“Ustadz, kira-kira bisa nggak sih, orang biasa seperti saya ini meraih kedudukan yang dekat
bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kelak di hari kiamat??” Tanya seorang santri
pada ustadznya.
“Tentu saja bisa! Perbaikilah akhlakmu, maka engkau berada dalam barisan orang-orang telah
dijanjikan dekat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kelak di hari kiamat.” Jawab
sang ustadz.
Tahukah Anda? Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda :
1. Membenarkan Akidah
Akidah yang benar (yakni akidah ahlus sunnah wal jama'ah) dapat menjadikan akhlak kita
menjadi lebih baik. Hal ini telah terbukti bahwa akidah para salafus shalih mampu
menghantarkan mereka kepada akhlak yang mulia dan menghindarkan mereka dari akhlak yang
tercela. Selain itu, kualitas akidah kita juga sangat mempengaruhi kualitas akhlak kita. Apabila
akidah dan keimanan kita baik, maka baik pula akhlak yang kita miliki.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
2. Beribadah
Ibadah adalah sebuah cara dan wasilah yang paling utama untuk melatih dan mendidik diri kita
untuk menjadi lebih baik. Ibadah tidak hanya menjadi wasilah untuk mendidik aspek ruhiyyah
saja. Namun, ibadah juga mendidik aspek jismiyyah, ijtima’iyyah, khuluqiyyah, jamaliyyah,
maupun aqliyyah. Semua aspek tersebut akan terlatih apabila kita istiqomah melaksanakan
ibadah-ibadah yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Tentunya semua itu harus tetap kita niatkan untuk mengharapkan wajah-Nya.
3. Membaca Al Quran
Al Quran adalah petunjuk utama dalam berakhlak mulia. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
ِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَ ْد َجا َء ْت ُكم َّم ْو ِعظَةٌ ِّمن َّربِّ ُك ْم َو ِشفَا ٌء لِّ َما فِي الصُّ ُد
ٌور َوهُدًى َو َرحْ َمة
ينَ ِلِّ ْل ُم ْؤ ِمن
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman. (QS. Yunus : 57)
4. Melatih Diri
Akhlak yang mulia tidak dapat diperoleh dengan hanya berdiam diri. Justru dengan berlatih
itulah maka Allah akan memperbaiki akhlak kita.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
َولَ ْن تُ ْعطَ ْوا،ُ َو َم ْن يَ ْستَ ْغ ِن يُ ْغنِ ِه هَّللا،ُ ُصبِّرْ هُ هَّللا َ َ َو َم ْن يَت،ُ ف ي ُِعفَّهُ هَّللا
َ صبَّرْ ي َّ َوإِنَّهُ َم ْن يَ ْستَ ِع
َّ َعطَا ًء َخ ْيرًا َوأَ ْو َس َع ِم َن ال
صب ِْر
Sesungguhnya barang siapa yang berusaha menjaga diri dari meminta-minta maka Allah akan
menjaganya dari meminta-minta, dan barang siapa yang berusaha menyabarkan diri maka Allah
berikan dia kesabaran, dan barang siapa yang berusaha merasa cukup maka Allah berikan ia
kecukupan. Kalian tidak akan pernah diberikan pemberian yang terbaik dan terluas dari pada
sebuah kesabaran. (HR. Bukhari : 6470)
5. Memotivasi Diri
Apabila kita ingin memperoleh akhlak yang mulia maka hendaknya kita senantiasa memotivasi
diri dengan mengkaji keutamaan-keutamaan akhlak mulia yang telah disebutkan dalam Al-Quran
dan As-Sunnah.
Dengan motivasi diri inilah kita menjadi lebih semangat dan senantiasa berusaha memperbaiki
akhlak menjadi lebih baik.
ِ فَإِ َّن أَ ْك َر َم ْال َخ ْل، ُسقُوطُ ْال َجا ِه َو ْال َم ْن ِزلَ ِة َو ْال َك َرا َم ِة ِع ْن َد هَّللا ِ َو ِع ْن َد َخ ْلقِ ِه:َو ِم ْن ُعقُوبَاتِهَا
ق
ُط َو ُعهُ ْم لَهْ َ َوأَ ْق َربَهُ ْم ِم ْنهُ َم ْن ِزلَةً أ،ع ْن َد هَّللا ِ أَ ْتقَاهُ ْم،
ِ ...
Diantara akibat dari perbuatan maksiat adalah hilangnya kehormatan, kedudukan, dan kemuliaan
di sisi Allah dan juga makhluk-Nya.
Karena sesungguhnya makhluk yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di
antara mereka, dan yang paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah yang paling taat di
antara mereka.[2]
Apabila kita senantiasa berakhlakul karimah maka kedudukan kita akan semakin tinggi di sisi
Allah.
Sebaliknya, apabila kita berakhlak buruk maka kedudukan kita akan semakin menurun di sisi
Allah.
Bahkan sebaik apapun ibadah kita kepada Allah, hanya akan menghantarkan kita ke dalam
neraka apabila kita memiliki akhlak yang buruk.
Perhatikan hadits di bawah ini!!
َغ ْي َر،ص َدقَتِهَاَ َو،صيَا ِمهَا َ إِ َّن فُاَل نَةَ ي ُْذ َك ُر ِم ْن َك ْث َر ِة،ِ يَا َرسُو َل هللا:ٌال َر ُجل
ِ َو،صاَل تِهَا َ َق
فَإِ َّن فُاَل نَةَ ي ُْذ َك ُر ِم ْن،ُِول هللا
َ يَا َرس:ال َ َ› ق،ارِ َّ ِه َي فِي الن:ال َ َ ق،أَنَّهَا تُ ْؤ ِذي ِجي َرانَهَا بِلِ َسانِهَا
َواَل تُ ْؤ ِذي،ار ِم َن اأْل َقِ ِط
ِ ق بِاأْل َ ْث َو َ َ َوإِنَّهَا ت،صاَل تِهَا
ُ ص َّد َ َو،ص َدقَتِهَا
َ َو،صيَا ِمهَا ِ قِلَّ ِة
ِه َي فِي ْال َجنَّ ِة: قَا َل،ِجي َرانَهَا بِلِ َسانِهَا
Ada seorang lelaki berkata : “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang dikenal banyak
shalatnya, banyak berpuasa, dan banyak bersedekah, akan tetapi ia menyakiti tetangga dengan
lisannya”
Rasulullah menjawab : “Ia di neraka.”
Ia bertanya lagi : “Ada juga seorang wanita yang dikenal sedikit puasanya, sedikit sedekahnya,
bahkan ia hanya menyedekahkan sepotong keju dari susu yang dibekukan, namun ia tidak
menyakiti tetangga dengan lisannya.”
Rasulullah menjawab : “Ia di surga.”
(HR. Ahmad : 9675)
8. Bercita-cita Tinggi
Cita-cita yang tinggi dan mulia sangatlah diperlukan untuk menunjang kemuliaan akhlak kita.
Seorang yang bercita-cita rendah, tidak memiliki tekad yang kuat, mudah putus asa dan
selainnya merupakan sifat akhlak yang tercela.
Ibnu Al-Qayyim rahimahullah mengatakan :
ْ َوطَ َغ،ُت ِه َّمتُه
ت ٍ ُف ِب ُكلِّ ُخل
ْ َ َو َم ْن َدن،ق َج ِم ْي ٍل َ َّت نَ ْف ُسهُ؛ ات
َ ص ْ َو َخ ِش َع،ُت ِه َّمتُه ْ َفَ َم ْن َعل
ق َر ِذي ٍْل ٍ ُف بِ ُكلِّ ُخل َ ص َ َّنَ ْف ُسهُ؛ ات
Barang siapa yang memiliki cita-cita yang tinggi dan ketundukan jiwa maka ia telah memperoleh
semua sifat akhlak yang mulia.
Barang siapa yang rendah cita-citanya dan durhaka jiwanya maka ia telah memperoleh semua
sifat akhlak yang tercela.[3]
9. Sabar
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan :
،ُ َو ْال ِعفَّة،ُص ْبر َ َق يَقُو ُم َعلَى أَرْ بَ َع ِة أَرْ َكا ٍن اَل يُت
َّ ال:ص َّو ُر قِيَا ُم َساقِ ِه إِاَّل َعلَ ْيهَا ِ َُو ُحس ُْن ْال ُخل
َو ْال َع ْد ُل،َُوال َّش َجا َعة
Akhlak yang baik berdiri di atas empat rukun yang mendirikannya tidak boleh berpindah kecuali
berada di atasnya (yaitu) : sabar, menjaga diri dari yang buruk, berani, dan adil.[4]
Sabar itu ada tiga jenis, diantaranya :
Sabar dengan Allah
Sabar untuk Allah
Sabar bersama Allah
Pertama : Sabar dengan Allah adalah kita senantiasa bersabar meminta pertolongan kepada-Nya
agar tetap dalam kesabaran.
Karena sesungguhnya sabarnya seorang hamba adalah berkat pertolongan dari Rabbnya, bukan
dari dirinya.
َ ت َوتَ َوا
ص ْوا َ ﴾ إِاَّل الَّ ِذ٢﴿ ْر
›ِ ين آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا َ ﴾ إِ َّن اإْل ِ ن َس١﴿ َو ْال َعصْ ِر
ٍ ان لَفِي ُخس
٣﴿ صب ِْرَّ اص ْوا بِال ِّ ﴾بِ ْال َح
َ ق َوتَ َو
Demi masa. (1)
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, (2)
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (3)
(QS. Al-Ashr : 1 – 3)
َ ان لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُس َْوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َمن َك
َ ان يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَ ْو َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ لَّقَ ْد َك
َكثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)
Begitu pula para Nabi sebelumnya dan para pengikutnya yang patut kita jadikan teladan dalam
berakhlak.
Contohnya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam serta orang beriman yang mengikutinya, Allah ta’ala
berfirman :
َحتَّى، َوالَ َم ْن َخالَفَهُ ْم، الَ يَضُرُّ هُ ْم َم ْن َخ َذلَهُ ْم،ِ الَ يَ َزا ُل ِم ْن أُ َّمتِي أُ َّمةٌ قَائِ َمةٌ بِأ َ ْم ِر هَّللا
كَ ِيَأْتِيَهُ ْم أَ ْم ُر هَّللا ِ َوهُ ْم َعلَى َذل
Akan senantiasa ada umat dari umatku yang tegak di atas perkara Allah. Tidak akan
membahayakan mereka orang yang menghina mereka, tidak pula orang yang menyelisihi mereka
hingga datang ketetapan Allah kepada mereka dan mereka tetap dalam keadaan itu.
(HR. Bukhari : 3641)
Oleh karena itu, kita sebagai seorang muslim hendaknya juga menjadikan orang-orang yang
masih hidup di zaman ini; baik itu dari kalangan ulama, dai, orang salih dan selainnya yang
senantiasa menegakkan kebenaran sebagai teladan dalam berakhlak.
إِ َّما أَ ْن:ْك
ِ فَ َحا ِم ُل ال ِمس،ير
ِ خ ال ِك ِ َك َحا ِم ِل ال ِمس،ح َوالس َّْو ِء
ِ ِْك َونَاف ِ ِيس الصَّال ِ ِالجل َ َمثَ ُل
َ إِ َّما أَ ْن يُحْ ِر:ير
ق ِ َونَافِ ُخ ال ِك،ً َوإِ َّما أَ ْن تَ ِج َد ِم ْنهُ ِريحًا طَيِّبَة،ُ َوإِ َّما أَ ْن تَ ْبتَا َع ِم ْنه،ك
َ َيُحْ ِذي
ً َوإِ َّما أَ ْن تَ ِج َد ِريحًا َخبِيثَة،ك َ َثِيَاب
“Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan
seorang pandai besi. Penjual minyak wangi bisa jadi akan memberimu minyak wangi atau
engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan
kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari : 5534)
Abu Al-Husain bin Al-Munaadi Al-Baghdadi meriwayatkan dengan sanadnya sampai Al-Husain
bin Ismail, ia berkata : Aku mendengar bapakku mengatakan :
أَقَلُّ ِم ْن َخ ْم َس ِمائَ ٍة، أَ ْو يَ ِز ْي ُد ْو َن،فٍ َزهَاء َخ ْم َسة آاَل،س اإْل ِ َم ِام أَحْ َمد ِ ُِكنَّا نَجْ تَ ِم ُع فِي َمجْ ل
ت ِ ُحس َْن اأْل َ َد:ُ َو ْالبَاقِي يَتَ َعلَّ ُم ْو َن ِم ْنه،يَ ْكتُب ُْو َن
ِ ب َو ُحس َْن ال ُّس ْم
Dahulu kami berkumpul di majelisnya imam Ahmad, kurang lebih 5000 orang lebih. Kurang dari
500 orang menulis, sedangkan sisanya mereka belajar adab dan diam yang baik dari beliau.[8]