Anda di halaman 1dari 22

NASKAH-NASKAH SUNDA KUNO

YANG DITULIS DALAM DUA AKSARA


(SUNDA KUNO DAN BUDA/ GUNUNG)

Rahmat Sopian, M. Hum.


Departemen Sejarah dan Filologi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Naskah Sunda Kuno

 “Berdasarkan waktu pembuatannya (penulisan/penyalinan) naskah-naskah Sunda dapat dibagi atas tiga
periode, yaitu masa kuna (masa sekitar abad ke-17 dan sebelumnya), masa peralihan (masa sekitar abad ke-18
Masehi), dan masa baru sekitar abad ke-19 dan 20) (Ekadjati,1988: 10).
 Memasuki abad ke XI jumlah penelitian naskah Sunda Kuno mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Dalam inventarisasi yang dilakukan Darsa dari pertengahan abad XIX hingga tahun 2008 tercatat sebanyak
22 naskah Sunda Kuno telah diteliti (2012: 24-26). Selanjutnya dari 2008 hingga tahun 2020 tercatat ada 21
naskah Sunda Kuno yang telah diteliti, yaitu Keropak 407 (Kawih Pangeuyeukan, dll.), Keropak 409
(Mantra), Keropak 413 (Pakéling dan Mantra), Keropak 414 (Pakéling dan Mantra), Keropak 426C
(Sanghyang Jati Maha Pitutur), Keropak 455 (Bima Swarga), Keropak 610 (Pitutur Ning Jalma), Keropak
620 (Tutur Buwana), Keropak 621 (Sanghyang Sasana Mahaguru), Keropak 622 (Waruga Lemah), Keropak
624 dan Peti 85 Keropak 1 + (Sanghyang Siksa Kandang Karesian), Keropak 626 (Sanghyang Swawarcinta),
Keropak 1101 (Pabyantaraan), Keropak 1099 (sanghyang Tatwa Ajnyana), KBG 73 (Wirid Nur Muhammad),
Naskah Sunda Kuno Nagara Pageuh, Kisah Putra Rama dan Rawana (Kabuyutan Ciburuy), Kawih Katanian
(Kabuyutan Ciburuy), Sewaka Darma I (Kabuyutan Ciburuy), Sewaka Darma II (Kabuyutan Ciburuy), dan
Kawih Manondari (Kabuyutan Ciburuy). Meningkatnya jumlah penelitian tersebut tentunya tidak lepas dari
jasa para peneliti perintis yang telah memberi banyak kemudahan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


 Aksara Sunda Kuno adalah aksara daerah yang

Aksara digunakan oleh masyarakat suku Sunda yang tinggal di


pulau Jawa bagian Barat pada zaman dahulu. Aksara
tersebut digunakan pada prasasti, piagam, dan naskah

Sunda pada zaman Kerajaan Sunda. Penggunaan aksara


Sunda Kuno paling tua ditemukan pada prasasti Kawali
abad XIV (Darsa dkk., 2007: 12) dan yang terakhir

Kuno
ditemukan pada akhir abad XVII, yakni pada naskah
Waruga Guru yang ditulis di atas kertas Eropa (Ekadjati,
1988: 11).

Aksara Sunda Kuno pada Naskah Koleksi Kabuyutan Ciburuy


Sumber: www.amadi.unpad.ac.id
Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad
 Aksara Buda/ Gunung bila merujuk pada buku Holle (1882) disebut Kwadraat
Aksara Kawi (Kawi persegi). Pada periode selanjutnya, Pigeaud (vol. III 1970. 53-54)
Buda/ mengelompokkan aksara tersebut ke dalam kelompok aksara Jawa Kuno dan
aksara Buda/ Gunung. Secara spesifik, Pigeaud menyebutkan, para sarjana abad
Gunung ke-19 menyebut aksara yang disebut Kwadraat Kawi oleh Holle pada tahun
1882, sebagai aksara Buda/ Gunung. Beberapa naskah yang ditulis dengan
aksara Buda/ Gunung adalah Kunjarakarna (LOr 2266) (Kern, 1901) dan
Kakawin Arjunawiwāha (PNRI 641) (Wiryamartana, 1990).

Aksara Buda/ Gunung


Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad Sumber: Pigeaud ( Vol III 1970, 21-22)
Aksara
Buda/
Gunung  Pendapat yang sedikit berbeda mengenai aksara Buda/ Gunung
disampaikan oleh Acri pada disertasinya yang berjdul “Dharma
Pātañnjala Saiva Scripture from Ancient Java Studied in the Light of Old
Javanese and Sanskrit Texts”. Untuk menghindari kesalahpahaman
mengenai aksara tersebut, Acri menawarkan istilah untuk membedakan
penamaan aksara yang sebelumnya disebut aksara Buda/ Gunung
menjadi dua, yaitu Western Old Javanese quadratic script (gambar 2A)
dan Central Old Javanese quadratic script (gambar 2B). Acri melihat
perlu adanya pembedaan nama karena ada varian berbeda pada yang
dimaksud dengan aksara “Buda” yang berasal dari Jawa Barat dan Jawa
Tengah (2011, 47-50). Pentingnya pembedaan nama ini menjadi lebih
jelas setelah melihat hasil penelitian Gunawan yang menyebutkan bahwa
sebagian besar naskah nipah (gebang) yang ditulis dengan tinta hitam
dengan metode tipis tebal (seperti aksara pada gambar 9A) ditemukan di
Pulau Jawa bagian Barat (2015, 224-225).
Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad
Naskah Sunda Kuno yang Ditulis dengan Aksara
Sunda Kunon dan Aksara Buda/ Gunung

 Bima Swarga (BS), ada 10 buah naskah BS, yaitu 7 buah koleksi Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia (PNRI), 1 buah koleksi Universitas Udayana, 1 buah Gedong Kirtya,
dan 1 buah koleksi Sidemen Karang Asem Sopian (2009: 25-26). Naskah BS koleksi PNRI
yang disimpan di Peti 16 Keropak 623 ditulis dalam aksara Sunda Kuno sementara yang
lainnya ditulis dalam aksara Buda/Gunung. Salah satu naskah BS yang ditulis dengan
aksara Buda/Gunung menggunakan tinta (Peti 16, Rol 874/12) diperkirakan bukan berasal
dari Merapi Merbabu karena berbahan nipah (gebang) (Setyawati, Wiryamartana, dan
Molen, 2002: 225). Naskah BS tersebut (selanjutnya diberi kode L455 P16) disebutkan
berasal dari Jawa Barat (Hollil dan Gunawan, 2010: 131-132) dan pada penelitian
Gunawan (2019: 28) kedua naskah disebutkan berasal dari satu sumber yang sama karena
ditemukannya kesalahan-kesalahan yang identik pada kedua naskah tersebut. Gunawan
juga menyebutkan adasatu naskah BS lainnya disimpan di Kabuyutan Ciburuy Garut Jawa
Barat.

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Naskah Sunda Kuno yang Ditulis dengan Aksara
Sunda Kunon dan Aksara Buda/ Gunung

Sanghyang Siksa Kandang Karesian (SSKK), informasi mengenai keberadaan naskah


Sunda Kuno yang ditulis dengan aksara Buda/Gunung dan aksara Sunda Kuno juga
terdapat pada sebuah artikel pada tahun 2013 yang berjudul “Naskah Lontar Sunda Kuno
Sanghyang Siksa Kandang Karesian (624) Sebuah anomali pada pernaskahan Sunda Kuno”
(Nurwansah, 2013: 151-164). Artikel tersebut mengungkapkan keberadaan naskah
Sanghyang Siksa Kandang Karesian (SSKK) yang ditulis dengan aksara Sunda Kuno. Pada
publikasi sebelumnya, naskah SSKK (630) yang diteliti oleh Atja dan Saleh Danasamita
pada tahun 1981 ditulis dengan aksara Buda/Gunung. Pada publikasi Nurhamsah
(Nurwansah) di tahun 2020 yang berjudul Siksa Kandang Karesian: Teks dan Terjemahan,
5 lempir naskah SSKK yang ditulis dengan aksara Sunda Kuno di PNRI ditemukan juga
pada Peti 85 Keropak 1 + (Keropak I**) yang diberi judul Angsa & Kura-Kura.
Selanjutnya pada perbandingan teks naskah SSKK yang ditulis dengan aksara
Buda/Gunung dan aksara Sunda Kuno terlihat bahwa kedua naskah tersebut berasal dari
satu nenek moyang yang sama.
Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad
Bima Swarga

Salah satu lempir Bima Swarga (Keropak 623) beraksara Sunda Kuno (A), naskah Bima Swarga (L455 P16) beraksara Buda/ Gunung
(B), dan naskah Bima Swarga koleksi Kabuyutan Ciburuy
Sumber Gambar: A. Dokumentasi Wartini, B. Gunawan (2019: 17) dan C. Amadi Unpad
Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad
Transliterasi
1) lara rwaga, hwalih telu yuga, luput ting tuha pati hwalih patang yuga, wenang pati wenang hurip, hwalih limang yuga, trus
panwan néng jagat, hwalih nem yuga, hadangngan na
2) wak kadi pusuh, genep pitung yuga, wenang ngabrama ga, hamwa ri déwata, tan ---- pa tinggal raga ri madyapada, paran
tanana hamanusa kang ngawasakeun. ## pun
3) pandu tatan tihan tamudanipun, raré satepaku pamanipun, bya ---- kta hamati tan wruhhi margahaning pun, hamanggih
haswarga. ## guru hedi pwa ngu
4) jar mangkana, hana wwang atuwa muda, kalangnging hadé ning anak sastra, kawekasannipun, nanakana raja putra sakti
wani, hanyakrawati kasakti saka bumi, praka

1) ring jagat, holih nem yugga, hadangan nawake kadi pusuh, gene pitung yugga, wang ngabramana, hamor ring dewata, tan
2) pihan patingggala ragga ring madhyapada, paran ta nimi ---- tané tan hana mansya kumawasakeun ## pun pandu ta hanti
3) hanta mudanipun, raré satepak hupamanipun, bya ---- kti tan wruh hing marga paranipun, hamanggih swargga ##
4) guru hendi po kang ngujar mangkana, hana wwang ngatuha muda, kala déning wanak puputra, katewasanipun hanaka

1) m yuga hadangan awakké kadi pusuh pusuh kadi kapuwa, a genep pitung yuga wnang ø
2) ta manusa tan nana ngawasakeun, pun paduk ta hati hanta mudanipun ---- , raré satepak hupamanipun, byakta hamati ta ø
3) hamanggih harsaga ## guru hdep pwa kahujar samangkana, hana wwang ngatuwa muda ---- kalangen déning nganak sastra,
katemusani ø
4) sakta wani nyakrawati, sabumi prekasanipun, sadarana ngenéni, prejurit kalingané, sasaka sang hyang wulan bumi ø

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Naskah Sunda Kuno yang Ditulis dengan Aksara
Sunda Kunon dan Aksara Buda/ Gunung

 Salah satu naskah koleksi Kabuyutan Ciburuy yang ditulis dengan aksara Sunda Kuno dan
aksara Buda/Gunung penulis beri judul Panyepuh Tapa. Naskah Panyepuh Tapa yang ditulis
dengan aksara Sunda Kuno di Kabuyutan Ciburuy disimpan pada Peti 2 Keropak 20. Pada
dokumentasi foto yang ditampilkan pada website Endangered Archives Programme
(https://eap.bl.uk/archive-file/EAP280-1-2-2) untuk Peti 2 Keropak 20 ditampilkan 56 foto
lempir naskah dan 2 foto keropak naskah. Dari 56 foto lempir naskah hanya 24 foto yang
menampilkan foto lempir yang utuh sementara sisanya berupa potongan dan serpihan
naskah.

 Naskah Panyepuh Tapa juga ditemukan pada satu lempir yang ditulis dengan aksara Buda/
Gunung. Lempir tersebut terselip di Peti 2 keropak 24, bersatu dengan lempir-lempir naskah
yang berisi teks Sang Hyang Hayu.

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad
1. ## ini panyepuh tapa sang manon sang manon, nu kapéton sang hérang sang luméngang, sang lengisjati,
cep lenye-
2. p terus patala buwana, nu ngakang dina buwana, na aci, na jati, ja dora mana, cinta mana, muter ga
dasa, nu kya na buwana, mayungngan
3. buwana nya aing pan samapun, ## nir bumi, nir buwana, nir leupa, ---- nir bayu, nir sabda, nir hadngp,
nir tuturr, nir sang manon, nir darma
4. , nir pramana, nir wisésa, nir tunglagal, nir hasyé, nir siyanu, nir alit, nir lenyep, nir suksema, nir ma ...

5. ktah, nir mwasah kabéh nir tan pawak, nir na tan pakahanan, nir jatiniskala, nir hateu, nir beuheung, nir
suwung, nir
6. kosong, nir jero tan hana, nir lésot béh, nir léngoh, nir éjag, nir léhang, nir arya, nir mah(a)kabéhna nir
7. sakini, nir éta, nir los ##

1. ## ini panyepuh tapa sang manoton nu kapéton saléga sa héra sa lengas jati cep lenyep trasi tala
bwana,
2. nu ngaka ḍina bwana, na aci na jati na ḍāhra mana, muter ḍé sa talah bwana, mayungngan bwana ##
paké nyaitkeun tapa, aci
3. ning beurang aci ning peuting, pura na mutya ḍésa ## pakeun mijilkeun tapa sang hanaréka asra bwana
## ini basana teu acan jaḍi
4. sakabéh batara tis tan hana ##

Ø Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Naskah Sunda Kuno yang Ditulis dengan Aksara
Sunda Kunon dan Aksara Buda/ Gunung
 Naskah selanjutnya yang ditulis dengan aksara Sunda Kuno dan Aksara Buda/ Gunung
pada koleksi Kabuyutan Ciburuy ditemukan pada beberapa lempir yang ada di Peti 1
Keropak 19. Pada dokumentasi foto yang ditampilkan pada website Endangered Archives
Programme, untuk Peti 1 Keropak 19 ditampilkan 53 foto lempir naskah dan 1 foto
keropak naskah dan 2 foto penjepit naskah. Seperti naskah-naskah koleksi Kabuyutan
Ciburuy lainnya, lempir-lempir pada Keropak 19 juga sudah banyak yang rusak dan banyak
lempir yang sudah hilang. Berdasarkan karakter tulisannya, lempir-lempir dapat dibagi
menjadi dua karakter.

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Lempir-lempir yang bernomor 26 dan 27 pada Peti 1 Keropak 19 setelah dilakukan pembacaan,
memiliki kesamaan teks dengan naskah bagian awal naskah Jati Mula koleksi PNRI yang diberi
kode L 1097 (Hollil dan Gunawan 2010, 143-144). Penomoran lempir terdapat pada bagian paling
kiri salah satu muka lempir. Angka ditulis dengan angka Sunda kuno yang ditulis secara verikal.
Lempir nomor 26 dan 27 pada Peti 1 Keropak 19 koleksi Kabuyutan Ciburuy.

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Lempir bagian awal naskah Jati Mula (L 1097) koleksi PNRI

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Perbandingan teks Lempir nomor 26 dan 27 pada Peti 1 Keropak 19
koleksi Kabuyutan Ciburuy dan Lempir bagian awal naskah Jati Mula
(L 1097) koleksi PNRI

Kabuyutan Ciburuy (Peti 1 Keropak 19) PNRI (L 1097)


1) di ngarannan nu tan keuna dituduh puhun tan keuna dituduh jati, 1) ## nḍah warahhakna na puhun, jati luput(x)na tan pakakatuḍuhhan,
inya ageus hateu ka ukannan na inya mana wisésa (da) wuitmula
2) yeuhhannanna, nu tan keuna dinamaan kéna inya gwa ---- t mula tan 2) tan panama, takal mula tan panga ---- ran, wwat mula jatu tan hana,
panama, puhun luput tan pakatuduh tangkal ha puhun
3) mula, tan pangaran inya mana wenang wisésa, dayeuhhannanna ---- 3) luput jati sang hyang hayu, nyamana, ha ---- teu katuḍuhhan
di nu hana, tan hana, dinu metu hana, sakéng tan hana, tinu hati ḍayeuhhannanna, jati
nama 4) hateu luput, bwana (x)hateu hateu katuḍuh, di jati luput ning hateu
4) na, inya mana luput tina luput ti jati ning luput luput ti jati ning tan katuḍuh, ti jati
pakaduh, luput . ti jati tan . panamana luput . ti jati
1) luput ning biheng hateu katuḍuh, ti jati luput tan katuḍuh, tan keuna
5) parénna, ## inya ma na hateu katuduhhan dayeuhannanna, jati hateu dituḍuh,
luput bwana hateu hateu katuduh, di jati luput 2) ti jati luput tan katuḍuh, tan ---- kena di tuḍuh, tijati luput niskala,
6) ning hateu katuduh, ti jati luput ning biheung hateu katuduh ----, ti 3) tan pakatuḍuh, tan keuna dituduh, ti jati luput tan hana, tan pakatu
jati luput tan katuduh tan keuna dituduh, ti jati lupu 4) duhhan tan keuna ḍituḍuh, nyamana hateu katuduhhan, nu mteukeun
7) t tan katuduh, tan keuna di tuduh, ti jati luput ---- niskala, tan tan hana jati
pakatuduh, tan keuna dituduh ti jati lupu
8) t tan hana, tan pakatuduhhan tan keuna dituduh nya madwih na
hateu katuduhhan nu metukeun tan hana, jati tan ha
Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad
Perbandingan teks Lempir nomor 26 dan 27 pada Peti 1 Keropak 19
koleksi Kabuyutan Ciburuy dan Lempir bagian awal naskah Jati Mula
(L 1097) koleksi PNRI
Kabuyutan Ciburuy (Peti 1 Keropak 19) PNRI (L 1097)

1) na, luput tan hana, nyamana puhun luput jati tan pakatuduhhan 1) tan hana, luput tan hana, nya mana puhun luput jati tan pakatuḍuhhan, nya
nya madyina dayeuhhannanna nya mana wisésa wenang 2) mana ḍayehhannanna nya ma wisésa, ---- wenang nunggalkeun puhun jati ti
nungga luput lang
2) lkeun puhun jati luput langgeng sadakala, nu tan paka ---- 3) geng saḍakala, nu tan pakatuḍuh, jati ---- ## luput na mana, luput tan
tuduh jati ## luput na mana luput tan panamana, lupu tan panamana
pangaran 4) , luputna (x)tan paranna, nu tan pakatuḍuh, puhun ngaranya, ## béak hégan
3) na, nu tan pakatuduh, puhun ngaranya ## béak hégan ageu ---- ageus
s hateu, biheung luput tan katuduh, niskala tan hana, tan pana
4) mana, tan pangaranna, tan pakatuduhhannanna, nya mana jati 1) hate, biheng luput tan katuḍuh, niskala tan hana, tan panamana, tan pangaran
dipuhun ning luput tan pakatuduhhan luput na jati pu 2) na, tan pakatuḍuhhannanna, nyama ---- na jati ḍi puhun ning luput tan
pakatuḍu
5) n tan pakatuduh nu ageus pun ## ini na puhun wwat mula jati 3) h ḍipuhun luputna jati pun tan pa ---- katuḍuh mu ageus pun ## ## ini puhu
carita ning bener, wwat mula jati carita ning tan panamana 4) n wwat mula, jati carita ning benir, wwat mula jati carita ning tan panamana,
6) luput carita tan pangaranna, puhun luput carita, ---- ning tan luput ca
pakatuduhhan ## lamun hamo nyaho di jati carita,
7) jati ning bener, hamo nyaho di jati di manéh, lamun nyaho ---- 5) rita tan pangaranna, puhun luput carita,ning tan pakatuḍuhan ## lamun ha
di puhun jati carita, ning bener nyaho di jati di manéh, nyaho 6) mo nyaho ḍi jati carita, jati ning be --- ner, hamo nyaho ḍi jati ḍi manéh, la*
8) di jati bener dimanéh, kalinganyina, benerna tegerna temen 7) munnyaho ḍipuhun jati carita, ---- ning bener, nyaho ḍi jati di manéh, nyaho
deungna ageus nyaho di ageus, di jati di manéh pun ngaranyi 8) ḍi jati beuner di manéh, kalinganyi, beuneur na teugeur na teumeun ḍeungna
na teger Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad ageus nyaho ḍi a
Pembahasan
 Ditemukannya tambahan informasi mengenai naskah Sunda Kuno yang ditulis dengan dua aksara, yaitu
Sunda Kuno dan Buda/ Gunung pada koleksi Kabuyutan Ciburuy, menjadikan penelitian terhadap
eksistensi dua aksara tersebut dalam khazanah naskah Sunda Kuno menjadi lebih menarik.
 Pada naskah Bima Swarga, Sanghyang Siksa Kandang Karesian dan Panyepuh Tapa terlihat bahwa
penulisan naskah dengan dua aksara tersebut memiliki pola yang sama, yaitu menulis teks naskah secara
utuh baik dalam aksara Sunda Kuno dan aksara Buda/Gunung.
 Pola penulisan pada 2 lempir naskah di Peti 1 Keropak 19 koleksi Kabuyutan Ciburuy dan naskah Jati
Mula koleksi PNRIberbeda dengan yang sebelumnya, yaitu kesamaan teks ditemukan pada bagian yang
berbada pada masing-masing naskah.
 Bila dihubungkan dengan informasi yang terdapat pada naskah Sanghyang Sasana Maha Guru (SSMG),
yang berbunyi:
... diturunkeun deui, sa(s)tra mu(ng)gu ring taal, dingaranan ta ya carik, aya éta meunang utama, kéna lain
pikabuyutaneun. Diturunkeun deui, sa(s)tra mu(ng)gu ring gebang, dingara(n)nan ta ya ceumeung. Ini iña
pikabuyutaneun. …
… Diturunkan lagi, tulisan di atas di atas daun lontar, dinamakan goresan ‘carik’, ada mendapatkan
keutamaan, karena bukan untuk kabuyutan. Diturunkan lagi, tulisan di atas gebang, dinamakan hitam
‘ceumeung’. inilah yang digunakan untuk kabuyutan. …
(Gunawan. 2009:112-113).

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Pembahasan
 Fungsi naskah sebagai kabuyutan dan bukan kabuyutan dalam SSMG bila dihubungkan dengan naskah
yang ditulis dengan dua aksara, mungkin bisa dikaitkan dengan sistem pengelolaan penyimpanan naskah
pada zaman tersebut. Hal ini didasarkan pada pengertian kata kabuyutan. Kabuyutan yang berasal dari kata
buyut di antaranya memiliki makna sebagai larangan menurut perintah tradisional atau agama (lihat Rigg,
1862: 75 dan Danadibrata, 2006: 119). Secara khusus, Danadibrata (2006: 119) menyebutkan Kabuyutan
adalah kapercayaan anak-incu-buyut jst. kana sahiji barang kuna titinggal karuhun nu dianggap aya
berekahna at. Pangaruhna ‘kepercayaan anak-cucu-cicit dan seterusnya pada sebuah barang kuno
peninggalan leluhur yang dianggap memiliki berkah atau memiliki khasiat’. Berdasarkan pengertian
tersebut yang dimaksud dengan naskah untuk kabuyutan dan bukan kabuyutan dalam hal ini adalah
perbedaan dalam perlakuan penyimpanan naskah. Naskah yang ditulis dengan aksara Buda/ Gunung
setelah selesai ditulis selanjutnya akan disimpan dengan tujuan diwariskan ke generasi selanjutnya
sehingga dapat menjadi sebuah kabuyutan atau pikabuyutaneun. Sementara naskah yang ditulis dengan
aksara Sunda Kuno setelah ditulis dapat digunakan secara langsung pada saat itu sehingga manfaat dari
naskah tersebut bisa langsung dirasakan. Jika benar demikian, ada kemungkinan pada masa tertentu atau di
tempat tertentu ada tradisi menulis satu teks naskah Sunda Kuno dengan menggunakan aksara Sunda Kuno
dan aksara Buda/ Gunung yang tujuannya untuk kepentingan praktis dan arsip.

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Pembahasan

 Tradisi tersebut salah satunya


mungkin terjadi di Kabuyutan
Ciburuy Garut Jawa Barat dengan
ditemukannya naskah Panyepuh
Tapa yang ditulis dengan aksara
Sunda Kuno dan aksara Buda/ B C
Gunung. Dugaan tersebut juga
didukung dengan adanya
beberapa benda kelengkapan
menulis kuno di Kabuyutan
Ciburuy yang masih tersimpan
hingga saat ini.
A
Gambar: A. Peso pangot (sejenis pisau kecil untuk menulis
pada daun lontar), B. Sejenis piring yang terbuat dari logam
Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad
(diperkirakan sebagai tempat untuk menyimpan tinta untuk
menulis), C. Bingkai kacamata yang berbahan tanduk.
Pembahasan
Adanya naskah Sunda Kuno yang ditulis dengan dua aksara, bila dihubungkan dengan teori yang disampaikan
oleh Christopher Court dalam artikelnya yang berjudul “The Spread of Brahmi letter into Southeast Asia”
pada buku The World’s Writing Systems, yang berbunyi:
The first stage of adaptation of Brahmi-based scripts in Southeast Asia consists of local writings of Indian
languages in such scripts. Inscriptions prove that not only the languages – mostly Sanskrit but also Pali and
Tamil – but also the scripts were indeed in use in Southeast Asia. The second stage, in which Southeast Asian
languages are reduced to writing by using Indian or Indian-derived scripts, has been mentioned with regard to
an early inscription in Old Cham; there are likewise inscriptions in Khmer, Old Malay, Old Javanese, Old
Balinese, etc. The third stage of Indianization consists of local developments and variations in the scripts, with
no counterpart India (Court, 1996: 446).
Dapat memberi gambaran tahapan adaptasi aksara yang berbasis Brahmi di Jawa Barat. Hal ini salah satunya
diperlihatkan adanya penyesuaian beberapa aksara Aksara Buda/ Gunung pada aksara Sunda Kuno (seperti
tidak ditemukanya konsonan-konsonan beraspirasi, tidak ada perbedaan penulisan n dental dan ṇ retrofleks,
dan tidak ada perbedaan penulisan d dental dan ḍ retrofleks pada aksara Sunda Kuno).

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad


Daftar Pustaka
Acri, Andrea. 2011. Dharma Pātañjala: A Śaiva Scripture from Ancient Java Studied in the Light of Related Nurhamsah, Ilham. 2020. Siksa Kandang Karesian: Teks dan Terjemahan. Jakarta: Perpustakaan
Old Javanese and Sanskrit Texts. PhD diss., Leiden: Leiden University.
Nasional Press.

Court, Christopher. 1996. "The Spread of Brahmi letter into Southeast Asia." In The World’s Writing Nurwansah, Ilham. 2013. Naskah Lontar Sunda Kuna Sanghyang Siksa KAndang Karesian (624)
Systems, edited by Peter T. Daniels and William Bright, 445 - 449. New York: Oxford University Press. Sebuah anomaly pada pernaskahan Sunda Kuna. Jumantara Vol. 4 No. 1 Tahun 2013, 151-164.

Pigeaud, Theodore G.Th. (1960—1963), Java in the 14th Century: A Study in Cultural History. The
Danasasmita, Saleh, Ayatrohaedi, Tien Warini, and Undang Ahmad Darsa. 1987. Sewaka Darma, Nāgara-kĕrtāgama of Majapahit, 1365 A.D.. 3rd ed., 5 vol.s. Koninklijk Institituut voor Taal-, Land-en
Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung. Bandung: Bagian Proyek Sundanologi.
Volkenkunde, Translation Series 4, 4. The Hague: Nijhoff.

Darsa, Undang Ahmad. 2012. Sewaka Darma dalam Naskah Tradisi Sunda Kuno Abad XV-XVII Masehi Ruhimat, Mamat. 2016. Kisah Putra Rama dan Rawana Abad XV Masehi: Rekonstruksi Teks yang
(Disertasi). Bandung: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Uninversitas Padjadjaran. Tercecer. Master thesis, Bandung: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran.

Salomon, Richard G. 1996. "Brahmi and Kharosthi." In The World’s Writing Systems, edited by Peter T.
Darsa, Undang Ahmad, dkk. 2007. Aksara Sunda. Bandung : Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Dinas Daniels and William Bright, 373 - 383. New York: Oxford University Press.
Kebudayaan dan Pariwisata.
Setyawati, K., I Kuntara Wiryamartana, dan Willem van der Molen. 2002. Katalog naskah Merapi-
Ekadjati, Edi Suhardi. 1988. Naskah Sunda: Inventarisasi dan Pencatatan. Bandung: Lembaga Penelitian Merbabu. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.
Unpad kerja sama dengan The Toyota Fundation.
Sopian, Rahmat. 2009. Bima Swarga Naskah Beraksara Sunda Kuno dengan Bahasa Jawa Kuno: Kajian
Filologis (Tesis). Bandung: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Uninversitas Padjadjaran.
Gunawan, Aditia. . 2015. "Nipah or Gebang? A Philological and Codicological Study Based on Sources
from West Java." Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde 249–280. ----------.2020. "Old Sundanese Script in Kabuyutan Ciburuy Manuscripts." 言語・地域文化研究
(Language, area and culture studies) no.26 117 -148.
---------2019. Bhīma Svarga Teks Jawa Kuna Abad ke-15 dan Penurunan Naskahnya. Jakarta: Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Wiryamartana, I.K.1990. Arjunawiwāha Trasformasi teks Jawa Kuno lewat tanggapan dan penciptaan di
lingkungan sastra Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Holil, Munawar, and Gunawan Aditia. 2010. "Membuka Peti Naskah Sunda kuna di Perpustakaan Nasional
RI: Upaya rekatalogisasi." In SERI SUNDALANA 9 Perubahan pandangan aristokrat Sunda dan esei-esei
lainnya mengenai kebudayaan Sunda, 104-146. Bandung: Yayasan Pusat Studi Sunda.

Holle, Karel Frederik. 1882. Table van oud- en nieuw- Indische alphabetten: Bijdrage tot de palaeographie
van Nederlandsch-Indië. Batavia: W. Bruining & Co.

Rahmat Sopian, Departemen Sejarah dan Filologi FIB Unpad

Anda mungkin juga menyukai