dan sehat. Negara bagian benua Amerika sudah menetapkan
batas angkat yang digunakan untuk pabrik dan sistem bisnis manufaktur
lainnya. Batasan angkat ini dipakai sebagai batasan angkat secara Internasional
(Pratiwi, 2011). Adapun variabelnya adalah sebagai berikut:
1. Pria usia 16 tahun maksimum angkat 14 kg.
2. Pria usia antara 16 sampai 18 tahun maksimum angkat 16 kg.
3. Pria usia 18 tahun ke atas tidak ada batas angkat.
4. Wanita usia antara 16 sampai 18 tahun maksimum angkat 11 kg.
5. Wanita usia lebih dari 18 tahun maksimum angkat 16 kg.
Batasan angkat di Indonesia di tetapkan melalui Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. PER/01/Men/1978 tentang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja dalam bidang Penebangan dan Pengangkutan Kayu. Beban
angkat ditetapkan dengan dasar perhitungan 5/7 dikali berat badan, contohnya
seorang lelaki dengan berat badan 70 kg berarti beban yang dapat diangkat
sebesar 50 kg. Batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri,
ngilu pada tulang belakang. Di samping itu akan mengurangi ketidaknyamanan
kerja pada tulang belakang terutama bagi operator kerja berat. Kondisi
keselamatan dan kesehatan kerja di Amerika pada tahun 1997 juga telah
mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan tata cara pengangkatan
material/beban kerja
Metode analitik dilakukan berdasarkan rekomendasi NIOSH tentang
estimasi terjadinya peregangan otot yang berlebihan (over exertion) atas dasar
karakteristik pekerjaan. Hal ini dilakukan dengan melakukan perhitungan
Recommended Weight Limit (RWL) dan Lifting Indeks (LI). RWL merupakan
hasil utama dari The revised 1991 NIOSH lifting equation. NIOSH telah
mengembangkan suatu persamaan dalam menghitung RWL untuk tugas
pengangkatan yang spesifik, dimana pekerja dapat bekerja dalam waktu tertentu
tanpa timbulnya peningkatan resiko terkena cedera punggung bagian bawah
atau low back pain. Untuk hal tersebut dilakukan pendekatan terhadap batas
beban yang diperbolehkan diangkat, yang meliputi:
1. Batasan Legal (Legal Limitations)
2. Batasan Biomekanika (Biomechanical Limitations)
3. Batasan Fisiologi (Physological Limitations)
4. Batasan Psiko-fisik (Psycho-physical Limitations) (Ari, Arfandi, 2020).
2.4 Faktor-Faktor Psikologi
Berhasilnya segala sesuatu hal akan ditentukan dari macam macam
tingkah laku dalam psikologi manusia khususnya perilaku kerja. Ada
beberapa faktor
psikologi dalam lingkungan kerja yang juga bisa mempengaruhi perilaku kerja
dari setiap karyawan dan para pekerja yang akan kami ulas berikut ini.
1. Konflik
Konflik dapat bersifat konstruktif dan juga destruktif pada fungsi sebuah
unit atau kelompok. Namun untuk sebagian besar konflik biasanya akan merusak
perilaku kerja yang baik sebab konflik tersebut bisa menjadi hambatan untuk
mencapai tujuan dalam sebuah pekerjaan.
2. Komunikasi
Dalam memahami perilaku kerja, maka gaya komunikasi dalam psikologi
juga menjadi salah satu faktor penting yang berguna untuk menyampaikan dan
memberi pemahaman dari sebuah arti.
3. Pengalaman Pribadi
Agar bisa menjadi sebuah dasar pembentukan perilaku, maka pengalaman
pribadi haruslah bisa memberikan kesan yang sangat kuat. Untuk itu, perilaku
akan jauh lebih mudah terbentuk jika dalam pengalaman pribadi melibatkan
faktor emosional dan dalam situasi yang melibatkan emosi, maka penghayatan
akan menjadi pengalaman yang jauh lebih mendalam dan akan lebih lama
berbekas sebab ada hubungan perilaku denga sikap.
4. Suasana Politik Tidak Aman
Suasana politik tidak stabil yang bisa terjadi pada lingkungan kerja atau
lingkungan yang lebih luas seperti contohnya situasi politik dan devaluasi sebuah
negara, maka akan menyebabkan beberapa perusahaan dalam negara tersebut
juga jadi tidak stabil dan akan berpengaruh juga pada semua orang yang bekerja
dalam perusahaan tersebut.
5. Pekerjaan yang terlalu berlebihan
Pekerjaan yang terlalu berlebihan dan menekan bisa menyebabkan
ketegangan dan ini sering menjadi beban atau tekanan untuk sebagian orang
namun juga bisa tidak menjadi tekanan untuk sebagian pekerja lainnya yang
tergantung dari masing masing pekerja.
6. Perselisihan Pribadi atau Antar Kelompok
Perselisihan juga bisa terjadi karena berbeda tujuan diantara beberapa
nilai yang dipegang dari kedua belah pihak. Dampak buruk dari perselisihan
tersebut adalah gangguan komunikasi, kekompakan dan juga kerja sama
mengingat ada macam macam sifat manusia. Sedangkan untuk manfaatnya
adalah usaha positif yang bisa dihasilkan untuk mengatasi perselisihan tersebut,
daya juang yang tinggi untuk mendapatkan tujuan dan juga kemampuan dalam
menyesuaikan diri pada perubahan atau tuntutan lingkungan. Sedangkan untuk
perselisihan yang bisa terjadi pada tempat kerja adalah ketergantungan pada
sebuah tugas, persaingan, pembagian wewenang yang kurang teratur.
7. Pemberian Wewenang Tidak Sesuai
Pemberian kewenangan tidak tepat dengan tanggung jawab yang diberikan
atau inadequate authority to match responsibilities bisa terjadi karena
pengawasan yang buruk sehingga bisa menyebabkan efek pemberian wewenang
yang kurang sesuai dengan tanggung jawab yang dituntut para pekerja. Pekerja
yang memiliki tanggung jawab besar lebih dari wewenang akan diberikan dan
dengan mudah bisa mengalami perasaan yang tidak sesuai dan akhirnya bisa
menyebabkan rasa tidak puas terjadi.
8. Pekerjaan Terlalu Berlebihan
Pekerjaan yang terlalu berlebihan atau work overload juga menjadi salah
satu faktor psikologi dalam lingkungan kerja. Biasanya, pekerjaan yang terlalu
berlebihan diberikan bisa menyebabkan hal yang menimbulkan tegangan atau
tension. Pekerjaan berlebihan ini memang belum tentu bisa mengakibatkan tanda
tanda stress sehingga para pegawai juga belum tentu bisa merasa kurang aman
dalam menghadapi setiap pekerjaan yang diberikan.
9. Desakan Waktu
Waktu yang terbatas atau terlalu mendesak dalam menyelesaikan sebuah
pekerjaan menjadi beberapa hal yang membuat tertekan dan bisa menyebabkan
tension. Waktu yang sangat terbatas juga tidaklah cukup untuk menyebabkan
stress bahkan bisa menyebabkan ciri ciri depresi berat khususnya jika tugas yang
diselesaikan hanyalah sedikit.
10. Faktor Situasional
Para kaum behavioral percaya jika lingkungan sangatlah berpengaruh pa-
da bentuk perilaku seseorang. Beberapa faktor lingkungan yakni faktor
situasional bisa berbentuk: Faktor ekologis, Faktor temporal, Faktor rancangan
dan arsitektual, Teknologi, dan lain-lain.
11. Kebersihan
Lingkungan kerja yang bersih juga akan berpengaruh terhadap hasil
pekerjaan sekaligus semangat kerja dari para pekerja atau karyawan. Kebersihan
menjadi faktor penting yang sangat dibutuhkan dalam setiap perusahaan dalam
segala bidang. Jika perusahaan bisa memperhatikan kebersihan dalam
lingkungan kerja, maka ini juga bisa mempengaruhi kesehatan fisik pekerja
sekaligus juga berpengaruh pada kesehatan kejiwaan seseorang dan bisa
menimbulkan gangguan mood dalam psikologi. Seorang pekerja tentunya akan
merasa lebih senang jika memiliki lingkungan kerja yang bersih. Rasa senang ini
bisa dirasakan seseorang yang tentu akan berpengaruh pada seorang pekerja
agar bisa bekerja lebih bersemangat dan juga bergairah.
12. Keamanan
Jika keadaan dalam sebuah perusahaan aman, maka nantinya bisa
menghasilkan ketenangan dan secara tidak langsung juga bisa memotivasi,
mendorong dan akan memberikan semangat untuk setiap karyawan. Hal yang
dimaksud dalam keamanan disini adalah untuk kepemilikan pribadi dari
karyawan. Sebagai contoh, kendaraan yang dimiliki karyawan. Jika pekerja yang
berkaitan tidak bisa mengawasi kendaraan secara langsung. Keamanan juga bisa
diartikan secara lebih luas seperti keamanan akan keselamatan kerja yang
mengharuskan sebuah perusahaan untuk bisa memberikan alat keselamatan
kerja sekaligus melatih pekerja yang akan menggunakannya dari mulai
konstruksi
gedung hingga tempat karyawan bekerja dan juga terdapat jaminan keamanan
masa depan (Maress, 2017).
2.5 Kalori Kerja
Asupan kalori dan zat gizi yang baik secara kualitas maupun kuantitas
dapat menentukan tingkat kesehatan dan produktivitas tenaga kerja (Almatsier,
2014). Tenaga kerja dengan kategori kurang kalori dapat mengalami penurunan
konsentrasi serta ketelitian dalam saat melakukan pekerjaannya sehingga
memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja bila didukung dengan penggunaan
alat kerja yang membutuhkan konsentrasi tinggi. Sedangkan tenaga kerja dengan
kategori kelebihan kalori akan mudah mengantuk, malas, serta terjadi
penurunan kecepatan dalam bekerja (Marsetyo, 2003). Seakan sering diabaikan,
asupan kalori pada tenaga kerja dapat menjadi salah satu faktor penyebab
kelelahan kerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Muniroh
(2017) menyatakan terdapat hubungan antara kecukupan asupan energi dan
status gizi dengan tingkat kelelahan kerja. Dahlan dan Samsir (2018) melakukan
penelitian menyatakan terdapat hubungan antara asupan kalori dan pengalaman
kerja dengan produktivitas kerja. Berdasarkan lampiran III Keputusan Menteri
ESDM Nomor 1827 Tahun 2018 menyebutkan bahwa pengelolaan makanan,
minuman, dan gizi pekerja tambang dengan memastikan penyediaan makanan
dan minuman telah memenuhi syarat keamanan, kecukupan, dan memenuhi
higienitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta mempertimbangkan
aspekkeseimbangan gizi pekerja (Rachmawati, 2020).
2.6 Fatigue atau Kelelahan
Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi kelelahan.
Kelelahan (fatigue) adalah suatu kelelahan yang terjadi pada syaraf otot-otot
manusia sehingga tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya. Makin
berat beban yang dikerjakan dan semakin tidak teraturnya pergerakan, maka
timbulnya fatigue akan lebih cepat. Timbulnya fatigue ini perlu dipelajari
berguna untuk
menentukan tingkat kekuatan otot manusia, sehingga kerja yang akan dilakukan
atau dibebankan dapat sesuai dengan kemampuan otot tersebut (Zadry, 2015).
Terdapat banyak defnisi mengenai kelelahan kerja, namun pada umumnya
kelelahan digambarkan sebagai kondisi merasa lelah, letih, atau mengantuk
akibat beban kerja fisik dan mental yang berkepanjangan, kecemasan yang terus
berlanjut, penambahan beban kerja dari lingkungan kerja atau kehilangan waktu
istirahat/tidur. Kelelahan kerja adalah hasil dari kerja mental atau fisik yang
berkepanjangan, dapat mempengaruhi kinerja tenaga kerja dan mengganggu
kewaspadaan mental mereka, yang dapat menyebabkan kesalahan berbahaya.
Kelelahan juga diartikan sebagai ketidakmampuan sementara, atau penurunan
kemampuan, atau rasa keengganan yang kuat untuk merespon situasi yang ada,
karena aktivitas berlebihan yang dilakukan sebelumnya, baik mental ataupun
fisik.
Kelelahan kerja juga didefnisikan sebagai kondisi penurunan efsiensi dan
ketahanan dalam bekerja, hal ini merupakan mekanisme perlindungan tubuh
agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah
pemulihan. Kelelahan kerja bermuara pada kehilangan efsiensi dan penurunan
kapasitas kerja serta ketahanan tubuh. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang
kompleks, dihubungkan juga dengan penurunan kinerja fisik, perasaan lelah,
penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja. Kelelahan kerja
merupakan suatu kelompok gejala yang berhubungan dengan adanya penurunan
efsiensi kerja, keterampilan serta peningkatan kecemasan atau kebosanan.
Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan
kerja.
Walaupun bukan merupakan satu-satunya gejala, kelelahan mengarah
pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan. Secara
umum gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan fisik
atau physical fatigue dan kelelahan mental atau mental fatigue.
Kelelahan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1) Berdasarkan proses dalam otot, terdiri dari:
a. Kelelahan Otot (Muscular Fatigue)
Kelelahan kerja jenis ini disebut juga kelelahan fisiologis, terjadi karena
berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan fisik untuk suatu
waktu. Gejala yang ditunjukkan bersifat external sign, tidak hanya berupa
berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan
yang pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal
seperti melemahnya kemampuan pekerja dalam melakukan pekerjaannya
dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan pekerjaan, sehingga dapat
mempengaruhi produktivitas kerjanya.
b. Kelelahan umum (General Fatigue)
Gejala utama kelelahan umum adalah adanya perasaan letih yang luar
biasa, semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena
munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja
baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa
“ngantuk”. Kelelahan umumbiasanya ditandai dengan berkurangnya
kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena motoni; intensitas
dan lamanya kerja fisik; keadaan lingkungan; sebab-sebab mental; status
kesehatan dan keadaan gizi.
2) Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan, terdiri dari:
a. Kelelahan Akut
Kelelahan ini dihasilkan dari kurang tidur dalam jangka waktu pendek
atau dari kegiatan fisik atau mental yang berat dalam jangka waktu pendek,
berdampak biasanya hanya dalam periode waktu yang pendek dan dapat
dipulihkan dengan tidur atau beristirahat. Beban kerja mental yang berlebihan
atau aktivitas fisik dapat menyebabkan kelelahan akut. Salah satu contoh
kelelahan akut adalah kelelahan setelah naik atau turun anak tangga dalam
waktu
yang lama. Kelelahan akut dapat menurunkan koordinasi, konsentrasi dan
kemampuan dalam membuat keputusan.
b. Kelelahan Kronis
Kelelahan jenis ini merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam
jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan
pekerjaan. Selain itu dapat disertai dengan keluhan psikosomatis seperti
peningkatan ketidakstabilan jiwa, kelesuan umum, peningkatan kejadian
beberapa penyakit seperti sakit kepala, diare, kepala pusing, sulit tidur, detak
jantung tidak normal dan lain-lain.
3) Berdasarkan penyebabnya, terdiri dari:
a. Kelelahan Fisiologis
Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang disebabkan oleh faktor
lingkungan (fisik) di tempat kerja, antara lain: kebisingan, suhu dan kelelahan
psikologis yang disebabkan oleh faktor psikologis (konfik-konfik mental),
monotoni pekerjaan, bekerja karena terpaksa, pekerjaan yang bertumpuk-
tumpuk.
b. Kelelahan Fisik
Kelelahan fisik yaitu kelelahan karena kerja fisik, kerja patologis, ditandai
dengan menurunnya kinerja, rasa lelah, dan ada hubungannya dengan faktor
psikososial.
c. Kelelahan Mental
Kelelahan mental dapat didefnisikan sebagai suatu proses penurunan
stabilitas kinerja, suasana hati dan aktivitas setelah melakukan pekerjaan dalam
waktu yang lama. Keadaan ini dapat diubah dengan merubah tuntutan pekerjaan,
pengaruh lingkungan atau stimulus dan dapat benar- benar dipulihkan dengan
tidur yang cukup.
Penyebab Kelelahan Kerja umumnya berkaitan dengan: Sifat pekerjaan
yang monoton; Intensitas kerja dan ketahanan kerja mental dan fisik yang tinggi;
Lingkungan kerja (fisik, kimia, biologis, ergonomis dan psikologis); problem
fisik (tanggung jawab, kekhawatiran, konfik); ketegangan-ketegangan dan
konfik-konfik; Status kesehatan; Status gizi; dan Gangguan cicardian rhytm.
Model teoritis dari kelelahan kerja yang terdiri atas:
1. Dimensi fisik yang penyebabnya adalah faktor mesin tipe pekerjaan,
tempat kerja, kerja bergilir suhu, program libur kerja.
2. Dimensi Psikologis meliputi perbedaan kepribadian individu, motivasi,
kemampuan, pelatihan, kebiasaan, kebosanan, kondisi kesehatan, dan
hubungan antar manusia.
3. Dimensi neurofsiologis meliputi sistem aktivasi retikuler faktor inhibisi
dan faktor humoral.
Berdasarkan beberapa defnisi mengenai kelelahan dapat disimpulkan
bahwa kelelahan atau Fatigue menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi
dari semua keadaan kelelahan berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh. Secara konseptual keadaan lelah meliputi aspek fisiologis
maupun aspek psikologis dan konsep kelelahan ini mempunyai arti tersendiri
dan bersifat subjektif dimana ditandai dengan penurunan kinerja fisik, perasaan
lelah, penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja. Kelelahan baik
secara fisiologis maupun psikologis pada dasarnya merupakan suatu mekanisme
perlindungan terhadap tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga
terjadi pemulihan setelah istirahat.
Proses Terjadinya Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk- produk
sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini menghambat
kelangsungan aktivitas otot atau produk-produk sisa ini mempengaruhi serat-
serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi
lambat bekerja jika sudah lelah. Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada
susunan sistem syaraf pusat, terjadi sistem aktivasi (penggerak) dan inhibisi
(penghambat). Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah
satu di antaranya lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem aktivasi
bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis.
Agar tenaga kerja berada pada keseimbangan, kedua sistem tersebut harus
berada pada kondisi yang memberikan stabilitas tubuh. Sistem inhibisi terdapat
dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan
menyebabkan kecenderungan untuk tidur, sedangkan sistem aktivasi terdapat
formation retikularis yang dapat merangsang pusat vegetatif untuk tubuh untuk
bekerja, berkelahi, melarikan diri, dan lainnya. Keadaan seseorang sangat
tergantung kepada hasil kerja di antara dua sistem dimaksud. Apabila sistem
penghambat lebih kuat, maka seseorang dalam keadaan lelah. Sebaliknya
manakala sistem aktivasi lebih kuat maka seseorang dalam keadaan segar untuk
bekerja.
Kelelahan diatur secara sentral oleh otak, terdapat struktur susunan syaraf
pusat yang sangat penting yang mengontrol fungsi secara luas dan konsekuen
yaitu reticular formation atau sistem penggerak pada medula yang dapat
meningkatkan dan mengurangi sensitivitas dari cortex cerebri. Cortex cerebri
merupakan pusat kesadaran meliputi persepsi, perasaan subjektif, refeks, dan
kemauan. Keadaan dan perasaan lelah merupakan reaksi fungsional dari pusat
kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh sistem antagonistik yaitu
sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) yang saling
bergantian.
Sedangkan gejala kelelahan bisa bersifat subjektif dan objektif, beberapa
gejala yang paling penting antara lain:
a. Perasaan subjektif seperti keletihan, semnolen, pusing, rasa tidak suka
bekerja;
b. berpikir lamban
c. kewaspadaan berkurang;
d. persepsi lambat dan buruk;
e. enggan untuk bekerja;
f. penurunan kinerja fsik dan mental.
Kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan kewaspadaan,
konsentrasi dan ketelitian sehingga berpotensi untuk kecelakaan kerja.
Kelelahan kerja juga dapat berakibat menurunnya perhatian, perlambatan dan
hambatan persepsi, lambat dan sukar berfkir, penurunan kemauan atau
dorongan untuk bekerja, menurunnya efsiensi dan kegiatan-kegiatan fsik serta
mental yang pada akhirnya mnyebabkan kecelakaan kerja dan terjadi penurunan
produktivitas kerja. Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan
berakibat terjadinya kelelahan kronis.
Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore hari, tetapi juga
selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan lesu tampak
sebagai suatu gejala. Gejala-gejala psikis ditandai dengan perbuatan- perbuatan
anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi,
kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering
disertai kelainan- kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan
pencernaan, tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut
kelelahan klinis.
Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir
kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak
atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka
yang mengalami konfik-konfik mental atau kesulitan- kesulitan psikologis.
Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan lingkungan kerja
memungkinkan factor penting dalam sebab ataupun akibat.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan kerja
1. Faktor individu
a. Usia
Usia berhubungan dengan kelelahan kerja karena faktor kecepatan
metabolisme basal, atau dengan kata lain ssia seseorang mempengaruhi BMR
(Basal Metabolisme Rate), semakin bertambahnya usia maka BMR akan
semakin menurun dan kelelahan akan mudah terjadi. BMR adalah jumlah energi
yang digunakan untuk proses metabolisme dasar untuk mengolah bahan
makanan dan
oksigen untuk mempertahankan kehidupan individu, apabila BMR menurun
maka kemampuan untuk melakukan metabolisme tersebut menurun sehingga
kemampuan individu tersebut untuk mempertahankan hidup juga menurun.
Kemampuan seseorang dalam melakukan tugasnya dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah umur. Umur seseorang akan
mempengaruhi kondisi tubuh. Seseorang yang berumur muda sanggup
melakukan pekerjaan berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut maka
kemampuan untuk melakukan pekerjaan berat akan menurun. Pekerja yang
telah berusia lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit
ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya.
Kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaandengan baik setiap individu
berbeda dan dapat juga dipengaruhi oleh usia individu tersebut. Misalnya pada
umur 50 tahun kapasitas kerja tinggal 80% dan pada umur 60 tahun menjadi
60% dibandingkan dengan kapasitas yang berumur 25 tahun.
b. Jenis kelamin
Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari
kemampuan fsik atau kekuatan otot laki laki. Dengan demikian, untuk
mendapatkan hasil kerja yang sesuai maka harus diusahakan pembagian tugas
antara laki-laki dan wanita. Hal ini harus disesuaikan dengan kemampuan,
kebolehan, dan keterbasannya masing masing. Pekerja wanita lebih teliti dan
lebih tahan atau lentur dibandingkan dengan laki-laki, seperti pada wanita yang
telah menikah dan bekerja, waktu kerjanya lebih lama 4-6 jam jika
dibandingkan dengan pria (suaminya) karena selain mencari nafkah wanita juga
bertanggungjawab terhadap keluarga.
c. Status gizi
Status gizi berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi kerja. Dalam
melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi, apabila kekurangan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif kapasitas kerja akan terganggu. Penggunaan energi
direkoendasikan tidak melebuhi 50% dari tenaga aerobic maksimum untuk kerja
1 jam, 40% untuk kerja 2 jam dan 33% untuk kerja selama 8 jam terus menerus.
Nilai tersebut didesain untuk mencegah kelelahan yang dipercaya dapat
meningkatkan risiko cidera otot skeletal pada tenaga kerja.
2. Faktor Pekerjaan
a. Jenis Pekerjaan
Pekerjaan yang membosankan dan pekerjaan yang kompleks atau
menantang adalah dua jenis pekerjaan yang sering menyebabkan kelelahan
kerja. Pekerjaan yang membosankan akan merangsang pikiran untuk tetap fokus
pada pekerjaan yang sedang dilakukan, dan ini sangat melelahkan. Sedangkan
pekerjaan yang menantang akan merangsang pikiran yang lelah untuk tetap
melakukan pekerjaan.
b. Masa Kerja
Pekerjaan fsik yang dilakukan secara kontinyu dalam jangka waktu yang
lama akan berpengaruh terhadap mekanisme dalam tubuh (sistem peredaran
darah, pencernaan, otot, syaraf, dan pernafasan). Dalam keadaan ini kelelahan
terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah
dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot.
c. Jam Kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya.
Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada umumnya 6-8 jam. Sisanya
16-18 jam dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat,
istirahat, tidur, dan lainlain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan
tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat
penurunan produktivitas serta kecendrungan untuk timbulnya kelelahan,
penyakit, dan kecelakaan kerja. Bekerja merupakan proses anabolisme, yaitu
mengurangi atau menggunakan bagian- bagian tubuh yang telah dibangun
sebelumnya. Dalam keadaan demikian, sistem syaraf utama yang berfungsi
adalah komponen simpatis. Maka pada kondisi tersebut, aktivitas tidak dapat
dilakukan secara terus-menerus, melainkan harus diselingi dengan istirahat
untuk
memberikan kesempatan untuk membangun kembali tenaga yang telah
digunakan.
d. Waktu istirahat
Waktu istirahat dan lamanya istirahat secara signifkan dapat memulihkan
kondisi tubuh dari kelelahan. Tidur merupakan cara yang paling efektif untuk
mengurangi kelelahan karena selama tidur akan terjadi pemulihan dan dapat
membantu pengembalian fungsi fsik dan mental. Waktu istirahat atau tidur yang
kurang berdampak terhadap penurunan kemampuan kognitif seseorang, waktu
tidur yang kurang dapat memperburuk fokus atau pemusatan pikiran dan proses
memori, dan juga berdampak terhadap aspek lain seperti memori jangka
panjang dan kemampuan pengambilan keputusan. Istirahat dinilai secara
fisiologis sangat diperlukan untuk mempertahankan kapasitas kerja. Waktu
istirahat dan pemulihan dibutuhkan untuk mengurangi peningkatan risiko cidera
ataupun kelelahan yang terkait dengan durasi kerja. Jangka minimum untuk
waktu istirahat belum ditentukan. Namun banyak ahli berpendapat bahwa
semakin sering waktu istirahat meskipun sebentar adalah lebih baik
dibandingkan dengan waktu istirahat yang panjang namun hanya sekali dan
jarang.
e. Kerja bergilir
Pekerjaan jenis tertentu seperti pelayanan publik atau karena tuntutan
tugas yang meningkat telah mengakibatkan diberlakukannya kerja bergilir.
Kerja bergilir adalah bekerja di luar jam kerja normal. Hal ini sering
mengakibatkan konfik antara jam internal tubuh dengan tuntutan tugas.
Sebagian besar pekerja shift sering mengalami gangguan tidur dan 1 dari 3
orang pekerja shift mengalami kelelahan kerja. Penelitian menyimpulkam bahwa
ada sedikit perbedaan dalam kewaspadaan selama jam kerja pada pekerja shift
dan pekerja non shift (Ramdan, 2018).
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Identifikasi Variabel
Adapun variabel variabel yang dapat diidentifikasikan antara lain:
1. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas
dalam hal ini variabel terikat adalah pengamatan denyut jantung dengan
treadmill dan produktivitas dengan freuensi sudut 30o & 45 o.
2. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variable-variabel yang mempengaruhi variabel
terikat. Dalam hal ini variabel bebas adalah perbedaan kecepatan dan
sudut kemiringan tangga, perbedaan beban tarik ricken indicator.
3.2 Flowchart
Adapun langkah-langkah penyelesaian masalah (Flowchart) adalah

Mulai

Studi Laboratorium Studi Literatur

Rumusan Masalah

Tujuan Praktikum

Identifikasi Variabel

Pengumpulan Data:
1. Data pengamatan denyut jantung
2. Data pengamatan produktivitas
dengan frekuensi sudut 30◦ dan
45◦
Pengolahan data menggunakan Minitab

Analisa

Kesimpulan Dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum modul Biomekanika:
A. Menentukan konsumsi energi manusia dari perbedaan kecepatan dan
sudut kemiringan tangga.
 Para praktikan dibekali dengan beban dengan masing-masing berat 1kg.
 Pencatat waktu mulai mempersiapkan stopwatch untuk mengukur
waktu selama 3 menit.
 Praktikan berjalan menaiki dan menuruni tangga dengan sudut
kemiringan yang berbeda selama 3 menit.
 Apabila selama 3 menit selesai; pencatat waktu mendata seberapa
banyak praktikan berjalan menaiki dan menuruni tangga.
B. Menentukan konsumsi energi manusia dari perbedaan beban Tarik ricken
fatique indicator.
 Atur beban tarik dari ricken fatique indicator sesuai dengan kebutuhan
data.
 Pencatat waktu mendampingi praktikan pada saat berjalan di atas
ricken fatique indicator.
 Atur waktu selama kurang lebih 3 menit.
 Praktikan ulai berjalan di atas ricken fatique indicator selama kurang
lebih 3 menit.
 Apabila selama 3 menit selesai. Pencatat waktu mendata seberapa
banyak praktikan berjalan di atas ricken fatique indicator.
4.2 Data Kerja
Data kerja yang didapat dari praktikum sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Pengamatan Denyut Jantung Sebelum dan Sesudah Percobaan
dengan Treadmill.
Treadmill
Before After
96 139
87 127
94 138
86 128
89 130
89 128
91 131
84 121
94 133
88 127
95 134
92 124
Tabel 4.2 Data Pengamatan Produktivitas Sebelum dan Sesudah Percobaan
dengan frekuensi sudut 30◦ dan 45◦
30◦ 45◦
30 29
28 24
27 28
25 27
27 24
37 27
31 26
36 29
35 27
33 25
32 26
30◦ 45◦
26 21
4.3 Hasil dan Analisa
A. One Sample T-test
Denyut jantung sebelum dan sesudah percobaan dengan treadmill

Gambar 4.1 Output One Sample T-test


Analisa:
a. Hipotesa
H0 = Tidak ada perbedaan rata-rata antara denyut jantung sebelum dan
sesudah percobaan dengan treadmill
H1 = Ada perbedaan rata-rata antara denyut jantung sebelum dan sesudah
percobaan dengan treadmill
b. Parameter
T-hitung ≤ t-tabel = H0
diterima T-hitung ≥ t-tabel =
H0 ditolak P-value ≥ 0.05 = H0
diterima
P-value ≤ 0.05 = H0 ditolak
c. Perhitungan Tabel
T-tabel = df = 12-1 = 11
T-tabel = 100% - (1⁄2 α)
T-tabel = 100% - 0.025
T-tabel = 0.975
T-tabel(0.975;11) = 2,20
d. Kurva One Sample T-test untuk denyut jantung dengan treadmill:

25,93

Daerah Daerah H0 diterima Daerah


Penolakan H0 Penolakan H0

-2,20 0 2,20

Gambar 4.2 Kurva One Sample T-test


e. Kesimpulan
Karena t-hitung > t-tabel = 25,93 > 2,20 sehingga H0 ditolak dan P-value
< 0.05 = 0,000000000032 < 0.05 sehingga H0 ditolak, sehingga ada
perbedaan rata-rata antara denyut jantung sebelum dan sesudah percobaan
dengan treadmill.
B. Uji Two Sample T-test
Produktivitas dengan frekuensi sudut 30° dan frekuensi sudut 45°

Gambar 4.3 Output Two Sample T-test


Analisa:
a. Hipotesa
H0 = Tidak ada perbedaan rata-rata antara produktivitas sudut 30° dan
sudut 45°
H1 = Ada perbedaan rata-rata antara produktivitas sudut 30° dan sudut 45°
b. Parameter
T-hitung ≤ t-tabel = H0
diterima T-hitung ≥ t-tabel =
H0 ditolak P-value ≥ 0.05 = H0
diterima
P-value ≤ 0.05 = H0 ditolak
c. Perhitungan Tabel
T-tabel = df = (n1 + n2) = 22
T-tabel = 100% - (1⁄2
α) T-tabel = 100% -
0.025
T-tabel = 0.975
T-tabel(0.975;22) = 2,07
d. Kurva Two Sample T-test untuk denyut jantung dengan frekuensi sudut
30° dan frekuensi sudut 45°

Daerah Daerah H0 Daerah


diterima Penolakan H0

-2,07 0 2,07 3,32


Gambar 4.4 Kurva Two Sample T-test
e. Kesimpulan
Karena t-hitung > t-tabel = 3,32 > 2,07 sehingga H0 ditolak dan P-value
< 0.05 = 0.004 < 0.05 sehingga H0 ditolak, sehingga ada perbedaansecara
nyata untuk produktivitas 30° dan sudut 45°.

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dalam praktikum modul 5 ini sebagai
berikut:
a. One Sample T-Test,
One Sample T-Test, karena t-hitung > t-tabel = 25,93 > 2,20 sehingga H 0
ditolak dan P-value < 0.05 = 0,000000000032 < 0.05 sehingga H0 ditolak,
sehingga ada perbedaan rata-rata antara denyut jantung sebelum dan sesudah
percobaan dengan treadmill.
b. Two Sample T-Test
Two Sample T-Test, karena t-hitung > t-tabel = 3,32 > 2,07 sehingga H0
ditolak dan P-value < 0.05 = 0.004 < 0.05 sehingga H0 ditolak, sehinggaada
perbedaan secara nyata untuk produktivitas 30° dan sudut 45°.
5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum modul 5 adalah:
1. Sebaiknya pada saat pengambilan data yang akan digunakan, untuk lebih
teliti agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan data.
2. Sebaiknya praktikan memahami lagi prosedur pelaksanaan praktikum
agar praktikum berjalan dengan baik.
3. Sebaiknya praktikan dapat mengaplikasikan penggunaan software
Minitab untuk menyelesaikan studi kasus.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Arvandi, A (2020). “Rekomendasi Perbaikan Postur Kerja Karyawan Untuk
Meminimalisir Resiko Cidera Dengan Pendekatan Biomekanik”.
(http://eprints. upnyk.ac.id/24621/4/Skripsi%20Arfandi%20Ari%20Pradis
ka.pdf)
Faizarteta. (2020). “Landasan Teori Materi Biomekanika”.
(https://www.infotek- nikindustri.com/2020/04/landasan-teori-
materibiomekanika.html). Diaks- es pada 11 November pukul 20.10
WIB.
Hutabarat, Y. 2(017). “Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi”. Malang : Media
Nusa Creative.
Irzal. (2016). “Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja”. Jakarta :
Kencana.
Maress, B. (2017). “Faktor Psikologi Dalam Lingkungan Kerja Paling
Penting”. (https://dosenpsikologi.com/faktor-psikologi-dalam-
lingkungan-kerja).
Diakses pada hari Rabu tanggal 11 November 2021 pukul 21.00 WIB.
Rachmawati, S. (2020). Analisis Pemenuhan Kebutuhan Kalori Berdasarkan
Jenis Pekerjaan Pada Tenaga Kerja di Area Tambang Bawah Tanah PT X
Indonesia. Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health. Vol 4
No. 2 Hal 9-11.
Ramdan, I. (2018). Kelelahan Kerja Pada Penenun Tradisonal Sarung Samarinda.
Samarinda: Bulaksumur Empat.
Romlah, Siti. (2020). “Pengertian Biomekanika, Ruang Lingkup, Tujuan,
Manfaat, dan Contoh Kajiannya”. (https://dosenpenjas.com/pengertian-
biomekanika/). Diakses pada hari Rabu tanggal 11 November 2021 pukul
20.30 WIB.
Zadry, HR (2015). “Analisis dan Perancangan Sistem Kerja”. Padang : Andalas
University Press.
MODUL VI

ANTROPOMETRI
MODUL VI
ANTROPOMETR
I

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antropometri berasal dari kata lain yaitu “Anthropos” yang berarti
manusia dan “Metron” yang berarti pengukuran, dengan demikian
antropometri mempunyai arti sebagai pengukuran tubuh manusia (Bridger,
1995). Antropometri menurut Nurmianto (1991) adalah satu kumpulan data
numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia ukuran,
bentuk dan kekuatan serta penerapandari data tersebut untuk penanganan
masalah desain. Sedangkan Sanders and Mc. Cormick (1987) menyatakan
bahwa antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik
fisik tubuh lainnya yang relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai
orang. Dengan mengetahui ukuran dimensi tubuh pekerja, dapat dibuat
rancangan peralatan kerja, stasiun kerja dan produk yang sesuai dengan
dimensi tubuh pekerja sehingga dapat menciptakan kenyamanan, kesehatan,
keselamatan kerja.
Antropometri (ukuran tubuh) merupakan salah satu cara langsung
menilai status gizi, khususnya keadaan energi dan protein tubuh seseorang.
Dengan demikian, antropometri merupakan indikator status gizi yang
berkaitan dengan masalah kekurangan energi dan protein yang dikenal
dengan KEP. Antropometri dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Konsumsi makanan dan kesehatan (adanya infeksi) merupakan
faktor lingkungan yang mempengaruhi antropometri
Dengan memiliki data antropometri yang tepat, maka seorang
perancang fasilitas kerja akan mampu menyesuaikan bentuk dan geometris
ukuran dari produk rancangannya dengan bentuk maupun ukuran segmen-
segmen bagian tubuh pengguna produk tersebut. Oleh karena itu, pada
praktikum kali ini kita mengukur dimensi tubuh seseorang menggunakan 3
dimensi yaitu lebar telapak tangan yang bisa diukur baik dalam posisi

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
membungkuk sampai berdiri (LTT), panjang lengan yang diukur dari bahu

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
sampai pergelangan tangan dari posisi tegak (PL), diameter genggaman
tangan saat menggenggam bagian atas galon dari posisi berdiri (DG).
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun Tujuan dari praktikum pengaruh kondisi lingkungan ini adalah:
1. Untuk mengetahui macam-macam alat atropometri
2. Untuk mengetahui dimensi apa saja yang digunakan dalam pembuatan
meja lesehan.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas
dimensi tubuh manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Antropometri
Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia yaitu pengukuran
panjang, lebar, diameter, lingkar, menghitung rasio dan proporsi yang
didasarkan pada dua atau lebih pengukuran, sehingga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi bentuk, ukuran, serta topografi tubuh. Informasi dasar
tentang struktur tubuh manusia dapat digunakan untuk memperkirakan gaya
yang bekerja pada sendi dan jaringan tubuh serta kekuatan yang dihasilkan
Antropometri banyak diterapkan dalam bidang olahraga. Salah satu aspek
penting dalam pencapaian prestasi olahraga adalah stabilisasi berat badan
pada puncak penampilan. Atlet secara umum membutuhkan komposisi
tubuh yang tepat, tidak berat dan tidak terlalu banyak lemak. Pengukuran
antropometri dan somatotype diperlukan untuk menentukan kondisi fisik
atlet. Studi mengenai terapan antropometri pada bidang olahraga akan
menyinggung hal proporsi badan, performance (optimal, minimal dan
maksimal berat badan) dan biomekanik (Maulina, 2018).
Perhatian terhadap dimensi tubuh manusia sebenarnya sudah ada sejak
lama bahkan sudah ada sejak berabad-abad silam. Masyarakat Indonesia
sendiri dalam melakukan perancangan peralatan kerja, rumah maupun
fasilitas lainnya telah dirancang dengan memperkirakan dimensi tubuh
manusia. Sebagai contoh alat pertanian maupun perabot rumah dirancang
dengan menyesuaikan dimensi pengguna, meskipun aspek yang
dipertimbangkan hanya sebatas aspek fungsi dan estetika bukan pada aspek
metrologi. Perancangan tempat peribadatan kuno seperti kuil yunani
merupakan hasil kolaborasi antara filsuf, seniman, dan arsitek yang dikaitkan
dengan dimensi tubuh manusia. Kuil Yunani tersebut merupakan rancangan
yang terkumpul dari ukuran-ukuran yang proporsional dari berbagai anggota
tubuh manusia yang diperlukan pada seluruh pelaksanaan bangunan kuil
Yunani tersebut (Panero dan Zelnik, 1979). Selanjutnya pelukis terkenal
Leonardo da Vinci membuat gambar manusia dengan konsep yang
dikemukakan oleh seorang filsuf yang hidup pada abad 1 SM di Roma, yang
bernama Vitruvius. Vitruvius yang hidup pada abad 1 SM di roma
menjelaskan bahwa pusar merupakan pusat tubuh manusia. Jika seorang
dibaringkan secara rata telentang dengan kedua tangan dan kakinya
direntangkan dan sebuah jangka dipusatkan pada pusarnya jari-jari kaki dan
jari-jari tangan akan menyentuh batas garis lingkaran yang dibuat. Dan jarak
dari telapak kaki hingga kepala akan sama panjangnya dengan ukuran lengan
yang terentang.
Meskipun pengukuran dimensi tubuh manusia telah dilakukan sejak
lama, namum perkembangan cabang ilmu antropologi muncul pada awal
abad
19. Cabang ilmu antropologi mempelajari tentang manusia termasuk di
dalamnya mempelajari tentang ukuran dan proporsi tubuh manusia yang
disebut dengan antropologi fisik. Berawal dari kajian antropologi fisik, maka
muncul ilmu yang mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia yang
dikenal dengan antropometri. Seorang ahli statistik bangsa Belgia bernama
Adolphe Quetelet adalah orang yang memperkenalkan antropometri dengan
mengaplikasikan konsep statistik pada data antropologi. Data antropometri
pada saat itu belum banyak digunakan untuk perancangan.
Pada pertengahan abad 19 sebagai awal dimulainya era antropometri
modern yaitu mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan ukuran dari
tubuh manusia guna keperluan perancangan oleh beberapa industri. Akhir
abad ke 19 antropometri mulai digunakan secara luas pada berbagai disiplin
ilmu. Pada masa itu pula antropometri bersama-sama dengan biomekanika
menjadi sesuatu yang sangat menarik ahli rekayasa. Dalam hal perancangan
fasilitas kerja, data tentang ukuran tubuh manusia (data antropometri)
menjadi penting dalam merancang alat, fasilitas kerja dan stasiun kerja. Data
antropometri digunakan sebagai dasar oleh para ergonom untuk merancang,
dengan tujuan agar terjadi kesesuian antara dimensi tubuh manusia
(pengguna) dengan rancangan yang digunakan. Rancangan yang
menggunakan data antropometri diharapkan akan memudahkan pengguna
dalam beraktivitas sehingga dapat meningkatkan kemampuan kerja yang
akan berdampak pada peningkatan produktivitas kerja (Purnomo, 2013).
Tujuan Adanya Antropometri. Sebuah ilmu yang ada dan diciptkan
tentu saja memiliki tujuannya masing masing. Begitu pula dengan
antropmetri. Ilmu yang membidangi masalah pengukuran anggota tubuh
manusia ini mempunyai banyak tujuan yang mana dengan tujuan tersebut
manusia akan sangat direkomendasikan untuk menerapkan ilmu ini dalam
kehidupan mereka.
1. Untuk Mengukur Ukuran Anggota Tubuh Manusia
Tujuan ilmu antropometri yang paling utama memanglah untuk
mengukur dimensi tubuh manusia yang mana hal tersebut meliputi panjang,
berat, lebar, dan satuan kepengukuran lainnya sesuai anggota tubuh yang
sedang diukur. Tentunya, pengukuran ini menggunakan alat ukur tertentu
yang mempunyai standar khusus dan hanya boleh dilakukan oleh seorang
yang sudah ahli di bidangnya seperti halnya tenaga kesehatan dan masih
banyak lagi lainnya.
Pengukuran anggota tubuhnya ini dilakukan dengan banyak tujuan
sesuai dengan keinginan manusia atau anggota kesehatan saat melakukan
pengukurannya. Jika tidak ada tujuan tertentu yang sangat penting, biasanya
manusia melakukan pengukuran anggota tubuh juga hanya sekedar
mengetahui ukuran dimensinya. Selanjutnya, hasil pengukuran tersebut
akan disimpan sebagai sebuah dokumen yang mana datanya bisa dibutuhkan
lagi di kemudian hari. Akan tetapi, hendaknya pengukuran antropometri
dilakukan secara berkala selama 6 bulan sekali untuk mengetahui perubahan
ukuran dimensi tubuh manusia dari waktu ke waktu.
2. Untuk Menilai Status Gizi Manusia
Memang tujuan utama antropometri adalah untuk melakukan
pengukuran tubuh manusia. Akan tetapi, hal tersebut memunculkan tujuan
lain yakni setelah mengetahui ukuran dan dimensi tubuh, para ahli gizi bisa
menganalisa kebutuhan gizi setiap manusia dari pengukuran tersebut. Oleh
karena itu, jika ingin mengetahui kondisi gizi yang ada di dalam tubuh dan
seberapa kurang gizi yang harus dipenuhi, biasanya seseorang akan diminta
untuk melakukan tes antropometri terlebih dahulu oleh seorang ahli gizi.
Dari melihat hasil tes antropometri pada setiap anggota tubuh, maka
ahli gizi akan mudah dalam menganalisa seberapa kandungan lemak, protein,
vitamin, karbohidrat, dan elemen gizi yang lainnya di dalam tubuh manusia.
Tentunya analisa ini hanya bisa dilakukan oleh ahli gizi atau memang orang-
orang yang mempunyai bidang keilmuan serupa.
3. Untuk Menilai Tingkat Kesehatan Manusia
Selain gizi, hasil antropometri dalam tubuh manusia juga menentukan
tingkat kesehatan mereka. Seperti yang telah diketahui secara umum,
memang ada standar khusus kesehatan untuk setiap dimensi anggota tubuh
manusia. Jika hasil pengukuran menyatakan bahwa ukuran tubuh dibawah
rata-rata yang telah ditetapkan, bisa jadi keseehatan seseorang yang dimaksud
sangatlah lemah atau perlu untuk ditingkatkan kembali.
Pada setiap tes kesehatan entaj itu dilakukan di klinik, rumah sakit,
atau pun tempat praktik dokter, biasanya sesi tes antropometri ini tidak
pernah ditinggalkan. Harga dari tes ini juga tidak terlalu mahal sehingga
semua kalangan bisa melakukannya secara berkala (Rifandy, 2021).
2.2 Jenis Pengukuran Antropometri
Jika seseorang akan melakukan antropometri, mereka akan
dihadapkan pada dua pilihan jenis tes yang berbeda. Biasanya dokter akan
menyarankan jenis tes tertentu yang mana hal tersebut sudah disesuaikan
dengan tujuan seseorang dalam melakukan tes.
Metode pengukuran dimensi tubuh manusia dibedakan menjadi dua
jenis yaitu pengukuran yang sifatnya statis dimana subjek diukur dalam
kondisi diam atau disebut juga sebagai pengukuran dimensi struktural.
Pengukuran lainnya adalah pengukuran dimensi tubuh yang sifatnya
dinamis atau disebut sebagai dimensi fungsional.
1. Pengukuran Dimensi Statis
Metode pengukuran dimensi tubuh manusia dibedakan menjadi dua
jenis yaitu pengukuran yang sifatnya statis dimana subjek diukur dalam
kondisi diam atau disebut juga sebagai pengukuran dimensi struktural.
Pengukuran lainnya adalah pengukuran dimensi tubuh yang sifatnya
dinamis atau disebut sebagai dimensi fungsional.
Pengukuran dimensi tubuh statis lebih mudah dilakukan dibandingkan
dengan pengukuran dimensi dinamis. Pengukuran dimensi tubuh statis
mencakup pengukuran seluruh bagian tubuh dalam posisi standar dan diam
baik dalam posisi berdiri maupun posisi duduk. Penggunaan data dimensi
tubuh statis antara lain dalam proses perancangan peralatan, perancangan
alat- alat dan perlengkapan kerja industri, perancangan tempat duduk,
perancangan peralatan rumah tangga dan lain sebagainya. Proses
perancangan produk peralatan terutama untuk kebutuhan ekspor, harus
dipertimbangkan perbedaan proporsi tubuh diantara kelompok bangsa atau
negara. Perancangan produk untuk kebutuhan ekspor, data antropometri
suatubangsa yang akan dituju harus diketahui lebih mendalam. Sebagai
contoh terdapat perbedaan tinggi badan antara laki-laki Amerika dengan
lelaki Jepang sekitar 100 mm dalam posisi berdiri. Sedangkan pada posisi
duduk turun hingga antara 5 sampai 25 mm (Bridger, 1995). Perbedaan
dimensi ini menunjukkan bahwa rancangan peralatan antara satu Negara
dengan negara yang lain perlu disesuaikan dengan data antropometri dari
negara yang menggunakan rancangan tersebut (Purnomo, 2013).
Pengukuran dilakukan pada posisi tubuh yang dalam keadaan
Standard dan tidak Bergerak (Tetap tegak sempurna). Dimensi tubuh yang
diukur dalam posisi Tegak atau tetap adalah berat, tinggi tubuh dalam posisi
berdiri maupun duduk, panjang lengan ukuran kepala dan sebgainya.
Ukuran ini diambil dengan ukuran persentil tertentu seperti 5-th dan 95-th
persentil (Prapaga,2018).
Berbagai dimensi tubuh manusia yang sering digunakan dalam
berbagai proses perancangan antara lain:
a. Tinggi badan (Tb). Dimensi ini diukur dari lantai sampai kepala bagian
atas secara vertikal dalam posisi berdiri dengan kepala tegak. Dimensi
ini digunakan untuk perancangan peralatan atau fasilitas yang berbasis
vertikal dengan posisi berdiri. Penggunaan ukuran tinggi badan salah
satunya adalah perancangan tinggi pintu. Rancangan tinggi pintu yang
ada telah di rancang untuk mengakomodasi 99% populasi pengguna.
Fungsi lain adalah digunakan untuk menetapkan tinggi minimal
rancangan yang menimbulkan gangguan kepala seperti tinggi pintu
bus, tinggi pintu pesawat, tinggi cabin pesawat dan sebagainya.
b. Tinggi mata berdiri (Tmb). Dimensi ini diukur dari lantai sampai mata
subjek secara vertikal dalam posisi berdiri dengan kepala tegak.
Dimensi ini digunakan untuk merancang peralatan yang membutuhkan
pandangan lurus ke depan dalam posisi berdiri. Rancangan peralatan
seperti monitor yang digunakan dengan posisi berdiri merupakan
contoh yang menggunakan dimensi Tmb. Pada prinsipnya rancangan
ini untuk meng akomodasi subjek yang paling pendek agar dapat
melihat peralatan tersebut dengan nyaman.
c. Tinggi bahu berdiri (Tbb). Dimensi ini diukur dari lantai sampai
dengan bahu subjek secara vertikal dalam posisi berdiri. Titik
pengukuran bahu pada acromion yaitu tulang bahu bagian atas, dimana
tulang acromion dapat perpindah tempat mengikuti gerakan rotasi ke
atas dan ke bawah. Dimensi ini digunakan untuk merancang peralatan
terkait dengan penggunaan lengan atas dan bahu. Penggunaan dimensi
Tbb dengan pertimbangan bahwa subjek yang terpendek tidak
mengangkat lengan diatas tinggi bahu dalam menggunakan alat.
d. Tinggi siku berdiri (Tsb). Dimensi ini diukur dari lantai sampai bagian
bawah siku secara vertikal dalam posisi berdiri. Dimensi ini
digunakan untuk merancang ketinggian maksimum permukaan meja
kerja untuk posisi berdiri. Konsep perancangan ini juga sama dengan
konsep perancangan yang menggunakan Tmb dan Tbb yaitu subjek
yang paling
pendek dapat menggunakan peralatan tersebut dengan nyaman tanpa
harus mengangkat siku dalam menggunakannya.
e. Tinggi pinggul (Tp). Dimensi ini diukur dari lantai sampai pinggul
secara vertikal dalam posisi berdiri. Titik pengukuran tulang pinggul
terletak pada tulang greater trochanter. Pengukuran tinggi pinggul
digunakan sebagai dasar untuk menentukan panjang tungkai. Dimensi
ini digunakan untuk merancang kedalaman peralatan yang
menggunakan tungkai seperti kedalaman pedal gas dan rem pada
kokpit mobil serta untuk menentukan kedalaman kokpit pesawat.
f. Tinggi buku jari berdiri (Tbjb). Dimensi ini diukur dari lantai sampai
metakarpal secara vertikal dalam posisi berdiri. Titik pengukuran buku
jari yaitu buku jari dari jari tengah. Dimensi ini digunakan untuk
merancang peralatan tangan atau alat bantu yang digunakan untuk
posisi berdiri seperti pegangan tangga. Pheasent and Haslegraf (2006)
merekomendasikan rancangan pegangan tangan, seperti pegangan
tangga diperkirakan 10 cm diatas buku jari.
g. Tinggi ujung jari berdiri (Tujb). Dimensi ini diukur dari lantai sampai
ujung jari secara vertikal dalam posisi berdiri. Titik pengukuran ujung
jari yaitu pada dactylion (ujung jari bagian tengah). Dimensi ini
digunakan dalam merancang peralatan seperti tombol atau
kontroluntuk menentukan ketinggian minimum agar mudah dalam
menjangkau peralatan dengan berdiri.
h. Tinggi duduk (Td). Dimensi ini diukur dari permukaan tempat duduk
sampai kepala bagian atas secara vertikal dalam posisi duduk tegak.
Dimensi digunakan untuk merancang ruang kokpit pesawat, kabin
mobil, kabin pesawat.
i. Tinggi mata duduk (Tmd). Dimensi ini diukur dari permukaan tempat
duduk sampai mata secara vertikal dalam posisi duduk. Dimensi ini
digunakan untuk merancang ketinggian monitor atau display yang
dioperasikan dengan duduk. Kenyamanan dalam merancang
ketinggian monitor komputer atau display diupayakan agar kepala
tidak menengadah maupun merunduk terlalu dalam. Dengan
demikian
dimensi tinggi mata duduk cukup penting sebagai acuan dalam
merancang ketinggian monitor atau display.
j. Tinggi siku duduk (Tsd). Dimensi ini diukur dari permukaan tempat
duduk sampai bagian bawah siku secara vertikal dalam posisi duduk.
Dimensi ini digunakan untuk merancang ketinggian sandaran lengan
pada kursi. Selain untuk merancang sandaran lengan, juga dapat
digunakan untuk menyesuaikan rancangan permukaan meja kerja
untuk operator duduk.
k. Tinggi bahu duduk (Tbd). Dimensi ini diukur dari permukaan tempat
duduk sampai bahu bagian atas. Titik pengukuran bahu bagian atas
adalah acromion. Dimensi ini merupakan pusat gerakan rotasi ke atas
dan ke bawah yang digunakan sebagai dasar untuk merancang
ketinggian peralatan kerja agar bahu tidak terangkat.
l. Tinggi popliteal (Tpo). Dimensi ini diukur dari lantai sampai popliteal
(lutut bagian belakang) secara vertikal dalam posisi duduk. Dimensi ini
biasa digunakan untuk menentukan ketinggian maksimum permukaan
tempat duduk. Tinggi tempat duduk yang dirancang diupayakan agar
orang yang mempunyai Tpo paling pendek dapat menggunakan kursi
tersebut dengan nyaman.
m. Tinggi lutut (Tl). Dimensi ini diukur dari lantai sampai lutut bagian
atas secara vertikal dalam posisi duduk. Dimensi Tl ini digunakan
sebagai dasar untuk merancang ketinggian permukaan meja kerja
bagian bawah. Agar orang yang menggunakan meja kerja merasa
nyaman, diperlukan kelonggaran yang cukup untuk ruang gerak kaki.
n. Panjang paha (Pp). Dimensi ini diukur dari lutut bagian luar sampai
pantat secara horisontal dalam posisi duduk. Penggunaan dimensi ini
salah satunya digunakan sebagai dasar untuk merancang jarak antar
kursi seperti kursi bus atau pesawat. Jarak antar kursi tersebut perlu
ditambah dengan kelonggaran agar lutut tidak menyentuh kursi bagian
depan. Jika memungkinkan dapat digunakan untuk akses keluar
masuk.
o. Panjang popliteal-pantat (Ppp). Dimensi ini diukur dari lutut bagian
dalam sampai pantat secara horisontal dalam posisi duduk. Dimensi
ini
digunakan untuk merancang panjang alas kursi. Panjang alas kursi
tidak boleh terlalu panjang yang melebihi panjang popliteal-pantat
atau terlalu pendek karena tidak nyaman untuk digunakan.
p. Lebar bahu (Lb). Pengukuran lebar bahu terdiri dari dua jenis
pengukuran yaitu pengukuran deltoid dan akromial. Lebar bahu
berdasarkan pengukuran deltoid adalah jarak antara otot deltoid bagian
luar kanan dan kiri yang diukur secara horisontal. Sedangkan lebar
bahu berdasarkan pengukuran akromial adalah jarak antara tulang
akromial kanan dan kiri yang diukur secara horisontal. Dalam
perancangan yang sering digunakan adalah lebar bahu berdasarkan
pengukuran deltoid yang merupakan lebar bahu maksimal karena
diukur sisi paling luar dari otot deltoid. Dimensi ini digunakan untuk
merancang lebar pintu atau gang, dan diharapkan orang yang bahunya
paling lebar dapat menggunakan fasilitas tersebut.
q. Lebar pinggul (Lp). Dimensi ini diukur secara horisontal dari pinggul
sisi kanan dan kiri dalam posisi duduk. Kegunaan pengukuran dimensi
ini salah satunya adalah untuk menentukan lebar kursi, dimana orang
yang paling besar pinggulnya dalam populasi pengguna dapat
menggunakan kursi tersebut.
r. Jangkauan vertikal duduk (Jvd). Dimensi ini diukur dari alas duduk
sampai ujung jari secara vertikal dalam posisi duduk. Dimensi ini
digunakan untuk merancang tinggi alat atau kontrol agar mudah
dijangkau terutama subjek dengan jangkauan terpendek pada posisi
duduk. Implementasi ini bisa kita lihat pada stasiun perakitan alat-alat
elektronik, dimana obeng digantung diatas kepala operator. Tinggi
obeng tentunya harus mudah dijangkau oleh operator. Jvd juga
digunakan untuk merancang pegangan yang digunakan dengan
menggenggam. Dalam hal ini pengukuran tidak pada ujung jari
melainkan pada pusat genggaman tangan.
s. Jangkauan vertikal berdiri (Jvb). Dimensi ini diukur dari lantai sampai
ujung jari secara vertikal dalam posisi berdiri. Dimensi ini digunakan
untuk merancang tinggi kontrol agar mudah dijangkau dalam posisi
berdiri, terutama subjek dengan jangkauan terpendek. Jvb sering
digunakan untuk merancang tinggi tombol atau peralatan yang
digunakan pegangan tangan. Dalam hal ini pengukuran dilakukan
pada pusat genggaman tangan.
t. Jangkauan horisontal duduk (Jhd) dan Jangkauan horisontal berdiri
(Jhb). Dimensi ini diukur dari tulang akromial sampai ujung jari secara
horisontal dalam posisi duduk maupun dalam posisi berdiri. Dimensi
ini digunakan untuk merancang jarak fasilitas atau alat agar mudah
dijangkau terutama subjek dengan jangkauan terpendek pada posisi
duduk maupun berdiri. Hal ini diharapkan operator dapat
mengoperasikan peralatan dengan nyaman tanpa harus membungkuk
atau memeringkan badan.
2. Pengukuran Dimensi Dinamis
Dimensi dinamis atau fungsional merupakan dimensi tubuh yang
diukur dalam kondisi kerja atau adanya pergerakan yang dibutuhkan dalam
suatu kerja. Pengukuran antropometri dimensi dinamis atau fungsional
cukup sulit karena harus mempertimbangkan gerakan tubuh. Dilakukannya
pengukuran dimensi tubuh secara dinamis dengan pertimbangan bahwa
manusia pada dasarnya terus menerus dalam keadaan bergerak. Secara nyata
tubuh manusia sebenarnya tidak pernah dalam kondisi diam atau statis.
Meskipun seseorang melakukan kerja dalam kondisi diam, namun tubuh
manusia pada saat tertentu akan meregang, di saat yang lain akan melakukan
relaksasi.
Pengukuran dimensi dinamis penting untuk dilakukan karena terdapat
beberapa rancangan yang tidak dapat disediakan oleh data dimensi statis
atau struktural, seperti gerakan menjangkau maksimum subjek yang berdiri
atau area bebas gerakan tangan (Bridger, 1995). Operator yang melakukan
aktivitas banyak terkait dengan dimensi dinamis atau fungsinal seperti
gerakan mengambil atau menyimpan barang atau benda. Oleh sebab itu
dalam penerapan data antropometri untuk perancangan yang dibutuhkan
tidak hanya data dimensi statis atau struktural saja melainkan harus
mempertimbangkan aspek dinamis dari pergerakan tubuh manusia. Data
antropometri statis
maupun dinamis sama pentingnya bagi perancang fasilitas kerja. Pada
umumnya pengukuran dimensi tubuh sering dilakukan dengan dimensi statis
atau struktural, karena kemudahan dalam pengukuran. Oleh karena itu data
yang diukur dengan dimensi tubuh statis dan struktural perlu dirubah
menjadi data dalam kategori dimensi dinamis atau fungsional. Meskipun
tidak ada metode yang standar untuk merubah data statis menjadi dinamis,
Kroemer dalam Wickens (2004) membuat sebuah perkiraan antara lain:
a) Tinggi (badan, mata, bahu, pinggul) dapat dikurangi sampai 3 persen.
b) Tinggi siku bisa tidak berubah atau ditingkatkan sampai dengan 5
persen jika siku perlu dinaikan untuk kerja.
c) Jarak jangkauan kedepan ataupun kesamping dapat diturunkan sampai
30 persen jika diinginkan kemudahan dalam menjangkau dan dapat
dinaikan sampai 20 persen jika diperlukan gerakan bahu dan
punggung.
Data antropometri yang digunakan dalam perancangan alat kerja
maupun fasilitas kerja tidak bisa digunakan secara terus menerus sepanjang
hayat. Hal ini sudah terbukti bahwa dimensi tubuh manusia dari tahun ke
tahun mengalami perubahan. Oleh karena itu perlu dievaluasi penggunaan
data antropometri secara terus menerus. Perubahan dimensi tubuh manusia
seperti disebutkan diatas dipengaruhi oleh beberapa hal seperti peningkatan
kemakmuran, kesejahteraan dan tingkat gizi masyarakat. Dalam konsep
perancangan alat kerja fasilitas kerja perlu dipertimbangkan secara
kemprehensif. Dengan demikian data antropometri bukanlah satu-satunya
sumber informasi atau alat bantu yang sangat akurat dan dijamin
ketepatannya bagi para perancang khususnya dalam perancangan yang
sifatnya dinamis. Oleh karena itu data antropometri merupakan salah satu
sumber informasi dari berbagai sumber yang ada, meskipun data
antropometri dijadikan sebagai sumber ukuran dari sebuah perancangan.
Teknik pengukuran dimensi statis atau struktural agak berbeda dengan
teknik pengukuran dinamis atau fungsional. Pengukuran dimensi dinamis
atau fungsional yang sering dilakukan antara lain:
1. Panjang badan tengkurap (Pbt). Pengukuran panjang badan tengkurap
dilakukan dengan cara badan tengkurap dengan posisi tangan
terlentang
kedepan dengan posisi kaki lurus. Panjang badan tengkurap diukur
dari tangan ( ujung jari tengah atau kepalan tangan, sesuai kebutuhan)
sampai dengan ujung jari kaki secara horisontal.
2. Tinggi badan tengkurap (Tbt). Pengukuran tinggi badan tengkurap
dilakukan dengan cara yang sama seperti Ptt, namun posisi kepala
terangkat keatas maksimal. Tinggi badan tengkurap diukur dari lantai
sampai dengan bagian atas kepala secara vertikal.
3. Tinggi badan jongkok (Tbj). Pengukuran tinggi badan jongkok
dilakukan pada posisi jongkok dengan badan tegak. Kaki kanan atau
kiri menumpu pada lantai sedangkan kaki lainya bertumpu pada jari
kaki. Tbj diukur dari lantai sampai kepala bagian atas secara vertikal.
4. Panjang badan merangkak (Pbm) Pengukuran panjang badan
merangkak dilakukan dengan posisi badan merangkak yang ditopang
oleh kedua tungkai bawah dan kedua tangan. Pbm diukur dari kepala
bagian depan sampai ujung jari kaki.
5. Tinggi badan merangkak (Tbm) Tinggi badan merangkak dilakukan
dengan cara yang sama seperti Pbm. Tbm diukur dari lantai sampai
kepala bagian atas pada posisi merangkak.
Salah satu kegunaan ukuran Tbt, Tbj dan Tbm adalah untuk
menentukan tinggi lorong untuk orang yang masuk dengan kondisi
tengkurap, jongkok maupun merangkak. Pengukuran tinggi lorong
didasarkan pada ukuran Tbt, Tbj dan Tbm ditambah dengan kelonggaran.
Dikarenakan tinggi lorong merupakan dimensi ruang, maka
pengukuranketiga dimensi tersebut menggunakan persentil besar yaitu
persentil ke-95 atau ke-99.
Selain pengukuran dimensi dinamis tersebut diatas, pengukuran
dimensi dinamis yang terkait dengan perancangan kerja, sering
diaplikasikan dalam perancangan daerah kerja horisontal dan vertikal untuk
kerja duduk, kerja berdiri maupun kerja duduk-berdiri. Sering kita jumpai
seorang pekerja dalam melakukan tugas pekerjaannya menghadapi banyak
hal yang membatasi pergerakaannya. Sebagai contoh saat menjangkau,
operator duduk harus menjaga keseimbanganya karena benda kerja di luar
batas jangkauan.
Pengukuran dimensi dinamis digunakan juga untuk menentukan lebar gang
(aisle). Lebar gang yang didasarkan pada lebar bahu dengan ditambahkan
kelonggaran. Lebar gang untuk dua orang dengan mempertimbangkan
kelonggaran yang terdiri dari kelonggoran antar orang, kelonggaran antara
orang dengan sisi kanan dan kiri pembatas. Secara umum, para perancang
memprediksi lebar gang untuk satu orang berkisar 60 cm, sehingga lebar
gang untuk dua orang sekitar 120 cm (Purnomo, 2013).
2.3 Dimensi Antropometri Tubuh Manusia
Antropometri berperan penting dalam bidang perancangan industri,
perancangan pakaian, ergonomik, dan arsitektur. Dalam bidang-bidang tersebut,
data statistik tentang distribusi dimensi tubuh dari suatu populasi diperlukan untuk
menghasilkan produk yang optimal. Perubahan dalam gaya kehidupan sehari-hari,
nutrisi, dan komposisi etnis dari masyarakat dapat membuat perubahan dalam
distribusi ukuran tubuh (misalnya dalam bentuk epidemik kegemukan), dan
membuat perlunya penyesuaian berkala dari koleksi data antropometri. Jadi
anthropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia tentang ukuran, bentuk dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah design (Note, 2019).
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara
lain:
1. Umur Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, akan menjadi
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Menurut
Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur yang digunakan adalah tahun
umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan
bulan usia penuh (Completed Month).
2. Berat Badan Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting
dan paling sering digunakan. Pada bayi baru lahir (neonatus), berat badan
digunakan untuk mendiagnosis bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR
apabila berat bayi lahir di bawah 2500 gram (2,5 kg). Pada masa bayi-balita,
berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun
status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperi dehidrasi, asites, edema,
dan adanya tumor. Di samping itu pula berat badan dapat dipergunakan
sebagai dasar perhitungan obat dan makanan Berat badan menggambarkan
jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak
tubuh cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada orang yang
edema dan asites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Sedangkan adanya
tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada
orang kekurangan gizi.
3. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui
dengan tepat. Di samping itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang
penting karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan,
faktor umur dapat dikesampingkan. Pengukuran tinggi badan pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Microtoise yang
mempunyai ketelitian 0,1 cm. d. Lingkar Lengan Atas Lingkar lengan atas
(LILA) dewasa ini merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi,
karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan alatalat yang sulit diperoleh
dengan harga yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian, terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk
indeks status gizi, antara lain:
a) Baku lingkar lengan atas yang digunakan sekarang belum mendapat
pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini
didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan
perbedaan angka prevalensi KEP yang cukup berarti antar penggunaan
LILA di satu pihak dengan berat bedan menurut umur atau berat menurut
tinggi badan maupun indeks-indeks lain di pihak lain.
b) Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan
pengukur)relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan,
mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA
daripada tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih
berarti pada LILA dibandingkan dengan tinggi badan.
c) Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah),
tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak
demikian halnya dengan berat badan. Alat ukur yang digunakan
merupakan suatu pita pengukur yang terbuat dari fiberglass atau jenis
kertas tertentu berlapis plastik.
4. Lingkar Pinggang dan Pinggul Pengukuran lingkar pinggang dan pinggul
harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan posisi pengukuran harus tepat.
Perbedaan posisi penguuran akan memberikan hasil yang berbeda. Seidell,
dkk (1987) memberikan petunjuk bahwa rasio lingkar pinggang dan pinggul
untuk perempuan adalah 0,77 dan 0,90 untuk laki-laki.
5. Lingkar Kepala Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu
kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan
patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang
sering digunakan adalah kepala besar (hidrosefalus) dan kepala kecil
(mikrosefalus). Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak
dan tulang tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat pada tahun
pertama, akan tetapi besar lingkaran kepala tidak menggambarkan keadaan
kesehatan dan gizi. Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang
kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Dalam
antropometri gizi, rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dalam
menentukan KEP pada anak. Lingkar kepala dapat juga digunakan sebagai
informasi tambahan dalam pengukuran umur.
6. Lingkar Dada Pengukuran lingkar dada biasanya dilakukan pada anak yang
berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada
umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan
pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio
lingkar kepala dan lingkar dada adalah kurang dari 1. Hal ini dikarenakan
akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan atau kelemahan otot dan
lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indikator dalam
menentukan KEP pada anak balita.
7. Tebal Lemak di Bawah Kulit Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran
ketebalan lemak bawah kulit(skinfold) dilakukan pada beberapa bagian
tubuh,
misalnya padambagian lengan atas (biceps dan triceps), lengan bawah
(forearm), tulang belikat (subscapular), di tengah garis ketiak (midaxillary),
sisi dada (pectoral), perut (abdominal), paha (suuprailiaca), tempurung lutut
(suprapatellar), dan pertengahan tungkai bawah (medial calf) (Arya Utami,
2016).
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Data Antropometri Manusia
Beberapa rancangan peralatan industri di Indonesia banyak menimbulkan
persoalan terkait dengan dimensi tubuh manusia. Peralatan yang didatangkan dari
Amerika dan Eropa akan menyulitkan orang Indonesia, karena dimensi peralatan
tersebut disesuikan dengan dimensi orang Eropa dan Amerika. Akan tetapi
peralatan yang di produksi oleh Jepang relatif lebih nyaman digunakan oleh
pekerja Indonesia karena dimensi tubuh orang Indonesia dengan Jepang relatif
sama. Dengan demikian tingkat kenyamanan peralatan tergantung dengan
kesesuaian antara demensi peralatan dengan dimensi tubuh pengguna. Oleh karena
itu perancangan peralatan yang digunakan harus ergonomis artinya dimensi
peralatan harus selaras dengan dimensi tubuh pengguna. Pada dasarnya
perancangan fasilitas kerja secara ergonomi ditujukan untuk mendapatkan
kepuasan bagi pengguna fasilitas kerja. Kepuasan tersebut dapat berupa
keamanan, kenyamanan maupun kesehatan yang ditinjau dari sudut pandang ilmu
anatomi, fisiologi, psikologi, kesehatan, dan keselamatan kerja.
Sulitnya merancang peralatan dikarenakan tubuh manusia mempunyai
variasi. Sehingga dalam perancangan fasilitas kerja, faktor manusia memang
mutlak untuk diperhitungkan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa
manusia mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Sebagai contoh rerata tinggi badan orang laki-laki lebih tinggi sekitar 13
cm dibandingkan dengan perempuan (Helander, 2006). Rerata tinggi badan orang
laki- laki di Amerika 167 cm sedangkan di Vietnam 152 cm sehingga mobil yang
di rancang untuk populasi orang Amerika hanya sekitar 10% sesuai dengan orang
Vietnam, ketidaksesuian ini di konpensasi dengan menggunakan kursi yang dapat
disesuaikan (Chapanis, 1974). Variabilitas dimensi tubuh manusia dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain: umur, jenis kelamin, ras/etnik, jenis
pekerjaan/profesi, geografi dan sebagainya.

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
1. Umur
Sebuah rancangan akan nyaman digunakan jika sesuai dengan umur
pengguna. Rancangan peralataan untuk anak-anak akan berbeda dengan rancangan
peralatan untuk orang dewasa. Dengan demikian umur merupakan salah satu
faktor
yang harus diperhatikan dalam perancangan fasilitas, dikarenakan variabilitas
dimensi tubuh manusia salah satunya dipengaruhi oleh umur. Pertumbuhan
manusia berawal dari manusia lahir sampai usia dewasa, dan akan berhenti pada
umur tertentu. Lakilaki dan perempuan mempunyai batas pertumbuhan yang
berbeda, dimana pertumbuhan tinggi badan laki-laki biasanya berhenti pada usia
duapuluhan tahun. Sedangkan untuk perempuan akan berhenti lebih awal
dibandingkan laki-laki. Stoudt et al., (1960) menjelaskan bahwa perempuan secara
kontinyu akan tumbuh tinggi badannya tiap tahun dan akan berhenti pada umur
sekitar 17 tahun. Sedangkan untuk lakilaki akan berhenti pada usia 20 tahun.
Semakin tua usia seseorang semakin pendek orang tersebut. Hal ini disebabkan
kerana tergerusnya disk pada tulang belakang dan menurunnya tingkat elastisitas
tulang belakang. Trotter dan gleser dalam Pulat (1992) menjelaskan bahwa
seseorang akan mengalami penurunan tinggi badan pada usia 40 tahun dan
perempuan lebih cepat penurunannya dibandingkan laki-laki.
2. Jenis kelamin
Selain faktor umur, variabilitas dimensi tubuh manusia dipengaruhi oleh
faktor jenis kelamin. Secara kodrati tinggi badan laki-laki dewasa mempunyai
rerata lebih tinggi dibandingkan dengan dimensi tubuh perempuan dewasa. Bila
ada perempuan mempunyai dimensi tubuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan
laki- laki maka perlu dilihat asal usul perempuan tersebut, ada kemungkinan
berasal dari keturunan bangsa lain, hal itu merupakan anomali. Secara umum
lelaki dewasa mempunyai dimensi tubuh yang lebih besar dibanding perempuan
untuk sebagian
besar dimensi tubuh. Walaupun laki-laki secara umum lebih besar daripada
perempuan, namun beberapa dimensi, seperti ukuran pinggul dan paha tidak ada
perbedaan yang cukup besar antara laki-laki dan perempuan, tetapi untuk ketebalan
lipatan kulit (skinfold thickness) perempuan melampaui lakilaki (Wickens, et al.,
2004).

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
3. Ras asli

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
Variabilitas dimensi tubuh manusia disebabkan juga karena perbedaan ras
dan kelompok etnis. Adanya perpindahan penduduk baik tetap atau sementara
darisuatu negara ke negara lainnya seringkali menimbulkan masalah dalam hal
rancangan fasilitas kerja terutama bila perpindahannya dikaitkan dengan masalah
pekerjaan. Misalkan, orang Indonesia menjadi tenaga kerja di suatu industri di
Amarika dan Eropa, maka hal tersebut akan sangat berpengaruh dalam proses
perancangan fasilitas kerja berkaitan dengan perbedaan antropometri orang
Amerika dan Eropa dengan orang Indonesia. Penelitian tentang antropometri
yangdilakukan dengan
objek laki-laki kulit hitam dan kulit putih pada para penerbang pesawat tempur
Amerika Serikat menunjukkan bahwa rerata tinggi badan hampir sama, tetapi
untuk kulit hitam cenderung lebih panjang pada lengan dan tungkai dan lebih
pendek pada torso/tubuh dibanding orang kulit putih (NASA, 1978). Variasi
dimensi tubuh ini
lebih jelas perbedaan antara orang Asia Tenggara dengan Eropa dan Amerika.
Sebagian besar orang Asia Tenggara lebih pendek dibandingkan dengan orang
Eropa dan Amerika. Namun demikian ada sebagian kecil orang Asia Tenggara
yang lebih besar dibandingkan dengan orang Eropa danAmerika.
4. Variabilitas Jenis Pekerjaan atau Profesi
Perbedaan dimensi tubuh dapat dilihat pada jenis pekerjaan atau profesi
yang dilakukan. Seorang tukang batu atau petani yang pekerjaannya mencangkul
mempunyai lengan lebih besar dibandingkan dengan pegawai negeri sipil. Kondisi
ini disebabkan karena seorang tukang batu atau petani lebih banyak menggunakan
lengan untuk aktivitas kerja. Profesi seseorang sebagai peragawati mempunyai
dimensi tubuh yang tinggi dan langsing dibandingkan dengan wanita umumnya.
Profesi ini menjadi tuntutan sehingga seorang peragawati harus tetap menjaga
kelangsingan tubuhnya. Seseorang yang mempunyai profesi sebagai atlit
mempunyai dimensi tubuh yang berbeda dari jenis olahraga yang lain. Pemain
basket profesional mempunyai dimensi tubuh yang berbeda dengan atlit lari
maraton. Kecenderungannya pemain basket mempunyai tinggi badan lebih tinggi
di bandingkan dengan atlit yang lainnya. Sedangkan pelari maraton mempunyai
dimensi tubuh lebih kurus dibandingkan dengan atlit lain. Perbedaan ini
dikarenakan tuntutan profesi. Dengan demikian profesi seringkali mensyaratkan
dimensi tubuh yang dikehendaki. Hal ini ditujukan untuk kenyamanan dan
keamanan pekerja dalam menggunakan peralatan yang ada. Seorang pilot dituntut
memenuhi persyaratan postur tubuh yang proporsional. Tinggi badan menjadi
persyaratan utama karena harus menyesuaikan dengan fasilitas kerja yang ada di
pesawat. Hal ini disebabkan karena biaya pembuatan pesawat yang relaif sangat
besar dan dalam jumlah yang tidak besar maka bukan fasilitas kerja yang
menyesuaikan, sebaliknya harus ada persyaratan tertentu bagi pemakainya untuk
menggunakan peralatan tersebut terutama berkaitan dengan penggunaan kontrol
dan display.
5. Lingkungan Daerah
Lingkungan daerah menentukan dimensi tubuh manusia, orang yang tinggal
di daerah pegunungan akan berbeda dengan orang yang tinggal di daerah pesisir
atau orang yang tinggal di perkotaan. Orang yang tinggal di pedesaan cenderung
lebih kurus didandingkan dengan orang yang tinggal di kota. Hasil penelitian
Devi
et al., (2008) menjelaskan bahwa ketebalan lipatan kulit yang diambil di enam
lokasi tubuh menunjukkan bahwa orang kota mempunyai komposisi lemak lebih
tinggi dibandingkan orang pedesaan. Kondisi ini dikarenakan orang pedesaan lebih
sering berjalan kaki dan menggunakan alat-alat manual dibandingkan dengan
orang perkotaan.
6. Tingkat sosial dan status nutrisi
Perbedaan dimensi tubuh manusia juga dipengaruhi oleh tingkat sosial dan
status nutrisi. Tingkat sosial tinggi akan berdampak pada pemenuhan gizi yang
cukup dan baik. Dengan demikian orang yang tingkat sosialnya rendah dengan
status nutrisi yang rendah akan mempunyai dimensi tubuh lebih kecil
dibandingkan dengan status nutrisi yang baik. Generasi saat ini kecenderunganya
mempunyai dimensi tubuh yang lebih tinggi dan besar dibandingkan dengan
generasi masa lalu. Hal ini disebabkan generasi sekarang sudah tercukupi
kebutuhan nutrisinya. Annis
dalam Wickens, et. al., (2004) menjelaskan bahwa terjadi kecenderungan
perubahan tinggi badan orang Amerika sejak tahun 1840 dan tercatat terjadi
pertumbuhan tinggi badan sekitar 1 cm per dekade. Peningkatan dimensi tubuh
kemungkinan disebabkan oleh peningkatan status sosial dan status nutrisi

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
(Purnomo, 2013).

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
7. Posisi tubuh
Sikap atau posisi tubuh berpengaruh terhadap dimensi ukuran tubuh,
sehingga posisi standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. Posisi tubuh
dikenal dua cara pengukurannya yaitu :
a. Pengukuran dimensi struktur tubuh.
b. Pengukuran dimensi fungsional tubuh.
8. Cacat tubuh
Data antropometri khusus diperlukan untuk merancang produk bagi orang-
orang cacat seperti kursi roda, kaki atau tangan palsu, dan lain-lain.
9. Tebal atau tipisnya pakaian yang dikenakan Iklim
yang berbeda akan mempengaruhi variasi yang berbedabeda dalam bentuk
rancangan dan spesifikasi pakaian. Sehingga dimensi manusia akan berbeda-beda
dari satu tempat dengan tempat lainnya.
10. Kehamilan
Kondisi kehamilan akan mempengaruhi dimensi ukuran dan bentuk tubuh
wanita. Hal tersebut memerlukan perhatian yang khusus terhadap perancangan
produk yang dirancang (Susanti et al., 2015).
2.5 Penerapan Data Antropometri
Penerapan data antropometri dewasa ini telah digunakan pada semua aspek
kehidupan, baik kehidupan pribadi, di rumah tangga maupun di industri. Sebagai
contoh dalam kehidupan pribadi, seseorang dalam kehidupan sehari-hari tidak
akan suka memakai sepatu yang tidak sesuai dengan ukuran kaki kita. Jika kita
paksakan memakai sepatu yang tidak sesuai dengan ukuran kaki, maka tidak akan
dapat berjalan dengan nyaman. Pada saat kita duduk di kantor, di kampus maupun
dirumah, kita akan merasa tidak nyaman jika kursi yang kita gunakan untuk duduk
terlalu pendek atau terlalu tinggi, kita juga akan merasa tidak nyaman jika kita
duduk di atas kursi yang terlalu lebar atau terlalu sempit. Pada kehidupan rumah
tangga juga tidak terlepas dari perancangan perabot rumah tangga. Kita tidak akan
merasa nyaman ketika kita menggunakan perabot rumah tangga yang tidak sesuai
dengan dimensi tubuh kita. Begitu juga di industri pekerja akan merasa tidak
nyaman jika menggunakan alat-alat kerja yang terlalu kecil atau terlalu besar atau
pekerja tidak dapat menjangkau suatu objek jika benda tersebut terlalu tinggi atau

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
terlalu jauh dari meja kerja. Paparan di atas menunjukkan bahwa rancangan
produk, peralatan kerja dan stasiun kerja harus sesuai dengan dimensi tubuh
manusia sebagai pengguna. Ketidaksesuaian hasil rancangan dengan dimensi
tubuh manusia akan berdampak pada ketidaknyaman dalam menggunakan
rancangan tersebut sehingga akan menimbulkan kelelahan dini dan stres kerja. Jika
hal ini berlangsung cukup lama akan menimbulkan kesalahan dalam
melaksanakan kerja dan dampak yang lebih buruk lagi terjadinya kecelakaan kerja.
Drury et al., (2006) menjelaskan bahwa tenaga kerja di Amerika mengalami
gangguan muskuloskeletal sebagai dampak dari perancangan tempat kerja yang
tidak baik. Biaya tahunan yang harus ditanggung dari gangguan muskuloskeletal
sekitar $45 sampai dengan $54 juta per tahun. Beberapa industri di Indonesia
sering kita jumpai rancangan peralatan kerja maupun stasiun kerja belum sesuai
dengan dimensi tubuh pekerja. Sebagai contoh rancangan display di industri yang
sulit untuk dibaca oleh operator. Contoh lain adalah operator melakukan kerja
dimana benda kerjanya ada dilantai, sehingga operator melakukan aktivitas
dengan sikap kerja membungkuk atau duduk di kursi yang pendek. Sikap kerja
demikian akan menyebabkan kelelahan dini bahkan bisa terjadi cedera tulang
punggung maupun tulang leher. Kasus lain yang sering kita jumpai adalah
perancangan peralatan ruang kelas untuk Sekolah Dasar (SD),dimana rancangan
meja dan kursi untuk kelas satu sampai dengan kelas enam mempunyai ukuran
yang sama. Kondisi ini menjadikan siswa kelas satu sampai dengan kelas tiga
yang mempunyai dimensi tubuh lebih kecil dari siswa kelas empatsampai kelas
enam akan merasa tidak nyaman dalam mengikuti pelajaran. Beberapapenelitian
terkait dengan perancangan meja dan kursi sekolah dasar telah banyak dilakukan.
Penelitian yang dilakukan tersebut berupa usulan rancangan dan implementasi
rancangan berbasis ergonomi untuk mengurangi keluhan muskuloskeletal
(Achiraeniwati et al., 2007; Ismunanto 2007 dan Saputro, 2008). Akan tetapi hasil
penelitian tersebut belum mendapat respon positif dari para pemangku
kepentingan sehingga sering kita jumpai rancangan meja dan kursi yangbelum
sesuai dengan dimensi tubuh murid SD. Pesatnya perkembangan teknologi yang
diikuti dengan tuntutan masyarakat yang tinggi terhadap produk, maka produsen
telah banyak yang menggunakan data antropometri untuk merancang produknya.
Rancangan produk tersebut umumnya dilakukan oleh produsen yang

MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI

MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
memproduksi produk dengan merk terkenal seperti rancangan kursi, sepeda,
tempat tidur, mesin, dan sejumlah peralatan kerja yang biasa digunakan.
Disamping produk yang digunakan secara umum oleh masyarakat, penggunaan
data antropometri lebih menjadi persyaratan dan mutlak digunakan untuk
kalangan militer. Rancangan peralatan militer seperti senjata, ransel maupun
peralatan yang lainnya harus sesuai dengan dimensi tubuh personil militer.
Kesesuaian peralatan dengan dimensi tubuh personil militer diharapkan dapat
meningkatkan kenyamanan sehingga peralatan
dapat digunakan secara optimal. Rancangan pesawat tempur membutuhkan
kesesuaian yang akurat antara domensi tubuh pengguna dengan rancangan cockpit
pesawat. Kesesuaian rancangan ini bertujuan agar pilot dalam menjalankan
tugasnya mampu mengendalikan pesawat dan peralatan tempur dengan akurat.
Dewasa ini penerapan data antropometri tidak hanya menyangkut karakteristik
peralatan, perlengkapan dan segala sesuatu yang digunakan dalam melakukan
aktivitas kerja, melainkan menyangkut juga perancangan (Purnomo, 2013).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Identifikasi Variabel
Adapun identifikasi variabel dalam laporan ini adalah sebagai berikut:
A. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Dalam hal ini variabel terikatnya adalah produk Peti Mati.
B. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat.
Dalam hal ini yaitu dimensi tubuh yang bersesuaian. Adapun dimensi
pengukuran tubuh yang bersesuaian adalah sebagai berikut:
a. Lebar Bahu (LB)
b. Tinggi Kepala (TK)
c. Tinggi Badan (TB)

PRAKTIKUM PERANCANGAN SISTEM KERJA DAN ERGONOMI


MODUL VI ANTROPOMETRI
SESI JUMAT / 80
3.2 Flowchart
Langkah-langkah dalam penyelesaian masalah adalah sebagai berikut:

Mulai

Studi Lapangan Perumusan Masalah Studi Literatur

Tujuan Penelitian

Identifikasi Variabel

Pengumpulan Data :
a. Lebar Bahu (LB)
b. Tinggi Kepala (TK)
c. Tinggi Badan (TB)

Uji Keseragaman Data

Tidak Data Seragam

Data Tidak Seragam


Uji Kecukupam Data
Data Tidak Seragam

N’ ≤ N

Ya
Menentukan Persentil

A
A

Desain Produk Ergonomis

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Prosedur Praktikum
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum modul Antropometri:
1. Pilih tiga puluh orang yang akan diukur dimensi tubuh sesuai produk
kalian.
2. Lakukan pengukuran berbagai variable dimensi tubuh atau tangan
praktikan sesuai dengan petunjuk asisten dan pedoman pengukuran
Antropometri.
3. Lakukan uji keseragaman data dan uji kecukupan data.
4. Tentukan nilai persentil yang sesuai dengan perencanaan produk dan
buatlah desain produk usulan.
4.2 Data Pengamatan
4.2.1 Desain Produk
Pada penelitian ini digunakan produk Peti Mati yang tidak
ergonomis ketika digunakan sehingga akan diusulkan ukuran yang
dianjurkan dengan pengukuran yang telah ditentukan. Adapun gambar
produk yang akan dirubah ukurannya adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1 Desain Produk
Untuk ukuran desain Peti Mati adalah sebagai berikut:
Tinggi Peti = 125 cm
Lebar Peti = 35 cm
Panjang Peti = 200 cm

4.2.2 Pengumpulan Data


Dari hasil pengumpulan 30 orang yang digunakan untuk sampel
penentuan ukuran Peti Mati didapatkan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Pengukuran
Dimensi Tubuh
Data Pengukuran
LB TK TB
1 11 cm 29 cm 155 cm
2 9 cm 27 cm 157 cm
3 10 cm 27 cm 155 cm
4 8 cm 29 cm 156 cm
5 9 cm 27 cm 159 cm
6 11 cm 28 cm 159 cm
7 9 cm 25 cm 165 cm
8 9 cm 29 cm 162 cm
9 10 cm 20 cm 160 cm
10 8 cm 32 cm 160 cm
11 9 cm 25 cm 165 cm
12 12 cm 28 cm 154 cm
13 9 cm 31 cm 153 cm
14 8 cm 26 cm 170 cm
15 9 cm 29 cm 173 cm
16 12 cm 34 cm 172 cm
17 13 cm 38 cm 170 cm
LB Dimensi Tubuh LB
Data Pengukuran
18 11 cm 30 cm 150 cm
19 8 cm 25 cm 160 cm
20 11 cm 29 cm 163 cm
21 9 cm 20 cm 169 cm
22 8 cm 27 cm 158 cm
23 9 cm 31 cm 160 cm
24 8 cm 25 cm 160 cm
25 8 cm 29 cm 158 cm
26 9 cm 29 cm 164 cm
27 9 cm 30 cm 168 cm
28 10 cm 24 cm 159 cm
29 8 cm 30 cm 170 cm
30 11 cm 25 cm 160 cm
∑𝑋 285 838 4844

∑ 2 81225 702244 23464336


𝑋

Keterangan:
LB : Lebar Bahu
TK : Tinggi
Kepala TB :
Tinggi Badan
4.3 Analisis dan Pembahasan
4.3.1 Uji Keseragaman Data
a. Lebar Bahu (LB)
1. Rata-Rata
∑𝑥 285
𝑋̅ = = = 9,5
𝑁 30
∑(𝑋𝑖−𝑋) 2
2. SD = √
𝑛−1

(8−8,9)2+ (7−8,9)2+⋯+(11−8,9)2
=√
30−1

= 1,408
3. Uji Keseragaman

Data BKA = 𝑋̅ + 2𝜎𝑥


= 9,5 + 2(1,408)
= 12,3162
BK = 𝑋̅
= 9,5
BKB = 𝑋̅ – 2𝜎𝑥
= 9,5 – 2(1,4081)
= 6,6837

Dari data diatas dapat dibuat grafik uji keseragaman Lebar


Bahu (LB) sebagai berikut:
Data Pengukuran

Lebar Bahu
13
14 12 12
11 11 11 11 11
12 10 10 10
9 9 9 8 8 9 9
10 88

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930
Jumlah Pengamatan

Data BKA CL BKB

Gambar 4.2 Uji Keseragaman Lebar Bahu

b. Tinggi Kepala (TK)


1. Rata-Rata
∑𝑥 838
𝑋̅ = = = 27,9
𝑁 30
∑(𝑋𝑖−𝑋) 2
2. SD = √
𝑛−1

(48−53,3) 2+ (53−53,3)2+⋯+(55−53,3)2
=√
30−1

= 3,6477
3. BKA = 𝑋̅ + 2𝜎𝑥
= 27,9 + 2(3,6477)
= 35,2287
BK = 𝑋̅
= 27,9
BKB = 𝑋̅ – 2𝜎𝑥
= 27,9 – 2(3,6477)
=20,637

Dari data diatas dapat dibuat grafik uji keseragaman


Tinggi Kepala (TK) sebagai berikut:

Lebar Bahu
Data Pengukuran

38
40
32 34 31 31
29 29
2727 27 2829 28 26 2930 29 2929 3030
25 25 25 27 25 24 25
30
20 20
20

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930
Jumlah Pengamatan

Data BKA CL BKB

Gambar 4.3 Grafik Uji Keseragaman Lebar Bahu

c. Tinggi Badan (TB)


1. Rata-Rata
∑𝑥 4844
̅𝑋 = = = 161,466
𝑁 30
∑(𝑋𝑖−𝑋)2
2. SD = √
𝑛−1

(48−53,3) 2+ (53−53,3)2+⋯+(55−53,3)2
=√
30−1

= 5,998

3. BKA = 𝑋̅ + 2𝜎𝑥

= 161,466 + 2(5,998)
= 173,463
BK = 𝑋̅
= 161,466
BKB = 𝑋̅ – 2𝜎𝑥
= 161,466 – 2(5,998)
= 149,469

Dari data diatas dapat dibuat grafik uji keseragaman


Tinggi Badan (TB) sebagai berikut:

Tinggi Badan
Data Pengukuran

180
175 170170 169 168 170
170 165 165 163 164
165 162
160 159 160
160 155157 156 158 158
155
155 150
150
145
140
135

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930
Jumlah Pengamatan

Data BKA CL BKB

Gambar 4.4 Uji Keseragaman Tinggi Badan

Berdasarkan grafik peta control uji keseragaman data untuk seluruh


dimensi tubuh maka hasil tersebut menjadi satu table dan dapat dilihat pada
table 4.3 berikut :

Table 4.3 Hasil Uji Keseragaman Data

Dimensi BKA BKB X ∑x SD Data Data Keterangan


Tubuh (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) min Maks
(cm) (cm)
LB 12,3 6,68 9,5 285 1,408 8 13 Seragam
TK 35,2 20,6 27,9 838 3,647 24 38 Seragam
TB 173,4 149,4 161,4 4844 5,998 154 173 Seragam
4.3.2 Uji Kecukupan Data

Untuk uji kecukupan data digunakan tingkat ketelitian sebesar 5%


dan tingkat keyakinan 95% maka persamaan uji kecukupan data adalah
nilai k
= 2 dan s = 0,05.

a. Lebar Bahu (LB)

K/S√N∑X2−(∑X)2 2
N’ = [ ]
∑X

2/0,05√30(2765)−(81225) 2
N’ = [ 285 ]

N’ = 33,97

Kesimpulan :

Karena 33,97 > 30 (N’ > N) maka data dinyatakan belum cukup
sehingga perlu melakukan pengukuran lagi

b. Tinggi Kepala (TK)

K/S√N∑X2−(∑X)2 2
N’ = [ ]
∑X

2/0,05√30(23794)−(702244) 2
N’ = [ 838 ]

N’ = 26,37488

Kesimpulan :

Karena 26,37488 ≤ 30 (N’ ≤ N) maka data dinyatakan sudah cukup


sehingga tidak perlu melakukan pengukuran lagi

c. Tinggi Badan (TB)

K/S√N∑X2−(∑X)2 2
N’ = [ ]
∑X

2/0,05√30(783188)−(23464336) 2
N’ = [ 4844 ]

N’ = 2,134
Kesimpulan :

Karena 23,97 ≤ 30 (N’ ≤ N) maka data dinyatakan sudah cukup sehingga


tidak perlu melakukan pengukuran lagi

Tabel 4.3 Hasil Uji Kecukupan Data Dimensi Tubuh N, N’, Keterangan

Dimensi Tubuh N N’ Keterangan


Lebar Bahu (LB) 30 33,97 Data belum cukup
Tinggi Kepala (TK) 30 26.37 Data sudah cukup
Tinggi Badan (TB) 30 213,97 Data sudah cukup

4.3.3 Penentuan Ukuran dan Desain Produk Usulan

a. Menentukan Lebar Peti Mati

Dari perhitungan uji keseragaman data lebar peti mati diperoleh


nilai x = 9,5 cm selanjutnya untuk menentukan tinggi lebar peti mati
digunakan dimensi tubuh lebar bahu dengan nilai persentil P95% (nilai
95% persentil), menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau
dibawah ukuran tersebut dengan maksud 95% populasi dapat
menggunakan peti mati ini dengan nyaman. Berdasarkan hasil
perhitungan standar deviasi di atas, selanjutnya dilakukan perhitungan
lebar peti mati dengan perhitungan nilai persentil 95% sebagai berikut :

PLP = x + 1,645 . 𝜎𝑥

= 9,5 + 1,645 (1,408)

= 11,816

Jadi, ukuran lebar adalah antara 12 cm

b. Tinggi Kepala

Dari perhitungan uji keseragaman data lipat lutut ke pantat diperoleh


nilai 𝑥 27,9cm selanjutnya untuk menentukan panjang dudukan
digunakan dimensi tubuh lipat lutut ke pantat dengan nilai persentil
P95% (nilai 95% persentil), yang menunjukkan 95% populasi akan
berada pada atau dibawah ukuran tersebut. Berdasarkan hasil
perhitungan standar deviasi di atas, selanjutnya dilakukan perhitungan
panjnang dudukan dengan perhitungan nilai persentil 95% sebagai
berikut:

PTK = x + 1,645 . 𝜎𝑥

= 27,9+ 1,645 (3,6477)

= 33,9

Jadi, ukuran tinggi badan adalah antara 34 cm

c. Tinggi Badan

Dari perhitungan uji keseragaman data lipat lutut ke pantat


diperoleh nilai 𝑥̅= 2,134cm selanjutnya untuk menentukan panjang
dudukan digunakan dimensi tubuh lipat lutut ke pantat dengan nilai
persentil P95% (nilai 95% persentil), yang menunjukkan 95% populasi
akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut. Berdasarkan hasil
perhitungan standar deviasi di atas, selanjutnya dilakukan perhitungan
panjnang dudukan dengan perhitungan nilai persentil 95% sebagai
berikut:

PTB = x + 1,645 . 𝜎𝑥

= 2,134+ 1,645 (5,998)

= 12,00071

Jadi, ukuran tinggi badan adalah antara 12 cm


Gambar 4.5 Desain Produk Peti Mati dalam 3D

Analisa:

Berdasarkan perhitungan ukuran peti mati yang sesuai dengan


dimensi tubuh rancangan produk menjadi ergonomis untuk orang yang
memiliki postur tangan yang berbeda untuk batasan usia 18-30 tahun
dengan menggunakan persentil 95% pada tinggi dari bawah ke atas yang
direkomendasikan adalah sebagai berikut :

Tinggi Peti = 12 cm
Lebar Peti = 34 cm
Panjang Peti = 224 cm

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dalam praktikum modul 6 adalah
sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan dalam ukuran peti mati yang sesuai
dengan dimensi tubuh rancangan produk menjadi ergonomis untuk orang
yang memiliki postur tubuh yang berbeda untuk batasan usia 18-30 tahun
dengan menggunakan persentil 95% pada tinggi peti didapatkan 12 cm,
persentil 95% pada lebar peti didapatkan 34cm, dan persentil 5%pada
panjang peti didapatkan 224 cm, berdasarkan penelitian dapat diketahui
pengaruh ukuran tubuh manusia terhadap produk peti mati yaitu data
lebar Bahu (LB)
diperoleh nilai x = 11,816 cm untuk mengetahui lebar peti mati, data
Tinggi Kepala (TK) diperoleh nilai x = 27,9 cm untuk mengetahui tinggi
peti mati, data Tinggi Badan (TB) diperoleh nilai x = 213,97 cm, untuk
mengetahui panjang peti mati. Factor yang memengaruhi antropometri
adalah usia, jenis kelamin, suku, kehamilan, pakaian, dan secara fisik cacat
pada tubuh.
5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum modul peta kerja keseluruhan dan
peta kerja setempat ini, adalah :
1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam melakukan pengukuran
objek yang akan diamati.
2. Sebaiknya praktikan lebih memperhatikan instruksi dari asisten
laboratorium agar tidak terjadi kesalahan.
3. Sebaiknya praktikan memahami bagaimana cara mendesain dengan
menggunakan software AutoCAD
4. Seharusnya pada saat praktikum dijelaskan tentang bagaimana
memasukkan dan mengolah data.

dafpus naikan
VI. DAFTAR PUSTAKA
Arya Utami, N. W. (2016). Modul antropometri (Vol. 006). Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Maulina, M. 2018. “Profil Antropometri Dan Somatotipe Pada Atlet
Bulutangkis”. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh. Vol 04
No 01.
Note. (2019). ANTHROPOMETRI DAN PERALATAN, Ergonomi.
https://www.kidangijo.com/2019/08/anthropometri-dan-peralatan-
ergonomi.html?m=1
Parapaga, L. 2018. “Usulan Desain Troli Barang Menggunakan
Pendekatan Antropometri (Studi Kasus: Rsu. Gunung Maria
Tomohon)”. Jurnal Realtech Vol. 14, No. 1, April 2018: 15-20 ISSN:
1907-0837
Purnomo, H. (2013). Antropometri dan Aplikasinya. In Graha Ilmu.
Rifandy, J. (2021). Pengertian Antropometri Adalah: Tujuan, Jenis, dan
Contohnya. https://bukausaha.com/pengertian-antropometri/
Susanti, L., Zadry, H., & Yuliandra, B. (2015). Pengantar Ergonomi
Industri. In Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical.
LAMPIRAN
LAMPIRAN

1. 17 Lambang Therblig
2. 9 Foto Proses pembuatan Pabrik Mini
LAMPIRAN

Tabel Penyesuaian Menurut Westinghouse

Tabel Kelonggaran
LAMPIRAN

Tabel t
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai