Anda di halaman 1dari 120

BAB I

LATAR BELAKANG

1.1. Gambaran Umum Desa Secara Geografis


Desa Kemuning merupakan salah satu wilayah di Kecamatan
Kresek, Kabupaten Tangerang terletak di sebelah kanan Desa Rancailat,
berada di atas dari Kecamatan Sukamulya dan diantara Desa Kresek, Desa
Talok, Desa Renged, Desa Pasirampo, Desa Koper dan Desa Jengkol.
N

W E

Gambar 1.1.1 Peta Desa


Kemuning
(Sumber: Google Maps)

1.2 Gambaran Umum Desa Berdasarkan Data Puskesmas Kresek


Di Desa Kemuning pada tahun 2017, terdapat sebanyak 1.388
jumlah keseluruhan rumah, dari jumlah tersebut didapatkan 860 rumah
yang memenuhi kategori rumah sehat dan 528 rumah yang belum
memenuhi kategori rumah sehat. Pada tahun 2018 terdapat 1.230 rumah
yang telah dibina untuk memenuhi syarat sebagai rumah sehat, tetapi
terdapat sebanyak 485 rumah yang setelah dibina belum menuhi syarat
untuk menjadi rumah sehat, dan hanya 745 rumah yang telah memenuhi
syarat setelah diadakannya pembinaan oleh puskesmas. Pada perilaku
hidup bersih dan sehat di Desa Rancailat telah dipantau sebanyak 210
rumah untuk PHBS dan telah ber-PHBS sebanyak 115 rumah dari 210
rumah yang telah dipantau.

1
1.3 Gambaran Umum Kecamatan Secara Geografis
1.3.1 Situasi Keadaan Umum
Kecamatan Kresek merupakan salah satu wilayah di Kabupaten
Tangerang terletak Sebelah Barat Kabupaten Tangerang dengan jarak ± 27
km dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Luas wilayah 27.99 km2,
berupa dataran rendah dan berupa lahan Pesawahan (Profil Puskesmas
Kresek, 2018).
BLUD Puskesmas Kresek Kecamatan Kresek memiliki 9 desa
binaan/ wilayah kerja diantaranya (Profil Puskesmas Kresek, 2018):
1. Desa Kresek
2. Desa Talok
3. Desa Renged
4. Desa Patrasana
5. Desa Pasirampo
6. Desa Koper
7. Desa Jengkol
8. Desa Kemuning
9. Desa Rancailat

Gambar 1.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Kresek

2
1.3.2 Batas Wilayah
Kecamatan Kresek berupa dataran rendah dan berupa lahan
pertanian dengan batas wilayah Kecamatan Kresek sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Kronjo
Sebelah Barat : Kabupaten Serang
Sebelah Timur : Kecamatan Gunung Kaler
Sebelah Selatan : Kecamatan Sukamulya

1.3.3 Gambaran Umum Kecamatan Secara Geografis


1.3.3.1 Situasi Kependudukan
Menurut Profil Puskesmas Kresek tahun 2018, jumlah
penduduk wilayah Kecamatan Kresek 66.207 yang terdiri dari:
Laki-Laki : 33.588 Jiwa
Perempuan : 32.619 Jiwa
Jumlah Rumah Tangga (RT) : 18.889 Kepala Keluarga (KK)
Rata-rata jiwa per RT 3,5 jiwa, dan tingkat kepadatan
penduduk mencapai 2365,4 jiwa per km2.
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk di Kecamatan Kresek Tahun 2018
Desa
D Ke- Jumlah Kepa
Luas Jumlah Jumlah
e lu- + Jiwa Per datan
No Kecamatan wila- Pendu Rumah
s ra Kelu Rumah Pen-
yah duk Tangga
a han Tangga duduk
rahan
1 Jengkol 3.57 1 0 1 6.202 2.099 2.95 1.737
2 Kemuning 4.47 1 0 1 10.306 2.644 3.90 2.306
3 Koper 2.60 1 0 1 4.377 1.347 3.25 1.683
4 Kresek 3.81 1 0 1 9.550 2.017 4.73 2.507
5 Pasirampo 2.45 1 0 1 6.182 1.465 4.22 2.523
6 Patrasana 2.34 1 0 1 7.802 2.600 3.00 3.334
7 Rancailat 3.09 1 0 1 7.386 2.002 3.69 2.390
8 Renged 3.18 1 0 1 7.896 2.360 3.35 2.483
9 Talok 2.48 1 0 1 6.506 2.355 2.76 2.623
JUMLAH KAB 27.99 9 0 9 66.207 17.363 3.51 2.365
Sumber: Profil Puskesmas Kecamatan Kresek, 2018

3
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
di Kabupaten Tangerang Tahun 2018

KELOMPOK JUMLAH PENDUDUK


N LAKI-LAKI +
UMUR LAKI-
O PEREMPUAN
(TAHUN) LAKI PEREMPUAN
1 0-4 3.028 2.824 5852
2 5-9 3.024 2.747 5771
3 10 - 14 3.107 2.908 6015
4 15 - 19 3.267 3.124 6391
5 20 - 24 3.264 3.045 6309
6 25 - 29 3.111 2.824 5935
7 30 - 34 2.552 2.648 5200
8 35 - 39 2.554 2.565 5119
9 40 - 44 2.284 2.331 4615
10 45 - 49 2.048 2.017 4065
11 50 - 54 1.800 1.711 3511
12 55 - 59 1.305 1.251 2556
13 60 - 64 1.057 1.079 2136
14 65 - 69 597 656 1253
15 70 - 74 344 489 833
16 75+ 246 400 646
JUMLAH
33.588 32.619 66.207
(KECAMATAN)
Sumber: Profil Puskesmas Kecamatan Kresek, 2018

1.3.3.2 Kondisi Sosial Ekonomi


Menurut database Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
kabupaten Tangerang di kecamatan Kresek terdapat 6,183 keluarga
miskin. Di desa Renged lapangan pekerjaan penduduk cukup beragam.
Mata pencaharian penduduk didominasi oleh petani, buruh, dan pedagang.
Namun Masih banyak penduduk yang tidak memiliki pekerjaan.

1.3.3.3 Tingkat Pendidikan


Tingkat Pendidikan masyarakat sangat berperan dalam membentuk
sikap dan perilaku masyarakat terhadap program kesehatan, sehingga
pendidikan sangat berperan dalam pembangunan kesehatan.

1.3.3.4 Indeks Pembangunan Manusia


4
Indeks Pembangunan Manusia merupakan kinerja pembangunan
wilayah terhadap pembangunan manusianya, dengan upaya peningkatan
kualitas penduduk, baik aspek fisik (kesehatan), aspek intelektual
(pendidikan) dan aspek kesejahteraan ekonomi (daya beli) yang turut serta
dalam pembangunan wilayah (Profil Puskesmas Kresek, 2018).
Dalam penyusunan Indeks Pembangunan Manusia, terkait erat
dengan tiga komponen yaitu angka harapan hidup, angka indeks
pendidikan (lama sekolah), dan kemampuan daya beli (Profil Puskesmas
Kresek, 2018).

1.3.3.5 Keadaan Lingkungan


Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar
pengaruhnya terhadap derajat kesehatan. Dengan keadaan lingkungan yang
sehat maka status derajat kesehatan akan terpelihara dan dapat lebih
meningkat, sebaliknya bila keadaan lingkungan kurang sehat dapat
mempengaruhi terhadap status kesehatan masyarakat (Profil Puskesmas
Kresek, 2018).
a) Rumah Sehat
Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi
syarat kesehatan yaitu bangunan yang memiliki jamban, sarana air bersih,
tempat sampah dan sarana pengelolaan air limbah, ventilasi rumah yang
cukup, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah bersih dan
kedap air.
Berdasarkan data puskesmas tahun 2018 tentang rumah sehat,
jumlah rumah yang ada 12.375 rumah dengan jumlah rumah yang dibina
8.072 (65,23%) sedangkan jumlah rumah yang memenuhi syarat kesehatan
4.786 (59,29%) dari jumlah rumah yang diperiksa menurut data PHBS
(Profil Puskesmas Kresek, 2018).
Sementara untuk data tahun 2018 tentang laporan cakupan rumah
sehat Puskesmas Kresek, dijabarkan secara detail per desa, baik dari
jumlah seluruh rumah yang ada di desa tersebut, jumlah yang diperiksa,
jumlah rumah sehat, serta persentase untuk rumah sehat. (Profil Puskesmas

5
Kresek, 2018).
Tabel 1.3 Laporan Cakupan Rumah Sehat Puskesmas Kresek Tahun 2018
RUMAH
No. DESA Jumlah Jumlah Jumlah
% Dibina % Sehat
Seluruhnya Dibina Sehat
1 Jengkol 1.168 808 69.18 467 57.80
2 Kemuning 1.435 1.160 80.84 858 73.97
3 Koper 1.101 875 79.47 534 61.03
4 Kresek 1.439 772 53.65 464 60.10
5 Pasirampo 2.310 1.081 46.80 444 41.07
6 Patrasana 1.171 681 58.16 430 63.14
7 Rancailat 1.100 975 88.64 634 65.03
8 Renged 1.012 900 78.19 504 56.00
9 Talok 1.415 820 54.67 451 55.00
Jumlah 13.230 8.072 65.23 4.786 59.29
Sumber: Profil Puskesmas Kresek, 2018
b) Akses terhadap air bersih
Dari jumlah penduduk 66.207 Jiwa, yang mendapat akses air bersih
ada 57.792 jiwa, terdiri dari sumur gali terlindung 1.332 jiwa, sumur bor
dengan 32.478 jiwa dan pengguna PDAM sebanyak 23.982 jiwa (Profil
Puskesmas Kresek, 2018).
c) Kepemilikan sarana sanitasi dasar
Kepemilikan sarana sanitasi dasar meliputi, jamban, tempat sampah
dan pengelolaan air limbah dari jumlah 66.207 penduduk yang diperiksa,
jumlah penduduk yang memiliki akses sanitasi layak sebanyak 46.402
penduduk. Tempat-tempat Umum (TTU) dan Tempat Umum Pengolahan
Makanan (TUPM) merupakan suatu sarana yang dikunjungi banyak orang
dan berpotensi menjadi tempat persebaran penyakit. TTU meliputi
terminal, pasar, tempat ibadah, stasiun, tempat rekreasi, dll. Sedangkan
TUPM meliputi hotel, restoran, depot air dll. TTU dan TUPM yang sehat
adalah yang memenuhi syarat kesehalan yaitu memiliki sarana air bersih,
tempat pembuangan sampah, sarana pembungan air limbah (SPAL),
ventilasi yang baik dan luas lantai ruangan yang sesuai dengan jumlah
pengunjung dan memiliki pencahayaan yang cukup. Jumlah tempat-
tempat Umum yang ada di Kecamatan Kresek berjumlah 57 unit,
6
sedangkan yang memenuhi syarat kesehatan 47 unit (82,46 %). Untuk
Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) 86 unit memenuhi syarat hygiene
sanitasi 56 unit (65,12%) (Profil Puskesmas Kresek, 2018).

1.3.3.6 Keadaan Perilaku Masyarakat


Perilaku dapat diartikan sebagai suatu keadaan jiwa (berfikir,
berpendapat, bersikap) untuk memberikan respon terhadap situasi di luar
subyek yang dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) atau aktif yaitu dengan
adanya tindakan. Komponen perilaku terdiri dari aspek pengetahuan,
sikap, dan tindakan, dari mulai mengetahui lalu menerima atau menolak
dan melakukan tindakan sebagai perwujudan dari pikiran dan jiwa (Profil
Puskesmas Kresek, 2018).
Untuk menggambarkan perilaku masyarakat yang berpengaruh
terhadap kesehatan digunakan indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) yang terdiri dari 10 indikator (Kemenkes, 2013).
a) Rumah Tangga Sehat
Jumlah PHBS Rumah Tangga yaitu 12.375 rumah tangga,
dan jumlah rumah tangga tersebut yang yang mempunyai Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat hanya 1.264 rumah tangga (66.88%)
menunjukan bahwa persentase rumah tangga sehat di Kecamatan
Kresek masih kurang jika dibandingkan dengan standar pelayanan
minimal (65%).
b) ASI Eksklusif
Air Susu Ibu diyakini dan terbukti merupakan makanan
bayi yang paling tinggi manfaatnya bagi bayi dari semua aspek di
Kecamatan Kresek dari berbagai kegiatan seperti penyuluhan
kepada ibu hamil pembentukan Kelompok Peminat Kesehatan Ibu
dan Anak (KPKIA) dari seluruh bayi 0-6 bulan yang ada 800 bayi
yang diberi ASI mencapai 791 bayi (91.38 %), cakupan ini sudah
melampaui target pencapaian minimal yaitu (80 %).
c) Posyandu
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kepada

7
masyarakat berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan
sumber daya yang ada di masyarakat dengan Posyandu merupakan
salah satu UKBM yang sangat populer. Posyandu dikelompokkan
menjadi Pratama, Madya, Pumama dan Mandiri. Di Kecamatan
Kresek jumlah Posyandu ada 58 pos, terdiri dari Posyandu Pratama
berjumlah 0 posyandu, Madya 57 Posyandu, Purnama 2 Posyandu
dan Mandiri 0 posyandu. Dari data tersebut Posyandu di wilayah
Kecamatan Kresek masih di dominasi oleh Strata Madya.
d) Polindes dan Poskesdes
Pondok Bersalin Desa (POLINDES) didirikan dengan
tujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak
khususnya di wilayah pedesaan yang jauh dari jangkauan
pelayanan kesehatan. Dalam upaya mendukung pelaksanaan desa
siaga di wilayah Kecamatan Kresek terdapat 3 polindes terdiri dari
Polindes di desa Pasirampo, desa Jengkol dan Polindes desa
Renged
e) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin
Dalam rangka meningkatkan jangkauan pelayanan
masyarakat yang jauh Puskesmas kresek melaksanakan Puskesmas
Keliling yang menjangkau 9 desa dilaksanakan setiap hari selasa
dengan mobil puskesmas keliling.

1.3.4 Kesehatan
a. Sepuluh Besar Penyakit

8
Tabel 1.4 Jumlah Sepuluh Besar Penyakit di Puskesmas Kresek Tahun 2019

No Penyakit Kode ICD Jumlah Kasus

      L P
1 Essential (primary) hypertension I10 55 211
2 Rheumatism, unspecified M79.0 19 102
Supervision of normal pregnancy,
3 unspecified Z34.9 0 109
Acute upper respiratory infection,
4 unspecified J06.9 38 60
5 Acute pharyngitis, unspecified J02.9 47 51
6 Myalgia M79.1 11 63
7 Gastritis, unspecified K29.7 18 55
8 Acute laryngopharyngitis J06.0 32 41
9 Abdominal pregnancy O00.0 0 66
10 Embedded teeth K01.0 30 34
PUSKESMAS   250 792
(Profil Puskesmas Kresek, 2019)

Dari grafik diatas, ISPA (Infeksi Saluran Nafas Atas) berada


diposisi teratas dengan 9.208 kasus, diikuti Hipertensi sebanyak 3.221
kasus dan Faringitis 2.626 kasus, sedangkan Diare menempati posisi
terakhir dengan 794 kasus (Profil Puskesmas Kresek, 2018).
a. Sarana Kesehatan
b. Sarana dan Prasarana
Unit Pelayanan Teknis Puskesmas Kresek memiliki gedung utama
dan gedung tambahan yang diuraikan sebagai berikut:
Gedung utama:
1. Ruang loket/pendaftaran
2. Ruang tunggu
3. Ruang periksa BPU
4. Ruang periksa kesehatan anak
5. Ruang gigi
6. Kamar obat/apotik
7. Ruang periksa kesehatan ibu
8. Ruang gudang farmasi

9
9. Ruang administrasi bidan
10. Ruang tata usaha
11. Ruang pelayanan terbatan 24 jam (UGD)
12. Ruang kepala puskesmas
13. Ruang bendahara
14. Mushalla untuk pegawai
15. Ruang kamar inap dengan 5 tempat tidur
16. Ruang persalinan (PONED)
17. Ruang klinik gizi
18. Ruang aula
19. Ruang laboratorium
Gedung tambahan yang berada di depan gedung utama terdiri dari:
1. Ruang periksa TB paru
2. Ruang pos satpam
Untuk sarana penunjang kegiatan Puskesmas dilengkapi antara lain:
1. Mobil Puskesmas keliling 1 unit
2. Mobil ambulan untuk merujuk pasien gawat darurat 1 unit
3. Sepeda motor dinas 4 (Profil Puskesmas Kresek, 2018)

1.4 Profil Puskesmas Kresek


Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya (Permenkes, 2014).
Puskesmas Kresek berupaya melaksanakan kegiatan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat secara maksimal, sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan yang mengutamakan kepuasan pelanggan dengan
mengedepankan mutu setiap bidang pelayanan dan berupaya menjangkau
semua lapisan masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas dalam
memberikan pelayanan dan pembinaan kesehatan baik kegiatan dalam

10
gedung dan di luar gedung (Profil Puskesmas Kresek, 2018)

1.4.1 Wilayah Kerja dan Kependudukan

W E

Gambar 1.2 Peta Wilayah Kerja dan Kependudukan Puskesmas Kresek


(Profil Puskesmas Kresek, 2018)

1.4.2 Visi dan Misi


Dalam menjalankan fungsinya, maka Puskesmas Kresek telah
menetapkan Visi, yaitu: “mewujudkan pembangunan kesehatan
bewawasan lingkungan menuju masyarakat kecamatan kresek sehat dan
mandiri”, dengan melaksanakan misi:
1) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara paripurna
2) Meningkatkan pemberdayaan masyarakat secara terpadu
3) Meningkatkan upaya pencegahan penyakit
4) Meningkatkan sinergi kemitraan dengan sektor terkait

1.4.3 Motto
Motto Puskesmas Kresek adalah “BERSINAR” yang artinya
adalah:
1) Bersih, Puskesmas bebas dari sampah lingkungan, sampah medis dan
non medis, sampah organik dan non organik.
2) Sehat, Memiliki lingkungan kerja yang sehat dan tidak menjadi sumber

11
penularan penyakit.
3) Indah, Keselarasan dalam penataan lingkungan kerja.
4) Nyaman, Kondisi puskesmas yang menyenangkan dalam memenuhi
kepuasan pelanggan.
5) Amanah, Menjalankan tugas dan tanggung jawab dengan sepenuh hati
dan bertanggung jawab.
6) Ramah, memberi pelyanan 5S (sapa, senyum, salam, sopan, santun)

1.4.4 Jumlah Kesakitan


Dari grafik diatas, ISPA (Infeksi Saluran Nafas Atas) berada
diposisi teratas dengan 9.208 kasus, diikuti Hipertensi sebanyak 3.221
kasus dan Faringitis 2.626 kasus, sedangkan Diare menempati posisi
terakhir dengan 794 kasus (Profil Puskesmas Kresek, 2018).
1. Penyakit Menular
Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular terdiri dari:
a. Penyakit Menular Melalui Binatang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD dititik
beratkan pada kegiatan PSN (Pemberanatasan Sarang Nyamuk) disemua
wilayah
Tabel 1.4 Data kasus DBD Puskesmas Kresek Tahun 2018
JUMLAH KASUS MENINGGAL
NO DESA
L P L+P L P L+P
1 KRESEK 0 0 0 0 0 0
2 TALOK 0 1 1 0 0 0
3 RENGED 0 0 0 0 0 0
4 PATRASANA 0 0 0 0 0 0
5 PASIRAMPO 0 0 0 0 0 0
6 KOPER 0 0 0 0 0 0
7 JENGKOL 0 0 0 0 0 0
8 KEMUNING 0 0 0 0 0 0
9 RANCAILAT 0 0 0 0 0 0
TOTAL 0 1 1 0 0 0
(Profil Puskesmas Kresek, 2018)
b. Penyakit Menular Langsung
Penyakit Diare
Penyakit diare sebuah penyakit buang air besar biasanya
12
paling 3 kali dalam 24 jam dengan tinja lembek atau cair dapat juga
disertai dengan darah atau lendir. Berdasarkan sasaran target yang
ditetapkan Dinas Kesehatan penemuan penderita penyakit diare
tahun 2018 di Puskesmas Kresek adalah sebanyak 1.788
kasus/penderita, dimana realisasi kasus penemuan yang ditangani
tahun 2017 adalah sebanyak 1146 kasus/penderita (64.1%), hal ini
menandakan bahwa kejadian kasus penyakit diare di wilayah
Puskesmas Kresek dikategorikan masih rendah.
Grafik 1.1 Jumlah Diare yang Ditangani Per Desa di Wilayah
Puskesmas Kresek Tahun 2018

(Profil Puskesmas Kresek, 2018)


Penyakit Kusta
Penyakit kronis yang disebabkan Mycobacterium leprae
dengan masa inkubasi rata 3-5 tahun. Di Puskesmas Kresek masih
ditemukan kasus penyakit kusta baru sebanyak 21 penderita.
Penderita Pausi Basiler (PB) / Kusta Kering sebanyak 0 orang dan
Kusta Multi Basiler (MB) / Kusta Basah sejumlah 21.
Grafik 1.2 Penderita Kusta Puskesmas Kresek Tahun 2018

(
(Profil Puskesmas Kresek, 2018)
(

13
HIV/AIDS/ IMS
Penyakit-penyakit ini menular melalui hubungan seksual
(vaginal, oral, anal) dengan pasangan yang sudah tertular, semakin
sering ganti pasangan semakin besar kemungkinan untuk tertular.
Jumlah kasus HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) di
Puskesmas Kresek pada tahun 2018 menurut data sebanyak 12
kasus, terdiri dari penderita HIV 5 orang, AIDS 2 orang dan
Syphilis 5 orang yang terdiri dari: usia 15 – 19 tahun 1 kasus, usia
20 – 24 tahun 6 kasus dan usia 25 – 49 tahun 5 kasus.
Pneumonia
Penyakit Pneumonia adalah penyakit peradangan pada paru
yang dapat disebabakan oleh virus, bakteri, jamur atau parasit juga
dapat disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru paru akibat
penyakit lain. Pada tahun 2018 di Puskesmas Kresek penderita
penyakit pneumonia pada Balita usia 0 – 59 bulan ditemukan dan
ditangani sejumlah 253 kasus terdiri dari laki-laki 136 orang dan
perempuan 117 orang, atau 92.67% dari jumlah perkiraan penderita
yang ditetapkan oleh dinas kesehatan dalam sasaran dan target
penemuan.
Cakupan Imunisasi
Pencapaian Universal Child Immunization (UCI) pada
dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan imunisasi secara
lengkap pada kelompok bayi, imunisasi secara lengkap tersebut
meliputi BCG, HBO, DPT, Polio dan Campak. Indikator yang
dipakai untuk mengukur cakupan pencapaian UCI adalah campak.
Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah, berarti
dalam wilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat kekebalan
masyarakat dan bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Target pencapaian
UCI yaitu 100 % untuk campak, di Puskesmas Kresek dari 9 desa
sudah 7 desa yang mencapai UCI atau (77.77%) dan 2 desa yang
belum UCI (22.22%) yaitu Desa Rancailat dan Patrasana.

14
1.5 Lokasi Keluarga Binaan
Keluarga binaan bertempat tinggal di Desa Kemuning RT 010/RW
003, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Keluarga
binaan kelompok kami terdiri dari 4 kepala keluarga, yaitu:
1. Tn. Jamar
2. Tn. Santani
3. Tn. Jakarsih
4. Tn. Jaiyan
5. Tn. Komarudin
Denah lokasi pemukiman keluarga binaan adalah sebagai berikut:
Gambar 1.3 Denah Rumah Keluarga Binaan

N
Tn. Tn.
Jamar Santani
W E
WARUNG

S
J-A-L-A-N

Tn. Tn. Jaiyan


Tn. Komarudin
Jakarsih

1.5.1 Profil Keluarga Binaan


1.5.1.1 Keluarga Tn. Jamar
Tabel 1.5 Data Dasar Keluarga Tn. Jamar
Nama Jenis Usia Pendidikan
No Status Pekerjaan Penghasilan
Keluarga Kelamin (thn) Terakhir
/bulan
1 Tn. Jamar Suami L 35 SD Buruh Rp.800.000,-

2 Ibu Rumah
Ny. Ratih Istri P 30 SD -
Tangga

3 An. Rino Anak I L 10 SD Pelajar -

4 An. Neni Anak II P 2 - - -

15
a. Bangunan Tempat Tinggal

W E

Gambar 1.4 Denah rumah Tn. Jamar


Jamar
Keluarga Tn. Jamar bertempat tinggal di Desa
Kemuning RT/RW 010/03, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang,
Banten. Keluarga Tn. Jamar mempunyai rumah dengan luas tanah sekitar

± 90 m2 dan luas bangunan berukuran ± 13x8 m2. Bangunan tempat


tinggal tidak bertingkat, beratapkan genteng tanpa ceiling, lantai keramik
hanya pada ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, gudang, dan dapur
dan dindingnya terbuat dari batu bata dan disemen di seluruh bangunan
tempat tinggal serta di cat berwarna hijau.
Rumah Tn. Jamar terdiri dari ruang tamu ± 3x3 m 2, ruang keluarga
± 4x4 m2, satu kamar tidur berukuran ± 5x5 m 2, dapur 2x2 m2, tempat
mencuci ± 2x2 m2, kamar mandi 3x2 m2 serta gudang 4x4 m2. Pada ruang
tamu terdapat dua buah sofa dan lemari pakaian. Pada ruang keluarga
terdapat lemari, TV dan kulkas. Pada kamar tidur terdapat 3 buah kasur.
Anggota keluarga tidur bersama dalam satu kamar.
Ventilasi yang ada berasal dari pintu depan dengan panjang 2x1
m2, jendela pada ruang keluarga, ruang tamu dan gudang yang berukuran ±
1x0.5 m2, pada kamar tidur dan dapur terdapat jendela berukuran ± 0.5x0.5
m2. Pada ruang keluarga, ruang tamu, kamar tidur dan dapur sudah cukup
mendapatkan cahaya matahari dari jendela tersebut dan udara masuk ke
dalam rumah.
Di rumah Tn. Jamar terdapat fasilitas kamar mandi yang bedinding
semen dan berlantai keramik dengan ukuran 3x2 m2. Terdapat fasilitas
16
jamban kloset jongkok di kamar mandi tersebut untuk buang air kecil
(BAK) dan buang air besar (BAB). Air untuk mandi cuci kakus (MCK)
didapat dari air Sanyo, dan sifat airnya jernih, berwarna bening, serta tidak
berbau, tempat bak penampungan air tersebut terlihat kotor, terdapat lumut
di bak tersebut.
Rumah Tn. Jamar memiliki dapur berukuran 2x2 m2 berdinding
keramik sebagian semen, berlantai keramik. Dapur lokasinya berdekatan
dengan kamar mandi. Untuk mencuci baju dan mencuci piring biasa
dilakukan di kamar mandi. Di sekitar rumah Tn. Jamar tidak tersedia
tempat pembuangan sampah sehingga sampah dikumpulkan disamping
rumah dan dibakar jika sudah terkumpul banyak.
Pencahayaan di rumah ini terdapat 3 buah lampu di dalam rumah
berwarna putih pada kamar tidur, ruang tamu yang bercampur dengan
ruang keluarga, dapur, dan kamar mandi. Terdapat 1 buah lampu di teras
rumah dan berwarna putih. Keluarga ini memiliki 1 kamar mandi dengan
jamban dan tempat mencuci yang terpisah.
b. Lingkungan Pemukiman
Rumah keluarga Tn. Jamar terletak di lingkungan yang padat
penduduk dan berada di gang yang berhadapan dengan sawah.
c. Pola Makan
Keluarga Tn. Jamar rata-rata makan tiga kali sehari. Istri Tn. Jamar
memasak makanan seadanya berupa nasi, lauk pauk seperti goreng tahu,
goreng tempe dan ikan asin. Jarang mengkonsumsi daging ayam, daging
sapi, buah-buahan dan susu. Air minum keluarga Tn. Jamar berasal dari air
sanyo yang di rebus.
d. Riwayat Obstetrik dan Pola Asuh Anak
Saat ini tidak ada wanita yang sedang hamil. Tn. Jamar mempunyai
dua orang anak yaitu laki-laki dan perempuan. Anak pertama Tn. Jamar ini
berusia 10 tahun yang sekarang duduk dibangku kelas 4 SD, lahir
dirumah, lahir secara normal dibantu dengan dukun. Menurut pengakuan
Ny. Nareh selama masa tumbuh anaknya sudah diberikan imunisasi namun
lupa berapa kali di berikan dan imunisasi apa saja. Sedangkan anak kedua

17
Tn. Jamar berusia 2 tahun, sudah tidak diberikan ASI. Ny. Ratih
mengatakan anaknya diimunisassi di posyandu, namun jadwal pengadaan
imunisasi di posyandu tidak teratur sehingga ia tidak mengetahui apakah
anaknya sudah imunisasi lengkap atau tidak. Anak Ny. Ratih tidak
diberikan ASI eksklusif, pada usia 6 bulan sudah diberi makan pisang.
Selama kehamian Ny. Ratih mengatakan tidak menderita sakit dan kadang
memeriksakan kandungannya di puskesmas.
e. Riwayat Penyakit dan Kebiasaan Berobat
Apabila keluarga Tn. Jamar sakit, akan membeli obat warung
terlebih dahulu jika tidak membaik keluarga akan datang ke puskesmas
untuk berobat. Penyakit yang beberapa kali diderita anggota keluarga Tn.
Jamar adalah batuk selama tidak lebih dari 2 minggu, dan pilek beberapa
kali terjadi pada anggota keluarga. Riwayat penyakit seperti paru, DM,
jantung disangkal.
f. Perilaku dan Aktivitas Sehari-hari
Tn. Jamar bekerja sebagai buruh tani dan bangunan, dan Ny. Ratih
bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pemasukkan didapatkan melalui Tn.
Jamar yang bekerja sebagai buruh tani dan bangunan. Tn. Jamar
mempunyai kebiasaan merokok, 1 bungkus habis dalam 2 hari. Tn. Jamar
merokok sejak usia 16 tahun. Anggota keluarga mandi 2x sehari memakai
sabun mandi bersama, handuk dan sikat gigi masing-masing. Untuk
mencuci tangan anggota keluarga menggunakan sabun colek setelah BAB
dan sesudah makan. Anggota keluarga Tn. Jamar jarang berolah raga. Jika
sedang di rumah biasanya setiap anggota keluarga memiliki kegiatan
masing masing seperti membersihkan rumah, memasak dan mencuci.

Tabel 1.6 Identifikasi Faktor Internal Keluarga Tn. Jamar


No Kriteria Permasalahan
1. Olahraga Anggota keluarga Tn. Jamar jarang berolahraga
2. Pola Makan Makan 2-3 kali sehari dengan memasak sendiri, makanan
pokok berupa nasi, lauk pauk seperti tahu, tempe dan ikan asin.
Jarang mengonsumsi daging, buah dan sayur-sayuran

18
No Kriteria Permasalahan
3. Merokok Tn. Jamar sudah merokok sejak ± 14 tahun yang lalu dan dalam
sehari ia menghabiskan ± 1 bungkus per 2 hari
5. Kebersihan Keluarga Tn. Jamar menggunakan sabun mandi bersama-sama
kecuali untuk handuk dan sikat gigi menggunakan masing-
masing
6. Aktivitas Tn. Jamar mendapat penghasilan dari bekerja sebagai buruh
sehari - hari tani dan buruh bangunan. Keluarga Tn. Jamar mencuci tangan
dengan sabun colek sesudah BAB dan setelah makan
7. Pola pencarian Apabila sakit, keluarga Tn. Jamar akan membeli obat di warung
pengobatan dahulu dan jika tidak membaik akan memeriksa ke puskesmas.
Penyakit yang sering diderita adalah batuk pilek.

Tabel. 1.7 Identifikasi Faktor Eksternal Keluarga Tn. Jamar


No Kriteria Permasalahan
1. Luas Bangunan Luas tanah sekitar 90 m2 dan luas bangunan 13x8 m2
2. Ruangan Rumah tidak bertingkat, terdapat 1 kamar tidur, 1 gudang, 1
dalam rumah kamar mandi, ruang keluarga bergabung dengan ruang tamu.
Lantai keramik diseluruh rumah. Seluruh dinding bersemen,
cat hijau. Atap rumah terbuat dari genting tanpa ceiling
3. Ventilasi Ventilasi berasal dari pintu depan dan jendela di ruang tamu dan
ruang keluarga
4. Pencahayaan Pencahayaan dirumah ini terdapat 3 buah lampu di dalam rumah
5. Sumber air Air bersih didapatkan dari air sanyo yang digunakan
untuk minum, mencuci piring, pakaian, dan mandi.
6. Tempat Keluarga Tn. Sikam tidak memiliki tempat pembuangan
Pembuangan sampah. Sampah ditumpuk disamping rumah kemudian dibakar.
Sampah
7. MCK Terdapat WC jongkok di dalam kamar mandi.
8. Imunisasi Ny. Nareh mengaku anaknya diimunisasi, namun tidak tahu
sudah berapa kali dan imunisasi apa yang sudah diberikan

1.5.1.2 Keluarga Tn. Santani

19
Tabel 1.8 Data Dasar Keluarga Tn. Santani
Nama Jenis Usia Pendidikan Penghasilan
No Status Pekerjaan
Keluarga Kelamin (thn) terakhir /bulan
1 Tn. Suami L 24 SD Supir Rp1.000.000-
Santani

2 Ny. Nenih Istri P 25 SMP Ibu Rumah -


Tangga
3 An. M Anak I L 7 SD - -
Junaedi

4 An. Sila Anak P 3 - - -


Sri Amelia II

a. Bangunan Tempat Tinggal

W DAPUR
E

KAMAR TIDUR

Gambar 1.5 Denah Rumah Tn. Santani


Keluarga Tn. Santani bertempat tinggal di Desa Kemuning RT/RW
010/03, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Banten. Keluarga Tn.

Santani mempunyai rumah dengan luas tanah sekitar 25 m 2 dan luas


bangunan berukuran ± 5x5 m2. Bangunan tempat tinggal tidak bertingkat,
beratapkan genteng tanpa ceiling, lantai keramik dan dindingnya terbuat
dari batu bata tidak disemen.
Rumah Tn. Santani terdiri dari kamar tidur dan ruang keluarga yang
bergabung manjadi satu, dengan luas ± 5x5 m 2. Diruang tersebut terdapat
akuarium dan lemari. Terdapat satu buah kasur yang ditutup dengan kelambu.
Ventilasi yang ada berasal dari pintu depan dengan panjang 2x0.5 m2
jendela pada ruang tidur dengan ukuran 25x10 cm. Kamar tidur kurang mendapat
cahaya matahari dan udara masuk ke dalam rumah.
Di rumah Tn. Santani tidak terdapat fasilitas kamar mandi. Untuk

20
kebutuhan mandi cuci kakus (MCK) dilakukan di sumur yang berjarak ± 25 m
dari rumah. Rumah Tn. Santani tidak mempunyai jamban, sehingga untuk BAB
dilakukan disawah.
Rumah Tn. Santani tidak memiliki dapur. Untuk memasak dilakukan di
teras rumah menggunakan kompor gas yang diletakan di atas meja. Teras rumah
terbuat dari tanah. Di sekitar rumah Tn. Santani tidak tersedia tempat
pembuangan sampah sehingga sampah dikumpulkan di samping rumah dan
dibakar jika sudah terkumpul. Pencahayaan di rumah ini terdapat 1 buah lampu di
dalam rumah berwarna putih pada kamar tidur.
b. Lingkungan Pemukiman
Rumah keluarga Tn. Santani terletak di lingkungan yang padat
penduduk dan kumuh, dimana di samping kanan dan kiri terdapat kandang
entok dan pabrik konveksi baju.
c. Pola Makan
Keluarga Tn. Santani rata-rata makan dua kali sehari. Ny. Nenih
memasak makanan seadanya berupa nasi, lauk pauk seperti goreng tahu,
goreng tempe. Jarang mengkonsumsi daging ayam, daging sapi, buah-
buahan dan susu. Air minum keluarga Tn. Santani berasal dari air sumur
yang direbus.
d. Riwayat Obstetrik dan Pola Asuh Anak
Saat ini tidak ada wanita yang sedang hamil. Tn. Santani
mempunyai 2 orang anak. Anak pertama berusia 7 tahun. Anak pertama
lahir di rumah, lahir secara normal dibantu dengan dukun. Menurut
pengakuan Ny. Nenih selama masa tumbuh anaknya tidak pernah
diberikan imunisasi karena menurut Ny. Nenih imunisasi itu tidak penting
dan Ny. Nenih berasumsi bahwa imunisasi tidak gratis, bahkan setelah
dilakukan imunisasi anaknya menjadi demam. Selama kehamilan Ny.
Komariyah tidak mempunyai riwayat sakit. Anak Ny. Nenih tidak diberi
ASI ekslusif, pada usia 3,5 bulan sudah diberi makan pisang. Sekarang,
Ny. Nenih mengikuti program KB yaitu menggunakan pil KB.

e. Riwayat Penyakit dan Kebiasaan Berobat


Apabila keluarga Tn. Santani sakit, akan membeli obat warung

21
terlebih dahulu. Jika tidak membaik, keluarga akan datang ke puskesmas
untuk berobat. Penyakit yang beberapa kali diderita anggota keluarga Tn.
Santani adalah batuk selama tidak lebih dari 2 minggu, dan pilek beberapa
kali terjadi pada anggota keluarga. Riwayat penyakit seperti paru, DM,
jantung disangkal.
f. Perilaku dan Aktivitas Sehari-hari
Tn. Santani bekerja sebagai supir, dan Ny. Nenih bekerja sebagai
ibu rumah tangga. Pemasukkan didapatkan melalui Tn. Santani yang
bekerja sebagai supir. Tn. Santani mempunyai kebiasaan merokok, 1
bungkus habis dalam sehari. Tn. Santani merokok sejak usia 15 tahun.
Anggota keluarga mandi 1x sehari memakai sabun mandi bersama, handuk
dan sikat gigi masing-masing. Untuk mencuci tangan anggota keluarga
menggunakan air tanpa sabun setelah BAB dan sesudah makan. Anggota
keluarga Tn. Santani jarang berolahraga. Jika sedang di rumah biasanya
setiap anggota keluarga memiliki kegiatan masing masing seperti
membersihkan rumah dan mengurus anak.

Tabel 1.9 Identifikasi Faktor Internal Keluarga Tn. Santani


No Kriteria Permasalahan
1. Olahraga Anggota keluarga Tn. Santani jarang berolahraga
2. Pola Makan Makan 2 kali sehari dengan memasak sendiri, makanan pokok
berupa nasi, lauk pauk seperti tahu, tempe. Jarang
mengonsumsi daging, buah dan sayur-sayuran
3. Merokok Tn. Santani sudah merokok sejak ± 10 tahun yang lalu dan dalam
sehari ia menghabiskan ± 1 bungkus per hari
5. Kebersihan Keluarga Tn. Santani menggunakan sabun mandi bersama
kecuali handuk dan sikat gigi. Untuk BAB dilakukan di sawah
6. Aktivitas a. Tn. Santani mendapat penghasilan dari bekerja sebagai
Sehari-hari supir.
b. Keluarga Tn. Santani mencuci tangan tanpa sabun sesudah
BAB dan setelah makan
7. Pola Apabila sakit, keluarga Tn. Santani akan membeli obat diwarung
Pengobatan dahulu dan jika tidak membaik akan memeriksa ke puskesmas.
Pencarian Penyakit yang sering diderita adalah batuk pilek. Anak Ny.
Nenih pernah berobat dikarenakan campak.
No Kriteria Permasalahan
8. Imunisasi Ny. Nenih mengatakan anaknya tidak pernah diimunisasi karena
menurut Ny. Nenih imunisasi itu tidak penting dan Ny. Nenih

22
beranggapan bahwa imunisasi tidak gratis.

Tabel. 1.10 Identifikasi Faktor Eksternal Keluarga Tn. Santani


No Kriteria Permasalahan
1. Luas Bangunan Luas tanah sekitar 25m2 dan luas bangunan 5x5 m2
2. Ruangan Rumah tidak bertingkat, terdapat 1 kamar tidur, lantai keramik.
dalam rumah Dinding batu bata tanpa semen. Atap genting tanpa ceiling.
3. Ventilasi Ventilasi yang ada berasal dari pintu depan dan jendela di
ruang kamar tidur.
4. Pencahayaan Pencahayaan di rumah ini terdapat 1 buah lampu didalam
rumah
5. Sumber air Air bersih didapatkan dari air sumur yang berjarak 25m dari
rumah digunakan untuk mandi, cuci dan minum
6. Tempat Keluarga Tn. Santani tidak memiliki tempat pembuangan
Pembuangan sampah. Sampah ditumpuk disamping rumah kemudian
Sampah dibakar.
7. MCK Tidak terdapat WC di rumah Tn. Santani. BAB dan BAK
dilakukan di sawah

1.5.1.3 Keluarga Tn. Jakarsih


Tabel 1.11 Data Keluarga Tn. Jakarsih
Jenis Usia Penghasilan/
No Nama Status Pendidikan Pekerjaan
kelamin (thn) bulan
Tn.
1 Suami L 27 Tamat SD Buruh Rp1.000.000
Jakarsih
Ibu rumah
2 Ny. Idah Istri P 25 Tamat SD -
tangga
An.
3 Anak I P 2 - - -
Sutirah
An.
4 Anak II L 1 - - -
Irawan

a. Bangunan Tempat Tinggal

23
N

W E

Gambar 1.6 Denah Rumah Tn. Jakarsih

Keluarga Tn. Jakarsih bertempat tinggal di Desa Kemuning RT 10


RW 03, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Banten. Keluarga. Tn.
Jakarsih tinggal di rumah dengan luas bangunan berukuran 8x9 m2. Rumah
ini tidak bertingkat dimana terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang
keluarga, dan dapur. Seluruh dinding bangunan rumah terbuat dari batako
yang dilapisi semen dan dicat warna hijau. Luas kamar tidur 1 kurang lebih
2,4x2,3 m2, ruang keluarga berukuran 2,1x2 m2 terdapat TV, lemari
pakaian, dan lemari penyimpanan, luas kamar mandi 1,5x1 m 2. Pada
bagian depan rumah terdapat teras kecil berukuran 2,5x2,4 m2. Lantai
rumah sudah menggunakan keramik dan atap rumah terbuat dari genting.

Sistem ventilasi pada rumah Tn. Jakarsih hanya pada pintu depan
dan jendela di ruang tamu namun jendelanya tidak pernah dibuka. Udara
masuk hanya melalui pintu depan rumah ketika pintu dibuka sedangkan
jendela tidak bisa dibuka. Ventilasi yang ada berasal dari pintu depan
dengan luas 20x12 cm2, memberikan jalan untuk cahaya dan udara masuk
ke rumah. Penerangan di dalam rumah Tn. Jakarsih terdapat 5 buah lampu
bohlam 10 watt pada setiap ruangan.

Di rumah Tn. Jakarsih terdapat fasilitas kamar mandi yang


berdinding semen dan berlantai keramik dengan ukuran 20x20 cm 2. Tidak
terdapat fasilitas jamban sehingga keluarga Tn. Jakarsih harus keluar
rumah menuju jamban umum untuk buang air kecil (BAK) dan buang air
besar (BAB). Air untuk MCK didapat dari air Sanyo, dan sifat airnya
jernih, berwarna bening, serta tidak berbau ketika musim hujan, namun,

24
sedikit keruh dan berbau karat ketika musim kemarau dan air terasa tawar.
Limbah rumah tangga langsung dibuang pada lubang pipa saluran air
kamar mandi.

Selain itu, rumah Tn. Jakarsih memiliki dapur berukuran 1,5x1 m 2


berdinding dan belum berlantai keramik. Dapur jarang dibersihkan dan
lokasinya berdekatan dengan kamar mandi. Untuk mencuci baju dan
mencuci piring biasa dilakukan di kamar mandi. Di sekitar rumah Tn.
Jakarsih tidak tersedia tempat pembuangan sampah sehingga Ny. Idah
mengumpulkan sampah di kantong plastik lalu membuangnya di depan
rumah hingga penuh. Jika sudah penuh akan dipindahkan ke lahan kosong
yang kemudian akan dibakar setiap minggunya.

b. Lingkungan Pemukiman
Rumah Tn. Jakarsih terletak di pemukiman yang padat penduduk.
Untuk menuju lokasi rumah Tn. Jakarsih harus melewati jalan setapak dari
jalan utama Persis di depan rumah terdapat jalan setapak dan selokan air
yang sudah tertutup. Bagian samping kiri, kanan, dan belakang rumah Tn.
Jakarsih saling berhimpitan dengan rumah warga lainnya.

c. Pola Makan
Keluarga Tn. Jakarsih memiliki kebiasaan makan 2-3 kali sehari,
tidak menentu. Sehari-hari mereka selalu memasak makanan sendiri. Tn.
Mursid sering mengonsumsi nasi, sayuran, ikan, tahu, tempe namun jarang
mengonsumsi daging-dagingan, susu, dan buah. Air minum keluarga
berasal dari air rebusan sanyo.

d. Riwayat Obstetri dan Pola Asuh Anak


Anak pertama Tn. Jakarsih lahir cukup bulan, spontan, dengan
ditolong bidan di puskesmas dengan berat sesuai masa kehamilan. Anak
pertama Tn. Jakarsih memiliki riwayat penyakit campak, karena anak
pertama Tn. Jakarsih tidak mendapatkan imunisasi dengan lengkap
dikarenakan menurut Tn. Jakarsih maupun Ny. Idah anak diimunisasi atau
pun tidak, tidak akan memberikan pengaruh. Hal terpenting menurut
mereka untuk menjaga imunitas tubuh adalah makanan yang dikonsumsi.

25
Anak kedua Tn. Jakarsih lahir secara normal di bidan. Kedua anak Tn.
Jakarsih mendapatkan ASI ekslusif selama 6 bulan, anak pertama Tn.
Jakarsih bahkan mendapatkan ASI sampai usia 2 tahun. Anak kedua tidak
memiliki riwayat penyakit campak dikarenakan mendapat imunisasi dasar
dengan lengkap.

e. Kebiasaan Berobat
Tn. Jakarsih jarang berobat ke fasilitas kesehatan. Apabila hanya
mengalami pusing-pusing atau nyeri kepala beliau hanya mengonsumsi
obat warung, begitu pula dengan Ny. Idah dan kedua anaknya. Tetapi jika
tidak membaik menggunakan obat warung barulah berobat ke puskesmas
atau bidan terdekat.

f. Riwayat Penyakit
Tn. Jakarsih saat ini tidak memiliki penyakit kronis seperti jantung
dan diabetes ataupun hipertensi. Tidak pula memiliki penyakit genetik
seperti asma. Ny Idah, istri Tn. Jakarsih tidak memiliki riwayat penyakit.
Sedangkan untuk anak pertama Tn. Jakarsih, An. Sutirah memiliki riwayat
penyakit campak dan tidak mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap.
Anak kedua Tn. Jakarsih tidak memiliki riwayat penyakit dan
mendapatkan imunisasi dasar dengan lengkap.

g. Perilaku dan Aktivitas Sehari-hari


Tn. Jakarsih sehari-hari bekerja sebagai buruh di sawah orang
sedangkan istrinya sebagai ibu rumah tangga. Tn. Jakarsih memiliki
kebiasaan merokok sejak ±6 tahun yang lalu dan dapat menghabiskan ± 5
batang rokok per hari. Beliau lebih sering merokok di dalam rumah
dibandingkan di luar rumah. Ruang tamu paling sering menjadi tempat
merokok. Tn. Jakarsih maupun Ny. Idah jarang melakukan olahraga
dengan alasan tidak ada waktu untuk berolahraga. Anak-anak mereka lebih
sering beraktivitas di luar seperti bermain dengan temannya.
Keluarga Tn. Jakarsih rata-rata makan 2-3x sehari dan tidak
menentu jamnya. Makanan disiapkan oleh Ny. Idah yang terdiri dari
makanan pokok berupa nasi, lauk pauk, dan sayuran. Lauk pauk pada
umumnya ialah telur, tahu, dan tempe, sedangkan sayurannya ialah bayam
26
dan kangkung, namun keluarga Tn. Jakarsih jarang mengonsumsi daging-
dagingan, buah-buahan, dan susu. Keluarga Tn. Jakarsih minum dari air
rebusan sanyo dan memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
setelah BAB, keluarga Tn. Jakarsih sering mencuci tangan dengan sabun
dan air yang mengalir sebelum dan sesudah makan. Keluarga ini memiliki
kebiasaan mencuci sayuran dan bahan makanan lain yang perlu dicuci
terlebih dahulu, dengan air mengalir. Kebiasaan mandi dilakukan rata-rata
2 kali sehari disertai menggosok gigi. Keluarga Tn. Jakarsih tidak rutin
dalam membersihkan rumahnya, yaitu setiap 2 hari sekali, sehingga rumah
terlihat berdebu.

Tabel 1.12 Identifikasi Faktor Internal Keluarga Tn. Jakarsih


No Kriteria Permasalahan
1 Olahraga Anggota keluarga Tn. Jakarsih jarang berolahraga
2 Pola Makan Makan 2-3 kali sehari dengan memasak sendiri, makanan pokok
berupa nasi, lauk pauk seperti tahu, tempe, telur, sayur bayam
dan kangkung. Jarang mengonsumsi daging, buah-buahan dan
susu
3 Merokok Tn. Jakarsih sudah merokok sejak ± 6 tahun yang lalu dan dalam
sehari ia menghabiskan ± 5 batang per hari
4. Kebersihan Keluarga Tn. Jakarsih menggunakan peralatan mandi
bersama kecuali handuk dan sikat gigi dan mengganti handuk 3
minggu sekali

5. Aktivitas a. Tn. Jakarsih mendapat penghasilan dari bekerja sebagai


Sehari-hari buruh
b. Keluarga Tn. Jakarsih jarang berolahraga
c. Keluarga Tn. Jakarsih mencuci tangan dengan sabun dan
air yang mengalir setelah BAB, namun tidak saat sebelum
dan sesudah makan
6. Pola Tn. Jakarsih, Ny Idah beserta anak mereka jarang berobat ke
Pencarian fasilitas kesehatan. Apabila hanya mengalami pusing-pusing atau
Pengobatan nyeri kepala beliau hanya mengonsumsi obat warung. Tetapi
jika tidak membaik menggunakan obat warung barulah berobat
ke puskesmas atau bidan terdekat.

No Kriteria Permasalahan

9. Imunisasi Anak Ny Idah yang pertama tidak lengkap mendapatkan


imunisasi sejak lahir. Anak kedua Ny Idah tidak diimunisasi
27
karena pengalaman anak pertama Ny. Idah yang mengalami
demam setelah imunisasi.

Tabel 1.13 Identifikasi Faktor Eksternal Keluarga Tn. Jakarsih


No Kriteria Permasalahan
1. Luas Bangunan Luas tanah sekitar 72 m2 dan luas bangunan 72 m2
2. Ruangan Rumah ini tidak bertingkat dimana terdapat 2 kamar tidur,
dalam rumah 1 kamar mandi, ruang keluarga yang terdapat TV, lemari
pakaian, lemari penyimpanan, dan dapur. Seluruh dinding
bangunan rumah terbuat dari batako yang dilapisi semen
dan dicat. Lantai rumah sudah menggunakan keramik dan
atap rumah terbuat dari genting
3. Ventilasi Ventilasi yang ada berasal hanya dari pintu depan dan
jendela di ruang tamu
4. Pencahayaan Pencahayaan dirumah ini terdapat 6 buah lampu di dalam
rumah
5. Sumber air Air bersih didapatkan dari air sanyo yang digunakan untuk
mencuci piring, pakaian, mandi dan minum serta masak
dengan air sanyo yang direbus
6. Saluran Rumah Tn. Jakarsih langsung membuang limbah rumah
Pembuangan tangga pada lubang pipa saluran air kamar mandi dan
Limbah mengalir langsung ke selokan di belakang rumah.
7 Tempat Keluarga Tn. Jakarsih tidak memiliki tempat pembuangan
Pembuangan sampah dirumahnya, sampah ditumpuk dan kemudian
Sampah dibakar dilahan kosong dekat rumah
8 MCK Kamar mandi terpisah dari jamban. Jamban berjarak 25 m
dari rumah

28
1.5.1.4 Keluarga Tn. Jaiyan
Tabel 1.14 Data Dasar Keluarga Tn. Jaiyan
Jenis Usia Penghasilan
No Nama Status Pendidikan Pekerjaan
Kelamin (thn) /bulan
1 Tn. Jaiyan Suami L 28 Tamat SD Buruh Rp. 700.000
2 Ny. Marti Istri P 25 Tamat SD Pedagang Rp 300.000
An.
3 Anak I L 7 SD - -
Masád
An.
4 Anak II P 5 - - -
Sopiah
5 An. Masdi Anak III L 2 - - -

a. Bangunan Tempat Tinggal

W E

Gambar 1.7 Denah Rumah Tn. Jaiyan


Keluarga Tn. Jaiyan bertempat tinggal di Desa Kemuning RT 10
RW 03, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Banten. Keluarga. Tn.
Jaiyan tinggal di rumah dengan luas bangunan berukuran 9x10 meter.
Rumah ini tidak bertingkat dimana terdapat 3 kamar tidur, 1 kamar mandi,
ruang keluarga, dan dapur. Seluruh dinding bangunan rumah terbuat dari
batako yang dilapisi semen dan dicat warna hijau. Luas kamar tidur 1
kurang lebih 2,4x2,3 m2, ruang keluarga berukuran 2,1x2 m2 terdapat TV,
lemari pakaian, dan lemari penyimpanan, luas kamar mandi 1,5x1 m2.
Pada bagian depan rumah terdapat teras kecil berukuran 3x2,4 meter.
Lantai rumah sudah menggunakan keramik dan atap rumah terbuat dari
genting tanpa ceiling.
Sistem ventilasi pada rumah Tn. Jaiyan hanya pada pintu depan dan
jendela di ruang tamu. Udara masuk hanya melalui pintu depan rumah

29
ketika pintu dibuka dan jendela. Ventilasi yang ada berasal dari pintu
depan dengan luas 20x12 cm2, dan jendela dengan ukuran 2x1 meter
memberikan jalan untuk cahaya dan udara masuk ke rumah. Penerangan di
dalam rumah Tn. Jaiyan terdapat 7 buah lampu bohlam 10 watt pada setiap
ruangan.
Di rumah Tn. Jaiyan terdapat fasilitas kamar mandi yang bedinding
semen dan berlantai keramik dengan ukuran 2 x 2 meter. Terdapat fasilitas
jamban kloset jongkok di kamar mandi tersebut untuk buang air kecil
(BAK) dan buang air besar (BAB). Air untuk MCK didapat dari air Sanyo,
dan sifat airnya jernih, berwarna bening, serta tidak berbau ketika musim
hujan, namun, sedikit keruh dan berbau karat ketika musim kemarau dan
air terasa tawar. Limbah rumah tangga langsung dibuang pada lubang pipa
saluran air kamar mandi.
Selain itu, rumah Tn. Jaiyan memiliki dapur berukuran 1,5x1 m 2
berdinding dan belum berlantai keramik. Dapur jarang dibersihkan dan
lokasinya berdekatan dengan kamar mandi. Untuk mencuci baju dan
mencuci piring biasa dilakukan di kamar. Di sekitar rumah Tn. Jaiyan
tidak tersedia tempat pembuangan sampah sehingga Ny. Marti
mengumpulkan sampah di kantong plastik lalu membuangnya di depan
rumah hingga penuh. Jika sudah penuh akan dipindahkan ke lahan kosong
yang kemudian akan dibakar setiap minggunya.

b. Lingkungan Pemukiman
Rumah Tn. Jaiyan terletak di pemukiman yang padat penduduk.
Untuk menuju lokasi rumah Tn. Jaiyan harus melewati jalan setapak dari
jalan utama Persis di depan rumah terdapat jalan setapak dan selokan air
yang sudah tertutup. Bagian samping kiri, kanan, dan belakang rumah Tn.
Jaiyan saling berhimpitan dengan rumah warga lainnya

c. Pola Makan
Keluarga Tn. Jaiyan memiliki kebiasaan makan 2-3 kali sehari,
tidak menentu. Sehari-hari mereka selalu memasak makanan sendiri. Tn.
Jaiyan sering mengonsumsi nasi, sayuran, ikan, tahu, tempe namun jarang
mengonsumsi daging-dagingan, susu, dan buah. Air minum keluarga

30
berasal dari air rebusan sanyo.

d. Riwayat Obstetri Dan Pola Asuh Anak

Tn. Jaiyan dan Ny. Marti memiliki tiga orang anak. Anak pertama
berusia 7 tahun yang kini duduk dibangku SD. Lahir secara normal dibantu
oleh dukun. ASI tidak diberikan secara eksklusif, riwayat imunisasi juga
tidak terlalu diperhatikan. Anak kedua berusia 5 tahun, Ny Marti
memberikan ASI eksklusif kepada anak keduanya ini dikarenakan ASI
keluar sangat banyak pada saat itu ditambah lagi keadaan ekonomi yang
menurun sehingga tidak memungkinkan membeli susu formula, riwayat
imunisasi tidak lengkap karena alasan kendala keadaan ekonomi. Untuk
anak ketiga Ny Marti memberikan susu formula sejak lahir karena ASI
tidak keluar sedikit pun, riwayat imunisasi tidak lengkap.

e. Kebiasaan Berobat
Tn. Jaiyan jarang berobat ke fasilitas kesehatan. Apabila hanya
mengalami pusing-pusing atau nyeri kepala beliau hanya mengonsumsi
obat warung, begitu pula dengan Ny. Marti dan kedua anaknya. Tetapi jika
tidak membaik menggunakan obat warung barulah berobat ke puskesmas
atau bidan terdekat.

f. Riwayat Penyakit
Tn. Jaiyan saat ini tidak memiliki penyakit kronis seperti jantung
dan diabetes ataupun hipertensi. Tidak pula memiliki penyakit genetik
seperti asma. Ny Marti, istri Tn. Jaiyan tidak memiliki riwayat penyakit.
Sedangkan untuk anak pertama Tn. Jaiyan, Masád memiliki riwayat
penyakit campak dan tidak mendapatkan imunisasi dasar yang lengkap.
Sedangkan untuk anak kedua dan ketiga Tn. Jaiyan hingga saat ini tidak
memiliki riwayat penyakit.

g. Perilaku dan Aktivitas Sehari-hari


Tn. Jaiyan sehari-hari tidak bekerja dan membantu istri menjaga
anak atau menjaga warung sedangkan istrinya bekerja sebagai pedagang
minuman di warung depan rumah. Tn. Jaiyan tidak memiliki kebiasaan
merokok. Tn. Jaiyan maupun Ny Marti jarang melakukan olahraga.

31
Keluarga Tn. Jaiyan rata-rata makan 2-3x sehari dan tidak menentu
jamnya. Makanan disiapkan oleh Ny Marti yang terdiri dari makanan
pokok berupa nasi, lauk pauk, dan sayuran. Lauk pauk pada umumnya
ialah telur, tahu, dan tempe, sedangkan sayurannya ialah bayam dan
kangkung, namun keluarga Tn. Jaiyan jarang mengonsumsi daging-
dagingan, buah-buahan, dan susu. Keluarga Tn. Jaiyan minum dari air
rebusan dan memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah
BAB, keluarga Tn. Jaiyan sering mencuci tangan dengan sabun dan air
yang mengalir sebelum dan sesudah makan. Keluarga ini memiliki
kebiasaan mencuci sayuran dan bahan makanan lain yang perlu dicuci
terlebih dahulu, dengan air mengalir. Kebiasaan mandi dilakukan rata-rata
2 kali sehari disertai menggosok gigi.

Tabel 1.15 Identifikasi Faktor Internal Keluarga Tn. Jaiyan


No Kriteria Permasalahan
1 Olahraga Anggota keluarga Tn. Jaiyan jarang berolahraga
2 Pola Makan 2-3 kali sehari dengan memasak sendiri,
Makan makanan pokok berupa nasi, lauk pauk seperti tahu,
tempe, telur, sayur bayam dan kangkung. Jarang
mengonsumsi daging-dagingan, buah-buahan, dan susu
3 Merokok Tidak ada
4 Kebersihan Keluarga Tn. Jaiyan menggunakan peralatan mandi bersama
kecuali handuk dan sikat gigi dan mengganti handuk 3
minggu sekali
5 Aktivitas a. Tn. Jaiyan dan Ny Marti mendapat penghasilan dari hasil
Sehari-hari berdagang di warung
b. Keluarga Tn. Jaiyan jarang berolahraga
6. Pola Tn. Jaiyan, Ny Marti beserta anak mereka jarang berobat ke
Pencarian fasilitas kesehatan. Apabila hanya mengalami pusing- pusing
Pengobatan atau nyeri kepala beliau hanya mengonsumsi obat warung,
Tetapi jika tidak membaik menggunakan obat warung
barulah berobat ke puskesmas atau bidan terdekat. anak Ny.
Marti pernah berobat dikarenakan campak.
7. Imunisasi Ketiga anak Ny Marti tidak dilakukan imunisasi dasar secara
lengkap dikarenakan kendala ekonomi

Tabel 1.16 Identifikasi Faktor Eksternal Keluarga Tn. Jaiyan


32
No Kriteria Permasalahan
1. Luas Bangunan Luas tanah sekitar 41,7 m2 dan luas bangunan 36 m2
2. Ruangan Rumah tidak bertingkat dimana terdapat 3 kamar tidur, 1
dalam rumah kamar mandi, ruang keluarga yang terdapat TV, lemari
pakaian, lemari penyimpanan, dan dapur. Seluruh dinding
bangunan rumah terbuat dari batako yang dilapisi semen dan
dicat. Lantai rumah sudah menggunakan keramik dan atap
rumah terbuat dari genting tanpa ceiling
3. Ventilasi Ventilasi yang ada berasal hanya dari pintu depan dan jendela
di ruang tamu
4. Pencahayaan Pencahayaan dirumah ini terdapat 7 buah lampu di dalam
rumah
5. Sumber air Air bersih didapatkan dari air sanyo yang digunakan untuk
mencuci piring, pakaian, dan mandi. Sedangan, untuk minum
dan masak didapatkan dari air galon isi ulang.
6. Saluran Rumah Tn. Jaiyan langsung membuang limbah rumah tangga
pembuangan pada lubang pipa saluran air kamar mandi dan mengalir
limbah langsung ke selokan di belakang rumah.
7. Tempat Keluarga Tn. Jaiyan tidak memiliki tempat
Pembuangan pembuangan sampah di rumahnya, sampah ditumpuk dan
Sampah kemudian jika sudah penuh dibuang dan dibakar di lahan
kosong dekat rumah

1.5.1.6 Keluarga Tn. Komarudin


Tabel 1.14 Data Dasar Keluarga Tn. Komarudin
Jenis Usia Penghasilan
No Nama Status Pendidikan Pekerjaan
Kelamin (thn) /bulan
Tn.
1 Komarudi Suami L 28 Tamat SD Buruh Rp. 800.000
n
Ny. Ibu Rumah
2 Istri P 25 Tamat SD -
Sutiha Tangga
An. M
3 Anak I L 3 - - -
Sulthan

b. Bangunan Tempat Tinggal


KAMAR MANDI

TIDUR
KAMAR

N
33

W E
TERAS

S
A
KELU
RUA
DAN
TAM
RUA
G

G
RG
DAPUR

TIDUR
KAMAR
Gambar 1.7 Denah Rumah Tn. Komarudin
Keluarga Tn. Komarudin bertempat tinggal di Desa Kemuning RT
10 RW 03, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Banten. Keluarga.
Tn. Komarudin tinggal di rumah dengan luas bangunan berukuran 7x10
meter. Rumah ini tidak bertingkat dimana terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar
mandi, ruang tamu, ruang keluarga, dan dapur. Seluruh dinding bangunan
rumah terbuat dari batako yang dilapisi semen dan dicat warna hijau. Luas
kamar tidur 1 kurang lebih 2,4x2,3 m2, ruang tamu bergabung dengan
ruang keluarga berukuran 2,1x2 m2 terdapat TV, lemari pakaian, dan
lemari penyimpanan, luas kamar mandi 1,5x1 m2. Pada bagian depan
rumah terdapat teras kecil berukuran 2x2 meter. Lantai rumah sudah
menggunakan keramik dan atap rumah terbuat dari genting tanpa ceiling.
Sistem ventilasi pada rumah Tn. Komarudin hanya pada pintu
depan dan jendela di ruang tamu. Udara masuk hanya melalui pintu depan
rumah ketika pintu dibuka dan jendela. Ventilasi yang ada berasal dari
pintu depan dengan luas 20x12 cm2, dan jendela dengan ukuran 2x1 meter
memberikan jalan untuk cahaya dan udara masuk ke rumah. Penerangan di
dalam rumah Tn. Komarudin terdapat 5 buah lampu bohlam 10 watt pada
setiap ruangan.
Di rumah Tn. Komarudin terdapat fasilitas kamar mandi yang
bedinding semen dan berlantai keramik dengan ukuran 2 x 2 meter.
Terdapat fasilitas jamban kloset jongkok di kamar mandi tersebut untuk
buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB). Air untuk MCK didapat

34
dari air Sanyo, dan sifat airnya jernih, berwarna bening, serta tidak berbau
ketika musim hujan, namun, sedikit keruh dan berbau karat ketika musim
kemarau dan air terasa tawar. Limbah rumah tangga langsung dibuang
pada lubang pipa saluran air kamar mandi.
Selain itu, rumah Tn. Komarudin memiliki dapur berukuran 1,5x1
m2 berdinding dan belum berlantai keramik. Dapur jarang dibersihkan dan
lokasinya berdekatan dengan kamar mandi. Untuk mencuci baju dan
mencuci piring biasa dilakukan di kamar. Di sekitar rumah Tn. Komarudin
tidak tersedia tempat pembuangan sampah sehingga Ny. Sutiha
mengumpulkan sampah di kantong plastik lalu membuangnya di depan
rumah hingga penuh. Jika sudah penuh akan dipindahkan ke lahan kosong
yang kemudian akan dibakar setiap minggunya.

b. Lingkungan Pemukiman
Rumah Tn. Komarudin terletak di pemukiman yang padat
penduduk. Untuk menuju lokasi rumah Tn. Komarudin harus melewati
jalan setapak dari jalan utama Persis di depan rumah terdapat jalan setapak
dan selokan air yang sudah tertutup. Bagian samping kiri, kanan dan
belakang rumah Tn. Komarudin saling berhimpitan dengan rumah warga.

c. Pola Makan
Keluarga Tn. Komarudin memiliki kebiasaan makan 2-3 kali
sehari, tidak menentu. Sehari-hari mereka selalu memasak makanan
sendiri. Tn. Komarudin sering mengonsumsi nasi, sayuran, ikan, tahu,
tempe namun jarang mengonsumsi daging-dagingan, susu, dan buah. Air
minum keluarga berasal dari air rebusan sanyo.

d. Riwayat Obstetri Dan Pola Asuh Anak

Tn. Komarudin dan Ny. Sutiha memiliki seorang anak laki-laki.


Anak tunggalnya kini berusia 3 tahun. Lahir secara normal dibantu oleh
dukun. ASI tidak diberikan secara eksklusif, riwayat imunisasi juga tidak
lengkap. Ny Sutiha merasa anaknya semakin rewel setelah diberi
imunisasi, maka dari itu beliau enggan melanjutkan imunisasi.

e. Kebiasaan Berobat

35
Tn. Komarudin jarang berobat ke fasilitas kesehatan. Apabila
hanya mengalami pusing-pusing atau nyeri kepala beliau hanya
mengonsumsi obat warung, begitu pula dengan Ny. Sutiha dan anaknya.
Tetapi jika tidak membaik menggunakan obat warung barulah berobat ke
puskesmas atau bidan terdekat.

f. Riwayat Penyakit
Tn. Komarudin saat ini tidak memiliki penyakit kronis seperti
jantung dan diabetes ataupun hipertensi. Tidak pula memiliki penyakit
genetik seperti asma. Begitu pula Ny. Sutiha. Anak mereka yang masih
berusia 3 tahun juga tidak memiliki riwayat penyakit.

g. Perilaku dan Aktivitas Sehari-hari


Tn. Komarudin sehari-hari bekerja sebagai buruh, beliau berangkat
di pagi hari dan pulang di sore hari. Selama seminggu Tn. Komarudin
berangkat 4 sampai 5 kali ke pabrik bangunan. Tn. Komarudin tidak
memiliki kebiasaan merokok. Tn. Komarudin maupun Ny Sutiha jarang
melakukan olahraga. Keluarga Tn. Komarudin rata-rata makan 2-3x sehari
dan tidak menentu jamnya. Makanan disiapkan oleh Ny Sutiha yang terdiri
dari makanan pokok berupa nasi, lauk pauk, dan sayuran. Lauk pauk pada
umumnya ialah telur, tahu, dan tempe, sedangkan sayurannya ialah bayam
dan kangkung, namun keluarga Tn. Komarudin jarang mengonsumsi
daging-dagingan, buah-buahan, dan susu. Keluarga Tn. Komarudin minum
dari air rebusan dan memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
setelah BAB, keluarga Tn. Komarudin sering mencuci tangan dengan
sabun dan air yang mengalir sebelum dan sesudah makan. Keluarga ini
memiliki kebiasaan mencuci sayuran dan bahan makanan lain yang perlu
dicuci terlebih dahulu, dengan air mengalir. Kebiasaan mandi dilakukan
rata-rata 2 kali sehari disertai menggosok gigi.

Tabel 1.15 Identifikasi Faktor Internal Keluarga Tn. Komarudin

36
No Kriteria Permasalahan
1 Olahraga Anggota keluarga Tn. Komarudin jarang berolahraga
2 Pola Makan 2-3 kali sehari dengan memasak sendiri,
Makan makanan pokok berupa nasi, lauk pauk seperti tahu,
tempe, telur, sayur bayam dan kangkung. Jarang
mengonsumsi daging-dagingan, buah-buahan, dan susu
3 Merokok Tidak ada
4 Kebersihan Keluarga Tn. Komarudin menggunakan peralatan mandi
bersama
kecuali handuk dan sikat gigi dan mengganti handuk 3
minggu sekali
5 Aktivitas c. Tn. Komarudin dan Ny. Sutiha mendapat penghasilan dari
Sehari-hari hasil kerja Tn. Komarudin sebagai buruh pabrik
d. Keluarga Tn. Komarudin jarang berolahraga
6. Pola Tn. Komarudin, Ny Sutiha beserta anak mereka jarang
Pencarian berobat ke fasilitas kesehatan. Apabila hanya mengalami
Pengobatan pusing- pusing atau nyeri kepala beliau hanya mengonsumsi
obat warung, Tetapi jika tidak membaik menggunakan
obat warung barulah berobat ke puskesmas atau bidan
terdekat.
7. Imunisasi Anak tunggal Tn. Komarudin dan Ny Sutiha tidak dilakukan
imunisasi secara lengkap

Tabel 1.16 Identifikasi Faktor Eksternal Keluarga Tn. Komarudin


No Kriteria Permasalahan
1. Luas Bangunan Luas tanah sekitar 41,7 m2 dan luas bangunan 36 m2
2. Ruangan Rumah tidak bertingkat dimana terdapat 2 kamar tidur, 1
dalam rumah kamar mandi, ruang tamu, ruang keluarga yang terdapat TV,
lemari pakaian, lemari penyimpanan, dan dapur. Seluruh
dinding bangunan rumah terbuat dari batako yang dilapisi
semen dan dicat. Lantai rumah sudah menggunakan keramik
dan atap rumah terbuat dari genting tanpa ceiling
3. Ventilasi Ventilasi yang ada berasal hanya dari pintu depan dan jendela
di ruang tamu
4. Pencahayaan Pencahayaan dirumah ini terdapat 7 buah lampu di dalam
rumah
5. Sumber air Air bersih didapatkan dari air sanyo yang digunakan untuk
mencuci piring, pakaian, dan mandi. Sedangan, untuk minum
dan masak didapatkan dari air galon isi ulang.

No Kriteria Permasalahan
6. Saluran Rumah Tn. Jaiyan langsung membuang limbah rumah tangga

37
pembuangan pada lubang pipa saluran air kamar mandi dan mengalir
limbah langsung ke selokan di belakang rumah.
7. Tempat Keluarga Tn. Jaiyan tidak memiliki tempat
Pembuangan pembuangan sampah di rumahnya, sampah ditumpuk dan
Sampah kemudian jika sudah penuh dibuang dan dibakar di lahan
kosong dekat rumah

1.6 Menentukan Area Masalah


1.6.1 Penjabaran Area Masalah Keluarga Binaan
Dari beberapa rumusan masalah keluarga binaan yang didapat, masalah
terbesar yang menjadi usulan untuk diangkat antara lain:
Masalah Non Medis:
1. Seluruh keluarga binaan tidak melakukan imunisasi dasar lengkap
2. Kurangnya fasilitas pembuangan sampah
3. Seluruh keluarga binaan tidak memiliki kebiasaan berolahraga
rutin
4. Ventilasi dan pencahayaan yang kurang baik pada seluruh rumah
keluarga binaan
5. MCK yang terbatas di beberapa rumah
6. Kebiasaan merokok baik diluar maupun didalam rumah
Masalah medis:
1. Riwayat penyakit ISPA
2. Riwayat penyakit campak

1.6.2 Area Masalah Sebagai Diagnosis Komunitas


Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan area
masalah yaitu metode Delbeq dan metode Delphi. Metode Delbeq adalah
penetapan prioritas masalah dilakukan melalui kesepakatan sekelompok orang
yang tidak sama keahliannya sehingga diperlukan penjelasan terlebih dahulu
untuk meningkatkan pengertian dan pemahaman peserta tanpa mempengaruhi
peserta. Peserta lalu diminta untuk mengemukakan beberapa masalah. Masalah
yang banyak dikemukakan adalah prioritas.

38
Gambar 1.8 Proses Metode Delphi
Metode Delphi adalah suatu metode dimana dalam proses pengambilan
keputusan melibatkan beberapa pakar. Dalam pengambilan sebuah masalah
digunakan Metode Delphi. Metode Delphi merupakan suatu teknik membuat
keputusan yang dibuat oleh suatu kelompok, dimana anggotanya terdiri dari para
ahli atas masalah yang akan diputuskan.
Dari berbagai masalah yang ditemukan pada keluarga binaan,
permasalahan terkait yang diangkat ialah pengetahuan mengenai imunisasi dasar
lengkap. Pengetahuan adalah suatu bidang yang sangat penting akan terbentuknya
kecenderungan berpikir serta tindakan seseorang. Kecenderungan berpikir dan
tindakan seseorang yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Hal ini dibuktikan berdasarkan pengalaman dan
penelitian (Notoatmodjo, 2014)
Maka dapat disimpulkan permasalahan dari keluarga binaan yang diangkat
yaitu “GAMBARAN PENGETAHUAN MENGENAI IMUNISASI DASAR
LENGKAP DI KELUARGA BINAAN DESA KEMUNING RT/RW 10/03,
KECAMATAN KRESEK, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI
BANTEN”.

39
Tabel 1.17 Hasil Pre-Survey
Aspek Baik (%) Buruk (%)
Pengetahuan 40 60
Sikap 10 90
Perilaku 35 65

1.7. Alasan Pemilihan Area Masalah


Pemilihan area masalah ini didasarkan atas metode Delphi dan melalui
berbagai pertimbangan yaitu:
1. Data primer
Dari hasil presurvey dan survey didapatkan masalah pada keluarga binaan
dimana sebagian besar keluarga binaan memiliki pengetahuan yang kurang
baik mengenai imunisasi.
2. Data sekunder
Pada data sekunder ditemukan bahwa cakupan imunisasi di Puskesmas
Kecamatan Kresek tahun 2018 hanya mencakup 77.2 %.
3. Data tersier
Menurut profil Kesehatan RI 2017, cakupan imunisasi dasar lengkap di
Indonesia dalam lima tahun terakhir selalu diatas 85%, namun masih
belum mencapai target RENSTRA Kementrian Kesehatan RI yang
ditentukan. Pada tahun 2017, imunisasi dasar lengkap di Indonesia sebesar
91,12%. Angka ini sedikit dibawah target RENSTRA tahun 2017 sebesar
92%.
4. Data agama
Menurut Huzaemah, ajaran Islam menganut asas lebih baik mencegah dari
pada mengobati. Maka, hukum mencegah penyakit dan penularannya
melalui imunisasi hukumnya wajib, termasuk memelihara kesehatan tubuh.

40
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang


terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2014).

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan


ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2011), pengetahuan adalah sesuatu yang
diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi
berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana
informasi yang tersedia, serta keadaan sosial budaya.

2.1.2 Proses terjadinya Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan mengungkapkan bahwa


sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi
proses sebagai berikut:
1. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (obyek).
2. Merasa (Interest), tertarik terhadap stimulasi atau obyek tersebut disini sikap
obyek mulai timbul.
3. Menimbang-nimbang (Evaluation), terhadap baik dan tidaknya stimulasi
tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Mencoba (Trial), dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki.

41
5. Adaption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.

2.1.3 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2012) pengetahuan yang dicakup dalam domain


kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, pada tingkatan ini reccal (mengingat kembali) terhadap sesuatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang diterima. Oleh
sebab itu tingkatan ini adalah yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar tentang objek yang dilakukan dengan menjelaskan,
menyebutkan contoh dan lain-lain.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip
dan sebagainya dalam kontak atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis ini suatu kemampuan untuk menyusun, dapat
merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan yang
42
telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakuksan penilaian
terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria- kriteria yang telah ada.
Dari teori tingkat pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa
pengetahauan memiliki 6 tingkatan pengetahuan dimana tingkat pengetahuan
tersebut diantaranya tingkat pertama tahu setelah mendapatkan pengetahuan,
tingkat kedua memahami pengetahuan yang didapatkan, tingkat ketiga dapat
mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, tingkat keempat
mampu menjabarkan suatu materi atau menganalisis, tingkat kelima dapat
mensintesis atau menunjukan kemampuan untuk meringkas suatu materi, dan
tingkat pengetahuan yang keenam seseorang mempunyai kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi.

2.1.4 Jenis Pengetahuan


Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan
sangat beraneka ragam. Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Jenis
pengetahuan diantaranya sebagai berikut:
a. Pengetahuan implisit
Pengetahuan implisit adalan pengetahuan yang masih tertanam dalam
bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata,
seperti keyakinan pribadi, persfektif, dan prinsip. Biasanya pengalaman seseorang
sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan
implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
Contoh seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan, namun
ternyata ia merokok.
b. Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan
atau tersimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.
Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan
dengan kesehatan. Contoh seseorang yang telah mengetahui bahaya merokok bagi

43
kesehatan dan ia tidak merokok (Agus, 2013).

2.1.5 Cara Memperoleh Pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal


dari berbagai macam sumber, misalnya: media massa, media elektronik, buku
petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya.
Menurut Notoatmodjo (2012) dari berbagai macam cara yang telah di gunakan
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat
dikelompokkan menjadi dua yakni: Cara tradisional atau non ilmiah
1. Cara tradisional terdiri dari empat cara yaitu:

a. Trial and Error


Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu bila seseorang menghadapi
persoalan atau masalah, upaya yang dilakukan hanya dengan mencoba-coba
saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka
di coba kemungkinan yang lain sampai berhasil. Oleh karena itu cara ini
disebut dengan metode Trial (coba) dan Error (gagal atau salah atau metode
coba salah adalah coba- coba).
b. Kekuasaaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan dan
tradisi yang dilakukan oleh orang, penalaran, dan tradisi-tradisi yang
dilakukan itu baik atau tidak. Kebiasaan ini tidak hanya terjadi pada
masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern.
Kebiasaan-kebiasaan ini seolah-olah diterima dari sumbernya berbagai
kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin-
pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang
pemerintahan dan sebagainya.
c. Berdasarkan pengalaman pribadi
Adapun pepatah mengatakan “Pengalaman adalah guru terbaik.”
Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh
44
kebenaran pengetahuan.
d. Jalan pikiran
Sejalan perkembangan kebudayaan umat kebudayaan umat manusia
cara berpikir umat manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah
mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan
kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menjalankan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi
dan deduksi pada dasarnya adalah cara melahirkan pemikiran secara tidak
langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan.

2. Cara modern atau cara ilmiah


Cara baru memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis
dan ilmiah yang disebut metode ilmiah. Kemudian metode berfikir induktif bahwa
dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi
langsung, membuat catatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang
diamati (Notoatmodjo, 2012).

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi terbagi


atas dua, yaitu faktor internal dan eksternal:
a. Faktor Internal

1. Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang
yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi
kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya,
makin tua seseorang maka makin kondusif dalam menggunakan koping terhadap
masalah yang dihadapi (Azwar, 2009)
Pada penelitian Thomas Armstrong, dikatakan bahwa masa remaja (usia
12- 20 tahun) terjadi serangkaian peristiwa biologis seperti pubertas dimana
terjadi perubahan dalam hal seksual, emosional, sosial budaya, dan spiritual

45
dimana pada masa ini mereka sedang dalam proses pencarian jati diri. Masa
dewasa awal (20-35 tahun) mereka mulai mempunyai tanggung jawab yang harus
diselesaikan seperti dalam hal membangun keluarga atau mendapatkan pekerjaan
tetap. Masa dewasa menengah (35-50 tahun) mereka mulai mengambil masa
istirahat dari tanggung jawab duniawi untuk merenungkan makna kehidupan
mereka lebih dalam lagi.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain
terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami. Pendidikan mempengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut
untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin
banyak pula pengetahuan yang didapat (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan sangat
erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan
pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa seseorang yang
berpendidikan rendah belum tentu berpengetahuan rendah pula (Dewi dan
Wawan, 2011).
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal,
akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non-formal. Pengetahuan
seseorang tentang suatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan
aspek negatif. Kedua aspek inilah akhirnya akan menentukan sikap seseorang
terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui,
maka akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tersebut
(Notoatmodjo, 2012).
Pendidikan dapat dikategorikan dalam beberapa tingkatan diantaranya;
pendidikan dasar yaitu pendidikan minimum yang diwajibkan bagi semua warga
negara meliputi SD dan SMP, pendidikan menengah yaitu jenjang pendidikan
formal setelah pendidikan dasar yang meliputi SMA/Sederajat dan pendidikan
tinggi yaitu jenjang pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang
meliputi perguruan tinggi (akademi dan universitas) (KBBI, 2002).

3. Pekerjaan
Pekerjaan adalah usaha seseorang untuk memperoleh materi sehingga
46
mampu memenuhi kenutuhan sehari hari. Penghasilan yang tendah akan
memperngruhi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi,
pendidikan, dan kebutuhan lainnya (Notoatmodjo, 2003).
Pekerjaan memiliki pengaruh pada pengetahuan seseorang. Lingkungan
pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Contohnya, seseorang yang
mempunyai pekerjaan di bidang kesehatan lingkungan tentunya akan lebih
memahami bagaimana cara menjaga kesehatan dirinya, keluarganya, dan
lingkungannya (Notoatmodjo, 2003).

4. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik
seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap
objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang
membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif (Notoatmodjo,
2007).
Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang (Middle
Brook, 1974) yang dikutip oleh Azwar (2009), mengatakan bahwa tidak adanya
suatu pengalaman sama sekali, suatu objek psikologis cenderung akan bersikap
negatif terhadap objek tersebut.

b. Faktor Eksternal
1. Status Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan primer ataupun sekunder, keluarga dengan


status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding dengan keluarga dengan
status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi kebutuhan akan informasi
sehingga mempengaruhi pengetahuan termasuk kebutuhan sekunder. Status sosial
ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Individu yang berasal dari
keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, dimungkinkan lebih memiliki sikap
positif memandang diri dan masa depannya dibandingkan mereka yang berasal

47
dari keluarga dengan status ekonomi rendah (Notoatmodjo, 2003).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang tentang berbagai hal. Pada penelitian ini menggunakan kategori tingkat
ekonomi berdasarkan angka upah minimal regional (UMR) Kabupaten Tangerang
tahun 2018 sebagai berikut: Baik: ≥ UMR (≥ Rp.3.550.000,00) Buruk: < UMR (<
Rp.3.550.000,00)
2. Informasi

Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai pemberitahuan


seseorang adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan
kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Sebagai sarana
komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan pengetahuan
seseorang (Notoatmodjo, 2007).
Selain itu, peran petugas kesehatan juga sangat penting untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat sehingga dapat timbul perilaku sehat di masyarakat,
termasuk juga disini undang-undang, peraturan peraturan baik dari pusat maupun
pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Dimana, salah satu tugas tenaga
kesehatan adalah memberikan informasi yang akurat dan terkini pada masyarakat
mengenai masalah kesehatan dengan mengadakan penyuluhan kepada masyarakat
di wilayah kerjanya.

3. Sosial Budaya

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran


apakah yang dilakukan baik atau buruk. Sosial termasuk di dalamnya pandangan
agama, kelompok etnis dapat mempengaruhi proses pengetahuan

khususnya dalam penerapan nilai-nilai keagamaan untuk memperkuat


kepribadiannya. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk selalu
menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin berpengaruh dalam
pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
48
4. Lingkungan

Lingkungan memiliki pengaruh dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas


kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya digolongkan
menjadi dua kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan social.
Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya air, udara, tanah,
iklim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil
interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).

2.1.7 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
baik tertutup maupun terbuka menggunakan alat pengumpul data seperti
kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden ke
dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur (Notoadmodjo, 2014).
Untuk penelitian yang bersifat analitik, kategori dari variabel pengetahuan
dapat disederhanakan sesuai dengan pendapat Tawi (2013) yang menyatakan
bahwa "variabel pengetahuan dapat juga dikategorikan menjadi dua kategori
dengan menggunakan metode statistik normatif (umumnya), yaitu dengan
memakai nilai cut of point mean atau median.
a. Cukup > mean/median

b. Kurang < mean/median

2.2 Imunisasi
2.2.1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi
adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes,
2014).

Imunisasi merupakan pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit


dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit

49
yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang (Lisnawati, 2011).
Vaksinasi, yang merupakan imunisasi aktif, ialah suatu tindakan yang dengan
sengaja memberikan paparan antigen dari suatu patogen yang akan menstimulasi
sistem imun dan menimbulkan kekebalan sehingga nantinya anak yang telah
mendapatkan vaksinasi tidak akan sakit jika terpajan oleh antigen serupa. Antigen
yang diberikan dalam vaksinasi dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan sakit, namun dapat memproduksi limfosit yang peka, antibodi,
maupun sel memori. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah
mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah
diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein
rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan
kekebalan spesifik secara akif terhadap penyakit infeksi tertentu (Kemenkes,
2014).

2. 2. 2 Tujuan Imunisasi
1. Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
2. Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh
desa/kelurahan pada tahun 2014.
b. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di
bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2013.
c. Eradikasi polio pada tahun 2015.
d. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.
e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan
limbah medis (safety injection practice and waste disposal
management) (Kemenkes, 2014).

2.2.3. Manfaat Imunisasi


Menurut Proverawati dan Andhini (2010) manfaat imunisasi tidak hanya

50
dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian
akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, tetapi juga dirasakan oleh:
a. Untuk Anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan
cacat atau kematian.
b. Untuk Keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin akan menjalani
masa kanak-kanak yang nyaman. Hal ini mendorong penyiapan keluarga yang
terencana, agar sehat dan berkualitas.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara.

51
2.2.4. Jenis Imunisasi
Imunisasi dapat terjadi secara alamiah dan buatan dimana masing-masing
imunitas tubuh (acquired immunity) dapat diperoleh secara aktif maupun secara
pasif.
2.2.4.1 Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi
antibodi sendiri. Imunisasi aktif merupakan pemberian zat sebagai antigen yang
diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami
reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral
serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka
tubuh secara cepat dapat merespon (Maryunani, 2010).
Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per oral/ melalui mulut.
Terhadap pemberian vaksin tersebut, maka tubuh membuat zat-zat anti terhadap
penyakit bersangkutan (oleh karena itu dinamakan imunisasi aktif, kadar zat-zat
dapat diukur dengan pemeriksaan darah) dan oleh sebab itu menjadi imun
terhadap penyakit tersebut. Jenis imunisasi aktif antara lain vaksin BCG, vaksin
DPT (difteri- pertusis-tetanus), vaksin poliomielitis, vaksin campak, vaksin typus
(typus abdominalis), toxoid tetanus dan lain-lain (Maryunani, 2010).
Namun hanya lima imunisasi (BCG, DPT, Polio, Hepatitis B, Campak)
yang menjadi Program Imunisasi Nasional yang dikenal sebagai Program
Pengembangan Imunisasi (PPI) atau Extended Program on Immunization (EPI)
yang dilaksanakan sejak tahun 1977. PPI merupakan program pemerintah dalam
bidang imunisasi untuk mencapai komitmen internasional yaitu Universal Child
Immunization (Ranuh et.al, 2011).

2.2.4.2 Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah pemberian antibodi kepada resipien, dimaksudkan


untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat
aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibodi yang ditujukan untuk upaya
pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun
virus. Mekanisme kerja antibodi terhadap infeksi bakteri melalui netralisasi

52
toksin, opsonisasi, atau bakteriolisis. Kerja antibodi terhadap infeksi virus melalui
netralisasi virus, pencegahan masuknya virus ke dalam sel dan promosi sel
natural- killer untuk melawan virus. Dengan demikian pemberian antibodi akan
menimbulkan efek proteksi segera. Tetapi karena tidak melibatkan sel memori
dalam sistem imunitas tubuh, proteksinya bersifat sementara selama antibodi
masih aktif di dalam tubuh resipien, dan perlindungannya singkat karena tubuh
tidak membentuk memori terhadap patogen/ antigen spesifiknya (Ranuh et.al,
2011).
Transfer imunitas pasif didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau
serum yang mengandung antibodi tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya
(Ranuh et.al, 2011). Imunisasi pasif dimana zat antinya didapat dari luar tubuh,
misalnya dengan suntik bahan atau serum yang mengandung zat anti. Zat anti ini
didapat oleh anak dari luar dan hanya berlangsung pendek, yaitu 2-3 minggu
karena zat anti seperti ini akan dikeluarkan kembali dari tubuh anak (Maryunani,
2010).

2.2.5 Sasaran Imunisasi

53
Gambar 2.1 Sasaran Imunisasi

2.2.6 Klasifikasi

2.2.7 Penyelenggaraan Imunisasi di Indonesia


Gambar 2.2 Klasifikasi Imunisasi

54
Program Imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan
terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak, Wanita Usia Subur
(WUS) dan ibu hamil. Berdasarkan sifat penyelenggaraannya, imunisasi
dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan. (Kemenkes,
2014).

Gambar 2.3 Skema Jenis Imunisasi Berdasarkan Sifat Penyelenggaraan

2.2.7.1 Imunisasi Wajib


Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi
wajib terdiri atas imunisasi rutin, tambahan dan khusus (Kemenkes, 2014).

A. Imunisasi Rutin (terdiri dari Imunisasi dasar dan Lanjutan)


Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus
menerus harus dilaksanakan pada periode tertentu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi rutin dibagi menjadi: a) Pelayanan
imunisasi di dalam gedung (komponen statis) dilaksanakan di puskesmas,
puskesmas pembantu, rumah sakit atau rumah bersalin, b) Pelayanan imunisasi di
luar gedung dilaksanakan di posyandu, di sekolah, atau melalui kunjungan rumah,
c) Pelayanan imunisasi rutin dapat juga diselenggarakan oleh swasta (seperti
rumah sakit swasta, dokter praktek dan bidan praktek) (Lisnawati, 2011).

a. Imunisasi Dasar
Imunisasi ini diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun. Jenis

55
imunisasi dasar terdiri atas Hepatitis B pada bayi baru lahir, BCG, Difhteria
Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Difteria Pertusis Tetanus-Hepatitis
B-Haemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib), Polio dan Campak (Kemenkes,
2014).

56
57
58
Gambar 2.4 Jenis Imunisasi Dasar

b. Imunisasi Lanjutan

Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi


imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun
(batita), anak usia sekolah, dan Wanita Usia Subur (WUS) termasuk ibu hamil
sehingga dapat mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang

59
masa perlindungan.
Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu
melakukan pelayanan antenatal. Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada
anak usia bawah tiga tahun (batita) terdiri atas Difteria Pertusis Tetanus- Hepatitis
B (DPT-HB) atau Difhteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B- Haemophilus Influenza
type B (DPT-HB-Hib) pada usia 18 bulan dan campak pada usia 24 bulan.
Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi
Anak Sekolah (BIAS) dengan jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak
usia sekolah dasar terdiri atas campak, Difteria Tetanus (DT), dan Tetanus
Difteria (Td). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur
berupa Tetanus Toxoid (Kemenkes, 2013).

60
Gambar 2.5 Jenis Imunisasi Lanjutan

61
B. Imunisasi Tambahan

Imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar


ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini sifatnya
tidak rutin, membutuhkan biaya khusus, kegiatan dilaksanakan dalam suatu
periode tertentu (Lisnawati, 2011).
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah:

1. Backlog fighting

Upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak < 3 tahun

2. Crash program
Wilayah yang membutuhkan intervensi secara cepat untuk mencegah
KLB
3. PIN (Pekan Imunisasi Nasional)

Upaya pemberian imunisasi Polio di Indonesia tanpa


mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya

4. Sub PIN
Hari-hari dimana beberapa provinsi memberikan imunisasi Polio
pada anak-anak
5. Catch up Campaign campak

Upaya pemutusan transmisi penularan virus campak pada anak usia


sekolah dasar

6. Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response


immunization/ ORI)

Salah satu upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa suatu


penyakit dengan pemberian imunisasi.

C. Imunisasi Khusus

62
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk
melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi
tertentu yang dimaksud tersebut antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah
haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan
kondisi kejadian luar biasa (KLB). Jenis imunisasi khusus antara lain terdiri atas
imunisasi Meningitis Meningokokus, imunisasi Yellow Fever (demam kuning),
dan imunisasi Anti Rabies (VAR) (Kemenkes, 2014).

2.2.7.2 Imunisasi Pilihan


Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada
seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dari penyakit menular tertentu. Imunisasi pilihan adalah imunisasi
lain yang tidak termasuk dalam imunisasi wajib, namun penting diberikan pada
bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban penyakit dari masing-
masing penyakit. Jenis imunisasi pilihan dapat berupa imunisasi Haemophilus
Influenza tipe b (Hib), Pneumokokus, Rotavirus, Influenza, Varisela, Measles
Mumps Rubella (MMR), Demam Tifoid, Hepatitis A, Human Papiloma Virus
(HPV), dan Japanese Encephalitis (Kemenkes, 2014).

Gambar 2.6 Jadwal Imunisasi Dasar (untuk bayi 0-11 bulan)

63
Gambar 2.7 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Balita

Gambar 2.8 Jadwal Imunisasi anak Usia 0-18 Tahun

64
Gambar 2.9 Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Sekolah

Gambar 2.10 Jadwal Imunisasi Lanjutan Tetanus Toksoid (TT)

2.3 Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013 tentang


penyelenggaraan imunisasi, pasal 6 dinyatakan imunisasi dasar merupakan
imunisasi yang diberikan kepada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Adapun
jenis imunisasi dasar pada bayi terdiri dari:
2.3.1 Imunisasi Hepatitis B bayi baru lahir

Imunisasi hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan


kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat
merusak hati (Maryunani, 2010). Kini paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap
hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%.
Kementerian kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin hepatitis B-0
monovalen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin
kombinasi DTwP/Hepatitis B pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin hepatitis B
diberikan dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan
meningkatkan cakupan hepatitis B3 yang masih rendah (Ranuh et.al, 2011).
Vaksin hepatitis B harus segera diberikan setelah lahir, mengingat
65
vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk
memutuskan.

Rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya. Vaksin
hepatitis B diberikan sebaiknya 12 jam setelah lahir dengan syarat kondisi bayi
dalam keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung
(Maryunani, 2010). Vaksin diberikan secara intramuskular dalam. Pada neonatus
dan bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa,
diberikan di regio deltoid. Interval antara dosis pertama dan dosis kedua minimal
1 bulan, memperpanjang interval antara dosis pertama dan kedua tidak akan
mempengaruhi imunogenisitas atau titer antibodi sesudah imunisasi selesai.
(Ranuh et.al, 2011).
Untuk ibu dengan HbsAg positif, selain vaksin hepatitis B diberikan juga
hepatitis immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml di sisi tubuh yang berbeda dalam 12 jam
setelah lahir. Sebab, Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) dalam waktu singkat
segera memberikan proteksi meskipun hanya jangka pendek (3-6 bulan)
(Cahyono, 2010).
Bila sesudah dosis pertama, imunisasi terputus, segera berikan imunisasi
kedua, sedangkan imunisasi ketiga diberikan dengan jarak terpendek 2 bulan dari
imunisasi kedua. Bila dosis ketiga terlambat, diberikan segera setelah
memungkinkan. Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang
ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan
untuk 1-2 hari (Ranuh et.al, 2011).

2.3.2 Imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG)

Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap


penyakit tuberkulosis (TBC) pada anak (Proverawati dan Andhini, 2010). Bacille
Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin hidup yang dibuat dari myobacterium
bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak
virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG berisi suspensi
Myobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan. Vaksinasi BCG tidak
mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi resiko terjadi tuberkulosis berat

66
seperti meningitis TB dan tuberkulosis milier (Ranuh et.al, 2011).
Vaksin BCG diberikan pada umur < 2 bulan, Kementerian Kesehatan
menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur 1 bulan dan sebaiknya pada
anak dengan uji Mantoux (Tuberkulin) negatif. Imunisasi BCG ulangan tidak
dianjurkan. Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikan. Efek proteksi
bervariasi antara 0-80 %, berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu vaksin
yang dipakai, lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor pejamu (umur,
keadaan gizi dan lain-lain) (Ranuh et.al, 2011).
Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikkan vaksin BCG
harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,55 cc untuk bayi kurang dari 1 tahun dan
0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Pemberian imunisasi ini dilakukan secara
Intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikkan kedalam lapisan kulit dengan
penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat
dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10
mm, ukuran 26) (Proverawati dan Andhini, 2010).
Imunisasi BCG tidak boleh digunakan pada orang yang reaksi uji
tuberkulin >5 mm, menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat imuno-supresif,
mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai sumsum tulang
atau sistem limfe, menderita gizi buruk, menderita demam tinggi, menderita
infeksi kulit yang luas, pernah sakit tuberkolusis, dan kehamilan (Ranuh et.al,
2011).
Efek samping reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG yaitu
setelah 1- 2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan
ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka.
Luka tidak perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengan
sendirinya secara spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak
atau leher. Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan
demam (Proverawati dan Andhini, 2010).

2.3.3 Imunisasi Diphteria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau


Diphteria Pertusis Tetanus- Hepatitis B-Hemophilus influenza type B (DPT-

67
HB-HiB)
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspense homogeny yang berisikan difteri
murni, toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B
(HBsAg) murni yang tidak infeksius dan komponen Hib sebagai vaksin
bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida Haemophillus influenza tipe b (Hib)
tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus (Kemenkes,
2013).
Vaksin ini digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis
(batuk rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus influenza tipe b secara
simultan. Strategic Advisory Group of Expert on Immunization (SAGE)
merekomendasikan vaksin Hib dikombinasi dengan DPT-HB menjadi vaksin
pentavalent (DPT-HB- Hib) untuk mengurangi jumlah suntikan pada bayi.
Penggabungan berbagai antigen menjadi satu suntikan telah dibuktikan melalui uji
klinik, bahwa kombinasi tersebut secara materi tidak akan mengurangi keamanan
dan tingkat perlindungan (Kemenkes, 2013).
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib diberikan sebanyak 3 (tiga) kali pada
usia 2, 3 dan 4 bulan. Pada tahap awal hanya diberikan pada bayi yang belum
pernah mendapatkan imunisasi DPT-HB. Apabila sudah pernah mendapatkan
imunisasi DPT-HB dosis pertama atau kedua, tetap dilanjutkan dengan pemberian
imunisasi DPT-HB sampai dengan dosis ketiga. Untuk mempertahankan tingkat
kekebalan dibutuhkan imunisasi lanjutan kepada anak batita sebanyak satu dosis
pada usia 18 bulan.
Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda secara
bermakna dengan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib yang diberikan secara
terpisah. Untuk DPT, beberapa reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan
kemerahan pada lokasi suntikan disertai demam dapat timbul. Vaksin hepatitis B
dan vaksin Hib dapat ditoleransi dengan baik. Reaksi lokal dapat terjadi dalam 24
jam setelah vaksinasi dimana penerima vaksin dapat merasakan nyeri pada
lokasi penyuntikkan. Reaksi ini biasanya bersifat ringan dan sementara, pada
umumnya akan sembuh dengan sendirinya dan tidak memerlukan tindakan medis
lebih lanjut. Terdapat beberapa kontraindikasi terhadap dosis pertama DPT,
kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius

68
lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini
vaksin tidak boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus
diberikan sebagai pengganti DPT, vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan secara
terpisah.

Vaksin tidak boleh diberikan pada anak dengan riwayat alergi berat dan
ensefalopalopati pada pemberian vaksin sebelumnya. Keadaan lain yang perlu
mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada pemberian vaksin sebelumnya.
Keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah bila pada
pemberian pertama dijumpai riwayat demam tinggi, respon dan gerak yang
kurang (hipotonik- hiporesponsif) dalam 48 jam, anak menangis terus selama 2
jam, dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DPT. Pemberian vaksin
sebaiknya ditunda pada orang yang berpenyakit infeksi akut. Vaksin DPT, baik
bentuk DtaP maupun DTwP, tidak diberikan pada anak kurang dari usia 6
minggu. Sebab, respons terhadap pertusis dianggap tidak optimal. Vaksin pertusis
tidak boleh diberikan pada wanita hamil (Cahyono, 2010).

2.3.4 Imunisasi Polio

Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit


poliomielitis. Vaksin polio telah dikenalkan sejak tahun 1950, Inactivated (Salk)
Poliovirus Vaccine (IPV) mendapat lisensi pada tahun 1955 dan langsung
digunakan secara luas. Pada tahun 1963, mulai digunakan trivalen virus polio
secara oral (OPV) secara luas. Enhanced potency IPV yang menggunakan
molekul yang lebih besar dan menimbulkan kadar antibodi lebih tinggi mulai
digunakan tahun 1988. Perbedaan kedua vaksin ini adalah IPV merupakan virus
yang sudah mati dengan formaldehid, sedangkan OPV adalah virus yang masih
hidup dan mempunyai kemampuan enterovirulen, tetapi tidak bersifat patogen
karena sifat neurovirulensinya sudah hilang (Ranuh et.al, 2011).
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah

69
imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat
meninggalkan SD (12 tahun). Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
langsung kemulut anak. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru (Proverawati dan Andhini, 2010). Dosis pertama dan kedua
diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga
dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibodi sampai pada
tingkat yang tertinggi (Lisnawati, 2011).
Pemberian imunisasi polio tidak boleh dilakukan pada orang yang
menderita defisiensi imunitas. Tidak ada efek yang berbahaya yang ditimbulkan
akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun, jika ada keraguan,
misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah
sembuh. (Proverawati dan Andhini, 2010). Vaksinasi polio tidak dianjurkan
diberikan pada keadaan ketika seseorang sedang demam (>38,5°C), obat penurun
daya tahan tubuh, kanker, penderita HIV, Ibu hamil trimester pertama, dan alergi
pada vaksin polio. Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah
pemberian vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat
menimbulkan gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot (Cahyono, 2010).
2.3.5 Imunisasi Campak

Imunisasi campak ditujukan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap


penyakit campak. pemberian vaksin campak diberikan 1 kali pada umur 9 bulan
secara subkutan walaupun demikian dapat diberikan secara intramuskuler dengan
dosis sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya imunisasi campak dosis kedua diberikan pada
program school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah
SD kelas 1 dalam program BIAS (Ranuh et.al, 2011).
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif, dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal
(berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah
bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapatkan imunisasi kedua
sehingga merekalah yang menjadi target utama pemberian imunisasi campak.
Kadar antibodi campak tidak dapat dipertahankan sampai anak menjadi dewasa.
Pada usia 5-7 tahun, sebanyak 29,3% anak pernah menderita campak walaupun
pernah diimunisasi. Sedangkan kelompok 10-12 tahun hanya 50% diantaranya

70
yang mempunyai titer antibodi di atas ambang pencegahan. Berarti, anak usia
sekolah separuhnya rentan terhadap campak dan imunisasi campak satu kali saat
berumur 9 bulan tidak dapat memberi perlindungan jangka panjang (Cahyono,
2010).

Efek samping yang timbul dari imunisasi campak seperti demam lebih dari
39,5°C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6
sesudah imunisasi dan berlangsung selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5%
resipian timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4
hari. Hal ini sukar dibedakan dengan akibat imunisasi yang terjadi jika seseorang
telah memperoleh imunisasi pada saat inkubasi penyakit alami. Terjadinya kejang
demam, reaksi berat jika ditemukan gangguan fungsi sistem saraf pusat seperti
ensefalitis dan ensefalopati pasca imunisasi. Diperkirakan risiko terjadinya kedua
efek samping tersebut 30 hari sesudah imunisasi sebanyak 1 diantara 1 milyar
dosis vaksin (Ranuh et.al, 2011).
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, pasien TB yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ,
mereka yang mendapat pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak
immunocompromised yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa
immunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat
imunisasi campak (Ranuh et.al, 2011).

2.4 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap

Sesuai dengan Permenkes Nomor 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan


Imunisasi, jadwal pemberian imunisasi dasar pada bayi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi Usia (0-11 bulan)

71
2.5 Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)

Secara umum tujuan kegiatan imunisasi sesuai dengan Progam


Pengembangan Imunisasi (PPI) yang mulai dilaksanakan di Indonesia pada tahun
1977 berfokus pada pencegahan penularan terhadap beberapa PD3I yaitu
Hepatitis B, Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio serta Campak.

2.5.1 Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), suatu anggota
family Hepadnavirus, suatu virus DNA yang berlapis ganda, berbentuk bulat dan
dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang pada sebagian kecil
kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati (hati mengeras dan mengecil) atau
kanker hati (Cahyono, 2010).
Gejala dan tanda infeksi VHB tergantung pada perjalanan klinisnya,
apakah dalam keadaan akut, kronis, atau sudah dalam keadaan sirosis atau kanker
hati. Pada keadaan akut, keluhan yang dirasakan pasien adalah berupa lemas,
mual, mata kuning, demam, kencing seperti air teh. Sementara pada hepatitis B
kronis, biasanya pasien hanya mengeluh mudah lelah dan lesu. Sementara pada
keadaan sirosis, pasien mengeluh perut bengkak (rongga perut terisi air), mata
kuning, lesu dan sebagainya. Bila hepatitis B kronis telah menjadi kanker hati,
keluhan yang dirasakan pasien adalah perut sebelah kanan atas membesar dan
mengeras. Jika demikian keadaannya, biasanya pasien yang menderita kanker hati
tidak akan bertahan sampai satu tahun (Cahyono, 2010).

72
Proses penularan virus ini dapat melalui dua cara yaitu dengan penularan
vertikal dan penularan horizontal. penularan vertikal terjadi dari ibu yang
mengidap virus hepatitis B kepada bayi yang dilahirkan, yaitu pada saat
persalinan atau segera setelah persalinan. Di indonesia, cara penularan ini yang
paling banyak terjadi. Sedangkan penularan horizontal dapat terjadi akibat
penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk jarum, transfusi darah,
penggunaan pisau cukur, dan sikat gigi secara bersama-sama serta hubungan
seksual dengan penderita. Cara penularan ini biasanya terjadi pada orang dewasa
(Cahyono, 2010).

2.5.2 Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Tuberkulosis paling
sering mengenai paru-paru tetapi dapat juga mengenai organ lainnya seperti
selaput otak, tulang, kelenjar superfisialis dan lain-lain. Beberapa minggu (2-12
minggu) setelah infeksi Mycobacterium tuuberculosis terjadi respon imunitas
selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin (Ranuh et.al, 2011).
Gejala umum TB pada orang dewasa adalah batuk yang terus-menerus
selama 2-3 minggu atau lebih, batuk berdahak kadang berdarah, nyeri dada,
penurunan berat badan, demam, menggigil, berkeringat malam hari, kelelahan,
dan kehilangan selera makan. Bakteri ini biasanya menyerang orang lain,
misalnya ginjal, tulang belakang, otak, kelenjar, dan sebagainya. Pada anak-anak
gejala tuberkulosis paru berbeda dengan orang dewasa, keluhan yang sering
dijumpai adalah anak tidak mau makan, berat badan jauh di bawah rata-rata anak
seumurnya. Penderita yang sudah positif menderita tuberkulosis diobati melalui
Program Nasional Penanggulangan TBC (Strategi DOTS). Penderita harus
mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberkulosis) minimal 6 bulan. (Cahyono, 2010).

2.5.3 Difteri

Difteri adalah penyakit menular akut pada tonsil, faring, hidung, laring,
selaput mukosa, kulit dan terkadang konjungtiva serta vagina. Penyakit ini dapat

73
menyerang seluruh lapisan usia, tetapi lebih sering pada anak-anak, terutama pada
anak yang tidak mempunyai kekebalan terhadap bakteri penyebab difteri. Difteri
merupakan penyakit yang mengancam jiwa. Difteri disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphteriae. Tingkat kematian akibat penyakit ini paling tinggi di
kalangan bayi dan orang tua, kematian biasanya terjadi pada tiga sampai empat
hari pertama timbulnya penyakit (Cahyono, 2010).
Sumber utama penularan penyakit ini adalah manusia. Penularan terjadi
melalui udara pernapasan saat kontak langsung dengan penderita atau pembawa
(carrier) kuman. Seorang penderita difteri dapat menularkan penyakit sejak hari
pertama sakit sampai 4 minggu atau sampai tidak ditemukan lagi bakteri pada lesi
yang ada. Seorang pembawa (carrier) kuman dapat menularkan penyakit sampai
6 bulan (Cahyono, 2010). Seseorang yang sembuh dari penyakit difteri tidak
selalu mempunyai kekebalan seumur hidup. Pencegahan yang paling efektif
dilakukan melalui vaksinasi (Cahyono, 2010).

2.5.4 Pertusis

Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi akut berupa batuk yang
sangat berat (batuk seratus hari). Penyakit ini menyerang mulut, hidung, dan
tenggorokan. Pertusis merupakan penyakit yang sangat menular dan dapat
menyerang semua golongan umur, makin muda usia terkena pertusis, makin
berbahaya. Kasus terbanyak terjadi pada anak umur 1 tahun. Pertusis disebabkan
oleh bakteri Bordetella pertusis (Cahyono, 2010). Sebelum ditemukan vaksinnya,
pertusis merupakan penyakit tersering yang menyerang anak dan merupakan
penyebab utama kematian (diperkirakan sekitar 300.000 kematian terjadi setiap
tahun) (Ranuh et.al, 2011).
Pertusis menular melalui udara pernapasan, yaitu percikan air ludah.
Seorang penderita menjadi infeksius sampai 3 minggu setelah serangan batuk
dimulai. Gejala akan mulai timbul 3-12 hari setelah bakteri masuk ke dalam
tubuh. Infeksi berlangsung selama 6 minggu dan berkembang melalui 3 tahapan,
biasanya gejala dimulai dengan batuk dan pilek ringan selama 1-2 minggu
(stadium kataral). Kemudian, diikuti dengan masa jeda batuk (stadium
paroksismal), disini timbul 5- 15 kali batuk diikuti dengan menghirup napas

74
bernada tinggi. Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya
muntah. Tahap terakhir gejala pertusis disebut dengan tahap konvalesen, yang
ditandai dengan batuk dan muntah semakin berkurang, anak tampak merasa lebih
baik. Kadang-kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan biasanya akibat iritasi
saluran pernapasan (Cahyono, 2010).
Pengobatan pertusis secara kausal dapat dilakukan dengan antibiotik
khususnya eritromisin, dan pengobatan suportif terhadap gejala batuk yang berat.
Pemberian pengobatan eritromisin untuk pencegahan pada kontak pertusis dapat
dilakukan untuk mengurangi penularan (Ranuh et.al. 2011). Tindakan pencegahan
yang paling efektif adalah dengan membentuk kekebalan tubuh terhadap bakteri
pertusis melalui vaksinasi (Cahyono, 2010).

2.5.5 Tetanus

Tetanus adalah penyakit akut, bersifat fatal, gejala klinis disebabkan oleh
eksotoksin yang diproduksi Clostridium tetani. Bakteri ini tersebar di seluruh
dunia menyerang bayi, anak-anak dan remaja terutama yang tidak memperoleh
perlindungan vaksinasi. Tetanus, terutama Tetanus Neonatorum, sampai saat ini
masih menjadi masalah kesehatan yang serius. Sebab, tetanus menjadi penyebab
8%-69% dari kematian bayi baru lahir (menjadi penyebab kematian utama
terutama di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia) (Cahyono,
2010).
Clostridium tetani masuk kedalam tubuh manusia melalui luka, misalnya
luka tusuk, luka robek, luka tembak, luka bakar, luka gigit, luka suntikan, infeksi
telinga, rahim sesudah persalinan atau keguguran, pemotongan tali pusat yang
tidak steril (sebagai penyebab utama Tetanus Neonatarum) (Cahyono, 2010).
Pasien tetanus mudah sekali mengalami kejang, terutama apabila mendapatkan
rangsangan seperti suara berisik, terkejut, sinar dan sebagainya. Tetanus pada bayi
baru lahir disebut Tetanus Neonatorum, yang penularannya terjadi pada saat
pemotongan tali pusat yang dilakukan secara tidak steril. Tetanus Neonatorum

75
lebih mudah terjadi bila bayi tidak mendapat imunisasi pasif atau bila pada saat
ibunya hamil tidak pernah mendapat imunisasi (Cahyono, 2010).
Pencegahan tetanus dilakukan melalui upaya sterilitas alat, misalnya saat
memotong tali pusat, pembersihan dan perawatan luka dan segera mengobati luka
infeksi. Tetapi, upaya pencegahan paling efektif adalah melalui imunisasi pasif
dan aktif (Cahyono, 2010).

2.5.6 Polio (Poliomielitis)


Poliomielitis atau polio adalah suatu penyakit demam akut yang
disebabkan virus polio. Kerusakan pada motor neuron medula spinalis dapat
mengakibatkan kelumpuhan yang bersifat flaccid, sehingga nama lain dari
poliomielitis adalah infantile paralysis, acute anterior poliomyelitis. Respons
terhadap infeksi virus polio sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala sampai
adanya gejala kelumpuhan total dan antropi otot, pada umumnya mengenai
tungkai bawah dan bersifat asimetris, dan dapat menetap selamanya bahkan
sampai dengan kematian. Masa inkubasi poliomielitis berlangsung 6-20 hari
dengan kisaran 3-35 hari (Ranuh et.al, 2011).
Penyakit ini ditularkan orang ke orang melalui fekal-oral. Gaya hidup
dengan sanitasi yang kurang akan meningkatkan kemungkinan terserang
poliomielitis. Kebanyakan poliomielitis tidak menunjukkan gejala apapun. Infeksi
semakin parah jika virus masuk dalam sistem aliran darah. Kurang dari 1% virus
masuk pada sistem saraf pusat, akan tetapi virus lebih menyerang dan
menghancurkan sistem saraf motorik, hal ini menimbulkan kelemahan otot dan
kelumpuhan. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-
otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera ditangani (Proverawati dan Andhini,
2010). Cara pencegahan penyakit polio yang harus dilakukan pertama yakni
peningkatan higiene, karena penyakit polio ditularkan per oral melalui makanan
dan minuman yang tercemar oleh kotoran manusia yang mengandung virus, maka
higiene makanan/minuman sangat penting (Ranuh et.al, 2011). Pencegahan
yang paling efektif terhadap penyakit poliomielitis adalah dengan pemberian
vaksin (Cahyono, 2010).

76
2.5.7 Campak
Penyakit campak (rubeola atau measles) adalah penyakit infeksi yang
sangat mudah menular, yaitu kurang dari 4 hari pertama sejak munculnya ruam.
Penyebab pasti dari penyakit campak adalah virus campak (Radji, 2015). Campak
merupakan penyebab kematian bayi umur kurang 12 bulan dan anak usia 1-4
tahun. Diperkirakan 30.000 per tahun anak Indonesia meninggal akibat
komplikasi campak. Campak berpotensi menyebabkan kejadian luar biasa atau
pandemik (Cahyono, 2010).
Penularan penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui udara atau
semburan ludah (droplet) yang terisap lewat hidung atau mulut. Penularan terjadi
pada masa fase kedua hingga 1-2 hari setelah bercak merah timbul (Cahyono,
2010). Gejala klinis seperti demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai
hari kelima atau keenam pada puncak timbulnya ruam. Ruam awal pada 24
sampai 48 jam pertama diikuti dengan turunnya suhu tubuh sampai normal selama
periode satu hari dan kemudian diikuti dengan kenaikan suhu tubuh yang cepat
mencapai 40°C pada waktu ruam sudah timbul diseluruh tubuh. Gejala awal
lainnya yang sering ditemukan adalah batuk, pilek, mata merah selanjutnya dicari
Koplik’s spot. Dua hari sebelum ruam timbul, gejala Koplik’s spot yang
merupakan tanda pathognomonis dari penyakit campak, dapat dideteksi (Ranuh
et.al. 2011). Pencegahan penyakit campak ini dapat dilakukan dengan cara
menghindari kontak dengan penderita, meningkatkan daya tahan tubuh dan
vaksinasi campak (Cahyono, 2010).

2.6 Imunisasi dalam Islam

Dasar Hukum Imunisasi (Pencegahan terhadap Penyakit) Perintah


Rasulullah SAW sebagai berikut, "Jaga dan perhatikanlah lima hal sebelum
datang lima hal yang lainnya. Hidup sebelum ajal, sehat sebelum sakit, muda
sebelum tua, lapang sebelum sempit, kaya sebelum miskin."
Menurut Huzaemah, ajaran Islam menganut asas lebih baik mencegah dari
pada mengobati. Dengan demikian, hukum pencegahan terhadap suatu penyakit
atau penularannya melalui imunisasi hukumnya wajib karena termasuk

77
memelihara jiwa. "Imunisasi terhadap bayi dianjurkan oleh Nabi Muhammad
SAW dalam hadits agar manusia berobat dari penyakitnya," imunisasi pertama
pada anak adalah air susu ibu (ASI). Pada ASI terkandung zat-zat yang
dibutuhkan anak untuk kekebalan tubuhnya. Sementara, untuk penggunaan vaksin
polio khusus dan vaksin polio oral dibolehkan karena darurat. Penggunaan vaksin
itu dibolehkan selama belum ditemukan bahan pembuatan vaksin yang halal.
Tujuannya demi mencegah munculnya bahaya yang lebih besar.
Berdasarkan surat Menteri Kesehatan RI Nomor:
1192/MENKES/IX/2002, tanggal 24 September 2002, serta penjelasan Direktur
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman Departemen Kesehatan, Direktur Bio Farma, Badan POM, LP POM-
MUI, pada rapat Komisi Fatwa, Selasa, 1 Sya’ban 1423 / 8 Oktober 2002; dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Pemerintah saat ini sedang berupaya melakukan pembasmian penyakit
polio dari masyarakat secara serentak dengan cara pemberian dua tetes
vaksin Polio oral (melalui saluran pencernaan).
b. Penyakit (virus) Polio, jika tidak ditanggulangi, akan menyebabkan cacat
fisik (kaki pincang) pada mereka yang menderitanya.
c. Terdapat sejumlah anak balita yang menderita immunocompromise
(kelainan sistem kekebalan tubuh) yang memerlukan vaksin khusus yang
diberikan secara injeksi (vaksin jenis suntik).
d. Jika anak-anak yang menderita immunocompromise tersebut tidak
diimunisasi maka mereka akan menderita penyakit Polio serta sangat
dikhawatirkan pula mereka akan menjadi sumber penyebaran virus.
e. Vaksin khusus tersebut (IPV) hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi

f. Perlu diketahui juga bahwa di Saudi Arabia sendiri untuk pendaftaran haji
melalui hamlah (travel) diwajibkan bagi setiap penduduk asli maupun
pendatang untuk memenuhi syarat tath’im (vaksinasi) karena banyaknya
wabah yang tersebar saat haji nantinya. Syarat inilah yang harus dipenuhi
sebelum calon haji dari Saudi mendapatkan tashrih atau izin berhaji yang
keluar lima tahun sekali (Sahaly, 2016).

78
ْ َ‫لعبَا َد ِة اَلتَّحْ ِر ْي ُم َو ْالب‬
َ ‫ط ُل إِالَّ َما َجا َء بِ ِه ال َّد لِ ْي ِل ع‬
‫َلى اَ َوا ِم ِر ِه‬ ِ ‫األَصْ ُل فِى ْا‬
Artinya: “Pada dasarnya segala sesuatu dan perbuatannya adalah mubah,
kecuali ada dalil yang menunjukkan kehamaramannya”

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah–langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-
Baqarah: 168)

‫ض َعافًا خَ افُوا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّقُوا هَّللا َ َو ْليَقُولُوا‬


ِ ً‫ش الَّ ِذينَ لَوْ تَ َر ُكوا ِم ْن خ َْلفِ ِه ْم ُذرِّ يَّة‬
َ ‫َو ْليَ ْخ‬
‫قَوْ اًل َس ِديدًا‬
Artinya:
”Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)-nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. An-
Nisa (4):9).

Pada ayat ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi, kurang stabilnya


kondisi kesehatan fisik dan kelemahan intelegensi anak sebagai akibat dari kurang
tanggung jawab kedua orang tuanya. Maka di sinilah peranan imunisasi, agar tidak
berdosa di kemudian hari bila meninggalkan keturunannya.

Kita wajib taat kepada pemerintah baik dalam hal yang sesuai dengan
syari’at maupun yang mubah, misalnya taat terhadap lampu lalu lintas dan aturan
di jalan raya. Jika tidak, maka kita berdosa.

“Mendengar dan taatlah kalian (kepada pemerintah kalian), kecuali bila


kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian' memiliki buktinya di hadapan
79
Allah.” [HR. Bukhari dan Muslim] (Sahaly, 2016).

FATWA TENTANG IMUNISASI

Pertama: Ketentuan Umum Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

1. Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh


terhadap penyakit tertentu dengan cara memasukkan vaksin.

2. Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme


yang sudah mati atau masih hidup tetapi dilemahkan, masih utuh atau
bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi
toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lain, yang
bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit tertentu

3. Al – Darurat adalah kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi


dapat mengancam jiwa manusia.

4. Al – Hajat adalah kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi


maka akan dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada
seseorang.

Kedua: Ketentuan Hukum

1. Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk


mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu
penyakit tertentu.

2. Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci.

3. Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis


hukumnya haram.

4. Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan


kecuali: a. digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat; b. belum
ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci; dan c. adanya keterangan
80
tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang
halal.

5. Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan


kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa,
berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka
imunisasi hukumnya wajib.

6. Imunisasi tidak boleh dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang


kompeten dan dipercaya, menimbulkan dampak yang membahayakan
(dlarar).

REKOMENDASI

1. Pemerintah wajib menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat, baik


melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.

2. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan


imunisasi bagi masyarakat.

3. Pemerintah wajib segera mengimplementasikan keharusan sertifikasi halal


seluruh vaksin, termasuk meminta produsen untuk segera mengajukan
sertifikasi produk vaksin.

4. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal.

5. Produsen vaksin wajib mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan.

6. Pemerintah bersama tokoh agama dan masyarakat wajib melakukan


sosialisasi pelaksanaan imunisasi. Orang tua dan masyarakat wajib
berpartisipasi menjaga kesehatan, termasuk dengan memberikan dukungan
pelaksanaan imunisasi.

81
82
2.7. Kerangka Teori

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada teori


pengetahuan Notoatmodjo, yang menyatakan bahwa pengetahuan dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal, yaitu:
Gambar 2.11 Kerangka Teori

Sumber: Notoadmodjo, 2007

2.8. Kerangka Konsep


Berdasarkan buku Notoatmodjo tahun 2012 berjudul “Metodologi
Penelitian Kesehatan,” kerangka konsep dibuat dengan menghubungkan variabel
independen dari kerangka teori yang relevan dengan “Gambaran Pengetahuan
mengenai Imunisasi Dasar pada Keluarga Binaan di RT 10/RW 03, Desa
Kemuning, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten”.
Gambar 2.12 Kerangka Konsep

Usia 2.9. Pengetahuan mengenai


Definisi Imunisasi Dasar pada Keluarga
Pendidikan
Binaan Desa Kemuning RT
Pekerjaan 10/RW 03, Kecamatan Kresek

Pengalaman

Status Ekonomi
83
Informasi

Lingkungan
Sosial Budaya

Operasional

Alat Cara
No Variabel Definisi operasional Hasil Ukur Skala
ukur Ukur
1 Pengetahu Wawasan mengenai Kuesio Wawan a. Baik: nilai ≥ Nomin
an imunisasi anak terutama 5 ner cara 70 al
mengenai imunisasi dasar disertai b. Buruk: nilai <
imunisasi manfaatnya, definisi, 70
waktu pemberian (Arikunto,
imunisasi, banyak 2014)
pemberian imunisasi.
penyakit yang timbul jika
tidak imunisasi, penyakit
yang dapat dicegah
dengan imunisasi
2 Tingkat Tingkat Pendidikan Kuesio Wawan a. Tinggi: Ordina
Pendidika terakhir yang ner cara Perguruan l
n mendapatkan ijazah tinggi
b. Sedang:
SMP- SMA
c. Rendah: Tidak
sekolah–SD
3 Informasi Pemberitahuan seseorang Kuesio Wawan a. Media Cetak Nomin
adanya informasi baru ner cara b. Media al
mengenai suatu hal Elektronik
memberikan landasan
kognitif baru bagi
terbentuknya
pengetahuan mengenai
imunisasi dasar yang
didapatkan dari media
cetak dan atau media
elektronik
4 Tingkat Jumlah pendapatan Kuisio Wawan a. Penghasilan Nomin
Ekonomi keseluruhan yang diterima ner cara tinggi: al
oleh keluarga binaan  2.267.990
perbulan diukur dari b. Penghasilan

84
UMR Kabupaten rendah:
Tangerang (Rp.  2.267.990
2.267.990)
5 Usia Lama waktu hidup atau Kuesio Wawan a. Masa remaja Ordina
Akhir = 12 –
ada (sejak dilahirkan atau ner cara 19 tahun. l
diadakan) b. Masa
dewasa
Awal = 20-
35 tahun

c. Masa
dewasa
Akhir =
36- 50
tahun.
6. Sosial Kebiasaan dan tradisi Kuesio Wawan a. Mendukung Nomin
Budaya yang dilakukan orang- ner cara (skor jawaban al
orang tanpa melalui benar  3)
penalaran apakah yang b. Tidak
dilakukan baik atau mendukung
buruk. (skor jawaban
benar < 3)
7.Lingkunga Pemberian informasi Kuisio Wawan a. Ya: nilai ≥ 70 Nomin
n mengenai imunisasi dasar ner cara b. Tidak: nilai < al
lengkap yang didapatkan 70
dari tenaga kesehatan dan (Arikunto, 2014)
warga sekitar
8.Pengalam Kejadian yang pernah Kuisio Wawan a. Ya: nilai ≥ 70 Nomin
an dialami oleh keluarga ner cara b. Tidak: nilai < al
binaan akibat tidak 70
mendapatkan imunisasi (Arikunto, 2014)
dasar lengkap
9.Pekerjaan Usaha seseorang untuk Kuisio Wawan a. Bekerja: nilai ≥ Nomin
memperoleh materi ner cara 70 al

sehingga mampu b. Tidak Bekerja:


nilai < 70
memenuhi kebutuhan
(Arikunto, 2014)
sehari hari
85
86
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan analisis


univariat. Penelitian dengan metode deskriptif merupakan metode penelitian yang
digunakan untuk menggambarkan masalah yang terjadi pada masa sekarang atau
yang sedang berlangsung (Uddin, 2009). Penelitian ini akan mendeskripsikan
masalah yang terjadi pada kelima keluarga binaan di RT 10/RW 03, Desa Kemuning,
Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

3.2. Populasi Pengumpulan Data

Populasi dalam penelitian ini adalah lima keluarga binaan di RT 10/RW 03,
Desa Kemuning, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.

3.3. Sampel Pengumpulan Data

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut yang masuk dalam kriteria inklusi (Sugiyono, 2009). Dalam
penelitian ini yang menjadi sampel adalah anggota keluarga dari kelima keluarga
binaan di RT 10/RW 03, Desa Kemuning, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang,
Provinsi Banten yang berjumlah 20 orang yang terdiri dari 4 orang keluarga Tn.
Jamar, 4 orang keluarga Tn. Santani, 5 orang keluarga Tn. Jaiyan, 4 orang keluarga
Tn. Jakarsih, 3 orang keluarga Tn. Komurudin. Sampel pada penelitian ini diambil
langsung dari kuisioner dan wawancara terpimpin pada keluarga binaan dengan

87
teknik pengambilan total sampling yaitu pengambilan sampel dimana jumlah sampel
sama dengan populasi (Sugiyono, 2009).

Adapun kriteria inklusi sampel adalah sebagai berikut:


1) Bersedia untuk menjadi responden
2) Merupakan anggota keluarga binaan
3) Anggota keluarga binaan yang memiliki anak balita
4) Usia 18-50 tahun
5) Sehat jasmani dan rohani
6) Dapat berkomunikasi dengan baik

Kriteria eksklusi sampel sebagai berikut:


1) Tidak bersedia untuk menjadi responden
2) Tidak memiliki balita dalam keluarga

3.4. Jenis dan Sumber Data


3.4.1. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif pada penelitian ini adalah pendidikan terakhir,
pengetahuan, informasi, usia dan sosial budaya. Sedangkan data kualitatif pada
penelitian ini adalah analisa terhadap akar penyebab masalah pada keluarga binaan.

3.4.2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari
kuesioner survey yang ditentukan berdasarkan definisi operasional. Selain itu
digunakan pula data sekunder yang didapatkan dari laporan kinerja Puskesmas
Kecamatan Kresek.

88
3.5. Penentuan Instrumen

Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner yang diberikan
kepada kelima keluarga binaan. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data
adalah wawancara dengan mengunakan instrumen kuesioner sebagai alat bantu
mengumpulkan data.

3.6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di Desa Kemuning RT 10/ RW 03, Kecamatan


Kresek, Kabupaten Tangerang. Pengumpulan data ini dilakukan pada tanggal 24-28
Desember 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terpimpin
menggunakan kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner tersebut disusun
sedemikian rupa sehingga mencakup variabel-variabel yang berkaitan. Di samping itu
dilakukan pula wawancara mendalam untuk mendapatkan akar penyebab masalah
sebagai data kualitatif. Adapun kegiatan pengumpulan data yang dilakukan adalah
sebagai berikut:

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Pengumpulan Data

No. Tanggal Kegiatan

1 Senin, 23 Desember 2019  Datang ke Puskesmas Kresek.


Pengumpulan data dari Puskesmas
2 Kamis, 26 Desember 2019  Perkenalan dengan keempat keluarga
binaan.
 Sambung rasa dengan masing-masing
anggota keluarga binaan.
 Pengumpulan data dasar dari masing-
masing keluarga (pre-survey)
3 Jumat, 27 Desember 2019  Pengangkatan masalah
 Penentuan dan pembuatan instrumen
data

89
4 Sabtu, 28 Desember 2019  Kunjungan keluarga binaan

5 Minggu, 29 Desember 2019  Pengolahan data kuesioner dan


pembuatan laporan

3.7. Pengolahan dan Analisis Data

Untuk pengolahan data tentang “Gambaran Pengetahuan mengenai Imunisasi


Dasar Lengkap pada Keluarga Binaan Desa Kemuning RT 10/ RW 03, Kecamatan
Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten” digunakan cara manual
menggunakan Microsoft Excel. Data yang sudah didapat dianalisis menggunakan
analisis univariat. Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengenali
setiap variabel dari hasil penelitian. Analisis univariat berfungsi untuk meringkas
kumpulan data sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi
informasi yang berguna. Peringkasan tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel, dan
grafik. Pada diagnosis dan intervensi komunitas ini, variabel independen dan
dependen yang diukur adalah:

1. Variabel Independen:
a. Tingkat Ekonomi
b. Tingkat Pendidikan
c. Informasi
d. Usia
e. Sosial Budaya
f. Pekerjaan
g. Pengalaman
h. Lingkungan

90
2. Variabel Dependen:

Gambaran Pengetahuan mengenai Imunisasi Dasar Lengkap pada Keluarga


Binaan Desa Kemuning RT 10/ RW 03, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang.

91
BAB IV
HASIL

4.1. Krakteristik Responden


Hasil analisis ini disajikan dalam bentuk tabel yang diambil dari karakteristik
responden yang terdiri dari kelima keluarga binaan di Desa Kemuning RT 10/RW03,
Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, yakni keluarga Tn.
Jamar, Tn. Santani, Tn. Jakarsih, Tn. Jaiyan dan Tn. Komarudin.

Tabel 4.1. Karakteristik Responden


Karakteristik Jumlah Responden Persentase (%)
12-19 0 0
Usia
20-35 10 100
36-50 0 0
Total 10 100
Jenis Kelamin Laki-laki 5 50
Perempuan 5 50
Total 10 100
Pendidikan Tidak Sekolah 0 0
SD 9 90
SMP 1 10
SMA 0 0
Perguruan
0 0
Tinggi
Total 10 100
Tabel 4.1 menunjukkan distribusi frekuensi karakteristik responden dengan total
10 responden, dimana semua responden memiliki rentang usia 20-35 tahun, berjenis
kelamin masing-masing perempuan sebanyak 5 responden (50%) dan berjenis
kelamin mempunyai angka yang sama banyak (50%). Tingkat pendidikan responden
terbanyak yaitu SD yaitu 9 responden (90%).

4.2. Analisis Univariat

92
Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan variabel-
variabel dalam kuesioner yang telah dijawab oleh 10 responden pada bulan Desember
2019.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Imunisasi pada Responden


Pegetahuan Imunisasi Jumlah Responden Persentase (%)
Baik 0 0
Buruk 10 100
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.2, seluruh responden (100%) memiliki pengetahuan
buruk mengenai imunisasi.

Tabel 4.3 Distribusi Tingkat Pendidikan pada Responden


Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)
Tinggi 0 0
Sedang 1 10
Rendah 9 90
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.3, didapatkan 9 responden (90%) memiliki tingkat
pendidikan yang rendah.

Tabel 4.4 Distribusi Sumber Informasi pada Responden


Informasi Jumlah Responden Persentase (%)
Pernah 5 50
Tidak Pernah 5 50
Total 10 100
Tabel 4.4 menunjukkan presentase yang sama antara responden yang pernah
dan tidak pernah mendapatkan informasi mengenai imunisasi, masing-masing
sebanyak 5 responden (50%).

Tabel 4.5 Distribusi Tingkat Ekonomi pada Responden


Penghasilan Jumlah Responden Persentase (%)
Tinggi 0 0

93
Rendah 10 100
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.5, didapatkan mayoritas responden (100%) memiliki
tingkat ekonomi yang rendah dibawah UMR Kabupaten Tangerang, yaitu Rp.
2.267.990.

Tabel 4.6 Distribusi Pekerjaan pada Responden


Pekerjaan Jumlah Responden Persentase (%)
Bekerja 6 60
Tidak Bekerja 4 40
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.6, didapatkan mayoritas responden sebesar 6 orang (60%)
memiliki pekerjaan.

Tabel 4.7 Distribusi Usia pada Responden


Usia Jumlah Responden Persentase (%)
Masa Dewasa Awal 10 100
Masa Dewasa Akhir 0 0
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.7, didapatkan seluruh responden (100%) memiliki usia di
periode masa dewasa awal, yaitu 20-35 tahun.

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sosial Budaya pada Responden


Sosial Budaya Jumlah Responden Persentase (%)
Mendukung 4 40
Tidak Mendukung 6 60
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.8, didapatkan 4 responden (40%) memiliki sosial budaya
yang mendukung pengetahuan terhadap imunisasi dasar lengkap.
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Lingkungan pada Responden
Sosial Budaya Jumlah Responden Persentase (%)
Pernah 3 30
Tidak Pernah 7 70
Total 10 100
Berdasarkan tabel 4.9, didapatkan 7 responden (70%) pernah mendapatkan
informasi dari lingkungan sekitar mengenai imunisasi dasar lengkap.

94
4.3. Rencana Intervensi Pemecahan Masalah
Setelah dilakukan analisis data hasil penelitian, dalam menentukan rencana
intervensi pemecahan masalah digunakan diagram fishbone. Tujuan pembuatan
diagram fishbone yaitu mengetahui penyebab masalah sampai dengan akar-akar
penyebab masalah sehingga dapat ditentukan rencana intervensi pemecahan masalah
dari setiap akar penyebab masalah tersebut. Adapun diagram fishbone yang sudah
dibuat adalah sebagai berikut:

95
SOSIAL PEKERJA
INFORMA
BUDAYA AN
SI
Terbiasa tidak

96
Kurangnya melakukan
imunisasi dasar Masih banyaknya
pengetahuan
lengkap dan keluarga binaan
mengenai
baik-baik saja yang tidak
imunisasi dasar
bekerja
lengkap

Gambar 4.1. Fishbone Pengetahuan mengenai


Sulitnya
Kurangnya
mengubah
keterampilan
kebiasaan
yang dimiliki
Kurangnya
untuk
penyuluhan Kepercayaan mendapatkan
yang salah Gambaran
pekerjaan
yang Pengetahua
sudah lama

Imunisasi
n Mengenai
Kurangnya diterapkan
dalam Rendahnya
Imunisasi
petugas
kesehatan keluarga tingkat Dasar
pendidikan Lengkap di
Keluarga
Binaan
Desa
Kemuning
Kurangnya Tidak adanya
Kurangnya Tidak adanya
biaya Rt/Rw
petugas petugas biaya
kesehatan 10/03
kesehatan
Kecamatan
Tingkat Kresek
Sarana dan pendidikan yang Kabupaten
prasarana yang Kurangnya rendah
tidak mendukung penyuluhan
Pendidikan tidak Tangerang
mengubah status Provinsi
mendapatkan mengenai
ekonomi
informasi imunisasi dasar Tidak ada Banten
keterampilan
Kurangnya yang dimiliki
Pengetahuan untuk
keingintahuan
tentang mendapat
mencari Kepercayaan
imunisasi kurang pekerjaan dg
informasi yang keluarga bahwa
benar pendapatan yg
pendidikan tidak
cukup
penting
Tabel 4.10 Alternatif Pemecahan Masalah dan Rencana Intervensi pada
Keluarga Binaan di RT 013/05, Desa Kemuning, Kecamatan Kresek, Kabupaten
Tangerang, Provinsi Banten
Variabel Akar Alternatif
No. Independe Penyebab Pemecahan Rencana Intervensi
n Masalah Masalah
1 Pendidikan Keterbatasan Melanjutkan Memberikan informasi
biaya untuk pendidikan kepada responden tentang
melanjutkan dengan adanya pendidikan gratis
Pendidikan menggunakan dan memberikan
program informasi kepada
pendidikan masyarakat mengenai
gratis seperti pendaftaran untuk
beasiswa mengikuti paket ujian A,
B, dan C dan mendirikan
rumah pintar di daerah
rumah binaan
berkoordinasi dengan
pemerintah setempat
2 Ekonomi Tingkat Meningkatkan
pendidikan pendidikan Memberikan informasi
rendah responden mengenai pentingnya
pendidikan dan
memberikan pelatihan
keterampilan agar warga
bisa lebih kreatif dan
menambah pendapatan

97
Variabel Akar Alternatif
No. Independe Penyebab Pemecahan  Rencana Intervensi
n Masalah Masalah
3 Informasi Kurangnya Memperbanyak  Menyarankan
petugas petugas puskesmas agar
kesehatan/kader kesehatan/kade mengadakan
serta r penyuluhan secara rutin
pendidikan mengenai imunisasi
rendah  Melatih warga desa
yang berpotensi menjadi
kader untuk dapat
membantu menjalankan
program-program
kesehatan termasuk
mengenai imunisasi dan
berkoordinasi dengan
dinas kesehatan untuk
mendistribusikan tenaga
kesehatan secara merata
4 Sosial Kebiasaan yang Mengubah  Penyuluhan
Budaya salah yang kebiasaan yang mengenai
sudah lama diterapkan imunisasi dengan
diterapkan dalam keluarga menggunakan
dalam keluarga poster
memberikan
bantuan berupa
susu
 Mengevaluasi
mengenai
perilaku dalam
menerapkan
imunisasi
5 Pengalaman Kurangnya Menambah  Menyarakan
petugas petugas puskesmas untuk
kesehatan kegiatan di melakukan
posyandu penyuluhan
setempat mengenai
imunisasi
 Melatih warga
menjadi kader

98
No. Variabel Akar Alternatif Rencana
Independe Penyebab Pemecahan Intervensi
n Masalah Masalah
6 Pekerjaan Kurangnya Memberikan  Mengadakan
pendidikan ketrampilan pelatihan
untuk memiliki kerajinan tangan
pekerjaan dengan
mengundang
komunitas khusus
 Menyarankan
ketua RT untuk
membuka unit
koperasi

7 Lingkungan Kurangnya Memberikan  Menyarankan


petugas penyuluhan puskesmas untuk
kesehatan oleh tenaga melakukan
kesehatan penyuluhan
kepada warga mengenai
sekitar imunisasi
 Melatih beberapa
warga untuk
menjadi kader

4.4 Intervensi Pemecahan Masalah yang Terpilih


Intervensi terpilih yang dapat dilakukan adalah:
1. Memberikan penyuluhan mengenai imunisasi melalui poster kepada
keluarga binaan
2. Memberikan bantuan sembako berupa susu kepada keluarga binaan
Terpilihnya intervensi tersebut karena merupakan beberapa cara yang efektif
dan efisien untuk menambah pengetahuan keluarga binaan mengenai imunisasi.

99
4.5 Evaluasi Intervensi Pemecahan Masalah
4.5.1 Kegiatan Operasional
Berikut merupakan rincian kegiatan operasional intervensi pemecahan masalah:
1. Konsep persiapan acara
1) Menentukan waktu pelaksanaan penyuluhan
2) Mempersiapkan konsep acara dan media yang akan digunakan
3) Menghubungi seluruh kepala keluarga binaan untuk mengajak seluruh
anggota keluarga untuk berkumpul di tempat dan waktu yang sudah
ditentukan
2. Pelaksanaan acara
1) Penyuluhan dilaksanakan pada hari Kamis, 9 Januari 2020 pukul 14.00
WIB pada 5 keluarga binaan di RT 10/RW 03 Desa Kemuning
2) Peserta penyuluhan dipersilahkan untuk berkumpul pada waktu yang
telah ditentukan di salah satu rumah keluarga binaan
3) Teknik pelaksanaan acara dilaksanakan secara bersama dengan
anggota keluarga binaan sebagai peserta penyuluhan
4) Sebelum dilakukan penyuluhan, anggota keluarga binaan
melaksanakan pre-test
5) Acara penyuluhan dilaksanakan menggunakan media informasi dalam
bentuk poster
6) Melakukan sesi tanya jawab dan games
7) Setelah penyuluhan, anggota keluarga binaan melaksanakan post-test
8) Pembagian bantuan
9) Acara berakhir pada pukul 15.30 WIB
3. Waktu dan Tempat
Acara penyuluhan dilaksanakan pada hari Kamis, 9 Januari 2020 di rumah
responden dan berlangsung pukul 14.00 WIB.
4. Hasil Pre-test dan Post-test
Kami mempresentasikan materi penyuluhan dalam bentuk poster mengenai

100
imunisasi dasar lengkap. Kami juga membuka sesi tanya jawab dan games
untuk para orang tua mengenai imunisasi dasar lengkap setelah presentasi,
dimana para orang tua akan diberi kesempatan untuk mencocokkan jadwal
imunisasi dengan gambar yang telah diberikan. Peserta penyuluhan terlihat
antusias dan memperhatikan selama kegiatan penyuluhan berlangsung. Kami
juga memberikan Pre-test kepada warga yang ikut serta dalam penyuluhan
sebelum dimulainya penyuluhan.

4.5.2 Hasil Intervensi


Intervensi Pemecahan Masalah telah dilakukan diseluruh rumah keluarga
binaan pada hari Kamis, 9 Januari 2020 pukul 14.00 WIB. Dilakukan pre-test pada
warga terlebih dahulu sebelum dilakukan penyuluhan menggunakan poster. Hasil
pre-test dan post-test adalah sebagai berikut.

Tabel 4.11. Hasil PreTest


Pengetahuan Jumlah Responden %
Baik 1 10
Buruk 9 90
Total 10 100

Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa responden memiliki pengetahuan yang
buruk mengenai imunisasi dasar lengkap sebesar 90% sebelum dilakukan
penyuluhan. Kemudian setelah kami memberikan penyuluhan kepada warga, kami
melakukan post-test dengan soal yang sama seperti pre-test untuk mengetahui
keberhasilan penyuluhan kami dengan melihat ada atau tidaknya peningkatan hasil.

Tabel 4.12. Hasil Post Test

101
Pengetahuan Jumlah Responden %
Baik 7 70
Buruk 3 30
Total 10 100

Dari table 4.12 data di atas disimpulkan bahwa terdapat peningkatan


pengetahuan responden mengenai imunisasi dasar lengkap sebesar 70%, maka dari itu
penyuluhan yang kami lakukan di Desa Kemuning, Kecamatan Kresek, Kabupaten
Tangerang, Provinsi Banten dinyatakan berhasil.

102
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
5.1.1 Area Masalah
Berdasarkan wawancara serta observasi pada kegiatan pengumpulan data dari
kunjungan ke keluarga binaan yang bertempat tinggal di Desa Kemuning RT 10/RW
03 Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten maka dilakukanlah
diskusi kelompok dan merumuskan serta menetapkan area masalah yaitu “Gambaran
Pengetahuan mengenai Imunisasi Dasar Lengkap di Desa Kemuning RT 10/RW
03 Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten’’.

5.1.2 Akar Penyebab Masalah


Akar penyebab masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya petugas kesehatan
2. Tingkat pendidikan yang rendah
3. Keterbatasan biaya
4. Kepercayaan yang salah yang sudah lama diterapkan dalam keluarga

5.1.3 Alternatif Pemecahan Masalah


1. Memberikan informasi dan sosialisasi kepada keluarga binaan tentang
imunisasi dasar lengkap
2. Mengedukasi tentang imunisasi dasar lengkap
3. Meningkatkan keterampilan keluarga binaan untuk dapat membuka lapangan
pekerjaan sendiri.
4. Mengadakan penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat untuk mengubah
perspektif atau kepercayaan masyarakat yang salah terhadap imunisasi

103
5.1.4 Intervensi yang Dilakukan
1. Memberi penyuluhan kepada keluarga binaan mengenai pengetahuan tentang
macam-macam imunisasi dasar lengkap, pentingnya imunisasi dasar lengkap
dan efek samping yang diberikan bila tidak imunisasi secara rutin dengan
menggunakan poster.
2. Memberi dorongan serta saran kepada keluarga binaan untuk mengantar
anaknya imunisasi dasar lengkap secara rutin ke puskesmas terdekat.
3. Memberi saran kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan layanan
kesehatan posyandu di Desa Kemuning RT 10 RW 03, Kecamatan Kresek.
4. Memberikan saran kepada tokoh masyarakat untuk saling mengingatkan antar
warganya mengenai jadwal imunisasi dasar lengkap.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Kader
a. Petugas kesehatan dan kader posyandu merancang sebuah kegiatan yang dapat
meningkatkan minat masyarakat untuk datang ke posyandu seperti adanya
sarana bermain untuk anak-anak sehingga menarik minat masyarakat untuk
datang ke posyandu.
b. Diharapkan kader dapat melaksanakan posyandu sesuai dengan pedoman
yang ada dan meningkatkan penggunaan ‘buku pink’ dalam posyandu disertai
edukasi sosialisasi kepada masyarakat mengenai penggunaan ‘buku pink’
sehingga dapat menambah pengetahuan keluarga akan pentingnya imunisasi
dasar lengkap yang tepat waktu.

5.2.2 Bagi Masyarakat


Masyarakat diharapkan agar saling mengingatkan akan jadwal imunisasi dan
pentingnya imunisasi dasar lengkap serta dampak yang terjadi bila tidak dilakukan
imunisasi.

104
5.2.3 Bagi Puskesmas Kresek
a. Puskesmas terutama bagian yang bertanggung jawab dalam pemberian
program imunisasi untuk dapat meningkatkan evaluasi dan pemantauan
kegiatan posyandu agar program imunisasi dapat berjalan lebih optimal dalam
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai imunisasi dasar lengkap.
b. Puskesmas diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara rutin dan
mengajak seluruh masyarakat agar dapat memahami serta menjaga kesehatan.

105
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya. 2008. Jakarta: Departemen Agama RI

Azwar, Saifuddin. 2009. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kementrian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2003. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jadwal Imunisasi 2017. Jakarta: IDAI; 2017

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nur, Dian et al. 2015 Buku Ajar Imunisasi. Jakarta: Pusat pendidikan dan Pelatihan
Tenaga Kesehatan.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.


Bandung:Afabeta

106
Lampiran 1.
Kuesioner Pre-Survey
Imunisasi Dasar Lengkap di Desa Kemuning RT 10/ RW 03 Desa Kresek
Desember 2019

Identitas Pasien
Nama : ……………………………………………………………
Status (di keluarga) : ……………………………………………………………
Pendidikan Terakhir : ……………………………………………………………
Pekerjaan : ……………………………………………………………
Pendapatan/bulan : ……………………………………………………………

Jawablah pertanyaan dibawah ini


PENGETAHUAN
1. Menurut anda imunisasi dasar lengkap itu apa saja? (Jawaban boleh lebih dari
satu)
a. Polio
b. BCG
c. Hepatitis B
d. DPT
e. Campak

2. Apakah menurut anda imunisasi dasar lengkap dapat mencegah penyakit


menular?
A. Ya
B. Tidak

107
3. Apakah anda mengetahui imunisasi memiliki jadwal tertentu?
A. Ya (jika ya, berikan contohnya………………………………….)
B. Tidak

SIKAP
1. Apakah anda setuju dengan adanya program imunisasi dasar lengkap?
A. Ya
B. Tidak

2. Apakah anda yakin bahwa imunisasi dasar lengkap dapat mencegah penyakit
menular?
A. Ya
B. Tidak

3. Apakah anda bersedia mengikuti imunisasi?


A. Ya
B. Tidak

PERILAKU
1. Apakah anak anda sudah memenuhi imunisasi dasar lengkap?
A. Ya (jika ya, sebutkan apa saja….)
B. Tidak

2. Apakah anda pernah menyarankan orang tua lain untuk mengikuti imunisasi
dasar lengkap?
A. Ya, sudah pernah (jika ya, pada siapa saja…)
B. Tidak pernah

108
3. Apakah anda sudah melakukan imunisasi dasar lengkap sesuai dengan jadwal
tepat pada waktunya dipusat layanan kesehatan yang ada?
A. Ya
B. Tidak

109
Lampiran 2.

Kuesioner Survey
Imunisasi Dasar Lengkap di Desa Kemuning RT 10/ RW 03 Desa Kresek
Desember 2019

Nama :…………………………………………………………..
Usia :…………………………………………………………..
Pendidikan terakhir :…………………………………………………………..
Pekerjaan :…………………………………………………………..
Pendapatan perbulan :…………………………………………………………..
Alamat :…………………………………………………………..

Beri tanda ceklis (X) pada jawaban yang anda anggap benar
Pengetahuan Mengenai Imunisasi Dasar
1. Apakah anda tahu mengenai program imunisasi dasar lengkap?
a. Tahu (Jika tahu, jelaskan…………………………………………...)
b. Tidak tahu
2. Siapa saja yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap?
a. Bayi umur 0 – 11 bulan
b. Anak umur lebih dari 1 tahun
c. Tidak tahu
3. Berapa jenis imunisasi dasar lengkap?
a. 2 jenis
b. 3 jenis
c. 4 jenis
d. 5 jenis
e. 6 jenis
f. Tidak tahu

110
4. Penyakit apa yang dapat dicegah dengan imunisasi BCG?
a. TBC (Tuberculosis)
b. Polio
c. Campak
d. Hepatitis B

e. Difteri, Batuk 100 hari (Batuk rejan), Tetanus

f. Tidak tahu
5. Berapa kali imunisasi BCG diberikan?
a. 1 kali
b. 2 kal
c. 3 kali
d. 4 kali
e. 5 kali
f. Tidak tahu
6. Kapan imunisasi BCG diberikan?
a. Saat bayi berumur 1 bulan
b. Saat bayi berumur 2 bulan
c. Saat bayi berumur 3 bulan
d. Tidak tahu
7. Berapa kali imunisasi Hepatitis B diberikan saat lahir?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
d. 4 kali

e. 5 kali

f. Tidak tahu

111
8. Penyakit apa yang dapat dicegah dengan imunisasi DPT?
a. Difteri, Batuk 100 hari (Batuk rejan), Tetanus
b. Hepatitis B
c. TBC (Tuberculosis)
d. Campak
e. Polio
f. Tidak tahu
9. Apakah efek samping tersering dari imunisasi DPT?
a. Demam
b. Kejang
c. Batuk pilek
d. Tidak tahu
10. Apakah tujuan pemberian vaksin polio?
a. Mencegah radang otak
b. Mencgah kelumpuhan
c. Mencegah kejang
d. Tidak tahu

Pertanyaan mengenai faktor Informasi

1. Apakah anda pernah mendapatkan informasi mengenai imunisasi dasar


lengkap?
a. Pernah
b. Tidak pernah
2. Jika pernah, dari mana anda mendapatkan informasi mengenai imunisasi
dasar lengkap?
a. Media cetak (Koran, Majalah, Brosur)
b. Media Elektronik (TV, Radio, Komputer, Handphone)

112
Pertanyaan mengenai faktor Pengalaman
1. Apakah anak anda pernah mengalami demam panjang disertai adanya ruam
kemerahan pada tubuh?
a. Pernah
b. Tidak Pernah
2. Apakah anak anda pernah mengalami penyakit kuning?
a. Pernah
b. Tidak Pernah
4. Apakah anak anda pernah mengalami batuk lama lebih dari 3 minggu?
a. Pernah
b. Tidak Pernah
5. Apakah anak anda pernah mengalami kelemahan dalam berjalan?
a. Pernah
b. Tidak Pernah
6. Apakah anak anda pernah mengalami kekakuan otot dalam berjalan?
a. Pernah
b. Tidak Pernah

Pertanyaan mengenai faktor Sosial Budaya

1. Apakah menurut agama anda mendukung untuk melakukan imunisasi dasar?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda memiliki kepercayaan atau pantangan untuk melakukan
imunisasi dasar?
a. Ya, Jelaskan…
b. Tidak

113
Pertanyaan mengenai faktor Lingkungan
1. Apakah anda pernah mendengar dari tetangga atau warga sekitar mengenai
imunisasi dasar lengkap?
a. Ya (Jika ya, jelaskan)
b. Tidak
2. Apakah anda pernah mendapatkan informasi mengenai imunisasi dasar
lengkap oleh tenaga kesehatan?
a. Ya (Jika ya, jelaskan)
b. Tidak

114
Lampiran 3.
Pre Test dan Post Test

Nama : ……………………………………………………………
Usia / Jenis Kelamin : ……………………………………………………………
Status (dlm keluarga) : ……………………………………………………………
Pendidikan Terakhir : ……………………………………………………………
Pekerjaan : ……………………………………………………………
Alamat : ..………………………………………………………….

1. Menurut anda imunisasi dasar lengkap terdiri dari apa saja? (jawaban boleh lebih
dari satu)
a. Hepatitis B
b. Campak
c. BCG
d. Polio
e. DPT

2. Menurut anda imunisasi dasar lengkap dilakukan sejak usia berapa?


a. Baru lahir
b. Usia 1 bulan
c. Usia 3 bulan
d. Usia 6 bulan
e. Usia 1 tahun
3. Mengapa anak perlu diimunisasi?
a. Melindungi dari serangan penyakit
b. Supaya anak tidak rewel
c. Supaya anak mau makan

115
d. Supaya anak jadi pintar
e. Supaya anak jadi penurut

4. Apa yang dilakukan jika anak demam setelah diimunisasi? (Boleh lebih dari satu
jawaban)
a. Berikan ASI sesering mungkin
b. Kompres dengan air hangat
c. Pijat dengan lembut
d. Berikan obat penurun panas jika suhu lebih dari 38 derajat celcius
e. Hentikan pemberina imunisasi karena menyebabkan anak demam
5. Imunisasi BCG, Polio, DPT, Campak, HIB dan HB dapat mencegah penyakit?
(Boleh lebih dari satu jawaban)
a. Mencegah penyakit TBC
b. Mencegah penyakit Polio (kelumpuhan anggota gerak)
c. Mencegah sakit kuning
d. Mencegah penyakit radang otak, pneumonia (paru-paru basah) dan radang
telinga
e. Mencegah penyakit difteri, batuk rejan dan tetanus
f. Mencegah penyakit campak
g. Tidak dapat mencegah penyakit apa pun

116
Lampiran 4.
Poster Intervensi

117
Lampiran 5.
Pre Survey

118
Lampiran 6.
Survey

119
Lampiran 7.
Intervensi

120

Anda mungkin juga menyukai