Untuk memahami adat-istiadat Karo secara baik tidak ada jalan lain selain terlebih dahulu
memahami tentang sangkep nggeluh pada merga silima, karena dalam setiap pelaksanaan adat-
istiadat yang berperan adalah sangkep nggeluh.
Sangkep nggeluh adalah suatu sistem kekeluargaan pada masyarakat karo yang secara garis besar
terdiri atas senina, anak beru, dan kalimbubu.
Pusat dari sangkep nggeluh adalah sukut yaitu pribadi/keluarga/merga tertentu, yang dikelilingi
oleh senina, anak beru, dan kalimbubu-nya. Sukut dalam pesta perkawinan akan menerima uang
jujuran berupa bena emas (erdemu bayu) atau batang unjuken (petuturken).
Dalam melaksanakan upacara adat tertentu seperti perkawinan, kematian, memasuki rumah
baru, dan lain-lain sangkep nggeluh akan diketahui apabila sudah jelas siapa sukut dalam acara
tersebut. Misalnya dalam perkawinan, sukut adalah orang yang kawin dan orang tuanya. Atau
dalam kematian, sukut adalah janda atau duda dan anak dari yang meninggal. Atau dalam hal
memasuki rumah baru (mengket rumah) sukut adalah pemilik rumah itu sendiri.
Untuk lebih memahami hal tersebut, terlebih dahulu hendaklah diketahui cara orang Karo
menarik garis keturunan (lineage) baik dari keturunan ayah (patrilineal) maupun dari garis
keturunan ibu (matrilineal) yang melekat pada setiap individu suku Karo, yang dalam bahasa
sehari-hari dikenal dengan tutur (terombo). Adapun cara menarik garis keturunan atau tutur
meliputi :
1. Merga/Beru. Merga/Beru adalah nama keluarga bagi seseorang dari nama keluarga (merga)
ayahnya. Untuk anak perempuan disebut beru. Bagi anak laki-laki merga ini akan diwarikan
secara turun-temurun. Merga/Beru pada suku Karo secara garis besar ada lima yaitu :
a. Ginting
b. Karo-karo
c. Perangin-angin
d. Sembiring dan
e. Tarigan
2. Bere-Bere Bere-bere adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari beru ibunya. Kalau
ibunya beru Peranginangin, maka dia bere-bere Peranginangin, kalau ibunya beru Sembiring
maka anaknya jadi bere-bere Sembiring, dan seterusnya.
3. Binuang Binuang adalah nama kelaurga yang diwarisi seseorang dari bere-bere ayahnya (bere-
bere bapa) atau dari marga simada dareh ayahnya atau dari neneknya (ibu dari ayahnya).
4. Kempu (Perkempun) Kempu (perkempun) adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang
(berasal) dari merga puang kalimbubu-nya atau dari bere-bere ibunya atau dari beru neneknya
(ibu dari ibunya).
5. Kampah Kampah adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari merga kalimbubu simada
dareh kakeknya atau bere-bere nini (ayah dari ayahnya) atau beru dari ibu kakeknya (ayah dari
ayahnya) atau beru dari istri empung-nya dari pihak ayah.
6. Soler Soler adalah nama keluarga yang diwarisi seseorang dari marga puang nu puang
kalimbubu atau merga dari singalo perkempun ibu atau beru empung (ibu dari nenek).
Jadi, ada enam nama keluarga (merga/beru) yang dimiliki setiap individu suku Karo. Dengan
demikian, jelas bahwa suku Karo menarik garis keturunan secara bilateral, yakni dari pihak ayah
dan ibu sekaligus. Untuk jelasnya, perhatikan gambar dibawah ini.
sangkep
Orat Tutur dalam Adat Karo
I. ERBAPA (Bapak)
1. Erturang antara si dilaki ras si diberu, adi sada bapa entah sada nande
2. Erturang antara si dilaki ras si diuberu, adi si pemeren bapana
3. Erturang antara sidilaki ras diberu, adi ersenina bapana
4. Erturang antara si dilaki ras si diberu, adi ersenina bapana
5. Erturang antara si dilaki ras diberu adi sembuyak nandena (Sipemeren)
6. Erturang anara sidilaki ras si sidiberu , adi sembuyak nandena (sipemeren)
7. Erturang - Impal kempak Bibi Turang bapa, adi dilaki
8. Erturang -Impal kempak anak mama, adi kita diberu
V. MAMA (Paman)
VI. MAMI
VII. BIBI
1. Bibi arah turang bapa
2. Bibi senina nande
3. Bibi nande perbulangen
4. Bibi kempak turang impal bapa.
5. Bibi kempak kerina tegun turang bapa
6. Bibi tua kempak turang bapa sintua
7. Bibi tengah kempak turang bapa sintengah
8. Bibi nguda kempak turang bapa singuda
VIII, BENGKILA
IX. SILIH
X. TURANGKU
Turangku em simehangke, erturangku harus rebu , labo banci siperkuanen
( secara langsung ) Adi simble pe harus duana nilah.
XI. KELA
XII. PERMAIN
1. Permain kempak ndehara anakta
2. Permain kempak kerina anaj turang ndeharana, dilaki tah diberu.
Sistem perkawinan pada Merga Ginting, Karo-Karo dan Tarigan. Pada merga-merga (baca : marga)
tersebut diatas, berlaku sistem perkawinan exogami murni, dimana mereka yang berasal dari sub-
sub merga Ginting, Karo-Karo dan Tarigan diharuskan kawin dengan orang lain dari luar
merganya, atau dilarang kawin semarga.
Sistem perkawinan pada Merga Perangin-angin dan Sembiring. Sistem perkawinan pada kedua
merga ini adalah elutherogami terbatas. Adapun letak keterbatasannya adalah seseorang dari
merga tertentu Perangin-angin atau Sembirirng diperbolehkan kawin dengan orang dari merga
yang sama, tetapi sub merga (lineagea)-nya berbeda. Misalnya dalam merga Perangin-angin,
antara Bangun dengan Sebayang, atau antara Kuta Buluh dengan Sebayang.
Demikian juga di dalam merga Sembiring, antara Brahmana dengan Meliala, antara Pelawi
dengan Depari, dan sebagainya.
Larangan Perkawinan dengan orang dari luar merga (clan)-nya tidal dikenal, kecuali antara
Sebayang dengan Sitepu, atau antara Sinulingga dengan Tekang, yang disebut sejanji atau
berdasarkan sebuah perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya, dimana mereka telah
mengadakan perjanjian untuk tidak saling kawin-mengawini. Eleutherogami terbatas ini
menunjukkan bahwa merga bukan sebagai hubungan geneakolongis, dan asal-usul sub merga
tidak sama.
Disari dari Adat Karo, karya Darwin Prinst, SH., terbitan Kongres Kebudayaan Karo, Medan 1996.
Berdasarkan jumlah isteri dikenal perkawinan monogami dan poligami. Perkawinan poligami
biasanya terjadi karena :
- tidak mendapat keturunan
- tidak memperoleh keturunan laki-laki
- saling mencintai
- tidak ada kecocokan dengan isteri pertama
- meneruskan hubungan kekeluargaan
Berdasarkan proses terjadinya perkawinan, dapat dibagi atas perkawinan suka sama suka (saling
mencintai) dan perkawinan atas dasar prakarsa atau peranan orang tua (baca : dijodohkan), yang
biasanya terjadi untuk mempertahankan hubungan kekeluargaan atau karena seorang wanita
telah hamil.
1. Gancih Abu (ganti tikar). Yaitu bila seorang wanita menikah dengan seorang pria untuk
menggantikan kedudukan saudaranya yang telah meninggal sebagai isteri. Hal ini biasanya terjadi
untuk meneruskan hubungan kekeluargaan, melindungi kepentingan anak pada perkawinan
pertama, dan juga untuk menjaga keutuhan harta dari perkawinan pertama.
2. Lako Man (turun ranjang). Yaitu apabila seorang pria kawin dengan seorang wanita yang
tadinya adalah bekas isteri saudaranya yang telah meninggal dunia.
Mindo Nakan.
Yaitu suatu perkawinan antara seorang pria dengan wanita mantan isteri saudara ayahnya.
Mindo Cina.
Yaitu perkawinan antara seorang pria dengan wanita yang secara tutur adalah neneknya.
Kawin Ciken.
Perkawinan antara seorang pria dengan wanita mantan isteri ayah/saudaranya yang telah
dijanjikan sebelumnya. Hal ini terjadi pada zaman dahulu disebabkan seorang wanita yang masih
sangat muda dikawinkan dengan pria yang sudah tua, lalu dibuat perjanjian bahwa salah seorang
dari putra/saudaranya sebagai ciken (tongkat) apabila suaminya kelak meninggal dunia.
Pada jaman dahulu bila seseorang memiliki dua orang isteri dan salah seorang diantaranya belum
memiliki keturunan laki-laki, dan pada pihak yang lain, salah seorang saudara dari suaminya
belum memiliki isteri, maka isteri yang belum memiliki keturunan laki-laki tersebut dapat
disahkan menjadi isteri saudara suaminya tersebut, dengan harapan agar tetep terpeliharanya
hubungan kekeluargaan dengan pihak wanita, dan diperolehnya keturunan dengan suami
barunya. Contohnya lihat dalam kasus Pustaka Kembaren dancerita Pincawan dan Lambing
(Sebayang). Hal itulah yang terjadi dalam merga Sebayang dan Pencawan dan Kembaren (Sijagat)
dengan Kembaren Perti.
Ngalih. Yaitu lako man kepada isteri abang (kaka).
Ngianken. Yaitu lako man kepada isteri adik (agi).
3. Piher Tendi/Erbengkila bana. Adalah perkawinan antara orang yang menurut tutur, si wanita
memanggil bengkila kepada suaminya. Di daerah Karo Langkat ini disebut perkawinan Piher
Tendi.
Berdasarkan jauh dekatnya hubungan kekeluargaan, dikenal empat jenis perkawinan yakni :
Petuturken.
Suatu perkawinan yang dilangsungkan antara seorang pria dan wanita yang bukan 'rimpal'.
Perkawinan demikian diperbolehkan oleh adat sejauh tidak ada larangan seperti : erturang (satu
merga) untuk Ginting, Karo-Karo dan Tarigan, kecuali Perangin-angin dan Sembiring. Dimana sub
merga Perangin-angin yaitu Sebayang diperbolehkan kawin dengan Kuta Buluh/Sukatendel,
Bangun dengan Sebayang dan lainnya. Juga dalam sub merga Sembiring, antara Sembiring
Brahmana dengan Meliala.