Utami Dwipayanti
30 September 2010
PENCEMARAN LINGKUNGAN FISIK
• Lingkungan: Fisik, Biologi dan
Sosial
• Sumber Pencemaran
– Aktivitas Manusia
– Natural Process
• Lokasi Pencemaran
– Air, Tanah, Udara
• Jenis Pencemaran
– Fisik, Biologi, Kimia
ANALISIS KUALITAS AIR
• Badan Air / Sumber Air
– Air Permukaan (Surface Water)
– Air Tanah (Ground Water)
• Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
– Definisi
– Penggolongan air
– Kriteria mutu air berdasarkan Kelas
DEFINISI
– Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan
atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air
pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya
7. Benzene: karsinogen.
8. Senyawa fluoride: fluorosis.
•SGD dan Presentasi
Teknik pemantauan
kualitas udara
UTAMI DWIPAYANTI
Tujuan pemantauan kualitas udara
Highest concentration affecting people or vegetation
High-density population exposure
Background concentration
Source impact: relative impact
Standards (Baku mutu)
Sumber emsisi tak bergerak
Baku mutu udara ambien
PP 41 tahun 1999
PP 41 tahun 1999
Kep Men LH Nomor 13/1995
Baku mutu Emisi untuk jenis
kegiatan lain
INSPEKSI
Data
◦ Nama dan jenis sumber pencemar
◦ Bahan baku, bahan tambahan, proses dan kapasitas produksi
◦ Kandungan emisi
◦ Denah lokasi sumber pencemaran dan sekitarnya
◦ Jenis pengendalian yang telah dilakukan
Observasi
◦ Keluhan:Bau, pengotoran, iritasi mata dan saluran pernafasan, gangguan pandangan
◦ Adanya sumber emisi
INSPEKSI
Evaluasi dan analisis:
◦ Evaluasi program pengendalian pencemaran
◦ Menghubungkan efek dan penyebab
◦ Memprediksi dan mengevaluasi bahaya terhadap kesehatan (mempertimbangkan
kelompok komunitas yang terpapar, fluktuasi pencemaran, kombinasi paparan dari
berbagai zat pencemar)
◦ Memprediksi tingkat pencemaran di masa mendatang
PELACAKAN
◦ Mengetahui jauhnya penyebaran pemcemaran serta besarnya dampak thd
lingkungan dan kesehatan
◦ Dasar pertimbangan: hasil pemantauan yang menunjukkan bahwa kualitas
udara/emisi diatas ambang batas, adanya bahan toksik, dan lain-lain, adanya
keluhan masyarakat, adanya laporan dari unit lain
◦ Pelaksanaan: memastikan reliabilitas keluhan dan informasi, data penyakit dari
puskesmas, pengukuran kulias udara, analisis data
◦ Tindak lanjut: penyuluhan dan perbaikan system pengendalian, pengkajian lebih
jauh secara epidemiologis dan lingkungan di masyarakat lain di wilayah penyebaran
pencemaran.
SAMPLING
Pengukuran
◦ Pengukuran parameter iklim dan cuaca: Suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angina
◦ Pengukuran parameter kimia dan fisik
◦ Pengukuran konsentrasi emisi dan ambien
KELOMPOK 05
KELOMPOK 05
1. Devana Prayitno Putri 1902561005
2. I Gede Suka Merta 1902561017
3. Ni Putu Suartiningsih 1902561019
4. I Gusti Ayu Adinda Dewi Prativi 1902561041
5. Luh Putu Nike Wahyuntika 1902561057
6. I Putu Ryanatista Anggareksa 1902561093
KELOMPOK 05
1. Devana Prayitno Putri 1902561005
2. I Gede Suka Merta 1902561017
3. Ni Putu Suartiningsih 1902561019
4. I Gusti Ayu Adinda Dewi Prativi 1902561041
5. Luh Putu Nike Wahyuntika 1902561057
6. I Putu Ryanatista Anggareksa 1902561093
1. Pemeriksaan DO
A. Metode dan Prinsip
Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut adalah parameter mutu air
yang penting untuk menunjukkan tingkat pencemaran pada air limbah. Selain
itu, DO juga dapat menentukan kesesuaian jenis air sebagai sumber kehidupan
bagi flora dan fauna di daerah tertentu (Sunu, 2001 disitasi dalam Rinaldo,
2016). Distribusi DO air sungai dapat dikatakan lebih merata jika dibandingkan
perairan tergenang. Pergerakan kontinyu pada air menjadi faktor penyebabnya,
sehingga memungkinkan oksigen dari udara ke air terlarut (Nugroho, 2006
disitasi dalam Rinaldo, 2016). Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air dapat
menjadi indikator pencemaran karena oksigen berperan penting dalam proses
penguraian bahan organik serta mempertahankan hidup bagi makhluk hidup di
air seperti hewan dan tumbuhan (Sunu, 2001 disitasi dalam Rinaldo, 2016).
Dalam pemeriksaan DO, metode yang digunakan adalah titrasi Winkler. Prinsip
yang digunakan pada metode ini yaitu oksigen akan mengoksidasi Mn2+ dalam
suasana basa dan membentuk endapan MnO2. Alkali iodide yang ditambahkan
dalam suasana asam akan membebaskan iodium. Kemudian, iodium tersebut
dianalisa menggunakan metode titrasi iodometris dengan larutan standar
Thiosulfat dan indikator larutan kanji.
C. Prosedur
1. Standarisasi larutan Thiosulfat Na2S2O3
1) Sebanyak 20 ml larutan KH(IO3)2 dan 10 ml asam sulfat dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer dan encerkan dengan aquades sampai
volumenya menjadi 200 ml.
2) Titrasi dengan larutan thiosulfat, bila titik akhir titrasi hampir tercapai
(warna larutan kuning muda) tambahkan larutan kanji dan teruskan
titrasi sampai tepat warna biru yang baru muncul hilang kembali.
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐼𝑂3 × 𝑁 𝐼𝑂3
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑁𝑎2 𝑆2 𝑂3
2. Pemeriksaan oksigen terlarut
1) Isi botol BOD dengan contoh air, usahakan jangan sampai ada
gelembung udara, lalu tutup. Masukan 1 ml MnSO4 dan 1 ml larutan
alkali iodide (pereaksi oksigen). Memasukkan reagen menggunakan
pipet 1 ml yang ujungnya mencapai dasar botol. Tutup kembali,
kemudian aduk dengan cara membolak-balikkan botol sampai larutan
homogen.
2) Diamkan 10 menit sampai terlihat endapan coklat pada dasar botol (jika
endapan putih berarti tidak ada O2).
3) Tuangkan sebagian isi botol ke dalam labu erlenmeyer, tambahkan 1 ml
asam sulfat pekat. Aduk dan titrasi secepatnya dengan larutan Thiosulfat
1/80 N, tambahkan larutan kanji dan titrasi kembali sampai warna biru
hilang. Catat volume titran.
4) Tambahkan 1 ml asam sulfat pekat ke dalam larutan yang tersisa di dalam
botol BOD. Tutup dan aduk sampai endapan larut kembali. Larutan akan
berwarna kuning coklat. Titrasi dengan larutan Thiosulfat 1/80 N, dengan
menggunakan indicator amilum seperti diatas.
Perhitungan DO
𝑉𝑇ℎ𝑖𝑜 × 𝑁𝑇ℎ𝑖𝑜 × 1000 × 8
𝐷𝑂 (𝑚𝑔/𝑙𝑡) =
𝑉𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 − 2
Catatan:
Selain dengan metode Winkler, oksigen terlarut dapat dianalisis dengan
metode membran elektroda (DO meter) atau dengan metode titrasi lainnya.
Pengukuran oksigen terlarut harus dianalisis secepat mungkin, karena
kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan
udara. Senyawa reduktor atau oksidator (nitrit) dalam air dapat mengganggu
pengukuran oksigen terlarut dengan metode Winkler. Untuk mencegah
gangguan tersebut ditambahkan senyawa Natrium Azide (NaN 3) ke dalam
pereaksi oksigen.
2. Pemeriksaan BOD
A. Metode dan Prinsip
Biological Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri selama penguraian senyawa organik pada kondisi
aerobik. Senyawa organik yang dimaksudkan adalah makanan bagi bakteri.
BOD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan mikroorganisme dalam air
untuk memecah, mendegradasi atau mengoksidasi limbah organik yang terdapat
di air (Sunu, 2001 disitasi dalam Rinaldo, 2016). BOD dijadikan sebagai
parameter untuk menentukan tingkat pencemar senyawa organik yang dapat
diuraikan oleh bakteri serta termasuk uji hayati (bioassay). Pengukuran BOD
dilakukan dengan mengencerkan sampel, kemudian menginkubasi selama 5
hari pada suhu 20 C serta mengukur oksigen terlarut sebelum dan sesudah
inkubasi. BOD yang menurun selama inkubasi menunjukkan banyaknya
oksigen yang dibutuhkan oleh sampel air yang selanjutnya dianalisa
menggunakan metode titrasi Winkler.
B. Alat dan Bahan
Alat:
1. Botol winkler : 3 buah
2. Pipet tetes : 2 buah
3. Pipet ukur dan pump : 4 buah
4. Buret : 1 buah (50 ml)
5. Statif : 1 buah
6. Baskom : 1 buah
Bahan:
1. Sampel air : 600 ml
2. Larutan buffer fosfat : 1000 ml
3. Larutan MgSO4 : 1000 ml
4. Larutan CaCl2 : 1000 ml
5. Larutan FeCl3 : 1000 ml
C. Prosedur
1. Membuat larutan pengencer yang jenuh oksigen.
2. Menentukan angka pengenceran sampel, sebagai berikut:
a. 8,0 – 9,0 mg O2/lt diencerkan 1x
b. 6,0 – 8,0 mg O2/lt diencerkan 2x – 5x
c. 5,0 – 6,0 mg O2/lt diencerkan 2x – 10x
d. 3,0 – 5,0 mg O2/lt diencerkan 10x – 15x
e. 1,0 – 3,0 mg O2/lt diencerkan 15x – 20x
f. 0,1 – 1,0 mg O2/lt diencerkan 20x – 25x
g. 0,0 – 0,1 mg O2/lt diencerkan 25x – 100x
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐷𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑒𝑟𝑎𝑛 (𝑃) =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3. Melakukan pengenceran
1) Setelah diketahui angka pengenceran dari sampel air tersebut maka
dilakukan pengenceran contoh air tersebut dengan air pengencer yang
telah disediakan. Banyak air pengencer yang ditambahkan tergantung
pada angka pengenceran tersebut (lihat contoh perhitungan di atas).
2) Setelah diencerkan, masukkan ke dalam dua buah botol BOD yang telah
dikalibrasi volumenya. Salah satu botol BOD tersebut disimpan dalam
inkubator 20⁰ C selama 5 hari, sedangkan botol BOD yang lainnya
diperiksa kandungan oksigen terlarutnya dengan metode titrasi Winkler.
3) Untuk percobaan blanko disiapkan 6 botol BOD. Masing-masing botol
diisi dengan air pengencer. Tiga botol pertama diinkubasi selama 5 hari
pada tempertur 20⁰ C. Sedangkan tiga botol lainnya dintentukan
kandungan oksigennya (DO).
4. Pemeriksaan oksigen terlarut
Pemeriksaan oksigen terlarut lihat metode titrasi Winkler.
Perhitungan BOD
((𝐷0 − 𝐷5 ) − ((𝐵0 − 𝐵5 ) × 𝑓 ))
𝐵𝑂𝐷5ℎ𝑎𝑟𝑖200 𝐶 (𝑚𝑔/𝑙𝑡) =
𝑃
Keterangan:
B0 = DO 0 hari blanko (mg/lt)
B5 = DO 5 hari blanko (mg/lt)
D0 = DO 0 hari sample (mg/lt)
D5 = DO 5 hari sample (mg/lt)
P = derajat pengenceran
f = koreksi untuk seeding
𝑓 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑒𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 ∶ 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑒𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘 = 1 − 𝑃
Catatan:
1. Karena pemeriksaan BOD merupakan uji hayati (bioassay), keberhasilan
percobaan BOD sangat dipengaruhi oleh kehidupan mikroorganisme. Oleh seba
itu, semua zat yang bersifat toksik terhadap mikroorganisme harus dihilangkan
terlebih dahulu. Contoh: senyawa pestisida, klor, dan sebagainya.
2. Zat asam glutamate-glukosa digunakan sebagai standar pengontrol ketelitian
kerja dalm pemeriksaan BOD. Untuk larutan campuran 150 mg asam glutamate
dan 150 mg glukosa dalam 1 liter air akan menunjukkan BOD sekitar 231 mg/lt.
Secara teoritis BODnya dapat dihitung.
3. Dalam pemeriksaan BOD, tidak hanya terjadi penguraian senyawa karbon,
tetapi juga terjadi proses nitrifikasi, sehingga hasil BODnya lebih besar dari
yang sebenarya. Untuk itu perlu dicegah proses nitrifikasi dengan penambahan
3 mg 2-chloro-6-(trichloro methyl) pyridine (TCMP) unutk setiap 300 ml botol
BOD.
4. Validitas data hasil pengukuran BOD biasanya ditentukan berdasarkan:
a. DO 5 hari harus lebih besar dari 0,5 mg/lt
b. Penurunan DOnya 30% - 79%
5. Pengawetan sampel dilakukan dengan pendinginan. Waktu peyimpanan
maksimum adalah 48 jam (2 hari).
3. Pemeriksaan COD
A. Metode dan Prinsip
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimia (Rinaldo, 2016).
Menurut Effendi (2003), penguraian bahan organik menyebabkan
berkurangnya kelarutan oksigen. Bahan organik hasil oksidasi COD yang
berkurang dapat mengindikasikan jumlah bahan organik yang terkandung
dalam perairan. Selain itu, uji COD dapat digunakan untuk mengetahui
kandungan oksigen terlarut dan menentukan tingkat pencemaran di suatu
perairan (Pertiwi, 2018). Metode penentuan COD menggunakan oksidator kuat
diantaranya kalium bikarbonat dan asam sulfat pekat. Sedangkan prinsip yang
digunakan pada COD yaitu dengan menambahkan kalium bikarbonat
(Kr2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel yang telah ditambahkan asam sulfat
pekat (H2SO4). Kemudian akan dipanaskan dalam waktu tertentu dan dilakukan
titrasi menggunakan indicator ferroin.
C. Prosedur
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memipet sampel air lindi sebanyak 2 ml kemudian memasukkan ke
dalam tabung reaksi COD1 dan 2 ml aquades dalam tabung reaksi COD2.
3. Menambahkan 1 ml larutan kalium bikarbonat (Kr 2Cr2O7) ke dalam
masing-masing tabung.
4. Menambahkan 1 ujung sendok kecil HgSO4 kristal ke dalam masing-
masing tabung reaksi COD dan menghomogenkan selama ±1 menit.
5. Menambahkan reagen asam sulfat COD (H2SO4 COD) sebanyak 3 ml
pada masing-masing tabung reaksi COD (terjadi reaksi panas),
kemudian menghomogenkan selama ±1 menit.
6. Memasukkan masing-masing tabung reaksi COD ke dalam COD
reactor dan mengatur suhu 150°C diamkan selama 2 jam.
7. Setelah 2 jam, mengeluarkan tabung dari COD reactor, kemudian
mendinginkan.
8. Memindahkan ke labu erlenmeyer.
9. Menambahkan aquades sebanyak 6 ml dan menambahkan 3-4 tetes
indikator ferroin
10. Menitrasi dengan larutan FAS sampai terjadi perubahan warna menjadi
merah bata.
11. Menghitung COD dengan rumus, sebagai berikut:
100 (𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 )𝑥 𝑁 𝐹𝐴𝑆 𝑥 𝐵𝐸 𝑂
𝐶𝑂𝐷 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pemeriksaan DO
A. Hasil dan Data
Pada praktikum, percobaan yang dilakukan yaitu mengukur banyaknya
oksigen yang terdapat dalam sampel air dari Sungai di Jalan Kecubung, Denpasar
Timur. Sampel air yang akan digunakan terlebih dahulu diencerkan dengan larutan
pengencer sebanyak 10 kali karena kondisi sampel air yang cukup keruh. Sampel
air yang telah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam botol BOD yang telah
disediakan di laboratorium, kemudian ditutup. Hal ini bertujuan agar tidak ada
udara dari luar yang masuk ke dalam botol BOD, sehingga mempengaruhi kondisi
dari sampel air yang akan dianalisis.
Gambar 4. Endapan Sampel Air pada Botol BOD Hari ke-0 dan Hari ke-5
Setelah mengamati endapan yang dihasilkan oleh sampel, langkah
selanjutnya yaitu menuangkan sampel air yang tidak berisi endapan pada botol
BOD hari ke-0 sebagian ke dalam labu Erlenmeyer yang sudah disiapkan.
Kemudian, tambahkan 1 ml asam sulfat pekat hingga larutan berubah warna
menjadi kekuningan dan titrasi menggunakan larutan Thiosulfat 1/80 N. Setelah
dititrasi, teteskan cairan larutan amilum (kanji) hingga larutan berubah warna
menjadi biru dan titrasi kembali menggunakan larutan Thiosulfat 1/80 N hingga
menjadi jernih. Selama melakukan proses titrasi, perhatikan volume titrasinya.
Lakukan proses yang sama pada sampel air pada botol BOD yang telah diinkubasi
selama 5 x 24 jam.
Gambar 5. Sampel Air Dicampur Larutan Asam Sulfat Pekat, Larutan
Amilum (Kanji), dan Larutan Thiosulfat
Perhitungan DO (dissolved oxygen)
Rumus: DO mg⁄ = Vthiosulfat x Nthiosulfat x 1000 x 8
L volume botol−2 mL
Keterangan:
VThio = Volume Thiosulfat
NThio = Normalitas Thiosulfat
Vbotol = Volume Botol
1. Sampel Air Sungai
1) Hari ke-0
Diketahui:
Volume Botol : 350 ml
Volume Thiosulfat : 19,1 ml
Normalitas Thiosulfat : 0,025 N
Hasil:
19,1 𝑥 0,025 𝑥 1000 𝑥 8
𝐷𝑂𝑚𝑔/𝑙𝑡 =
350 − 2
3820
=
348
= 11 𝑚𝑔/𝑙𝑡
Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah total DO sampel pada hari ke-0
sebesar 11 mg/lt.
2) Hari ke-5
Diketahui:
Volume Botol : 350 ml
Volume Thiosulfat : 3,4 ml
Normalitas Thiosulfat : 0,025 N
Hasil:
3,4 𝑥 0,025 𝑥 1000 𝑥 8
𝐷𝑂𝑚𝑔/𝑙𝑡 =
350 − 2
680
=
348
= 2 𝑚𝑔/𝑙𝑡
Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah total DO sampel pada hari ke-5
sebesar 2 mg/lt.
2. Blanko
1) Hari ke-0
Diketahui:
Volume Botol : 350 ml
Volume Thiosulfat : 15 ml
Normalitas Thiosulfat : 0,025 N
Hasil:
15 𝑥 0,025 𝑥 1000 𝑥 8
𝐷𝑂𝑚𝑔/𝑙𝑡 =
350 − 2
3000
=
348
= 8,6 𝑚𝑔/𝑙𝑡
Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah total DO blanko pada hari ke-0
sebesar 8,6 mg/lt.
2) Hari ke-5
Dari hasil praktikum di laboratorium diketahui bahwa jumlah total DO
blanko pada hari ke-5 sebesar 5,8 mg/lt.
Kadar Oksigen terlarut (DO) dalam sampel air sungai pada hari ke-0 serta
blanko pada hari ke-0 dan hari ke-5 sudah memenuhi nilai standar minimum
oksigen terlarut untuk kehidupan ikan dan biota perairan lainnya yaitu 5 mg/L dan
juga tidak memenuhi persyaratan kualitas air minum yaitu minimal 4 mg/L, namun
Kadar Oksigen terlarut (DO) dalam sampel air sungai pada hari ke-5 tidak
memenuhi nilai standar minimum oksigen terlarut untuk kehidupan ikan dan biota
perairan lainnya dan juga tidak memenuhi persyaratan kualitas air minum.
B. Pembahasan
1. Pembahasan mengapa prinsip atau metode tersebut yang digunakan
dalam pengukuran parameter tersebut
Dissolved Oxygen (DO) merupakan salah satu parameter yang dapat
digunakan dalam menganalisis kualitas air. Jumlah oksigen yang tersedia dalam
suatu badan air akan ditunjukkan dari hasil pengukuran nilai DO dalam bentuk
konsentrasi. Nilai DO pada air yang semakin besar akan mengindikasikan air
tersebut memiliki kualitas yang baik. Adapun tujuan dari pemeriksaan DO adalah
untuk melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan
mikroorganisme. Banyaknya oksigen dalam air akan menentukan kemampuan air
untuk melakukan pembersihan terhadap pencemaran. Apabila suatu reaksi pengurai
komponen kimia dalam air terus terjadi, maka kadar oksigen pun akan menurun dan
pada akhirnya oksigen yang tersedia akan tidak mencukupi untuk menguraikan
komponen kimia tersebut (Aruan dan Maniur, 2017).
Berkaitan dengan hal tersebut maka dilakukan pemeriksaan DO dengan
menggunakan metode Titrasi Winkler. Metode ini digunakan dalam mengukur
parameter kimia air dengan tujuan untuk menentukan kadar oksigen terlarut. Prinsip
metode Titrasi Winkler adalah oksigen akan mengoksidasi Mn²+ dalam keadaan
basa yang kemudian akan membentuk endapan MnO2. Dengan dilakukannya
penambahan alkali iodide dalam suasana asam maka iodium akan terbebaskan.
Banyaknya iodium yang dibebaskan akan dianalisa kembali dengan menggunakan
metode titrasi iodometris dengan larutan standar berupa Thiosulfat dan indikator
larutan kanji. Adapun kelebihan dari penggunaan metode Titrasi Winkler dalam
menganalisis oksigen terlarut (DO) adalah pemeriksaan yang dihasilkan lebih teliti,
akurat, dan lebih mudah karena hanya dilakukan dengan cara men-titrasi jika
dibandingkan dengan cara alat DO meter (Septiawan, Sri dan Fransiska, 2014).
2. Pemeriksaan BOD
A. Hasil dan Data
Sebelum praktikum dilakukan, sampel air terlebih dahulu diencerkan
sebanyak 10 kali karena sampel air cukup keruh. Sampel air yang digunakan
sebanyak 800 ml. Dikarenakan pengenceran dilakukan sebanyak 10 kali, maka
jumlah sampel air yang digunakan adalah 80 ml, sedangkan larutan pengencernya
sebanyak 720 ml. Setelah dilakukan pengenceran, langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah memasukkan sampel air tersebut ke dalam dua botol BOD yang
masing-masing memiliki volume 350 ml. Kemudian, masing-masing botol akan
diberikan label BOD0 dan BOD5. Botol BOD0 akan diperiksa pada saat itu tanpa
harus diinkubasi terlebih dahulu, sedangkan botol BOD5 akan diperiksa pada hari
kelima setelah diinkubasi dengan suhu 20 C. Selain itu, pada saat praktikum juga
dibuat blanko yang digunakan sebagai pembanding. Air yang digunakan pada
blanko adalah larutan pengencer yang digunakan sebagai campuran pengenceran
sampel air sungai.
Gambar 6. Proses Pengenceran dan Pembuatan Blanko
= 64,8 𝑚𝑔/𝑙𝑡
Dari hasil perhitungan didapatkan BOD pada hari ke-5 sebesar 64,8 mg/lt.
Data hasil pengukuran BOD di atas telah memenuhi indikator validitas yaitu
DO 5 hari lebih besar dari 0,5 mg/lt namun tidak memenuhi indikator penurunan
DOnya 30% - 79% (penurunan DO pada sampel air sungai sebesar 81,8%.
Berdasarkan standar baku mutu yang dikeluarkan oleh Puslitbang Pengairan,
Kualitas Lingkungan di Indonesia yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat
pencemaran air, maka konsentrasi BOD < 1 mg/lt termasuk pencemaran sangat
ringan, BOD 1-3 mg/lt termasuk pencemaran ringan, BOD 3-6 mg/lt termasuk
pencemaran sedang dan BOD >6 mg/lt termasuk pencemaran berat. Hasil
pengukuran pada sampel air sungai pada praktikum ini menunjukkan nilai BOD
sampel sebesar 64,8 mg/lt, sehingga air sungai dapat dikategorikan mengalami
pencemaran berat atau diperlukan banyak oksigen terlarut oleh mikroorganisme
untuk menguraikan atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik
pada air sungai ini.
B. Pembahasan
1. Pembahasan mengapa prinsip atau metode tersebut yang digunakan
dalam pengukuran parameter tersebut
BOD adalah banyaknya jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri selama
proses penguraian senyawa organik pada kondisi yang aerobik. Pada pengukuran
BOD, prinsip yang digunakan adalah dengan melakukan pengenceran sampel,
inkubasi selama 5 hari pada suhu 20°C, dan dilakukan pula pengukuran oksigen
terlarut sebelum dan sesudah dilakukannya proses inkubasi. Adapun penjabaran
dari digunakannya prinsip tersebut dalam mengukur BOD adalah sebagai berikut.
1) Pengenceran sampel
Jumlah pengenceran sampel ditentukan oleh kualitas sampel yang
digunakan sehingga dipilih angka pengenceran sampel air yang diperkirakan
dapat menghasilkan penurunan oksigen terlarut minimal 2,0 mg/L dan sisa
oksigen terlarut minimal 1,0 mg/L setelah dilakukan inkubasi selama 5 hari
(Andika, Puji dan Rahmatul, 2020).
2) Inkubasi dilakukan selama 5 hari
Inkubasi dilakukan hingga hari ke-5 oleh karena dalam waktu lima hari
diduga proses penguraian senyawa organik telah terurai sebesar 70-80%,
sehingga dianggap cukup untuk memberikan gambaran terhadap nilai
BOD/penggunaan oksigen.
3) Pengukuran oksigen terlarut sebelum dan sesudah proses inkubasi
Pengukuran ini bertujuan untuk melihat besaran kecenderungan
perubahan jumlah oksigen awal hingga akhir yang digunakan oleh bakteri
dalam mengurai senyawa organik. Hasil pengukuran inilah yang akan
digunakan untuk menghitung BOD.
B. Saran
Pemeriksaan Dissolved Oxygen (DO) dan Biological Oxygen Demand (BOD)
memerlukan ketelitian dalam proses pelaksanaannya. Pemeriksaan DO pada tahap
titrasi sebaiknya mengeluarkan cairan titran dengan aliran yang pelan, sehingga
penghitungan volume cairan titran sedapat mungkin tepat. Selain itu, diperlukan
persiapan yang matang sebelum pelaksanaan praktikum terkait alat dan bahan
disertai pemahaman terhadap prosedur, sehingga human error dapat diminimalisir
terjadi ketika praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Andika, B., Puji, W. dan Rahmatul, F. (2020) ‘Penentuan Nilai BOD Dan COD
Sebagai Parameter Pencemaran Air Dan Baku Mutu Air Limbah Di Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan’, Jurnal Kimia Sains dan Terapan,
2(1), pp. 14–22. Available at: https://ejurnalunsam.id/index.php/JQ.
Aruan, D. G. R. dan Maniur, A. S. (2017) ‘Penentuan Kadar Dissolved Oxygen
(DO) Pada Air Sungai Sidoras di Daerah Butar Kecamatan Pagaran
Kabupaten Tapanuli Utara’, Jurnal Analis Laboratorium Medik, 2(1), pp.
422–433. Available at: http://e-journal.sari-
mutiara.ac.id/index.php/Kesehatan_Masyarakat.
Hutagalung, H. P., Rozak, A., dan Lutan, I. (1985). Beberapa Catatan Tentang
Penentuan Kadar Oksigen dalam Air Laut Berdasarkan Metode Winkler.
Oseana. 10(4): pp. 138-149.
Kemdikbud RI. (2013). Buku Teks Bahan Ajar Siswa: Pengelolaan Kualitas Air.
Kemenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua, dan Pemandian Umum
Pertiwi, W. 2018. Analisis COD (Chemical Oxygen Demand), Ammonia dan Nitrat
di Perairan Muara Sungai Bungin, Sumatera Selatan. Skripsi. Universitas
Sriwijaya.
Praja, Y. H. (2017). Analisa Kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total
Suspended Solid (TSS) pada Limbah Cair dan Air Laut dengan Menggunakan
Alat Spektrofotometri UV-Visible. Skripsi. Departemen Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Rinaldo Berutu. 2016. Analisis Dissolved Oxygen (DO) dan Biological Oxygen
Demand (BOD) pada Air Limbah Industri Menggunakan Metode Winkler.
Tugas Akhir. Universitas Sumatera Utara.
Septiawan, M., Sri, M. R. S. dan Fransiska, W. M. (2014) ‘Penurunan Limbah Cair
Industri Tahu Menggunakan Tanaman Cattail Dengan Sistem Constructed
Wetland’, Indonesian Journal of Chemical Science, 3(1), pp. 22–27.
Warsa, A. dan Astuti, L. P. (2020). Estimasi Beban Cemar dan Laju Dekomposisi
Bahan Organik di Waduk Ir. H. Djuanda, Jawa Barat. Jurnal Teknologi
Lingkungan. 21(1): pp. 86-94.
ANALISIS KUALITAS LINGKUNGAN
LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN PARAMETER
FISIKA AIR
KELOMPOK 05
1. Devana Prayitno Putri 1902561005
2. I Gede Suka Merta 1902561017
3. Ni Putu Suartiningsih 1902561019
4. I Gusti Ayu Adinda Dewi Prativi 1902561041
5. Luh Putu Nike Wahyuntika 1902561057
6. I Putu Ryanatista Anggareksa 1902561093
1. PH
A. Metode dan Prinsip
Power of Hydrogen (pH) merupakan parameter yang mengukur kepekatan
ion H+ dalam air. Konsentrasi H+ yang semakin tinggi menandakan sifat air
semakin asam. Dalam pemeriksaan pH, metode yang digunakan dapat berupa
elektroda-potensiometri dan penggunaan kertas lakmus. Metode elektroda-
potensiometri merupakan metode pengukuran konsentrasi suatu ion
menggunakan elektroda yang peka terhadap ion-ion yang akan diukur. Dalam
pemeriksaan pH, elektroda yang digunakan peka terhadap ion H+ untuk kondisi
asam dan OH- untuk kondisi basa. Alat yang digunakan adalah pH meter yang
dilengkapi dengan pembaca pH, pengatur suhu, pengatur kalibrasi, dan
elektroda. Penggunaan pH meter diawali dengan kalibrasi dengan larutan buffer
pH 4, 7, dan 9. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan pada sampel air yang ingin
diketahui pHnya (Suryani, 2019). Sedangkan, pada pemeriksaan pH
menggunakan kertas lakmus, penentuan kondisi asam air ditentukan dengan
perubahan warna kertas lakmus setelah dicelupkan ke dalam sampel air.
Perubahan warna akan menunjukkan pH sampel air, sehingga dapat ditentukan
air dalam kondisi asam atau basa. Kertas lakmus terdiri atas kertas lakmus merah
dan biru. Sampel air dalam keadaan asam akan menunjukkan perubahan warna
merah pada kedua kertas lakmus. Sampel air dalam keadaan basa akan
menunjukkan perubahan warna biru pada kedua kertas lakmus. Sedangkan
dalam keadaan netral tidak terjadi perubahan warna kertas lakmus. Selain itu,
terdapat kertas pH meter yang dapat memberikan informasi spesifik pH sampel
air berdasarkan perubahan warna yang terjadi yang dapat dicocokkan dengan
warna dan pH standar kertas pH meter.
B. Alat dan Bahan
- Satu set alat pH meter
- Kertas lakmus merah dan biru
- Kertas lakmus pH meter
- Larutan buffer dengan pH 4
- Larutan buffer dengan pH 6,85
- Larutan buffer dengan pH 9,18
C. Prosedur
1. Setiap pH meter yang akan digunakan untuk mengukur pH air harus
dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4, 7 dan 9. Pada
alat pH meter umumnya dilengkapi dengan read out untuk pH,
pengatur suhu, pengatur kalibrasi dan elektroda.
2. Kalibrasi pH meter: cuci elektroda dengan aquades, dan keringkan
dengan kertas penghisap, kemudian celupkan ke dalam larutan buffer
pH 4. Nyalakan pH meter dana tur pengatur suhu sesuai dengan
larutan buffer. Putar pengatur pH sehingga pembacaan menunjukkan
nilai pH yang sesuai dengan pH larutan buffer. Lakukan hal yang
sama untuk larutan buffer pH 7 dan pH 9.
3. Pengukuran pH sampel air: kira kira 150 ml sampel dimasukkan ke
dalam gelas kimia 250 ml. Bilas elektroda pH meter dalam aquades
sebelum melakukan pengukuran. Atur suhu pH meter sesuai dengan
suhu sampel air (jika ada). Celupkan elektroda pada sampel air, baca
nilai pH yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk. Selama pengukuran
sampel air dapat terus diaduk dengan magnetic stirer.
4. Pada pemeriksaan dengan kertas lakmus, masukkan sampel air pada
gelas kimia. Masukkan kertas lakmus ke dalam gelas. Amati
perubahan warna dan sesuaikan dengan pH pada warna tersebut
dalam standar warna kertas pH meter.
2. Kekeruhan
A. Metode dan Prinsip
Nephelometric merupakan metode pengukuran tingkat kekeruhan pada air.
Pada metode ini, sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya
yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan
menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standar. Satuan
kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU
(Nephelometric Turbidity Unit) (Mooduto, M. S., 2016).
B. Alat dan Bahan
- 1 Portable Turbidity Meter
- 1 NTU Standards
- 5 Tabung Cell Sample 10 ml
C. Prosedur
1. Siapkan turbidity meter yang sudah dikalibrasi dan letakan pada permukaan
datar.
2. Sterilisasi tabung sampel yang akan diisi 5 sampel air yang sudah melewati
tahap percobaan koagulasi dengan tawas. Sterilisasi ini bertujuan supaya
tidak ada bercak/noda dari pemakai sebelumnya.
3. Masukan tabung cell sample secara bergantian dan atur supaya garis pada
tabung dengan tanda panah pada alat searah atau saling bertemu.
4. Untuk membaca hasilnya, tekan “Read” maka monitor akan menunjukan
angka turbiditas dalam NTU.
5. Catat hasil tersebut dan tentukan tingkat kekeruhan dengan NTU Standards
yang sudah ada.
6. Jika angka turbiditas lebih besar dari 40 NTU lakukan pengenceran kembali
sehingga kekeruhan berkisar antara 30-40 NTU.
3. Warna
A. Metode dan Prinsip
Dalam menentukan kualitas air, warna merupakan salah satu komponen yang
dapat dilihat untuk memastikan bahwa air tersebut berkualitas baik atau tidak.
Visual Comparison Method merupakan metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya perubahan warna pada air. Warna air akan diukur
dengan melakukan perbandingan kasat mata antara sampel dengan warna standar
yang dibuat dari unsur platinum (Pt) dan kobalt (Co) yaitu K2PtCl6 dan Kobalt
yang sudah diketahui konsentrasinya (Xian, et al., 2019). Perbandingan
dilakukan dengan cara air diposisikan dalam keadaan miring sekitar 30°, dalam
kondisi ini cahaya merupakan faktor utama untuk menentukan warna sampel
dengan standar warna (standar konsentrasi). Berdasarkan zat penyebabnya,
warna air dibedakan menjadi dua yaitu warna sejati dan warna semu.
B. Alat dan Bahan
- Larutan standar warna Pt-Co
- Tabung Nessler
C. Prosedur
Pengukuran Warna Sejati:
1. Ukur warna dengan menggunakan 50 ml sampel air yang telah
dipisahkan dari zat tersuspensi.
2. Bandingkan sampel air standar warna Pt-Co (Kalium heksakloro
Platina (IV) dengan Kobalt Klorida) = warna coklat kekuning-
kuningan.
Pengukuran warna semu:
1. Masukkan 50 ml sampel air yang sudah dikocok sempurna ke dalam
tabung Nessler.
2. Lakukan perbandingan sampel air dengan larutan standar warna.
4. Suhu
A. Metode dan Prinsip
Pada pemeriksaan kualitas air, suhu juga memiliki andil dalam
mempengaruhinya. Perubahan suhu air bisa diakibatkan oleh paparan cahaya
matahari yang cukup tinggi dan pertukaran panas dengan udara. Bila suhu air
tinggi, diperkirakan bahwa oksigen dalam air jadi berkurang, sehingga kualitas
air juga menurun. Maka berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
nomor 51 tahun 2004, suhu air yang baik bagi biota laut adalah 28-32 oC (Ira,
2014).
Alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer. Termometer
terdiri dari termometer digital dan non-digital. Termometer non-digital terbagi
lagi menjadi dua yaitu termometer raksa dan termometer alkohol. Prinsip kerja
termometer non-digital ini yaitu menggunakan kemampuan pemuaian dari
medianya dan kemudian angka pemuaian tersebut yang akan diukur.
Keunggulan dari termometer alkohol yaitu mudah ditemukan, ramah lingkungan,
dan lebih murah dibandingkan termometer raksa. Selain itu, kemampuan
pemuaiannya juga lebih tinggi sehingga mudah pada saat pengukuran suhu.
Namun, termometer alkohol hanya bisa mengukur suhu tinggi maksimal sampai
78oC (Fadilah, 2020).
B. Alat dan Bahan
Alat
- Termometer alkohol: 1 buah
Bahan
- Sampel air : 6000 ml (10 x 600 ml)
C. Prosedur
1. Siapkan sampel air.
2. Celupkan ujung termometer de dalam sampel air.
3. Biarkan sampai alkohol memuai dan berhenti di titik tertentu.
4. Catat hasil pemuaian alkohol.
5. Percobaan Koagulasi
A. Metode dan Prinsip
Koagulasi merupakan suatu proses pencampuran bahan kimia yang disebut
koagulan atau bahan pengendap ke dalam air baku dengan kecepatan perputaran
yang tinggi dalam waktu singkat. Koagulan berfungsi untuk membantu proses
pengendapan partikel-partikel kecil dalam air yang tidak dapat mengendap
secara gravimetrik dan membentuk flok-flok yang dapat disaring (Susanto,
2008). Prinsip dari koagulasi yaitu partikel padatan yang ada di dalam air baku
sebagian besar bermuatan listrik negatif dan cenderung saling tolak-menolak
dengan satu sama lainnya sehingga tetap stabil dalam bentuk tersuspensi atau
koloid dalam air dan proses netralisasi muatan negatif partikel padatan tersebut
dilakukan dengan pembubuhan koagulan bermuatan positif ke dalam air lalu
dilakukan pengadukan secara cepat (Susanto, 2008). Seperti salah satu koagulan
yaitu tawas alumunium yang mampu menstabilisasi koloid sehingga koloid
mampu bergabung dengan satu sama lain membentuk flok berukuran lebih
besar.
Jar test adalah suatu metode pengujian suatu koagulan untuk mengetahui
kemampuan serta kondisi operasi (dosis) optimum yang dibutuhkan pada suatu
proses penjernihan air dan air limbah. Metode jar test menstimulasi proses
koagulasi dan flokulasi untuk menghilangkan partikel-partikel pemicu masalah
pada kualitas air seperti kekeruhan, rasa, dan bau yaitu partikel padatan
tersuspensi maupun zat-zat organik lainnya. Jar test mampu memberikan data
mengenai kondisi optimum untuk berbagai parameter-parameter proses seperti
dosis koagulan dan koagulan pembantu, pH, kecepatan aliran dari larutan kimia,
metode pembubuhan bahan kimia, lama waktu dan intensitas pengadukan cepat
(koagulasi) maupun pengadukan lambat (flokulasi) serta lama waktu
penjernihan(Husaini dkk, 2018).
B. Alat dan Bahan
Alat
- Tabung ukur : 1 buah
- Gelas beker : 5 buah
- Alas Kertas : 5 lembar
- Aluminium foil : 5 lembar
- Batang pengaduk : 5 buah
- Mortar dan pestle : 1 pasang
- Timbangan analitik : 1 buah
- Wadah baskom : 1 buah
Bahan
- Tawas : 7,5 gr
- Sampel air : 10 x 600 ml = 6000 ml
C. Prosedur
1. Jar Test
Prosedur praktikum menggunakan metode Jar Test adalah suatu metode
pengujian untuk mengetahui kemampuan suatu koagulan dan menentukan
kondisi operasi (dosis) optimum pada proses penjernihan air dan air
limbah. Adapun prosedurnya, sebagai berikut:
1. Haluskan tawas yang masih berbentuk bongkahan menggunakan
Mortar and Pestle dan tawas ini berfungsi sebagai koagulan.
2. Siapkan 5 buah tempat tawas yang terbuat dari aluminium foil.
3. Masukan tawas yang sudah dihaluskan ke dalam tempatnya.
4. Timbang tawas dengan timbangan analitik untuk menimbang berat
masing-masing tawas yaitu 0, 5 gr, 1 gr, 1, 5 gr, 2 gr, dan 2, 5 gr.
5. Kumpulkan 10 sampel air yang dibawa dengan masing-masing
volume air sebesar 600 ml.
6. Masing-masing sampel diambil airnya sebanyak 250 ml yang
diukur dengan gelas ukur.
7. 250 ml air tersebut dikumpulkan ke dalam baskom, dengan total
akhir air 250 ml x 10 sampel = 2500 ml atau 2, 5 liter.
8. Siapkan 5 buah gelas beker yang beralaskan kertas dan 5 batang
pengaduk.
9. Air yang dikumpulkan di dalam baskom, dimasukan kedalam gelas
beker dengan masing-masing volumenya sebesar 400 ml dengan
melakukan pengukuran dengan ke dalam gelas ukur sebelum
dimasukan ke gelas beker.
10. Siapkan tawas dan susun penempatan tawas dari jumlah (gr) dari
kiri ke kanan (0, 5 gr, 1 gr, 1, 5 gr, 2 gr, dan 2, 5 gr) pada 5 gelas
beker.
11. Masukan tawas ke dalam gelas beker dan aduk secara bersamaan.
Pengadukan dilakukan sebanyak 2 tahap, yaitu :
A. 100 rpm selama 1 menit: pengadukan cepat bertujuan untuk
mendispersikan koagulan secara merata ke dalam air baku
untuk memacu pembentukan flok.
B. 60 rpm selama 10 menit: pengadukan lambat bertujuan
meningkatkan kesempatan dan jumlah tumbukan antar
partikel. Interaksi transport pada pengadukan lambat
(flokulasi) lebih berarti dibandingkan pada pengadukan
cepat.
12. Setelah melalui proses pencampuran dan pengadukan, diamkan
selama 15-20 menit untuk mengetahui apakah flok pada masing-
masing sampel bisa terbentuk dan mengendap atau tidak.
13. Amati air sampel pada 5 gelas beker untuk menentukan tingkat
kekeruhan.
6. TS, TSS, TDS
A. Metode dan Prinsip
Pengukuran zat padat tersuspensi di dalam air dilakukan dengan prinsip
gravimetric yang mana akan mengukur dan menganalisa Total Solid (TS),
Total Suspended Solid (TSS), dan Total Dissolved Solid (TDS). Penentuan
kadar padatan tersuspensi dilakukan dengan cara mengendapkan padatan
tersuspensi yang terkandung di dalam air sampel dan menyaringnya dengan
kertas saring sehingga keduanya terpisah. Padatan tersuspensi memiliki
ukuran molekul yang lebih besar dari padatan terlarut sehingga saat
dilakukan penyaringan padatan tersuspensi akan tertinggal pada kertas
saring. Dengan demikian, endapan yang tertinggal pada kertas saring disebut
TSS atau Total Suspended Solid, sedangkan padatan yang tidak ikut tersaring
disebut TDS atau Total Dissolved Solid (Ana, 2014).
B. Alat dan Bahan
Alat
- Cawan penguap 1
- Cawan penguap 2
- Cawan pijar
- Kertas saring
- Oven
- Water bath
- Desikator
Bahan
- Sampel air
C. Prosedur
Persiapan
B. Pembahasan
1. Pembahasan mengapa prinsip atau metode tersebut yang digunakan dalam
pengukuran parameter tersebut
Pada percobaan koagulasi, prinsip atau metode yang digunakan adalah
jar test. Koagulasi adalah proses pencampuran koagulan (bahan pengendap)
ke dalam air baku dengan kecepatan perputaran yang tinggi dalam waktu
singkat. Pemberian koagulan pada air baku bertujuan untuk membantu
proses pengendapan partikel-partikel kecil dalam air yang tidak dapat
mengendap dan membentuk flok-flok yang dapat disaring (Susanto, 2008).
Koagulasi penting dilakukan untuk menghilangkan kotoran atau koloid serta
mengurangi kekeruhan pada air limbah. Kekeruhan pada air diindikasikan
mengandung komponen penyebab penyakit, maka dari itu kekeruhan pada
air limbah harus dikurangi hingga mencapai batas yang diizinkan
(Anggorowati, 2021). Salah satu jenis koagulan yang digunakan saat
praktikum adalah tawas yang mampu menstabilisasi koloid, sehingga koloid
dapat bergabung satu sama lain dan membentuk flok dengan ukuran lebih
besar. Metode jar test yang digunakan pada proses koagulasi bertujuan
untuk mengetahui kemampuan serta kondisi operasi atau dosis optimum
yang dibutuhkan pada suatu proses penjernihan air dan air limbah. Selain
itu, metode ini juga dapat menstimulasi proses koagulasi dan flokulasi untuk
menghilangkan partikel-partikel pemicu masalah pada kualitas air seperti
bau, rasa, dan kekeruhan. Jar test juga dapat memberikan gambaran kondisi
optimum untuk parameter-parameter proses seperti dosis koagulan, dosis
koagulan pembantu, kecepatan aliran larutan kimia, pH, metode
pembubuhan bahan kimia, waktu penjernihan, waktu dan intensitas
pengadukan cepat (koagulasi) dan pengadukan lambat (flokulasi) (Husaini
dkk, 2018).
2. Pembahasan mengenai kesesuaian prinsip pengukuran dengan pengerjaan
praktikum.
Praktikum dilakukan selama 1 hari menggunakan metode jar test dan
tawas sebagai bahan koagulan. Tawas yang digunakan terdiri dari lima
tawas dengan berat masing-masing yaitu 0,5 gram, 1 gram, 1,5 gram, 2
gram, dan 2,5 gram. Sedangkan, untuk sampel air yang digunakan terbagi
menjadi lima gelas beker dengan volume masing-masing 400 ml.
Kemudian, setiap sampel air dalam gelas beker akan diberikan tawas sesuai
berat masing-masing pada sampel air di gelas beker yang berbeda.
Selanjutnya, dilakukan pengadukan sebanyak dua tahap. Tahap pertama
mengaduk dengan 100 rpm selama 1 menit untuk mendispersikan koagulan
secara merata ke dalam air baku untuk memacu pembentukan flok. Tahap
kedua mengaduk dengan 60 rpm selama 10 menit untuk meningkatkan
kesempatan dan jumlah tumbukan antar partikel. Setelah itu, diamkan
selama 15-20 menit dan lakukan pengamatan terhadap pembentukan flok
pada masing-masing gelas beker untuk menentukan tingkat kekeruhan.
Berdasarkan pelaksanaan praktikum yang telah dilakukan, dapat dinyatakan
bahwa prinsip pengukuran dengan pengerjaan praktikum telah sesuai.
3. Pembahasan mengenai setiap langkah dalam pengukuran dan alasan/tujuan
dilakukannya langkah tersebut.
Percobaan koagulasi pada praktikum menggunakan metode jar test.
Kemudian, tawas yang akan digunakan sebagai koagulan ditimbang dan
dibagi menjadi lima dengan berat masing-masing yaitu 0,5 gram, 1 gram,
1,5 gram, 2 gram, dan 2,5 gram. Sedangkan untuk sampel air yang telah
dibawa sebesar 600 ml akan diambil sebanyak 250 ml, kemudian
dikumpulkan dalam baskom dengan total akhir air 250 ml x 10 sampel =
2500 ml atau 2,5 liter. Air yang dikumpulkan di dalam baskom, dimasukan
ke dalam gelas beker sesuai urutan dengan volume masing-masing sebesar
400 ml. Selanjutnya, masukkan tawas yang telah ditimbang tadi ke dalam
gelas beker dan aduk bersamaan dengan dua tahap. Tahap pertama
mengaduk dengan 100 rpm selama 1 menit untuk mendispersikan koagulan
secara merata ke dalam air baku untuk memacu pembentukan flok. Tahap
kedua mengaduk dengan 60 rpm selama 10 menit untuk meningkatkan
kesempatan dan jumlah tumbukan antar partikel. Kemudian, setelah melalui
proses pencampuran dan pengadukan, diamkan selama 15-20 menit untuk
mengetahui apakah flok pada masing-masing sampel bisa terbentuk dan
mengendap atau tidak. Langkah terakhir, lakukan pengamatan pada 5 gelas
beker tersebut untuk menentukan tingkat kekeruhan.
4. Pembahasan hasil pengukuran
Hasil pengukuran dari koagulasi diperoleh bahwa terdapat perbedaan
flok yang terbentuk dan perubahan tingkat kekeruhan air sampel. Hal ini
dipengaruhi oleh jumlah dan berat tawas yang dimasukkan ke dalam 5 gelas
beker yang masing-masing memiliki volume 400 ml. Berat masing-masing
tawas yang digunakan adalah sebesar 0,5 gram, 1 gram, 1,5 gram, 2 gram,
dan 2,5 gram. Tawas adalah kristal putih yang memiliki sifat dapat menarik
partikel-partikel lain. Sifat ini menyebabkan terjadinya perubahan berat,
ukuran, dan bentuk dari tawas seperti menjadi semakin besar dan mudah
mengendap. Tawas ini biasanya digunakan sebagai bahan penjernih air yang
dapat menggumpalkan padatan-padatan terlarut di dalam air (Ananda dan
Akhmad, 2016). Berdasarkan sifat dan kegunaannya maka besaran berat
tawas yang dimasukkan dalam air akan mempengaruhi terjadinya perubahan
pada kualitas air yang dihasilkan.
5. Ulasan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran sehingga
diperoleh akurasi pengukuran yang baik.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi akurasi pengukuran adalah
a. Proses pengadukan tahap pertama yang dilakukan secara cepat yaitu
dengan 100 rpm selama 1 menit dengan tujuan untuk mendispersikan
koagulan secara merata ke dalam air baku dan memacu pembentukan
flok.
b. Proses pengadukan tahap kedua yang dilakukan secara lambat yaitu
dengan 60 rpm selama 10 menit dengan tujuan untuk meningkatkan
kesempatan dan jumlah tumbukan antar partikel.
c. Sampel harus diaduk secara bersamaan mulai dari dilakukan
pengadukan hingga setelah pengadukan selesai dilakukan.
Apabila ketiga tahap atau proses pengadukan ini tidak dilakukan secara
tepat, seperti tidak memperhatikan frekuensi, kecepatan, dan waktu
pengadukan dari masing-masing tahapan maka akan mempengaruhi akurasi
pengukuran yang dihasilkan.
6. Dibahas pula kesalahan-kesalahan pengukuran yang terjadi selama
praktikum.
Kesalahan pengukuran yang terjadi selama praktikum adalah kurangnya
sampel air setelah dikumpulkan ke dalam baskom hal ini menyebabkan
dilakukannya pengukuran kembali untuk memastikan total akhir air yang
terkumpul sebesar 2500 ml atau 2,5 liter. Tujuan total air yang dikumpulkan
sejumlah 2,5 liter adalah untuk dapat dimasukkan ke dalam 5 gelas beker
dengan volume yang ditetapkan masing-masing 400 ml untuk dilakukan
proses koagulasi.
7. Hal-hal lain yang anda rasa perlu
- Pada saat dilakukan praktikum terdapat perbedaan metode yang
digunakan, hal ini oleh karena adanya keterbatasan pada alat yang tersedia
sehingga pengamatan hanya dilakukan dengan memanfaatkan indra
penglihatan secara langsung.
- Tidak adanya pedoman khusus atau paten terkait penetapan tingkat
kejernihan air yang dihasilkan pada saat proses koagulasi sehingga
penetapan warna air hanya didasarkan dengan pedoman yang ditetapkan
secara mandiri.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Praktikum merupakan proses pengujian di laboratorium yang akan
mendapati hasil dari percobaan tersebut. sebelum melakukan praktikum
sebaiknya bacalah prosedur yang sudah dibuat dengan tujuan untuk
menghindari kesalahan dalam praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Ana Merliana, E. F. 2014. Analisis TSS (Total Suspended Solid) Dan TDS (Total
Disolved Solid). Semarang: Universitas Diponegoro.
Ananda, P. R. dan Akhmad, I. 2016. ‘Pengaruh Pemberian Tawas Dengan Dosis
Bertingkat Dalam Pakan Selama 30 Hari Terhadap Gambaran Histopatologi
Hepar Tikus Wistar’, Jurnal Kedokteran Diponegoro, 5(3), pp. 210–221.
Anggorowati, A.A. 2021. Serbuk Biji Buah Semangka dan Pepaya sebagai
Koagulan Alami dalam Penjernihan Air.
Fadilah, H., Helma. (2020). Penaksiran Suhu Ruangan Pada Termometer dengan
Menggunakan Inverse Regression. UNPjoMath. 3(1): pp. 29-32.
Husaini, Stefanus S. Cahyono, Suganal dan Kukuh N. Hidayat. 2018.
Perbandingan Koagulan Hasil Percobaan Dengan Koagulan Komersial
Menggunakan Metode Jar Test. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara.
Vol. 14(1), pp. 31-45.
Ira. 2014. Kajian Kualitas Perairan Berdasarkan Parameter Fisika dan Kimia di
Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari Sulawesi Tenggara. Aqua Sains:
Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. pp. 119-124.
Kemdikbud RI. 2013. Buku Teks Bahan Ajar Siswa: Pengelolaan Kualitas Air.
Laili, C. A. 2013. Penggunaan Metode Potensiometri dan Spektrometri untuk
Pengukuran Kadar Logam Natrium dan Kalium dalam Tanah Pertanian
dengan Menggunakan Tiga Ekstraktan. Skripsi. Universitas Jember: Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Mooduto, M. S. 2016. Perkuatan Tower Pln Akibat Gerusan Air (Doctoral
dissertation, Politeknik Negeri Manado).
Mukarromah, R., Yulianti, I., Sunarno. (2016). Analisis Sifat Fisis Kualitas Air di
Mata Air Sumber Asem Dusun Kalijeruk, Desa Siwuran, Kecamatan
Garung, Kabupaten Wonosobo. Unnes Physics Journal. 5(1): pp. 40-45.
Rinawati, Hidayat, D., Suprianto, R., Dewi, P. S. (2016). Penentuan Kandungan
Zat Padat (Total Dissolve Solid dan Total Suspended Solid) di Perairan
Teluk Lampung. Analit: Analytical and Environmental Chemistry. 1(1): pp.
36-45.
Suryani. 2019. Kualitas Parameter Fisik dan Kimia Perairan Sungai Sago Kota
Pekanbaru Tahun 2016. Jurnal Katalisator. 4(1): pp. 32-41.
doi:10.22216/jk.v411.2834.
Susanto, Ricky. 2008. Optimasi Koagulasi-Flokulasi dan Analisis Kualitas Air
pada Industri Semen. Jakarta: Program Studi Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Xian, S., Chai, J., Yin, Y. (2019). A Visual Comparisan Method and Similarity
Measure for Probabilistic Linguistic Term Sets and Their Applications in
Multi-criteria Descision Making. International Journal of Fuzzy Systems.
Doi: 10.1007/s40815-019-00632-y.
Yuniarti, Bernadeta. 2007. Pengukuran Kekeruhan Air Menggunakan
Turbidimeter Berdasarkan Prinsip Hamburan Cahaya. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma. Program Studi Fisika Jurusan Fisika Fakultas
Matermatika dan Ilmu Pengetahuan Alam.