Anda di halaman 1dari 15

Pernikahan Kudus, KDRT dan Perceraian Dalam Gereja Masa Kini

Steven Anugerah Jaya Ndruru

1) Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu


2) Penulis Korespondensi : stevenanugerah440@gmail.com

Abstrak

Salah satu tugas gereja adalah membantu pertumbuhan jemaat, baik secara rohani, jasmani
dan sosial. Ketiga hal ini harus bertumbuh secara seimbang, pertumbuhan rohani harus
seimbang dengan pertumbuhan jasmani dan sosial. Ketiga hal ini yang menentukan gereja
bertumbuh atau tidak. Namun, saat ini jika diperhatikan pertumbuhan gereja dari ketiga hal
ini kelihatan tidak seimbang, baik dari sisi rohani, jasmani maupun sosial. Pernikahan
dikalangan orang percaya merupakan satu hal yang mencerminkan bahwa manusia turut akan
kehendak Allah. Pernikahan mula-mula berasal dari inisiatif Allah. Allah menciptakan laki-
laki yakni Adam dan melihat bahwa tidak baik manusia itu seorang diri, sehingga di
ciptakan-Nya seorang perempuan sebagai penolong bagi Adam. Namun sekalipun begitu,
pernikahan dikalangan orang percaya tidak sedikti yang mengalami perceraian dan kekerasan
dalam rumah tangga. Solusi bagi gereja untuk mencegah hal ini terjadi adalah membimbing
dan mengarahkan Jemaat supaya mengalami pertumbuhan secara jasmani, rohani maupun
social. Gereja memilki peran paling utama dalam membantu pertumbuhan rumah tangga yang
ada dalam gereja local. Selain itu, gereja perlu mempraktekan konseling pastoral dimana
melalui konseling pastoral ada sebuah kelonggaran bagi jemaat untuk terbuka menceritakan
masalah rumah tangganya kepada pelayan dalam gereja. Gereja juga tidak boleh melupakan
fungsinya yaitu mengajarkan kebenaran Firman Tuhan, termasuk kebenaran yang
berhubungan dengan pernikahan.

Kata Kunci: Pernikahan, KDRT, Perceraian, Peran Gereja

Abstract

One of the duties of the church is to help the growth of the congregation, both spiritually,
physically and socially. These three things must grow in balance, spiritual growth must be
balanced with physical and social growth. These three things determine whether a church
grows or not. However, at present, if we pay attention to the growth of the church, these
three things seem imbalanced, both from a spiritual, physical and social perspective.
Marriage among believers is one thing that reflects that humans participate in God's will.
Early marriage came from God's initiative. Allah created man, namely Adam and saw that it
was not good for humans to be alone, so He created a woman as a helper for Adam. But even
so, marriage among believers is not a few who experience divorce and domestic violence.
The solution for the church to prevent this from happening is to guide and direct the church
to experience growth physically, spiritually and socially. The church has the most important
role in helping the growth of households that exist in the local church. In addition, churches
need to practice pastoral counseling where through pastoral counseling there is a leeway for
congregants to openly share their domestic problems with the church's servants. The church
also must not forget its function, namely to teach the truth of God's Word, including the truth
related to marriage.

Keywords : Marriage Christian, KDRT, Divorce, The Role of the Church

PENDAHULUAN

Pertumbuhan Gereja adalah adanya kenaikan yang seimbang baik itu secara
kuantitatif dan kualitas yang terjadi dalam gereja. Gereja adalah tubuh Kristus, mengenai hal
ini maka Gereja harus terus bertumbuh baik itu secara jasmani dan juga rohani. Ada empat
hal yang harus di perhatikan Gereja yang adalah tubuh Kristus untuk bertumbuh, Yaitu
pertama,Gereja seharusnya terus bertumbuh secara intelektual dan akademisi baik itu dalam
hikmat dan kebijaksanaannya. Kedua,Gereja bertumbuh secara fisik , harus semakin besar
dan harus makin kuat jasmaninya, ekonomi dan juga materialnya harus bertumbuh seimbang
dalam gereja. Ketiga, Kehidupan Rohani yang ada dalam gereja juga harus bertumbuh, hal ini
supaya Allah terus mengasihi Gereja. Keempat, Gereja harus di kasihi oleh manusia atau
orang semakin banyak untuk mengasihi gereja, semakin banyak orang yang percaya dan juga
dekat dengan Tuhan.1 Jadi, Gereja yang bertumbuh adalah Gereja yang punya kecerdasan,
jasmani, kerohanian, dan kehidupan social harus kuat. 2 Gereja bertumbuh dan menjadi sehat
dan murni,3 artinya pertumbuhan dalam gereja mengalami keseimbangan. Gereja bertumbuh
adalah merupakan kehendak Allah4

Gereja adalah utusan Kristus di dunia ini untuk menyampaikan dan menyebarkan
Injil.5Selain memberitakan kebenaran Firman Tuhan, gereja juga bertujuan untuk membentuk
1
Peter Wagner, Strategi Pertumbuhan Gereja (Malang: Gandum Mas, t.t), 28-29
2
Morris P. Takaliung, Faktor-faktor penghambat dan penunjuang pertumbuhan Gereja (journal: Oktober 2012)
hlm.105
3
Dr, Makmur Halim,Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia (Malang: Penerbit Gandum Mas), hlm. 77
4
Jermia Djadi, Teologi Pertumbuhan Gereja, (Makasar: 2012) hlm. 33
5
persekutuan umat Allah, membawa jemaat untuk memuliakan Allah dalam ibadah
mengajarkan pengajaran-Nya kepada jemaat untuk mendewasakan jemaat. Di sisi lain, bisa
kita lihat bahwa gereja juga memegang penuh tanggungjawab untuk membantu anggota
jemaat bertumbuh, gereja tetap punya bagian untuk memantau setiap acara dan kegiatan yang
di lakukan oleh jemaat. Gereja juga memiliki tujuan dalam perspektif lingkungan membantu
jemaat agar memiliki kesadaran, kemampuan dan kepedulian salah satunya dalam
peningkatan sumber daya dan berkelanjutan.6 Tujuan dasar Gereja adalah sebagai bentuk
adanya Kerajaan Allah di bumi. Gereja secara representative dituangkan ke dalam visi Gereja
lokal, sehingga penggembalaan yang ada di dalam Gereja bertujuan untuk mengarahkan
jemaat kepada visi gereja. Secara umum Gereja merupakan tempat komunitas orang percaya,
dimana semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus berada di bawah naungan
Gereja. Bisa di katakan bahwa semua aktivitas atau kegiatan yang di lakukan oleh orang
percaya juga berada di bawah naungan gereja dan tetap ada hubungannya dengan Gereja.

Kita sudah mengetahui bagaimana pertumbuhan Gereja yang sebenarnya. Gereja


harus bertumbuh secara seimbang dan keseimbangan itu bisa dilihat dari bagaimana beberapa
pertumbuhan Gereja yang seperti yang di jelaskan di atas yaitu, gereja harus bertumbuh
secara intelektual dan akademisi baik itu secara jasmani, rohani dan social. Jika kita
memperhatikan tujuan dan fungsi gereja yang adalah membangun anggota jemaat dan
membantu anggota jemaat untuk terus mengalami pertumbuhan iman. Namun jika kita
perhatikan masalah social di kalangan anggota jemaat dalam sebuah gereja local saat ini
begitu banyak. Hal ini yang menjadi hambatan bagi gereja untuk bertumbuh sehingga
pertumbuhan gereja tidak seimbang. Masalah social itu adalah Pernikahan, Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) dan Perceraian.

Pernikahan Kristen dalam konteks gereja adalah masalah yang sangat serius yang
dihadapi oleh orang percaya saat ini, hal ini karena pada faktanya dalam kehidupan
pernikahan seringkali terjadi perselingkuhan, KDRT, perceraian7.Kekerasan Dalam Rumah
Tangga saat ini banyak terjadi dalam keluarga orang-orang di seluruh dunia termasuk juga
keluarga orang Kristen. Tidak bisa di tebak apa yang menjadi penyebab terjadinya KDRT dan
perceraian yang pastinya tidak terlepas dari masalah-masalah dalam keluarga.

Kelanjutan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) itu adalah kasus
perceraian. Ada banyak hal yang membuat perceraian terjadi, yaitu mereka tidak
6
Totok Mardikanto, Yesus Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat, (Solo, Prima Theresia Presindo, 2005), hlm. 5
7
Alon Mandimpu Nainggolan: Spritualitas Pernikahan Kristen.hlm.1
menempatkan kasih dalam kehidupan keluarga sehingga terjadinya perselingkuhan, tidak
menghargai pasangan dan tidak ada harmonisasi dalam kehidupan keluarga tersebut.

Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penulisan jurnal ini yaitu dengan menggunakan studi kasus
kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian pernikahan orang Kristen. Metode dengan
studi pustaka yaitu dengan menggunakan buku, jurnal dan artikel.

PEMBAHASAN

Dalam kamus bahasa Indonesia, pernikahan merupakan ikatan perjanjian antara laki-
laki dan perempuan untuk membentuk keluarga dan menjadi suami-isteri yang
sah.Pernikahan secara umum memilki arti yaitu membentuk keluarga baru atau merupakan
hubungan dua orang lawan jenis yang di buat untuk membentuk ikatan sosial dan perjanjian
hukum yang melibatkan dua pribadi yang berlawan jenis dan merupakan sebuah aturan atau
norma yang berlaku dalam budaya setempat.

Menurut Subekti, pernikahan merupakan ikatan yang sah antara seorang laki-laki dan
sorang perempuan. Pernikahan adalah sebuah peristiwa yang penting dalam kehidupan
manusia hal ini di karena bukan karena pengantin laki-laki dan pengantin perempuan saja,
tetapi juga menyangkut orangtua kedua mempelai, saudara, kerabat dan juga seluruh keluarga
kedua belah pihak8. Duvall dan Miller (1985), Pernikahan merupakan hubungan pria dan
wanita yang diakui secara strata sosial dan melegalkan hubungan seksual.

1. Pengertian Pernikahan Kristen

Pernikahan dikalangan orang percaya merupakan satu hal yang mencerminkan bahwa
manusia turut akan kehendak Allah. Hal ini kita bisa lihat dari awal penciptaan Tuhan Allah
memberikan sebuah perintah kepada manusia yaitu beranak cucu dan dan bertambah banyak
(Kejadian 1:28), ini merupakan perintah TUHAN bagi manusia yaitu menyambung keturunan
dan bertambah banyak. Supaya manusia bisa bertambah banyak dan menyambung keturunan,
maka manusia harus melakukan pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Dan ditandai
dengan sah-nya pernikahan itu, maka mereka menjadi suami-istri yang sah. Pernikahan
merupakan gagasan Allah kepada manusia, berupa kehendak Allah kepada manusia.
Pernikahan diadakan oleh Allah terhadapa manusia dalam kondisi manusia belum berdosa
(pernikahan itu kudus dari Allah). Allah yang merencanakan, membentuk, mengesahkan dan
memuliakan pernikahan itu sendiri9 Bahkan dalam surat Paulus kepada jemaat di tesalonika
Paulus menyampaikan kehendak Allah supaya jemaat di tesalonika menikahi seorang
perempuan dan menjadi isterinya, 1 Tes. 4:4. Selain itu Rasul Paulus juga menekankan
tentang perkawinan keoada jemaat di Tesalonika, Paulus membahas perkawinan dalam 1 Tes
4:3-810.

Pernikahan bukan hanya keinginan manusia sendiri, tetapi dari awal pernikahan sudah
menjadi rencana Allah bagi manusia untuk membentuk keluarga. Erastus Sabdono juga

8
Subekti, Prof. SH. Pokok-Pokok Hukum Perdat (Jakarta: PT.Intermasa, 1994), hlm.231.
9
Kalis Stevanus, Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian dan Pernikahan Kembali, (Jurnal Teologi dan
Pendidkan Agama Krsiten) hlm.137
10
E.J. Richard, First and Second Thessalonians, Sacra Pagina 11 (Minnesota: Liturgical Press, 1995), hlm. 186-
209.
berpendapat bahwa pernikahan adalah gagasan Allah. Dari semula laki-laki dan perempuan
sudah ditentukan oleh Allah untuk di persatukan menjadi satu. Oleh karena itu, pernikahan
itu harus kita terima dan kita akui sebagai karunia dan anugerah Allah kepada manusia.11

Ada beberapa pendapat tokoh-tokoh Kristen tentang pernikahan:

Julius A. Fritze, pendeta dan konselor pernikahan dalam bukunya mengatakan bahwa
“pernikahan adalah perpaduan dua emosi, laki-laki dan perempuan”. Wayne Oates, professor
di Southern Baptist Theological Seminary, berpendapat bahwa “pernikahan adalah perjanjian
dari cinta yang memiliki tanggungjawab, dan merupakan persekutuan yang membawa
pertobatan dan pengampunan”. David Augsburger, “pernikahan merupakan perjanjian yang
di buat di hadapan Allah dan jemaat, perjanjian yang mengikat”. Dwight Small, seorang
konselor dan penulis berpendapat bahwa “pernikahan merupakan sebuah kehidupan baru
yang hadir di antara dua orang, laki-laki dan perempuan”. Dr. David Hubbard, “Pernikahan
tidak menuntut kesempurnaan, pernikahan merupakan cara Allah membawa kita melalui
kurikulum-Nya yang utama yaitu kasih dan kebenaran.

Pernikahan orang Kristen merupakan salah satu gambaran yang mencermikan


hubungan Kristus dengan Jemaat atau orang percaya. Hubungan antara Allah dan jemaat
yang percaya adalah hubungan yang eksklusif dan juga kudus. Pernikahan Kristen ini adalah
pernikahan yang di landasi oleh kasih Kristus.

Pernikahan mula-mula berasal dari inisiatif Allah. Allah menciptakan laki-laki yakni
Adam dan melihat bahwa tidak baik manusia itu seorang diri, sehingga di ciptakan-Nya
seorang perempuan sebagai penolong bagi Adam. Perempuan itu di ciptakan dari tulang
rusuk Adam, dan Adam memberi nama perempuan itu yakni Hawa (Kejadian 2:18-25) dan
Hawa menjadi istri Adam. Pernikahan juga merupakan lembaga pertama dan satu-satunya
yang terbentuk di antara manusia sebelum manusia jatuh dalam dosa. Hal ini menunjukkan
bahwa pernikahan itu kudus dan pernikahan adalah yang berkenan bagi Allah12.

Sebagai orang percaya, seharusnya pernikahan itu tidak sekedar cinta dan tidak
melanggar moral dan etika Kristiani, tetapi penikahan itu haruslah menyenangkan hati Tuhan.
Inilah yang harusnya di kerjakan oleh gereja, gereja harus membantu jemaatnya dalam hal

Erastus Sabdono, Perceraian (Jakarta: Rehoot Literature, 2018), hlm.25


11

https://www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/amp/suyaditjhin/
12

5c10738eaeebe102453aad23/arti-sebuah-pernikahan-perspektif-kristen.
pernikahan, memberikan berbagai pertimbangan sebelum melaksanakan pernikahan atau
anggota jemaatnya melakukan pernikahan.

2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasam dalam rumah tangga merujuk kepada kekerasan yang bersifat fisik
psikologis atau kejiwaan, seksual, emosional maupun penelataran keluarga 13 atau tidak ada
tanggungjawab dalam keluarga.

Berbicara hukum terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya ada dua
hal yang perlu diperhatikan yaitu kekerasan dalam rumah tangga bila dinilai dari kacamata
hukum dunia, jelas hal kekerasan dalam rumah tangga sudah melanggar aturan dan undang-
undang. Bahkan dengan tindak kekerasan dalam rumah tangga bisa saja akan dikenakan pasal
KUHP yang sudah ditetapkan dalam Negara Indonesia. Banyak sekali yang menyatakan
dalam undang-undang Indonesia jika KDRT memang salah satu tindak criminal bahkan akan
mendapatkan hukuman yang sangat berat. Terlepas dari hukum yang ada di undang-undang,
kekerasan dalam rumah tangga juga jelas melanggar aturan yang ada dalam norma budaya
dan juga melanggar peraturan yang ada dalam ajaran agama terlebih dalam ajaran agama
Kristen.

Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya bukan hal baru lagi yang kita dengar
untuk saat ini, mungkin hal ini sering kita jumpai yang mana sering melihat kejadian ini
secara nyata dengan mata kepada sendiri. Memang pada dasarnya kekerasan bukan hanya
terjadi dalam keluarga saja masih banyak lagi sebenarnya kekerasan yang sering terjadi serta
dengan alasan bermacam-macam. Dari kekerasan dalam rumah tangga yang sering menjadi
korban biasanya seorang istri. Maka dari itu harus belajar menjadi suami yang baik menurut
alkitab. Namun kekerasan dalam rumah tangga atau (KDRT) hal ini biasanya dipicu dengan
adanya masalah internal yang mungkin dilakukan salah satu dari anggota keluarga tersebut,
misalnya kekerasan yang dilakukan oleh seorang suami.

Sangat penting untuk seorang suami memahami tanggung jawab ayah dalam keluarga
kristen, atau mencari solusi dari permasalahan yang dialami. Dengan tidak menemukan jalan
keluar pada saat emosi jelas akan menimbulkan konflik bahkan mengakibatkan konflik fisik.
Dengan kekerasan rumah tangga ini, maka kita akan membahas bagaimana pandangan
Kristen dengan hal tersebut. Dari pelanggaran tersebut sebenarnya ada ayat alkitab tentang
Edwin Manumpahi, Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Psikologi Anak DI Desa Soakonora
13

Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat, (Journal:”Acta Diurma” Volume V. No.1. Tahun 2016), hlm.1
pelanggaran ham. Tetapi sebenarnya jelas jika kekerasan dalam rumah tangga tidak diijinkan
dan tidak berkenan dengan ajaran agama Kristen.

Dalam surat Efesus 5:21 mengatakan “dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang
lain di dalam takut akan Kristus.”Ayat ini mengejarkan untuk saling merendahkan diri dan
tidak untuk saling membanggakan dan menilai jika dirisendiri yang benar dan paling
berkuasa dalam keluarga. Namun dalam ayat ini mengajarkan bagaimana harus selalu
bersikap rendah diri baik bagi istri maupun bagi suami.

Efesus 5:22-24 mengatakan “22 Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,
23 karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh. 24 Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian
jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.”

Dalam ayat ini memang menjelaskan jika seorang istri harus tunduk kepada suami, namun
tidak juga suami harus bersikap semena-mena kepada istri yang mana harus juga
menghargainya dan tidak membuat tindak fisik yang menyakiti dari istri tersebut.

Dalam surat Paulus yang di tuliskan kepada jemaat Di Efesus, Paulus juga
memperingatkan kepada jemaat untuk selalu menekankan kasih dalam hubungan pernikahan
dan keluarga mereka sebagai suami isteri. Efesus 5:25-33 mengatakan “25Hai suami,
kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-
Nya baginya 26untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya
dengan air dan firman, 27supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-
Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat
kudus dan tidak bercela. 28 Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. 29Sebab tidak
pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama
seperti Kristus terhadap jemaat, 30 karena kita adalah anggota tubuh-Nya. 31 Sebab itu laki-
laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging. 32Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan
Kristus dan jemaat. 33Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah
isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya.”

Dalam rumah tangga, pasangan suami isteri menjalani kehidupan rumah tangga
mereka dengan dasar kasih, terlebih-lebih kepada pasangan suami-ister yang merupakan
orang percaya, mereka harus menerapkan kasih dalam hubungan keluarga mereka.
Selanjutnya, suamilah yang harus menjadi teladan dalam menerapkan kasih dalam kehidupan
keluarganya. Dalam ayat ini sangat jelas bukan jika suami tidak seharusnya bertindak
semaunya kepada istrinya melainkan harus memiliki kasih sabagaimana Kristus mengasihi
jemaat. Ayat ini juga mengajarkan jika suami harus rela berkorban untuk istrinya tanpa alasan
apapun. Perilaku tersebut juga termasuk dalam contoh kebudayaan yang sesuai dengan iman
kristen. Sangat jelas sekali dengan beberapa ayat diatas jika kekerasan dalam rumah tangga
sangat bertentangan dengan ajaran agama Kristen. Bahkan hal tersebut sudah disampaikan
dalam Alkitab.

Memang betul dalam ayat alkitab tidak menjelaskan dengan rinci hukuman apa yang
nantinya akan didapatkan seperti yang ada dalam undang-undang. Namun hal tersebut jelas
bertentangan dengan apa yang sudah diajarkan Tuhan Yesus kepada kita selama ini. Sebagai
orang Kristen perlu kite mengikuti keteladanan samuel yang mana selalu mengikuti dari
ajaran yang Tuhan Yesus perintahkan. Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga sama saja
mencoreng dan tidak mengindahkan dari apa yang sudah diajarkan Tuhan Yesus kepada kita
selama ini. Ajaran yang diberikan Tuhan Yesus jelas menjalaskan jika kita harus saling
mengasihi satu sama lain terlebih dalam anggota keluarga. Pada dasarnya kekerasan dalam
rumah tangga tidak akan pernah terjadi bila menanamkan konsep kasih dalam keluarga
tersebut dan menlandasi sebuah keluarga dengan takut akan Tuhan.

Dari awal sejarah mencatat bagiamana manusia berpikir bahwa perempuan harus
berada di bawah kepeimpinan laki-laki, sehingga perempuan dalam pikiran manusia adalah
rendah. Thomas Aquanias yang menyoroti dan menanggapi pendapat Aristoteles tentang
ketidak sempurnaan perempuan sebagai seorang lelaki.14 Perempuan tidak sempurna,
sebenarnya merujuk kepada perempuan yang ketika menikah maka dia harus berada di bawah
kepemimpinan suaminya (laki-laki), tetapi bukan berarti laki-laki bebas berbuat sewajarnya
kepada perempuan. Saling menghormati dan menghargai adalah salah satu cara supaya
keluarga itu tetap memiliki damai dan sukacita, sehingga dengan hal ini maka Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak akan terjadi.

 Penyebab Terjadinya KDRT

Denise L. Carmody, Kekristenan Zaman Bapa-Bapa Gereja dan Abad Pertngahan, dalam Anne Hommes.
14

Perubahan Peran Pria dan Wanita dala Gereja dan Masyarakat, (Yogyakarta : Kaisius-BPK Gunung Mulia,
192) hlm.210-211.
Menurut Ihromi (1995) terjadinya tidakan KDRT15 di antarnya adalah komunikasi dalam
keluarga merupakan faktor yang paling pentug untuk di pahami, karena hal inilah yang
menentuka krharmonisan dalam keluarga berumahtangga. Melalui komunikasi maka akan
sangat membantu terciptanya hubungan yang lebih terbuka dalam keluarga. Jika tidak
teriptanya komunikasi yang baik, maka sangat besar kemungkinan lahirnya konflik dalam
rumah tangga tersebut.

Ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
yaitu, laki-laki dalam keluaraga dianggap lebih kuat dan otoritas dalam keluarga adalah milik
laki-laki. Hal ini dikarenakan perbedaan gender, laki-laki yang dengan sifat maskulin
dianggap kuat, gagah dan berani dari pada karakter perempuan yang feminine dinggap lemah
lembut dan juga penurut. Hal ini merupakan factor utama yang mempengaruhi laki-laki untuk
berbuat sesukanya atau semena-mena kepada perempuan.16

W. Ngir menjelaskan bahwa ada beberapa factor yang memicu terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga yaitu:

 Faktor Psikologis, dukungan emosional seperti kasih sayang baik dari isteri maupun
perempuan kurang. Kasih sayang penting dalam keluarga, jadi jika kasih sayang tidak
didapat dalam sebuah hubungan maka kenderung akan terjadi kekerasan dalam rumah
tangga.
 Faktor Ekonomi, jika pengeluaran dengan pendapatan dalam keluarga tidak seimbang
maka kecenderungan KDRT akan terjadi.
 Tidak saling terbuka dan saling jujur dalam rumah tangga baik antara suami dan istri,
kurangnya komunikasi menjadi penyebab utama hal ini terjadi.17

Beberapa factor di atas merupakan hal yang sepele. Namun sekalipun merupakan hal
sepele factor-faktor ini tidak boleh diabaikan. Menghindari factor-faktor di atas akan
menjauhkan rumah tangga atau pasangan suami istri dari terjadinya Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT).

3. Perceraian

Perceraian secara umum merupakan hubungan pernikahan yang di akhiri atau di


putuskan untuk tidak dilanjutkan Perceraian adalah pasangan suami-istri yang berpisah dan
15
Ihromi, T.O, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia:1999).
16
Suryati, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Parapat : KSPPM, 2013), hlm.1
17
Desefention W. Ngir, 10 Kebutuhan Utama Dalam Pernikaha (Bandung : Kalam Hidup, 2014), hlm 31-35
memutuskan untuk tidak melanjutkan kehidupan rumah tangga mereka karena masalah yang
terjadi dalam keluarga mereka, seperti perselingkuhan, kurang komunikasi dalam keluarga
dan lain sebagainya. Kegagalan suami-isteri dalam membangun rumah tangganya adalah
faktor utama terjadinya perceraian. Kegagalan hubungan suami-isteri yang menjadi masalah
utama dan kenyataan itu paling sedikit, dan tidak terpengaruh oleh ada atau tidaknya izin
untuk bercerai. Akibat bercerai bukan karena sebuah kegagalan relasi tersebut. 18. Sebagian
besar, suami-istri tidak mengerti apa yang menjadi tanggungjawab yang akan mereka
kerjakan untuk membangun keluarga mereka. Ketidaksadaran ini yang menjadi kesalahan
suami-istri dan dari ketidak-sadaran inilah yang membuat mereka gagal dalam membangun
keluarga.

Perceraian dalam ajaran Kristen di larang, tetapi sacara realitas (nyata) kegagalan
pernikahan orang Kristen di akhiri dengan perceraian.19 Dalam Alkitab, ada ayat-ayat yang
melarang perceraian, misalnya Matius 5:32, 19:4-9; Markus 10:6-9, 11-12; Lukas 16:18; 1
Korintus 7:10-11, dan terdapat juga ayat-ayat alkitab atau teks yang berfungsi sebagai sebuah
pengecualian terhadap perceraian, 1 Korintus 7:11; 15-16; Markus 10:11b-12b; Lukas 18a;
Matius 19:9b. Ayat-ayat ini seharusnya di ajarkan kepada anggota jemaat, bukan untuk
menghakimi mereka tetapi supaya mereka bisa terbantu untuk mengerti tentang kebenaran
bahwa perceraian itu dalam ajaran Kristen tidak di perkenankan. Namun hal ini sering
diabaikan oleh gereja, seakan-akan gereja melupakan tujuan dan salah satu fungsinya yaitu
membawa jemaat untuk mengetahui jemaat, dan membantu jemaat untuk bertumbuh dalam
kebenaran dan juga iman. Yesus Kristus sendiri juga mengklarifikasikan terjadinya
perceraian sebagai perkara perzinahan.20 Perceraian adalah salah satu bentuk yang kerusakan
yang terjadi dalam pernikahan.21 Tetapi dalam hal ini, Yesus tidak menyangkal adanya
perceraian. Orang yang sudah melakukan zinah boleh di ceraikan. Orang Yahudi tentang
perceraian berpendapat perceraian adalah sebuah fakta yang bisa terjadi dalam kehidupan
pasangan suamiu-isteri. Pembahasan mengenai pernikahan selalu dibarengi dengan
perceraian.22 Jadi pernikahan akan selalu dibayang-bayangi oleh perceraian. Hal ini harus di
perhatikan oleh gereja dan juga keluarga-keluarga Kristen, sebagai peringatan bahwa jika

18
Ruth Schafer dan Freshia Aprilyn Ross, Bercerai Boleh atau Tidak? Tafsiran Terhadap Teks-teks
Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), hlm.1
19
Kalis Stevanus, Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian dan Pernikahan Kembali, (Jurnal Teologi dan
Pendidkan Agama Krsiten) hlm.136
20
Loc.id, Kalis Stevanus, hlm 145
21
Alon Mandimpu Nainggolan, Spritualitas Pernikahan Kristen, hlm. 5
22
Ruth Schafer dan Ross Freshia Aprilyn, Bercerai Boleh atau Tidak ? (Jakarta : Bpk Gunung Mulia, 2017),
hlm. 38
pernikahan tidak bisa di bawa dan di tuntun sesuai dengan kebenaran, maka pernikahan itu
akan berujung dengan perceraian. Semua orang yang ada di dunia ini, jika tidak
memperhatikan hal ini maka perceraian membayang-bayangi pernikahan mereka, termasuk
juga dengan orang Kristen yang tinggal di bawah naungan Gereja.

Perceraian terjadi dalam keluarga orang percaya di sebabkan karena manusia yang
telah jatuh dalam dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Sabdono, 2018:1). Manusia
telah kehilangan kemuliaan Allah kemingkinan di sebabkan karena tidak bertumbuh sesuai
kebaran Firman Tuhan dan tidak mengalami pertumbuhan iman, sehingga menjadi masalah
bagi dirinya termasuk perceraian akan terjadi dalam keluarganya. Marthin Luther
berpendapat bahwa perceraian boleh jika dasar alkitabiahnya bisa di benarkan (Gusbee,
2008:361). Lewis Smedes juga mengatakan bahwa perceraian adalah sah secara hukum dan
secara moral apabila sebuah pernikahan telah mati dan tidak dapat di pertahankan lagi.

4. Pengajaran Dan Tujuan Gereja

Rasul- Rasul melihat bahwa pelayanan Firman Tuhan adalah hal yang paling penting
dalam jemaat untuk membantu pertumbuhan jemaat secara rohani. 23 Gereja dari penjelasan di
atas, bertujuan untuk mengajarkan anggota percaya yang ada dalam naungan gereja tersebut
termasuk keluarga-keluraga yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, gereja juga harus
membina dan mengajarkan keluarga-keluarga yang ada dalam gereja itu sendiri, mengajarkan
tentang kebenaran dan ketetapan-ketetapan tentang hubungan pernikahan dan juga keluarga,
bagaimana mereka membangun keluarga mereka sesuai dengan standard kebenaran Firman
Tuhan. Kurangnya pengetahuan agama, sehingga suasana rumah tangga banyak yang tidak
menentu, yang di sebabkan karena rasa curiga antara suami dan isteri24 yang dimaksud disini
adalah pengetahuan akan kebenaran yang berlaku dalam agama, bisa jadi pengajaran bahwa
pernikahan orang percaya adalah pernikahan yang dirancangkan Allah dan merupakan
ketetapan Allah dibuat Allah untuk manusia sebelum manusia jatuh dalam dosa dan
pernikahan itu sendiri adalah pernikahan yang kudus. Sehingga dengan memahami
pengertian seperti ini, pasangan suami-isteri bisa mengerti apa arti dari pernikahan mereka,
dan menjadi pertimbangan bagi mereka sehingga mereka tidak sembarangan untuk
mengambil keputusan untuk bercerai dan memutuskan hubungan pernikahan mereka.

23
I Ketut Enoh, Prinsip-prinsip Pertumuhan Gereja Dalam Kisah Para Rasul (Unjung Pandang: Tesis Sekolah
Tinggi Theologia Jaffray, 1991), Hlm. 63.
24
Armansyah Matondang, Faktor-Faktor yang Mengakibatkan Perceraian dalam Perkawinan (Jurnal Ilmu
Pemerintahan dan Sosial Politik, 2014), hlm.1444
5. Peran Dan Solusi Bagi Gereja

Gereja memilki tanggung jawab yaitu membimbing dan mengarahkan Jemaat supaya
mengalami pertumbuhan secara jasmani, rohani maupun social. Gereja juga berperan
membantu pertumbuhan keluarga yang ada dalam gereja local. Andreas Suwarno
memberikan penjelasan bahwa salah satu tugas Gereja adalah menggembalakan kawanan
domba Tuhan dengan perkunjungan kepada rumah tangga yang berupa pelayanan pastoral. 25
Kunjungan rumah tangga adalah salah satu cara efektif untuk melayani keluarga dan
pasangan suami isteri. Dengan kunjungan rumah tangga atau sekarang ini di kenal dengan
kunjungan pastoral memberikan banyak peluang bagi gereja untuk menyampaikan Firman
Tuhan kepada keluarga atau pasangan yang dikunjungi, mengajari mereka bagaimana
keluarga di bina sesuai dengan satandar Firman Tuhan.

Konseling pastoral adalah pelayanan yang melibatkan antara dua pihak yaitu konselor
(Pelayan Dalam Gereja) dan Konseli (Jemaat). Konseling merupakan percakapan antara
pastor atau pendeta dengan jemaat yang dilayaninya. Proses konseling membatu pastor atau
pendeta yang melayani didalam gereja untuk mengetahui secara jelas apa yang menjadi
masalah konselinya. Dengan melakukan konseling, maka cenderung konseli (jemaat yang di
layani) akan membukakan semua masalah yang dia hadapi, sehingga proses ini akan
membantu pelayan gereja untuk mengetahui masalah yang di hadapi oleh jemaatnya. Karena
sebagian besar gembala siding tidak mengerti dan tidak memahami masalah yang di hadapi
oleh jemaatnya sehingga sulit untuk memeberikan solusi. Dalam proses konseling, biasanya
konseli akan cepat menyadari apa yang sedang terjadi dalam dirinya, persoalan apa yang
sedang dia hadapi, kondisi hidupnya, dan mengapa dia merespon semuanya itu dengan
perasaan dan sikap tertentu.26

Konseling pastoral juga lebih bagus jika dipraktekan dalam kehidupan pernikahan, ini
akan membantu suami istri untuk memahami dan mengerti apa yang sedang mereka alami
dalam kehidupan rumah tangga mereka. Dengan hal ini, suami istri akan terindar dari sikap
dan respon yang negative. Dengan mereka menyadari situasi dan keadaan apa yang sedang
mereka alami, maka mereka akan bias berpikir ulang untuk bertindak supaya kehidupan
pernikahan mereka terhindar dari praktek perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT).

25
Andreas Suwarno, Pastoral Konseling; Manfaat dan Penerapannya Untuk Pelayanan Masa Kini
(Yogyakarta: Fire Publisher, 2012) hlm. 10-11
26
Soewarno, Pastoral Konseling; Manfaat dan Penerapannya Untuk Pelayanan Masa Kini, hlm.12
Kesimpulan

Jika disimpulkan dari semua pembahasan tersebut diatas, maka dapat di simpulkan
bahwa gereja kurang dalam pengajaran tentang pernikahan kepada anggota Gerejanya. Saat
ini gereja lebih fokus kepada pengajaran tentang berkat Tuhan. Tanpa disadari anggota
jemaat, pasangan suami istri yang ada dalam gereja mengalami masalah dalam pernikahannya
atau dalam hubungan keluarganya. Jadi, Gereja perlu untuk memberikan pengajaran dan
mempraktekan konseling pastoral bagi pelayanan jemaat, sehingga gereja bisa menolong
jemaat khususnya pasangan rumah tangga yang ada dalam gereja supaya terhindar dari
prakterk KDRT dan Perceraian, sehingga pernikahan kudus itu tetap kudus diantara pasangan
suami istri didalam gereja tanpa KDRT dan perceraian.

Daftar Pustaka

Wagner Peter, Strategi Pertumbuhan Gereja (Malang: Gandum Mas) P. Takaliung Morris,
Dr, Halim Makmur, Gereja di Tengah-tengah Perubahan Dunia (Malang: Penerbit Gandum
Mas)
Djadi Jermia, Teologi Pertumbuhan Gereja, (Makasar: 2012) Mardikanto Totok, Yesus
Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat, (Solo, Prima Theresia Presindo, 2005)
Nainggolan Alon Mandimpu : Spritualitas Pernikahan Kristen.
Subekti, Prof. SH. Pokok-Pokok Hukum Perdat (Jakarta: PT.Intermasa, 1994)
Stevanus Kalis, Sikap Etis Gereja Terhadap Perceraian dan Pernikahan Kembali, (Jurnal
Teologi dan Pendidkan Agama Krsiten)
E.J. Richard, First and Second Thessalonians, Sacra Pagina 11 (Minnesota: Liturgical Press,
1995)
Sabdono Erastus, Perceraian (Jakarta: Rehoot Literature, 2018),
Manumpahi Edwin, Kajian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Psikologi Anak DI
Desa Soakonora Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat, (Journal:”Acta Diurma”
Volume V. No.1. Tahun 2016)
Carmody Denise L, Kekristenan Zaman Bapa-Bapa Gereja dan Abad Pertngahan, dalam
Anne Hommes. Perubahan Peran Pria dan Wanita dala Gereja dan Masyarakat,
(Yogyakarta : Kaisius-BPK Gunung Mulia, 192)
Ihromi, T.O, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia:1999).
Suryati, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Parapat : KSPPM, 2013), hlm.1
W. Ngir Desefention, 10 Kebutuhan Utama Dalam Pernikahan (Bandung : Kalam Hidup,
2014)
Ruth Schafer dan Freshia Aprilyn Ross, Bercerai Boleh atau Tidak? Tafsiran Terhadap
Teks-teks Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017)
Ruth Schafer dan Ross Freshia Aprilyn, Bercerai Boleh atau Tidak ? (Jakarta : Bpk Gunung
Mulia, 2017)
Enoh I Ketut, Prinsip-prinsip Pertumuhan Gereja Dalam Kisah Para Rasul (Unjung Pandang:
Tesis Sekolah Tinggi Theologia Jaffray, 1991)
Matondang Armansyah, Faktor-Faktor yang Mengakibatkan Perceraian dalam Perkawinan
(Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 2014)
Suwarno Andreas, Pastoral Konseling; Manfaat dan Penerapannya Untuk Pelayanan Masa
Kini (Yogyakarta: Fire Publisher, 2012)
Faktor-faktor penghambat dan penunjuang pertumbuhan Gereja (journal: Oktober 2012)
https://www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/amp/
suyaditjhin/5c10738eaeebe102453aad23/arti-sebuah-pernikahan-perspektif-kristen.

Anda mungkin juga menyukai