Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

KSM PENYAKIT DALAM


RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

ANEMIA RENAL
1. Pengertian (Definisi) Anemia pada penyakit ginjal kronik jika kadar konsentrasi
hemoglobin ≤ 10 gr/dl dan Hematokrit ≤ 30%
2. Anamnesis  Lemah
 Letih, mudah lelah
 Sakit kepala
 Gangguan konsentrasi
 Pucat
 Pusing
 Sesak nafas
 Nyeri dada
 Palpitasi
 Intoleransi terhadap dingin
 Gangguan tidur
 Penurunan nafsu makan
 Riwayat penyakit ginjal dengan atau tanpa cuci darah
rutin
3. Pemeriksaan Fisik Kulit : Pucat
Mata : Konjungtiva anemis
Neurovascular : penurunan kemampuan kognitif
Kardiovascular : hipotensi orthostatic, takiaritmia
Pulmo : takipneu
Abdomen : asites dan hepatosplenomegali
4. Kriteria Diagnosis Anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang

5. Diagnosis Kerja Anemia Renal


6. Diagnosa Banding  Defisiensi EPO
 Blood loss from hemodyalisis machine
 Defisiensi Fe
 Decreased of RBC lifespan
7. Pemeriksaan Darah lengkap
Penunjang Pemeriksaan darah tepi
Hitung retikulosit
Pemeriksaan besi (serum iron, total irom binding
capacity, saturasi transferrin serum ferritin)
8. Terapi a) Suplementasi eritropoetin
Pemberian terapi Eritropoetin dimulai jika Hb 9-10
mg/dl, selama terapi Eritropoetin hindari Hb dibawah 9
mg/dl
b) Suplementasi besi
Pada pasien dengan anemia tidak dalam terapi
Eritropoetin atau zat besi oral dapat disarankan untuk
pemberian zat besi intravena. Pasien CKD yang
memerlukan suplemen zat besi dapat diberikan secara
oral atau intervena tergantung tingkat keparahan
defisiensi besi.
Zat Besi IV : Iron sucrose (Venofer)
c) Suplementasi asam folat
d) Transfusi darah
9. Edukasi  Mengenal penyebab anemia pada penderita CKD dan
cara mengendalikannya
 Mengetahui indikasi pemberian zat besi dan transfusi
pada pasien CKD
 Control rutin
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi B dan C
13. Penelaah Kritis dr. Hadiki Habib Sp.pD
dr. Novie Rahmawati Sp.PD
14. Kepustakaan 1. KDIGO Kidney International Supplement 2012
2. Konsesnsus Management Anemia pada Gagal Ginjal
Kronik: PERNEFRI 2001
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
KSM PENYAKIT DALAM
RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

DIARE AKUT
1. Pengertian (Definisi) Perubahan frekuensi buang air besar menjadi lebih sering
dari normal atau perubahan konsistensi feses menjadi lebih
encer atau kedua-duanya dalam waktu < 14 hari. Umumnya
disertai dengan segala gangguan saluran cerna yang lain
seperti mual, muntah, dan nyeri perut, kafang-kadang disertai
demam, darah pada feses serta tenesmus (gejala disentri).

Diare juga dapat didefinisikan dari berat tinja > 200 gram per
hari pada populasi barat, atau kandungan air pada tinja > 200
cc per hari.
2. Anamnesis  Onset, durasi, frekuensi, progresivitas diare, kualitas
diare
 Ada tidaknya muntah
 Lokasi dan karakteristik nyeri perut
 Riwayat penyakit dahulu, penyakit dasar/ komorbid
 Petunjuk epidemiologi (daerah endemik, kejadian luar
biasa)
3. Pemeriksaan Fisik  Keadaan umum : kesadaran, status gizi dan tanda vital
 Status hidrasi
 Kualitas nyeri perut (untuk menyingkirkan penyakit lain
yang bermanifestasi diare akut)
 Colok dubur dianjurkan pada semua kasus diare dengan
feses berdarah, terutama pada usia > 50 tahun
 Identifikasi penyakit komorbid
4. Kriteria Diagnosis Anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang

5. Diagnosis Kerja Diare akut


6. Diagnosa Banding  Appendicitis
 Adneksitis
 Diverkulitis
 Peritonitis sekunder karena perforasi usus
 Infeksi sistemik
 Inflammatory bowel disease
 Enterokolitis iskemik

7. Pemeriksaan Penunjang  Darah lengkap


 Feses rutin
 Ureum
 Kreatinin
 Elektrolit
 Gula darah
 Pemeriksaan sigmoidoskopi/ kolonoskopi dilakukan
pada kasus diare berdarah bila pemeriksaan penunjang
yang sebelumnhya tidak memperlihatkan penyebab
yang jelas.
8. Terapi e) Rehidrasi cairan dan elektrolit
a. Oral : diberikan pada pasien diare akut tanpa
komplikasi atau dehidarasi ringan. Contohnya :
oralit, pedialyte, renalyte
b. Interavena : diberikan pada pasien diare akut degan
komplikasi dehidrasi sedang – berat dan/ atau
komplikasi lainnya. Contohnya: ringer laktat,
ringer asetat.
f) Evaluasi dan penatalaksanaan dehidrasi (klasifikasi
berdasar CDC AS 2008)
a. Dehidrasi minimal : kekurangan cairan < 3 % dari
kebutuhan normal/BB (103/100 x 30-40
cc/kgBB/hari)
b. Dehidarasi sedang – berat : kekurangan cairan 3-
9% dari kebutuhan normal/ BB (109/100 x 30-40
cc/kgBB/hari)
c. Dehidrasi berat : kekurangan cairan > 9% dari
kebutuhan normal/ BB (112/100 x 30-40
cc/kgBB/hari)
g) Terapi simtomatik :
a. Antimotilitas : loperamid (awal 4mg, selanjutnya
2 mg setiap buang air besar cair, maksimal 16 mg/
24 jam)
b. Antispasmodic/ spasmolitik : hyosin-n-
butilbromid (20 mg 2-3 kali/hari, maksimal 100
mg/24 jam) ekstrak belladonna (5-10 mg, 3
kali/hari), papaverin (30-60 mg, 3 kali/hari)
c. Pengeras feses : atapulgit (2 tablet @ 630 mg
setelah diare, diulang 2 tablet setiap diare
selanjutnya, maksimal 12 tablet/ 24 jam).
h) Terapi etiologic
a. Infeksi
 Bakteri : kotrimoksazol (800/160 mg 2
kali/hari), Kuinolon ( Ciprofloksasin 500 mg 2
kali/hari, levofloksasin 500 mg sekali sehari)
tetrasiklin (500mg 4 kali/hari selama 3 hari)
 Virus : tidak diberikan terapi anti virus, hanya
terapi supportif dan simptomatik
 Parasite : Metronidazol (250-500 mg 4
kali/hari selama 7 -14 hari ), paromomisin 4gr/
24 jam dosis terbagi
 Jamur : Flukonazol 50 mg 2 kali/hari, nistatin
(4 kali 1-2 cc atau 1 tablet).

9. Edukasi  Cuci tangan sebelum makan


 Mencuci bahan makanan dengan bersih sebelum dimasak
 Minum air yang telah dimasak
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi B dan C
13. Penelaah Kritis dr. Hadiki Habib Sp.pD
dr. Novie Rahmawati Sp.PD
14. Kepustakaan 1. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI).
Consensus Penatalaksanaan Diare Akut pada Dewasa di
Indonesia. Makmun D, Simadibrata M, Abdullah M,
et.al. editors. Jakarta: PGI; 2009
2. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna Publishing;
2009
3. Camilleri M, Murray J A. Diarrhea and constipation. In
Longi DL, Fauci AS, editors. Harrison’s
Gastroenterology and Hepatology, 17 th ed. New
York: McGraw- Hill; 2010
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
KSM PENYAKIT DALAM
RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

DYSPEPSIA SYNDROME
1. Pengertian (Definisi) Rasa tidak nyaman yang berasal dari daerah abdomen bagian
atas.
2. Anamnesis  Nyeri epigastrium
 Rasa terbakar di epigastrium
 Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan
 Rasa cepat kenyang
Gejala yang dirasakan harus berlangsung setidaknya selama
tiga bulan terakhir.
3. Pemeriksaan Fisik Nyeri tekan epigastrium
4. Kriteria Diagnosis Anamnesa dan pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Dyspepsia
6. Diagnosa Banding  Penyakit refluks gastro - esophageal (GERD)
 Irritable bowel syndrome (IBS)
 Pankreatitis kronis
 Penyakit saluran empedu
7. Pemeriksaan Penunjang Darah Perifer Lengkap
USG
8. Terapi a) Antasida
b) Penghambatan asam lambung
c) Penyekat reseptor H-2 (Ranitidin)
d) Penyekat pompa proton (Omeprazol)
e) Prokinetik : Metoclorperamid, Domperidon
f) Anti muntah : antihistamin, ondancentron

9. Edukasi Makan sedikit tapi sering


Membatasi makanan yang bergas
Makanan yang dapat mengiritasi lambung
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi B dan C
13. Penelaah Kritis dr. Hadiki Habib Sp.PD
dr. Novie Rahmawati Sp.PD
14. Kepustakaan 1.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
KSM PENYAKIT DALAM
RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

DIABETES MELITUS ( DM )
15. Pengertian (Definisi) Merupakan suatu kelompok penyakit metabolic yang di
tandai oleh hiperglikemia akibat defek pada:
1. Kerja Insulin (Resistensi Insulin) di hati (peningkatan
produksi glukosa hepatik ) dan jaringan perifer ( otot
dan Lemak )
2. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. atau keduanya

Klasifikasi Diabetes Melitus ( DM )


A. DM tipe 1 ( destruksi sel beta , umumnya diikuti
defesiensi insulin absolute) : Immune-mediated dan
Idiopatik
B. DM tipe 2 ( Bervariasi mulai dari predominan
resistensi insulin dengan defisiensi insulin relative
sampai predominan defek sekretorik dengan
resistensi insulin )
C. Tipe spesifik lain :
 Defek genetik pada fungsi sel beta
 Defek genetik pada kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Diinduksi obat/ zat kimia
 Infeksi
 Bentuk tidak lazim dari Immune-mediated DM
 Sindrome genetik lain, yang kdang berkaitan
dengan DM
D. DM gestasional
16. Anamnesis Keluhan Khas DM : Poliuria , polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan Tidak Khas DM : Lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita
17. Pemeriksaan Fisik  Pemeriksaan Tinggi Badan, Berat badan, tekanan darah,
lingkar pinggang
 Tanda Neuropati
 Mata (Visus, lensa mata, dan retina)
 Gigi Mulut
 Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan
kuku

18. Kriteria Diagnosis a. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena ) ≥ 200
mg/dl
b. Kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) ≤ 200
mg/dl
c. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah
beban glukosa 75 gram pada TTGO ( Tes Toleransi
Glukosa Oral )
2. Diagnosis Kerja Diabetes Melitus
3. Diagnosa Banding a. Hiperglikemia reaktif
b. Toleransi glukosa terganggu ( TGT )
c. Glukosa darah puasa terganggu ( GDPT )
4. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium :
a. HB, Leukosit, hitung jenis Leukosit, laju endap darah
b. Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah puasa
c. Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, Kreatinin
d. SGPT, Albumin/Globulin
e. Kolestrol Total, Kolesterol LDL, Kolesterol HDL,
Trigliserida
Pemeriksaan Penunjang lain :
EKG, Foto Thorax

5. Terapi Farmakologis
a. Pemberian Obat Hipoglikrmia Oral ( OHO )
 Pemicu sekresi insulin : sulfonylurea, glinid
 Penambah sensitivitas terhadap insulin : Metformin,
Tiazolidindion
 Penghambat absorpsi glukosa : Penghambat
glukosidase alfa
b. Insulin
c. Terapi Kombinasi ( Pemberian OHO maupun insulin
selalu di mulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan
secara bertahap sesuai dengan respons kadar gula
glukosa darah
6. Edukasi Pemahaman tentang perlunya pengendalian dan pemantauan
DM , Penyulit DM, Intervensi farmakologis dan non
farmakologis, hipoglikemia, cara mempergunakan fasilitas
perawatan kesehatan , perencanaan Makan, Latihan Jasmani
7. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
8. Tingkat Evidens I/II/III/IV
9. Tingkat Rekomendasi A/B/C
10. Penelaah Kritis dr. Hadiki Habib Sp.PD
dr. Novie Rahmawati Sp.PD
11. Kepustakaan 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan
Diabetes Melitus Tipe 2 .2002
2. The Expert Committee on The Diagnosis
and Classification of Diabetes Mellitus, Report of the
Expert Committee on The Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus, Diabetes Care, Jan
2003;26 ( suppl. 1): S5-20
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
KSM PENYAKIT DALAM
RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

GAGAL GINJAL KRONIK


19. Pengertian (Definisi) Penyakit Ginjal Kronik adalah
1. Kerusakan ginjal selama 3 bulan atau lebih, berupa
kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa
disertai penurunan laju filtrasi glomerulus, berdasarkan :
 Adanya kelainan patologik atau
 Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada
komposisi darah atau urin, atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan.
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari
60ml/mnt/1,73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
20. Anamnesis 1. Lemas
2. Mual,
3. Muntah,
4. Buang air kecil berkurang,
5. Bengkak mata, kaki, atau seluruh tubuh, pucat, sesak
nafas
6. Riwayat hipertensi, batu ginjal, DM, sakit jantung,
peradangan ginjal.
7. Riwayat keluarga kista ginjal
21. Pemeriksaan Fisik 1. Konjungtiva anemis,
2. Kulit kering,
3. Edema palpebra, edema tungkai, asites
4. Hipertrofi ventrikel kiri
5. Pernafasan kusmaul (bila asidosis)
6. Ronki basah paru (bila overhidrasi)

22. Kriteria Diagnosis Berdasarkan LFG (dalam ml/mnt/1,73m2) ;

wanita dikalikan 0,85


Klasifikasi :
1. Derajat 1 : LFG > 90 ml/mnt/1,73m2
2. Derajat 2 : LFG 60-89 ml/mnt/1,73m2
3. Derajat 3 : LFG 30-59 ml/mnt/1,73m2
4. Derajat 4 : LFG 15-29 ml/mnt/1,73m2
5. Derajat 5 : LFG < 15 ml/mnt/1,73m2
12. Diagnosis Kerja Gagal Ginjal Kronik
13. Diagnosa Banding 1. Gangguan ginjal akut
2. Gagal jantung
14. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah perifer lengkap
2. Urin Rutin,
3. Albumin Creatinin Ratio
4. Ureum
5. Kreatinin,
6. Elektrolit Darah Na, K, Cl, Ca, Mg, P Anorganik,
7. Albumin, Protein Total,
8. Gula darah,
9. Profil lipid
10. PTH
15. Terapi Terapi Non farmakologis :
 Diet 35 kkal/kgB/hari (KH 50%-60%)
 Lemak 30-40%),
 protein 0,6-0,8 gr/kgB/hari
Terapi Farmakologis :
 Obat anti hipertensi (ACEI, ARB, CCB,diuretika)
 Kontrol gula darah
 Atasi Asidosis
 Target Hb 10-12 gr/dl (eritropoeitin, transfusi
PRC)
 Hiperfosfatemia : pengikat fosfat.
 Obat hematinik
 Kontrol LDL
16. Edukasi 1. Pada stadium awal diberitahu tentang faktor risiko
progressifitas penyakit.
2. Diet dan minum obat teratur
3. Edukasi tentang dialisis
17. Prognosis Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
18. Tingkat Evidens I/II/III/IV
19. Tingkat Rekomendasi A/B/C
20. Penelaah Kritis dr. Hadiki Habib Sp.PD
dr. Novie Rahmawati Sp.PD
21. Kepustakaan 1. National Kidney Foundation, KDOQI Clinical Practice
Guidelines For Chonic Kidney Disease:
Evaluation,Classification, And Stratification. Am J
Kidney Disease . 2002; 39 (2 Suppl 1 ) S1-226.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Bab Gagal
Ginjal Kronik 2011
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
KSM PENYAKIT DALAM
RS KHUSUS BEDAH RAWAMANGUN

CONGESTIVE HEART FAILURE


1. Pengertian (Definisi) Sindrom klinis ditandai gejala dan tanda abnormalitas
struktur dan fungsi jantung, yang menyebabkan kegagalan
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen metabolisme
tubuh.
2. Anamnesis  Cepat lelah bila beraktifitas ringan (mandi, jalan > 300m,
naik tangga)
 Sesak nafas: mendadak, pada n posisi tidur terlentang,
terutama malam hari atau saat beraktifitas, tidur lebih
nyaman bila menggunakan bantal yang tinggi (2-3
bantal)
 Bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki
 Riwayat menderita penyakit jantung atau dirawat dengan
gejala diatas
3. Pemeriksaan Fisik  Pernafasan cepat, lebih dari > 24 x/menit saat istirahat
 Frekuensi nadi > 100 x/menit, nadi lemah dan cepat
 Iktus cordis bergeser ke lateral pada palpasi
 Peningkatan tekanan vena jugularis
 Hepato megali/ hepato jugular reflux (+)
 Edema tungkai biasanya dekat mata kaki
 Ascites
4. Kriteria Diagnosis 1. Mayor
a. Sesak saat tidur terlentang (Orthopnoe)
b. Sesak terutama malam hari (Paroxysmal
Nocturnal Dyspnoe)
c. Peningkatan tekanan vena jugularis
d. Ronki basah halus
e. Pembesaran jantung
f. Edema paru
g. Gallop S3
h. Waktu sirkulasi memanjang > 25 detik
i. Refluks hepato jugular
j. Penurunan berat badan karena respons dengan
pengobatan
2. Minor
a. Edema tungkai bawah (biasanya dekat mata kaki)
b. Batuk malam hari
c. Sesak nafas saat aktifitas lebih dari sehari hari
d. Pembesaran hati
e. Efusi Pleura
f. Takikardia
5. Diagnosis Kerja Gagal jantung kronik

6. Diagnosa Banding  Pneumonia


 Asthma bronchial akut
 PPOK dengan eksaserbasi akut
 Volume overload
7. Pemeriksaan Penunjang  EKG
 Foto Thorax PA
 Lab : H2TL, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit (Na+,
K+)
 Pulseoxymetry
8. Terapi Terapi pada fase akut meliputi
a. Terapi Oksigen
 Berikan O2 nasal 2 – 4 L/menit,
disesuaikan dengan hasil pulseoxymetry.
Bila diperlukan, O2 dapat diberikan dengan
masker no-rebreating atau rebreathing bila
tidak membaik dalam waktu ½ jam
b. Obat – obatan
 Diuretik : Furosemide intravena
 ACE inhibitor (atau ARB bila batuk) :
Captopril mulai dari 6.25 mg bila fase akut
telah teratasi
 Dobutamin mulai 5 mcg/kgBB/menit bila te
kan darah < 90 mmHg
 Dopamine mulai dari 5 mcg/kgBB/menit
TDs < 80 mmHg
9. Edukasi  Edukasi kepatuhan terhadap pengobatan
 Edukasi pembatasan cairan dan garam
 Edukasi pengaturan aktivitas fisik
 Edukasi pengendalian faktor risiko
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tingkat Evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi B dan C
13. Penelaah Kritis dr. Hadiki Habib Sp.PD
dr. Novie Rahmawati Sp.PD
14. Kepustakaan

Anda mungkin juga menyukai