Anda di halaman 1dari 86

KARAKTERISTIK PENDERITA OTITIS EKSTERNA

DI POLIKLINIK T.H.T.K.L. RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh
RIZQI DAMAYANTI
NIM 1O71O91O11

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, KEPALA DAN LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


KARAKTERISTIK PENDERITA OTITIS EKSTERNA
DI POLIKLINIK T.H.T.K.L. RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai
Gelar Magister dalam Bidang Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher
Universitas Sumatera Utara

Oleh
RIZQI DAMAYANTI
NIM 1071091011

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK, KEPALA DAN LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Medan, 18 Mei 2017
Tesis dengan judul

KARAKTERISTIK PENDERITA OTITIS EKSTERNA


DI POLIKLINIK T.H.T.K.L. RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing

Ketua

dr. Harry A Asroel, M.Ked Sp.T.H.T.K.L(K).


NIP. 197008121999031002

Anggota Anggota

Prof.dr.AskaroellahAboet,Sp.T.H.T.K.L(K) Dr.dr.Farhat,M.Ked(ORLHNS),Sp.T.H.T.K.L(K),FICS
NIP. 194603051975031001 NIP. 197003162002121002

Diketahui oleh

Ketua Departemen T.H.T.K.L. Plt. Ketua Program Studi T.H.T.K.L.

Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.T.H.T.K.L. dr. Adlin Adnan, Sp.T.H.T.K.L. (K)
NIP. 197906202002122003 NIP. 196007171987101001

Program Magister Kedokteran Klinik Dekan


Ketua Program Studi

Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph),Sp.M(K) Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S. (K)
NIP. 197604172005012001 NIP. 196605241992031002

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah sebagai ungkapan syukur kehadirat Allah SWT


karena dengan rahmat dan karuniaNya saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah
satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Magister dalam
bidang Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher di Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun
bahasannya. Walaupun demikian, mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah
perbendaharaan penelitian dengan judul Karakteristik Penderita Otitis Eksterna di Poliklinik
T.H.T.K.L RSUP. H. Adam Malik Medan.
Dengan telah selesainya tulisan ini, pada kesempatan ini dengan tulus hati saya
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
yang terhormat:
Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
kesempatan kepada Saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik dalam
bidang Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Medan.
Yang terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan kesempatan kepada Saya untuk mengikuti Program Magister
Kedokteran Klinik dalam bidang Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Yang terhormat Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang
telah memberikan kesempatan kepada Saya untuk belajar dan bekerja di lingkungan
Rumah Sakit ini.
Yang terhormat Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.T.H.T.K.L(K), sebagai Ketua
Departemen T.H.T.K.L FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan, petunjuk, pengarahan serta nasehat baik sebagai Kepala
Departemen dan sebagai guru selama saya mengikuti pendidikan di Departemen
T.H.T.K.L FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Universitas Sumatera Utara


Yang terhormat, dr. Adlin Adnan, Sp. T.H.T.K.L(K) sebagai Ketua Program Studi
T.H.T.K.L FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan dan Kepala SMF. Departemen T.H.T.K.L
di RSUP. H. Adam Malik Medan, atas bimbingan dan dorongan semangat yang diberikan
sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun
pengetahuan umum lainnya.
Yang terhormat. dr. Harry A. Asroel, M. Ked, Sp. T.H.T.K.L(K) sebagai ketua
pembimbing tesis Saya, dan Prof. dr. Askaroellah Aboet Sp. T.H.T.K.L(K), DR. dr. Farhat
M.Ked (ORL-HNS) Sp. T.H.T.K.L (K), FICS sebagai anggota pembimbing tesis. Di tengah
kesibukan mereka dengan penuh kesabaran telah banyak memberikan saran, petunjuk,
perhatian, bimbingan serta dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis magister
ini. Saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu
dan bimbingan yang telah diberikan selama penelitian dan dalam penulisan tesis ini.
Yang terhormat penguji tesis magister saya dr. Adlin Adnan, Sp. T.H.T.K.L(K) dan dr.
Siti Nursiah, Sp.T.H.T.K.L (K), atas koreksi dan saran selama penyusunan tesis ini.
Rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada Fotarisman Zaluchu, SKM, M.Si,
MPH sebagai pembimbing ahli yang banyak memberi bantuan, bimbingan dan masukan
dalam bidang metodologi penelitian dan statistik.
Dengan telah berakhirnya masa pendidikan Magister saya, pada kesempatan yang
berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
Yang terhormat Guru-guru saya dijajaran Departemen Ilmu T.H.T.K.L. Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. dr. Ramsi Lutan, Sp.T.H.T.K.L.(K),
dr. Yuritna Haryono, Sp.T.H.T.K.L.(K), Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.T.H.T.K.L.(K), Prof.
Dr. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.T.H.T.K.L.(K), dr. Muzakkir Zamzam, Sp.T.H.T.K.L.(K),
dr. Mangain Hasibuan, Sp.T.H.T.K.L., dr. T. Sofia Hanum, Sp.T.H.T.K.L.(K), Prof. Dr. dr.
Delfitri Munir, Sp.T.H.T.K.L.(K), dr. Linda I. Adenin, Sp.T.H.T.K.L., dr. Ida Sjailandrawati
Hrp, Sp.T.H.T.K.L., dr. Adlin Adnan, Sp.T.H.T.K.L.(K), dr. Rizalina A. Asnir,
Sp.T.H.T.K.L.(K), FICS, dr. Siti Nursiah, Sp.T.H.T.K.L.(K), dr. Andrina Y.M. Rambe,
Sp.T.H.T.K.L.(K), dr. Harry Agustaf Asroel, M.Ked., Sp.T.H.T.K.L.(K), DR. dr. Farhat,
M.Ked. (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L.(K), FICS, Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-
KL(K), dr. Aliandri, Sp.T.H.T.K.L, dr. Asri Yudhistira, M. Ked. (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L,

ii

Universitas Sumatera Utara


FICS, Dr. dr. Devira Zahara, M.Ked. (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L.(K), Dr. dr. H. R. Yusa
Herwanto, M.Ked. (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L.(K), dr. M. Pahala Hanafi Harahap,
Sp.T.H.T.K.L., dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, Sp.T.H.T.K.L(K). dan dr. Ramlan Sitompul,
Sp.T.H.T.K.L. dr. Indri Adriztina, M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L, dr. Yuliani M Lubis,
Sp.T.H.T.K.L dan dr. Vive kananda, Sp.T.H.T.K.L. yang telah banyak memberikan
bimbingan dalam ilmu dan pengetahuan dibidang Telinga, Hidung,Tenggorok, Kepala dan
Leher baik secara teori maupun keterampilan yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya
dikemudian hari.
Yang mulia dan tercinta Ayahanda dr. H. Mohd. Jenu dan Ibunda Hj. Juliati, ananda
sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang
setinggi-tingginya atas kasih sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda
sejak dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan diberi pendidikan yang baik serta
diberikan suri tauladan yang baik hingga menjadi landasan yang kokoh dalam menghadapi
kehidupan ini, dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, Ya Allah ampuni dosa kami
dan dosa kedua orang tua kami, serta kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihi
kami sejak kecil.
Yang terhormat kedua mertua saya Almarhum Syamsuardi dan Hj. R. Novia Syafrida
yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya sehingga pendidikan ini dapat
selesai.
Kepada Suamiku tercinta Bripka. Eldino serta buah hati kami yang amat tersayang
Adelfio Rafan dan Abqory Reinand Azka tiada kata yang lebih indah yang dapat ibunda
ucapkan selain ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan tiada tara,
cinta dan kasih sayang, kesabaran, ketabahan, pengertian dan dorongan semangat yang
tiada henti-hentinya dan doa kepada ibunda sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya
kita sampai pada saat yang berbahagia ini.
Kepada adinda dr. Ibnu Sina Sp. OG, Yossi Widya Nanda, S. Ked, Virga Aulia serta
adik ipar, penulis mengucapkan terima kasih atas kasih sayang dan dorongan semangat
serta doa kepada penulis.
Yang tercinta teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L. Fakultas
Kedokteran USU, atas bantuan, nasehat, saran maupun kerjasamanya selama masa
pendidikan.

iii

Universitas Sumatera Utara


Akhirnya izinkanlah saya memohon maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan
dan kekurangan saya selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan,
dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya
mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pemurah, Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Aaamiin.

Medan, Mei 2017


Penulis

Rizqi Damayanti

iv

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Latar Belakang: Otitis eksterna adalah radang telinga akut maupun kronis disebabkan
oleh bakteri yang dapat terlokalisir atau difusa dan disertai rasa sakit di telinga. Otitis
eksterna ini dijumpai sekitar 5-20% di poliklinik T.H.T.K.L. Penelitian ini dilakukan untuk
melengkapi data – data mengenai karakteristik penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2014.

Tujuan: Mengetahui karakteristik penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam Malik Medan
tahun 2014.

Metode: Penelitian bersifat deskriptif yang dilakukan dari bulan Oktober-Desember 2014 di
Departemen T.H.T.K.L. FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Total sampel sebanyak 38
pasien.

Hasil: Sebanyak 38 penderita dengan diagnosa otitis eksterna diteliti. Penderita otitis
eksterna paling banyak ditemukan pada perempuan (55,3%), kelompok umur 11-20 tahun
(28,9%), jenis otitis eksterna adalah otitis eksterna difusa sebesar (79%), telinga yang
terlibat unilateral terutama telinga kanan (50%), faktor predisposisi kebiasaaan gatal-korek
(97,4%), keluhan ≤1 minggu (akut) (86,8%), gejala klinis gatal pada telinga, nyeri pada
telinga serta gangguan pendengaran (22,5%) dan tanda klinis liang telinga odema dan
hiperemis (48,4%), tidak dilakukan pemeriksaan (47,4%), pemberian antibiotik
Flouroquinolone (68,6%) dan anti jamur golongan Azole (14,3%), pemakaian tampon salep
Oxytetracycline HCl+Hydrocortisone acetate sebesar (74,3%).

Kesimpulan: Karakteristik penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam Malik Medan bulan
Oktober-Desember 2014 adalah lebih banyak perempuan daripada laki-laki pada
kelompok umur 11-20 tahun, jenis otitis eksterna terbanyak adalah otitis eksterna difusa.

Kata kunci: Otitis eksterna, otitis eksterna difusa, RSUP. H. Adam Malik.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Introduction: External Otitis is an acute or chronic ear inflammation caused by some


bacterias that could be localized or diffused with ear pain manifestation. external otitis
founded in E.N.T clinic around 5-20% among all the patients. This study going to be the
datas about the characteristic of external otitis patient in RSUP H. Adam Malik Medan in
2014.

Objective: To determined the characteristic external otitis patients in RSUP H. Adam Malik
Medan in 2014.

Methods: This is a descriptive study that has been done from October-December 2014 in
E.N.T department USU Medical Faculty/ H. Adam Malik General Hospital Medan. There
are 38 patients as the total samples.

Result: 38 patients diagnosed with external otitis that have been analyzed. Female
(55,3%) was founded as the most patients with External otitis. Patients with age aroud 11-
22 years old (28,9%). External otitis diffused type is the most type among them (79%), the
unilateral especially right ear (50%), predisposition factor was itchy-scraping ear activity
(97,4%), major complaint < 1 week (acute) (86,8%), manifestations are itchy, pain and
hearing deafness (22,5%) and clinical signs in earlobe was oedem and hiperemis (48,4%),
unexamined (47,4%), treated by flouroquinolone (68,6%), anti fungal azole-class (14,3%),
using oxytetracycline HCl + Hydrocortisone acetat cream tamponed (74,3%).

Conclusion: The characteristic external otitis patients in H. Adam Malik General Hospital
Medan in October-December 2014 were female higher than male age 11-20 years old,
external otitis diffused type was the most type that has been founded.

Keywords: External otitis, diffused external otitis, H. Adam Malik General Hospital.

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

ABSTRAK .................................................................................................. v

ABSTRACT ............................................................................................... vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... vii


DAFTAR TABEL ........................................................................................ x

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii

DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4

1.31 . Tujuan umum ........................................................................ 4

1.3.2. Tujuan khusus ....................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian. ............................................................................. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ............................................................................................. 6

2.2 Anatomi Telinga Luar ......................................................................... 7

2.2.1 Telinga luar ............................................................................. 7

2.2.2 Daun telinga ............................................................................. 7

vii

Universitas Sumatera Utara


2.2.3 Liang telinga luar ...................................................................... 8

2.2.4 Kulit liang telinga luar ............................................................... 9

2.3 Pendarahan ....................................................................................... 12

2.4 Persarafan ........................................................................................ 13

2.5 Kekerapan ......................................................................................... 13

2.6 Mikrobiologi ..................................................................................... 14

2.7 Etiologi .............................................................................................. 14

2.8 Patofisiologi ........................................................................................ 15

2.9 Faktor predisposisi ............................................................................ 16

2.10 Klasifikasi ......................................................................................... 18

2.11 Gejala dan Tanda ............................................................................. 18

2.12 Diagnosis .......................................................................................... 20

2. 13 Penatalaksanaan .............................................................................. 21

2.14 Komplikasi ........................................................................................ 22

2.15 Prognosis .......................................................................................... 23

2.16 Kerangka Konsep .............................................................................. 24

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 25

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... 25

3.3 Populasi dan Sampel ...................................................................... 25

3.3.1 Populasi .................................................................................. 25

3.3.2 Sampel .................................................................................. 26

3.4 Definisi Operasional ........................................................................ 26

viii

Universitas Sumatera Utara


3.5 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 27

3.6 Pengolahan dan Analisa Data ......................................................... 28

3.7 Kerangka Kerja ............................................................................... 29

3.8 Jadwal Penelitian ............................................................................... 30

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Kelompok umur dan jenis kelamin ...................................................... 31

4.2 Klasifikasi otitis eksterna .................................................................... 32

4.3 Telinga yang terlibat .......................................................................... 33

4.4 Faktor predisposisi ............................................................................ 33

4.5 Gejala klinis dan tanda klinis .............................................................. 34

4.6 Pemeriksaan penunjang .................................................................... 35

4.8 Penatalaksanaan .............................................................................. 36

BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................. 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 62

6.2 Saran ................................................................................................. 63

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 50

PERSONALIA PENELITIAN ....................................................................... 54

LAMPIRAN ........................ .......................................................................... 56

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ........................................................................... 30


Tabel 4.1 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan kelompok umur
dan jenis kelamin ............................................................................ 31
Tabel 4.2 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan
klasifikasi otitis eksterna ................................................................. 32
Tabel 4.3 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan
telinga yang terlibat ......................................................................... 33
Tabel 4.4 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan faktor
Predisposisi..................................................................................... 34
Tabel 4.5. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan lama
Terpapar ......................................................................................... 34
Tabel 4.6 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan
gejala klinis dan tanda klinis ............................................................ 35
Tabel 4.7 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan
pemeriksaan penunjang
Tabel 4.8 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan
Penatalaksanaan ............................................................................. 37

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Daun telinga ............................................................................ 8


Gambar 2.2 Bagan telinga ........................................................................... 9
Gambar 2.3 Lapisan kulit ............................................................................ 10
Gambar 2.4 Arteri yang mendarahi kepala dan leher .................................. 12
Gambar 5.1 Distribusi klasifikasi penderita otitis eksterna dari
tahun 2011-2013...................................................................... 38
Gambar 5.2 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan
jenis kelamin ........................................................................... 40

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Status Penelitian .................................................................... 56

Lampiran 2. Lembaran Penjelasan Subjek Penelitian ................................ 59

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed

Consent) .............................................................................. 61

Lampiran 4. Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan


Penelitian Bidang Kesehatan .................................................. 62

Lampiran 5. Data Mentah ........................................................................... 63

xii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

1. WHO : World Health Organization

2. UKMMC : Universitas Kebangsaan Malaysia Medical

Center

3. AIDS : Acquired Immune Defisiensi Syndrome

4. RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

xiii

Universitas Sumatera Utara


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Otitis eksterna adalah radang telinga akut maupun kronis disebabkan
oleh bakteri yang dapat terlokalisir atau difusa dan disertai rasa sakit di
telinga. Otitis eksterna ini dijumpai sekitar 5-20% di poliklinik T.H.T.K.L.,
yang terdiri dari otitis eksterna akut difusa, otitis eksterna akut lokalisata,
otitis eksterna kronis, otomikosis, herpes otikus, dermatosis dan otitis
eksterna maligna (Abdullah, 2003 dan Ong, 2005).
Pada umumnya otitis eksterna akut merupakan infeksi bakteri yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa sebesar 20%-60% dan
Staphylococcus aureus sebesar 10%-70%, sering juga terjadi infeksi
polimikrobial. Penyebab yang lain juga ditemukan bakteri gram negatif
sebesar <2%-3% dari kasus klinis (Rosenfeld et al., 2006 dan Kim, 2009).
Bakteri mudah berkembang dengan mudah akibat hilangnya keasaman
pada liang telinga. pH normal pada liang telinga sekitar 4.2-5.6, tetapi
kemudian berubah lebih basa pada otitis eksterna (Kim, 2009).
Otitis eksterna dibagi menjadi 2 berdasarkan lama terpapar yaitu otitis
eksterna akut (≤1 minggu) dan otitis eksterna kronis (>1 minggu). Penyakit
akut biasanya dari bakteri sebesar 90% dari kasus atau jamur sebesar
10% dari kasus dan otitis eksterna ini paling sering dijumpai pada umur 7
sampai 12 tahun, sedikit di atas 50 tahun. Otitis eksterna difusa akut
sering juga disebut dengan nama Hot weather ear, Singapore ear,
Hongkong ear dan Swimmer’s ear (Marthana, 2009; Nielsen, 2006;
Sosialisman, 2007).

Universitas Sumatera Utara


2

Otitis eksterna difusa akut merupakan salah satu penyakit yang sering
dijumpai di poliklinik T.H.T.K.L. RS Dr. Sardjito dengan frekwensi 9–12%.
Mikroorganisme yang ditemui umumnya Pseudomonas aeruginosa. Infeksi
ini biasanya terjadi setelah selesai mandi, mencuci rambut, dan mengorek
liang telinga luar (Marthana, 2009).
Sementara itu, otomikosis merupakan infeksi jamur pada kulit liang
telinga luar. Walaupun jarang mengancam kehidupan, proses penyakit ini
sangat menantang dan dapat membuat frustasi pasien dan dokter T.H.T.
K.L. karena sering memerlukan pengobatan dan follow up yang lama.
Penyakit ini juga memiliki tingkat rekurensi tinggi (Fasunla, 2007).
Frekuensi otomikosis, menurut Edward (2012), bervariasi berdasarkan
daerah geografi yang berbeda dari 9->50% dari seluruh pasien otitis
eksterna, yang mana berhubungan dengan faktor lingkungan (temperatur,
kelembaban).
Otitis eksterna maligna atau lebih dikenal dengan otitis eksterna
nekrosis, bersifat agresif dan berpotensi fatal dari infeksi liang telinga luar
dan dapat menyebar secara progresif sepanjang jaringan lunak dan tulang
dasar tengkorak termasuk struktur intrakranial. Hal ini jarang terjadi,
kebanyakan didapati pada usia lebih tua dan pada pasien diabetes. Otitis
eksterna maligna juga meningkat pada pasien immunocompromise (Ling,
2008 dan Preis et al., 2011).
Otitis eksterna maligna dapat meluas sampai ke dasar tengkorak, yang
menyebabkan kelumpuhan saraf kranial multiple dan meningitis yang
dapat mengakibatkan kematian pada 30–80% kasus (Patigaroo, 2009).
Sementara itu, herpes otikus dan dermatosis memiliki frekuensi yang
jarang disebabkan reaksi sensitisasi dengan kulit liang telinga setiap
individu berbeda sehingga mekanisme pertahanan secara alami terganggu
yang menyebabkan iritasi atau reaksi alergi. Reaksi alergi hanya terjadi
pada beberapa individu dengan munculnya reaksi hipersensitivitas tipe 4
setelah periode sensitisasi terhadap alergen (Wright, 2010).

Universitas Sumatera Utara


3

Secara keseluruhan, insiden pertahun penderita otitis eksterna akut


antara 1:100 dan 1:250 yaitu pada populasi penduduk Amerika. Dengan
variasi daerah yang berbeda berdasarkan umur dan geografi, insinden ini
meningkat sampai 10% (Rosenfeld et al., 2006). Penyakit ini umum
dikeluhkan pada 3-10% penderita dengan keluhan telinga. Sekitar 80%
kasus-kasus otitis eksterna terjadi selama musim panas. Panas dan
lembab dapat menurunkan daya tahan kulit liang telinga, sehingga
frekuensi penyakit ini agak meningkat dalam musim panas. Seseorang
yang berenang pada cuaca yang panas, menyebabkan mekanisme
pertahanan kulit liang telinga terganggu, telinga menjadi basah yang dapat
menimbulkan iritasi dan erupsi disebabkan oleh adanya zat kimia didalam
kolam renang. Sedangkan trauma umumnya disebabkan oleh garukan
karena gatal pada telinga dan merasa telinga tersumbat (serumen)
sehingga dengan alat apapun yang dapat digunakan (kuku jari, batang
korek api, kertas, kep rambut dan pengorek telinga) (Wright, 2010).
Berdasarkan data yang dikumpulkan mulai bulan Januari-Desember
2000 di Poliklinik T.H.T.K.L. RS H. Adam Malik Medan didapati 10746
kunjungan baru dimana 867 kasus (8,07%) adalah otitis eksterna, 282
kasus (2,62%) otitis eksterna difusa dan 585 kasus (5,44%) otitis eksterna
sirkumskripta (Abdullah, 2003).
Diduga kasus penyakit ini masih cukup tinggi dan mengalami
peningkatan di berbagai rumah sakit lain. Akan tetapi sampai sekarang
masih belum pernah dilakukan penelitian yang berbasis pada rumah sakit.
Karena itulah, peneliti ingin melengkapi data – data mengenai karakteristik
penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2014.

1.2. Perumusan Masalah


Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimanakah
karakteristik penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam Malik Medan
tahun 2014?

Universitas Sumatera Utara


4

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2017.

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Mengetahui distribusi penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2014 berdasarkan kelompok umur dan jenis
kelamin.
b. Mengetahui distribusi penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2014 berdasarkan klasifikasi otitis eksterna.
c. Mengetahui distribusi penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2014 berdasarkan telinga yang terlibat.
d. Mengetahui distribusi penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2014 berdasarkan faktor predisposisi.
e. Mengetahui distribusi penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2014 berdasarkan lama terpapar.
f. Mengetahui distribusi penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2014 berdasarkan gejala klinis dan tanda klinis.
g. Mengetahui distribusi penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2014 berdasarkan pemeriksaan penunjang.
h. Mengetahui distribusi penderita otitis eksterna di RSUP. H. Adam
Malik Medan tahun 2014 berdasarkan penatalaksanaan.

Universitas Sumatera Utara


5

1.4.1. Manfaat Penelitian


a. Dapat memberikan informasi untuk melengkapi data-data penderita
baru otitis eksterna di RSUP. H. Adam Malik Medan.
b. Untuk evaluasi penatalaksanaan otitis eksterna selama ini sehingga
jika ada kekurangan dapat dilakukan perbaikan.
c. Untuk pengembangan keilmuan secara khusus di bidang ilmu
kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher.
d. Rujukan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan penyakit
otitis eksterna.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Otitis eksterna adalah peradangan akut maupun kronis dari kulit liang
telinga bagian luar yang biasanya disebabkan oleh bakteri, jamur serta
virus (Sosialisman, 2007 dan Dhingra, 2010).
Menurut Bailey (Wareing et.al, 2010) otitis eksterna sirkumskrpta
(furunkulosis) adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh infeksi dari
gram postitif pada folikel rambut liang telinga yang disebabkan oleh
Staphylococcus. Sedangkan menurut Scott Brown’s (Simon, 2008) otitis
eksterna sirkumskripta (furunkulosis) adalah bentuk yang terlokalisasi dari
otitis eksterna yang mengenai pada satu folikel rambut.
Otitis eksterna difusa adalah infeksi bakteri pada liang telinga yang
disebabkan oleh rusaknya pertahanan perlindungan kulit normal/serumen
yang diakibatkan tingginya kelembaban dan temperatur (Ong, 2005).
Otomikosis termasuk infeksi jamur yang akut pada liang telinga luar.
Sekitar 10% kasus otitis eksterna berhubungan dengan infeksi jamur.
Otomikosis adalah suatu radang superfisial, subakut dan kronis pada liang
telinga luar. Penyakit ini biasanya unilateral dan dikarakteristikkan dengan
inflamasi, pruritus, gatal dan berkerak (Glasscock, 2010).
Otitis eksterna maligna adalah infeksi difusa di liang telinga luar dan
struktur lain di sekitarnya yang umumnya terjadi pada orang tua dengan
penyakit diabetes melitus. Pada penderita diabetes, pH serumen nya lebih
tinggi dibanding pH serumen non diabetes. Kondisi ini menyebabkan pen
derita diabetes lebih mudah terjadi otitis eksterna. Akibat adanya faktor
immunocompromize dan mikroangiopati, otitis eksterna berlanjut menjadi
otitis eksterna maligna (Sosialisman, 2007).

6 6

Universitas Sumatera Utara


7

2.2. Anatomi Telinga Luar


2.2.1. Telinga luar
Secara anatomi telinga dibagi atas 3 yaitu telinga luar, telinga tengah
dan telinga dalam. Telinga luar terdiri atas daun telinga (pinna atau
aurikula) dan liang telinga (Noguiera et. Al, 2008).

2.2.2. Daun telinga


Daun telinga telinga merupakan struktur tulang rawan yang berlekuk-
lekuk dan dibungkus oleh kulit tipis. Lekukan-lekukan ini dibentuk oleh
heliks, antiheliks, tragus, antitragus, fossa triangularis, konka dan lobulus.
Permukaan lateral daun telinga mempunyai tonjolan dan daerah yang
datar seperti yang terlihat pada gambar 2.1. Tepi daun telinga yang
melengkung disebut heliks. Pada bagian anterior heliks terdapat
lengkungan yang disebut antiheliks. Bagian superior antiheliks membentuk
dua buah krura antiheliks dan bagian dikedua krura ini disebut fosa
triangular. Di atas kedua krura ini terdapat fosa skafa. Di depan antiheliks
terdapat konka, yang terdiri atas dua bagian yaitu simba konka, yang
merupakan bagian antero superior konka yang ditutupi oleh krus heliks
dan kavum konka yang terletak dibawahnya berseberangan dengan konka
dan terletak di bawah krus heliks terdapat tonjolan kecil berbentuk segitiga
tumpul yang disebut tragus. Bagian diseberang tragus dan terletak pada
batas bawah antiheliks disebut antitragus (Helmi, 2005).
Konka merupakan lekukan menyerupai corong yang menuju meatus.
Bagian daun telinga yang tidak mengandung tulang rawan ialah lobulus.
Tulang rawan daun telinga berlanjut menjadi tulang rawan liang telinga
luar, merupakan 1/3 dari panjang liang telinga luar dan 2/3 bagian dalam
merupakan bagian tulang. Di sebelah medial, liang telinga luar dibatasi
oleh membran timpani (Dhingra, 2010).

Universitas Sumatera Utara


8

Gambar 2.1 Daun telinga

2.2.3. Liang telinga luar


Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang berbentuk huruf S,
dengan bagian tulang rawan pada sepertiga luar dan dua pertiga bagian
dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjang liang telinga kira-kira 2,5-3
cm membentang dari bagian konka daun telinga menuju membran
timpani. Diameter liang telinga dari luar ke dalam tidak selalu sama, yang
paling sempit dibagian isthmus yang terletak sedikit di medial batas bagian
tulang dan bagian tulang rawan. Bagian tulang rawan liang telinga luar
strukturnya sangat berbeda dengan bagian tulang. Tulang rawan melekat
dengan erat ke os temporal tetapi masih bisa digerakkan karena adanya
saluran-saluran fibrosa di dalam tulang rawan, yaitu fisura Santorini.
Fisura ini dapat menyalurkan infeksi atau tumor antara liang telinga dan
kelenjar parotis (Dhingra, 2010).

Universitas Sumatera Utara


9

Gambar 2.2 Bagan telinga

Pada liang telinga luar normalnya steril atau berisi Staphylococcus


albus, juga terdapat Staphylococcus aureus atau Streptococci. Pada otitis
eksterna mikroorganisme sering bercampur, Staphylococcus aureus dan
bakteri gram negatif seperti Pseudomonas dan Proteus. Infeksi liang
telinga oleh bakteri patogen dipengaruhi oleh kondisi host misal adanya
trauma lokal, dermatitis dan perubahan pH pada liang telinga (Ong, 2005).

2.2.4. Kulit liang telinga luar


Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama dengan
lapisan kulit pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel skuamosa.
Kulit liang telinga merupakan lanjutan kulit daun telinga dan kedalam
meluas menjadi lapisan luar membran timpani (Abdullah, 2003).
Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulang rawan dari
pada bagian tulang. Pada liang telinga tulang rawan tebalnya 0,5–1 mm,
terdiri dari lapisan epidermis dengan papillanya, dermis dan subkutan
merekat dengan perikondrium (Abdullah, 2003).

Universitas Sumatera Utara


10

Lapisan kulit liang telinga bagian tulang mempunyai lapisan yang lebih
tipis, tebalnya kira-kira 0,2 mm, tidak mengandung papilla, melekat erat
dengan periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut menjadi lapisan luar
dari membran timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani dan
tulang skuama kulit ini tidak mengandung kelenjar dan rambut. Epidermis
dari liang telinga bagian tulang rawan biasanya terdiri dari 4 lapis yaitu sel
basal, skuamosa, sel granuler dan lapisan tanduk (Abdullah, 2003).
Kulit pada bagian tulang sangat erat melekat ke tulang dengan lapisan
subkutan yang padat membentuk perios. Gendang telinga dan kulit liang
telinga bagian tulang mempunyai sifat membersihkan sendiri yang
disebabkan oleh migrasi lapisan keratin epitelium dari membran timpani
keluar ke bagian tulang rawan. Migrasi ini agak cepat dekat perlekatan
lengan malleus, menjadi lambat secara melingkar dari umbo dan menjadi
sangat lambat ketika mencapai liang telinga (Dhingra, 2010 dan Noguiera
et. Al, 2008).
Kulit liang telinga bagian tulang rawan mempunyai struktur menyerupai
kulit di bagian tubuh lain, mengandung folikel rambut dan kelenjar-
kelenjar, sedangkan kulit di bagian tulang merupakan kulit yang tipis sekali
dan berlanjut ke kulit membran timpani, tidak mempunyai folikel rambut
dan juga kelenjar-kelenjar (Abdullah, 2003).

Gambar 2.3 Lapisan kulit. (Wareing MJ et.al, 2010)

Universitas Sumatera Utara


11

Kulit terdiri dari lapisan epitel ektodermal yaitu epidermis, dan lapisan
jaringan penghubung mesodermal yaitu dermis seperti yang terlihat pada
gambar 2.3. Hubungan dermis dan epidermis adalah irreguler, dan
tonjolan dari dermis disebut papillae dengan vaginasi dari epidermis
disebut epidermal ridges. Dibawah dermis, hipodermis atau jaringan
subkutan. Epidermis sebagian besar terdiri dari stratified squamous
keratinized epithelium dan berisi 3 tipe sel: melanocytes, sel Langerhan’s,
dan sel Merkel’s (Junquiera, 2007).
Epidermis terdiri dari 5 lapisan sel-sel yang memproduksi keratin
(keratinocytes) yang mengatur (Junquiera, 2007):
a. Stratum basale (stratum germinativum).
Terdiri dari lapisan tunggal kolumnar basofil atau sel-sel kuboid
pada lamina basalis dari gabungan dermis-epidermis (memisahkan
dermis dari epidermis).
b. Stratum spinosum.
Terdiri dari kuboid, poligonal dengan sentral nukleus dan dengan
sitoplasma yang berisi ikatan filamen-filamen.
c. Stratum granulosum.
Terdiri dari 3–5 lapisan sel-sel poligonal yang tipis yang berisi
nukleus dan sitoplasma, kemudian mengisi granul basofilik yang
disebut granul keratohialin.
d. Stratum lusidum.
Stratum lusidum lebih terlihat pada kulit yang tipis. Bersifat
translusen dan tersusun atas lapisan yang sangat tipis dan sel
eusinofilik.
e. Stratum corneum.
Terdiri dari 15–20 lapisan yang datar bersifat non nucleated
keratinized dimana sitoplasma berisi filamen skleroprotein yaitu
keratin.
Kulit dari kanalis kartilaginous berisi banyak sel-sel rambut dan kelenjar
sebasea serta kelenjar apokrin seperti kelenjar serumen. Berturut-turut,

Universitas Sumatera Utara


12

ketiga struktur adneksa ini memberikan fungsi perlindungan dan ini disebut
dengan apopilosebaseus. Sekresi kelenjar dengan pergantian kulit epitel
skuamous ke dalam bentuk lapisan asam dari serumen, salah satu
pelindung primer terhadap infeksi dari liang telinga (Junquiera, 2007).

2.3. Pendarahan
Pendarahan liang telinga luar berasal dari cabang arteri aurikular
posterior, cabang dari arteri karotid eksternal atau arteri oksipital. Arteri
temporal superfisial juga memperdarahi permukaan lateral dari aurikula.
Pengaliran darah vena berkaitan dengan pengaliran darah dari arteri.
Aliran limfatik bervariasi tetapi pada umumnya aliran konka dan meatus
menuju preauricular dan infraauricular nodes. Kanalis auditori eksternal
mengalir ke mastoid dan infraauricular nodes seperti yang terlihat pada
gambar 2.4 (Ong, 2005).

Gambar 2.4 Arteri yang mendarahi kepala dan leher (Junquiera, 2007)

2.4. Persarafan
Daun telinga dan liang telinga luar menerima cabang-cabang sensoris
dari cabang aurikulotemporal saraf ke-5 di bagian depan, di bagian
posterior dari nervus auricula mayor dan minor, dan cabang-cabang

Universitas Sumatera Utara


13

nervus glossofaringeus dan vagus. Stimulasi saraf ini akan menyebabkan


refleks batuk bila telinga luar dibersihkan. Liang telinga bagian tulang
sebelah posterior superior disarafi oleh cabang sensorik nervus fasial
(Ong, 2005).

2.5. Kekerapan
Di poliklinik T.H.T.K.L. RS H. Adam Malik Medan mulai bulan Januari
2000 s/d Desember 2000 didapati 10746 kunjungan baru dimana, dijumpai
867 kasus (8,07%) otitis eksterna, 282 kasus (2,62%) otitis eksterna difusa
dan 585 kasus (5,44%) otitis eksterna sirkumskripta (Abdullah,
2003).Sedangkan data di poliklinik T.H.T.K.L. FK USU / RSUP. H.Adam
Malik penderita otitis eksterna sirkumskripta selama Januari sampai
Desember 2011-2015 tidak dijumpai.
Otitis eksterna akut difusa merupakan salah satu penyakit yang
dijumpai di poliklinik T.H.T.K.L. RS Dr. Sardjito dengan frekwensi 9–12%
(Marthana, 2009).Penelitian yang dilakukan di Sao Paulo Brazil, terdapat
736 kasus dari otitis eksterna dan 2,7% nya adalah otomikosis. Penelitian
lain yang dilakukan di Iran dari 910 pasien yang diperiksa terdapat 52
kasus pasien dengan otomikosis dengan 16 kasus lelaki dan 36 kasus
perempuan (Mogadam et al., 2003).
Di RS. Universitas College, Ibadan, Nigeria di jumpai 5784 pasien
dengan penyakit telinga, 378 (6,54%) menderita otomikosis yang terdiri
dari 145 (38,36%) laki-laki dan 233 (61,64%) perempuan pada tahun
1996-2005. Tujuh belas pasien (4,50%) mengalami rekurensi dalam 6
bulan pengobatan, 4 pasien (1,06%) memilki kadar glukosa yang tidak
terkontrol (Fasunla, 2007).
Di Universitas Kebangsaan Malaysia Medical Center (UKMMC) diteliti
otitis eksterna nekrosis dari Januari 2002–Februari 2009 dijumpai 7
pasien, 6 laki-laki dan 1 perempuan antara usia 31-88 tahun (Sazafi et al.,
2011).

Universitas Sumatera Utara


14

2.6. Mikrobiologi
Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah Pseudomonas (41%),
Streptokokkus (22%), Stafilokokkus aureus (15 %), dan Bakteroides (11%)
(Rosenfeld et al., 2006 dan Edward, 2012).
 Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel=bisul)
Kuman penyebab biasanya Staphylococcus aureus atau
Staphylococcus albus (Ong, 2005 dan Dhingra, 2010).
 Otitis eksterna difusa
Kuman penyebab biasanya golongan Pseudomonas, yang lainnya
Staphyloccus albus,Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes
(Ong, 2005; Wang et al 2006.; Marthana, 2009).
 Otomikosis
Jamur yang tersering ialah Pityrosporum, Aspergilus (A. niger, A.
flavus). Kadang ditemukan juga Candida albicans (Ong, 2005;
Alnawaiseh et al., 2011; Hughes, 2013).
 Otitis eksterna maligna
Kuman yang tersering Pseudomonas aeruginosa (Ong, 2005;
Sazafi et al., 2011; Hughes, 2013).

2.7. Etiologi
Faktor yang mempermudah radang telinga luar adalah perubahan pH
di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi basa,
proteksi terhadap infeksi menurun. Pada keadaan udara yang hangat dan
lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Predisposisi otitis eksterna
yang lain adalah trauma ringan ketika mengorek telinga (Kim, 2009;
Dhingra, 2010; Hughes, 2013).
Kuman penyebab otitis eksterna yaitu Staphylococcus aureus,
Pseudomonas pyocyaneus, Bacillus proteus dan Escherica coli tetapi lebih
sering terjadi infeksi campuran (Dhingra, 2010 dan Edward, 2012).

Universitas Sumatera Utara


15

Otitis eksterna sirkumskripta penyebab terbanyak Staphylococus


aureus (Simon, 2008). Otitis eksterna difusa sering dikenal dengan
“swimmer’s ear” yang biasanya terjadi pada cuaca yang panas dan
lembab. Danau, laut dan kolam renang pribadi merupakan sumber
potensial untuk infeksi ini (Sosialisman, 2007; Roland et al., 2008; Hughes,
2013).
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi
di daerah tersebut. Yang tersering ialah Pityrosporum, Aspergilus kadang
ditemukan juga Candida albicans atau jamur lain. Pityrosporum
menyebabkan terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan
merupakan predisposisi otitis eksterna bakterialis (Sosialisman, 2007 dan
Hughes, 2013).
Otitis eksterna maligna ditemukan pada penderita diabetes lanjut usia
serta dianggap lebih umum pada daerah beriklim panas (Sosialisman,
2007 dan Sazafi et al., 2011).

2.8. Patofisiologi
Infeksi dapat terjadi sebagai akibat perubahan pH kulit kanalis yang
biasanya asam menjadi basa sehingga proteksi terhadap infeksi menjadi
menurun .Perubahan lingkungan terutama gabungan peningkatan suhu
dan kelembaban menyebabkan kuman dan jamur mudah tumbuh. Suatu
trauma ringan seringkali karena berenang atau membersihkan liang
telinga secara berlebihan. Hal ini mempengaruhi perubahan pH di liang
telinga (Sosialisman, 2007 dan Lee, 2008).
Karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit,
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di
tempat itu dapat terjadi infeksi pada Pilosebaseus, sehingga membentuk
furunkel. Otitis eksterna difusa biasanya mengenai kulit liang telinga
duapertiga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema yang
tidak jelas batasnya (Sosialisman, 2007).

Universitas Sumatera Utara


16

Serumen mengahasilkan selaput asam yang mengandung lisozim yang


memproteksi liang telinga. Serumen bersifat hidrofobik, mencegah air
untuk berpenetrasi ke kulit. Serumen memiliki kadar pH 6,9 yang mampu
menghambat pertumbuhan mikroba. Kurangnya serumen menjadi faktor
predisposisi terhadap infeksi, sedangkan serumen yang tebal (disebabkan
oleh genetik, metabolisme maupun usia), memelihara retensi air dan
debris. Liang telinga memiliki mekanisme self cleansing melalui migrasi
epitel lateral menuju keluar, suatu proses yang akan menjadi lambat
seiringnya bertambah usia (Franke, 2003 dan Nielsen, 2006).
Otomikosis dipengaruhi oleh lingkungan yang lembab dan tropis karena
lingkungan lembab diperlukan untuk proliferasi jamur, dan peningkatan
terjadinya insiden otomikosis mungkin disebabkan karena meningkatnya
keringat dan kelembaban lingkungan mengubah epitel permukaan liang
telinga luar. Seperti kita ketahui, epitel pada kanal eksternal dikenal untuk
menyerap air dalam lingkungan ini, mudah membuatnya lebih rentan
terhadap infeksi (Lee, 2008).
Pada penderita diabetes, pH serumennya lebih tinggi dibanding pH
serumen non diabetes. Kondisi ini menyebabkan penderita diabetes lebih
mudah terjadi otitis eksterna. Akibat adanya faktor immunocompromize
dan mikroangiopati, otitis eksterna berlanjut menjadi otitis eksterna
maligna. Pada otitis ini peradangan meluas secara progresif ke lapisan
subkutis, tulang rawan dan sekitarnya, sehingga timbul kondritis, osteitis
dan osteomielitis yang menghancurkan tulang temporal (Sosialisman,
2007 dan Olaleye, 2011).

2.9. Faktor Predisposisi


Beberapa faktor predisposisi yang mempengaruhi yaitu ;(Chlabi & San-
Ahmed, 2010 dan Wright, 2010)
a. Trauma.
Trauma merupakan penyebab umum disebabkan oleh garukan karena
gatal pada telinga dengan apapun yang dapat digunakan (kuku jari,

Universitas Sumatera Utara


17

batang korek api, kertas, kep rambut dan pengorek telinga). Meskipun
memberikan kepuasan pada penderita yang dapat melukai kulit,
misalnya terjadi infeksi sekunder. Pada keadaan lain juga
menyebabkan iritasi atau reaksi alergi.
b. Iritasi.
Bahan kimia saat dipakai ke kulit menyebabkan iritasi yang kemudian
menimbulkan reaksi alergi. Perbedaan antara kedua reaksi ialah terjadi
jika pemakaian dari bahan iritan secara lama dan pada konsentrasi
yang cukup tinggi. Reaksi iritasi lebih berat pada permukaan kulit yang
lembab dan mekanisme pertahanan secara alami terganggu. Reaksi
alergi hanya terjadi pada beberapa individu dengan munculnya reaksi
hipersensitivitas tipe 4 setelah periode sensitisasi terhadap alergen. Zat
iritan sering kali masuk ke dalam telinga setelah periode sensitisasi
terhadap alergen.
c. Bakteri
Bakteri yang umumnya menyebabkan otitis eksterna akut difusa adalah
Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Staphylococci,
Streptococci dan Bacillus gram negatif.
d. Faktor iklim/lingkungan.
Faktor resiko yang paling sering menyebabkan terjadinya otitis eksterna
adalah yang bekerja pada daerah dengan iklim panas dan lembab
dibandingkan yang bekerja pada iklim yang dingin. Terdapat beberapa
hal yang berpotensi menyebabkan terjadinya otitis eksterna, seseorang
yang berenang pada cuaca yang panas, menyebabkan mekanisme
pertahanan kulit liang telinga terganggu, telinga menjadi basah yang
dapat menimbulkan iritasi dan erupsi disebabkan oleh adanya zat kimia
didalam kolam renang.
e. Pasien dengan status imunokompromised (diabetes), limfoma, pasien
dengan transplantasi, AIDS, post kemoterapi dan radioterapi.

Universitas Sumatera Utara


18

2.10. Klasifikasi
Otitis eksterna dibagi berdasarkan etiologi :(Sosialisman,2007; Dhingra
PL, 2010)
(i) Kelompok infeksi
- Bakteri seperti otitis eksterna sirkumskripta/lokalisata
(furunkel=bisul), otitis eksterna difusa dikenal dengan
Swimmer’s ear, otitis eksterna maligna dikenal dengan otitis
eksterna nekrotikans.
- Jamur seperti otomikosis.
- Virus seperti herpes zoster oticus, otitis eksterna haemorhogik.
(ii) Kelompok reaktif
 Otitis eksterna eczema
 Otitis eksterna Seboroik
 Neurodermatitis

2.11. Gejala dan Tanda


a. Fase akut ditandai dengan (Dhingra, 2010);
- Panas di telinga serta nyeri menjalar sampai ke rahang.
- Keluar cairan dari telinga bisa dari serosa sampai menjadi
purulent.
- Liang telinga inflamasi dan bengkak.
- Tuli konduktif muncul akibat kumpulan kotoran dan otorea
- Pembesaran kelenjar getah bening bisa terjadi pada kasus
yang lebih berat
- Selulitis pada jaringan lunak
b. Fase kronis ditandai dengan;
- Iritasi dan keinginan untuk mengorek telinga yang kuat
- Cairan sudah berkurang dan mengering membentuk krusta
- Kulit menjadi hipertrofi sehingga menjadi otitis eksterna kronis
stenotik, hal ini sangat jarang terjadi.

Universitas Sumatera Utara


19

 Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel=bisul)


Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar
bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak
mengandung jaringan longgar dibawahnya, sehingga rasa nyeri
timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul
spontan pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibula).
Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran, bila furunkel besar
dan menyumbat liang telinga (Sosialisman, 2007).
 Otitis eksterna difusa
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, nyeri hebat, pembengkakan
sebagian besar dinding kanalis (liang telinga sangat sempit),
pendengaran normal atau sedikit berkurang, tidak adanya partikel
berjamur, kadang kelenjar getah bening regional membesar dan
nyeri tekan, terdapat sekret yang berbau dan sedikit (Sosialisman,
2007). Umumnya ditandai dengan oedem yang menyeluruh dan
eritema yang berhubungan dengan gatal yang tidak nyaman dan
biasanya keluar cairan dari telinga (Simon, 2008).
 Otomikosis
Gatal merupakan keluhan paling sering pada otomikosis.
Pemeriksaan biasanya menunjukkan eritema pada kulit liang telinga
dan adanya puing-puing jamur, seringkali tertanam dalam bentuk
seperti keju yang tebal yang terlihat pada otitis eksterna bakteri.
mengenali karakteristik, elemen putih abu-abu atau hitam
berfilamen pertumbuhan jamur sangat penting untuk membuat
diagnosis otomikosis. Gejala biasanya berupa rasa gatal dan rasa
penuh di liang telinga, tetapi sering pula tanpa keluhan
(Sosialisman, 2007 dan Glasscock, 2010).
 Otitis eksterna maligna
Gejalanya rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikuti oleh
nyeri, sekret yang banyak serta pembengkakan telinga. Kemudian
rasa nyeri tersebut akan semakin hebat, liang telinga tertutup

Universitas Sumatera Utara


20

jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasial dapat


terkena, sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial
(Sosialisman, 2007).

2.12. Diagnosis
1. Anamnesis
Biasanya pasien mengeluhkan sakit pada telinga (otalgia), bengkak
yang dapat menyebabkan hilangnya pendengaran dan jarang terjadinya
otore serta telinga terasa penuh. Pada otomikosis pasien biasanya lebih
mengeluhkan telinga terasa gatal (Rosenfeld et al., 2006; Simon, 2008;
Edward, 2012; Hughes, 2013).
1. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik tampak tragus sakit dan bengkak disertai
nyeri yang hebat pada tulang rawan, sedangkan otomikosis bisa
terdapat cairan yang tebal berwarna hitam, abu-abu, kehijauan,
kekuningan atau putih (Rosenfeld et al., 2006; Simon, 2008,
Edward, 2012; Hughes, 2013).
2. Pemeriksaan dengan otoskopi
Pemeriksaan ini untuk menegakkan diagnosis walaupun sulit
dilakukan karena ada bengkak, eritema dan sakit di liang telinga.
Dijumpai debris yang disebut dengan hifa atau spora pada
otomikosis (Rosenfeld et al., 2006; Simon, 2008, Edward 2012).
3. Tes pendengaran sederhana.
Liang telinga mungkin bengkak dan menutup sehingga
menyebabkan terjadinya tuli konduktif (Simon, 2008 dan Edward
2012).
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan histologi adalah standard acuan untuk diagnosis
tetapi tidak pernah tercapai pada praktek klinik. CT scan
diperlukan untuk menunjang diagnosa otitis eksterna maligna
(Rosenfeld et al., 2006 dan Simon, 2008).

Universitas Sumatera Utara


21

5. Pemeriksaan kultur bakteri.


Mengidentifikasi mikroorganisme patogen, bisa juga dilakukan
pemeriksaan KOH untuk memastikan diagnosis otomikosis (Simon
Carney, 2008 dan Edward, 2012).

2.14. Penatalaksanaan
Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses,
diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan
antibiotika dalam bentuk salep, seperti polymixin B atau bacitracin, atau
antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol) (Ong, 2005 dan Sosialisman,
2007).
Kalau dinding furunkel tebal, dilakukan insisi, kemudian dipasang salir
(drain) untuk mengalirkan nanahnya. Tampon telinga dengan
menggunakan ichthammol glycerine 10% dapat mengurangi rasa nyeri
(Sosialisman, 2007 dan Dhingra, 2010).
Pengobatan otitis eksterna difusa dengan membersihkan liang telinga,
memasukkan tampon yang mengandung antibiotika ke liang telinga
supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang
meradang, kadang diperlukan antibiotika sistemik (Sosialisman, 2007).
Pengobatan otomikosis dengan membersihkan liang telinga, pemberian
larutan asam asetat 2% dalam alkohol atau larutan iodium povidon 5%.
Kadang obat anti jamur diperlukan yang diberikan secara topikal yang
mengandung nistatin, klotrimazol (Sosialisman, 2007 dan Alnawaiseh et
al., 2011).
Sedangkan pada otitis eksterna maligna diberikan antibiotik yang
adekuat terutama sesuai kultur ,selagi menunggu hasil kultur diberikan
golongan fluoroquinolone dosis tinggi per oral. Pada keadaan lebih berat
diberikan antibiotika parenteral kombinasi dengan antibiotika golongan
aminoglikosida yang diberikan selam 6-8 minggu (Sosialisman,2007 dan
Hughes, 2013).

Universitas Sumatera Utara


22

2.15. Komplikasi
Menurut Wright (2010) komplikasi dari otitis eksterna yaitu
1. Perikondritis.
Terlibatnya tulang rawan daun telinga menimbulkan perikondritis
yang ditandai dengan pembengkakan kemerahan yang merata
pada daun telinga dan menyebabkan nyeri.
2. Kondritis.
Kondritis adalah inflamasi dari kartilago merupakan komplikasi dari
infeksi pada liang telinga luar atau hasil dari trauma yang tidak
disengaja atau trauma akibat pembedahan pada daun telinga.
Gambaran klinis rasa nyeri, dan penderita sering mengeluhkan rasa
gatal yang hebat di dalam liang telinga. Seiring berjalannya waktu,
kulit pada daerah yang terinfeksi menjadi krusta dengan debris, dan
melibatkan kartilago. Dapat dijumpai pembengkakan dan
kemerahan pada telinga, sering dijumpai pembengkakan pada liang
telinga.
3. Selulitis
Selulitis dari telinga secara khas merupakan hasil dari perluasan
otitis eksterna atau luka tusuk. Manifestasi selulitis sebagai eritema
pada telinga. Pengobatan selulitis dengan antibiotik
antistaphylococcal sistemik.

2.16. Prognosis
Prognosis yang baik dapat dicapai jika identifikasi cepat dan
pengobatan tepat. Walaupun otomikosis merupakan masalah klinis yang
umumnya memerlukan pengobatan jangka panjang dan memiliki
kecendrungan rekuren. Prognosis akan menjadi lebih buruk jika telah
disertai komplikasi terutama otitis eksterna maligna yang dapat
mengancam nyawa (Linstrom & Lucente, 2006 dan Chlabi & San-Ahmed,
2010).

Universitas Sumatera Utara


23

2.17. Kerangka Konsep

Faktor Predisposisi
 Serumen
 Aktivitas di air
 Kebiasaan gatal-korek
 Infeksi bakteri dan jamur
 Diabetes Melitus

Perubahan pH kulit di liang telinga menjadi basa

Proteksi terhadap infeksi

Bakteri Jamur

Staphylococcus aureus Pseudomonas aeruginosa Aspergilus flavus

Infeksi pada Hiperemis Penyakit imun


Pilosebaseus ↑
Oedema
Furunkel Otitis Eksterna
Tipe Maligna Otomikosis
Otitis Eksterna
Tipe Difusa
Otitis Eksterna
Tipe Sirkumskripta

Keterangan:
: Variabel yang diteliti

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Desain penelitian ini bersifat deskriptif.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober-Desember 2014 di
Departemen T.H.T.K.L. FK USU/RSUP. H. Adam Malik. Alasan pemilihan
rumah sakit ini adalah:
1. RSUP. H. Adam Malik merupakan rumah sakit rujukan bagi sebagian
besar pasien dengan gangguan telinga luar. Diharapkan dengan
meneliti di rumah sakit ini gambaran yang bisa mewakili kondisi
sebagian besar masyarakat.
2. RSUP. H. Adam Malik merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah
sakit umum milik pemerintah di kota Medan. Hasil yang akan
didapatkan akan dapat berguna bagi pengembangan ilmu yang
berhubungan dengan topik penelitian. Hasil yang didapatkan juga
nanti bisa memberikan informasi baru mengenai penderita otitis
eksterna.
3. Akses data di RSUP. H. Adam Malik bisa didapatkan dengan mudah.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Seluruh penderita dengan diagnosis otitis eksterna sirkumskripta, otitis
eksterna difusa, otomikosis dan otitis eksterna maligna yang berkunjung
ke RSUP. H. Adam Malik.

24
25

Universitas Sumatera Utara


25

3.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh data penderita otitis eksterna yang
datang berkunjung ke RSUP. H. Adam Malik berjumlah 38 penderita
selama penelitian dilaksanakan yaitu Oktober-Desember 2014.

3.4. Definisi Operasional


1.5.1. Karakteristik adalah suatu sifat yang khas yang melekat pada
subjek yang didiagnosa otitis eksterna.
1.5.2. Otitis eksterna adalah peradangan akut maupun kronis dari kulit
liang telinga bagian luar yang biasanya disebabkan oleh bakteri
dan jamur.
1.5.3. Umur adalah usia yang dihitung dalam tahun dan perhitungan
berdasarkan kalender masehi, dihitung sejak penderita dilahirkan
sampai ulang tahun terakhir pada saat pertama penderita berobat
ke RSUP. H. Adam Malik Medan, dikelompokkan atas:
1. ≤ 10 tahun
2. 11 – 20 tahun
3. 21 – 30 tahun
4. 31 – 40 tahun
5. 41 – 50 tahun
6. ≥ 51 tahun
1.5.4. Jenis kelamin yaitu ciri biologis yang membedakan orang yang
satu dengan lainnya, terdiri atas laki-laki dan perempuan.
1.5.5. Otitis eksterna sirkumskripta adalah bentuk yang terlokalisasi dari
otitis eksterna yang mengenai pada satu folikel rambut.
1.5.6. Otitis eksterna difusa adalah infeksi bakteri pada liang telinga
yang disebabkan oleh rusaknya pertahanan perlindungan kulit
normal/serumen yang diakibatkan tingginya kelembaban dan
temperatur.
1.5.7. Otomikosis adalah infeksi jamur yang akut pada liang telinga luar.

Universitas Sumatera Utara


26

1.5.8. Otitis eksterna maligna adalah infeksi difus di liang telinga luar dan
struktur lain di sekitarnya yang umumnya terjadi pada orang tua
dengan penyakit diabetes melitus.
1.5.9. Telinga yang terlibat dibedakan atas unilateral yaitu telinga kanan,
telinga kiri atau bilateral..
1.5.10. Faktor predisposisi adalah faktor yang memungkinkan terjadinya
penyakit, seperti serumen, aktivitas di air, kebiasaan gatal-korek,
infeksi bakteri atau jamur, Diabetes Melitus.
1.5.11. Lama terpapar adalah selang waktu terjadinya otitis eksterna,
yang kemudian ditentukan oleh dokter yang memeriksa sebagai
akut (≤1 minggu) dan kronis (>1 minggu).
1.5.12. Gejala klinis adalah bukti subjektif dari penyakit penderita.
1.5.13. Tanda klinis adalah petunjuk yang menyatakan sesuatu dari
penderita berdasarkan pengamatan klinik.
1.5.14. Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan medis yang
dilakukan atas indikasi medis tertentu guna memperoleh
keterangan-keterangan yang lebih lengkap. Dalam hal ini berupa
kultur bakteri dan kultur jamur serta pemeriksaan KOH.
1.5.15. Penatalaksanaan adalah golongan antibiotik yang digunakan
(Penicillin, Cephalosporin, Floroquinolone, Makrolide), anti jamur
(golongan Azole), analgetik, anti inflamasi, antihistamin dan
pemakaian tampon pada liang telinga yang terinfeksi dengan
menggunakan antiseptik (Liquor Burowi saring, Rivanol, asam
asetat 2%) antibiotik topikal dan antijamur topikal (Miconazole 2%)
dan lain-lain.

3.5. Teknik Pengumpulan Data


Data diambil dengan menggunakan data primer pada pasien yang
datang berobat ke Departemen T.H.T.K.L. FK USU/RSUP. H. Adam Malik
menggunakan Lembar Pemeriksaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


27

Lembar pemeriksaan disusun dengan melibatkan dokter supervisor senior


di Departemen T.H.T.K.L. FK USU/RSUP. H. Adam Malik.

3.6. Pengolahan dan Analisa Data


Data yang dikumpulkan melalui Lembar Pemeriksaan, dimasukkan ke
dalam master tabel. Data kemudian diolah dengan menggunakan SPSS.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan staistik deskriptif.

Universitas Sumatera Utara


28

3.7. Kerangka Kerja

PASIEN
OTITIS EKSTERNA

 UMUR , JENIS KELAMIN


 KLASIFIKASI
 TELINGA YANG TERLIBAT
 FAKTOR PREDISPOSISI:- SERUMEN
- AKTIVITAS DI AIR
- KEBIASAAN GATAL-KOREK
- INFEKSI BAKTERI & JAMUR
- DIABETES MELITUS
 LAMA TERPAPAR
 GEJALA KLINIS & TANDA KLINIS
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 PENATALAKSANAAN

PENGOLAHAN DATA

KOMPLIKASI
ANALISA DATA

KOMPLIKASI
KOMPLIKASI

KOMPLIKASI
DATA KUANTITATIF KOMPLIKASI DATA KUALITATIF

KOMPLIKASI

Universitas Sumatera Utara


29

3.8. Jadwal Penelitian


Kegiatan penelitian digambarkan melalui tabel berikut:
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Waktu

Agust Sept Okt Nov Des Feb


2014 2014 2014 2014 2014 2017

1. Persiapan Proposal

Presentasi
2.
Proposal
a. Pengumpulan
data
3.
b. Analisa data
c. Draft laporan

4. Seminar Hasil

Universitas Sumatera Utara


BAB 4
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan di Departemen


T.H.T.K.L. FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan periode Oktober-
Desember 2014. Penderita otitis eksterna yang berobat di RSUP H. Adam
Malik Medan dalam kurun waktu tersebut berjumlah 38 orang dengan usia
termuda 3 tahun dan tertua 72 tahun.

4.1. Kelompok Umur dan Jenis Kelamin


Jika dilihat menurut kelompok umur dan jenis kelamin pasien otitis
eksterna maka distribusinya tersaji pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan kelompok umur
dan jenis kelamin.
Umur dan jenis kelamin Jumlah (n) %
Umur
≤ 10 tahun 1 2,6
11-20 tahun 11 28,9
21-30 tahun 9 23,7
31-40 tahun 3 8,0
41-50 tahun 6 15,8
> 50 tahun 8 21,0
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 44,7
Perempuan 21 55,3
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien otitis
eksterna berada pada usia muda dimana kelompok usia terbanyak 11-20
tahun berjumlah 11 penderita (28,9%), disusul dengan kelompok umur 21-
30 tahun berjumlah 9 penderita o (23,7%). Sedangkan kelompok usia
terkecil yaitu kelompok umur ≤10 tahun sebanyak 1 penderita (2,6%)

31
30

Universitas Sumatera Utara


31

Sementara itu, jika dilihat menurut jenis kelamin, dari 38 penderita yang
ikut dalam penelitian ini, sebagian besar adalah pasien dengan jenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 21 penderita (55,3%), sementara
pasien otitis eksterna dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 17
penderita (44,7%).

4.2. Klasifikasi Otitis Eksterna


Pada penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap klasifikasi otitis
eksterna yang diderita oleh masing-masing pasien. Hasilnya dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan klasifikasi otitis
eksterna
Klasifikasi Jumlah (n) %

Otitis eksterna difusa 30 79


Otomikosis 8 21
Total 38 100

Dari Tabel 4.2. diperoleh data bahwa penderita otitis eksterna yang
berobat ke RSUP. Haji Adam Malik dengan otitis eksterna difusa sebanyak
30 penderita (79%), sementara otomikosis sebanyak 8 penderita (21%).
Sedangkan otitis eksterna sirkumskripta dan otitis eksterna maligna tidak
dijumpai.

4.3. Telinga yang Terlibat


Pada penelitian ini, dilakukan penelitian terhadap telinga yang terlibat
yang diderita oleh masing-masing pasien otitis eksterna. Hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 4.3.

Universitas Sumatera Utara


32

Tabel 4.3. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan telinga yang


terlibat.
Telinga yang terlibat Jumlah (n) %

Unilateral

Kanan 19 50,0
Kiri 16 42,1
Bilateral 3 7,9

Total 38 100

Berdasarkan tabel 4.3. didapatkan telinga kanan paling banyak terlibat


yaitu 19 penderita atau 50%. Persentase terendah melibatkan kedua
telinga yaitu 7,9%.

4.4 Faktor Predisposisi


Untuk melihat faktor predisposisi pada penderita otitis eksterna
distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Menurut tabel tersebut, jika disusun menurut faktor predisposisinya
maka hasilnya adalah sebagai berikut: kebiasaan gatal-korek 37 penderita
(52,1%), diikuti, infeksi bakteri atau jamur 20 penderita (28,2%), aktivitas di
air 8 penderita (11,3%), serumen 4 penderita (5,6%) dan diabetes melitus
2 penderita (2,8%).
Tabel 4.4. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan faktor
predisposisi.
Faktor predisposisi Jumlah (n) %

Serumen 4 5,6
Aktivitas di air 8 11,3
Kebiasaan gatal-korek 37 52,1
Infeksi bakteri atau jamur 20 28,2
Diabetes melitus 2 2,8

Universitas Sumatera Utara


33

4.5. Lama Terpapar


Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan lama terpapar yang
dialami tersaji pada Tabel 4.5. berikut ini
Tabel 4.5. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan lama terpapar
Lama terpapar Jumlah (n) %
Akut ≤1 minggu 33 86,8
Kronis >1 minggu 5 13,2
Total 38 100

Umumnya penderita yang ditemukan pada penelitian ini telah


mengalami keluhan selama ≤1 minggu yaitu berjumlah 33 penderita
(86,8%), sedangkan pasien dengan lama keluhan >1 minggu sebanyak 5
penderita (13,2%).

4.6. Gejala Klinis dan Tanda Klinis


Untuk melihat gejala klinis dan tanda klinis pada penderita otitis
eksterna, distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan gejala klinis dan
tanda klinis.
Gejala dan tanda klinis Jumlah (n) %
Gejala Klinis
Gatal pada telinga 32 22,5
Nyeri pada telinga 32 22,5
Keluar cairan di telinga 15 10,6
Rasa penuh pada telinga 31 21,9
Gangguan pendengaran 32 22,5
Tanda Klinis
Liang telinga edema dan hiperemis 30 48,4
Nyeri tekan tragus 27 43,5
Dijumpai hifa 5 8,1

Universitas Sumatera Utara


34

Dari tabel diatas diperoleh gejala klinis pada penderita otitis eksterna
yaitu gatal pada telinga, nyeri pada telinga dan gangguan pendengaran
masing-masing didapati pada 32 penderita (22,5%), diikuti rasa penuh di
telinga 31 penderita (21,9%), keluar cairan di telinga sebanyak 15
penderita (10,6%). Sedangkan dilihat dari tanda klinis pada penderita otitis
eksterna yaitu liang telinga edema dan hiperemis sebanyak 30 penderita
(48,4%) diikuti nyeri tekan tragus sebanyak 27 penderita (43,5%) dan
ditemukan hifa sebanyak 5 penderita (8,1%).

4.7. Pemeriksaan Penunjang


Untuk melihat pemeriksaan penunjanng pada penderita otitis eksterna,
distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan penunjang Jumlah (n) %
Pemeriksaan kultur bakteri 15 39,5
Pemeriksaan kultur jamur 5 13,1
Tidak dilakukan pemeriksaan 18 47,4

Total 38 100

Dari tabel di atas dapat dilihat pemeriksaan penunjang pada penderita


otitis eksterna paling banyak pemeriksaan kultur bakteri sebanyak 15
penderita (39,5%), diikuti pemeriksaan kultur jamur sebanyak 5 penderita
(13,1%). Sedangkan yang tidak dilakukan pemeriksaan sebanyak 18
penderita (47,4%).

4.8. Penatalaksanaan
Untuk melihat penatalaksanaan pada penderita otitis eksterna,
distribusinya dapat dilihat pada Tabel 4.8. Dari tabel tersebut diperoleh
penatalaksanaan sistemik umumnya dilakukan dengan pemberian
antibiotik Flouroquinolone sebanyak 24 penderita (68,6%), diikuti Penicillin

Universitas Sumatera Utara


35

sebanyak 5 penderita (14,3%), Cephalosporin 1 penderita (2,8%) dan anti


jamur yaitiu golongan Azole sebanyak 5 penderita (14,3%). Sedangkan
pemakaian topikal pemakaian tampon salep Tampon salep
Oxytetracycline HCl+Hydrocortisone acetate sebanyak 26 penderita
(74,3%), tampon salep golongan Azole sebanyak 8 penderita (22,9%),
tampon salep Gentamycin sebanyak 1 penderita (2,8%) dan tampon liquor
Burowi saring dan rivanol tidak dijumpai.
Tabel 4.8. Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan
penatalaksanaan.
Penatalaksanaan Jumlah (n) %
Sistemik
Penicillin 5 14,3
Cephalosporin 1 2,8
Fluoroquinolone 24 68,6
Golongan Azole 5 14,3
Topikal
Tampon salep Oxytetracycline HCl 26 74,3
+ Hydrocortisone acetate
Tampon salep golongan Azole 8 22,9
Tampon salep Gentamicyn 1 2,8

Universitas Sumatera Utara


BAB 5
PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 38 orang penderita otitis eksterna di


RSUP Haji Adam Malik Medan yang datang untuk berobat periode
Oktober-Desember 2014. Penderita otitis ekterna yang berkunjung ke RS
H Adam Malik memang cukup banyak. Hal tersebut dapat dilihat dari
frekuensi kunjungan dalam tiga tahun terakhir seperti tergambar di bawah
ini.
Total otitis eksterna dibagi menurut jenisnya perode 2011-2013 di
poliklinik THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik yaitu penderita otitis
eksterna sirkumskripta selama Januari sampai Desember 2011-2013 tidak
ditemukan. Sedangkan otitis eksterna difusa selama Januari sampai
Desember 2011-2013, paling banyak ditemukan pada tahun 2011
sebanyak 249 orang. Pada otomikosis selama Januari sampai Desember
2011-2013, paling banyak ditemukan pada tahun 2011 seabanyak 77
orang. Sedangkan otitis eksterna maligna selama Januari sampai
Desember 2011-2013, paling banyak ditemukan pada tahun 2012
sebanyak 156 orang (Gambar 5.1).

300
249
250
200 154 156 Otitis eksterna difusa
139
150 122
100 Otomikosis
100 77
51 Otitis eksterna maligna
35
50
0
2011 2012 2013

Gambar 5.1 Distribusi klasifikasi penderita otitis eksterna dari tahun 2011-
2013.

37

36

Universitas Sumatera Utara


37

Secara umum pada penelitian ini, dilihat dari umur penderita, terlihat
bahwa sebagian besar penderita otitis eksterna berada pada usia muda
dimana kelompok umur 11-20 tahun berjumlah 11 penderita (28,9%),
disusul dengan kelompok umur 21-30 tahun berjumlah 9 penderita
(23,7%).
Hasil penelitian ini sedikit berbeda jika dibandingkan dengan yang
dilaporkan oleh Wartawan (2000) di Semarang bahwa kelompok usia
terbanyak adalah kelompok usia 36-45 tahun sebesar 41,38%. Penelitian
yang dikemukakan oleh Cervoni (2005) ditemukan bahwa semua usia
dapat terkena otitis eksterna akan tetapi insidensi tinggi pada anak-anak
kelompok usia 5-16 tahun. Sedangkan menurut Sosialisman (2007)
dimana otitis eksterna ini dijumpai pada umur 7 sampai 12 tahun, hanya
sedikit yang berada di atas 50 tahun.
Sementara itu penelitian Sazafi et al. (2011) di Universitas Kebangsaan
Malaysia Medical Center (UKMMC) menunjukkan hasil yang berbeda.
Pada penelitian terhadap otitis eksterna nekrosis dari Januari 2002–
Februari 2009 dijumpai 7 pasien usia 31-88 tahun. Penelitian yang
dilaporkan oleh Aryanugraha et al pada tahun 2012 di Penebel Provinsi
Bali kelompok umur yang terbanyak adalah kelompok 41-50 dan diatas 60
tahun masing-masing sebesar 33,3%. Berdasarkan penelitian Koch
(2012), otitis eksterna dapat terjadi pada semua usia. Diperkirakan sekitar
10% dari seluruh orang pernah mengalami otitis eksterna selama
hidupnya. Otitis eksterna paling banyak terjadi pada anak- anak dimana
puncaknya pada usia 10-14 tahun.
Melihat semua hasil penelitian di atas terdapat perbedaan frekuensi
dari seluruh penderita otitis eksterna dengan rentang usia bervariasi.
Tetapi pada penelitian ini yang terbanyak adalah pada rentang usia 11-20
tahun. Tingginya insidensi otitis eksterna pada anak-anak salah satunya
disebabkan oleh hygiene yang buruk, perilaku yang kurang sehat. Hal ini
dimungkinkan karena pada usia anak-anak, individu lebih sering terpapar
oleh lingkungan luar tanpa menjaga kebersihan badan khususnya telinga.

Universitas Sumatera Utara


38

Liang telinga anak-anak lebih sempit dari liang telinga dewasa oleh karena
itu lebih tinggi penderita otitis eksterna pada anak-anak dibandingkan
dewasa.
Walaupun pada laporan penelitian sebelumnya bahwa otitis eksterna
dapat terjadi pada semua usia namun alasan pasti untuk kelompok usia
yang berhubungan dengan otitis eksterna ini tidak diketahui. Akan tetapi
saat ini belum didapatkan literatur yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara kejadian otitis eksterna dengan kelompok umur.
Sementara itu, jika dilihat menurut jenis kelamin, dari sebanyak 38
penderita yang ditemukan menderita otitis eksterna, sebagian besar
adalah pasien dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 21 orang
(55,3%), sementara pasien otitis eksterna dengan jenis kelamin laki-laki
hanya sebanyak 17 orang (44,7%) penderita (Gambar 5.2).
60 55,3 %

50
44,7 %

40

30

20

10

0
Laki-laki Perempuan

Gambar 5.2 Distribusi penderita otitis eksterna berdasarkan jenis kelamin

Hampir sama dengan penelitian Mogadam et al. (2003) yang dilakukan


di Iran dari 910 pasien yang diperiksa terdapat 52 kasus pasien dengan
otomikosis dengan 16 kasus lelaki dan 36 kasus perempuan. Begitu juga
dengan penelitian Rahman et al (2007) di Texas dengan jenis kelamin
perempuan terbanyak menderita otitis eksterna sebesar 52.05% dan jenis

Universitas Sumatera Utara


39

kelamin laki-laki sebesar 47.95% serta penelitian Wayan et al (2009) di


Yogyakarta kelompok jenis kelamin terbanyak adalah perempuan sebesar
51% dan laki-laki 49%. Sedangkan penelitian Fasunla (2007) di RS.
Universitas College, Ibadan, Nigeria dijumpai 5784 pasien dengan
penyakit telinga, 378 (6,54%) menderita otomikosis yang terdiri dari 145
(38,36%) laki-laki dan 233 (61,64%) perempuan pada tahun 1996-2005.
Berbeda pada penelitian Wartawan (2000) di Semarang melaporkan
jenis kelamin laki-laki terbanyak sebesar 63,22% dan perempuan 36,78
serta penelitian Torun et al (2004) melaporkan jenis kelamin terbanyak
yang menderita otitis eksterna berjenis kelamin laki-laki 52% dan jenis
kelamin perempuan sebesar 48%. Sedangkan penelitian Sazafi et
al.(2011) di Universitas Kebangsaan Malaysia Medical Center (UKMMC)
diteliti otitis eksterna nekrosis dari Januari 2002–Februari 2009 dijumpai 7
pasien, 6 laki-laki dan 1 perempuan.dan penelitian yang dilaporkan oleh
Aryanugraha et al (2012) di Penebel Provinsi Bali didapatkan jenis kelamin
laki-laki lebih banyak dari perempuan 55,5% : 44,5%.
Perempuan lebih sering menderita otitis eksterna dibandingkan laki-laki
karena perempuan memiliki kebiasaaan membersihkan diri sehingga lebih
sering terpapar dengan faktor predisposisi otitis eksterna. Namun tidak
ada penelitian yang membuktikan adanya hubungan antara otitis eksterna
dengan jenis kelamin.
Diperoleh data dari penelitian ini bahwa penderita otitis eksterna yang
berobat ke RSUP. Haji Adam Malik dengan otitis eksterna difusa sebanyak
30 penderita (79%), sementara otomikosis sebanyak 8 penderita (21%).
Sedangkan otitis eksterna sirkumskripta dan otitis eksterna maligna tidak
dijumpai. Otitis eksterna akut difusa merupakan salah satu penyakit yang
dijumpai di poliklinik T.H.T.K.L. RS Dr. Sardjito dengan frekwensi 9–12%.
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Musa di Nigeria
bahwa otitis eksterna difusa terbanyak menderita sebesar 75.9%
sedangkan otitis eksterna sirkumkripta hanya sebesar 5.3% (Musa, 2015).

Universitas Sumatera Utara


40

Berbeda dengan hasil penelitian Abdullah (2003) di poliklinik T.H.T.K.L.


RSUP. H. Adam Malik Medan yang dilakukan pada bulan Januari sampai
Desember 2000 dijumpai 867 kasus (8,07%) otitis eksterna yang terdiri
dari 282 kasus (2,62%) otitis eksterna difusa dan 585 kasus (5,44%) otitis
eksterna sirkumskripta. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa otitis
eksterna diffusa atau yang lebih dikenal dengan “hot weather ear”
merupakan klasifikasi otitis eksterna yang terbanyak dijumpai. Hal ini
cukup tinggi prevalensinya dikarenakan Indonesia adalah negara yang
beriklim tropis yang di beberapa tempat memiliki suhu dan kelembaban
yang tinggi. Kota Medan terletak dekat dengan garis khatulistiwa beriklim
cukup panas bisa mencapai 30,1°C dan kelembapan yang tinggi hal
tersebut merupakan faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna.
Berdasarkan telinga yang terlibat dari penelitian ini didapatkan telinga
kanan paling banyak terlibat yaitu 19 penderita atau 50%. Persentase
terendah melibatkan kedua telinga yaitu 7,9%.
Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh
Wartawan di Semarang dalam penelitiannya mendapatkan telinga yang
terlibat unilateral sebesar 89,66% dengan telinga kanan sebesar 47,7%
dan telinga kiri 41,96% dan telinga bilateral 10,34%. Begitupula dengan
yang dilaporkan oleh Rahman et al di Texas Amerika Serikat bahwa
kelompok telinga unilateral terbanyak menderita otitis eksterna sebesar
84% sedangkan bilateral telinga yang menderita otitis eksterna sebesar
16% dan Drehobl et al di San Diego Amerika Serikat bahwa telinga yang
terlibat terbanyak adalah unilateral sebesar 88.8% dan bilateral sebesar
11.2% (Wartawan, 2000; Rahman et al, 2007; Drehobl et al, 2008).
Pada 38 kasus ini telinga yang banyak terlibat hanya pada salah satu
sisi terutama pada telinga kanan, namun alasan pasti belum diketahui.
Diduga karena otitis eksterna faktor risiko salah satunya adalah kebiasaan
mengorek telinga secara berlebihan hal ini dikarenakan penderita lebih
sering menggunakan tangan kanan daripada tangan kiri.

Universitas Sumatera Utara


41

Sedangkan menurut faktor predisposisi hasilnya adalah kebiasaan


gatal-korek 37 penderita (52,1%), diikuti, infeksi bakteri atau jamur 20
penderita (28,2%), aktivitas di air 8 penderita (11,3%), serumen 4
penderita (5,6%) dan diabetes melitus 2 penderita (2,8%).
Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh
Wartawan di Semarang yang mendapatkan faktor risiko terbanyak adalah
kebiasaan mengorek-ngorek telinga sebesar 75,9% lalu diikuti dengan
kebiasaan beraktivitas di air sebesar 24,1%. Sedikit berbeda dengan yang
dilaporkan oleh Wayan et al di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta bahwa faktor
risiko otitis eksterna terbanyak adalah mengorek-ngorek telinga sebesar
93.4% lalu di ikuti dengan aktivitas di air sebesar 3.1% (Wartawan, 2000;
Wayan et al., 2009).
Namun penelitian Chlabi & San-Ahmed (2010) yang dilakukan di
poliklinik RS. Sulaimani, Iraq pada April 2007-November 2008
menunjukkan bahwa faktor predisposisi otomikosis menggunakan
pelembab telinga (94,5%), kebiasaan membersihkan telinga sendiri
(62,63%), penggunaan ototopical agents berlebihan (36,26%),
dermatopitosis (19,78%).
Trauma umumnya disebabkan oleh garukan karena gatal pada telinga
dan merasa telinga tersumbat (serumen) sehingga dengan alat apapun
yang dapat digunakan (kuku jari, batang korek api, kertas, kep rambut dan
pengorek telinga) Infeksi dapat terjadi sebagai akibat perubahan pH kulit
liang telinga yang biasanya asam menjadi basa sehingga proteksi
terhadap infeksi menjadi menurun. Perubahan lingkungan terutama
gabungan dari peningkatan suhu dan kelembaban menyebabkan
mikroorganisme patogen mudah tumbuh. Suatu trauma ringan seringkali
karena berenang atau membersihkan liang telinga secara berlebihan hal
ini menyebabkan perlukaan kulit dan terjadi infeksi sekunder (Sosialisman,
2007; Lee KJ, 2008; Wright, 2010).
Kebiasaan mengorek-ngorek liang telinga dapat mengakibatkan
laserasi pada lapisan epidermis yang memudahkan terjadinya invasi

Universitas Sumatera Utara


42

kuman pada kulit liang telinga. Disamping itu daerah dengan iklim panas
dengan kelembaban tinggi menyebabkan perubahan pH liang telinga dari
suasana asam menjadi suasana basa, sehingga memungkinkan
pertumbuhan bakteri menjadi lebih baik
Umumnya penderita yang ditemukan pada penelitian ini telah
mengalami keluhan selama ≤1 minggu yaitu berjumlah 33 penderita
(86,8%), sedangkan pasien dengan lama keluhan >1 minggu sebanyak 5
penderita (13,2%).
Pada penelitian Marthana (2009) otitis eksterna difusa akut merupakan
salah satu penyakit yang dijumpai di poliklinik T.H.T.K.L. RS Dr. Sardjito
dengan frekwensi 9–12% (Marthana, 2009).
Berdasarkan gejala klinis pada penderita otitis eksterna yaitu gatal
pada telinga, nyeri pada telinga, gangguan pendengaran masing-masing
didapati pada 32 penderita (22,5%), diikuti rasa penuh di telinga 31
penderita (21,9%), keluar cairan di telinga sebanyak 15 penderita (10,6%).
Sedangkan tanda klinis ditemukan liang telinga edema dan hiperemis
sebanyak 30 penderita (48,4%), nyeri tekan tragus sebanyak 27 penderita
(43,5%) dan ditemukan hifa sebanyak 5 penderita (8,1%).
Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh
Wartawan bahwa gejala dan tanda klinis terbanyak adalah otalgia (80,8%)
diikuti dengan telinga terasa tersumbat (70,1%), nyeri tekan tragus
(66,6%) dan telinga terasa gatal (57,5%). Sedangkan penelitian yang
dilaporkan oleh Kurnatowski et al yang memperoleh hasil terbanyak
adalah gejala pruritus (77,0%). Pada penelitian Manni et al juga dilaporkan
bahwa prevalensi gejala tertinggi adalah pruritus (93%), diikuti dengan
keluhan nyeri (82%) dan otore (64%). Hasil penelitian Sedjati bahwa
gejala dan tanda klinis yang dikeluhkan pasien dengan otitis eksterna
terbanyak adalah dengan gejala pruritus sebanyak 19 orang (86,3%) dan
diikuti dengan otalgia 17 orang (77,2%) (Wartawan, 2000, Kurnatowski et
al, 2008; Sedjati, 2013).

Universitas Sumatera Utara


43

Demikian juga yang dijumpai pada penelitan Chlabi & San-Ahmed


(2010) yang dilakukan di poliklinik RS. Sulaimani, Iraq pada April 2007-
November 2008 dimana penderita otomikosis menunjukkan gejala seperti
otalgia (94,5%), telinga terasa penuh (74,72%), gatal (58,24%), gangguan
pendengaran (40,65%), otorea (20,87%), sakit kepala (14,82%).
Telinga gatal, nyeri pada telinga serta gangguan pendengaran
merupakan keluhan utama yang ditemukan pada subjek penelitian. Rasa
nyeri yang hebat disebabkan kulit liang telinga tidak mengandung jaringan
longgar dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan
perikondrium. Sedangkan gatal merupakan keluhan paling sering pada
otomikosis. Pemeriksaan biasanya menunjukkan eritema pada kulit liang
telinga dan adanya puing-puing jamur, seringkali tertanam dalam bentuk
seperti keju yang tebal yang terlihat pada otitis eksterna bakteri
(Sosialisman, 2007; Glasscock, 2010).
Otitis eksterna difusa yang dikenal juga sebagai telinga cuaca panas
(hot weather ear), telinga perenang (swimmer ear) merupakan suatu
masalah umum dibagian otologi yang didapat pada 5–20% penderita yang
berobat ke dokter di daerah-daerah tropis dan subtropis pada musim
panas. Otitis eksterna difusa merupakan komplek gejala peradangan yang
terjadi sewaktu cuaca panas dan lembab. Telinga menjadi gatal serta
semakin sakit dan kulit liang telinga menjadi eritema, edema dan dilapisi
oleh sekret yang berwarna kehijau-hijauan. Dengan semakin
berkembangnya penyakit, pasien merasa sakit bila daun telinga disentuh
dan bila mengunyah. Bila peradangan tidak ditanggulangi secara adekuat,
maka rasa sakit, gatal serta sekret yang berbau akan menetap (Abdullah,
2003).
Menurut pemeriksaan penunjang pada penderita otitis eksterna paling
banyak tidak dilakukan pemeriksaan sebanyak 18 penderita (47,4%).
dikuti pemeriksaan kultur bakteri sebanyak 15 penderita (39,5%) dan
pemeriksaan kultur jamur sebanyak 5 penderita (13,1%). Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan pada penderita penyakit otitis eksterna adalah

Universitas Sumatera Utara


44

pemeriksaan sekret atau hifa yang terdapat pada liang telinga. Kemudian
dilakukan pemeriksaan kultur bakteri dan kultur jamur sehingga diperoleh
jenis bakteri dan jenis jamur. Dari hasil kultur ini, pengobatan akan lebih
adekuat dan penatalaksanaan lebih maksimal.
Pemeriksaan histologi seperti pemeriksaan kultur bakteri dan kultur
jamur merupakan standard acuan untuk diagnosis tetapi tidak pernah
tercapai pada praktek klinik. Mengidentifikasi mikroorganisme patogen,
bisa juga dilakukan pemeriksaan KOH untuk memastikan diagnosis
otomikosis Mengidentifikasi mikroorganisme patogen, bisa juga dilakukan
pemeriksaan KOH untuk memastikan diagnosis otomikosis (Rosenfeld et
al., 2006; Simon, 2008; Edward, 2012).
Pada penelitian ini didapatkan otomikosis sebanyak 8 penderita. Lima
penderita pada pemeriksaan telinga dijumpai pertumbuhan hifa, kemudian
kami lakukan pemeriksaan kultur jamur. Sedangkan 3 penderita lain
sebelumnya telah terdiagnosis otomikosis dan telah mendapatkan
pengobatan yang relevan, pada saaat kami lakukan pemeriksaan kami
sudah tidak menjumpai adanya pertumbuhan hifa.
Pada umumnya otitis eksterna akut merupakan infeksi bakteri yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa (20%-60%) dan polimikrobial.
Penyebab yang lain juga ditemukan gram negatif (<2%-3%) dari kasus
klinis (Rosenfeld et al., 2006 dan Kim, 2009). Bakteri mudah berkembang
dengan mudah akibat hilangnya keasaman pada liang telinga. pH normal
pada liang telinga sekitar 4.2-5.6, tetapi kemudian berubah lebih basa
pada otitis eksterna (Kim, 2009).
Sedangkan penelitian Fasunla (2007) menyatakan kuman yang banyak
dijumpai pada otomikosis adalah Aspergillus niger (48,35%) dan
Aspergillus fumigatus (33,96%). Indonesia mempunyai iklim yang
panas/hangat jadi memungkin untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri
dan jamur pada pasien otitis eksterna seperti terlihat pada penelitian ini.
Berdasarkan penatalaksanaan umumnya dilakukan secara sistemik
dengan pemberian antibiotik Flouroquinolone sebanyak 24 penderita

Universitas Sumatera Utara


45

(68,6%), diikuti Penicillin sebanyak 5 penderita (14,3%), Cephalosporin 1


penderita (2,8%) dan anti jamur yaitiu golongan Azole sebanyak 5
penderita (14,3%). Sedangkan secara topikal dengan menggunakan
pemakaian tampon salep Oxytetracycline HCl + Hydrocortisone acetate
sebanyak 26 penderita (74,3%), tampon salep golongan Azole sebanyak
8 penderita (22,9%), tampon salep Gentamycin sebanyak 1 penderita
(2,8%) dan tampon liquor Burowi saring dan rivanol tidak dijumpai.
Berbeda pada penelitian Marthana (2009) diteliti penggunaan tampon
rivanol dibandingkan tampon burowi pada penderita otitis eksterna difusa
dan didapati tampon telinga rivanol lebih berguna, lebih murah dan lebih
mudah dibandingkan tampon telinga burowi dari 65 subjek, 33
menggunakan rivanol dan 32 menggunakan burowi. Namun, saat ini
pemakaian tampon liquor burowi jarang digunakan disebabkan
ketersediaan obat sulit didapat.
Sedangkan penelitian Alnawaiseh et al. (2011) dilakukan penelitian di
rumah sakit Prince Hashim di Zarka antara bulan Oktober 2007-Juni 2009
dimana pasien dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok A (48 pasien) diobati
dengan krim Miconazole, kelompok B (42 pasien) diobati dengan
Clotrimazole 1% (Otozol) tetes telinga yang dievaluasi setelah 1 dan 2
minggu. Dari hasil penelitian, penggunaan krim Miconazole merupakan
pilihan terbaik dan memiliki harga yang lebih murah terutama dalam
mengobati otomikosis.
Pada prinsipnya ada 4 penatalaksanaan otitis eksterna yaitu
membersihkan liang telinga secara cermat dan teliti (aural toilet),
pemakaian antibiotik yang tepat, memberikan antiinflamasi & analgetik
(terapi simptomatis) sesuai dengan keluhan penderita otitis eksterna,
mengedukasi penderita guna mencegah infeksi lebih lanjut (Wareing et.al,
2010). Penderita otitis eksterna in disebabkan oleh berbagai macam jenis
bakteri, dominan bakteri yang dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa
yang merupakan bakteri gram negatif yang diterapi dengan antibiotik
berspektrum luas seperti antibiotik golongan Flouroquinolone, tetapi juga

Universitas Sumatera Utara


46

dijumpai penderita otitis eksterna yang menggunakan antibiotik golongan


lain seperti golongan penicillin ataupun cephalosporin. Pemilihan obat
yang berbeda pada penelitian ini disebabkan karena adanya pengaruh
berbagai faktor seperti, umur dan alergi penderita terhadap obat serta
ketersediaan obat yang ada di RSUP. H. Adam Malik Medan. Pemberian
antibiotik tersebut dilakukan sambil menunggu hasil kultur pemeriksaan
jenis kuman baik bakteri maupun jamur pada penderita otitis eksterna,
agar dapat diberi pengobatan yang sesuai.
Meskipun penyakit ini memiliki tingkat rekurensi yang tinggi, setelah
mengalami perbaikan penderita jarang kontrol kembali ke poliklinik
T.H.T.K.L. sehingga sulit menilai pengobatan maksimal yang adekuat.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita otitis
eksterna di RSUP. H. Adam Malik Medan Oktober-Desember tahun 2014
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Penderita otitis eksterna terbanyak pada kelompok umur 11-20 tahun
(28,9%) terdiri dari 55,3% penderita perempuan dan 44,7% laki-laki.
Perbandingan penderita antara perempuan dan laki-laki yaitu 21 : 17.
2. Jenis otitis eksterna yang paling banyak di jumpai adalah otitis eksterna
difusa sebesar 79%.
3. Telinga yang terlibat pada penderita otitis eksterna dominan pada satu
sisi (unilateral) yaitu telinga kanan sebesar 50%.
4. Faktor predisposisi yang paling banyak dijumpai adalah kebiasaaan
gatal-korek sebesar 52,1%.
5. Pada umumnya penderita otitis eksterna mengalami keluhan ≤1 minggu
(akut) sebesar 86,8%.
6. Gejala klinis yang sering dijumpai pada penderita otitis eksterna adalah
gatal pada telinga, nyeri pada telinga serta gangguan pendengaran
masing-masing sebesar 22,5% dan tanda klinis yang dominan ditemui
liang telinga odema dan hiperemis masing-masing sebesar 48,4%.
7. Pemeriksaan penunjang yang paling banyak pada otitis eksterna
adalah tidak dilakukan pemeriksaan sebesar 47,4 %.
8. Penatalaksanaan yang umumnya dilakukan dengan pemberian secara
sistemik dengan pemberian antibiotik Flouroquinolone (68,6%) dan anti
jamur yaitiu golongan Azole (14,3%). Sedangkan pemberian secara
topikal, dominan pemakaian tampon salep Oxytetracycline
HCl+Hydrocortisone acetate sebesar 74,3% dan tampon salep
golongan Azole sebesar 22,9%.

47

Universitas Sumatera Utara


48

6.2. Saran
Jumlah data dalam penelitian ini masih sangat terbatas. Diperlukan
penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak untuk dapat
menggambarkan hasil yang lebih baik.
1. Untuk pengembangan keilmuan secara khusus di bidang ilmu
kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher pada
penderita otitis eksterna terutama untuk penelitian selanjutnya bisa
dilakukan pemeriksaan kultur bakteri dan kultur jamur ke mikrobiologi
untuk mengetahui jenis bakteri dan jenis jamur sehingga diharapkan
penatalaksanaan lebih maksimal.
2. Kelengkapan pencatatan pada rekam medis sangat diperlukan sebagai
kontrol perjalanan penyakit penderita otitis eksterna dan rujukan
penelitian berikutnya, karena itu perlu dilengkapi anamnesis,
pemeriksaan otoskopi, pemeriksaan kultur bakteri dan kultur jamur
(pemeriksaan mikrobiologi) terutama pada penderita-penderita baru.
sehingga memperoleh data yang lebih akurat mengenai etiologi otitis
eksterna .
3. Perlu dilakukan penelitian yang mencoba meneliti penderita dalam
kurun waktu yang lebih panjang dan dengan variabel yang lebih
komprehensif.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah F. 2003. Uji banding klinis pemakaian larutan burruwi saring dengan
salep Ichthyol (Ichthammol) pada otitis eksterna akut. Karya Akhir
Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher. Medan: FK USU.
Alnawaiseh S, Almomani O, Alassaf S, Elessis A, Shawakfeh N, Altubeshi K,
Akaileh R. 2011. Treatment of otomycosis: A comparative study
using Miconazole cream with Clotrimazole Otic Drops. Journal of the
royal medical services. Amman-Jordan, September, Vol. 18 No.3,
pp: 34-7.
Aryanugraha P.T, Setiawan E.P. 2012. Kejadian Otitis Eksterna Pada
Masyarakat Penebel Tababan dan Yangapi Bangli yang Berkunjung
ke Bakti Sosial SMF T.H.T.K.L FK Universitas Udayana/RSUP
Sanglah pada Tahun 2012. Inti Sari Sains Medis, VOL. 5 NO.1,
Januari-April, Hal 60-3.
Cervoni E. 2005. Complete Prevalence Of Otitis Externa In UK: A Survey In
West Lancashire, UK. The Internet Journal of Otorhinolaryngology.
Vol.4 No.2.
Chalabi YE and San-Ahmed ST. 2010. The role of various out patients aural
toileting procedures in the treatment of otomycosis. Journal of
Zankoy Sulaimani. Iraq, 13(1) part A, pp: 39-48.
Dhingra PL. 2010. Anatomy of Ear. Diseases of Ear, Nose and Throat. New
Delhi: Elsevier, pp: 3-13.
Drehobl M., Guerrero J.L., Lacarte P.R., Goldstein G., Mata F.S., Luber S.,
2008. Comparison of efficacy and safety of ciprofloxacin otic solution
0.2% versus polymyxin B-neomycin-hydrocortisone in the treatment
of acute diffuse otitis eksterna. Current Medical Research and
Opinion. Vol 24. No.12. p. 3531-42.

50
49

Universitas Sumatera Utara


50

Edward Y and Irfandy D. 2012. Otomycosis. Jurnal kesehatan Andalas.


Departement Medical Faculty of andalas University. Padang. 1(2),
pp: 101-6.
Fasunla J, Ibekwe T, Onakoya P. 2007. Otomycosis in western Nigeria.
Original articel. Department of Otolaryngology – Head & Neck
Surgery. University College Hospital. Nigeria. July 9, pp: 67-70.
Franke G. 2003. An earful on treatment otitis externa. University of
Sakhatchewan practical otolaryngology conference, 2003, March 22,
The Canadian Journal of CME pp: 146-50
Glasscock. 2010. Diseases of The Auricle, External Auditory Canal, and
Tympanic Membrane. Surgery of the Ear. Connecticut: People’s
Medical Publishing House-USA, pp: 387-93.
Hamzany Y, Soudry E, Preis M, Hadar T, Hilly O, ishara J, Nagaeris BI. 2011.
Fungal malignant external otitis. Journal of infection. Departement of
otolaryngology, Head and Neck Surgery. Israel. January 13, pp: 226-
31.
Helmi. 2005. Anatomi Bedah Regio Temporal. Otitis Media Supuratif Kronis:
Pengetahuan Dasar, Terapi Medik, Mastoidektomi, Timpanoplasti.
Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.
Hughes E and Lee JH. 2013. Otitis externa. Pediatric in review. Article.
University of Rochester School of Medicine & Dentistry. New York.
February 15, pp: 191-7.
Junqueira LC,Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks and Atlas.10th ed
Jakarta EGC.
Kim JK and Cho JH. 2009. Change of external auditory canal pH in acute
otitis externa. The Annals of Otology, Rhinology & Laryngology.
Korea. November, pp: 769.
Kurnatowski P, Filipiak J. 2008. Otitis externa : the analysis of relationship
between particular signs/symptoms and species and genera of
identified microorganisms. Wiadomooeci Parazytologiczne. pp:37-41.

Universitas Sumatera Utara


51

Lee KJ. 2008. Anatomy of the Ear. In : Essential Otolaryngology Head and
Neck Surgery. 8th Ed. MacGraw Hill. pp: 1-4.
Ling SS and Sader C. 2008. Fungal malignant otitis externa treated with
hyperbaric oxygen. International Journal of infections Diseases.
Otolaryngology Departement. Australia. October 11, pp: 550-2.
Linstrom CJ, Lucente FE. 2006. Infection of the External Ear. Head & Neck
Surgery-Otolaryngology. Texas: Lippincott Williams & Wilkins, pp:
1988-2001.
Marthana IW. 2009. Hasil guna tampon rivanol dibanding tampon burowi
pada penderita otitis eksterna difus akut. Karya Akhir Bidang Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher.
Yogyakarta: FK UGM.
Mogadam A Y et al. 2009. The prevalence of otomycosis in Kashan , Iran,
during 2001 – 2003. Jundisphur journal Of Microbiology, 2(1) pp: 18-
21.
Musa T.S., Bemu A.B., Grema U.S., Kirfi AM., 2015. Pattern of otitis externa
in Kaduna Nigeria. Pan African Medical Journal.
Nielsen D. 2006. Otitis externa: Review and clinical update. American
Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Virginia.
November 1, pp: 1510-6.
Nogueira JCR, et al. 2008. Identification and antimicrobial susceptibility of
acute external otitis microorganisms. Brazilian Journal of
Otorhinolaryngology (74) (4) pp: 526-30.
Olaleye O. 2011. Malignant otitis externa: A review of aetiology, presentation,
investigations and current management strategies. WebmedCentral
Otorhinolaryngology. pp: 1-11.
Ong YK and Chee G. 2005. Infections of the external ear. Review article.
Department of Otolaryngology – Head & Neck Surgery. National
University Hospital. Singapore. May, Vol.34 No. 4. pp: 330-3.

Universitas Sumatera Utara


52

Patigaroo SA, Mehfooz N, Hashmi SF. 2009. Malignant otitis externa with
ecthyma gangrenosum and pneumonia in an infant. SAMJ Forum.
India. October, Vol 99, No.10.
Plianbangchang Samlee, 2001. State of Hearing and Ear Care in the South-
East Asia Region. In : WHO Regional Office for South-East Asia,
SEA Region, pp : 1-48.
Rahman A, Rizwan S, Waycaster C. Pooled analysis of two clinical trials
comparing the clinical outcomes of topical
ciprofloxacin/dexamethasone otic suspension and polymyxin
B/neomycin/hydrocortisone otic suspension for the treatment of acute
otitis externa in adults and children. Clin Ther. 2007;29 pp:1950–6.
Rosenfeld RM, Brown L, Cannon CR, Dolor RJ, Ganiats TG, Hannley M.
2006 .Acute Otitis Externa. Guideline Summary Otolaryngology Head
and Neck Surgery.
Roland SP et.al. 2008. Single Topical Agent is Clinically Equivalent to the
Combination of Topical and Oral Antibiotic Treatment for Otitis
Externa. American Journal of Otolaryngology-Head and Neck
Medicine and Surgery. University of Texas. USA. May, Vol 29, pp:
255-61.
Sazafi M, Goh BS, Mazita A, Asma A, Lokman S. 2011. Necrotizing otits
externa in Universiti Kebangsaan Malaysia Medical Centre. Rawal
Medical Journal. Department of Otolaryngology – Head & Neck
Surgery. Universiti kebangsaan Malaysia Medical Centre. Malaysia.
Juni , Vol 36, No. 2.
Simon Carney. 2008. Otitis Externa and otomycosis, In : Scott-Brown’s
Otolaryngology, 7th edition, Oxford Boston Johannesburg, Elsevier,
pp: 3352–6.
Sosialisman, Hafil AF, Helmi. 2007. Kelainan Telinga Luar. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. pp: 57-63.

Universitas Sumatera Utara


53

Torun B., Block S.L., Avila H., Montiel F., Olivia A., Quintanilla W., Ducanson
F., Cantrell F., Riefler J., Katz E., Lombardy E., 2004. Efiicacy of
Ofloxacin Otic Solution Once Daily for 7 Days in the Treatment of
Otitis Externa: A Multicenter, Open-Label, Phase III Trial. Clinica
Therapeutics Vol. 26 No. 7.
Waitzman Ariel A, MD, FRCSC. Otitis Externa. Update : Desember 2015.
Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/994550-
overview#a0156
Wartawan I. N., 2000. Perbandingan Efektifitas Klinik Asam Borat 5% Tetes
Telinga Dengan dan Tanpa Amoksisilin per Oral Pada Pengobatan
Otitis Eksterna Difusa Akut. Tesis, Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L FK
Universitas Diponegoro, Semarang.
Wayan I., Kedel M., Samodra E., Rianto B.U.D., 2009. The Effectiveness of
Rivanol Tampon Compared with Burowi Tampon in Acute Diffuse
Otitis Externa. Berkala Ilmu Kedokteran Vol. 41. No.3, p. 157-63.
Wang MC et.al. 2005. Ear Problems in Swimmers. J Chin Med Assoc.
Departement of Otolaryngology. Taipei. March, Elsevier, pp: 347-51.
Wareing MJ, Lalwani AK, Jackler RK. 2006. Development of the ear. In :
Head & Neck Surgery Otolaryngology, 4th edition, Vol. 2, Lippincott
Williams & Willkins, Philadelphia, pp: 1869–73.
Wright T. 2010. The Anatomy and Embriology of The External and Middle
Ear. In : Scott-Brown’s Otolaryngology, 6th edition, Oxford Boston
Johannesburg, Elsevier, pp : 3–19.

Universitas Sumatera Utara


Personalia Penelitian

1. Peneliti Utama
Nama : dr. Rizqi Damayanti
NIM : 107109011
Fakultas : Kedokteran
Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L
Waktu disediakan : 12 jam/minggu

2. Anggota Peneliti/Pembimbing
A. Nama : dr. Harry A. Asroel, M.Ked, Sp.T.H.T.K.L.(K)
NIP : 1970081219990301002
Gol / Pangkat : III/d
Jabatan : Staf Divisi Otologi Departemen/SMF
T.H.T.K.L FKUSU/RS H. Adam Malik Medan
Fakultas : Kedokteran
Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L
Waktu disediakan : 5 jam/minggu

B. Nama : Prof. dr.Askaroellah Aboet, Sp.T.H.T.K.L.(K)


NIP : 194603051975031001
Gol / Pangkat : IV e/Pembina Utama Muda
Jabatan : Guru Besar, Ketua Divisi Otologi
Departemen T.H.T.K.L FK USU/
RSUP H. Adam Malik Medan
Fakultas : Kedokteran
Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L

55 54

Universitas Sumatera Utara


55

Waktu disediakan : 5 jam/minggu

C. Nama : Dr. dr.Farhat,M.Ked(ORL-HNS)


Sp.T.H.T.K.L.(K),FICS
NIP : 197003162002121002
Gol / Pangkat : IV a/Lektor Kepala
Jabatan : Staf Divisi Onkologi Departemen T.H.T.K.L
FK USU/RS H. Adam Malik Medan
Fakultas : Kedokteran
Perguruan tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan T.H.T.K.L
Waktu disediakan : 5 jam/minggu
Konsultan Penelitian : Fotarisman Zaluchu SKM, Msi, MPH

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

STATUS PASIEN PENELITIAN

Nama :
Pasien : a. baru b. lama
Tempat / tanggal lahir:
Umur : tahun
Jenis Kelamin :
Alamat :
No. Telp/ HP :
MR :
Tanggal berobat :

I. Anamnesa

Keluhan utama :
O Nyeri pada telinga
O Gatal pada telinga
Keluhan tambahan
O Keluar cairan dari telinga
O Rasa penuh pada telinga
O Gangguan pendengaran
Durasi penyakit : minggu
Riwayat telinga di korek : , alat yang digunakan
Faktor Resiko :
1. Apakah ada aktifitas di air ?
a. Ada b. Tidak
Sejak :
Frekwensi:

2. Apakah pasien memiliki kebiasaan mengorek telinga ?


a. Ya b. Tidak
Alasan :
Tangan yang paling sering digunakan :

57
56

Universitas Sumatera Utara


57

3. Apakah pasien memiliki penyakit Diabetes Melitus ?


a. Ya b. Tidak
Sejak :
Obat Anti Diabetic :
Kadar Gula Darah terakhir ( jika tahu) : mg/dl

II. Pemeriksaan Fisik

Telinga Kanan Kiri


Daun telinga
Liang telinga
Membran tympani
Nyeri tekan tragus
Hidung
Cavum nasi
Septum nasi
Konka inferior
Orofaring
Tonsil
Faring

III. Pemeriksaan penunjang

a. Kultur bakteri : 1. Ya, Hasil: 2. Tidak

b. Pemeriksaan KOH: 1.Ya, Hasil: 2. Tidak

Universitas Sumatera Utara


58

IV. Penatalaksanaan
Jenis obat Nama obat
Antibiotik
Penicillin
Cephalosporin
Flouroquinolone
Makrolide
Anti jamur
Golongan Azole
Analgetik
Anti inflamasi

Pemakaian tampon Lama pemberian


Tampon Liquor burowi saring
Tampon Rivanol
Tampon Asam asetat 2 %
Tampon salep Miconazole 2%
Lain –lain, sebutkan

V. Diagnosa

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

LEMBARAN PENJELASAN
Karakteristik Penderita Otitis Eksterna yang berkunjung di Poliklinik
THT-KL di RSUP H. Adam Malik Medan

Bapak/Ibu yang terhormat, nama saya dr.Rizqi Damayanti, Peserta


Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya
sedang melakukan penelitian untuk tesis saya yang berjudul Karakteristik
Penderita Otitis Eksterna yang berkunjung di Poliklinik T.H.T.K.L. di RSUP
H. Adam Malik Medan.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
karakteristik penderita otitis eksterna yang dijumpai pada saat Bapak/Ibu
berobat di poliklinik T.H.T.K.L.
Dalam penelitian ini akan dilakukan anamnesa, dimana saya akan
melakukan wawancara dengan memberikan beberapa pertanyaan
terhadap Bapak/Ibu dan dilakukan pemeriksaan THT berdasarkan gejala
dan tanda yang Bapak/Ibu alami. Kemudian saya akan mencatat data-
data dan penatalaksaan yang dilakukan pada saat Bapak/Ibu diterapi.
Melalui data-data tersebut akan terlihat bagaimana karakteristik penderita
otitis eksterna dan jenis penatalakasanan yang sering dilakukan di RSUP
H. Adam Malik ini.
Sebelum saya memulai wawancara, saya mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu atas kesediaannya ikut serta
dalam penelitian ini. Perlu saya jelaskan bahwa penelitian ini akan saya
gunakan untuk mengetahui perjalanan penyakit Bapak/Ibu serta untuk
penyusunan penelitian tesis saya dan tidak untuk keperluan yang lain.

60

Universitas Sumatera Utara


61

Untuk keakuratan data dan informasi yang saya kumpulkan maka saya
sangat berharap agar Bapak/Ibu bersedia memberikan jawaban yang
sejelas-jelasnya sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu ketahui, alami dan
rasakan sehubungan dengan judul penelitian saya.
Pada penelitian ini identitas Anda disamarkan. Hanya dokter peneliti,
anggota peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data Anda.
Kerahasiaan data Anda akan dijamin sepenuhnya. Bila data Anda
dipublikasi kerahasiaannya tetap dijaga.
Partisipasi Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak terjadi
perubahan mutu pelayanan dari dokter Anda bila Anda tidak bersedia
mengikuti penelitian ini. Anda akan tetap mendapatkan pelayanan
kesehatan standar rutin sesuai dengan prosedur pelayanan. Sebagai
tanda terima kasih kami akan memberikan makan siang dan biaya ganti
transportasi kepada Anda.
Mudah-mudahan informasi yang saya sampaikan sudah cukup jelas.
Bila demikian saya harapkan bapak/ibu dapat membubuhkan tandatangan
pada bagian bawah lembaran ini sebagai tanda persetujuan dan
wawancara akan segera kita mulai.
Bila ada keluhan setelah dilakukannya tindakan, maka Bapak/Ibu dapat
menghubungi saya di nomor 081396024024. Peneliti akan bertanggung
jawab dan membantu mengatasi keluhan Anda.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


‘INFORMED CONSENT’

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan sudah


memahami tujuan penelitian ini, kemudian secara sadar dan sukarela
bersedia ikut serta dalam penelitian ini dan akan memberikan informasi
yang sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya.

Nama : ………………………………………

Tandatangan : ………………………

Tanggal : …………………20…

62

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5

DATA PENELITIAN TESIS MAGISTER

N MR NAMA USIA JK FAKTOR KELUHAN TELINGA GEJALA TANDA LAMA PENATALAK PEM.
O PREDISPOSISI UTAMA KLINIS KLINIS TERPAPAR SANAAN PENUNJANG DIAGNOSA
1. 500270 HS 47 L Korek : + Nyeri : + Kiri Nyeri odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri:+ OE Difusa AS
tlga: + ms : + ne
Cairan :+ nyeri Teracotril 2 hr
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
2. 241092 RP 52 P Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri:+ OE Difusa AS
Gatal :+ Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 2 hr
Caira n :+ tragus :+
Ggn
pdgrn: +
3. 500429 JPS 19 L Korek : + Nyeri : + Kiri Nyeri odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri:+ OE Difusa AS
tlga: + ms : + ne
Cairan :+ nyeri Teracotril 3 hr
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
4. 420849 AB 28 P Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri:+ OE Difusa AS
Gatal :+ Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 2 hr
Cairan :+ tragus :+
Penuh

64

Universitas Sumatera Utara


tlga: +
Ggn
pdgrn: +
5. 003928 DET 32 L Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri:+ OE Difusa AD
Gatal :+ Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 3 hr
Cairan :+ tragus :+
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
6. 521664 SS 21 P Korek : + Nyeri : + Kiri Nyeri odm/hpr Akut Flouroquinolo - OE Difusa AS+
Serumen;+ tlga: + ms : + ne Serumen AS
Penuh nyeri
tlga: + tragus :+
Ggn
pdgrn: +
7. 614177 KH 39 L Korek : + Nyeri: + Kedua Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri:+ AS OE Difusa ADS
Gatal :+ telinga Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 3 hr
Cairan :+ tragus :+
Penuh (ADS)
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
8. 626856 LRWS 29 P Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Penicilin Bakteri:+ OE Difusa AS
Gatal :+ Nyeri ms : + Teracotril 3 hr
tlga: + nyeri
Cairan :+ tragus :+
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
65

Universitas Sumatera Utara


9. 627790 KB 45 L Korek : + Nyeri: + Kiri Nyeri odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri:+ OE Difusa AS
Air + 2x/mggu tlga: + ms : + ne
Cairan :+ nyeri Teracotril 3 hr
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
1 578879 ABS 25 P Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo - OE Difusa AD
0. Gatal :+ Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 3 hr
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
1 600160 VLA 25 P Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr Akut Penicillin Bakteri:+ OE Difusa AD
1. Gatal :+ Nyeri ms : + Teracotril 3 hr
tlga: + nyeri
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
1 602977 MD 28 P Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr Kronis Flouroquinolo Bakteri:+ OE Difusa AD
2. Gatal :+ Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 3 hr
Cairan + tragus :+
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
1 619840 BP 3 L Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Cephalospori - OE Difusa AS
3. Air + Gatal :+ Nyeri ms : + n
tlga: + nyeri Teracotril 3 hr
Penuh tragus :+
66

Universitas Sumatera Utara


tlga: +
1 500130 R 20 P Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ Hifa + Akut Azole Jamur + Otomikosis AD
4. Gatal :+ Nyeri Ketokonazole
tlga: + salep 2 hr
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
1 239804 JS 41 L Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri:+ OE Difusa AS
5. Air + 1x/mggu Gatal :+ Nyeri ms : + ne
tlga: + Teracotril 3 hr
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
Cairan +
1 619237 JBT 39 P Korek : + Nyeri: + Kanan Nyeri odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri:+ OE Difusa AD
6. tlga: + ms : + ne
Penuh nyeri Teracotril 2 hr
tlga: + tragus :+
Ggn
pdgrn: +
Cairan +
1 616521 RP 18 P - Gatal :+ Kiri Gatal + - Akut Ketokonazole - Otomikosis AS
7. Ggn Salep
pdgrn: +
1 581157 DS 64 L Korek : + Gatal :+ Kedua Gatal + Kronis Ketokonazole Otomikosis
8. telinga Ggn salep ADS
pdgrn: +
1 524584 ID 68 L Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri+ OE Difusa AD
9. DM +, 186mg/dl Gatal + Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Gentamicin 3
Penuh tragus :+ hr
67

Universitas Sumatera Utara


tlga: +
Cairan +
2 618507 AU 12 P Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr Akut Penicillin - OE Difusa AD
0. Air + 1x/bln Gatal + Nyeri ms : + Teracotril 2 hr
tlga: + nyeri
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
2 617396 AR 18 L Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo - OE Difusa AS
1. Gatal + Nyeri ms : + n
tlga: +
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
2 619248 S 46 L Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Kronis Flouroquinolo - OE Difusa AS
2. DM +, 68 mg/dl Gatal + Nyeri ms : + n
tlga: +
Cairan +
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
2 551065 TRG 59 P Korek : + Nyeri: + Kedua Gatal:+ Hifa + Akut Azole Jamur + AS Otomikosis
3. Gatal + telinga Nyeri Ketokonazole ADS
tlga: + salep 3 hr
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
2 001508 SSh 54 L Korek : + Gatal:+ Kanan Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo - OE Difusa AD
4. Penuh ms : + ne
68

Universitas Sumatera Utara


tlga: + nyeri Teracotril 2 hr
tragus : +

2 082230 GG 51 L Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo - OE Difusa AS


5. Gatal + Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 2 hr
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
2 689404 ZS 20 P Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr akut Flouroquinolo Bakteri + OE Difusa AD
6. Air + , 1x/mggu Gatal + Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 2 hr
Cairan + tragus :+
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
2 336882 APS 41 P Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ Hifa + Akut Azole Jamur + Otomikosis AS
7. Gatal + Nyeri Ketokonazole
tlga: + salep 2 hr
Penuh
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
2 523851 JUG 20 P Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr akut Flouroquinolo - OE Difusa AD
8. Gatal + Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 2 hr
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
2 462712 IAA 16 L Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr Akut Penicilin - OE Difusa AD
69

Universitas Sumatera Utara


9. Air + Gatal + Nyeri ms : + Teracotril 3 hr
tlga: + nyeri
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
3 603781 TH 20 P Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo - OE Difusa AS
0. Gatal + Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 3 hr
Penuh tragus :+
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
3 073604 DBS 22 P Korek : + Gatal + Kanan Gatal:+ - Akut Ketokonazole - Otomikosis AD
1. Serumen + Penuh salep 3 hari
tlga: +
Ggn
pdgrn: +
3 625544 SH 26 P Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Penicilin - OE Difusa AS
2. Gatal + Nyeri ms : + Teracotril 3 hr
tlga: + nyeri
Cairan + tragus :+
Ggn
pdgrn: +
3 633236 TS 72 P Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo - OE Difusa AD
3. Gatal + Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 1 hr
tragus :+
3 619833 HP 20 P Korek : + Nyeri: + Kanan Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo - OE Difusa AD
4. Gatal + Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 2 hr
tragus : +

70

Universitas Sumatera Utara


3 623089 MS 13 P Korek : + Nyeri: + Kanan Nyeri odm/hpr Akut Flouroquinolo Bakteri + OE Difusa AD
5. Air +, 1x/bln tlga: + ms : + ne
Serumen + Penuh nyeri Teracotril 2 hr
tlga: + tragus :+
Ggn
pdgrn: +
Cairan +
3 622838 BS 28 L Korek : + Nyeri: + Kiri Gatal:+ odm/hpr Akut Flouroquinolo - OE Difusa AS
6. Gatal + Nyeri ms : + ne
tlga: + nyeri Teracotril 2 hr
Penuh tragus :+
tlga +
Cairan +
Ggn
pdgrn: +
3 483202 JP 48 L Korek : + Gatal + Kiri Gatal:+ Hifa + Kronis Azole Jamur + Otomikosis AS
7. Serumen + Penuh Ketokonazol
tlga + salep

3 618349 H 59 L Korek : + Gatal + Kiri Gatal:+ Hifa + Kronis Azole Jamur + Otomikosis AS
8. Air +, 1x/hari Ggn Ketokonazol
. pdgrn: + salep

71

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai