Mahasiswa yang melakukan praktek di Clinical Skills Lab (CSL) Program Studi Kedokteran
UNG, harus mematuhi tata-tertib, seperti di bawah ini:
1. Bagi mahasiswa yang tidak mematuhi tata tertib umum tidak dapat mengikuti setiap
kegiatan akademik.
2. Bagi mahasiswa yang terlambat melakukan registrasi tidak berhak memperoleh
pelayanan akademik.
3. Bagi mahasiswa yang tidak mengajukan/merencanakan program studinya (mengisi KRS)
pada waktu yang telah ditentukan sesuai kalender akademik tidak boleh mengikuti segala
aktifitas perkuliahan.
4. Bagi mahasiswa yang terlambat hadir, tidak dapat mengikuti setiap kegiatan.
Mengetahui,
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang
setinggi-tingginya kepada:
Ketua
Dr.dr.Muhammad Isman Jusuf,Sp.N
Sekretaris
dr. Abdi Dzul Ikram Hasanuddin, M.Biomed
Anggota
dr. Jeane Iriene Novita Abas, M.Kes, Sp.S
MODUL NEUROLOGI 1
Editor
DR. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.N
dr. Jeane Novita Irene Abas, Sp.N, M.Kes
dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
dr. Akbar Patuti, Sp.BS
dr. Abdi Dzul Ikram Hasanuddin, M.Biomed
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
GORONTALO
2021
6
MODUL NEUROLOGI 1
JUDUL NEUROLOGI 1
SUB JUDUL 1.1.Derajat Kesadaran (GCS)
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 1 1.1.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan derajat kesadaran
(GCS) secara mandiri.
METODE 1. Overview kesadaran (Anatomi, kualitas dan kuantitas)
PEMBELAJARAN 2. Demo pemeriksaan derajat kesadaran (GCS)
3. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Gambar tentang anatomi kesadaran
- Gambar pemeriksaan kesadaran (GCS)
- Tempat tidur pasien 5 buah
WAKTU 3 x 50’
LATAR BELAKANG Kesadaran (Counciousness) di bagi atas dua yaitu kualitas dan
kuantitas kesadaran. Pusat kualitas kesadaran terletak dikortek
serebrum bi hemisfer sedangkan kuantitas kesadaran terletak
di ARAS (Ascending Reticuler Activating System) di
diencefalon dan batang otak.
7
Pemeriksaan kuantitas kesadaran di periksa dengan GCS
(Glasgow Coma Scale).
PROSEDUR Pemeriksaan kuantitas kesadaran di periksa dengan GCS
(Glasgow Coma Scale), pemeriksaan dengan urutan sebagai
berikut :
Mata
1. Menginspeksi pembukaan celah mata penderita
apakah membuka spontan atau tidak.
2. Bila mata pasien tidak membuka, memerintah
penderita membuka mata dengan suara.
3. Bila mata pasien tidak membuka, merangsang nyeri
dengan menjepit kuku jari, supraorbita atau di
sternum.
4. Penilaian skor mata (Eye) dengan nilai 1-4 :
4 : Membuka spontan
3 : Membuka dengan perintah suara
2 : Membuka dengan rangsang nyeri
1 : Tidak ada respon mata
Verbal
5. Menanyakan orientasi terhadap orang, waktu dan
tempat, perhatikan ucapan penderita apakah lancar
atau sesuai dengan pertanyaannya.
6. Bila tidak ada suara yang keluar, merangsang
penderita dengan nyeri di kuku, supraorbita, atau di
sternum.
8
7. Penilaian bicara (Verbal) dengan nilai 1-5 :
5 : Orientasi waktu, orang dan tempat baik dan lancar
4 : Disorientasi atau bingung (Jawaban tidak
berhubungan)
3 : Hanya bisa membuat satu kata, tidak bisa
membuat kalimat (Inappropiate Word)
2 : Hanya ada suara tanpa arti (Incomprehensive
Sound)
1 : Tidak ada respon suara
Motorik
8. Menginspeksi gerakan atau posisi ekstremitas
penderita.
9. Memerintahkan penderita untuk menggerakan anggota
(tangan dan kaki) baik verbal atau nonverbal.
10. Bila tidak bisa, merangsang nyeri pada kuku penderita,
lihat apakah ada gerakan melokalisasi nyeri, menarik
ekstremitas, posisi decorticate, posisi decerebrate.
11. Penilaian motoris dengan nilai 1-6 :
6 : Bisa di perintah baik verbal atau nonverbal (Obey)
5 : Bisa mengetahui asal rangsangan (Localizes)
4 : Bisa menghindar rangsangan (Withdraws)
3 : Abnormal posisi flexi (Decorticate)
2 : Abnormal posisi ekstensi (Decerebrate)
1 : Tidak ada respon motorik
9
12. Cara menyebut atau menulis GCS dengan menyebut
nilai skor mata, verbal dan motorik, misalnya :
GCS : 456, 111, 214, 113, dsb.
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. DR. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.N
2. dr. Jeane Novita Irene Abas, Sp.N, M.Kes
3. dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
4. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination,
6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum,
Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik
dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
Malang, 2011
10
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 1
1.1.KESADARAN (GCS)
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
11
11. Menilai skor motorik 6 s/d 1.
12. Menyebut atau menulis hasil pemeriksaan GCS dengan menyebut nilai
skor mata, verbal dan motorik, misalnya :
GCS : 456, 111, 214, 113, dsb
Jumlah Nilai
12
MODUL NEUROLOGI 1
JUDUL NEUROLOGI 1
SUB JUDUL 1.2 Fungsi Kortikal Luhur
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 1 1.2.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fungsi kortikal
luhur terutama fungsi berbahasa (afasia) dan MMSE (Mini
Mental State Examination) secara mandiri.
METODE 1. Demo pemeriksaan fungsi berbahasa dan MMSE
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan fungsi berbahasa dan
MMSE
WAKTU 3x50’
LATAR BELAKANG PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR/MENTAL
(Higher Cortical Function)
Pemeriksaan fungsi luhur berkaitan dengan fungsi korteks
di otak besar, pemeriksaan ini terdiri dari :
a. Tingkat kesadaran g. Berhitung
b. Atensi/pemusatan h. Abstraksi
perhatian i. Gnosis
c. Orientasi j. Praksis
d. Berbahasa k. Respon emosional
e. Memori
f. Pengetahuan umum
13
a. Bicara spontan (fluently)
b. Komprehensi (comprehensive)
c. Mengulang (repetition)
d. Menamai (naming)
e. Membaca (reading)
f. Menulis (writing)
Dalam pemeriksaan afasia ini semua komponen di atas di
periksa tersendiri, pembagian afasia berdasarkan gangguan
komponen yang terjadi.
Jenis afasia yang utama : afasia motorik (broca), afasia
sensoris, afasia global, afasia konduktif, afasia
transkortikal motor, afasia transkortikal sensoris.
PROSEDUR Kelancaran Berbahasa (fluently)
1. Memeriksa kelancaran berbahasa, pasien di tanya
nama, alamat, berada di mana, kenapa sakit,
keluhannya, dsb, melihat apakah pasien menjawab
dengan lancar, tidak terbata-bata, spontan, bila
lancar maka bicara pasien fluent/lancar.
14
atau kalimat, contoh : mengulang kata-kata, nama
buah, nama benda, kota, angka.
15
DDx
( )
Tunjukan suatu objek/benda dan penderita di minta untuk menyebut nama … … (2)
objek/benda tadi; pensil,…, jam,…
( ) Penderita di minta mengulang kata : “NAMUN, TANPA dan BILA”. … … (1)
Penderita di minta mengikuti perintah : “Ambil kertas itu dengan tangan … … (3)
( )
kanan anda, lipatlah menjadi dua dan letakan di lantai”.
Visuospasial/Persepsi
( )
Penderita di minta membaca dan melakukan perintah tertulis pada kertas : … … (1)
“PEJAMKAN MATA ANDA”.
( )
Penderita di minta untuk menulis sebuah kalimat (harus mempunyai subyek … … (1)
dan kata kerja yang mempunyai arti).
( )
Dapatkah penderita mencotoh gambar di bawah ini (beri nilai 1 jika semua sisi … … (1)
dan sudut baik dan perpotongan sisi berbentuk segi empat di bawah ini).
16
Jumlah nilai 24 – 30 : Normal
ANALISIS HASIL Skor MMSE dan nilai cut off dipengaruhi beberapa
PEMERIKSAAN faktor seperti tingkat pendidikan, usia, dan etnis.
Beberapa komponen MMSE dapat lebih diandalkan
untuk mengarahkan diagnosis daripada skor total. Nilai
cut off untuk MMSE harus disesuaikan menurut tingkat
pendidikan.
Nilai cut off 25 memberikan sensitivitas 0,9, spesifisitas
0,9, PPV 0,8, NPV 0,9. Nilai cut off 28 (sensitivitas
0,78, spesifisitas 0,8, PPV 0,6, NPV 0,9) pada subjek
dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memberikan
akurasi diagnostik yang lebih tinggi, baik pada subjek
dengan kognisi intak maupun terganggu di etnis
Kaukasia yang menggunakan bahasa Inggris (Level III,
fair).
Nilai area under the curve (AUC) MMSE berkisar
antara 0,9 sampai 1,0., mengindikasikan akurasi yang
baik dalam mengidentifikasi demensia pada populasi
dengan beragam usia dan tingkat pendidikan (Level III,
good)
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. DR. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.N
2. dr. Jeane Novita Irene Abas, Sp.N, M.Kes
3. dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
4. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
17
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic
Examination, 6th Edition, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
9. Indonesian Skills Laboratory Network and
Development (ISLaND), Panduan Keterampilan Klinis
Bagian 1, Zifatama Jawara, Sidoarjo, 2020.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Buku
Pedoman Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar
Prosedur Operasional (SPO) Neurologi. 2006.
18
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 1
1.2. FUNGSI KORTIKAL LUHUR/MMSE
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
19
Membaca Dan Menulis
5. Mempersilahkan pasien membaca dan menulis apakah ada gangguan
atau tidak.
Menentukan Jenis Afasia
6. Menentukan jenis afasia : afasia motorik (broca), afasia sensoris, afasia
global, afasia konduktif, afasia transkortikal motor, afasia transkortikal
sensoris. (mengisi tabel di bawah).
Langkah ke 6 : Isi tabel berikut
Compre-
Jenis Afasia Fluently Repetition Naming Reading Writing Lesi
hensive
Motorik/ Frontal
Broca/ Inferior
Ekspresif Posterior
Temporal
Wernicke/
Superior
Reseptif
Posterior
Fronto
Global
Temporal
Fasikulus
Konduksi Arkuatus girus
Supramarginal
Girus angular
Temporal
Nominal
Superior
Posterior
Transkortikal Peri-silvian
Motorik Anterior
Transkortikal Peri-silvian
Sensorik posterior
20
Algoritme Pemeriksaan Afasia
21
(3)
Bahasa
13. Tunjukan suatu objek/benda dan penderita di minta untuk
menyebut nama objek/benda tadi; pensil,…, jam,…
(2)
14. Penderita di minta mengulang kata : “NAMUN, TANPA dan
BILA”. (1)
15. Penderita di minta mengikuti perintah : “Ambil kertas itu
dengan tangan kanan anda, lipatlah menjadi dua dan letakan di
lantai”.
(3)
Visuospasial/Persepsi
16. Penderita di minta membaca dan melakukan perintah tertulis
pada kertas : “PEJAMKAN MATA ANDA”.
(1)
17. Penderita di minta untuk menulis sebuah kalimat (harus
mempunyai subyek dan kata kerja yang mempunyai arti). (1)
18. Dapatkah penderita mencotoh gambar di bawah ini (beri nilai
1 jika semua sisi dan sudut baik dan perpotongan sisi
berbentuk segi empat di bawah ini).
(1)
22
PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS
NEUROLOGY EXAMINATION 2
MODUL NEUROLOGI 2
Editor
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
GORONTALO
2021
23
MODUL NEUROLOGI 2
JUDUL NEUROLOGI 2
SUB JUDUL 2.1 Nervus III, IV dan VI
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.1.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan adanya ptosis,
strabismus, memeriksa pupil, reflek cahaya, reflek
akomodasi, gerakan bola mata secara mandiri.
METODE PEMBELAJARAN 1. Demo pemeriksaan N. III, IV dan VI
2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan N. III, IV dan VI
- Senter 5 buah
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG N. III (Oculomotorius) menginervasikan m. obliquus
inferior, m. rektus medialis, m. rektus superior, m. rektus
inferior, m. levator palpebra, m. spingter pupil (Mengurus
kontraksi pupil) dan m. siliaris (Mengurus lensa
mata/akomodasi).
N. IV (Trochlearis) menginervasi m. obliqus superior untuk
melirik bawah nasal.
N. VI (Abdusen) menginervasi m. rektus lateralis untuk
melirik ke temporal.
Pemeriksaan N. III, IV dan VI meliputi pemeriksaan reflek
cahaya (Pupil), gerakan bola mata, ptosis, akomodasi dan
konvergensi.
PROSEDUR 1. Langkah paling awal adalah memposisikan pasien
dalam duduk atau berbaring tergantung situasi.
Ptosis
2. Amati kedua kelopak mata pasien, bandingkan
kanan dan kiri.
3. Menyuruh penderita menengadahkan kepala atau
membuka mata lebar-lebar. Inspeksi kedua kelopak
mata penderita, apakah ada yang jatuh/layuh
24
(Ptosis).
4. Apabila pemeriksa mencurigai adanya ptosis pada
mata kanan, kiri, atau kedua mata, minta pasien
menutup matanya beberapa menit kemudian buka
mata pasien dan nilai kembali.
25
Reflek Akomodasi & Konvergensi
11. Menyuruh pasien melihat benda yang jauh,
mendadak di suruh melihat jari kita yang di letakan
di tengah di depan hidung 10 cm, mendadak di
suruh melihat jauh lagi, begitu berulang-ulang.
12. Memperhatikan gerakan bola mata ke tengah
(Konvergensi) dan pupil mengecil (Miosis), bila ada
di sebut positip.
26
19. Memeriksa reflek cahaya konsensual dengan tangan
kiri pemeriksa di telakan di atas hidung pasien,
supaya sinar masuk ke mata kontralateral,
memeriksa seperti langkah ke 16, tetapi yang
diperhatikan pupil sisi kontralateralnya mengecil
(Miosis).
20. Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus III.
21. Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus IV.
22. Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus VI.
27
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination,
6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Yun JB, Jae HK, Byung SC, Cheolkyu J, and Eunhee
K, Brainstem Pathways for Horizontal Eye Movement:
Pathologic Correlation with MR, Imaging Radio
Graphics, 2013, 33(1): 47-59.
9. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
10. Indonesian Skills Laboratory Network and
Development (ISLaND), Panduan Keterampilan Klinis
Bagian 1, Zifatama Jawara, Sidoarjo, 2020
28
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2
2.1 NERVUS III, IV dan VI
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
29
jari kita yang di letakan di tengah di depan hidung 10 cm, mendadak di
suruh melihat jauh lagi, begitu berulang-ulang.
12. Memperhatikan gerakan bola mata ke tengah (Konvergensi) dan pupil
mengecil (Miosis), bila ada di sebut positip.
Pupil dan Reflek Cahaya (Reflek Pupil)
13. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang dengan mata melihat
lurus ke atas.
14. Penerangan ruang periksa di matikan/di redupkan, siapkan senter.
15. Memperhatikan pupil, bulat atau tidak, ukur diameter pupil berapa mm,
catat bila ada kelainan.
16. Memerika reflek cahaya, mata di periksa satu persatu dengan mata
lainnya di tutup bergantian, dengan senter yang menyala, senter di
gerakan dari luar/lateral ke tengah tegak lurus pupil, sinar jatuh di
tengah pupil, berhenti sejenak di tengah pupil, di ulang beberapa kali.
17. Menentukan reflek cahaya normal (Positip), yaitu adanya pupil
mengecil (Miosis) baik mata sesisi atau mata sisi lainnya
(Kontralateral).
18. Menentukan reflek cahaya langsung normal (Positip), bila pupil sesisi
yang miosis.
19. Memeriksa reflek cahaya konsensual dengan tangan kiri pemeriksa di
telakan di atas hidung pasien, supaya sinar masuk ke mata kontralateral,
mameriksa seperti langkah ke 16, tetapi yang diperhatikan pupil sisi
kontralateralnya mengecil (Miosis).
19. Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus III.
20. Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus IV.
21. Menyebutkan ciri-ciri kelainan nervus VI.
Jumlah Nilai
GLOBAL PERFORMANCE: berikan penilaian anda secara keseluruhan terhadap
penampilan kandidat
1 : KURANG
2 : CUKUP
3 : MEMUASKAN
4 : SANGAT MEMUASKAN
30
MODUL NEUROLOGI 2
JUDUL NEUROLOGI 2
SUB JUDUL 2.2 Nervus V Trigeminus
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.2.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan m. masseter,
m. temporalis, m. ptery goideus, sensoris wajah, reflek
kornea dan reflek masseter secara mandiri.
METODE 1. Demo pemeriksaan N. V
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan N. V
- Kapas kering dipilin 10 buah
- Jarum bundle 10 buah
- Palu reflex 5 buah
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG N. V terdiri atas bagian motorik dan sensorik. Bagian
motorik mengurus otot penguyah yaitu m. masseter,
temporalis dan pterigoideus medialis serta m. pterigoideus
lateral (Untuk menggerakan rahang ke lateral dan
membuka mulut).
Bagian sensoris untuk sensibilitas wajah dan sebagian
dalam kepala lewat cabagn N. VI oftalmikus, V2 maxilaris
dan V3 mandibularis. Pemeriksaan N. V terdiri dari
pemeriksaan motorik, sensorik, reflek kornea dan jaw
reflek.
PROSEDUR Pemeriksaan Motoris
1. Menginspeksi rahang penderita apakah ada deviasi,
lihat oklusi gigi atas dan bawah.
2. Menyuruh pasien membuka dan menutup mulut apakah
ada kelainan dan deviasi.
3. Menyuruh pasien menggigit dengan kuat, raba m.
masseter dan m. temporalis.
4. Menyuruh pasien menggerakan rahang bawah ke kiri
31
dan ke kanan dengan tangan pemeriksa menahannya,
rasakan apakah ada kelumpuhan.
5. Memeriksa reflek masseter, menyuruh pasien membuka
mulut sedikit, dengan mengetuk memakai hammer pada
dagu, melihat reflek rahang mengatup.
6. Memeriksa reflek kornea ada yang langsung, menyuruh
pasien melirik ke arah yang berlawanan dengan mata
pasien yang akan di periksa (bila mata kiri yang di
periksa pasien melirik ke kanan), dengan ujung kapas
yang dipilin sentuhkan pada daerah limbus kornea,
secara cepat dari arah lateral ke medial.
7. Menentukan reflek kornea langsung positip bila mata
yang menutup mata sesisi rangsangan.
8. Menentukan reflek kornea tidak langsung positip bila
mata kontralateralnya menutup.
Reflek Kornea
Pemeriksaan Sensoris
9. Meminta pasien untuk menutup kedua matanya
10. Memeriksa nyeri dengan jarum bundel pada daerah
dermatome VI (Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3
(Mandibularis).
11. Memeriksa raba dengan jarum bundel pada daerah
dermatome V1 (Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3
(Mandibularis).
32
12. Menyebutkan gangguan sensoris tipe perifer dan tipe
sentral (Nukleus).
33
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
9. Melissa W. Ko, Sashank Prasad, 19 - Headache, Facial
Pain, and Disorders of Facial Sensation, Editor(s):
Grant T. Liu, Nicholas J. Volpe, Steven L. Galetta, Liu,
Volpe, and Galetta's Neuro-Ophthalmology (Third
Edition), Elsevier, 2019, Pages 661-684.
10. Renton, Tara & Egbuniwe, Obi/ Pain Part 2a:
Trigeminal Anatomy Related to Pain. Dent Update,
2015, 42: 238-244.
34
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2
2.2 NERVUS V TRIGEMINUS
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
35
mata sesisi rangsangan.
8. Menentukan reflek kornea tidak langsung positip bila mata
kontralateralnya menutup.
Sensoris Wajah
9. Meminta pasien untuk menutup kedua matanya
10. Memeriksa nyeri dengan jarum bundel pada daerah dermatome VI
(Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3 (Mandibularis).
11. Memeriksa raba dengan jarum bundel pada daerah dermatome V1
(Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3 (Mandibularis).
12. Menyebutkan gangguan sensoris tipe perifer dan tipe sentral (Nukleus).
Jumlah Nilai
36
MODUL NEUROLOGI 2
JUDUL NEUROLOGI 2
SUB JUDUL 2.3 Nervus Fascialis (VII)
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.3.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan motorik N.
VII, adanya tanda bell, hiperakusis, menentukan parese N.
VII UMN atau LMN secara mandiri.
METODE 1. Demo pemeriksaan N. VII
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan N. VII
- Stetoskop 5 buah
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG Fungsi N. VII bersifat motorik wajah,
viscerosensorik/pengecap manis, asin dan kecut (Sensoris
2/3 depan lidah), parasimpatis kelenjer air mata, untuk otot
m. stapeideus di telinga dalam. Kelumpulan N. VII secara
garis besar di bagi menjadi dua yaitu : jenis UMN (Upper
Motor Neuron) dan LMN (Lower Motor Neuron).
Kelumpuhan jenis LMN bila nukleus N. VII di daerah pons
sampai saraf perifer terganggu, dengan gejala kelumpuhan
wajah satu sisi.
Pada kelumpuhan tipe LMN sering di sertai ageusia
hiperakusis, gangguan lakrimasi.
PROSEDUR Motorik
1. Menginspeksi kerutan dahi, kelopak mata, sudut
mata dan lipatan sudut mulut. Bandingkan kiri dan
kanan apakah ada asimetri (merot) atau
kelumpuhan.
2. Menyuruh penderita mengeryitkan dahi/angkat alis,
menutup mata sekuat-kuatnya, meringis, mencucu
dan memperlihatkan giginya. Bandingkan kiri dan
kanan apakah ada asimetri (merot) atau
37
kelumpuhan.
3. Menyuruh penderita menutup mata sekuat-kuatnya
dan coba buka dengan tangan pemeriksa. Apakah
ada kelumpuhan atau keadaan tidak bisa menutup
mata di sebut lagophtalmus.
Tanda Bell
4. Memperhatikan saat menutup mata sekuat-kuatnya,
dengan adanya lagophtalmos terlihat bola mata
berputar ke atas di sebut tanda bell positip.
5. Melakukan pemeriksaan gangguan rasa 2/3 anterior
lidah dengan rasa manis, asin, dan asam
menggunakan lidi kapas, kemudian meminta untuk
menunjuk pada kertas pilihan jawaban rasa yang
ada. Keadaan tidak bisa mengecap rasa di sebut
ageusia/hipogeusia.
38
Parese N.VII Kanan Tipe UMN/Sentral
39
4. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic
Examination, 6th Edition, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
9. Sarhan F, Saif A, and Saif D. Bell's palsy: an
overview, British Journal of Neuroscience Nursing,
2012, 8 (4): 163-168.
10. Pauwels LW, Cranial nerves-third edition, 2012,
https://bmc.utm.utoronto.ca/cranialnerves/facial.html,
diakses 9/7/2021.
40
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2
2.3 NERVUS VII FASCIALIS
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
41
6. Menanyakan apa ada keadaan setiap ada suara, terdengar yang lebih
keras di sebut hiperakusis, biasanya penderita mengeluh “Gembrebeg”.
7. Memeriksa adanya “Hiperakusis”, menempelkan stetoskop di kedua
telinga pasien, gesek membran stetoskop perlahan-lahan, tanyakan ke
penderita yang lebih keras sebelah mana.
8. Menentukan hasil pemeriksaan atau menyebutkan ciri lesi N. VII
perifer/LMN
9. Menentukan hasil pemeriksaan atau menyebutkan ciri lesi N. VII tipe
sentral/UMN
Jumlah Nilai
42
MODUL NEUROLOGI 2
JUDUL NEUROLOGI 2
SUB JUDUL 2.4 Nervus VIII Auditori dan Vestibular
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.4. mahasiswa
mampu melakukan pemeriksaan tes bisik, tes schwabach, tes
rinne, tes weber, menentukan adanya tuli konduksi atau tuli
persepsi, tes romberg, tes jalan tandem, menentukan nistagmus
secara mandiri.
METODE 1. Demo pemeriksaan N. VIII
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan N. VIII
- Garpu tala frekuensi 128 Hz dan 512 Hz masing-masing 5
buah
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG Saraf ini terdiri atas saraf cochlearis yang mengurus
pendengaran dan saraf vestibular yang mengurus kesimbangan.
Gangguan pada saraf cochlearis dapat menyebabkan tuli,
tinnitus. Tuli akibat kelainan mulai meatus acusticus ekternus
sampai ruang telinga dalam di sebut tuli konduksi, sedangkan
tuli persepsi di sebabkan penyakit di labirin, reseptor telinga
dalam, nervus cochlearis, nukleus cochlearis batang otak atau di
kortek auditorik. Pemeriksaan pendengaran meliputi tes bisik
atau gesek, schwabach, rinne, weber dan audiogram.
Sedangkan gangguan nervus vestibularis dapat menyebabkan
vertigo, rasa tidak stabil, kehilangan keseimbangan, nistagmus
dan salah tunjuk atau past pointing. Pemeriksaan nervus
vestibularis meliputi tes romberg, tandem gait, tes telunjuk
hidung dan tes kalori.
PROSEDUR 1. Tes Bisik
Melakukan tes bisik atau dengan menggesekan jari-jari
pemeriksa pada telinga penderita, telinga kanan kiri
43
bergantian, suruh penderita membandingkan kanan dan
kiri.
2. Tes Schwabach
Membunyikan garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, lengan
garpu tala di tempatkan di dekat telinga penderita, setelah
tidak mendengar maka garpu tala di letakan di dekat
telinga pemeriksa, bila pemeriksa masih mendengar
maka schwabach memendek.
3. Tes Rinne
Membunyikan garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, pangkal
garpu tala di letakan di mastoid penderita, suruh pasien
mendengarkan, bila sudah tidak terdengar lengan garpu
tala di dekatkan di telinga penderita, bila masih terdengar
maka rinne positif.
4. Weber
Membunyikan garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, di
tempelkan di vertex kepala pasien tepat di garis tengah,
suruh pasien mendengarkan dan menentukan telinga
mana yang lebih keras bunyinya, bila lebih keras kanan
maka weber lateralisasi ke kanan.
Menentukan tuli konduktif, dengan ciri-ciri pendengaran
berkurang. Schwabach memendek, rinne negatif, weber
lateralisasi ke telinga sakit.
Menentukan tuli persepsi, dengan ciri-ciri pendengaran
berkurang. Schwabach memendek, rinne positif, weber
lateralisasi ke telinga sehat.
44
5. Nistagmus
Lihat pada kedua mata penderita apakah ada nistagmus,
dengan mata diam dan mata bergerak. Tentukan arah
nistagmus dengan melihat fase cepatnya, nistagmus di
sebut arah cepatnya.
6. Tes Romberg
Pemeriksa siap di belakang pasien, menyuruh penderita
berdiri tegak dengan kedua kaki rapat, kedua tangan
lurus ke bawah suruh penderita membuka dan menutup
mata, bila penderita jatuh di sebut romberg positif, catat
arah jatuhnya.
Bila gangguan vestibular maka jatuhnya, baik saat mata
terbuka maupun tertutup dan jatuhnya ke semua arah.
Bila gangguan serebellum jatuhnya baik saat mata
45
terbuka maupun tertutup dan jatuhnya ke sisi lesi. Bila
gangguan proprioseptif saat mata terbuka tidak jatuh, saat
mata tertutup jatuh ke semua arah.
46
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination, 6 th
Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum,
Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan
Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul Neurologi
1, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang,
2011.
9. Isaacson, B., Hearing loss, The Medical clinics of North
America, 2010, 94 (5): 973-88.
10. R.A Speers, J.A Ashton-Miller, A.B Schultz, N.B
Alexander,, Age differences in abilities to perform tandem
stand and walk tasks of graded difficulty, Gait & Posture,
1998, 7 (3): 207-213.
47
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2
2.4 NERVUS VIII
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
48
Schwabach memendek, rinne positif, weber lateralisasi ke telinga sehat.
7. Memperlihatkan pada kedua mata penderita apakah ada nistagmus,
dengan mata diam dan mata bergerak. Tentukan arah nistagmus dengan
melihat fase cepatnya, nistagmus di sebut arah cepatnya.
Tes Romberg
8. Mempersilahkan penderita berdiri, pemeriksa siap di belakang pasien,
menerangkan apa yang akan di periksa.
9. Mempersilahkan penderita berdiri dengan kedua kaki rapat, kedua
tangan lurus ke bawah suruh penderita membuka dan menutup mata.
10. Menentukan tes romberg positif, yaitu bila penderita jatuh, catat arah
jatuhnya.
11. Menentukan ciri-ciri gangguan vestibular pada tes romberg maka
jatuhnya, baik saat mata terbuka maupun tertutup dan jatuhnya ke
semua arah.
12. Menentukan ciri-ciri gangguan serebellum pada tes romberg jatuhnya
baik saat mata terbuka maupun tertutup dan jatuhnya ke sisi lesi.
13. Menentukan ciri-ciri gangguan proprioseptif pada tes romberg saat mata
terbuka tidak jatuh, saat mata tertutup jatuh ke semua arah.
Jalan Tandem
14. Menyuruh penderita berjalan setapak demi setapak menyambung
dengan tumit kaki kanan dan ibu jari kaki kiri saling menempel, berjalan
2 meter di garis lurus, lihat pasien jatuh atau tidak seimbang, catat arah
jatuhnya.
Jumlah Nilai
49
MODUL NEUROLOGI 2
JUDUL NEUROLOGI 2
SUB JUDUL 2.5 Nervus IX dan X
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.5.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan adanya
disphagia, disphonia, fenomena vernet ridou, reflek muntah
secara mandiri.
METODE 1. Demo pemeriksaan nervus IX dan X
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan N. IX dan X
- Spatel lidah 5 buah
- Lidi kapas 5 buah
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG Nervus IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus) di periksa
bersamaan karena fungsi hampir sama. Gangguan saraf IX-
X mengakibatkan disfagia (sukar menelan) sehingga
tersedak, disfonia/afonia, disartria faringeal, hilangnya
reflek muntah, gangguan pengecapan 1/3 belakang lidah
rasa pahit, gangguan otonom parasimpatis (bradikardia,
hipotensi, dsb).
Ciri gangguan N. IX dan X suara “Bindeng”, sengau,
disfonia atau aponi, uvula asimetri, saat bilang “Aagh”
gerakan palatum molle asimetri, saat minum tersedak dan
reflek muntah menurun atau negatif.
PROSEDUR 1. Tes motorik
Meminta pasien untuk meminum air. Kemudian
diamati apakah pasien tersedak (kadang air bisa
keluar dari hidung) atau tidak.
2. Vernet Rideau Phenomenon
Menyuruh pasien buka mulut, suruh pasien bilang
“Aaagh”, dengan senter lihat palatum mole apakah
ada asimetri arkus faring atau deviasi uvula.
50
Deviasi palatum molle
3. Reflek Muntah
Menyiapkan spatel lidah dan lidi kapas, menyuruh
pasien membuka mulut, dengan spatel lidah di
tekan sehingga terlihat dinding faring belakang,
dengan lidi kapas sentuh dinding posterior faring
kanan kiri bergantian, apakah ada gerakan reflek
muntah.
4. Disfonia
Menyuruh pasien menirukan kata-kata “Mama”,
“Haha”, dll, apakah ada gangguan dalam fonasi.
5. Tes fungsi sensoris 1/3 lidah posterior
Melakukan pemeriksaan gangguan rasa 1/3
posterior lidah dengan menggunakan lidi kapas
yang telah diberi rasa pahit, kemudian menanyakan
apakah terasa pahit atau tidak.
51
3. dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
4. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic
Examination, 6th Edition, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
9. Singh H, Mathur R, Kaur P. Isolated palatal palsy: a
clinical rarity. Neuroimmunol Neuroinflammation,
2015; 2:190-192.
52
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2
2.5. NERVI IX DAN X
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
53
MODUL NEUROLOGI 2
JUDUL NEUROLOGI 2
SUB JUDUL 2.6 Nervus XI
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.6.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan m. trapezius,
m. sternocleidomastoideus secara mandiri.
METODE 1. Demo video pemeriksaan N. XI
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan N. XI
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG Nervus XI ini hanya terdiri serabut motorik. Saraf ini
menginervasi otot sternokleido mastoideus dan trapezius.
PROSEDUR 1. m. Trapezius
untuk memeriksa otot trapezius, menyuruh pasien
mengangkat bahu kanan dan kiri ke atas pemeriksa
menahan dengan tangan, bandingkan kekuatan
kanan dan kiri.
2. m. Sternocleidomastoideus
Untuk memeriksa otot sternocleidomastoideus
kanan, suruh pasien menoleh ke kiri, tahan rahang
pasien, lihat kekuatannya. Untuk memeriksa otot ini
kanan kiri bersamaan, suruh pasien memfleksikan
kepala de dada, lihat kekuatannya.
54
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Jeane Novita Irene Abas, Sp.N, M.Kes
2. DR. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.N
3. dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
4. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic
Examination, 6th Edition, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
55
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2
2.6 NERVUS XI
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
56
MODUL NEUROLOGI 2
JUDUL NEUROLOGI 2
SUB JUDUL 2.7 Nervus XII
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 2 2.7.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan motorik lidah
serta menentukan lesi tipe UMN atau LMN.
METODE 1. Demo pemeriksaan N. XII
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan N. XII
WAKTU 2x50’
LATAR BELAKANG Nervus XII ini hanya terdiri serabut motorik. Saraf ini
menginervasi lidah dan faring.
PROSEDUR 1. Minta pasien untuk membuka mulutnya.
2. Nilai bentuk dan kedudukan lidah di rongga mulut.
Nilai adakah atrofi lidah, fasikulasi, dan deviasi lidah.
3. Menyuruh pasien menjulurkan lidah, lihat apakah ada
deviasi lidah, catat arah deviasi lidah.
4. Menyuruh penderita dengan lidahnya, menekan pipi
penderita dengan tangan pemeriksa menahan pipi
pasien, lihat kekuatan lidah pasien, bergantian kanan
dan kiri.
5. Menyuruh pasien mengucapkan kata-kata mengandung
huruf “R” dan “L”, apakah ada gangguan dalam
pengucapan.
6. Menentukan parese N.XII tipe LMN, yaitu ada atropi
dan fasikulasi lidah, bila tidak ada tipe UMN.
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Jeane Novita Irene Abas, Sp.N, M.Kes
2. DR. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.N
3. dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
4. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
57
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic
Examination, 6th Edition, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
9. Indonesian Skills Laboratory Network and
Development (ISLaND), Panduan Keterampilan Klinis
Bagian 1, Zifatama Jawara, Sidoarjo, 2020
58
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 2
2.7 NERVUS XII
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
59
PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS
NEUROLOGY EXAMINATION 3
MODUL NEUROLOGI 3
3.1 Motorik
3.2 Reflek Fisiologis
3.3 Sensoris Umum
3.4 Sensoris Khusus
Editor
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
GORONTALO
2021
60
MODUL NEUROLOGI 3
JUDUL NEUROLOGI 3
SUB JUDUL 3.1 Motorik
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 3 3.1.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tonus otot,
kekuatan otot, koordinasi gerak, adanya atropi, spastisitas,
rigiditas, chorea, athetose, balismus, kejang tonik/klonik
secara mandiri.
METODE 1. Demo pemeriksaan motorik
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan motorik
- Lampiran gambar pemeriksaan motorik
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG Sistem motorik terdiri atas jaras piramidal dan
esktrapiramidal. Jaras piramidalis terdiri traktus
kortikobulbaris (ke batang otak) dan traktus kortikospinalis
(ke spinalis/mielum). Gangguan jaras piramidalis paling
banyak adalah kelumpuhan/parese, sedangkan
esktrapiramidalis adalah gangguan tonos otot, gerakan
abnormal dan gangguan kelancaran otot volunter.
Sedangkan serebelum pada sistem motorik berfungsi untuk
koordinasi, keseimbangan dan tonus. Tanda dan gejala
klinis neurologi pada umumnya dan motorik khususnya di
bagi menjadi dua : UMN dan LMN. Pada reflek, klonus,
adanya reflek patologis. Sedangkan LMN memberikan
tanda : kelumpuhan, hipo/atonus, atrofia, fasikulasi dan
hipo/arefleksia.
Pemeriksaan sistem motorik terdiri atas :
1. Kekuatan (strength)
2. Tonus
3. Gerakan involunter
4. Atrofi atau hipertrofi
61
Ada 5 urutan pemeriksaan motorik :
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Pemeriksaan gerakan pasif
4. Pemeriksaan gerakan aktif
5. Koordinasi gerak
PROSEDUR Inspeksi
Memperhatikan : sikap, bentuk, ukuran dan gerak
abnormal yang tidak terkendali :
1. Melihat sikap anggota : secara keseluruhan dan
sikap bagian tubuh saat pasien berdiri, duduk
berbaring, bergerak dan berjalan, sikap : “Ape
Hand”, “Claw Hand”, “Drop Hand”, “Drop Foot”,
“Winging Scapula”, dsb.
2. Bentuk anggota : di perhatikan adanya deformitas.
3. Ukuran anggota : di lihat besar, kontur, atropi,
hipertropi, pseudohipertopi, dsb.
4. Gerakan abnormal : tremor, khorea, atetose,
ballismus, spasme, tic, fasikulasi dan mioklonus,
kejang tonik, kejang klonik, kejang mioklonik.
62
Palpasi
5. Mempersilahkan pasien di suruh relaksasi ototnya,
kemudian ototnya di palpasi untuk menentukan
konsistensi, serta nyeri tekan.
Spastisitas
8. Saat menggerakan sendi di nilai tahanannya. Pada
spastisitas dapat di temukan fenomena pisau lipat
yaitu selalu adanya tahanan pada awal gerakan, hal
ini termasuk tanda UMN.
9. Pada spastisitas juga bisa di dapatkan fenomena
pipa timah, yaitu adanya tahanan selama gerakan,
hal ini termasuk juga tanda UMN.
Rigiditas
10. Menentukan adanya rigiditas yaitu saat
menggerakan sendi selalu adanya
tahanan/kekakuan, sehingga sendi macet/sulit di
gerakan atau tahanan putus-putus, jenisnya rigiditas
“decorticate rigitidy” dan “decerebrate rigidity”
63
atau “fenomen cogwheel”, hal ini akibat gangguan
gangguan extrapiramidal.
11. Menentukan adanya “decorticate rigitidy” dan
“decerebrate rigidity”, yaitu saat menggerakan
sendi terlihat macet dengan posisi khas, keadaan ini
penting pada kegawatan herniasi otak.
12. Menentukan adanya fenomena roda gigi (fenomena
cogwheel) yaitu saat menggerakan sendi adanya
tahanan hilang timbul/putus-putus, keadaan ini pada
penyakit parkinson.
64
1 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak
bergerak, masih ada gerakan kontraksi otot
0 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak
bergerak dan tidak ada gerakan kontraksi otot
Nb :
- Mengukur kekuatan otot pemeriksa melawan
dan menahan gerakan otot pasien. Cara
menggerakan tergantung otot yang akan di
periksa. Bila akan memeriksa otot bicep maka
lengan bawah di fleksikan, memeriksa tricep
maka lengan bawah di ekstensikan.
- Pada pasien tidak sadar, dilakukan
pemeriksaan lateralisasi dengan cara menekuk
kedua lutut pasien dan kemudian dilepaskan
secara bersamaan. Setelah itu dinilai ke arah
mana kaki yang jauth terlebih dahulu (misal
kaki kanan lebih dulu, berarti laterilisasi ke
arah kanan)
- Pada kondisi curiga kelemahan yang sangat
ringan, dilkukan pronation test. Pasien diminta
mengangkat kedua tangan ke atas selama 30
detik. Tangan yang berpronasi terlebih dahlu
berarti mengalami kelemahan.
15. Bila ada parese tentukan “myotom” masing-masing
otot, bila tetraparese atau paraparese penting untuk
menentukan topis lesinya.
65
gerakan yang berlawanan berurutan)
- Rebound fenomena (tidak mampu menghentikan
gerakan tepat pada waktunya)
- Sikap, hipotonia
- Nistagmus (lihat modul N. III)
- Romberg tes (lihat modul N. VIII)
- Jalan tandem (lihat modul N. VIII)
Tes Telunjuk-Hidung
16. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien di suruh
menyentuh jari pemeriksa kemudian menyentuh
hidungnya sendiri, kedudukan jari pemeriksa di
rubah-rubah kedudukannya.
17. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien di suruh
menyentuh jari telunjuk sisi lainnya kemudian
menyentuh hidungnya sendiri, kedudukan jari
pasien di suruh merubah-rubah kedudukannya, di
periksa saat mata terbuka dan tertutup.
18. Mempersilahkan kedua lengan pasien di rentangkan
lurus, secara bergantian telunjuk pasien di suruh
menyentuh hidung, dengan mata terbuka dan mata
tertutup.
Tes Telunjuk-Telunjuk
19. Mempersilahkan kedua jari telunjuk pasien saling
di sentuhkan kemudian di jauhkan, kemudian di
suruh menyentuh lagi berulang-ulang, posisi tangan
di rubah, baik mata terbuka dan mata tertutup.
66
Tes Tumit-Lutut-Ibu Jari Kaki
20. Mempersilahkan tumit pasien di angkat letakan di
atas lutuh, geser tumit di atas tibia sampai ibu jari
kaki dan di ulang-ulang.
21. Menentukan adanya dismetria tangan yaitu bila tes
telunjuk-hidung, telunjuk-telunjuk dan tes tumit-
lutut-ibu jari kaki di atas tidak bisa/tidak tepat.
Tes Pronasi-Supinasi
22. Mempersilahkan dengan kedua tangan pasien
melakukan gerakan pronasi-supinasi secara cepat,
berulang-ulang.
67
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic
Examination, 6th Edition, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
68
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 3
3.1. MOTORIK
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
69
Spastisitas
7. Saat menggerakan sendi di nilai tahanannya. Pada spastisitas dapat di
temukan fenomena pisau lipat yaitu selalu adanya tahanan pada awal
gerakan, hal ini termasuk tanda UMN.
8. Pada spastisitas juga bisa di dapatkan fenomena pipa timah, yaitu
adanya tahanan selama gerakan, hal ini termasuk juga tanda UMN.
Rigiditas
9. Menentukan adanya rigiditas yaitu saat menggerakan sendi selalu
adanya tahanan/kekakuan, sehingga sendi macet/sulit digerakan atau
tahanan putus-putus, jenisnya rigiditas “Decorticate Rigitidy” dan
“Decerebrate Rigidity” atau “Fenomen Cogwheel”, hal ini akibat
gangguan gangguan extrapyramidal
10. Menentukan adanya “Decorticate Rigitidy” dan “decerebrate rigidity”,
yaitu saat menggerakan sendi terlihat macet dengan posisi khas, keadaan
ini penting pada kegawatan herniasi otak.
11. Menentukan adanya fenomena roda gigi (Fenomena Cogwheel) yaitu
saat menggerakan sendi adanya tahanan hilang timbul/putus-putus,
keadaan ini pada penyakit parkinson.
12. Mempersilahkan pasien menggerakan sendi sekuat-kuatnya untuk
melawan gravitas dan kita menahan gerakan ini. Menilai kekuatan bila
bisa menggerakan melawan grativasi nilainya 3 s/d 5, bila tidak
terangkat melawan gravitasi nilainya 2 s/d 0.
13. Menilai kekuatan motorik (internasional) semua otot mulai otot
penggerak sendi bahu, sendi siku, pergelangan tangan, jari-jari, otot
penggerak sendi panggul, sendi lutut, pergelangan kaki, jari kaki.
Penilaian kekuatan :
5 : Normal
4 : Bisa melawan gravitasi, dapat mempertahan gravitasi dan dapat
melawan tahanan sedang
3 : Bisa melawan gravitasi, sulit mempertahankan gravitasi dan
dapat melawan tahanan ringan
2 : Tidak bisa melawan gravitasi, masih ada gerakan sendi dan otot
1 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak, masih ada
70
gerakan kontraksi otot
0 : Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak dan tidak
ada gerakan kontraksi otot
Bila pasien tidak sadar, maka dilakukan pemerksaan lateralisasi.
Bila curiga kelemahan motorik yang sangat ringan, maka dilakukan
pronation test.
14. Bila ada parese tentukan “Myotome” masing otot, bila tetraparese atau
paraparese penting untuk menentukan topis lesinya.
Tes Telunjuk-Hidung
15. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien di suruh menyentuh jari
pemeriksa kemudian menyentuh hidungnya sendiri, kedudukan jari
pemeriksa di rubah-rubah kedudukannya.
16. Mempersilahkan dengan telunjuk pasien di suruh menyentuh jari
telunjuk sisi lainnya kemudian menyentuh hidungnya sendiri,
kedudukan jari pasien di suruh merubah-rubah kedudukannya, di
periksa saat mata terbuka dan tertutup.
17. Mempersilahkan kedua lengan pasien di rentangkan lurus, secara
bergantian telunjuk pasien di suruh menyentuh hidung, dengan mata
terbuka dan mata tertutup.
Tes Telunjuk-Telunjuk
18. Mempersilahkan kedua jari telunjuk pasien saling di sentuhkan
kemudian di jauhkan, kemudian di suruh menyentuh lagi berulang-
ulang, posisi tangan di rubah, baik mata terbuka dan mata tertutup.
Tes Tumit-Lutut-Ibu Jari Kaki
19. Mempersilahkan tumit pasien di angkat letakan di atas lutuh, geser tumit
di atas tibia sampai ibu jari kaki dan di ulang-ulang.
20. Menentukan adanya dismetria tangan yaitu bila tes telunjuk-hidung,
telunjuk-telunjuk dan tes tumit-lutut-ibu jari kaki di atas tidak bisa/tidak
tepat.
Tes Pronasi-Supinasi
21. Mempersilahkan dengan kedua tangan pasien melakukan gerakan
pronasi-supinasi secara cepat, berulang-ulang.
71
Tes Plantar-Fleksi-Dorsum-Fleksi
22. Mempersilahkan pasien melakukan gerakan plantar fleksi-dorsum fleksi
secara cepat, berulang-ulang.
23. Menentukan adanya disdiadokokinesia yaitu bila gerakan pronasi-
supinasi dan gerakan plantar fleksi-dorsum fleksi lebih lambat atau tidak
trampil.
Jumlah Nilai
72
MODUL NEUROLOGI 3
JUDUL NEUROLOGI 3
SUB JUDUL 3.2 Pemeriksaan Refleks Fisiologis
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 3 3.2.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan reflek
fisiologis secara mandiri.
METODE 1. Demo video pemeriksaan reflek fisiologis
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan reflek fisiologis
- Hammer reflek
- Lampiran modul neurologi 3 reflek fisiologis
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG Reflek fisiologis terdiri reflek tendon (deep reflexes) dan
reflek superfisial. Reflek tendon terdiri atas : BPR, TPR,
KPR, APR, periosto-radial dan periosto-ulnar. Sedangkan
reflek superfisial terdiri atas : BHR, reflek anal, reflek
scrotal, reflek glutea dan reflek cremaster.
Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang di sebabkan
oleh rangsangan dan sebagai jawabannya otot berkontraksi.
Rasa regang (ketok) di tangkap oleh reseptor propioseptik
(reflek propioseptik).
Penilaian sebagai berikut :
- Tidak terdapat gerakan reflektorik apapun
+ Ada gerakan reflektonik yang lemah (kontraksi
++ otot)
Gerakan reflektorik yang cukup kuat (gerakan
+++ sendi), terdapat pada orang sehat/normal
Gerakan reflektorik yang melebihi respon umum
(area penerimaan meluas), tidak selalu patologis,
++++ bila simetris klonus negatif
Gerakan reflektorik yang jelas meningkat dan
patologis (terdapat klonus)
73
Reflek superfisial merupakan reflektorik yang timbul
sebagai respons atas stimulasi terhadap kulit dan mukosa.
Berbeda dengan refleks dalam, refleks superfisial tidak saja
mempunyai busur refleks yang segmental melainkan
mempunyai komponen supraspinal juga. Oleh karena itu
refleks supraspinal dapat menurun atau hilang bila terdapat
lesi di busur refleks segmentalnya atau bila komponen
supraspinal mengalami kerusakan.
PROSEDUR Pemeriksa memastikan tidak adanya tahanan selama proses
pemeriksaan refleks dengan melakukan jendrassik’s
maonouvre. Bila pemeriksaan refleks ekstremitas atas,
maka gigi dikatupkan dan kedua paha dirapatkan. Bila
pemeriksaan refleks ekstremitas bawah, pasien diminta
membuat gerakan mengunci antara kedua jari tangan
sambil tarik-menarik.
74
atau +4
75
Refleks Triseps (TPR) Saat Tiduran
4. Mempersilahkan pasien tidur telentang, dengan
sikap lengan setengah di tekuk di sendi siku, letakan
tangan di lipat paha pasien.
Stimulasi : ketukan hammer pada tendon otot
triseps langsung
Respon : ekstensi lengan bawah di sendi siku
Menentukan nilai reflek fisiologis : -, +1, +2, +3,
atau +4
76
Refleks Tendon Achilles (APR) Saat Duduk
7. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap kedua
kakinya tergantung, pemeriksa mendorsofleksikan
kaki pasien maksimal.
Stimulasi : ketukan hammer pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki
Menentukan nilai reflek fisiologis : -, +1, +2, +3,
atau +4
77
REFLEKS SUPERFISIAL
Reflek Kulit Dinding Perut
9. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan kulit
perut terbuka, pemeriksa menggores kulit dinding
perut ujung kunci atau ujung hammer yang runcing,
menggores dari lateral menuju kemedial pada setiap
segmen supraumbilikal, umbilikal dan
infraumbilical.
Menentukan refleks kulit dinding perut positip,
yaitu bila umbilicus bergerak mendekti rangsangan.
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
2. DR. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.N
3. dr. Jeane Novita Irene Abas, Sp.N, M.Kes
4. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination,
6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
78
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 3
3.2 REFLEK FISIOLOGIS
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
79
Respon : ekstensi lengan bawah di sendi siku
Menentukan nilai reflek fisiologis : -, +1, +2, +3, atau +4
Refleks Triseps (TPR) Saat Tiduran
4. Mempersilahkan pasien tidur telentang, dengan sikap lengan setengah di
tekuk di sendi siku, letakan tangan di lipat paha pasien.
Stimulasi : ketukan hammer pada tendon otot triseps langsung
Respon : ekstensi lengan bawah di sendi siku
Menentukan nilai reflek fisiologis : -, +1, +2, +3, atau +4
Refleks Tendon Lutut (KPR) Saat Duduk
5. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap kedua kakinya di gantung.
Stimulasi : ketukan hammer pada tendon patela
Respon : tungkai bawah berekstensi
Menentukan nilai reflek fisiologis : -, +1, +2, +3, atau +4
Refleks Tendon Lutut (KPR) Saat Tiduran
6. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap pemeriksa
mengangkat lutut pada poplitea.
Stimulasi : ketukan hammer pada tendon patela
Respon : tungkai bawah berekstensi
Menentukan nilai reflek fisiologis : -, +1, +2, +3, atau +4
Refleks Tendon Achilles (APR) Saat Duduk
7. Mempersilahkan pasien duduk dengan sikap kedua kakinya tergantung,
pemeriksa mendorsofleksikan kaki pasien maksimal.
Stimulasi : ketukan hammer pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki
Menentukan nilai reflek fisiologis : -, +1, +2, +3, atau +4
Refleks Tendon Lutut (KPR) Saat Tiduran
8. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan sikap pergelangan kaki
di letakan di atas tungkai bawah seberangnya.
Stimulasi : ketukan hammer pada tendon patela
Respon : tungkai bawah berekstensi
Menentukan nilai reflek fisiologis : -, +1, +2, +3, atau +4
9. Melakukan jendrassik maonouvre di setiap pemeriksaan refleks
REFLEKS SUPERFISIAL
80
Reflek Kulit Dinding Perut
10. Mempersilahkan pasien tidur telentang dengan kulit perut terbuka,
pemeriksa menggores kulit dinding perut ujung kunci atau ujung
hammer yang runcing, menggores dari lateral menuju kemedial pada
setiap segmen supraumbilikal, umbilikal dan infraumbilical.
Menentukan refleks kulit dinding perut positip, yaitu bila umbilicus
bergerak mendekti rangsangan.
Jumlah Nilai
81
MODUL NEUROLOGI 3
JUDUL NEUROLOGI 3
SUB JUDUL 3.3 Sensoris Umum
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 3 3.3.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sensoris umum
(prototopatik, proprioceptif) secara mandiri.
METODE 1. Demo pemeriksaan sensoris umum
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan sensorik
- Jarum bundel 10 buah
- Bulu kuas/kapas kering 10 buah
- Garpu tala 128 Hz dan 512 Hz 5 buah
- Lampiran gambar modul 2 sensoris 5 buah
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG Pemeriksaan sensoris merupakan bagian dari pemeriksaan
neurologi yang di khususkan pada kelainan-kelainan
sensibilitas, yang di sebabkan lesi pada susunan saraf
eferen. Bila terjadi kelainan sensoris maka akan tampak
tanda dan gejala dengan pola-pola tertentu yang
mencerminkan lokalisasi lesi di susunan aferen. Jenis
sensibilitas tersebut antara lain : 1) Sensibilitas protopatik
atau eksteropatik, yaitu rasa nyeri, suhu dan raba; 2)
Sensibilitas proprioseptik, yaitu perasaan gerak, getar,
sikap dan tekan.
PROSEDUR I. Nyeri
1. Mempersiapkan alat yaitu jarum bundel, roda
gigi (rader) yang tajam dan memberi informasi
ke penderita apa yang mau kita kerjakan.
2. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
3. Melakukan pemeriksaan dengan memegang
jarum secara lege artis dan menusuk dari kaki
terus ke arah kepala (dari distal ke proksimal) di
82
sesuaikan dengan dermatome. Bandingkan sisi
kanan dan kiri, sisi yang di anggap normal dan
yang sakit, bandingkan juga distal dan
proksimal
4. Menggambarkan kelainan nyeri berupa titik-
titik, sesuai dengan dermatomenya, atau sesuai
pola gangguannya.
II. Raba
5. Mempersiapkan alat yaitu kuas halus, kapas dan
memberi informasikan ke penderita apa yang
akan kita kerjakan.
6. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
7. Seutas kapas yang di gulung lancip di goreskan
pada permukaan kulit dari distal ke proksimal,
bandingkan kanan dan kiri, sisi normal dan sisi
yang sakit. Sisi tubuh lateral kurang peka di
banding sisi medial/mesial.
8. Menggambarkan kelainan nyeri berupa arsir
garis miring, sesuai dengan dermatomenya atau
pola gangguannya.
III. Suhu
9. Mempersiapkan alat yaitu botol/tabung reaksi
yang berisi air panas dengan suhu 40-45˚C dan
satu berisi air dingin/es batu dengan suhu 10-
15˚C. Sebaiknya botol di bungkus kain untuk
membuat botol betul-betul kering.
10. Memberi informasi ke penderita apa yang akan
kita kerjakan.
11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
12. Memeriksa rasa dingin dan panas bergantian,
dengan botol dingin dan panas di tempelkan
83
bergantian pada kulit pasien, menanyakan apa
terasa dingin atau panas yaitu dari distal ke
proksimal, di bandingkan kanan dan kiri, yang
normal dan sisi yang sakit.
IV. Proprioseptif
Tes Posisi/Rasa Gerak Pasif
13. Menginformasikan ke penderita apa yang mau
kita kerjakan.
14. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
15. Melakukan tes posisi/perasan gerak pasif yaitu
gerakan pada anggota gerak pasien yang di
lakukan oleh pemeriksa.
16. Menggerakan ibu jari kaki atau jari tangan,
dengan cara memegang bagian lateral jari,
pasien di suruh menyimpulkan berdasar atas
terasanya posisi atau gerakan ke atas atau ke
bawah, atau pasien di minta segera menjawab
“Ya” setiap perubahan sikap jarinya. Pemeriksa
melakukannya dengan cepat dan berulang.
84
Perasaan Nyeri Dalam
21. Memencet otot-otot di lengan atas, lengan
bawah, paha, betis. Hal ini untuk mengetahui
lesi pada funikulus posterior. Tanda kelainan
tabes dorsalis.
Tanda Abadie
22. Menekanan atau pemencetan kuat pada tendon
achilles tidak membangkitkan nyeri atau
mengeluhnya terlambat (“Delayed Pain”).
Tanda Biernacki
23. Menekanan atau pemencetan kuat pada nervus
ulnaris di sulcus ulnaris tidak membangkitkan
nyeri atau (“Delayed Pain”).
Tanda Pitres
24. Menekanan atau pemencetan pada testis tidak
menimbulkan nyeri atau (“Delayed Pain”).
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
2. DR. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.N
3. dr. Jeane Novita Irene Abas, Sp.N, M.Kes
4. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic
85
Examination, 6th Edition, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
86
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 3
3.3 SENSORIS UMUM
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
87
dengan suhu 40-45˚C dan satu berisi air dingin/es batu dengan suhu 10-
15˚C. Sebaiknya botol di bungkus kain untuk membuat botol betul-betul
kering.
10. Memberi informasi ke penderita apa yang akan kita kerjakan.
11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
12. Memeriksa rasa dingin dan panas bergantian, dengan botol dingin dan
panas di tempelkan bergantian pada kulit pasien, menanyakan apa terasa
dingin atau panas yaitu dari distal ke proksimal, di bandingkan kanan
dan kiri, yang normal dan sisi yang sakit.
IV. PROPRIOSEPTIF
Tes Posisi/Rasa Gerak Pasif
13. Menginformasikan ke penderita apa yang mau kita kerjakan.
14. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
15. Melakukan tes posisi/perasan gerak pasif yaitu gerakan pada anggota
gerak pasien yang di lakukan oleh pemeriksa.
16. Menggerakan ibu jari kaki atau jari tangan, dengan cara memegang
bagian lateral jari, pasien di suruh menyimpulkan berdasar atas
terasanya posisi atau gerakan ke atas atau ke bawah, atau pasien di
minta segera menjawab “ya” setiap perubahan sikap jarinya. Pemeriksa
melakukannya dengan cepat dan berulang.
Tes Perasaan Getar
17. Mempersiapkan alat garpu tala 128 Hz dan 512 Hz dan memberi
informasi apa yang di lakukan.
18. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
19. Menggetarkan garpu tala 128 Hz dan/atau 512 Hz, meletakan pangkal
garpu tala pada anggota gerak pasien yang di bawah kulit ada tulangnya.
20. Menanyakan perasaan getar (bukan rasa dingin, raba, bunyi atau tekan)
dan kadang pemeriksa getaran ini hentikan tiba-tiba garpu tala dan
tanyakan pada pasien apakah masih terasa getar.
Perasaan Nyeri Dalam
21. Memencet otot-otot di lengan atas, lengan bawah, paha, betis. Hal ini
untuk mengetahui lesi pada funikulus posterior. Tanda kelainan tabes
dorsalis.
88
Tanda Abadie
22. Menekanan atau pemencetan kuat pada tendon achilles tidak
membangkitkan nyeri atau mengeluhnya terlambat (“Delayed Pain”).
Tanda Biernacki
23. Menekanan atau pemencetan kuat pada nervus ulnaris di sulcus ulnaris
tidak membangkitkan nyeri atau (“Delayed Pain”).
Tanda Pitres
24. Menekanan atau pemencetan pada testis tidak menimbulkan nyeri atau
(“Delayed Pain”).
Jumlah Nilai
89
MODUL NEUROLOGI 3
JUDUL NEUROLOGI 3
SUB JUDUL 3.4 Sensoris Khusus
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 3 3.4.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan sensoris
khusus secara mandiri.
METODE 1. Demo pemeriksaan sensoris khusus
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan sensoris khusus
- Jarum bundel 10 buah
- Sekrup, kancing baju, gabus, kubus kayu kecil, karet
masing-masing 5 buah
- Tempat tidur
WAKTU 5x50’
LATAR BELAKANG TES PERASAAN DISKRIMINASI
Adalah pemeriksaan untuk fungsi proprioseptif dan fungsi
analisa kortek parietal (area 5 dan 7) yang di sebut juga
gnosia tactil, gangguannya di sebut agnosia tactil,
pemeriksaannya meliputi tes stereognosia, gramestesia,
topagnosia, fingergnosia, diskrimina dua titik, barognosia,
diskriminasi kanan-kiri.
PEMERIKSAAN SENSORIS KHUSUS
Pemeriksaan ini tidak selalu di periksa setiap pasien hanya
pada indikasi, kelainan atau keluhan tertentu. Pemeriksaan
ini terdiri atas :
1. Lhermitte 6. Sicard
2. Valsava 7. Patrick
3. Naffziger 8. Kontra patrick
4. Lasseque 9. Tinel
5. Bragard 10. Phalen
90
PROSEDUR TES PERASAAN DISKRIMINASI
Perasaan Stereognosis
1. Menyiapkan alat (kunci, uang logam, kancing,
cincin, dll) memberi informasi apa yang akan di
lakukan.
2. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
3. Meletakan benda di dalam tangan pasien,
mempersilahkan pasien meraba-raba benda tersebut
dan identifikasi terhadap benda yang di rabanya.
Perasaan Gramestesia
4. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
5. Pemeriksa membuat tulisan satu huruf atau angka
di telapak tangan pasien dengan benda runcing,
mempersilahkan pasien menebak tulisan tersebut.
Perasaan Barognosia
10. Mempersiapkan alat sekrup, kancing, karet, gabus
91
dan memberi informasi apa yang akan dilakukan.
11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
12. Meletakan benda satu persatu di atas telapak tangan
pasien dan mempersilahkan pasien untuk
memberitahukan terbuat dari bahan apa (berat yang
mana) barang-barang yang di berikan padanya.
Perasaan Topognosia
13. Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan
memberi informasi apa yang akan di lakukan.
14. Melakukan perabaan dengan jari pada beberapa
bagian kulit pasien, mempersilahkan pasien
memberitahukan bagian tubuh mana yang di sentuh
oleh pemeriksa.
Valsava
17. Mempersilahkan pasien mengejan kemudian tahan
nafas beberapa menit apakah ada nyeri radikular
dan menanyakan menjalar ke dermatome mana, bila
timbul nyeri menjalar (radikular) di sebut positip.
92
Naffziger
18. Memberi informasikan yang akan di lakukan dan
minta izin dahulu ke pasien.
19. Menekan vena jugularis kanan dan kiri pasien
bersamaan selama beberapa 10 menit apakah ada
nyeri radikular dan menanyakan menjalar ke
dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar
(radikular) di sebut positip.
Bragard
22. Melakukan tes seperti lasseque, tetapi dengan di
tambah mendorsifleksi kaki.
23. Menentukan tes bragard positif, bila ada nyeri
radikular dengan sudut kurang 60˚, mencatat hasil
positip, sudutnya.
Sicard
24. Melakukan tes seperti lasseque, tetapi dengan di
tambah mendorsifleksi ibu jari kaki.
25. Menentukan tes Sicard positif, bila ada nyeri
radikular dengan sudut kurang 60˚, mencatat hasil
positip, sudutnya.
93
Patrick (Fabere : Fleksi, Abduksi, Rotasi Eksternal dan
Ekstensi)
26. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tumit dari
tungkai yang nyeri di taruh di lutut satunya,
kemudian tangan kiri pemeriksa memegang
lutut/paha dan di tekan ke bawah, bila terdapat
nyeri di sendi panggul (coxae) di sebut positip.
Tinnel
28. Mengetuk saraf perifer yang akan di periksa, positif
bila ada nyeri yang menjalar sesuai dengan
dermatome dari lokasi ketukan ke distal. Sering di
periksa pada sindroma semua jepitan saraf.
Phalen
29. Melakukan volar fleksi kedua tangan pasien dan
tempelkan pada punggung tangan dan tekan kedua
tangan pasien yang sudah fleksi, tes positip bila ada
nyeri menjalar ke jari-jari.
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
2. DR. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.N
3. dr. Jeane Novita Irene Abas, Sp.N, M.Kes
4. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
94
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic
Examination, 6th Edition, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
95
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 3
3.4 SENSORIS KHUSUS
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
96
2 rangsangan tersebut.
Jarak normal :
Lidah 1 mm, ujung jari tangan 2-7 mm, dorsum manus 20-30, telapak
tangan 8-12 mm, dada-lengan bawah-tungkai bawah 40 mm, punggung-
lengan atas dan paha 70-75 mm, jari kaki 3-8 mm.
Perasaan Barognosia
10. Mempersiapkan alat sekrup, kancing, karet, gabus dan memberi
informasi apa yang akan dilakukan.
11. Mempersilahkan pasien harus menutup mata.
12. Meletakan benda satu persatu di atas telapak tangan pasien dan
mempersilahkan pasien untuk memberitahukan terbuat dari bahan apa
(berat yang mana) barang-barang yang di berikan padanya.
Perasaan Topognosia
13. Mempersilahkan pasien harus menutup mata dan memberi informasi apa
yang akan di lakukan.
14. Melakukan perabaan dengan jari pada beberapa bagian kulit pasien,
mempersilahkan pasien memberitahukan bagian tubuh mana yang di
sentuh oleh pemeriksa.
Lhermitte
15. Memberi informasikan yang akan di lakukan dan mina izin dahulu ke
pasien.
16. Memegang kepala pasien di vertek dengan kedua tangan, tekan ke
bawah, apakah ada nyeri menjalar radikular, miringkan kepala pasien ke
kiri kemudian ke kanan lalu tekan dengan kedua tangan pemeriksa,
tanyakan apakah ada nyeri menjalar (radikular) dan menanyakan
menjalar ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) di
sebut positip.
Valsava
17. Mempersilahkan pasien mengejan kemudian tahan nafas beberapa menit
apakah ada nyeri radikular dan menanyakan menjalar ke dermatome
mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) di sebut positip.
Naffziger
18. Memberi informasikan yang akan di lakukan dan minta izin dahulu ke
97
pasien.
19. Menekan vena jugularis kanan dan kiri pasien bersamaan selama
beberapa 10 menit apakah ada nyeri radikular dan menanyakan menjalar
ke dermatome mana, bila timbul nyeri menjalar (radikular) di sebut
positip.
Lasseque (SLR = Straight Leg Raising tes)
20. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, memfleksikan tungkai bawah
pada sendi panggul dengan tungkai bawah ekstensi pada sendi lutut,
kanan dan kiri bergantian.
21. Menentukan tes lasseque positif, bila ada nyeri radikular dengan sudut
kurang 60˚, mencatat hasil positip, sudutnya.
Bragard
22. Melakukan tes seperti lasseque, tetapi dengan di tambah mendorsifleksi
kaki.
23. Menentukan tes bragard positif, bila ada nyeri radikular dengan sudut
kurang 60˚, mencatat hasil positip, sudutnya.
Sicard
24. Melakukan tes seperti lasseque, tetapi dengan di tambah mendorsifleksi
ibu jari kaki.
25. Menentukan tes Sicard positif, bila ada nyeri radikular dengan sudut
kurang 60˚, mencatat hasil positip, sudutnya.
Patrick (Fabere : Fleksi, Abduksi, Rotasi Eksternal dan Ekstensi)
26. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tumit dari tungkai yang nyeri di
taruh di lutut satunya, kemudian tangan kiri pemeriksa memegang
lutut/paha dan di tekan ke bawah, bila terdapat nyeri di sendi panggul
(coxae) di sebut positip.
Kontra Patrick (Fadire : Fleksi, Adduksi, Rotasi Internal dan Ekstensi)
27. Mempersilahkan pasien tidur terlentang, tangan kiri pemeriksa
memgang lutut, tangan kanan pemeriksa memegang tumit dan lutut di
tekan ke bawah sedang tumit di angkat ke atas, bila terdapat nyeri di
sendi panggul (coxae) di sebut positip.
Tinnel
28. Mengetuk saraf perifer yang akan di periksa, positif bila ada nyeri yang
98
menjalar sesuai dengan dermatome dari lokasi ketukan ke distal. Sering
di periksa pada sindroma semua jepitan saraf.
Phalen
29. Melakukan volar fleksi kedua tangan pasien dan tempelkan pada
punggung tangan dan tekan kedua tangan pasien yang sudah fleksi, tes
positip bila ada nyeri menjalar ke jari-jari.
Jumlah Nilai
99
PANDUAN KETERAMPILAN KLINIS
NEUROLOGY EXAMINATION 4
MODUL NEUROLOGI 4
Editor
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
GORONTALO
2021
100
MODUL NEUROLOGI 4
JUDUL NEUROLOGI 4
SUB JUDUL 4.1 Tanda Meningeal
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 4 4.1.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kaku kuduk,
brudzinski leher (I), kernig, brudzinski tungkai (II),
brudzinski (III) dan Brudzinski (IV) secara mandiri.
METODE 1. Demo video pemeriksaan tanda meningeal
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Tempat tidur pasien 5 buah
- Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan tanda meningeal
WAKTU 2x50’
LATAR BELAKANG Meningeal sign atau tanda rangsang meningeal timbul bila
ada rangsangan pada meningen, baik di otak atau medula
spinalis. Meningeal sign muncul akibat keradangan atau
rangsangan meningen pada kelainan seperti meningitis dan
stroke SAH (Subarachnoid Hemorrhage).
Pemeriksaan tanda meningeal terdiri dari kaku kuduk, kernig,
brudzinski I s/d IV.
Ada tanda kekakuan leher yang bukan meningeal sign yaitu
pada tetanus, scpsis, abses retrofaringeal, artritis servikal atau
tipoid fever, parkinson tahap lanjut. Pada kasus ini terdapat
kekakuan atau tahanan leher ke segala arah, bila kaku kuduk
murni tahanan hanya pada fleksi dagu.
PROSEDUR Pemeriksaan Kaku Kuduk dan Tanda Brudzinski I
(Leher)
1. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di
tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai di
luruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
2. Memutar kepala penderita ke samping kanan kiri
serta menoleh ke kanan kiri apakah ada tahanan.
3. Memegang kepala belakang penderita dengan tangan
101
kiri dan tangan kanan, kemudian memfleksikan
kepala-dagu penderita ke arah sternum/dada penderita
apakah ada tahanan atau nyeri di leher, normal dagu
data menyentuh dada.
4. Menentukan kaku kuduk positip yaitu bila dagu tidak
menyentuh dada atau dada terangkat di sebut.
5. Menentukan tes brudzinski I positif, yaitu saat
bersamaan pemeriksaan kaku kuduk terlihat gerakan
fleksi sejenak pada tungkai bawah.
Tanda Kernig
6. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di
tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai di
luruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
7. Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90˚,
ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut, normal
lebih dari 135˚.
8. Menentukan tanda kernig positip bila ada tahanan
atau nyeri dan sudut tidak mencapai 135˚.
102
Tanda Brudzinski III
12. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di
tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai di
luruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
13. Menekan kedua pipi/infraorbital pasien dengan kedua
tangan pemeriksa.
14. Menentukan tanda brudzinski III positif, yaitu terlihat
ada fleksi pada kedua tangan.
Tanda Brudzinski IV
15. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di
tempat tidur, kedua tangan dan kedua tungkai di
luruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
16. Menekan os pubis penderita dengan tangan
pemeriksa.
17. Menentukan tanda brudzinski IV positif, yaitu terlihat
ada fleksi pada kedua tungkai.
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Akbar Patuti, Sp.BS
2. DR. dr. Muh. Isman Jusuf, Sp.N
3. dr. Irmawati Hamenda, Sp.N, M.Kes
4. dr. Jeane Novita Irene Abas, Sp.N, M.Kes
REFERENSI 1. Talley NJ, O’Connor S, A Systemic Guide to Physical
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
103
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic Examination,
6th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek Umum,
Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik
dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,
Malang, 2011.
104
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 4
4.1 TANDA MENINGEAL
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
105
9. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai di luruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
Tanda Brudzinski II (Leher)
10. Memfleksikan salah satu tungkai lurus pada sendi panggul maksimal.
11. Menentukan tanda brudzinski tungkai (II) positif, yaitu terlihat adanya
fleksi tungkai kontralateral (Yang tidak mengalami parese).
Tanda Brudzinski III
12. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai di luruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
13. Menekan kedua pipi/infraorbital pasien dengan kedua tangan pemeriksa.
14. Menentukan tanda brudzinski III positif, yaitu terlihat ada fleksi pada
kedua tangan.
Tanda Brudzinski IV
15. Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai di luruskan, kemudian ambil bantal bila ada.
16. Menekan os pubis penderita dengan tangan pemeriksa.
17. Menentukan tanda brudzinski IV positif, yaitu terlihat ada fleksi pada
kedua tungkai.
Jumlah Nilai
GLOBAL PERFORMANCE: berikan penilaian anda secara keseluruhan terhadap
penampilan kandidat
1 : KURANG
2 : CUKUP
3 : MEMUASKAN
4 : SANGAT MEMUASKAN
106
MODUL NEUROLOGI 4
JUDUL NEUROLOGI 4
SUB JUDUL 4.2 Reflek Patologis dan Reflek Regresi
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 4 4.2.
mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan reflek
patologis di tangan, di tungkai dan reflek regresi/primitif
secara mandiri.
METODE 1. Demo video pemeriksaan reflek patologis dan reflek
PEMBELAJARAN regresi
2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan reflek patologis dan
reflek regresi
- Lampiran modul neurologi 4 reflek patologis dan reflek
regresi
WAKTU 2x50’
LATAR BELAKANG Reflek patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat di
bangkitkan pada orang normal, kecuali pada bayi dan anak
kecil. Kebanyakan berupa gerak reflektorik defensive atau
postural yang pada orang dewasa sehat di kelola dan di
tekan oleh aktivitas susunan piramidalis. Bayi atau anak
kecil umur 4-6 tahun belum memiliki susunan piramidalis
yang bermielinisasi penuh sehingga aktivitas susunan
piramidalisnya belum sempurna.
PROSEDUR REFLEKS PATOLOGIS KAKI
1. Refleks Babinski/Extensor Plantar Response
Melakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral
dari tumit melengkung sampai pangkal ibu jari.
Menentukan refleks babinski positif bila timbul
dorsum flexi ibu jari kaki, di ikuti perkembangan
dan ekstensi jari-jari kaki (flanning).
107
2. Refleks Chaddock
Melakukan penggoresan terhadap melingkari
maleolus sampai kulit dorsum pedis bagian lateral
atau eksterna, hasil positipnya sama dengan reflek
babinski.
3. Refleks Oppenheim
Melakukan pengurutan dari proksimal ke distal
secara keras dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan
terhadap kulit yang menutupi os tibia atau dengan
menggunakan sendi interfalangeal jari telunjuk dan
jari tengah dengan tangan mengepal, hasil
positipnya sama dengan reflek babinski.
4. Refleks Gordon
Melakukan pemencetan otot betis secara keras,
hasil positipnya sama dengan reflek babinski.
5. Refleks Schaeffer
Melakukan pemencetan tendon achilles secara
keras, hasil positipnya sama dengan reflek babinski.
6. Refleks Gonda
Melakukan penjepitan jari kaki ke empat pasien, di
108
plantar fleksikan maksimal, di lepas, hasil
positipnya sama dengan reflek babinski.
109
lidah dan rahang bawah seolah-olah menetek.
110
Diagnosis, Clinical Examination, 4th Edition, APAC
Publishers, Singapore, 2001.
2. Pentland B, Statham P, Olson J, The Nervous System
Including the Eye, Macleod’s Clinical Examination,
Eleventh Edition, Elsevier, 2005.
3. Campbell WW, DeJong’s The Neurologic
Examination, 6th Edition, Lippincott Williams &
Wilkins, 2005.
4. H. Royden Jones JR, Netter’s Neurologic International
Student Edition, ICON Learning Systems, 2005.
5. Lindsay KW, Ian Bone, Neurology and Neurosurgery
Illustrated, Churchil Livingstone, 2004.
6. Priguna Sidarta, Neurologi Klinis dalam Praktek
Umum, Dian Rakyat, Jakarta, 1999.
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik, Pemeriksaan
Fisik dan Mental, 9th Edition, FKUI, 2006.
8. Dalhar M, Kurniawan SN, dan Rahayu M, Modul
Neurologi 1, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
111
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEUROLOGI 4
4.2 REFLEK PATOLOGIS dan REGRESI
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
112
Refleks Gonda
6. Melakukan penjepitan jari kaki ke empat pasien, di plantar fleksikan
maksimal, di lepas, hasil positipnya sama dengan reflek babinski.
REFLEKS PATOLOGIS TANGAN
Refleks Tromner
7. Pemeriksa mendorso fleksikan jari tengah pasien, kemudian melakukan
pencolekan pada ujung jari tengah, hasil positipnya akan di ikuti fleksi
jari telunjuk dan ibu jari serta jari-jari lainnya setiap kali di colek-colek.
Refleks Hoffman
8. Jari tengah pasien di jepit dan di goreskan pada kuku dengan ujung kuku
ibu jari pemeriksa akan di ikuti fleksi sejenak ibu jari, jari telunjuk serta
jari-jari lainnya setiap kali kuku jari tengah di gores.
REFLEKS PATOLOGIK PETANDA REGRESI
Refleks Menetek
9. Sentuhan pada bibir akan di ikuti gerakan bibir, lidah dan rahang bawah
seolah-olah menetek.
Snout Refleks
10. Pengetukan pada bibir atas maka bibir atas dan bawah menjungur atau
kontraksi otot-otot sekitar bibir atau bawah hidung.
Refleks Memegang
11. Penekanan atau penempatan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien
maka tangan pasien akan mengepal.
Refleks Palmomental
12. Penggoresan dengan ujung pensil atau ujung gagang palu refleks
terhadap kulit telapak tangan bagian tenar maka di ikuti kontraksi otot
mentalis dan orbikularis oris isilateral.
Jumlah Nilai
GLOBAL PERFORMANCE: berikan penilaian anda secara keseluruhan terhadap
penampilan kandidat
1 : KURANG
2 : CUKUP
3 : MEMUASKAN
4 : SANGAT MEMUASKAN
113
PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK
NEURORADIOLOGI
MODUL NEURORADIOLOGI
Editor
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
GORONTALO
2021
114
MODUL NEURORADIOLOGI
JUDUL NEURORADIOLOGI
SUB JUDUL 5.1 Foto polos skull
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 5 5.1.
mahasiswa mampu menerapkan dasar-dasar pembacaan
foto polos skull
METODE 1. Demo pemeriksaan foto polos skull
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan foto polos skull
- Foto polos skull 2 lembar
- Light box 2 unit
WAKTU 2x50’
LATAR BELAKANG Pemeriksaan Foto Kepala atau skull merupakan salah satu
pemeriksaan radiologi yang penting. Anatomi kepala yang
kompleks serta bentuk wajah dan variasi anatomi setiap
orang memiliki perbedaan sehingga pengetahuan dasar
radiologi anatomi skull harus diperhatikan. Untuk
pemeriksaan Foto x’ray skull memiliki beberapa variasi
proyeksi yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan
gambaran radiografi yang berbeda dari masing masing
anatomi skull. Foto kepala rutin yang dikerjakan adalah
posisi AP dan lateral. Pada kasus menilai sinus paranasalis
seperti menilai adanya hematosinus atau fraktur odontoid
dilakukan pemeriksaan foto kepala posisi khusus (Water’s
position). Posisi lain dari foto kepala yaitu Cadwell
position, dimana arah sinar Posterior ke Anterior (posisi
PA) dengan tujuan menilai sinus frontalis dengan lebih
jelas dan meminimalisir pengaruh radiasi pada orbita.
Indikasi Foto kepala atau skull biasanya dilakukan pada
pasien post trauma kapitis, kasus tumor intrkranial atau
metastasis, pasien dicurigai kelainan pada sinus paranasalis
115
maupun mastoid, dan sebagai langkah awal sebelum
dilakukan pemeriksaan imaging lainnya.
PROSEDUR 1. Periksa identitas pasien (nama/umur)
2. Periksa identitas foto (No foto, ada tidaknya marker
pada foto yang akan dinilai)
3. Pasang foto pada light box dengan tepat seolah-olah
penderita didepan pemeriksa
4. Sebutkan Jenis dan Posisi Foto ( Foto skull Posisi
AP/Laterat, Foto Skull Water’s)
5. Sebutkan anatomi dasar foto x’ray skull dengan tepat
Tulang tengkorak (calvaria bones)
Os frontale Sutura lambdoidea
Os parietale Sutura coronaria
Os occipital Sutura sagittalis
Os temporale
Os Ethmoidale
Os Sphenoidale
Tulang rangka muka (maxillofacial bones)
Os Maxilla Os Mandibula
Os Nasale Cavum orbita
Os zygomaticum
6. Lakukan penilaian terhadap outline os calvaria (Tabula
interna, diploe dan eksterna). Perhatikan apakah ada
fraktur. Bila ada fraktur sebutkan jenis dan lokasi
frakturnya. Perhatikan apakah ada tanda-tanda
peningkatan tekanan intracranial impressio digititae,
diastasis sutura cranialis
7. Lakukan penilaian terhadap tulang–tulang os
maxillofacial. Perhatikan apakah ada fraktur maupun
dislokasi. Bila ada sebutkan jenis dan lokasinya
8. Lakukan penilaian terhadap sinus paranaslis.
Perhatikan anatomi sinus (sinus maxillaris, sinus
sphenoidalis, sinus forntalis dan sinus ethmoidalis) dan
116
ada tidaknya perselubungan sinusitis DD/
hematosinus
9. Lakukan penilaian terhadap cellulae mastoidea.
Perhatikan anatomi mastoid dan ada tidaknya
perselubungan mastoiditis
10. Lakukan penilaian terhadap soft tissue. Perhatikan
apakah ada swelling, lesi opasitas maupun lusensi
patologik
11. Buat kesimpulan dari gambaran radiologi yang ada.
12. Identifikasi perlu tidaknya dilakukan rujukan dan jenis
pemeriksaan radiologi lanjutan
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Winansih Gubali, Sp.Rad, KRI
REFERENSI 1. Buku ajar radiologi FK UI
2. Ilyas M dan Rauf R. 2017. Panduan Keterampilan
Klinik (CSL) Foto X’Ray Skull dan Lumbosacral, FK
UNHAS, Makassar.
117
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEURORADIOLOGI
5.1 Foto Polos Skull
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
118
9. Lakukan penilaian terhadap cellulae mastoidea. Perhatikan anatomi
mastoid dan ada tidaknya perselubungan mastoiditis
10. Lakukan penilaian terhadap soft tissue. Perhatikan apakah ada
swelling, lesi opasitas maupun lusensi patologik
11. Buat kesimpulan dari gambaran radiologi yang ada.
12. Identifikasi perlu tidaknya dilakukan rujukan dan jenis pemeriksaan
radiologi lanjutan
Jumlah Nilai
GLOBAL PERFORMANCE: berikan penilaian anda secara keseluruhan terhadap
penampilan kandidat
1 : KURANG
2 : CUKUP
3 : MEMUASKAN
4 : SANGAT MEMUASKAN
119
MODUL NEURORADIOLOGI
JUDUL NEURORADIOLOGI
SUB JUDUL 5.2 Foto polos lumbosakral
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neuroradiologi 5.2.
mahasiswa mampu menerapkan dasar-dasar pembacaan
foto polos lumbosacral, terutama pada kasus-kasus
neurologi.
METODE 1. Demo pemeriksaan foto polos lumbosacral
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan foto polos lumbosacral
- Foto polos lumbosacral 2 lembar
- Light box 2 unit
WAKTU 2x50’
LATAR BELAKANG Pemeriksaan foto lumbosacral merupakan salah satu
pemeriksaan radiologi yang penting. Anatomi tulang
belakang yang kompleks serta bentuk dan variasi anatomi
setiap orang memiliki perbedaan sehingga pengetahuan
dasar radiologi anatomi lumbosacral harus diperhatikan.
Untuk pemeriksaan foto lumbosacral memiliki beberapa
variasi proyeksi yang digunakan bertujuan untuk
mendapatkan gambaran radiografi yang berbeda dari
masing masing anatomi lumbosacral.
Indikasi Foto lumbosacral biasanya dilakukan pada pasien
dengan keluhan low back pain ataupun pasien dengan
curiga kelainan Hernia Nucleus Pulposus (HNP).
PROSEDUR 1. Periksa identitas pasien (nama/umur)
2. Periksa identitas foto (no foto, ada tidaknya marker
pada foto yang akan dinilai)
3. Pasang foto pada light box dengan tepat seolah-olah
penderita didepan pemeriksa
4. Sebutkan jenis dan posisi foto ( foto lumbosacral posisi
120
AP/Lateral)
5. Sebutkan anatomi dasar foto x’ray lumbosacral dengan
tepat.
- Corpus vertebrae
- Sela sendi
- Pedikel
- Processus spinosus
- Soft tissue
6. Lakukan penilaian terhadap outline lumbosacral
7. Lakukan penilaian terhadap tulang–tulang corpus
vertebrae.
8. Lakukan penilaian terhadap sela sendi.
9. Lakukan penilaian terhadap pedikel.
10. Lakukan penilaian terhadap processus spinosus.
11. Lakukan penilaian terhadap soft tissue.
12. Buat kesimpulan dari gambaran radiologi yang ada.
13. Identifikasi perlu tidaknya dilakukan rujukan dan jenis
pemeriksaan radiologi lanjutan
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Winansih Gubali, Sp.Rad, KRI
REFERENSI 1. Buku ajar radiologi FK UI
2. Ilyas M dan Rauf R. 2017. Panduan Keterampilan
Klinik (CSL) Foto X’Ray Skull dan Lumbosacral, FK
UNHAS, Makassar.
121
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEURORADIOLOGI
5.2 Foto Polos Lumbosakral
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
122
MODUL NEURORADIOLOGI
JUDUL NEURORADIOLOGI
SUB JUDUL 5.3 CT Scan Kepala
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul neurologi 5 5.3.
mahasiswa mampu menerapkan dasar-dasar pembacaan CT
scan kepala
METODE 1. Demo pemeriksaan CT scan kepala
PEMBELAJARAN 2. Latihan antar teman
ALAT BANTU - Alat audiovisual (LCD)
- CD power point pemeriksaan CT scan kepala
- Print-out CT Scan Kepala
- Light box 2 unit
WAKTU 2x50’
LATAR BELAKANG Computed tomography (CT) adalah teknologi yang
menghasilkan gambar penampang tubuh menggunakan
sinar-x. CT telah digunakan secara luas dalam pencitraan
kepala. CT kepala lebih unggul dari magnetic resonance
imaging (MRI) untuk evaluasi struktur tulang, perdarahan
intracranial akut, dan deteksi kalsifikasi, yang dapat
menjadi penting untuk kelainan atau untuk penyempurnaan
diagnosis banding. CT scan kepala merupakan modalitas
diagnostik yang memadai untuk banyak kondisi klinis
seperti trauma akut, perdarahan intrakranial nontraumatic,
evaluasi malfungsi shunt, dan tindak lanjut pasca operasi
yang dipilih. Namun, CT kurang berguna untuk kondisi
tertentu seperti neoplastik, infeksi, atau kondisi inflamasi
yang mempengaruhi saraf kranial, parenkim otak, dan
meningen. Dalam kombinasi dengan riwayat klinis dan
temuan pemeriksaan fisik, CT scan kepala adalah alat
skrining yang berguna untuk indikasi seperti:
Perubahan status mental akut, kejang, defisit
neurologis akut, sakit kepala akut, dan sakit kepala
nonakut dengan temuan gejala neurologis.
123
modalitas skrining untuk kecurigaan neoplasma dan
efek massa yang dengan penambahan kontras
intravena (IV) dapat memberikan sensitivitas
tambahan dalam keadaan tertentu.
124
6. Membaca brain window:
- Identifikasi normal/abormalitas pada permukaan
korteks. Apakah terdapat massa hiperdens, di
region mana, berapa voluemnya, ketebalannya,
hingga bentuk gambaran menyerupai apa.
- Identifikasi normal/abnormalitas parenkim otak.
Apakah terdapat lesi hipodens/hiperdens di region
mana, dan sisi apa.
- Identifikasi normal/abnormalitas sulkus girus,
apakah terdapat penyempitan, pelebaran, dan
kejelasan bentuknya.
- Identifikasi normal/abnormalitas ventrikel, apakah
terdapat pelebaran, penyempitan, atau terdesak.
- Identifikasi normal/abnormalitas sisterna, apakah
membuka atau menutup.
- Identifikasi herniasi/midline shift ke arah dekstra
atau sinistra.
7. Membuat kesimpulan dari hasil pembacaan CT scan
kepala, missal terdapat lesi hiperdens di hemisfer
dekstra kemungkinan perdarahan intraserebral.
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Winansih Gubali, Sp.Rad, KRI
REFERENSI 1. Buku ajar radiologi FK UI
2. Slide kuliah
125
CHECK LIST PEMERIKSAAN MODUL NEURORADIOLOGI
5.3 CT Scan Kepala
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
126
PANDUAN KETERAMPILAN KLINIK
PSYCHIATRIC EXAMINATION
MODUL PSIKIATRI
Editor
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
GORONTALO
2021
127
PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
JUDUL PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
SUB JUDUL 6.1 Wawancara Psikiatrik
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul wawancara psikiatrik
6.1. Mahasiswa mampu :
- Berkomunikasi, bertanya, mendengarkan serta
memperhatikan pasien dan/atau keluarga/pengantarnya
(Mampu melakukan auto anamnesis dan hetero
anamnesis)
- Menggali keluhan utama
- Menggali riwayat penyakit sekarang maupun dahulu
dengan memunculkan simptom atau gangguan fungsi
mental sesuai dengan keperluan pengisian “State
Praesent Psychiatric” (Psychiatric Examination)
- Setiap simptom yang muncul perlu di cari
kemungkinan hubungan dengan peristiwa dalam
kehidupan (Masalah/stressor psikososial)
- Menggali ada atau tidaknya faktor keturunan;
- Menggali riwayat pribadi
a) Prenatal dan perinatal
b) Sejak bayi sampai dewasa
c) Masa dewasa
- Riwayat pendidikan
- Riwayat pekerjaan
- Riwayat perkawinan/keluarga
- Riwayat aktivitas sosial
- Riwayat penyalahgunaan zat
- Riwayat hukum
- Situasi kehidupan sekarang
- Kepribadian pasien
- Riwayat keluarga
METODE Penjelasan langsung, demonstrasi dengan pasien/role
PEMBELAJARAN model, role play dengan teman, video.
128
ALAT BANTU - Meja dan kursi duduk pasien
- Alat tulis
- Audio visual 1 set (Komplit)
WAKTU 4x50’
LATAR BELAKANG Modul wawancara psikiatrik merupakan modul
kemampuan wawancara, baik kemampuan auto anamnesis
dan/atau hetero anamnesis, serta kemampuan wawancara
yang berorientasi simptom (“Symptom Oriented
Interview”) diusahakan ada kemampuan “Insight Oriented
Interview” (Untuk memahami dasar psikodinamikanya).
Kemampuan wawancara psikiatrik terdiri dari :
1.1.Kemampuan wawancara medis umum (di bahas
pada basic communication skill).
1.2.Wawancara psikiatrik khususnya (Psychiatric
History Taking) yang terdiri dari wawancara
tentang :
a) Identifikasi pasien (Dibahas pada General
Examination)
b) Keluhan utama
c) Riwayat penyakit sekarang, termasuk riwayat
pengobatan
d) Riwayat penyakit dahulu, termasuk riwayat
pengobatan
e) Masalah psikososial/stressor psikososial
f) Faktor keturunan
g) Riwayat pribadi
h) Riwayat keluarga
Keterampilan wawancara merupakan keterampilan dan
kemampuan yang sangat penting di bidang psikiatrik,
karena diagnosis gangguan jiwa hampir 100% dapat di
tegakkan dengan wawancara (Modul 6.3).
Didalam wawancara psikiatrik tercakup didalamnya
pemeriksaan psikiatrik (Psychiatric Examination). Hanya
129
saja pada pemeriksaan psikiatrik harus auto anamnesis saja
dan lebih ditekankan pada pemeriksaan, pengamatan dan
menilai semua gangguan fungsi mental, dengan “Symptom
Oriented Interview” dan “Insight Oriented Interview”
(Modul 6.2).
PROSEDUR Pendahuluan
1. Persiapan : mempersiapkan penderita dan pengantar
duduk
2. Tempat duduk diatur dengan memperhatikan suasana
terapetik
3. Wawancara dengan tatap muka/saling berhadapan
4. Memberi salam
5. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
wawancara
6. Menjaga ketenangan pasien
7. Pasien ditanya/disapa lebih dulu sebelum pengantarnya
8. Meyakinkan bahwa kerahasiaan dijaga
9. Membina hubungan/raport yang baik dengan pasien
Menanyakan identitas pasien
10. Menanyakan nama, umur, alamat, pendidikan,
pekerjaan, status, agama, dan sebagainya dari pasien.
Auto dan hetero anamnesis
11. Apa yang menyebabkan/membawa pasien datang
berobat/kesini?
12. Tunjukkan rasa empati
13. Menjadi pendengar yang baik, perhatikan, amati, catat,
ingat. Biarkan pasien bercerita dengan bebas
14. Perhatikan respon verbal, non verbal
15. Memberi semangat pasien dengan anggukan, teruskan,
ehm, ..., …, …, dsb.
130
(auto/heteroanamnesis)
16. Menanyakan riwayat penyakit sesuai dengan data status
psikiatrik
17. Pengembangan dari keluhan utama untuk mendapatkan
gambaran gejala gangguan fungsi jiwa (Symptom
Oriented Interview dan Insight Oriented Interview)
untuk mendapatkan gambaran psikodinamika gangguan
jiwanya
18. Usahakan pertanyaan terbuka untuk lebih fokus, boleh
pertanyaan tertutup!
19. Pengembangan pertanyaan : (WHAT, WHEN,
WHERE, WHO/WHOM, WHY dan HOW)
20. Mengembangkan pertanyaan selanjutnya di sesuaikan
dengan keperluan penyusunan status psikiatrik (Lihat
skema status psikiatrik)
Note :
- Untuk keperluan mengisi status praesens
psikiatrik : auto anamnesis.
- Untuk jelasnya perjalanan penyakit :
- Pasien psikotik: hetero anamnesis
- Pasien non psikotik: auto dan hetero
anamnesis
Menutup Wawancara
21. Menginformasikan semua data yang didapatkan dari
kegiatan tersebut
22. Menginformasikan managemen terapinya
23. Mengharap kerja sama dalam pengobatannya
24. Memohon dibantu doa agar mendapatkan kesembuhan
25. Menginformasikan kemungkinan ada wawancara/
pemeriksaan lanjutan
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
131
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Yancy Lumentut, Sp.KJ, M.Kes
REFERENSI 1. Modul CSL Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
2. Indonesian Skills Laboratory Network and Development
(ISLaND), Panduan Keterampilan Klinis Bagian 1,
Zifatama Jawara, Sidoarjo, 2020
CATATAN TAMBAHAN
1. Pencatatan : Urutan/Skema Status Praesens Psikiatrik
Status psikiatrik pasien didapatkan dari :
- Auto anamnesis
- Hetero anamnesis
- Pemeriksaan - Fisik - Internistik
- Psikiatrik - Neurologi
- Penunjang
132
- Didapat dari auto dan/atau hetero anamnesis
- Pengembangan pertanyaan disesuaikan dengan data status psikiatrik
- Stessor/masalah psikososial
- Faktor keturunan
133
- Axis II : - Gangguan kepribadian
- Retardasi mental
- Axis III : - Kondisi medik umum
- Axis IV : - Masalah psikososial dan lingkungan
- Axis V : - Penilaian fungsi secara global (Ada 11
tingkatan / GAF )
VIII. TERAPI : HOLISTIK
- Fisik - Farmako
- Fisik
- Bedah
- Psikis - Psikoterapi - Supportif
- Dinamik
- Sosio : Family therapy
- Spiritual
IX. FOLLOW UP
- Evaluasi perkembangan Pasien
- Evaluasi Diagnosis
- Evaluasi Terapi
X. PROGNOSIS
- Mempertimbangkan beberapa aspek
- Umur
- Jenis gangguan/penyakit
- Stressor
- Faktor pendukung/dukungan sosial
- Faktor keturunan
137
CHECK LIST KETERAMPILAN MODUL PSIKIATRIK
6.1 WAWANCARA PSIKIATRIK
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
Nilai
No Kegiatan
0 1 2
I. Memberikan salam kepada pasien dan keluarga/pengantarnya.
II. Mempersilahkan pasien dan keluarga/pengantarnya duduk.
III. Menyapa pasien terlebih dulu, baru keluarga/pengantarnya.
IV. Memperkenalkan diri kepada pasien dan pengantarnya.
V. Menjelaskan tujuan wawancara kepada pasien dan pengantarnya.
VI. Meyakinkan bahwa akan selalu menjaga rahasia jabatan.
VII. Menanyakan identitas pasien (Lengkap).
VIII. Menanyakan keluhan utama.
IX. Menanyakan riwayat penyakit sekarang :
1. Mengembangkan keluhan utama.
2. Menanyakan semua kelainan/gejala gangguan fungsi
mental.
X. Menanyakan penyakit dahulu :
1. Riwayat penyakit fisik/medis umum.
2. Riwayat penyakit psikiatri.
XI. Menanyakan riwayat pribadi :
1. Prenatal dan perinatal.
2. Masa bayi-dewasa.
3. Masa dewasa.
XII. Menanyakan riwayat keluarga :
1. Ayah dan ibu.
2. Saudara kandung/tiri.
XIII. Menanyakan faktor keturunan.
138
XIV. Menanyakan masalah/stressor psikososial.
XV. Menginformasikan kemungkinan adanya pemeriksaan penunjang.
XVI. Menutup wawancara :
1. Membuat rangkuman wawancara.
2. Menginformasikan hasil wawancara.
3. Menginformasikan dugaan diagnosis
4. Menginformasikan rencana terapi dan mohon kerja sama
dalam terapi.
5. Menginformasikan kemungkinan ada pertemuan
berikutnya.
Jumlah nilai
139
PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
JUDUL PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
SUB JUDUL 6.2 Pemeriksaan Status Mental
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul pemeriksaan status
mental 6.2. mahasiswa mampu:
- Berkomunikasi efektif
- Menentukan status mental
- Mengenali klasifikasi gangguan jiwa berdasarkan
urutan hirarki
- Mengetahui psikopatologi gangguan jiwa
METODE Penjelasan langsung, demonstrasi dengan pasien/role
PEMBELAJARAN model, role play dengan teman, video.
ALAT BANTU - Meja dan kursi duduk pasien
- Alat tulis
- Audio visual 1 set (Komplit)
WAKTU 3x50’
LATAR BELAKANG Pemeriksaan status mental merupakan rangkaian
pemeriksaan yang harus dilakukan guna menegakkan
diagnosis psikiatrik. Pemeriksaan ini harus dilakukan
melalui autoanamnesis. Secara simultan pemeriksa harus
memperhatikan :
- Cara berjalan
- Cara duduk
- Cara berpakaian
- Kebersihan umumnya, bau
- Sikap
- Gerakan-gerakan tak wajar
- Ekspresi wajah
- Cara bicara
- Dsb.
Pemeriksa harus menilai semua kelainan/gejala fungsi
mental atau pemeriksaan psikopatologi.
140
PROSEDUR Persiapan
1. Mempersilahkan pasien dan pengantar duduk
2. Memberikan salam
3. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
wawancara
4. Menjaga ketenangan pasien
5. Pasien ditanya/disapa lebih dulu sebelum
pengantarnya
6. Meyakinkan bahwa kerahasiaan dijaga
7. Membina hubungan/raport yang baik dengan pasien
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
8. Pemeriksaan/pengamatan kesan umum.
9. Pemeriksaan kontak (Verbal dan non verbal).
Pemeriksaan kesadaran
10. Nilai ada/tidaknya penurunan kesadaran:
- Apati
- Somnolen
- Sopor
- Subkoma dan koma
11. Nilai ada/tidaknya kesadaran yang meninggi.
12. Nilai ada/tidaknya gangguan tidur :
- Insomnia
- Berjalan waktu tidur
- Mimpi buruk (“Ketindisan”, “Nightmare”, atau
Pavor Nocturnus)
- Narkolepsi
- Kelumpuhan tidur (“Sleep Paralysis”)
13. Nilai ada/tidaknya hipnosis.
14. Nilai ada/tidaknya gangguan disosiasi :
- Trans (“Trance”)
- Senjakala histerik (“Hysterical Twilight State”)
- Fugue
- Serangan histerik
141
- Sindroma Ganser, menulis otomatis atau
otomatisme lain
15. Nilai ada/tidaknya kesadaran yang berubah.
16. Nilai ada/tidaknya gangguan perhatian.
Gangguan Ingatan
17. Nilai ada/tidaknya gangguan ingatan umum : tentang
yang baru saja terjadi atau tentang yang sudah lama
berselang terjadi.
18. Nilai ada/tidaknya amnesia : retrograd atau anterograd.
19. Nilai ada/tidaknya paramnesia :
- Dejavu, jamaisvu, fausse reconnaissance
- Konfabulasi
20. Nilai ada/tidaknya hipermnesia.
Gangguan Orientasi
21. Nilai ada/tidaknya disorientasi waktu, tempat dan
orang
Gangguan Afek Dan Emosi
22. Nilai ada/tidaknya gangguan depresi.
23. Nilai ada/tidaknya kecemasan dan ketakutan :
- Kecemasan yang mengambang
- Agitasi
- Panik
24. Nilai ada/tidaknya eforia.
25. Nilai ada/tidaknya anhedonia.
26. Nilai ada/tidaknya kesepian.
27. Nilai ada/tidaknya kedangkalan.
28. Nilai ada/tidaknya afek atau emosi tak wajar.
29. Nilai ada/tidaknya afek atau emosi labil.
30. Nilai ada/tidaknya variasi afek atau emosi sepanjang
hari.
31. Nilai ada/tidaknya ambivalensi.
32. Nilai ada/tidaknya apati.
33. Nilai ada/tidaknya amarah, kemurkaan dan
142
permusuhan.
Gangguan Psikomotor
34. Nilai ada/tidaknya kelambatan :
- Hipokinesia, hipoaktivitas
- Substupor atau stupor katatonik
- Katalepsi, flexibilitas cerea
35. Nilai ada/tidaknya peningkatan :
- Hiperkinesia, hiperaktivitas
- Gaduh gelisah katatonik
- Tik (“Tic”)
- Bersikap aneh
- Grimas, stereotipi, pelagakan (“Mannerism”)
- Echopraxia, echolalia
- Otomatisme, otomatisme perintah
- Negativisme
- Kataplexia
- Gangguan somatomotorik pada reaksi konversi :
kelumpuhan, tremor, tik, kejang-kejang, astasia-
abasia
- Verbigerasi
- Kompulsi
- Gagap
Gangguan Proses Berpikir
36. Nilai ada/tidaknya gangguan bentuk pikiran :
- Dereisme (Pikiran Dereistik)
- Otisme (Pikiran Otistik)
- Bentuk pikiran non realistik
37. Nilai ada/tidaknya gangguan arus pikiran :
- Perseverasi
- Asosiasi longgar
- Inkoherensi
- Kecepatan bicara lambat sekali atau sangat cepat
- Benturan (“Blocking”)
143
- Logorea
- Pikiran melayang (“Flight Og Ideas”)
- Asosiasi bunyi (“Clang Association”)
- Neologisme
- Irelevansi
- Pikiran berputar-putar (“Circumstantiality”)
- Main-main dengan kata
- Afasia
38. Nilai ada/tidaknya gangguan isi pikiran :
- Kegembiraan luar biasa
- Fantasi
- Fobia
- Obsesi
- Pikiran inadequate
- Pikiran bunuh diri
- Pikiran hubungan
- Rasa terasing
- Pikiran isolasi sosial
- Pikiran merendahkan diri
- Merasa di rugikan
- Merasa dingin dalam bidang sexual
- Rasa salah
- Pesimisme
- Sering curiga
- Waham
- Kekhawatiran yang tidak wajar tentang kesehatan
fisiknya
39. Nilai ada/tidaknya gangguan pertimbangan :
- Dalam hubungan keluarga
- Dalam hubungan sosial diluar keluarga
- Dalam pekerjaan
- Dalam rancangan untuk hari kemudiannya
144
Gangguan Persepsi
40. Nilai ada/tidaknya halusinasi.
41. Nilai ada/tidaknya ilusi.
42. Nilai ada/tidaknya depersonalisasi.
43. Nilai ada/tidaknya derealisasi.
44. Nilai ada/tidaknya gangguan somatosensorik pada
reaksi konversi.
45. Nilai ada/tidaknya gangguan psikofisiologik.
46. Nilai ada/tidaknya agnosia.
Gangguan Inteligensi
47. Nilai derajat intelegensi:
- Sangat superior.
- Superior.
- Normal.
- Perbatasan (Keadaan bodoh, bebal).
- Debilitas (Keadaan tolol).
- Imbesilitas (Keadaan dungu).
- Idiosi (Keadaan pandir).
Gangguan Kepribadian
48. Nilai tipe kepribadian pasien :
- Kepribadian paranoid.
- Kepribadian afektif (Siklotimik).
- Kepribadian skizoid.
- Kepribadian explosif.
- Kepribadian anankastik (Obsesif-Kompulsif).
- Kepribadian histrionik.
- Kepribadian astenik.
- Kepribadian antisosial.
- Kepribadian pasif-agresif.
Pencatatan
49. Mencatat hasil wawancara dan pengamatan. Sedikit
mencatat banyak mendengarkan dan memperhatikan.
145
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Yancy Lumentut, Sp.KJ, M.Kes
REFERENSI 1. Modul CSL Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya, Malang, 2011.
2. Indonesian Skills Laboratory Network and
Development (ISLaND), Panduan Keterampilan Klinis
Bagian 1, Zifatama Jawara, Sidoarjo, 2020
146
CHECK LIST KETERAMPILAN MODUL PSIKIATRIK
6.2 PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
Nilai
No Kegiatan
0 1 2
I. Memeriksa dan memperhatikan kesan umum : cara jalan, cara
duduk, cara berpakaian, cara bicara, ekspresi wajah, dsb.
II. Memeriksa kontak :
- Kontak verbal
- Kontak non verbal
III. Memeriksa kesadaran :
- Normal/abnormal
- Kwalitatif
- Kwantitatif (Neuro)
IV. Memeriksa bicara pasien : lambar, cepat, ngelantur, terputus-
putus, dsb.
V. Memeriksa proses berpikir : bentuk, arus dan isi piker.
VI. Memeriksa gangguan persepsi : halusinasi, ilusi.
VII. Memeriksa gangguan daya ingat/ingatan.
VIII. Memeriksa gangguan orientasi : waktu, tempat dan orang.
IX. Memeriksa gangguan afek dan emosi.
X. Memeriksa gangguan psikomotor : meningkat, menurun.
XI. Memeriksa inteligensi : normal, tidak normal.
XII. Memeriksa gangguan kepribadian.
Jumlah nilai
147
PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
JUDUL PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
SUB JUDUL 6.3 Diagnosis Psikiatrik
LEARNING OBJECTIVE Setelah menyelesaikan tugas modul pemeriksaan status
mental 6.3. mahasiswa mampu:
- membuat diagnosis banding gangguan psikiatrik
setiap aksis
- menegakkan diagnosis kerja berdasarkan kriteria
diagnosis multiaksial
METODE Penjelasan langsung, demonstrasi dengan pasien/role
PEMBELAJARAN model, role play dengan teman, video.
ALAT BANTU - Meja dan kursi duduk pasien
- Alat tulis
- Audio visual 1 set (Komplit)
WAKTU 1x50’
LATAR BELAKANG Diagnosis multiaksial memiliki 5 aksis. Untuk menegakkan
diagnosis ini mahasiswa harus memiliki pengetahuan dasar
mengenai alur diagnosis dalam psikiatri, kriteria gangguan
jiwa (terutama berdasarkan PPDGJ III), dan mengetahui
klasifikasi gangguan psikiatri dan urutan hierarkinya.
PROSEDUR 1. Lakukan diagnosis pada Aksis I : Diagnosis klinik
Berisi tentang gangguan klinis dan gangguan
perkembangan dan pembelajaran. Merupakan kriteria
diagnosis yang dikelompokkan berdasarkan gejala-
gejala klinik yang telah dibuktikan dalam
pemeriksaan.
Gangguan yang dapat ditemukan pada aksis ini antara
lain:
- Gangguan yang biasanya didiagnosis pada masa
bayi, anak, dan remaja (kecuali retardasi mental,
yang didiagnosis pada aksis II)
- Delirium, demensia, amnesia, dan gangguan
kognitif lainnya.
148
- Gangguan mental organic.
- Gangguan akibat zat psikoaktif.
- Schizophrenia dan gangguan psikotik lainnya.
- Gangguan mood
- Gangguan cemas menyeluruh.
- Gangguan somatoform.
- Gangguan factitious.
- Gangguan disosiatif.
- Gangguan makan.
- Gangguan tidur.
- Gangguan kontrol impuls yang tidak dapat
diklasifikasikan.
- Gangguan penyesuaian.
- Kondisi lain yang dapat menjadi focus perhatian
klinis.
2. Lakukan diagnosis pada Aksis II : Gangguan
kepribadian dan retardasi mental
Merupakan ciri atau gangguan kepribadian yaitu pola
perilaku yang menetap (kebiasaan, sifat) yang tampak
dalam tentang diri dan lingkungan (yang akan
ditampilkan dalam pola interaksi dengan orang lain).
Kelainan yang dapat ditemukan pada aksis II antara
lain:
a. F60-F69. Gangguan kepribadian dan perilaku masa
dewasa.
- F60.0. Gangguan kepribadian paranoid.
- F60.1. Gangguan kepribadian schizoid.
- F60.2. Gangguan kepribadian antisosial.
- F60.3.31 Gangguan kepribadian ambang.
- F60.4. Gangguan kepribadian histrionik.
- F60.5. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif.
- F60.6. Gangguan kepribadian cemas menghindar.
- F60.7. Gangguan kepribadian dependen.
149
- F60.8. Gangguan kepribadian pasif-agresif.
- F60.9. Gangguan kepribadian yang tidak ditentukan
(YTT).
- Gangguan kepribadian skizotipal.
- Gangguan kepribadian narsistik.
b. F70-F79. Retardasi mental.
3. Lakukan diagnosis pada Aksis III : Penyakit Fisik.
Penyakit atau kondisi fisik, khususnya yang perlu
diperhatikan pada tatalaksana atau menjadi penyebab
munculnya gangguan yang dituliskan pada aksis I.
Kelainan yang dapat ditemukan pada aksis III antara
lain:
- Penyakit infeksi dan parasit.
- Neoplasma.
- Penyakit endokrin, nutrisi, metabolic, dan imunitas.
- Penyakit hematologi.
- Penyakit system saraf.
- Penyakit system sirkulasi.
- Penyakit system respirasi.
- Penyakit system pencernaan.
- Penyakit system kelamin dan saluran kemih.
- Komplikasi kehamilan, persalinan, dan masa nifas.
- Penyakit kulit dan jaringan subkutan.
- Penyakit system musculoskeletal dan jaringan ikat.
- Kelainan kongenital.
- Kondisi tertentu pada masa perinatal.
- Tanda, gejala, dan penyakit tertentu.
- Cedera dan keracunan.
4. Lakukan diagnosis pada Aksis IV : Masalah
psikososial dan lingkungan
Merupakan semua faktor yang berkontribusi terhadap,
atau mempengaruhi gangguan jiwa saat ini dan hasil
pengobatan.
150
Kelainan yang dapat ditemukan pada aksis IV antara
lain:
- Masalah yang berhubungan dengan keluarga.
- Masalah yang berhubungan dengan lingkungan
sosial.
- Masalah pendidikan.
- Masalah pekerjaan.
- Masalah perumahan.
- Masalah ekonomi.
- Masalah dalam akses ke pelayanan kesehatan.
- Masalah hukum.
- Masalah psikososial dan lingkungan lainnya.
5. Lakukan diagnosis pada Aksis V : GAF
Aksis V adalah skala penilaian global terhadap fungsi
yang sering disebut sebagai Global assessment of
functioning (GAF). Pemeriksa mempertimbangkan
keseluruhan tingkat fungsional pasien selama periode
waktu tertentu (misalnya saat pemeriksaan, tingkat
fungsional pasien tertinggi untuk sekurangnya 1 bulan
selama 1 tahun terakhir). Fungsional diartikan sebagai
kesatuan dari 3 bidang utama yaitu fungsi sosial, fungsi
pekerjaan, fungsi psikologis.
6. Melakukan analisis hasil pemeriksaan.
7. Melakukan pencatatan diagnosis multiaksial dan
mempertimbangkan rujukan jika terdapat indikasi
CHECK LIST & Terlampir di bawah
EVALUASI
DAFTAR INSTRUKTUR 1. dr. Yancy Lumentut, Sp.KJ, M.Kes
REFERENSI 1. American Psychiatric Association, Diagnostic and
Statistic manual of Mental Disorder, Fifth ed, 1000
Arlington, VA, 2013.
2. Buku pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa
di Indonesia III. Departemen Kesehatan RI. 2003.
151
3. The ICD-10 Classification of Mental dan Behavioural
Disorders. WHO.
4. Rusdi Maslim. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas PPDGJ-III. PT Nuh Jaya. Jakarta. 2001.
5. Indonesian Skills Laboratory Network and
Development (ISLaND), Panduan Keterampilan Klinis
Bagian 1, Zifatama Jawara, Sidoarjo, 2020
152
CHECK LIST KETERAMPILAN MODUL PSIKIATRIK
6.3 DIAGNOSIS PSIKIATRIK
Nama :
NIM :
Kelompok :
Tanggal :
Petunjuk : Berilah angka (0) didalam kotak yang tersedia jika keterampilan/kegiatan tidak
dilakukan, angka ( 1 ) jika belum memuaskan atau ( 2 ) jika memuaskan.
Nilai
No Kegiatan
0 1 2
I. Melakukan diagnosis pada aksis I : diagnosis klinik
II. Melakukan diagnosis pada aksis II : gangguan kepribadian
dan retardasi mental
III. Melakukan diagnosis pada aksis III : penyakit fisik
IV. Melakukan diagnosis pada aksis IV : masalah psikososial
dan lingkungan
V. Melakukan diagnosis pada aksis V : skala GAF
VI. Melakukan analisis hasil pemeriksaan (sesuai konteks)
VII. Melakukan pencatatan diagnosis multiaksial dan
mempertimbangkan rujukan jika terdapat indikasi
Jumlah nilai
153