A. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan fungisida dan bakterisida yang berasal dari alam
(fungisida dan bakterisida alami) adalah bahan aktif fungisida dan bakterisida yang
diambil atau dikembangkan dari alam, dan bukan merupakan hasil sintesa di
laboratorium. Ketika fungisida alami diproduksi secara komersial, peranan industri
terbatas pada riset dan pengembangan, pemurnian bahan aktif dan formulasi,
sehingga senyawa tersebut dapat digunakan secara praktis di lapangan.
Dalam artikel ini kami membagi fungisida dan bakterisida alami kedalam
beberapa kategori sebagai berikut:
1. Fungisida dan bakterisida mikrobiologi (fungisida biologi), yakni fungisida
yang dikembangkan dari mokroorganisme (terutama jamur dan bakteria)
2. Fungisida dan bakterisida nabati (fungisida botani), yakni bahan aktif
fungisida yang diekstrak dari tumbuhan.
3. Fungisida dan bakterisida yang berasal dari fermentasi mikroorganisme.
Disamping jamur dan bakteri yang secara langsung dimanfaatkan sebagai
fungisida dan/atau bakterisida, fermentasi dari jamur dan/atau bakteri juga
menghasilkan senyawa kimia yang mampu membunuh mikroorganisme lain.
Senyawa ini disebut sebagai antibiotika (termasuk di dalamnya makrolida).
B. FUNGISIDA MIKROBIOLOGI
Hingga kini, telah dilaporkan 54 genus jamur, meliputi ratusan spesies yang
mempunyai potensi sebagai antagonis bagi jamur penyebab penyakit tumbuhan.
Genus-genus tersebut abtara lain (Habazar dan Yaherwandi, 2006): Acaulospora,
Ampelomyces, Ascocoryne, Aspergillus, Aureobasidium, Candelabrella, Candida,
Catenaria, Chaetomium, Cicinobolus, Cladosporium, Coniothyrium, Cryptococcus,
Cryphonectria (dahulu Endothia), Dactylaria, Dactylela, Fusarium, Genicularia,
Gliocladium, Glomus, Hansfordia, Heteroconium, Laccaria, Laetisaria (dahulu
Corticium), Leucopaxillus, Myrothecium, Microsphaeropsis, Nematophthora,
Oidendron, Penicillium, Piniophora, Phialocephala, Phialophora, Pichia, Pisolithus,
Pleospora, Pythium, Rhizoctonia, Rhodotorulla, Rosellinia, Saccharomyces,
Sclerotinia, Scytalidium, Spherellopsis, Sporidesmium, Trichoderma (dahulu
Gliocladium), Trichotecium, Tuberculina, Typhula, Ulocladium, dan Verticillium.
Dari sekian puluh genus jemur antagonis, yang sering disebut dan relatif banyak
diteliti adalah (Agrios, 2005)
- Jamur dari genus Trichoderma, terutama Trichoderma harzianum merupakan
parasit bagi Rhizoctonia dan Sclerotium, dan menghambat pertumbuhan
Pythium, Phytophthora, Fusarium dan Heterobasidion (Fomes).
- Laetisaria arvalis (Corticium sp.) merupakan mikoparasit serta antagonis bagi
Rhizoctonia dan Pythium;
- Sporidesmium sclerotivorum, Gliocladium virens serta Coniothyrium minitans
merupakan parasit serta antagonis bagi Sclerotinia sclerotiorum;
- Talaromyces flavus adalah parasit bagi Verticillium.
- Beberapa spesies Pythium yang non-patogenik juga diketahui merupakan
parasit bagi Phytophthora dan spesies Pythium lainnya.
- Jamur Verticillium lecanii diketahui merupakan parasit bagi nematoda patogen
Heterodera glycines.
- Jamur Dactylella, Arthrobotrys, Paecilomyces dan Xyphenema merupakan
parasit bagi nematoda Meloidogyne sp.
- Jamur Catenaria auxiliaris, Nematophthora gynophila, Verticillium
chlamydosporium dan Hirsutella sp., diketahui merupakan parasit bagi
nematoda Heterodera dan Globodera.
- Beberapa jenis ragi, seperti Pichia gulliermondii juga merupakan parasit dan
menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen seperti Botrytis dan
Penicillium.
Di bawah ini beberapa jenis jamur berguna yang telah berhasil diformulasi
secara komersial.
Gambar 01: Hifa dari spesies Pythium sp. yang non-patogenik sedang
mempenetrasi hifa Phytophthora sp dari Agrios, 2005).
Jangan diaplikasikan dengan bahan kimia lain, jangan gunakan air yang
mengandung klorin untuk mencampur. Tidak kompatibel dengan oksidator yang
kuat, basa dan juga basa.
Tidak ada laporan bahwa Pythium oligandrum menyebabkan reaksi alergi atau
efek toksikologi lain yang negatif, yang disebabkan oleh penggunaannya.
Disimpulkan sebagai bahan yang toksisitasnya rendah.
Gambar 02: Kultur Trichoderma harzianum pada media potato-agar. Kiri: warna
kehijauan adalah spora (konidia) jamur. Kanan: belum menghasilkan
spora (Dari Harman).
Gambar 03: Kiri: hifa jamur Trichoderma harzianum (T) membelit hifa jamur
patogen Rhizoctonia solani (R). Kanan: nampak hifa R. solani sudah
mulai hancur (6 hari sesudah inokulasi) sedang hifa T. harzianum
nampak normal (dari Agrios, 2005).
Gambar 04: Mikoparasitisme oleh salah satu strain Trichoderma terhadap fungi
patogenik (Pythium) di permukaan biji kapri (Dari Harman).
Lain-lain
- Campuran dari Trichoderma harzianum (isolat ATCC 20475) dan T. viride
(isolat ATCC 20476), fungisida, digunakan untuk mengendalikan berbagai jamur
patogen baik di tanah maupun pada kanopi daun, seprti Armillaria mellea,
Chandrostereum purpureum, Pythium spp., Fusarium spp., Rhizoctonia spp.,
dan Sclerotium rolfsii pada kebun buah, tanaman hias, sayuran. Juga untuk
mengendalikan penyakit-penyakit pasca-panen pada buah-buahan dan sayuran.
- Campuran Trichoderma polysporum (isolat IMI 206039/ATCC 20475) dan T.
harzianum (isolat IMI 206040/ATCC 20476), fungisida, digunakan untuk
mengendalikan penyakit tular-tanah, terutama Botrytis cinerea, Heterobasium
annosum, dan Chandrostereum purpureum, pada tanaman dalam pot dan
penutup luka (misalnya sesudah pemangkasan) pada pohon buah dan tanaman
hias.
B.2. Fungisida Biologi: Bakteri
Di bawah ini diuraikan secara singkat beberapa di antara fungisida bakteri yang
telah berhasil diformulasi dan diproduksi secara komersial.
Brevibacillus brevis
Dahulu dikenal sebagai Bacillus brevis, merupakan fungisida mikrobiologi untuk
mengendalikan Botrytis cinerea, Pythium spp. dan Sphaeroteca fuliginea, dan
penyakit tular tanah dan penyakit-penyakit pangkal batang serta daun lainnya, pada
tanaman serealia dan kentang.
Brevibacilus brevis mengendalikan jamur patogen dengan dua cara yang
berbeda. Pertama, B. brevis menghasilkan metabolit, semacam antibiotika anti-
fungal yakni gramisidin S, yang merusak membran sitoplasma, terutama pada spora
yang sedang berkecambah dan germ-tube jamur. Jangan dicampur dengan
pestisida kimiawi lain.
Pseudomonas aureofaciens
Isolat Tx-1 diisolasi dari jaringan pangkal batang semacam rumput pada tahun
1989, dan digunakan sebagai fungisida mikrobiologi untuk mengendalikan
Sclerotinia homeocarpa, Colletrotichum spp., dan Pythium aphanidermatum,
terutama pada rumput hias (turf). Pseudomonas aureofaciens menghasilkan
metabolit yang beracun bagi jamur sasaran, seperti phenazine carboxylic acid
(PCA) dan derivatnya.
Dalam penggunaannya jangan dicampur dengan fungisida broad-spectrum
seperti fungisida berbasis tembaga, dan jangan dicampur dengan bahan kimia
pengoksidasi yang kuat, asam, basa dan jangan gunakan air yang mengendung
klorin untuk mengencerkannya.
Tidak ada laporan bahwa P. aureofaciens menyebabkan reaksi alergi atau efek
toksikologi lain yang negatif, baik pada pekerja pabrik produksi maupun pada petani
pengguna.
Pseudomonas chlororaphis (Guingard & Sauvageau) Bergey
Fungisida mokroorganisme ini diisolasi dari bakteri tanah Pseudomonas
chlororaphis yang secara alami terdapat mengkolonisasi akar tumbuhan,
mengeluarkan senyawa yang memacu pertumbuhan tanaman, dan menghambat
tumbuhnya jamur penyebab penyakit. Tumbuhan yang di akarnya terdapat P.
chlororaphis, karenanya, perkembangan akarnya lebih baik, tumbuhan lebih sehat,
hasilnya lebih baik.
Pseudomonas chlororaphis dimanfaatkan sebagai fungisida untuk
mengendalikan jamur penyakit tular-tanah (soil-borne) dan tular-benih (seed-borne).
Diaplikasikan dengan cara perlakuan benih pada tanaman serealia, dan ada pula
yang diformulasi sebagai WP untuk menyemprot tanaman di rumah kaca dan
pesemaian tanaman hias dan sayuran.
Yang diformulasi sebagai seed treatment jangan digunakan bersama fungisida
spektrum luas lainnya, sedang yang WP dapat dicampur dengan pupuk daun dan
kebanyakan fungisida.
Tidak ada laporan bahwa P. chlororaphis menyebabkan reaksi alergi atau efek
toksikologi negatif lainnya, baik pada pekerja pabrik produksi maupun pada petani
pengguna.
Ekstrak makleaya
Fungisida nabati ini diekstraksi dari tanaman pink plume poppy (Macleaya
cordata), dan digunakan untuk mengendalikan penyakit pada daun seperti embun
tepung, bercak daun Alternaria dan penyakit karena Septoria, terutama pada
tanaman hias.
Cara kerjanya belum diketahui sepenuhnya, namun diduga ekstrak makleaya
akan merangsang tanaman yang diperlakukan untuk memproduksi lebih banyak
senyawa fenol. Selanjutnya senyawa fenol ini bertindak sebagai fitoeleksin yang
mampu mencegah fungi penyebab penyakit.
Milsana
Milsana merupakan fungisida dan bakterisida yang diambil dari rumput giant
knotweed (Reynoutria sachalinensis). Mula-mula dikembangkan oleh BASF,
sekarang sedang dikembangkan oleh KHH BioSci.
Milsana digunakan untuk mengendalikan berbagai jamur penyebab penyakit
tanaman, termasuk Botrytis dan embun tepung, dan juga efektif untuk
mengendalikan bakteri Xanthomonas spp. , pada tanaman sayuran, tanaman hias,
dsb. Seperti halnya ekstrak makleya, milsana diduga mempengaruhi produksi
senyawa fenol (semacam fitoaleksin) pada tanaman yang diperlakukan.
Sinamaldehida (Cynnamaldedyhe)
Sinamaldehida diekstraksi dari tanaman ketepeng kebo (Cassia tora = Cassia
obtusifolia), digunakan seagai fungisida nabati untuk mengendalikan Verticillium,
Rhizoctonia, Phytium, Sclerotinia dan Fusarium. Juga digunakan untuk mengusir
hewan, seperti kucing dan anjing.
Cara kerjanya dalam mengendalikan jamur belum diketahui. Cinamaldehida
tidak dianjurkan digunakan bersama pestisida lainnya. LD50 (oral, tikus) 2,25 g/kg
bb, dermal >1,2 g/kg. Kelas toksisitas formulasi (EPA) kelas III.
D. ANTIBIOTIKA
Antibiotika pertama, penicillin, pertama kali diketamukan pada tahun 1929 oleh
Alexander Fleming. Penicillin adalah zat bioaktif yang diisolasi dari jamur Penicilium
notatum melalui suatu proses fermentasi. Senyawa kimia tersebut ternyata mampu
membunuh sejumlah bakteri yang menjadi penyebab penyakit infeksi pada
manusia. Penemuan penicillin menimbulkan revolusi besar dalam dunia kedokteran,
karena banyak penyakit infeksi pada manusia yang semula susah diobati menjadi
tidak terlalu menakutkan lagi. Atas jasa-jasanya itu, A. Fleming mendapatkan
Hadiah Nobel pada tahun 1945. Menyusul sukses tersebut, antibiotika-antibiotika
lain kemudian diketemukan orang dari spesies-spesies mikroorganisme yang
berbeda.
Blastisidin-S
- Penjelasan singkat: Fungisida antibiotika ini diperoleh dari fermentasi
Streptomyces griseochromogenes, pertama kali ditemukan oleh K. Fukunaga
dkk., pada tahun 1955. Efikasinya sebagai fungisida dilaporkan oleh T. Misato
tahun 1959, dan strukturnya dibahas oleh N. Otake tahun 1967. Dalam bentuk
garam benzylaminobenzenesulfonate diintroduksikan oleh Kaken Chemical Co.,
Ltd, Kumiai Chemical Industry Co., Ltd., dan Nihon Nohyaku Co., Ltd.
- Penyakit yang dapat dikendalikan: Dalam bentuk benzilaminobenzensufonat,
blastisidin-S digunakan untuk mengendalikan penyakit blast (bercak belah
ketupat, Pyricularia oryzae) pada tanaman padi
- Mode of action: Blastisidin-S merupakan fungisida kontak yang diaplikasikan
secara protektif dan kuratif; dan bekerja sebagai menghambat sintesa protein.
- LD50 oral: Tikus jantan 56,8 mg/kg bb, tikus betina 51,9 mg/kg bb.
- LD50 dermal: >500 mg/kg bb (kelinci).
- NOEL: Tikus (2 tahun) 1 mg/kg pakan.
- Klasifikasi toksisitas: WHO (bahan aktif) kelas Ib, EPA (formulasi) kelas II.
- Lain-lain: Bersifat fitotoksik pada beberapa tanaman seperti alfalfa, kentang,
kedelai, tembakau dan tomat. Kelebihan dosis dapat menyebabkan bercak
kekuningan pada tanaman padi. Diformulasi dalam bentuk garam
benziaminobenzensulfonat untuk mengurangi efek fitotoksiknya.
D.2. Hexopyranocyl
Oksitetrasiklin
- Penjelasan singkat: Oksitetrasiklin, yang didapat dari fermentasi bakteri
Streptomyces rimosus.
- Penyakit yang dapat dikendalikan: Bakterisida sistemik untuk mengendalikan
beberapa penyakit yang disebabkan oleh Erwinia spp., Pseudomonas spp., dan
Xanthomonas spp.
- Registrasi di Indoenesia: Oksitetrasiklin (teramisin) didaftarkan di Indonesia
dengan nama dagang Bactocyn 150 AL untuk mengendalikan penyakit layu
bacteria (Ralstonia solanacearum) pada tanaman cabai.
D.3. Glucanopyranocyl
Streptomisin
- Penjelasan singkat: Streptomisin diisolasi sebagai sesquisulfat dari
Streptomyces griseus. Streptomisin merupakan fungisida sistemik dengan efek
tambahan sebagai bakterisida.
- LD50 oral: sebesar >10.000 mg/kg bb (tikus).
- LD50 dermal: ) 325 mg/kg bb (mencit betina) - 400 (mencit jantan) mg/kg bb
- NOEL: 125 mg/kg berat badan.
- Registrasi di Indonesia: Streptomisin sulfat didaftarkan di Indonesia dengan
nama dagang Agrept 20 WP untuk mengendalikan penyakit layu bakteri
(Pseudomonas solanacearum) pada tomat dan penyakit busuk basah (Erwinia
carotovora) pada tanaman kubis.
Validamisin
- Penjelasan singkat: Validamisin diisolasi dari kultur Streptomyces
hygroscopius var. Limoneus. Fungisida antibiotika ini dipublikasikan oleh T.
Iwasha dkk., dan dipasarkan oleh Takeda Agro Company (sekarang Sumitomo
Chemical Takeda Agro Company). Dipasarkan di Jepang pada tahun 1972.
- Penyakit yang dapat dikendalikan: Mengendalikan penyakit yang disebabkan
oleh Rhizoctonia solani pada beberapa tanaman.
- Mode of action: Validamisin adalah fungisida nonsistemik dengan efek
fungistatik yang bekerja dengan cara menghambat enzym trihalase pada
cendawan.
- LD50 oral: sebesar >20.000 mg/kg bb (tikus)
- LD50 dermal: 5.000 mg/kg bb (tikus)
- NOEL: 1000 mg/kg berat badan (tikus, 90 hari)
- Klasifikasi toksisitas: WHO (bahan aktif) kelas U; EPA (formulasi) kelas III-IV.
- Iritasi: Tidak menyebabkan iritasi kulit.
- Registrasi di Indonesia: Validamisin terdaftar di Indonesia dengan nama
dagang Validacin 3 AS untuk mengendalikan penyakit hawar pelepah daun
Rhizoctonia solani pada tanaman padi dan busuk hitam Xanthomonas
campestris pada kubis.
D.4. Lain-lain
Mildiomisin
- Penjelasan singkat: Fungisida ini dihasilkan dari fermentasi Streptoverticillium
rimofaciens strain B-98891.
- Penyakit yang dapat dikendalikan: efektif untuk mengendalikan penyakit-
penyakit embun tepung (Erysiphe sp., Podosphaera sp., dan Sphaerotheca sp.).
- Mode of action: Bekerja dengan menghambat sintesa protein.
Natamisin
- Penjelasan singkat: Fungisida ini merupakan metabolit sekunder dari
fermentasi Streptomyces natalensis dan S. chattanoogensis.
- Penyakit yang dapat dikendalikan: Terutama efektif untuk mengendalikan
busuk pangkal batang Fusarium oxysporum.
Polioksin B
- Penjelasan singkat: Polioksin B dihasilkan dari fermentasi Streptomyces
cacaoi var. asoensis.
- Penyakit yang dapat dikendalikan: Efektif untu mengendalikan penyakit
embun tepung (Sphaeroteca sp.), Botrytis, Sclerotina, Cochliobolus dan
Alternaria.
- Mode of action: Fungisida ini bersifat sistemik dan dapat diaplikasikan sebagai
protektan. Polioksin menyebabkan pembengkakan abnormal dari kecambah
(germ tube) spora dan ujung hifa. Diduga polioksin juga menghambat biosintesa
dinding sel.
Polioksorim
- Penjelasan singkat: Senyawa ini mula-mula diisolasi oleh S. Suzuki dkk., pada
tahun 1965. Polioksorim merupakan metabolit sekunder dari fermentasi
Streptomyces cacaoi var. Asoensis.
- Penyakit yang dapat dikendalikan: fungisida untuk mengendalikan penyakit
busuk pelepah daun padi (Rhizoctonia solani), dan beberapa cendawan patogen
lainnya.
- Mode of action: Polioksorin menyebabkan pembengkakan abnormal dari
kecambah (germ tube) spora dan ujung hifa. Diduga polioksin juga menghambat
biosintesa dinding sel. Polioksorim merupakan fungisida sistemik dengan
aktifitas sebagai protektan.
Daftar pustaka
- Anonim (2006): Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Depatemen
Pertanian Republik Indonesia.
- Habazar, Prof. Dr. Ir. Trimurti, dan Dr. Ir. Yaherwandi Msi (2006):
Pengendalian Hayati Hama dan Penyakit Tumbuhan. Andalas University
Press, Padang.