Anda di halaman 1dari 28

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DARING

MENULIS TEKS CERITA PENDEK PADA SISWA KELAS XI


SMA NEGERI 10 PURWOREJO

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni


Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan

Oleh
Mariah Febriyanti
NIM 18201241051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pandemi Covid-19 membawa pengaruh yang besar terhadap kehidupan
masyarakat Indonesia. Penyesuaian-penyesuaian terus dilakukan guna
menghadapi pandemi ini. Salah satu dampak dari adanya pandemi adalah
perubahan sistem pendidikan di Indonesia. Proses pembelajaran pada masa
pandemi dilakukan dengan melaksanakan pembelajaran jarak jauh atau PJJ.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 yang dikeluarkan oleh
pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, mengenai Pelasanaan
Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid. Surat Edaran tersebut
menjelaskan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dilakukan di rumah
masing-masing melalui pembelajaran daring atau jarak jauh. Pembelajaran daring
merupaan pembelajaran yang dilakukan tanpa adanya interaksi langsung
melainkan menggunakan bantuan platform digital berbasis internet (Putra dan
Irwansyah, 2020). Pembelajaran semacam ini memungkinkan guru dan peserta
didik dapat saling berinteraksi dan melaukan kegiatan belajar mengajar tanpa
berpotensi menambah penyebaran virus Covid-19.
Pengalihan sistem pembelajaran yang semula luring menjadi daring tentu
saja memberikan akibat kepada guru maupun peserta didik. Tentu saja terdapat
hal positif dan negatif yang muncul dalam kondisi ini. Guru harus lebih kreatif
dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran agar peserta didik
senantiasa memperhatikan. Selain itu, Guru juga harus melek teknologi agar dapat
melasanakan pembelajaran dengan baik. Perangkat-perangkat pembelajaran
semacam bahan ajar, metode, dan media pembelajaran harus disesuaikan dengan
kondisi yang ada. Terlebih pada Kurikulum 2013 pembelajaran bahasa Indonesia
ditekankan pada pembelajaran berbasis teks dan pembelajaran yang berorientasi
kepada siswa.
Salah satu pembelajaran dalam bahasa Indonesia yang perlu mendapatkan
perhatian khusus yaitu pembelajaran menulis atau memproduksi suatu teks.

1
Walaupun pembelajaran ini sudah ada sejak kurikulum sebelumnya, tetapi harus
diakui bahwa masih perlunya perhatian khusus. Peserta didik cenderung
meremehkan atau menggampangkan pembelajaran ini. Padahal kenyataannya
menulis juga memerlukan pemikiran kritis, kreatif, serta pemahaman terhadap
pola-pola pada setiap teks. Terlebih pada pembelajaran daring saat ini,
keterampilan dan kreativitas peserta didik seakan tidak termaksimalkan dengan
berbagai alasan. Misalnya, penggunaan platform online seperti Zoom Meeting,
Google Meet, Classroom, dan lain-lain. Peserta didik seringkali kesulitan jaringan
sehingga pelajaran tidak dapat terserap dengan baik. Selain itu, situasi yang baru
mengakibatkan semangat yang ada pada setiap peserta didik yang berbeda juga
berakibat pada penerimaan mereka terhadap pelajaran.
Teks cerita pendek merupakan salah satu dari sekian jenis teks yang
diajarkan di sekolah. Teks cerpen dirasa cukup dekat dengan peserta didik jenjang
menengah atas terutama kelas XI sebab membutuhkan kepekaan dan kreatifitas
dalam memproduksinya. Diperlukan pemikiran yang kritis, kreatif, dan imajinatif
dengan melihat fenomena yang ada di sekitar agar dapat menciptakan satu teks
yang baik.
Penelitian mengenai pelasanaan pembelajaran memproduksi teks cerpen
perlu dilaksanakan. Hal ini dilakukan guna mengetahui sejauh mana guru mata
pelajaran Bahasa Indoesia kelas XI memahami teks, merencanakan dan
mengajarkannya kepada peserta didik, serta melakukan evaluasi. Selain itu,
peneitian ini juga untuk mengetahui kemampuan serta pemahaman peserta didik
dalam melasanakan pembelajaran memproduksi teks cerpen. Atas dasar tersebut,
maka perlu dilaukan penelitian dengan melihat pelaksanaan pembelajaran daring
memproduksi teks cerpen di kelas XI SMA.
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 10 Purworejo, khususnya di kelas XI.
Alasan pemilihan SMA Negeri 10 Purworejo sebagai tempat penelitian karena
SMA Negeri 10 Purworejo sebagai salah satu SMA Negeri yang berada cukup
jauh dari kota tetapi memiliki prestasi yang patut dibanggakan. Selain itu, peserta
didik yang berasal dari berbagai kalangan dan berbagai kondisi geografis. Hal ini

2
dapat dijadikan tolok ukur penelitian mengenai pelaksanaan pembelajaran daring
memproduksi teks cerpen di SMA Negeri 10 Purworejo.

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan pembelajaran memproduksi teks cerita pendek di kelas XI
SMA Negeri 10 Purworejo meliputi pemilihan materi, penggunaan
metode, pemanfaatan media dan evaluasi.
2. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pelaksanaan
pembelajaran memproduksi teks cerita pendek di kelas XI SMA
Negeri 10 Purworejo, baik faktor pendukung maupun kendalanya.
3. Potret siswa dalam proses pelaksanaan pembelajaran memproduksi
teks cerita pendek di kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo.

C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pemilihan materi, penggunaan metode, pemanfaatan
media, dan pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran memproduksi
teks cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo?
2. Apa saja pendukung dan kendala dalam pembelajaran memproduksi
teks cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran memproduksi teks cerita
pendek meliputi pemilihan materi, penggunaan metode, pemanfaatan
media, dan pelaksanaan evaluasi dalam pembelajaran memproduksi
teks cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo

3
2. mendeskripsikan faktor pendukung dan kendala pembelajaran
memproduksi teks cerita pendek pada siswa kelas XI SMA Negeri 10
Purworejo

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu meliputi manfaat bagi guru,
siswa, dan peneliti.
1. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan
gambaran mengenai pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
mata pelajaran bahasa Indonesia, faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan siswa merasa bosan dengan pelajaran bahasa Indonesia,
lebih khusus pada pembelajaran memproduksi teks cerita pendek mata
pelajaran bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo.
Gambaran tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi pihak sekolah dalam mengambil kebijakan terkait
pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 10 Purworejo
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi
tambahan berkaitan dengan pembelajaran memproduksi teks cerita
pendek mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 10
Purworejo. Informasi ini diharapkan dapat menjadikan umpan balik
merefleksikan KBM guru bahasa Indonesia di SMA Negeri 10
Purworejo.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran
pelaksanaan pembelajaran memproduksi teks cerita pendek mata
pelajaran bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo
Informasi ini diharapkan dapat dijadikan motivasi bagi siswa untuk
meningkatkan kemampuan memproduksi teks cerita pendek.

4
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan
pengetahuan peneliti dalam mengelola pembelajaran bahasa Indonesia
baik di XI SMA Negeri 10 Purworejo maupun di sekolah-sekolah
lainnya sebagai bahan pijakan atau referensi untuk mempersiapkan diri
menjadi seorang guru yang kompeten di sekolah manapun, karena
tidak dapat dipungkiri bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia adalah
mata pelajaran yang cenderung dikesampingkan oleh siswa di
kebanyakan sekolah.

5
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori
Berikut merupakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini.
1. Hakikat Pembelajaran
Berikut beberapa teori berkaitan dengan hakikat pembelajaran:
a. Definisi Pembelajaran
Pembelajaran diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan sistematis
dan bersifat komunikatif antara guru dengan peserta didik, sumber belajar,
dan lingkungan belajar untuk menciptakan kondisi tindakan belajar peserta
didik di kelas ataupun di luar kelas, dengan guru secara fisik ataupun tidak
yang ditujukan untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan (Arifin,
2013: 10).
Sementara Syarifudin (2020: 31) mengungkapkan bahwa
pembelajaran merupakan proses internalisasi ilmu pengetahuan dalam
skemata peserta didik. Dalam proses ini terdapat aktivitas peserta didik
sebagai pelajar dan aktivitas guru sebaga pembelajar. Pembelajar
dimaksudkan sebagai suatu sistem yang membantu seorang individu
belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungannya.
Pembelajaran dilakukan dengan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi oleh pendidik yang kemudian diaplikasikan dalam pertemuan
pembelajaran dengan dukungan media, alat, dan bahan yang sesuai. Hal
tersebut sependapat dengan Kurniawan (2014: 1) yang menyatakan bahwa
pembelajaran merupakan proses aktivas yang dilakukan oleh guru dalam
mengondisikan peserta didik untuk belajar. Dalam proses pembelajaran
tersebut terdapat tujuh komponen yang harus dipenuhi, yaitu guru, peserta
didik, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran,
media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses sistematis dan komunikatif antara

6
guru dengan peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan belajar guna
menciptakan suasana belajar yang baik, menyenangkan, dan berdaya guna,
serta ditujukan untuk mencapai suatu tujuan pengajaran.

b. Pembelajaran Daring
Pembelajaran daring pada dasarnya adalah pembelajaran yang
dilakukan seara virtual memalui aplikasi virtual yang tersedia dengan
memperhatikan kompetensi yang akan diajarkan. Guru harus menyadari
bahwa pembelajaran memiliki sifat yang sangat kompleks karena
melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan
(Mulyasa, 2013: 100).
Selanjutnya, Isman melalui Dewi (2020: 56) mengungkapkan bahwa
pembelajaran daring merupakan pemanfaatan jaringan internet dalam
proses pembelajaran. Dengan pembelajaran daring, peserta didik memiliki
keleluasaan waktu belajar, dapat belajar kapan saja dan di mana saja.
Peserta didik dapat berinteraksi dengan guru menggunakan beberapa
aplikasi seperti Classroom, Video Converence, Telepon atau Live Chat,
Zoom maupun melalui Whatsapp Group. Pembelajaran ini merupakan
inovasi pendidikan untuk menjawab tantangan akan ketersediaan sumber
belajar yang variatif.
Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran daring adalah pembelajaran yang dilakukan menggunakan
teknologi internet tanpa harus bertatap muka secara langsung.
Pembelajaran daring dapat dilaksanakan melalui telepon, laptop, ataupun
komputer. Teknologi memiliki peran penting dalam pelaksanaan
pembelajaran termasuk di dalamnya dalam upaya pencapaian tujuan
pembelajaran jarak jauh. Hal tersebut juga akan dapat terlaksana dengan
baik dengan adanya kerja sama dan penerapan yang tepat dari komponen-
komponen pembelajaran.

7
c. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan
apresiasi terhadap hasil kesastraan manusia Indonesia (Dinas Pendidikan,
2006: 1)
Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengembangkan empat keterampilan berbahasa. Menurut
Keputusan Kongres V, keempat keterampilan berbahasa yang dimaksud
adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Beralih ke
pembelajaran sastra, pembelajaran ini pada hakikatnya sama dengan
pembelajaran bahasa Indonesia yang menekankan pada empat aspek
keterampilan berbahasa.
Perbedaan antara pembelajaran bahasa dengan sastra ada pada proses
estetika dan kreativitas seseorang kaitannya dalam pengalaman yang
dialaminya. Pembelajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh
apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu membantu keterampilan
bahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan
rasa, dan menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16)

d. Komponen Pembelajaran Bahasa Indonesia


Susilana (2006) menyebutkan bahwa lima macam komponen
pembelajaran yang berguna untuk meningkatkan efektivitas interaksi
antara guru dengan siswa. Komponen-komponen pembelajaran itu adalah
sebagai berikut.
Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran merupakan suatu target
yang ingin dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini
adalah suatu proses yang berkesinambungan antara tujuan satu dengan
tujuan lain yang lebih tinggi. Di mulai dari tujuan pembelajaran (umum
dan khusus), tujuan-tujuan itu bertingkat, berakumulasi, dan bersinergi

8
untuk menuju tujuan yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu membangun
manusia (peserta didik) yang sesuai dengan yang dicita-citakan.
Bahan atau Materi Pembelajaran Bahan atau materi pembelajaran
pada dasarnya adalah isi dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau
bidang studi dengan topik/subtopik dan rinciannya. Dalam pengembangan
dan pemanfaatan bahan ajar, guru dapat melakukannnya dengan dua cara,
yakni: 1) resources by design, yaitu sumber-sumber belajar yang dirancang
dan dikembangkan untuk kepentingan pembelajaran; dan 2) resources by
utilization, yaitu sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar
yang dapat digunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan pembelajaran.
Strategi dan Metode Pembelajaran Strategi pembelajaran merupakan
salah satu komponen di dalam sistem pembelajaran. Komponen strategi
dan metode pembelajaran pun dipengaruhi oleh beberapa faktor. Metode
dan teknik pembelajaran bergantung pada tingkah laku yang terkandung
dalam rumusan tujuan pembelajaran. Sedangkan strategi pembelajaran itu
sendiri dipengaruhi oleh: 1) tujuan, 2) materi, 3) siswa, 4) fasilitas, 5)
waktu, dan 6) guru.
Media Pembelajaran Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa sehingga dapat
mendorong proses belajar mengajar (Ibrahim dan Syaodih, 1996: 78).
Evaluasi Pembelajaran Gronlund (melalui Susilana, 2006: 121)
mengemukakan bahwa evaluasi adalah suatu proses sistematis dari
pengumpulan, analisis, dan intepretasi informasi/data untuk menentukan
sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran.

2. Hakikat Menulis
Berikut beberapa teori berkaitan dengan menulis:
a. Definisi Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan
untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka

9
dengan orang lain tetapi dengan lambang-lambang yang tentunya
dimengerti oleh orang lain. Menulis bukanlah suatu kegiatan yang mudah
karena membutuhkan latihan yang teratur agar tulisan itu dikatakan baik.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan menulis adalah membuat
huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebainya);
melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat)
dengan tulisan.
Pengertian menulis menurut Suparno dan Yunus (2008: 1.3),
menulis merupakan suatu kegiatan menyampaikan pesan (komunikasi)
dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau media. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Saddhono dan Slamet (2012: 96) menyatakan bahwa
menulis merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan
pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Pendapat lain
diungkapkan Tarigan (2008: 22), “menulis ialah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa
yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik itu.”
Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis menganggap bahwa
semua pendapat memiliki satu garis yang sama yaitu untuk menyampaikan
suatu hal. Oleh karena itu, dari semua pendapat dapat ditarik kesimpulan
bahwa menulis adalah suatu kegiatan menyampaikan pesan atau
berkomunikasi dengan lambang-lambang grafis berupa bahasa tulis agar
dapat dipahami oleh orang lain.

b. Tujuan Menulis
Kegiatan menulis adalah kegiatan yang menghasilkan sebuah
produk berupa tulisan. Oleh karena itu, tujuan umum dari menulis adalah
untuk menghasilkan sebuah tulisan. Kristiantari (2004:101)
mengungkapkan tujuan menulis adalah (a) menginformasikan, (b)
menghibur (c) menugasi, dan (d) menambah kreatifitas. Sejalan dengan

10
apa yang diungkapkan oleh Kristiantari, Tarigan (2008: 25)
mengungkapkan tujuan menulis sebagai berikut:
1) Menginformasikan,seseorang untuk menulis bertujuan agar
tulisanya diketahui dan dibaca orang lain.
2) Menghibur, seseorang menulis bertujuan untuk menghibur
pembaca melalui tulisanya.
3) Menugasi, seseorang menulis bertujuan untuk mencapai nilai-
nilai kesenian.

c. Manfaat Menulis
Keterampilan menulis menurut Tarigan (2008: 3) merupakan “suatu
keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara
tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.” Pendapat
tersebut secara tidak langsung juga menunjukan bahwa manfaat
keterampilan menulis yaitu sebagai alat komunikasi tidak langsung.
Sadhono dan Slamet (2012: 102) menguraikan manfaat menulis
adalah sebagai berikut:
1) peningkatan kecerdasan,
2) pengembangan daya inisiatif dan kreativitas,
3) penumbuhan keberanian, dan
4) pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.
Jadi, manfaat keterampilan menulis adalah sebagai alat komunikasi
tidak langsung, peningkatan kecerdasan, pengembangan daya inisiatif dan
kreativitas, penumbuhan keberanian, pendorong kemauan dan kemampuan
mengumpulkan informasi.

3. Teks Cerita Pendek


Berikut beberapa teori berkaitan dengan hakikat pembelajaran:
a. Teks Cepen
Cerpen sebenarnya sudah banyak diketahui dan bahkan sering
dinikmati oleh banyak orang. Akan tetapi, para ahli memberikan definisi

11
atau batasan yang berbeda-beda. Sumardjo (2007: 62) menyatakan bahwa
cerpen adalah cerita atau narasi yang bersifat fiktif serta relatif pendek.
Sejalan dengan itu Kosasih (2012: 34) menjelaskan cerpen merupakan cerita
yang menurut wujud fisiknya pendek dan dapat dibaca habis dalam waktu
sekitar sepuluh menit atau setengah jam.
Notosusanto dalam (Kusdmayadi 2010:8) menyatakan bahwa cerita
pendek bukan ditentukan oleh banyaknya halaman untuk mewujudkan cerita
tersebut atau sedikit tokoh yang terdapat di dalam cerita itu, melainkan lebih
disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan oleh
bentuk karya sastra tersebut. Jadi sebuah cerita yang pendek belum tentu
dapat digolongkan ke dalam jenis cerita pendek, jika ruang lingkup dan
permasalahan yang diungkapkan tidak memenuhi persyaratan yang dituntut
oleh cerita pendek.
Berdasarkan pendapat beberapa tokoh mengenai definisi cerpen, dapat
ditarik kesimpulan bahwa cerpen adalah sebuah karangan fiksi narasi
dengan ruang lingkup permasalahan yang tidak luas dan dapat diselesaikan
dalam satu kali duduk.

b. Unsur-Unsur Teks Cerpen


Sama halnya dengan teks lain dalaam bahasa Indonesia, teks cerpen
memilivi unsur-unsur yang menjadi ciri khas tersendiri. Dalam cerpen
terdapat dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur-unsur
instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri yang
menyebabkan sebuah karya sastra itu hadir (Nurgiyantoro, 2009: 23). Unsur
instrinsik terdiri dari tema, alur (plot), penokohan (karakterisasi), sudut
pandang (point of view), gaya bercerita, latar dan amanat (Nurgiyantoro,
2009: 23). Unsur ekstrinsik menurut Nurgiyantoro (2009: 23) adalah unsur-
unsur yang berada di luar karya sastra tetapi secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya sastra.

12
1) Tema
Menurut Kosasih (2003: 223), tema merupakan inti atau ide
dasar sebuah cerita. Tema merupakan pangkal tolak pengarang
dalam menceritakan dunia rekaan yang diceritakannya. Tema
suatu cerpen menyangkut segala persoalan dalam kehidupan
manusia, baik itu masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang,
kecemburuan, dan sebagainya.
2) Alur (Plot)
Kosasih (2003: 225) berpendapat bahwa alur merupakan pola
pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat.
Pola pengembangan cerita suatu cerpen tidaklah seragam. Secara
umum, jalan cerita terbagi ke dalam bagian-bagian sebagai
berikut.
a) Pengenalan situasi cerita (exposition)
Pengarang memperkenalkan para tokoh, menata adegan
dan hubungan antar tokoh.
b) Pengungkapan peristiwa (complication)
Peristiwa awal menimbulkan berbagai masalah
pertentangan, ataupun kesukarankesukaran bagi tokohnya.
c) Menuju pada adanya konflik (rising action)
Terjadi peningkatan masalah yang menyebabkan
bertambahnya kesukaran tokoh.
d) Puncak konflik (turning point)
Bagian ini disebut juga klimaks. Bagian cerita yang paling
mendebarkan. Pada bagian ini juga ditentukan perubahan
nasib tokoh.
e) Penyelesaian (ending)
Berisi penjelasan nasib-nasib yang dialami tokoh setelah
klimaks tadi.

13
Ada beberapa alur yang sudah diketahui secara umum yang
sering digunakan dalam karya sastra prosa, yaitu:
a) Alur Maju
Menceritakan kehidupan atau perjalanan tokoh dari awal
sampai akhir;
b) Alur Mundur
Menceritakan kehidupan atau perjalanan tokoh dari akhir
sampai awal atau merupakan perenungan tokoh;
c) Alur Campuran
Menceritakan kehidupan atau perjalanan tokoh dari awal
sampai akhir kembali ke awal atau sebaliknya.
3) Tokoh dan Penokohan (Karakterisasi)
Tokoh merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam
cerita, digambaran melalui dialog dan tindakan. Sedangkan
penokohan adalah tentang bagaimana penggambaran tokoh yang
dilakukan oleh pengarang.
Nurgiyantoro mengemukakan pembedaan tokoh menjadi dua
yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah
tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita. Ia
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai
pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Di lain pihak,
pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan isi cerita
lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada
keterkaitannya dengan tokoh utama, baik secara langsung ataupun
tidak langsung.
4) Sudut Pandang (Point Of View)
Sudut pandang (point of view) menyaran pada sebuah cerita
dikisahkan. Ia merupakan cara dan pandangan tokoh, tindakan,
latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah
karya fiksi (Abrams melalui Nurgiyantoro, 2009: 21 248). Teknik
atau macam-macam gaya penulis untuk mengungkapkan tokoh

14
kaitannya dengan sudut pandang dibagi menjadi Akuan (sudut
pandang orang pertama), Diaan (sudut pandang orang ketiga), dan
sudut pandang orang kedua (kamu, kau).
5) Gaya Bercerita
Gaya bahasa menjadi ciri tersendiri bagi masing-masing
pengarang. Hal ini menjadi ciri khas yang membedakan pengarang
satu sama lain. Gaya bahasa dalam Nurgiyantoro dijabarkan
sebagai stile (style). Abrams (melalui Nurgiyantoro,1981: 193)
mengemukakan bahwa unsur stile (stylistics features) terdiri dari
unsur fonologi, sintaksis, leksikal, dan retorika (rhetorical), yang
berupa karakteristik penggunaan bahasa figuratif, pencitraan, dan
sebagainya.
6) Latar
Latar adalah keadaan tempat, waktu, dan budaya. Tempat dan
waktu yang dirujuk dalam sebuah cerita bisa merupakan sesuatu
yang faktual atau bisa juga imajiner (Kosasih, 2003: 227).
7) Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak
disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanyaitu
(Kosasih, 2003: 230). Amanat adalah pesan tersirat yang ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dekat dengan
moral yang disampaikan pengarang lewat karya sastranya. Pada
dasarnya moral merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang kepada pembaca, yang merupakan makna yang
terkandung dalam sebuah karya sastra dan makna disarankan lewat
cerita (Nurgiyantoro, 2009: 322).
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra tetapi
secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya
sastra (Nurgiyantoro, 2009:23). Unsur yang dimaksud adalah sebagai
berikut.

15
1) Biografi, keadaan subjek individu pengarang yang memilih sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup dan semuanya itu akan
mempengaruhi corak karya sastra yang ditulis.
2) Psikologi, baik pengarang yang mencakup proses kreatifnya,
maupun penerapan prinsip psikologi politik dan sosial, juga akan
berpengaruh pada karyanya.
3) Keadaan masyarakat di tempat pengarang meliputi ekonomi,
sosial, dan politik.
4) Pandangan hidup suatu bangsa, perbandingan dengan karya seni
lama, dan sebagainya (Wellek dan Warren melalui Nurgiyantoro,
2009: 24).

4. Pembelajaran Menulis Cerpen


Sayuti (2009: 8) mengungkapkan bahwa tulisan fiksi dibuat berdasarkan
khayalan dan tidak benar-benar terjadi dalam dunia nyata. Oleh karena itu erita
fiksi disebut juga sebagai cerita rekaan atau khayalan. Menulis cerpen
membutuhkan daya imajinasi yang tinggi, semakin tinggi imajinasi seorang
pengarang maa tulisan yang dihasilkan akan semakin bagus. Selain daya
imajinasi ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan dalam menulis cerpen,
yaitu dengan cara sebagai berikut.
a. Tahap Menemukan dan Menuangkan Ide Tulisan
Dalam proses menemukan ide, pengarang memerlukan banyak
referensi sebagai acian. Referensi tersebut dapat diperoleh dari banyak
hal, salah satu yang paling sering yaitu melalui bacaan. Semakin banyak
bacaan yang dibaca maka pengetahuan pengarang akan semakin luas
sehingga ide akan mudah didapatkan. Selain bacaan, mengamati
keadaan sekitar juga merupakaan hal yang perlu dilakukan. Hal ini akan
melatih kepekaan penulis. Menuangkan ide ke dalam bentuk paragraf
diperlukan teknik penulisan. Sayuti (2009: 25-26) mengemukakan
tahap-tahap menulis. Pertama, tahap pramenulis. Di sini harus menggali
ide, memilih ide, menyiapkan bahan tulisan. Kedua, tahap menulis draf.

16
Tahap menulis draf adalah tahap menulis ide-ide mereka ke dalam
bentuk tulisan yang kasar sebelum dituliskan dalam bentuk yang sudah
jadi. Ketiga, tahap merevisi. Tahap merevisi adalah tahap memperbaiki
ulang atau menambahkan ide-ide baru terhadap karya. Keempat, tahap
menyuting. Pada tahap ini harus memperbaiki karangan pada aspek
kebahasaan dan kesalahan mekanik yang lain. Kesalahan mekanik antara
lain penulisan huruf, ejaan, struktur kalimat, tanda baca, istilah, dan kosa
kata.
b. Mengembangkan alur cerita
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan
hubungan sebab akibat (kualitas). Peristiwa itu saling berhubungan
maka jika tidak ada peristiwa satu, peristiwa yang lain tidak akan terjadi
(Sayuti, 2009: 47). Mengembangkan alur tidak semudah yang
dibayangkan. Dalam pengembangannya penulis harus memperhatikan
beberapa hal berikut
1) Konflik harus tergarap dengan baik.
Konflik harus tergarap dengan baik artinya penulis harus benar-
benar mrmperhatikan bagaimana masalah diolah hingga mampu
membangun cerita. Kebanyakan penulis hanya memaparkan
masalah-masalah kemudian menjadikan masalah itu sebagai
peristiwa-peristiwa cerita tetapi tidak ada yang ditonjolkan
menjadi konflik dan klimaks.
2) Struktur cerita harus proporsional.
Bagian pembuka cerita, konflik dan juga akhir cerita harus
proporsional sehingga cerita dapat dinikmati. Beberapa cerita
hanya memfokuskan pada konflik sedangkan pengenalan
ceritanya sangat singkat.
3) Akhir cerita (ending) tidak klise dan tidak mudah ditebak.
Akhir cerita hendaknya tidak mudah ditebak oleh
pembaca.Agar memperoleh hal itu, penulis harus banyak
berlatih. Akhir cerita yang mudah ditebak berawal dari ide

17
cerita yang monoton sehingga jalan cerita juga dapat dengan
mudah ditebak oleh pembaca.
c. Mengembangkan Tokoh Cerita
Dilihat dari sifatnya tokoh dapat dibagi tokoh protagonis (baik) dan
antagonis (buruk). Tokoh dilihat dari keterlibatanya dalam cerita
terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh
yang paling sering mucul dalam cerita dan paling banyak berhubungan
dengan tokoh lain. Sayuti (2009:58) memaparkan rambu-rambu
pengembangan tokoh cerita.
1) Penggambaran tokoh secara hidup (tidak datar).
Penggambaran tokoh tidak hanya digambarkan berdasarkan
nama, bentuk fisik, dan pekerjaan dalam cerita. Tokoh dalam
cerita harus mempunyai karakter yang jelas.
2) Penggambaran tokoh bervariasi. Penokohan secara langsung
menjadikan cerita tampak datar, membosankan, dan
menyebabkan karakter tokoh tidak kuat. Keberhasilan penulis
memunculkan karakter yang kuat pada tokoh-tokohnya akan
membuat tokoh-tokoh cerita tersebut menjadi hidup sehingga
keterikatan pembaca dengan tokoh cerita dapat terjalin dengan
baik.
3) Tokoh yang dimunculkan harus memiliki sumbangan bagi
pengembangan cerita. Penulis memunculkan banyak tokoh
tetapi sebenarnya tokoh itu tidak memiliki sumbangan bagi
pengembangan cerita. Hal itu menyebabkan cerita menjadi
kedodoran, jalan cerita dan panjang tulisannya pendek tetapi
tokoh yang disajikan terlalu banyak.
d. Mengembangkan Latar Cerita
Latar cerita merupakam unsur fiksi yang mengacu pada tempat, waktu,
dan kondisi sosial cerita itu terjadi. Akan tetapi, seringkali latar tidak
disebutkan atau digambarkaan dengan jelas atau detail sehingga
menjadikan cerita kurang hidup.

18
e. Diksi dan Bahasa dalam Fiksi
Bahasa dalam fiksi lebih banyak mengandung makna konotatif. Namun,
terdapat perbedaan antara puisi dan cerpen. Bahasa konotatif dalam
puisi lebih menonjol dibandingkan dengan cerpen. Bahasa konotasi
dalam cerpen digunakan demi membangun suasana agar lebih hidup
sehingga pembaca dapat masuk dalam cerita.

B. Penelitian yang Relevan


Penelitian ini memiliki kecenderungan yang hampir sama dengan penelitian
sebelumnya, sehingga beberapa penelitian berikut ini menjadi rujukan dalam
penelitian ini. Penelitian yang relevan pertama berjudul Pelaksanaan Pembelajaran
Menulis Cerita Pendek (Studi Kasus Di Kelas XI SMK Negeri 5 Surakarta) oleh
Hafidah Fachrunisa, Budhi Setiawan, dan Ani Rakhmawati dari Universitas
Sebelas Maret.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah (1) Pemahaman
guru mengenai Kurikulum 2013 secara garis besar sudah cukup baik, (2)
persiapan atau perencanaan guru dalam pembelajaran menyusun teks cerita
pendek berdasarkan Kurikulum 2013 di SMK Negeri 5 Surakarta belum
sepenuhnya mengacu pada pedoman yang tertera dalam Permendikbud Nomor 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, (3)
pelaksanaan pembelajaran menyusun teks cerita pendek kelas XI di SMK Negeri
5 Surakarta belum sesuai dengan yang tercantum dalam RPP, (4) pelaksanaan
pembelajaran belum mengacu pada Kurikulum 2013 yang menggunakan
pendekatan saintifik, (5) penilaian yang dilakukan oleh guru mata pelajaran
bahasa Indonesia hanya mencakup dua aspek, yaitu pengetahuan dan
keterampilan. Penilaian sikap menjadi tanggung jawab guru Mata Pelajaran
Pendidikan Agama untuk sikap spiritual dan guru Mata Pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk nilai sosial, (6) penilaian yang digunakan guru dalam
pembelajaran menulis cerita pendek adalah penilaian produk dengan menilai teks
cerita pendek hasil karya siswa, (7) kendala-kendala yang ditemui dalam
pembelajaran menyusun teks cerita pendek kelas XI SMK Negeri 5 Surakarta

19
meliputi kendala dalam pemahaman guru terhadap Kurikulum 2013, perencanaan
berupa penyusunan format RPP, dan pelaksanaan berupa alokasi waktu yang
terbatas, siswa yang pasif, dan fasilitas yang sering eror.
Relevansi antara penelitian yang berjudul Menulis Cerita Pendek (Studi
Kasus Di Kelas XI SMK Negeri 5 Surakarta) dengan penelitian ini adalah metode
penelitian yang digunakan, yaitu menggunakan metode deskriptif kualitatif juga
pada materi yang diteliti. Sementara perbedaannya dengan penelitian ini terdapat
pada subjek penelitian dan kondisi pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan.
Subjek penelitian pada penelitian Menulis Cerita Pendek (Studi Kasus Di Kelas
XI SMK Negeri 5 Surakarta) yaitu siswa kelas XI SMK Negeri 5 Surakarta dan
guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, sedangkan subjek pada penelitian ini yaitu
siswa kelas XI SMA Negeri 10 Puworejo dan guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Kemudian, perbedaan yang menjadi pokok permasalahan yaitu terletak
pada kondisi pelaksanaan pembelajaran. Pada penelitian Menulis Cerita Pendek
(Studi Kasus Di Kelas XI SMK Negeri 5 Surakarta) dilakukan ketika
pembelajaran berlangsung secara normal, sementara penelitian ini dilakukan
ketika pembelajaran berlangsung secara daring.

20
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukaan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif,
sehingga data yang dihasilkan berupa kata-kata tulisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati (Baogdan Taylor, 1075: 5 dalam Moleong, 2004: 4).
Peneliti berperan sebagai pengamat yang mendeskripsikan pelaksanaan
pembelajaran kompetensi dasar memproduksi teks cerita pendek pada mata
pelajaran bahasa Indonesia kelas XI di SMA Negeri 10 Purworejo.
Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan tentang suatu keadaan
secara objektif dalam deskriptif situasi berdasarkan masalah dan tujuan. Penelitian
deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki pada
saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana adanya yang
dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian. Selain itu penelitian ini tidak
mengutamakan angka-angka statistik, walaupun tidak menolak data kuantitatif.
Pelaksanaan Pembelajaran Daring Menulis Teks Cerita Pendek pada Siswa
Kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif
kualitatif. Data yang dikumpulkan merupakan data deskriptif tentang fokus
penelitian yaitu materi, metode, media dan evaluasi dalam pembelajaran
memproduksi teks cerita pendek.

B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 10 Purworejo yang beralamat di
Jalan Kalikotes, Pituruh, Rw. II, Kalikotes, Pituruh, Purworejo, Jawa Tengah.
Penelitian ini mengambil setting di dalam dan di luar kelas. Setting di dalam kelas
digunakan untuk mengamati guru dan siswa ketika proses belajar mengajar
berlangsung. Setting di luar kelas digunakan untuk wawancara secara mendalam
agar diperoleh informasi langsung dari guru bahasa Indonesia dan siswa kelas XI
.

21
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek Penelitian ini adalah guru bidang studi bahasa Indonesia kelas XI
dan siswa kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo. Objek dalam penelitian
difokuskan pada proses pembelajaran memproduksi teks cerita pendek meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran memproduksi teks cerita
pendek mata pelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas XI tahun ajaran
2020/2021 SMA Negeri 10 Purworejo.
Alasan dipilihnya kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo adalah karena SMA
Negeri 10 Purworejo merupakan sekolah menegah atas negeri yang bertempat di
daerah yang cukup jauh dari kota dengan berbagai latar belakang peserta didik.
Meski demikian, SMA Negeri 10 Purworejo memiliki segudang orestasi baik segi
akademik maupun non akademik.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi observasi,
wawancara, dan analisis data. Teknik pengumpulan data ini memiliki tujuan guna
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk dianalisis.
1. Observasi
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
observasi yang dilakukan oleh peneliti. Oleh karena itu, selama penelitian
ini berlangsung peneliti berlaku sebagai pengamat dalam proses
pembelajaran dan tidak ikut andil di dalam proses pembelajarannya.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperkuat kondisi selama observasi.
Wawancara dilakukan dengan sumber data atau guru bahasa Indonesia
yang mengajar di kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo. Adapun pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dalam wawancara adalah seputar materi, metode,
media, dan evaluasi dalam pembelajaran teks cerita pendek mata pelajaran
bahasa Indonesia di kelas XI.

22
3. Dokumentasi
Dokumentasi yang menjadi sumber data dalam penelitian ini ialah
dokumen yang berkaitan dengan hal yang dibutuhkan oleh peneliti terhadap
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran bahasa Indonesia
pada kelas XI di SMA Negeri 10 Purworejo. Dalam hal ini dokumen yang
dibutuhkan peneliti diantaranya silabus, RPP, dan transkrip wawancara.
Selanjutnya dokumen-kokumen tersebut diolah guna memperdalam
informasi bagi peneliti.

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis data deskriptif
kualitatif. Analisis data dilakukan daalam tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian
data, dan tahap kesimpulan atau verifikasi.
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga
perlu diadakannya reduksi data. Mereduksi data maksudnya adalah
merangkum, memilah hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dan memyingkirkan hal-hal yang tidaak penting. Dengan
demikian, data yang diperoleh setelah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan memudahkan peneliti dalam pengumpulan
data selanjutnya.
2. Penyajian Data
Setelah melakukan proses reduksi, langkah selanjutnya yaitu
menyajikan data. Penyajian data yang dilakukaan yaitu dalam bentuk
uraian yang bersifat naratif. Uraian tersebut berisi mengenai pelaksanaan
pembelajaran daring bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 10 Purworejo,
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran selama
proses pembelajaran berlangsung.

23
3. Kesimpulan/ Verifikasi
Teknik analisis data yang terakhir yaitu penarikan kesimpulan. Dari
data-data yang diperoleh sebelumnya setelah melalui proses reduksi dan
disajikan, selanjutnya adalah menarik kesimpulan. Dalam proses ini
diharapkan mampu menjawab permasalahan yang ada dalam rumusan
masalah.

F. Validitas Data
Uji validitas data dilakukan guna menetapkan keabsahan atau kepercayaan
terhadap hasil penelitian. Oleh sebab itu, validitas data dalam penelitian ini
dilakukan dengan peningkatan ketekunan dalam penelitian dan triangulasi.
1. Peningkatan Ketekunan
Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian secara lebih cermat dan
berkesinambungan. Maksudnya, peneliti mengamati jalannya proses
pembelajaran secara seksama daan menyeluruh. Tidak ada proses yang
dilewatkan oleh penelitidalam setiap rangkaian pelaksanaan pembelajaran
sesuai dengan alokasi yang ditentukan. Dengan demikian, peneliti akan
mengetahui dengan pasti sesuatu yang terjadi secara akurat dan sistematis.
Selain itu, teknik ini dilakukan oleh peneliti untuk meneliti kembali apakah
data yang diperoleh sudah lengkap dan mendalam atau masih ada yang
kurang.
2. Triangulasi
Triangulasi metode pada penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan data yang dikumpulkan dengan menggunakan metode
observasi dan wawancara terhadap subjek penelitian. Adapun triangulasi
teori dilakukan di akhir penelitian. Hasil akhir penelitian kualitatif yang
berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement selanjutnya
dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari bias
individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan (Rahardjo,
2010).

24
G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini yaitu penelitian itu sendiri. Selain itu, ada pula
instrumen pendukung berupa pedoman pengamatan dan pedoman wawancara
yang disusun berdasarkan komponen-komponen pembelajaran. Pedoman
pengamatan yang disusun penelitu ada dua, yaitu pedoman pengamatan terhadap
pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dan pedoman penamatan terhadap
lingkungan sekolah. Sementara itu, pedomam wawancara berisi mengenai daftar
pertanyaan yang digunakan peneliti saat melakukan wawancara dengan
narasumber.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Rosdakarya.

Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Bahasa


Indonesia. Jakarta: Dirjen Pendidikan.

Ibrahim, R dan Nana Syaodih. 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka


Cipta.

Kosasih, E. 2003. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan Indonesia.


Bandung: Yrama Widya.

Kristiantari, Rini. 2004. Menulis Deskripsi dan Narasi. Sidoarjo: Media Ilmu.

Kurniawan, Heru. 2014. Pembelajaran Menulis Kreatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Kusmayadi, Ismail. 2010. Lebih Dekat dengan Cerpen. Jakarta : Trias Yoga
Kreasindo.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung:


Remaja Rosadakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Putra, R. S., & Irwansyah, I. (2020). Media Komunikasi Digital, Efektif Namun
Tidak Efisien, Studi Media Richness Theory dalam Pembelajaran Jarak Jauh
Berbasis Teknologi di Masa Pandemi. Global Komunika: Jurnal Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, 1(2), 1-13.

Rahardjo, Mudjia. 2010. “Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif”.


http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/270- triangulasidalam-
penelitian-kualitatif.html.

Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Sadhono, Kundharu dan Y. Slamet. 2012. Meningkatakan Keterampilan


Berbahasa Indonesia. Bandung: Karya Putra Darwanti.

Sambodja, Asep. 2007. Cara Mudah Menulis Fiksi. Jakarta : Bukupop

26
Sayuti, Suminto. 2009. Modul Menulis Fiksi. Yogyakarta: PBSI UNY

Suparno dan Mohamad Yunus. 2008. Materi Pokok Keterampilan Dasar Menulis.
Jakarta: Universitas Terbuka.

Susilana, Rudi. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpen


FIP UPI.

Syarifudin, A. S. (2020). Impelementasi pembelajaran daring untuk meningkatkan


mutu pendidikan sebagai dampak diterapkannya social distancing. Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Metalingua, 5(1), 31-34.
https://journal.trunojoyo.ac.id/metalingua/article/view/7072

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.

27

Anda mungkin juga menyukai