Anda di halaman 1dari 10

20 Cara Memperbaiki Akhlak Menjadi Lebih Baik

“Ustadz, kira-kira bisa nggak sih, orang biasa seperti saya ini meraih kedudukan yang dekat
bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kelak di hari kiamat??” Tanya seorang santri
pada ustadznya.
“Tentu saja bisa! Perbaikilah akhlakmu, maka engkau berada dalam barisan orang-orang telah
dijanjikan dekat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kelak di hari kiamat.” Jawab
sang ustadz.
Tahukah Anda? Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

‫ي َوأَ ْق َربِ ُك ْم ِمنِّي َمجْ لِسًا يَ ْو َم القِيَا َم ِة أَ َحا ِسنَ ُك ْم أَ ْخالَقًا‬


َّ َ‫إ َِّن ِم ْن أَ َحبِّ ُك ْم إِل‬
Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat kedudukannya
denganku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya. (HR. Tirmidzi : 2018)
Sebagaimana konsep akhlak dalam Islam yang telah kita pelajari, ternyata akhlak itu terbagi
menjadi dua, yakni akhlak yang sudah ada sejak lahir dan akhlak yang perlu upaya untuk
merubahnya menjadi lebih baik.
Nah, bagaimana caranya agar kita bisa memiliki akhlak yang baik? Tentu semua itu ada
ilmunya!
Maka dari itu, mari kita pelajari bersama bagaimana cara memperbaiki akhlak agar menjadi lebih
baik.

1. Membenarkan Akidah
Akidah yang benar (yakni akidah ahlus sunnah wal jama'ah) dapat menjadikan akhlak kita
menjadi lebih baik. Hal ini telah terbukti bahwa akidah para salafus shalih mampu
menghantarkan mereka kepada akhlak yang mulia dan menghindarkan mereka dari akhlak yang
tercela. Selain itu, kualitas akidah kita juga sangat mempengaruhi kualitas akhlak kita. Apabila
akidah dan keimanan kita baik, maka baik pula akhlak yang kita miliki.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

‫ين إِي َمانًا أَحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬


َ ِ‫أَ ْك َم ُل ْال ُم ْؤ ِمن‬
Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. (HR.
Abu Dawud : 4682)
Hadits ini menunjukkan bahwa keimanan dan akhlak memiliki hubungan yang sangat erat.
Oleh karena itu, tidaklah kita memperbaiki akhlak kecuali dengan membenarkan akidah dan
meningkatkan keimanan terlebih dahulu.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :
َ َّ‫ك الت‬
ُ ‫ص ُّو‬
‫ف‬ َ ِ‫ َو َك َذل‬.‫ْك فِي الدِّي ِن‬ ِ ُ‫ْك فِي ْال ُخل‬
َ ‫ َزا َد َعلَي‬:‫ق‬ ٌ ُ‫ِّين ُكلُّهُ ُخل‬
َ ‫ فَ َم ْن َزا َد َعلَي‬.‫ق‬ ُ ‫الد‬
Agama itu semuanya adalah akhlak. Barang siapa yang bertambah akhlaknya, maka bertambah
pula agamanya. Seperti itulah tasawwuf.[1]

2. Beribadah
Ibadah adalah sebuah cara dan wasilah yang paling utama untuk melatih dan mendidik diri kita
untuk menjadi lebih baik. Ibadah tidak hanya menjadi wasilah untuk mendidik aspek ruhiyyah
saja. Namun, ibadah juga mendidik aspek jismiyyah, ijtima’iyyah, khuluqiyyah, jamaliyyah,
maupun aqliyyah. Semua aspek tersebut akan terlatih apabila kita istiqomah melaksanakan
ibadah-ibadah yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Tentunya semua itu harus tetap kita niatkan untuk mengharapkan wajah-Nya.

3. Membaca Al Quran
Al Quran adalah petunjuk utama dalam berakhlak mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

َ ْ‫إِ َّن ٰهَ َذا ْالقُر‬


‫آن يَ ْه ِدي لِلَّتِي ِه َي أَ ْق َو ُم‬
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus. (QS. Al-Israa’
: 9)
Rasulullah sendiri menjadikan Al Quran sebagai tolak ukur bagi dirinya dalam berakhlak. Oleh
karena itu, kita sebagai seorang muslim wajib membaca dan mempelajari Al Quran.
Dengan membaca dan mempelajarinya maka kita akan mengetahui bagaimana cara berakhlak
yang benar.
Ketahuilah..! Sesungguhnya Al Quran merupakan obat hati, petunjuk, dan rahmat bagi orang
yang beriman.
Allah ta’ala berfirman :

ِ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَ ْد َجا َء ْت ُكم َّم ْو ِعظَةٌ ِّمن َّربِّ ُك ْم َو ِشفَا ٌء لِّ َما فِي الصُّ ُد‬
ٌ‫ور َوهُدًى َو َرحْ َمة‬
‫ين‬َ ِ‫لِّ ْل ُم ْؤ ِمن‬
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman. (QS. Yunus : 57)

4. Melatih Diri
Akhlak yang mulia tidak dapat diperoleh dengan hanya berdiam diri. Justru dengan berlatih
itulah maka Allah akan memperbaiki akhlak kita.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
‫ َولَ ْن تُ ْعطَ ْوا‬،ُ ‫ َو َم ْن يَ ْستَ ْغ ِن يُ ْغنِ ِه هَّللا‬،ُ ‫ُصبِّرْ هُ هَّللا‬ َ َ‫ َو َم ْن يَت‬،ُ ‫ف ي ُِعفَّهُ هَّللا‬
َ ‫صبَّرْ ي‬ َّ ‫َوإِنَّهُ َم ْن يَ ْستَ ِع‬
َّ ‫َعطَا ًء َخ ْيرًا َوأَ ْو َس َع ِم َن ال‬
‫صب ِْر‬
Sesungguhnya barang siapa yang berusaha menjaga diri dari meminta-minta maka Allah akan
menjaganya dari meminta-minta, dan barang siapa yang berusaha menyabarkan diri maka Allah
berikan dia kesabaran, dan barang siapa yang berusaha merasa cukup maka Allah berikan ia
kecukupan. Kalian tidak akan pernah diberikan pemberian yang terbaik dan terluas dari pada
sebuah kesabaran. (HR. Bukhari : 6470)

5. Memotivasi Diri
Apabila kita ingin memperoleh akhlak yang mulia maka hendaknya kita senantiasa memotivasi
diri dengan mengkaji keutamaan-keutamaan akhlak mulia yang telah disebutkan dalam Al-Quran
dan As-Sunnah.
Dengan motivasi diri inilah kita menjadi lebih semangat dan senantiasa berusaha memperbaiki
akhlak menjadi lebih baik.

6. Merasa Takut Akan Akibat Akhlak Tercela


Buruknya akhlak dapat mengurangi kedudukan kita di sisi Allah. Karena buruknya akhlak juga
merupakan perbuatan maksiat.
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan :

ِ ‫ فَإِ َّن أَ ْك َر َم ْال َخ ْل‬،‫ ُسقُوطُ ْال َجا ِه َو ْال َم ْن ِزلَ ِة َو ْال َك َرا َم ِة ِع ْن َد هَّللا ِ َو ِع ْن َد َخ ْلقِ ِه‬:‫َو ِم ْن ُعقُوبَاتِهَا‬
‫ق‬
ُ‫ط َو ُعهُ ْم لَه‬ْ َ‫ َوأَ ْق َربَهُ ْم ِم ْنهُ َم ْن ِزلَةً أ‬،‫ع ْن َد هَّللا ِ أَ ْتقَاهُ ْم‬،
ِ ...
Diantara akibat dari perbuatan maksiat adalah hilangnya kehormatan, kedudukan, dan kemuliaan
di sisi Allah dan juga makhluk-Nya.
Karena sesungguhnya makhluk yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di
antara mereka, dan yang paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah yang paling taat di
antara mereka.[2]
Apabila kita senantiasa berakhlakul karimah maka kedudukan kita akan semakin tinggi di sisi
Allah.
Sebaliknya, apabila kita berakhlak buruk maka kedudukan kita akan semakin menurun di sisi
Allah.
Bahkan sebaik apapun ibadah kita kepada Allah, hanya akan menghantarkan kita ke dalam
neraka apabila kita memiliki akhlak yang buruk.
Perhatikan hadits di bawah ini!!

‫ َغ ْي َر‬،‫ص َدقَتِهَا‬َ ‫ َو‬،‫صيَا ِمهَا‬ َ ‫ إِ َّن فُاَل نَةَ ي ُْذ َك ُر ِم ْن َك ْث َر ِة‬،ِ‫ يَا َرسُو َل هللا‬:ٌ‫ال َر ُجل‬
ِ ‫ َو‬،‫صاَل تِهَا‬ َ َ‫ق‬
‫ فَإِ َّن فُاَل نَةَ ي ُْذ َك ُر ِم ْن‬،ِ‫ُول هللا‬
َ ‫ يَا َرس‬:‫ال‬ َ َ‫› ق‬،‫ار‬ِ َّ‫ ِه َي فِي الن‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫أَنَّهَا تُ ْؤ ِذي ِجي َرانَهَا بِلِ َسانِهَا‬
‫ َواَل تُ ْؤ ِذي‬،‫ار ِم َن اأْل َقِ ِط‬
ِ ‫ق بِاأْل َ ْث َو‬ َ َ‫ َوإِنَّهَا ت‬،‫صاَل تِهَا‬
ُ ‫ص َّد‬ َ ‫ َو‬،‫ص َدقَتِهَا‬
َ ‫ َو‬،‫صيَا ِمهَا‬ ِ ‫قِلَّ ِة‬
‫ ِه َي فِي ْال َجنَّ ِة‬:‫ قَا َل‬،‫ِجي َرانَهَا بِلِ َسانِهَا‬
Ada seorang lelaki berkata : “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang dikenal banyak
shalatnya, banyak berpuasa, dan banyak bersedekah, akan tetapi ia menyakiti tetangga dengan
lisannya”
Rasulullah menjawab : “Ia di neraka.”
Ia bertanya lagi : “Ada juga seorang wanita yang dikenal sedikit puasanya, sedikit sedekahnya,
bahkan ia hanya menyedekahkan sepotong keju dari susu yang dibekukan, namun ia tidak
menyakiti tetangga dengan lisannya.”
Rasulullah menjawab : “Ia di surga.”
(HR. Ahmad : 9675)

7. Amar Makruf Nahi Mungkar dan Saling Menasihati


Kita sebagai manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan tentu akan sangat membutuhkan
orang-orang yang mengingatkan kesalahan yang kita perbuat.
Oleh karena itu, Allah subhanahu wata’ala memerintahkan kita untuk selalu memerintahkan
manusia pada kebaikan, mencegah kemungkaran, dan saling menasihati.
Allah ta’ala berfirman :

َ ِ‫َو َذ ِّكرْ فَإِ َّن ال ِّذ ْك َر ٰى تَنفَ ُع ْال ُم ْؤ ِمن‬


‫ين‬
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-
orang yang beriman. (QS. Adz-Dzariyat : 55)

َ ِ‫ُوف َويَ ْنهَ ْو َن َع ِن ْال ُمن َك ِر ۚ َوأُو ٰلَئ‬


‫ك‬ َ ‫ون إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمر‬
ِ ‫ُون بِ ْال َم ْعر‬ َ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُع‬
َ ‫هُ ُم ْال ُم ْفلِح‬
‫ُون‬
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
(QS. Ali Imran : 104)
Amar makruf nahi mungkar dan saling menasihati adalah upaya terbaik yang dipraktekkan oleh
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dalam mendidik akhlak manusia.

8. Bercita-cita Tinggi
Cita-cita yang tinggi dan mulia sangatlah diperlukan untuk menunjang kemuliaan akhlak kita.
Seorang yang bercita-cita rendah, tidak memiliki tekad yang kuat, mudah putus asa dan
selainnya merupakan sifat akhlak yang tercela.
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah mengatakan :
ْ ‫ َوطَ َغ‬،ُ‫ت ِه َّمتُه‬
‫ت‬ ٍ ُ‫ف ِب ُكلِّ ُخل‬
ْ َ‫ َو َم ْن َدن‬،‫ق َج ِم ْي ٍل‬ َ َّ‫ت نَ ْف ُسهُ؛ ات‬
َ ‫ص‬ ْ ‫ َو َخ ِش َع‬،ُ‫ت ِه َّمتُه‬ ْ َ‫فَ َم ْن َعل‬
‫ق َر ِذي ٍْل‬ ٍ ُ‫ف بِ ُكلِّ ُخل‬ َ ‫ص‬ َ َّ‫نَ ْف ُسهُ؛ ات‬
Barang siapa yang memiliki cita-cita yang tinggi dan ketundukan jiwa maka ia telah memperoleh
semua sifat akhlak yang mulia.
Barang siapa yang rendah cita-citanya dan durhaka jiwanya maka ia telah memperoleh semua
sifat akhlak yang tercela.[3]

9. Sabar
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :

،ُ‫ َو ْال ِعفَّة‬،ُ‫ص ْبر‬ َ َ‫ق يَقُو ُم َعلَى أَرْ بَ َع ِة أَرْ َكا ٍن اَل يُت‬
َّ ‫ ال‬:‫ص َّو ُر قِيَا ُم َساقِ ِه إِاَّل َعلَ ْيهَا‬ ِ ُ‫َو ُحس ُْن ْال ُخل‬
‫ َو ْال َع ْد ُل‬،ُ‫َوال َّش َجا َعة‬
Akhlak yang baik berdiri di atas empat rukun yang mendirikannya tidak boleh berpindah kecuali
berada di atasnya (yaitu) : sabar, menjaga diri dari yang buruk, berani, dan adil.[4]
Sabar itu ada tiga jenis, diantaranya :
Sabar dengan Allah
Sabar untuk Allah
Sabar bersama Allah
Pertama : Sabar dengan Allah adalah kita senantiasa bersabar meminta pertolongan kepada-Nya
agar tetap dalam kesabaran.
Karena sesungguhnya sabarnya seorang hamba adalah berkat pertolongan dari Rabbnya, bukan
dari dirinya.

Allah ta’ala berfirman :

ِ ‫ُك إِاَّل بِاهَّلل‬


َ ‫ص ْبر‬
َ ‫َواصْ بِرْ َو َما‬
Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah
(QS. An-Nahl : 127)
Kedua : Sabar untuk Allah adalah hendaknya kita bersabar dalam rangka meraih cintanya Allah,
dan menginginkan wajah-Nya.
Ketiga : Sabar bersama Allah adalah kita bersabar menetap bersama apa yang Allah kehendaki
terhadap diri kita dan bersabar menjalani hukum-hukum agama-Nya.

10. Wejangan dan Nasihat


Mendengarkan nasihat sangatlah dibutuhkan untuk menanamkan nilai-nilai akhlak di dalam diri
kita. Terlebih lagi apabila kita sedang dalam keadaan futur[5].
Sesungguhnya jiwa kita ini bagaikan tanaman sedangkan nasihat itu bagaikan air. Apabila jiwa
ini tidak pernah disiram dengan nasihat maka ia akan layu dan mati.

11. Saling Berwasiat


Berwasiat yang dimaksud adalah saling mewasiatkan perihal akhlakul karimah. Caranya adalah
dengan terus menebarkan kebaikan dan menyampaikan fadhilah berakhlak mulia kepada orang
lain.
Selain itu, kita juga harus memperingatkan orang lain agar tidak terjerumus ke dalam akhlak
yang buruk. Kemudian kita berikan mereka dorongan serta motivasi agar kembali berakhlak
mulia.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya akhlak mulia adalah bagian dari Al-Haq (kebenaran)!
Maka saling mewasiatkannya adalah suatu keniscayaan. Barang siapa yang meninggalkannya
maka ia termasuk golongan orang-orang yang merugi.
Allah ta’ala berfirman :

َ ‫ت َوتَ َوا‬
‫ص ْوا‬ َ ‫﴾ إِاَّل الَّ ِذ‬٢﴿ ‫ْر‬
›ِ ‫ين آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬ َ ‫﴾ إِ َّن اإْل ِ ن َس‬١﴿ ‫َو ْال َعصْ ِر‬
ٍ ‫ان لَفِي ُخس‬
٣﴿ ‫صب ِْر‬َّ ‫اص ْوا بِال‬ ِّ ‫﴾بِ ْال َح‬
َ ‫ق َوتَ َو‬
Demi masa. (1)
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, (2)
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (3)
(QS. Al-Ashr : 1 – 3)

Dikisahkan pula tentang pentingnya saling berwasiat di kalangan para sahabat:


َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َذا ْالتَقَيَا لَ ْم يَ ْفتَ ِرقَا َحتَّى يَ ْق َرأ‬ َ ‫ب النَّبِ ِّي‬›ِ ‫ان ال َّر ُجاَل ِن ِم ْن أَصْ َحا‬َ ‫َك‬
‫ ثُ َّم يُ َسلِّ َم أَ َح ُدهُ َما‬، ]2 :‫ْر} [العصر‬ ٍ ‫ان لَفِي ُخس‬ َ ‫ { َو ْال َعصْ ِر إِ َّن اإْل ِ ْن َس‬:‫أَ َح ُدهُ َما َعلَى اآْل َخ ِر‬
‫َعلَى اآْل َخ ِر‬
Dahulu apabila ada dua orang dari sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam saling bertemu
maka mereka berdua tidak akan berpisah hingga salah seorang diantara mereka membaca surat
Al-‘Ashr kepada kawannya, kemudian barulah salah seorang diantara mereka berdua memberi
salam kepada kawan yang satunya. (HR. Thabrani : 5124)[6]

12. Menjadikan Orang Lain Ukuran Bagi Dirinya


Manusia yang berakal adalah mereka yang melihat orang lain lalu menjadikan orang lain itu
sebagai ukuran bagi dirinya.
Setiap hal yang apabila ia diperlakukan dengan hal itu oleh orang lain lantas ia membencinya
maka ia akan menjauhi hal itu dan tidak melakukannya.
Sebaliknya, setiap hal yang apabila ia diperlakukan dengan hal itu lantas ia menyukainya maka
ia akan lakukan hal itu untuk orang lain.

13. Panutan dalam Kebaikan


Tidak diragukan lagi, bahwa panutan terbaik bagi seluruh umat muslim adalah Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam. Allah ta’ala berfirman :

َ ‫ان لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُس َْوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َمن َك‬
َ ‫ان يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَ ْو َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا‬ َ ‫لَّقَ ْد َك‬
‫َكثِيرًا‬
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)
Begitu pula para Nabi sebelumnya dan para pengikutnya yang patut kita jadikan teladan dalam
berakhlak.
Contohnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam serta orang beriman yang mengikutinya, Allah ta’ala
berfirman :

َ ‫ت لَ ُك ْم أُس َْوةٌ َح َسنَةٌ فِي إِب َْرا ِهي َم َوالَّ ِذ‬


ُ‫ين َم َعه‬ ْ َ‫قَ ْد َكان‬
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia. (QS. Al-Mumtahanah : 4)
Demikian pula orang-orang setelah mereka, mulai dari para sahabat Nabi, para tabiin, para
ulama, serta orang-orang saleh yang mengikuti mereka hingga datangnya hari kiamat.
Ketahuilah! Sesungguhnya tidak ada zaman kecuali pasti ada panutan dalam kebaikan serta
menegakkan kebenaran, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

‫ َحتَّى‬،‫ َوالَ َم ْن َخالَفَهُ ْم‬،‫ الَ يَضُرُّ هُ ْم َم ْن َخ َذلَهُ ْم‬،ِ ‫الَ يَ َزا ُل ِم ْن أُ َّمتِي أُ َّمةٌ قَائِ َمةٌ بِأ َ ْم ِر هَّللا‬
‫ك‬َ ِ‫يَأْتِيَهُ ْم أَ ْم ُر هَّللا ِ َوهُ ْم َعلَى َذل‬
Akan senantiasa ada umat dari umatku yang tegak di atas perkara Allah. Tidak akan
membahayakan mereka orang yang menghina mereka, tidak pula orang yang menyelisihi mereka
hingga datang ketetapan Allah kepada mereka dan mereka tetap dalam keadaan itu.
(HR. Bukhari : 3641)
Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim hendaknya juga menjadikan orang-orang yang
masih hidup di zaman ini; baik itu dari kalangan ulama, dai, orang salih dan selainnya yang
senantiasa menegakkan kebenaran sebagai teladan dalam berakhlak.

14. Bersahabat dengan Orang Berakhlak Mulia


Tahukah Anda? Bahwa sejatinya akhlak kita sangat dipengaruhi oleh orang-orang yang kita
jadikan sebagai sahabat.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

‫ فَ ْليَ ْنظُرْ أَ َح ُد ُك ْم َم ْن ي َُخالِ ُل‬،‫ين َخلِيلِ ِه‬


ِ ‫ال َّر ُج ُل َعلَى ِد‬
Seseorang itu tergantung agama temannya, maka hendaklah salah seorang kalian memperhatikan
siapa yang dijadikannya sebagai teman. (HR. Abu Dawud : 4833)
Oleh karena itu, agar kita bisa memperoleh akhlak yang baik, maka bersahabat dengan orang-
orang yang berakhlak mulia adalah suatu keniscayaan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

‫ إِ َّما أَ ْن‬:‫ْك‬
ِ ‫ فَ َحا ِم ُل ال ِمس‬،‫ير‬
ِ ‫خ ال ِك‬ ِ ‫ َك َحا ِم ِل ال ِمس‬،‫ح َوالس َّْو ِء‬
ِ ِ‫ْك َونَاف‬ ِ ِ‫يس الصَّال‬ ِ ِ‫الجل‬ َ ‫َمثَ ُل‬
َ ‫ إِ َّما أَ ْن يُحْ ِر‬:‫ير‬
‫ق‬ ِ ‫ َونَافِ ُخ ال ِك‬،ً‫ َوإِ َّما أَ ْن تَ ِج َد ِم ْنهُ ِريحًا طَيِّبَة‬،ُ‫ َوإِ َّما أَ ْن تَ ْبتَا َع ِم ْنه‬،‫ك‬
َ َ‫يُحْ ِذي‬
ً‫ َوإِ َّما أَ ْن تَ ِج َد ِريحًا َخبِيثَة‬،‫ك‬ َ َ‫ثِيَاب‬
“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan
seorang pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi akan memberimu minyak wangi atau
engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan
kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari : 5534)

15. Bertempat di Lingkungan yang Baik


Termasuk penunjang terbesar yang dapat memudahkan kita untuk memperoleh akhlak yang baik
adalah dengan bertempat tinggal di lingkungan yang baik.
Lingkungan juga sangat mempengaruhi tabiat kita. Karena apabila kita bertempat di lingkungan
yang penuh kemaksiatan maka sesungguhnya hati kita sangatlah lemah.
Seandainyapun kita tidak terpengaruh dengan buruknya lingkungan, setidaknya kita akan
mengalami kesulitan dalam melakukan kebaikan dan membenahi akhlak.
Oleh karena itulah Nabi dan para sahabat berhijrah ke Madinah dalam rangka menolong agama
mereka agar mereka lebih mudah menjalankan agamanya.

16. Mengunjungi Orang yang Berakhlak Mulia


Apabila kita banyak berkunjung dan bertemu dengan orang-orang yang berakhlak mulia dan
mempelajari akhlak mereka maka kita akan dimudahkan untuk memperbaiki akhlak.
Tahukah Anda..? Bahwa penyebab mulianya akhlak para sahabat adalah karena mereka
senantiasa mengunjungi Nabi dalam rangka mempelajari akhlak dan adab beliau.
Cara itu kemudian diwariskan kepada para generasi setelahnya, dimana mereka mempelajari
akhlak guru mereka sebagaimana mempelajari ilmu dari mereka.
Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan :
‫ون ْال ِع ْل َم‬ َ ‫ون ْالهَ ْد‬
َ ‫ي َك َما يَتَ َعلَّ ُم‬ َ ‫َكانُوا يَتَ َعلَّ ُم‬
Mereka dahulu mempelajari tingkah laku sebagaimana mempelajari ilmu.[7]
Bahkan mereka lebih banyak mempelajari akhlak dan adab dari pada ilmu..!!

Abu Al-Husain bin Al-Munaadi Al-Baghdadi meriwayatkan dengan sanadnya sampai Al-Husain
bin Ismail, ia berkata : Aku mendengar bapakku mengatakan :

‫ أَقَلُّ ِم ْن َخ ْم َس ِمائَ ٍة‬،‫ أَ ْو يَ ِز ْي ُد ْو َن‬،‫ف‬ٍ ‫ َزهَاء َخ ْم َسة آاَل‬،‫س اإْل ِ َم ِام أَحْ َمد‬ ِ ِ‫ُكنَّا نَجْ تَ ِم ُع فِي َمجْ ل‬
‫ت‬ ِ ‫ ُحس َْن اأْل َ َد‬:ُ‫ َو ْالبَاقِي يَتَ َعلَّ ُم ْو َن ِم ْنه‬،‫يَ ْكتُب ُْو َن‬
ِ ‫ب َو ُحس َْن ال ُّس ْم‬
Dahulu kami berkumpul di majelisnya imam Ahmad, kurang lebih 5000 orang lebih. Kurang dari
500 orang menulis, sedangkan sisanya mereka belajar adab dan diam yang baik dari beliau.[8]

17. Mendesak Masyarakat Agar Bermasyarakat Islami


Masyarakat yang islami adalah sarana untuk menanamkan nilai-nilai akhlak islami ke dalam
setiap individu yang hidup di lingkungan masyarakat tersebut.
Setiap dari kita tentu tidak akan terlepas dari tatanan masyarakat. Apabila masyarakat yang kita
tempati adalah masyarakat yang islami, maka hal ini dapat memudahkan kita mengamalkan
nilai-nilai Islam.
Maka dari itu kita sebagai seorang muslim hendaknya juga bermasyarakat serta mendesak
mereka agar terbentuk masyarakat yang islami.
Upaya ini dapat kita lakukan melalui berbagai sarana tergantung posisi kita masing-masing
dalam tatanan masyarakat.
Apabila posisi kita saat itu adalah seorang kyai atau ustadz maka kita bisa mengisi ceramah di
masjid setempat, mengadakan kajian agama Islam, mengimami shalat berjamaah, dan
sebagainya.
Apabila posisi kita saat itu adalah seorang pemimpin maka kita bisa membuat kebijakan-
kebijakan yang berlandaskan nilai-nilai Islam.
Apabila posisi kita saat itu adalah orang kaya maka kita bisa menginfaqkan sebagian harta kita
untuk mendirikan yayasan pendidikan islam, masjid, dan semacamnya.
Apabila posisi kita saat itu hanyalah sebagai warga biasa maka kita bisa memberikan dukungan
apapun yang menunjang terbentuknya masyarakat islami, seperti mengikuti shalat berjamaah,
mengikut pengajian, dan sebagainya.

18. Mempelajari Perjalanan Hidup Nabi


Ibnu Hazm rahimahullah mengatakan :
‫اسن اأْل َ ْخاَل ق‬ َ ‫من أَ َرا َد خير اآْل ِخ َرة َو ِح ْك َمة ال ُّد ْنيَا َوعدل الس‬
ِ ‫ِّيرة َوااْل حتواء َعلَى م َح‬
‫ضائِل› بأسرها فَ ْليَ ْقتَ ِد بِ ُم َحمد َرسُول هللا صلى هللا َعلَ ْي ِه َوسلم‬ َ َ‫كلهَا َوا ْستِحْ قَاق ْالف‬
ُ‫َو ْليَ ْستَ ْع ِملْ أَ ْخاَل قَهُ َوسيره َما أَ ْم َكنَه‬
Barang siapa yang menghendaki kebaikan akhirat, hikmah dunia dan perjalanan hidup yang adil
serta memiliki seluruh akhlak yang baik serta memperoleh keunggulan yang memikat, . . .
. . maka hendaknya ia meneladani Muhammad Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan
mengamalkan akhlaknya dan meneladani perjalanan kehidupannya dengan segenap
kemampuannya.[9]
Oleh karena itu, tidaklah mungkin kita meneladani Rasulullah kecuali dengan mempelajari
perjalanan kehidupan beliau.

19. Mempelajari Perjalanan Hidup Para Salafus Shalih


Ketahuilah bahwa salafus shalih[10] adalah manusia yang paling mengetahui kebenaran dan
merekalah yang menjadi penerang dalam kegelapan.
Mereka telah memperoleh warisan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berupa ilmu dan
akhlak yang mulia.
Maka dari itu, kita juga harus mempelajari perjalanan hidup mereka dan menelaah ihwal mereka.
Kitab yang paling terkenal untuk mempelajari ihwal mereka adalah kitab “Siiru A’laami An-
Nubala” yang ditulis oleh imam Adz-Dzahabi rahimahullah.

20. Mengangkat Pemimpin yang Adil


Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah memberikan contoh kepada kita bagaimana beliau
memimpin pemerintahan di kota Madinah.
Beliau senantiasa berbuat adil kepada rakyatnya dan senantiasa berupaya melalui berbagai cara
guna membentuk masyarakat yang berakhlak yang mulia.
Oleh karena itu, mengangkat pemimpin yang adil begitu penting dalam rangka membentuk
masyarakat yang berakhlak mulia.

Anda mungkin juga menyukai