VISI :
“Pada tahun 2015. Program Studi Ilmu Keperawatan menjadi pusat ilmu pengetahuan
tehnologi dan seni yang insani, berbasis benua Maritim Indonesia dan berdaya saing global
yang unggul dalam bidang Keperawatan Penyakit Tropis”
Visi Strategis :
“Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin menjadi pusat institusi
pendidikan yang bereputasi internasional dan unggul dalam bidang keperawatan penyakit
tropis”
Misi :
1. Meningkatkan mutu pendidikan keperawatan melalui system pendidikan yang terpadu
dan berbasi kompetensi dengan memanfaatkan tenaga – tenaga professional dan
manajemen yang akuntabel.
2. Memacu aktivitas penelitian di lingkungan PSIK FKEP UNHAS yang berfokus pada
keperawatan penyakit tropis dan memiliki daya ungkit bagi pengembangan mutu
pendidikan dan pengabdian masyarakat dengan memanfaatkan IPTEKS mutakhir.
3. Melakukan pengabdian masyarakat bersama mahasiswa secara lintas program dan
sektoral dalam bentuk desa binaan, pelatian, seminar dan workshop.
4. Menyelenggarakan tata kelola dan kepemimpinan efektif dalam pelaksanaan
tridharma perguruan tinggi.
5. Menjalin kerjasama dengan pusat – pusat pendidikan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat baik local, regional, nasional maupun internasional.
PENDAHULUAN
Buku Panduan Skill lab KMB II terdiri atas beberapa keterampilan antara lain :
1. Pengkajian fisik sistem imun
2. Pengkajian fisik sistem endokrin
3. Pengkajian fisik sistem gastrointestinal
4. Pengkajian fisik sistem perkemihan
5. Keterampilan tindakan mantoux test
6. Keterampilan Skin test & TT
7. Keterampilan Ijeksi subcutan (pemberian insulin)
8. Keterampilan pemeriksaan GDS
9. Perawatan Kaki DM non Ulkus
10. Perawatan Kaki DM ulkus
11. Senam Kaki Diabetik
12. Pemasangan NGT
13. Penentuan Jenis & Jumlah Kalori dalam Diet
14. Perawatan Stoma/colostomy
15. Keterampilan Pemberian Wash out
16. Keterampilan Irigasi lambung
17. Keterampilan Irigasi Kandung Kemih
18. Ketrampilan Pemasangan Perawatan Kateter Uretheral
19. Ketrampilan Perawatan Selang Nefrostomi
20. Ketrampilan Kegel Exercise & Bladder Training
Buku Penuntun ini selain memuat panduan belajar langkah-langkah persiapan
keterampilan klinik, beberapa keterampilan klinik yang dapat diberikan pada klien
dengan gangguan system Perkemihan, juga berisi daftar tilik sebagai lembar penilaian
dari instruktur terhadap mahasiswa sebagai akhir serta membantu dalam menilai
kemajuan tingkat keterampilan yang di latih.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan penyusunan buku penuntun ini,
Sebelum Pelatihan
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Perkemihan dan bahan
bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.
Selama Pelatihan
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap kegiatan
CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium. Jilbab dimasukkan
ke bagian dalam jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut seperti
manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat
/ bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan bahan yang
telah digunakan.
TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian fisik sistem imun
2. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian fisik sistem endokrin
3. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian fisik sistem gastrointestinal
4. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian fisik sistem perkemihan
5. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan tindakan mantoux test
6. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Skin test & TT
7. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Ijeksi subcutan (pemberian insulin)
8. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan pemeriksaan GDS
9. Mahasiswa mampu melakukan perawatan Kaki DM non Ulkus
10. Mahasiswa mampu melakukan perawatan Kaki DM ulkus
11. Mahasiswa mampu melakukan Senam Kaki Diabetik
12. Mahasiswa mampu melakukan Pemasangan NGT
13. Mahasiswa mampu melakukan penentuan Jenis & Jumlah Kalori dalam Diet
14. Mahasiswa mampu melakukan perawatan Stoma/colostomy
15. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Pemberian Wash out
16. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Irigasi lambung
17. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Irigasi Kandung Kemih
18. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan Pemasangan Perawatan Kateter Uretheral
19. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan Perawatan Selang Nefrostomi
20. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan Kegel Exercise & Bladder Training
PANDUAN CSL
BLOK KEPERAWATAN SISTEM ENDOKRIN DAN
METABOLIK
Sebelum Praktikum
Membaca panduan belajar (manual) keterampilan dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan
yang akan dilakukan.
Selama Praktikum
1. Datang 15 menit sebelum praktikum keterampilan kllinik dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan praktikum keterampilan kllinik sesuai dengan jadwal rotasi
yang telah ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap kegiatan praktikum
keterampilan klinik
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium. Jilbab dimasukkan ke bagian
dalam jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut seperti manusia
atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat / bahan
yang ada pada ruang praktikum keterampilan klinik.
8. Setiap selesai kegiatan praktikum keterampilan klinik mahasiswa harus merapikan kembali
alat dan bahan yang telah digunakan.
LANGKAH PERSIAPAN KETERAMPILAN KLINIK
A. Pengkajian
1. Cek Perencanaan keperawatan
2. Kaji kemampuan kerja sama klien
B. Menyiapkan Klien
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta tanyakan
keadaannya.
2. Berikanlah informasi umum pada klien atau keluarganya tentang tindakan yang akan
dilakukan, tujuan dan manfaat untuk keadaan klien.
3. Jelaskanlah pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang hak untuk
menolak tindakan yang akan dilakukan, tanpa mengurangi haknya akan pelayanan kesehatan.
A. PENDAHULUAN
Perawat masa kini dituntut untuk dapat menguasai dan mengaplikasikan metode
pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach) didalam memberikan
asuhan keperawatan kepada klien.Maka perawat harus mempunyai pengetahuan dan
kterampilan mengkaji, merumuskan diagnosis keperawatan, memformulasikan
rencana tindakan keperawatan dan membuat evaluasi.
Pengkajian merupakan tahap yang paling utama dalam proses keperawatan, dimana
pada tahap ini perawat melakukkan pengkajian data yang diperoleh dari hasil
waawancara/anammesis, laporan teman sejawat, catatan kesehatan lain dan hasil dari
pengkajian fisik.
Pengkajian fisik dalam keperawatan pada dasarnya mengunakan cara-cara yang sama
dengan ilmu kedokteran yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pengkajian
fisik kedokteran biasanya dilakukan dan diklasifikasikan menurut sisitem tubuh
manusia dimana tujuan akhirnya adalah untuk menentukan penyebab dan jenis
penyakit yang diderita pasien. Sedangkan pengkajian fisik bagi perawat yaitu untuk
menentukan respon pasien terhadap penyakit/berfokus pada respon yang ditimbulkan
pasien akibat masalah kesehatan yang sudah didiagnose oleh dokter.Dengan kata lain
perawat meneruskan tindakan keperawatan kepada pasien yang sudah di diagnosis
oleh dokter. Karena dari diagnosa dokter akan muncul berbagai masalah keperawatan
yang dialami pasien, sebagai contoh : pasien dengan diagnosa dokter “stroke
hemoragik” disini akan muncul masalah keperawatan: 1. Gangguan kesadaran. 2.
Gangguan mobilitas fisik. 3. Dan masih banyak gangguan-gangguan kesehatan yang
lain.
Adapun prinsip-prinsip umum dalam melakukan pengkajian fisik adalah sebagai
berikut:
- Menjaga kesopanan dan bina trust
- Cara mengadakan hubungan dengan pasien/kontrak
- Pencahayaan dan lingkungan yang memadai
- Privacy / menutup ruangan atau tempat tidur dengan tirai.
B. PENGERTIAN
Pemeriksaan fisik adalah tindakan keperawatan untuk mengkaji bagian tubuh pasien
baik secara lokal atau (head to toe) guna memperoleh informasi/data dari keadaan
pasien secara komprehensif untuk menegakkan suatu diagnosa keperawatan maupun
kedokteran.
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Pada dasarnya pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian
kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematis
tersebut disebut teknik Head to Toe. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa
dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin
diperlukan seperti test neurologi. Dalam Pemeriksaan fisik daerah abdomen
pemeriksaan dilakukan dengan sistematis inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis
dapat menyusun sebuah diagnosis diferensial yakni sebuah daftar penyebab yang
mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk
meyakinkan penyebab tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara
umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau
pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
C. TUJUAN
- Untuk mencari masalah keperawatan
- Untuk menegakkan / merumuskan diagnose keperawatan/kedokteran
- Untuk membantu proses rencana keperawatan dan pengobatan
D. PROSEDUR TINDAKAN
Note: sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat harus melakukan kontrak
dengan pasien, yang didalamnya ada penjelasan maksud dan tujuan, waktu yang di
perlukan dan terminasi/ mengakhiri. Tahap-tahap pemeriksaan fisik haruskan
dilakukan secara urut dan menyeluruh dan dimulai dari bagian tubuh sebagai berikut:
1. Kulit, rambut dan kuku
2. Kepala meliputi: mata, hidung, telinga dan mulut
3. Leher : posisi dan gerakan trachea, JVP
4. Dada : jantung dan paru
5. Abdomen: pemeriksaan dangkal dan dalam
6. Genetalia
7. Kekuatan otot /musculosekletal
8. Neurologi
E. PENGKAJIAN
Pemeriksaan fisik pada sistem endokrin pada dasarnya sama dengan pengkajian
secara umum namun dispesifikasikan pada sistem tubuh yang berkaitan dengan
sistem endokrin. Pengkajian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting.. Beberapa gangguan endokrin
baru jelas dirasakan pada usia tertentu meskipun mungkin proses patologis sudah berlangsung
sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu dibandingkan dengan usia
dan gender ,misalnya berat badan dan tinggi badan. Tempat tinggal juga merupakan
data yang perlu dikaji, khususnya tempat tinggal pada masa bayi dan kanak-kanak
dan juga tempat tinggal klien sekarang.
4. Riwayat Diet
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja
mencerminkangangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang
salah dapat menjadi faktor penyebab, oleh karena itu kondisi berikut ini perlu dikaji:
a. Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen.
b. Penurunan atau penambahan berat badan yang drastis
c. Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan
d. Pola makan dan minum sehari-hari
e. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi
endokrinseperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid
5. Status Sosial Ekonomi
Karena status social ekonomi merupakan aspek yang sangat peka bagi banyak
orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat
melakukannya bersama-sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang
mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada
kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu. Mendiskusikan bersama-sama
bagaimana klien dan keluarganya memperoleh makananyang sehat dan bergizi,
upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan upaya
mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan
keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya untuk
mengurangi kesalahan penafsiran.
F. PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin. Pemeriksaan fisik
secara palpasi terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar
tiroid dan kelenjar gonad pria (testis).
1. Inspeksi :
Disfungsi sistem endokrin :
Menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap tumbang,
keseimbangan cairan&elektrolit, seks&reproduksi, metabolisme dan energy.
Hal-hal yang harus diamati :
a. Penampilan umum :
- Apakah Klien tampak kelemahan berat, sedang dan ringan
- Amati bentuk dan proporsi tubuh
- Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
b. Pemeriksaan Wajah :
Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti
dahi, rahang dan bibir.
c. Pemeriksaan Mata :
Amati adanya edema periorbital dan exopthalamus serta ekspresi wajah
tampak datar atau tumpul
d. Pemeriksaan Daerah Leher :
Amati bentuk leher apakah tampak membesar, asimetris, terdapat
peningkatan JVP, warna kulit sekitar leher apakah terjadi
hiper/hipopigmentasi dan amati apakah itu merata.
e. Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut :
Biasanya dijumpai pada orang yg mengalami gangguan kelenjar Adrenal
f. Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit :
Biasanya tampak pada orang yang mengalami hipofungsi kelenjar adrenal
sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun.
g. Amati adanya penumpukan massa otot berlebihan pada leher bagian
belakang atau disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau. Terjadi pada
Klien hiperfungsi adrenokortikal
h. Amati keadaan rambut axilla dan dada :
Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut
hirsutisme dan amati juga adanya striae pada buah dada atau abdomen
biasanya dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal
2. Palpasi
Hanya kelenjar tiroid dan testis yang dapat diperiksa secara palpasi. Palpasi
kelenjar tiroid dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pemeriksa dibelakang klien, tangan diletakkan mengelilingi leher
b. Palpasi pada jari ke 2 dan 3
c. Anjurkan klien menelan atau minum air
d. Bila teraba kelenjar tiroid, rasakan bentuk, ukuran, konsisten, dan
permukaan.
3. Auskultasi :
Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat mengidentifikasi bunyi " bruit
". Bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada arteri tiroidea.
4. Perkusi
Fungsi Motorik
Mengkaji tendon dalam-tendon reflex
Refleks tendon dalam disesuaikan dengan tahap perkembangan biceps,
brachioradialis,triceps, Patellar, achilles. Peningkatan refleks dapat terlihat
pada penvakit hipertiroidisme, penurunan refleks dapat terlihat pada penyakit
hipotiroidisme
Fungsi sensorik
Mengkaji fungsi sensorik :
- Tes sensitivitas klien terhadap nyeri, temperature, vibrasi, sentuhan,
lembut. Stereognosis. Bandingkan kesimetrisan area pada kedua sisi dan
tubuh. Dan bandingkan bagian distal dan proksimal dan ekstremitas.
minta klien untuk menutup mata. Untuk mengetes nyeri gunakan jarum
yang tajam dan tumpul.
- Untuk tes temperature. gunakan botol yang berisi air hangat dan dingin.
- Untuk mengetes rasa getar gunakan penala garpu tala.
- Untuk mengetes stereognosis. tempatkan objek (bola kapas, pembalut
karet) pada tangan klien. kemudian minta klien mengidentifikasi objek
tersebut.
- Neuropati periperal dan parastesia dapat terjadi pada diabetes,
hipotiroidisme dan akromegali.
- Struktur Muskuloskeletal . Inspeksi ukuran dan proporsional struktur
tubuh klien Orang jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi growth
hormon. Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi akromegali.
- Peningkatan kadar kalsium, tangan dan jari-jari klien kontraksi (spasme
karpal)
G. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Mengkaji kemampuan koping Klien, dukungan keluarga serta keyakinan Klien
tentang sehat dan sakit. Perubahan fisik, fungsi seksual dan reproduksi serta
perubahan-perubahan lainnya yang disebabkan oleh gangguan sistem endokrin,
apakah berpengaruh terhadap konsep diri Klien.
PEMERIKSAAN FISIK KAKI DIABETIK
(Disusun Oleh Titi Iswanti Afelya, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B)
Kering/ Menebal
bersisik
Fissure Infeksi
Hair loss Perubahan warna
Tinea Pedis Rapuh
Kalus Ingrowing nail
Korn Atrofi
Hiperpigmentas Lain-lain
i
Edema Jari Kaki
Healed ulcer Hammer toe
Telapak Kaki Claw toe
Hallus valgus HIperekstensi
Pes Planus Maserasi interdigiti
Charcot foot Lain-lain
PROSEDUR PEMERIKSAAN SENSASI MENGGUNAKAN MONOFILAMEN
1) Mencuci tangan
2) Menggunakan sarung tangan
3) Menyiapkan semme-weinstein monofilament 5,07 (10 gr). Kaji integritas
monofilamen sebelum digunakan
4) Melakukan pemeriksaan sensasi
a) Sampaikan maksud dan tujuan pemeriksaan sensasi
b) Perlihatkan monofilamen pada pasien.Tempatkan ujung monofilamen pada
tangan atau lengan untuk memastikan bahwa prosedur ini tidak akan
menyakitkan.
c) Sampaikan ke pasien untuk mengalihkan kepala dan menutup mata.
d) Pegang monofilamen dan sentuhkan secara tegak lurus ke kulit. Lokasi
pemeriksaan neuropati dapat dilihat pada gambar 1
Gambar 1
Letak pemeriksaan monofilamen
Pengertian
Insulin adalah hormon yang digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Injeksi insulin
adalah pemberian insulin eksogen ke dalam jaringan subkutan.
Tujuan
Mengontrol kadar gula darah.
Area injeksi : abdomen (3 jari di sekeliling umbillikus) (fast speed), deltoid (medium speed),
paha anterior (slower speed), area scapulae (medium speed) pada punggung belakang,
ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas (slower speed)
Gambar
Area Injeksi subkutan
Persiapan Alat :
1 Spuit insulin / insulin pen
2 Vial insulin.
3 Kapas + alkohol / alcohol swab.
4 Handscoen bersih.
PROSEDUR INJEKSI INSULIN
Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin dari vial dan aspirasi sebanyak dosis yang diperlukan
3 Siapkan klien dan bantu pada posisi nyaman untuk injeksi
4 Jelaskan tujuan prosedur pemberian obat pada klien
5 Jaga privasi klien (gunakan sampiran)
6 Pilih area injeksi yang tepat. Hindari area kulit yang terdapat jaringan parut,
kemerahan, memar, bengkak, melepuh dan terdapat lesi atau infeksi
7 Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
8 Gunakan sarung tangan
9 Bersihkan kulit dengan kapas alkohol secara sirkuler dari bagian tengah ke luar ± 5
cm
10 Siapkan spoit injeksi :
Buka penutup jarum
Keluarkan udara dari dalam spoit jika ada
11 Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang dominan secara lembut
dan perlahan.
12 Mencabut jarum dengan cepat (jangan diusap).
13 Buang spoit dan jarumnnya dengan aman pada tempatnya
14 Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
15 Dokumentasikan:
Obat yang diberikan, waktu, dosis, dan rute pemberian obat
16 Evaluasi :
Evaluasi respon klien
Lakukan follow up terhadap efek obat yang mungkin terjadi
( )
INJEKSI INSULIN DENGAN PEN INSULIN
Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin (insulin Pen): cek tanggal kadaluarsa, warna insulin, kejernihan
(sesuai jenis insulin), adanya endapan.
3 Penggunaan pertama kali:
a. gulung insulin pen pada telapak tangan sebanyak 10-15 kali secara perlahan (10-
15 detik)
b. Kemudian gerakkan pen ke atas dan ke bawah, lakukan sampai suspen cairan
tercampur rata (lakukan tindakan ini setiap kali akan ijeksi)
4 Memasang jarum insulin pen:
a. Buka protective tab dari jarumnya kemudian pasang ke insulin pen (jarum ini
dilindungi oleh inner needle cap (tutup jarum dalam) dan big outer needle cap
(tutup jarum luar))
b. Tarik atau lepaskan tutup jarum luar dan dalamnya. Jangan membuang tutup
jarum luar.
5 Mengecek aliran insulin (priming):
a. Atur dosis insulin pada angka 2 unit.
b. Balikkan insulin pen sehingga jarum menghadap atas, kemudian ketuk-ketuk
agak tidak ada udara dan gelembung.
c. Masih jarum menghadap atas, tekan push-button sampai dosisnya 0 unit. (Cairan
insulin harus keluar. Jika tidak, ganti jarum dan ulangi prosedur tidak lebih dari 6
kali).
6 Tulis tanggal dan waktu kadaluarsa (4 minggu setelah dibuka) pada insulin pen
( )
Menyiapkan insulin pen pada penggunaan pertama
( )
PERAWATAN LUKA
Perawatan luka adalah suatu implementasi yang dilakukan perawat dengan tujuan untuk :
1. Meningkatkan pertumbuhan jaringan kulit yang rusak
2. Mengurangi resiko infeksi
3. Memberikan kenyamanan pada klien yang mengalami kerusakan integritas kulit
4. Mengimobilisasi luka
5. Mengabsorbsi drainase
6. Membantu hemostasis
Fasepenyembuhanluka
1. Faseinflamasi (0-3 hari), ditandaidenganpanas, bengkak&nyeri, Persiapanwarnadasarluka.
Fokusperawatanlukapadatahapiniadalahmengontroljumlahbakteri
2. Faseproliferasi (3-30 hari), dibagimenjaditiga :
a. Granulasi, ditandaidenganwarnadasarlukamerahdanmudahberdarah
b. Epitelisasi, ditandaidenganwarnadasarlukamerahmuda
c. Sintesiskolagen
Fokusperawatanlukapadatahapiniadalahmencegahataumengurangiperdarahan
3. Maturasi, jikasintesiskolagensudahsempurna (30 hari s/d 2 tahun)
Warnadasarluka (R-Y-B)
1. Red (merah) jikalukaberadapadafaseproliferasi
2. Yellow (kuning) jikaterjadiinfeksipadaluka
3. Black (hitam) jikaterdapatjaringannekrosis (kematianjaringan) padaluka
Perlakuanpadaluka (3M)
1. Mencuci
Swabbingataumenggosoklukasecaragentle (tidakbolehdilakukanpadajaringangranulasi)
Irigasi (hati-hatipadairigasitekanantinggi)
Cairan yang digunakan : cairan non toksik (misalnya Normal Saline/NS, air rebusanjambubiji,
air seduhan the hijau)
2. Membuangjaringanmati (debridement)
Debridemangenzimatik (hydrogen peroksida, asamsalisilat, asam benzoate)
Debridemangmekanik (pinset/ gauze)
Debridemang autolysis (moist)
Debridemang surgical
Debridemang biochemical (maggot)
3. Memilihterapi topical &balutan (Gauze, transparent film, CaAlginat, Hidrocoloid, Metcovazin)
Tujuanpemilihanbalutan :
Membuangjaringanmati
Mengontrolinfeksi
Mempertahankankelembaban
Mempercepatpenyembuhanluka
Mengasbsorbsicairanluka
Menguranginyeri
Mengontrolbau
Proteksiperiwound
Manajemenperawatanlukamenggunakan T-I-M-E
1. Tissue Removal
2. Infection control
3. Moisture Balance
4. Epitelitation Support
B. Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien/keluarga
C. Tahap Kerja
1. Beri kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dimulai
2. Pertahankan privasi klien selama tindakan dilakukan
3. Atur posisi klien, beri pengalas
4. Lepaskan plester dan balutan dengan menggunakan sarung tangan/
pinset dan kapas basah
Jika diverban, tehnik pemotongan verban dimulai dari bagian distal
Jika melepas verban gulung, apabila melengket terlalu kuat dikulit, NS
steril diberikan pada verban dan kassa untuk memudahkan melepasnya
Jika kassa melengket di kulit dengan cara memutar pinset yang
menempel di kassa dengan sedikit menekan dan memutar untuk
mengurangi nyeri
5. Cuci tangan
6. Buka alat-alat steril dan pertahankan supaya tidak terkontaminasi,
tuangkan cairanpembersihluka, tambahkan alat dan bahan yang
diperlukan
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Cuci luka sesuai kondisi luka dengan tetap memperhatikan sterilitas
Tehnik pencucian luka :
a. Swabbing (menggosok) secaragentle. Menghapus daerah luka harus
dimulai dari dalam dan dengan gerakan memutar kearah luar
dengan cairan NS dan kassa basah. Pada saat ini, perawat melakukan
pengkajian keadaan luka, warna bagian dasar luka dan keadaan
sekitar luka (menggunakapanduanpengkajianlukaBetes Jensen)
b. Irigasi biasanya dilakukan pada kondisi luka berongga, dengan spuit
steril yang berisi cairan NS disemprotkan pada bagian atas agar
kotoran dan jaringan mati dapat larut keluar melalui rongga bawah
9. Lakukandebridemen (jikadiperlukan), kemudiancucilukahinggabersih
10. Berikan topical terapisesuaikondisiluka
11. Tutup luka dengan kassa steril/dressing lainnya sesuai dengan kondisi
lukadengantehnikmoist.
Tehnik penutupan luka dengan verban gulung dari atas ke bagian distal
dengan tehnik kunci pada gulungan pertama.
12. Buka sarung tangan
13. Kembalikan klien ke posisi semula
D. Tahap Terminasi
1. Evaluasi perasaan klien
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan, bersihkan alat-alat
5. Cuci tangan
E. Dokumentasi
1. Catat waktu perawatan luka, kondisi luka, cara perawatan, dressing
primer danskunder, namaperawat yang melakukan.
DAFTAR TILIK
KETERAMPILAN SENAM KAKI DIABETIK
Dilakukan
No Langkah Klinik Tindakan senam kaki
Ya Tidak
1 Jelaskan tujuan dan prosedur pada klien
2 Posiskan klien duduk tegak pada kursi (jangan bersandar) dengan kaki menyentuh lantai
3 Dengan meletakkan tumit dilantai, angkat kedua telapak kaki, kemudian lakukan gerakan
mencakar dengan jari kaki. Lakukan sebanyak 10 kali
4 Dengan meletakkan tumit dilantai, angkat telapak kaki ke atas, kemudian letakkan kembali dan
angkat tumit secara begantian. Lakukan sebanyak 10 kali
5 Tumit kaki diletakkan di lantai. Angkat telapak kaki ke atas dan buat gerakan memutar keluar, lalu
letakkan, kemudian kembalikan ke tengah. Lakukan sebanyak 10 kali.
6 Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Angkat tumit ke atas dan buat gerakan memutar keluar, lalu
letakkan, kemudian kembalikan ke tengah. Lakukan sebanyak 10 kali.
7 Angkat salah satu kaki, dan luruskan. Lakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada jari-jari kaki
secara bergantian. Ulangi sebanyak 10 kali.
8 Angkat salah satu kaki, dan luruskan. Lakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada pergelangan kaki
secara bergantian. Ulangi sebanyak 10 kali.
9 Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakan pergelangan fleksi dan
ekstensi. Ulangi sebanyak 10 kali.
10 Angkat salah satu kaki, luruskan, dan pertahankan posisi tersebut. Lakukan gerakan menulis angka
0 hingga 9 dengan kaki di udara. Lakukan secara bergantian.
11 Letakkan sehelai koran dilantai. Menggunakan kaki, sobek koran tersebut menjadi 2 bagian lalu
pisahkan. Salah satu bagian koran di sobek-sobek berulang kali hingga membentuk sobekan-
sobekan kecil. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki, lalu letakkan
pada sobekan koran yang masih utuh. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola
12 Evaluasi kondisi dan kenyamanan klien
13 Dokumentasi
( )
1 2
3
4 5 6&7
Dillon, P.M. (2007). Nursing health assessment : a critical thinking, case study approach.
Haryani., Harsono., dkk. (2004). Skills Lab Pendidikan Keperawatan Medik Program A Semester V.
Yogyakarta : Lab Ketrampilan Medik FK UGM.
Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Potter & Perry (2009). Fundamental of Nursing : Concepts, Process, and Practice. Mosby-Year Book
Inc.
Singh N, Armstrong DG, Lipsky BA. (January, 2005).Preventing foot ulcers in patients with
diabetes.JAMA, 293(2):217-28.
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Pengertian : Point of care testing adalah sebagai pemeriksaan yang hasilnya dapat
diketahui sesegera mungkin dalam membantu menentuan tindakan selanjutnya bagi
pasien. Glukosameter merupakan alat yang dapat memonitoring glukosa darah dengan
mengmbil sampel darah kapiler.
Hal yang perlu diperhatikan dalam dalam menggunakan sampel darah kapiler yaitu ;
Terkait kasus gangguan sirkulasi perifer berat seperti dehidrasi pasien koma
ketoasidosis, hipotensi berat, gagal jantung dan lain – lain.
Tahap Persiapan :
a. Persiapan Pasien
1. GDP
a) Pasien dipuasakan 8 – 12 jam sebelum tes
b) Semua obat dihentikan dulu, bila ada obat yang harus diberikan
2. GD2PP
Pengambilan sampel darah dilakukan 2 jam sesudah makan setelah
pengambilan darah GDP
3. GDS
Tidak ada persiapan khusus
b. Persiapan Sampel
Tidak ada persiapan khusus. Pengambilan sampel sebaiknya pagi hari karena
adanya variasi diural. Pada sore ari glukosa darah lebih rendah sehingga
banyak kasus DM yang tidak terdiagnosis.
c. Metode Test
Metode enzimatik : glucose oxidase/hexokinase
d. Prinsip Tes
Darah kapiler diserap kedalam strip tes, kemudian mengalir ke area tes dan
bercampur dengan reagen untuk memulai proses pengukuran. Enzim Glucose
dehydrogenase dan koenzim dalam strip test mengkonversi glukosa dalam
sampel darah menjadi glukonolakton. Reaksi tersebut menghasilkan listrik DC
yang tidak berbahaya sehingga meter mampu mengukur gula darah.
Analitik
a. Cara Kerja
1. Alat glukosameter disiapkan dengan memeriksa apakah alat tersebut siap
dan dapat digunakan
2. Jarum dimasukkan dalam lancet
3. Periksa jari pasien dengan mengidentifikasi ketebalan kulit pasien
4. Berdasarkan ketebalan kulit jari pasien sesuaikan nomor pada lancet agar
pasien nyaman dan darah kapiler dapat keluar sesuai yang diharapkan
5. Chip khusus untuk pemeriksaan glukosa dimasukkan pada alat
glukosameter pada tempatnya (sesuai alat glukosameter)
6. Strip dimasukkan pada tempatnya (sesuai alat glukosameter)
7. Jari kedua/ketiga/keempat pasien dibersihkan dengan menggunakan kapas
alcohol lalu dibiarkan mengering
8. Darah kapiler diambil dengan menggunakan lancet yang ditusuk pada jari
kedua/ketiga/keempat pasien
9. Sampel darah kapiler dimasukkan kedalam strip dengan cara ditempelkan
pada bagian khusus pada strip yang menyerap darah
10. Hasil pengukuran kadar glukosa akan ditampilkan pada layar
11. Strip dicabut dari alat glukosa meter
12. Jarum dibuang dari lancet ke tempat/wadah khusus
b. Nilai rujukan
Pasca Analitik
Interpretasi :
Belum Pasti
Bukan DM DM
Tes Sampel DM
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
Plasma
< 110 110 – 199 ≥ 200
Vena
GDS
Darah
< 90 90 - 199 ≥ 200
Kapiler
Plasma
< 110 110 – 125 ≥ 126
Vena
GDP
Darah
< 90 90 - 109 ≥ 110
Kapiler
Plasma
< 140 140 – 200 > 200
Vena
GD2PP
Darah
< 120 120 - 200 > 200
Kapiler
PERAWATAN KAKI
DIABETIK
“PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PERAWATAN
KAKI DIABETIK PADA PERAWAT DAN KADER
KESEHATAN”
PAGE 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
PAGE 2
Sabun Handuk Lotion/
Cermin
Cair Lembut Pelembut
KEGIATAN
Pertama
Pemeriksaan kaki
Punggung Kaki
Telapak Kaki
Sela – sela Jari kaki
PAGE 3
Punggung Kaki Telapak Kaki Sela – sela Jari
kaki
Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah memeriksa
kaki jika ;
Kemerahan
Kemerahan pada kaki dapat menunjukkan resiko
terjadinya masalah pada kaki misalnya terjadi
radang pada kaki.
PAGE 4
Menebal
Penebalan pada bagian telapak kaki dapat
menghambat kepekaan kaki ketika berjalan
sehingga pasien diabetes mellitus kurang
merasakan sesuatu yang mereka injak.
Luka/Lecet
Luka atau lecet pada kaki menunjukkan telah
terjadi luka kaki diabetes.
PAGE 5
Kedua
Air Mengalir
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pencucian kaki
yaitu ;
PAGE 6
Mencuci Bagian Telapak Kaki
PAGE 7
Ketiga
Keempat
Memotong Kuku
PAGE 8
Cara Memotong Kuku Dampak Memotong Kuku
Salah
Kelima
PAGE 9
Kaos kaki yang bersih
Kaos kaki bersih membuat kaki tetap bersih dan
bebas dari berkembang biaknya kuman
Bahan kaos kaki yang tidak licin
Kaos kaki yang licin dapat mengakibatkan
terjadinya gesekan antara kulit kaki dengan
pengalas kaki yang digunakan, sehingga
berresiko menimbulkan luka pada kaki pasien
diabetes.
Keenam
PAGE 10
tajam seperti paku, jarum dan lain – lain yang masuk atau
menempel pada pengalas kaki. Tindakan tersebut
dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya kemerahan,
luka ataupun lecet pada kaki.
Sandal
PAGE 11
SUMBER
Anonim, (2012), Skora
FORM http://www.fitgirldaily.com/2012/09/skora-
form.html, Agustus 17, 2018
PAGE 12
menyembuhkan-mata-ikan-di-telapak-kaki, Agustus
17, 2018
LLC, (2018), Clean and treat minor scrapes and cuts right
away https://www.rd.com/health/conditions/diabetic-
PAGE 13
foot-care/, iStock/Madiz, © 2018 RDA Enthusiast
Brands, Agustus 17, 2018
PAGE 14
remedies-to-treat-every-nsfs-chiong-sua-enemy-foot-
rot/, Agustus 17, 2018
PAGE 15
PANDUAN
CLINICAL SKILL LABORATORIUM
Oleh
Tim KMB 2
Sebelum Praktikum
Membaca panduan belajar (manual) keterampilan dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan
dilakukan.
Selama Praktikum
1. Datang 15 menit sebelum praktikum keterampilan kllinik dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan praktikum keterampilan kllinik sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap kegiatan praktikum
keterampilan klinik
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium. Jilbab dimasukkan ke bagian dalam
jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut seperti manusia atau bagian
tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat / bahan yang ada
pada ruang praktikum keterampilan klinik.
8. Setiap selesai kegiatan praktikum keterampilan klinik mahasiswa harus merapikan kembali alat dan
bahan yang telah digunakan.
LANGKAH PERSIAPAN KETERAMPILAN KLINIK
A. Pengkajian
1. Cek Perencanaan keperawatan
2. Kaji kemampuan kerja sama klien
B. Menyiapkan Klien
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Berikanlah informasi umum pada klien atau keluarganya tentang tindakan yang akan dilakukan, tujuan
dan manfaat untuk keadaan klien.
3. Jelaskanlah pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang hak untuk menolak
tindakan yang akan dilakukan, tanpa mengurangi haknya akan pelayanan kesehatan.
Tujuan
Mengontrol kadar gula darah.
Area injeksi : abdomen (3 jari di sekeliling umbillikus) (fast speed), deltoid (medium speed),
paha anterior (slower speed), area scapulae (medium speed) pada punggung belakang,
ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas (slower speed)
Gambar
Area Injeksi subkutan
Persiapan Alat :
1 Spuit insulin / insulin pen
2 Vial insulin.
3 Kapas + alkohol / alcohol swab.
4 Handscoen bersih.
PROSEDUR INJEKSI INSULIN
Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin dari vial dan aspirasi sebanyak dosis yang diperlukan
3 Siapkan klien dan bantu pada posisi nyaman untuk injeksi
4 Jelaskan tujuan prosedur pemberian obat pada klien
5 Jaga privasi klien (gunakan sampiran)
6 Pilih area injeksi yang tepat. Hindari area kulit yang terdapat jaringan parut,
kemerahan, memar, bengkak, melepuh dan terdapat lesi atau infeksi
7 Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
8 Gunakan sarung tangan
9 Bersihkan kulit dengan kapas alkohol secara sirkuler dari bagian tengah ke luar ± 5
cm
10 Siapkan spoit injeksi :
Buka penutup jarum
Keluarkan udara dari dalam spoit jika ada
11 Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang domin secara lembut dan
perlahan.
12 Mencabut jarum dengan cepat (jangan diusap).
13 Buang spoit dan jarumnnya dengan aman pada tempatnya
14 Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
15 Dokumentasikan:
Obat yang diberikan, waktu, dosis, dan rute pemberian obat
16 Evaluasi :
Evaluasi respon klien
Lakukan follow up terhadap efek obat yang mungkin terjadi
( )
INJEKSI INSULIN DENGAN PEN INSULIN
Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin (insulin Pen): cek tanggal kadaluarsa, warna insulin, kejernihan
(sesuai jenis insulin), adanya endapan.
3 Penggunaan pertama kali:
a. gulung insulin pen pada telapak tangan sebanyak 10-15 kali secara perlahan (10-
15 detik)
b. Kemudian gerakkan pen ke atas dan ke bawah, lakukan sampai suspen cairan
tercampur rata (lakukan tindakan ini setiap kali akan ijeksi)
4 Memasang jarum insulin pen:
a. Buka protective tab dari jarumnya kemudian pasang ke insulin pen (jarum ini
dilindungi oleh inner needle cap (tutup jarum dalam) dan big outer needle cap
(tutup jarum luar))
b. Tarik atau lepaskan tutup jarum luar dan dalamnya. Jangan membuang tutup
jarum luar.
5 Mengecek aliran insulin (priming):
a. Atur dosis insulin pada angka 2 unit.
b. Balikkan insulin pen sehingga jarum menghadap atas, kemudian ketuk-ketuk
agak tidak ada udara dan gelembung.
c. Masih jarum menghadap atas, tekan push-button sampai dosisnya 0 unit. (Cairan
insulin harus keluar. Jika tidak, ganti jarum dan ulangi prosedur tidak lebih dari 6
kali).
6 Tulis tanggal dan waktu kadaluarsa (4 minggu setelah dibuka) pada insulin pen
( )
Menyiapkan insulin pen pada penggunaan pertama
( )
TUBERCULIN SKIN TESTING (TST)
( Mantox Test)
Tujuan:
Tes Mantoux
Tes tuberculin (Mantoux Test) merupakan salah satu Tes diagnostic TB untuk mendeteksi
adanya infeksi M. tuberculosis, TST hingga saat ini masih memiliki nilai tes diagnostik yang
sangat tinggi.
Tes ini dilakukan berdasarkan adanya hipersensitivitas tubuh akibat adanya infeksi oleh
M.Tuberkulosis sebelumnya. Hal ini yang dimediasi oleh sel2 limfosit T (CMI) yang telah
tersensitisasi akibat terinfekasi oleh M.Tuberkulosis secara alamiah. Tes ini dilakukan dengan
menginjeksikan tuberculin tes (PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU), dosis 0,1 cc, secara
intrakutan di bagian volar lengan bawah. Reaksi tuberculin mulai 5-6 jam setelah penyuntikan
dan indurasi maksimal terjadi setelah 48 – 72 jam dan selanjutnya berkurang selama beberapa
hari. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap
indurasi yang timbul, bukan pada bagian yang hiperemis atau eritemanya. dilakukan pada
ruangan dengan pencahayaan yang baik dan lengan bawah sedikit difleksikan pada siku.
Alat dan Bahan :
NO LANGKAH Dilakukan
Penyimpanan PPD KLINIK Ya Tidak
1. Berikan tanggal setiap vial PPD ketika dibuka pertama kali,
dan buang vial PPD 30 hari setelah dibuka.
2. Simpan vial PPD dalam lemari pendingin (2-80C) setiap saat,
atau dalam kotak pendingin yang dilengkapi es.
3. Hindarkan vial PPD dari pemaparan cahaya matahari
langsung..
Persiapan Pasien
1. Perkenalkan diri pada pasien/orang tua/pengantar pasien
2. Jelaskan pada orang tua/pengantar pasien mengenai
tujuan/indikasi pelaksanaan tes Tuberkulin
3. Jelaskan prosedur pelaksanaan tes tuberculin
4. Jelaskan bahwa interpretasi akan dilakukan setelah dua hari
(48-72 Jam)
5. Minta persetujuan Pasien/orang tua.
Prosedur Tes Tuberkulin
1. Persiapkan alat dan bahan
2. Pasien dibaringkan terlentang, posisikan lengan bawah
kiri/kanan pasien dalam posisi volar.
3. Lakukan cuci tangan rutin dan gunakan handscoen steril
4. Ambil 0,1 ml (5 Tuberculin Unit) antigen PPD dengan
menggunakan spoit 1 cc.
5. Tentukan daerah injeksi, yaitu daerah yang bebas lesi dan jauh dari
vena, kemudian sucihamakan dengan menggunakan
kapas alcohol. Jika lengan kiri tidak memenuhi syarat, dapat
diganti dengan lengan kanan.
6. Injeksikan antigen PPD secara intrakutan, degan bevel menghadap
ke atas, injeksikan hingga terbentuk gelembung.
7. Cabut jarum perlahan, buang ke tempat sampah tajam.
Prosedur Interpretasi
1. Lakukan interpretasi setelah 48-72 jam
2. Lakukan pengukuran diameter indurasi yang terbentuk
/timbul
3. Hasil interpretasi:
0 – 4 mm : negatif
5 – 9 mm : ragu-ragu
≥ 10 mm : positif
PEMERIKSAAN FISIK
A. Pendahuluan
Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap sistem tubuh yg memberikan informasi obyektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis. Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan menggunakan indra perawat untuk mengumpulkan data. Perawat
harus memiliki keterampilan yang baik meliputi penilaian-kognitif, psikomotor,
interpersonal, afektif, dan etika/hukum untuk mendapatkan hasil pemeriksaan fisik
yang akurat. Perawat harus mampu melakukan penilaian dengan membandingkan
temuan normal dan abnormal pada pemeriksaan fisik.
Keterampilan yang perlu dikuasai dalam melakukan pemeriksaan fisik salah satunya
adalah komunikasi efektif. Keterampilan komunikasi yang efektif penting untuk
membangun kepercayaan yang dibutuhkan untuk melanjutkan pemeriksaan. Perawat
menerapkan etika dan tanggung jawab profesional pada pasien dengan menghormati
hak, privasi dan kerahasiaan.
Gambar 1. Inspeksi
Inspeksi meliputi :
a. Penampilan umum mencakup penampilan yang ditampilkan oleh klien.
b. Keadaan gizi apakah pasien kelihatan kurus dan lemah
c. Kesimetrisan tubuh
d. Warna kulit.
e. Sikap tubuh dan gaya berjalan
f. Cara berbicara.
Prinsip :
a. Pastikan cahaya baik
b. Posisikan dan pajankan bagian tubuh
c. Inspeksi setiap area untuk ukuran, bentuk, warna, kesimetrisan, posisi dan
abnormalitas
d. Bandingkan setiap area inspeksi dengan area berlawanan
Gambar 2
Bagian tangan yang digunakan dalam palpasi
Tipe Palpasi:
Palpasi dapat dilakukan dengan dua cara yakni palpasi ringan dan palpasi dalam.
Palpasi diawali dengan melakukan palpasi ringan.
a. Palpasi ringan dilakukan dengan memberikan tekanan lembut 1/2 inci atau 1
cm menggunakan telapak jari ke daerah tubuh. Palpasi ringan dilakukan untuk
menilai karakteristik permukaan, seperti suhu, tekstur, mobilitas, bentuk,
ukuran, pulsasi, dan edema.
Gambar 7 Gambar 8
Palpasi dalam dengan satu tangan Palpasi dalam dengan dua tangan
3. Perkusi (Ketuk)
Menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi,
ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Pada perkusi
akan dihasilkan getaran dan suara yang menentukan kepadatan jaringan di
bawahnya (jaringan padat, udara atau cairan). Dua faktor yang mempengaruhi
suara pada perkusi adalah ketebalan permukaan dan teknik perkusi. Perawat
perlu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi dan membedakan
suara yang dihasilkan dengan teknik perkusi.
Tipe Perkusi
a. Perkusi langsung
Perkusi langsung adalah pengetukan langsung pada permukaan tubuh
untuk menilai suara perkusi dan mengidentifikasi nyeri tekan pada area
tertentu (misalnya sinus). Perkusi langsung dapat digunakan sebagai
pengganti perkusi tidak langsung pada pemeriksaan dada bayi.
Gambar 9
Perkusi langsung
Gambar 10
Perkusi tidak langsung
Prinsip Kerja :
1) Pajankan bagian tubuh sesuai kebutuhan
2) Jari tengah tangan non dominan diluruskan, tekan bagian ujung jari
dengan kuat pada permukaan yang akan diperkusi.
3) Lenturkan jari tengan dominan dan pertahankan kelenturan pada
pergelangan tangan.
Tabel 1
Bunyi yang dihasilkan oleh Perkusi
Lokasi anatomis
Bunyi dimana pemeriksa
Intensitas Nada Durasi Kualitas
Perkusi mendengarkan
Bunyi
Ruang udara tertutup,
Seperti gelembung udara
Timpani Keras Tinggi Menengah
Drum lambung, pipi
menggembung
Menengah
Resonan Rendah Panjang Bergema Paru normal
sampai keras
Lebih
Amat
Hiperesonan Amat keras panjang dari Ledakan Empisema paru
rendah
resonan
Lembut
Pekak sampai Tinggi Menengah Seperti petir Hati
menengah
Kempes/gembo
s Lembut Tinggi Pendek Datar Otot
Gambar 11
Stetoskop
Dilaksanakan
No Langkah Keterampilan Klinik
Ya Tidak
Persiapan Pemeriksaan
1 Pemeriksa berdiri di sisi kanan tempat tidur
2 Menyiapkan sampiran dan menjaga privasi klien
3 Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur, tujuan, dan posisi saat
pemeriksaan fisik
4 Fisik
5 Psikologis
Keadaan Umum
6 Mengkaji tingkat kesadaran (komposmentis, apatis, somnolen, delirium, sopor/semikoma,
koma)
7 Mengkaji keadaan sakit (nampak sakit ringan, sedang, atau berat)
8 Mengkaji penampilan umum (mis: lemah, kotor)
9 Amati postur tubuh, ketegapan dan gaya berjalan
10 Mengukur TTV
11 Mengukur BB/TB
22 Inspeksi:
a. Bantu klien dengan posisi yang tepat dan nyaman
b. Amati bentuk perut, kontur permukaan dan adanya retraksi, penonjolan,
pembengkakan dan ketidaksimetrisan
c. Amati gerakan perut saat inspirasi dan ekspirasi
d. Amati keadaan kulit (pertumbuhan rambut dan pigmentasi)
23 Auskultasi:
a. Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat kuadran.
Dengarkan dengan seksama suara peristaltik aktif dengan durasi kurang atau lebih dari
satu menit (normal terdengar setiap 5 sampai 20 detik, dinyatakan dengan: terdengar;
tidak ada/hipoaktif; sangat lambat; dan hiperaktif). Jika suara usus terdengar
jarang/tidak ada, lakukan asukultasi selama 3 sampai 5 menit.
b. Letakkan bell stetoskop di atas aorta, arteri renal dan arteri iliaka. Dengarkan dengan
seksama suara arteri/bruits. (auskultasi aorta: dari arah superior ke umbilikus.
Auskultasi arteri renal: pada garis tengah perut atau ke arah kanan dari garis perut
bagian atas mendekati panggul. Asukultasi arteri iliaka: pada area bawah umbilikus di
sebelah kanan dan kiri garis tengah perut)
c. Letakkan bagian bell stetoskop di atas area preumbilikal (sekeliling umbilikus) untuk
mendengarkan bising vena (jarang terdengar)
d. Dengarkan dengan seksama adanya suara gesekan pada hepar dan lien. (hepar: pada
sisi bawah kanan tulang rusuk. Lien: pada area batas bawah tulang rusuk di garis
aksilaris anterior dengan meminta klien menarik napas dalam)
24 Perkusi:
a. Perkusi dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam
b. Amati dan catat reaksi klien (amati adanya nyeri)
c. Lakukan perkusi ada area timpani dan redup. Catat setiap ketidaknormalan
Perkusi hepar
a. Lakukan perkusi mulai dari garis midklavikularis pada atau di bawah umbilikus menuju
ke atas melewati area timpani sampai terdengar suara redup (batas bawah hepar). Beri
tanda dengan pensil
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikularis kanan yang dimulai dari area resonan paru-
paru menuju ke bawah sampai ditemukan suara redup yang menunjukkan batas atas
hepar dan beri tanda
c. Ukur jarak antara kedua tanda (batas atas dan batas bawah). (normal panjang hepar
pada garis midklavikularis adalah 6-12 cm dengan batas bawah terletak pada atau
sedikit di bawah batas tulang rusuk)
Perkusi Lien
Perkusi sepanjang garis misklavikularis kiri ke atas dan ke bawah. Catat dimana suara
redup terdengar (normal terdengar pada area antara sela ICS 6 s.d ICS 10, panjang
sekitar 7 cm pada orang dewasa)
Tanda Murphy
a. Klien posisi terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kedua ekstremitas atas terangkat
ke atas
b. Dengan menggunakan ibu jari tangan kiri menekan daerah empedu bergradasi dan
secara perlahan-lahan.
c. Daerah empedu yaitu 2 jari di bawah costa midclavikula kanan. Dengan tetap
menekan, klien disuruh menark nafas dalam ,bila klien menghentikan nafasnya karena
sakit dikatakan tanda murphy positif
Fasilitator
( )
Gambar 2
Lokasi bruits (auskultasi) abdomen
Gambar 4
Pemeriksaan cairan di peritonium
Gambar 6
Batas normal hepar
A. Batasan
Wash out sering juga disebut sebagai huknah, klisma, enema, dan lavement. Yaitu suatu
tindakan memasukkan suatu larutan ke dalam rectum, kolon sigmoid, kolon decenden, kolon
transversum dan kolon aseneden yang dilakukan per-anum. Tindakan ini diberikan untuk
meningkatkan defekasi dengan merangsang peristaltic. Pemberian enema dapat digunakkan
untuk melunakkan feses yang telah menjadi impaksi atau untuk mengosongkan rectum dan
kolon bawah untuk prosedur diagnostic atau pembedahan. Tindakan ini kontraindikasi bagi
klien dengan hemoroid yang mudah berdarah atau keganasan kolon/rectum. Terdapat dua
tindakan wash out atau huknah, yaitu:
1. Huknah Rendah
Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukan cairan hingga
pertengahan kolon transversum (pada pasien persiapan pembedahan dan obstipasi).
2. Huknah Tinggi
Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukan cairan hingga
kolon asenden (pada pasien persiapan pembedahan umum)
B. Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa memahami dan dapat mendemonstrasikan kembali tindakan wash out
2. Menekankan pentingya tindakan washout bagi klien untuk melunakkan feses dan
merangsang peristaltis usus sehingga feses dapat dikeluarkan
Pispot
Tissue
D. Metode Pembelajaran
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.
Dilakukan
No Langkah Klinik Tindakan Wash Out
Ya Tidak
1 Jelaskan tujuan dan prosedur pada klien
2 Cuci tangan
3 Tutup ruangan dengan tirai atau sampiran
4 Bantu posisi klien miring kiri atau posisi sims dengan lutut kanan fleksi
5 Pasang perlak (atau bantalan tahan air) dan pengalas di bawah bokong klien
6 Selimuti tubuh dan ekstremitas bawah klien dengan selimut mandi, biarkan hanya area anal yang terpajan
7 Tempatkan pispot di tempat yang mudah dijangkau (posisikan klien dengan kontrol sfingter kurang pada
pispot)
8 Susun wadah enema, hubungkan selang, klem, dan selang rektal. Tutup klem pengatur
9 Tuangkan NaCl 0,9% yang hangat ke dalam irrigator, klem dibuka sehingga air keluar kemudian klem
ditutup kembali
10 Bilas wadah, lepaskan klem, dan alirkan larutan.
11 Cuci tangan kembali dan gunakan sarung tangan
12 Beri pelumas 3-4 inci pada ujung selang rectal dengan pelumas jeli
13 Dengan perlahan regangkan bokong dan cari letak anus. Instruksikan klien untuk rileks dengan
menghembuskan napas secara perlahan melalui mulut
14 Instruksikan klien untuk rileks dengan menghembuskan napas perlahan melalui mulut
15 Masukkan ujung kanul sepanjang 7,5-10 cm untuk orang dewasa, 5-7,5 cm untuk anak, 2,5-3,5 cm untuk
bayi. Tarik selang segeran bila menemui obstruksi.
16 Pada ketinggian pinggul klien, klem dibuka dan pertahankan sekitar 5-10 menit.
17 Naikkan tinggi wadah enema secara perlahan sampai ketinggian yang tepat di atas pinggul: 30-45 cm untuk
enema tinggi, 7,5 cm untuk enema rendah. Rendahkan wadah atau klem selang jika klien mengeluh
merasakan kram atau cairan keluar dari sekitar selang rectum. Terus pegang selang sampai pengisian
cairan berakhir.
18 Rendahkan wadah atau klem selang bila klien mengeluh keram atau cairan keluar dari anus sekitar selang
20 Letakkan lapisan tisue toilet di sekitar selang pada anus dan secara perlahan tarik kanul rekti, klien tetap
miring dan diminta menahan selama 10-15 menit, atau pada anak rapatkan gluteus beberapa menit
21 Bantu klien defekasi dengan pispot atau di kamar mandi
22 Observasi karakteristik feses
23 Buka sarung tangan dan cuci tangan
24 Rapikan klien
25 Evaluasi kenyamanan klien
26 Dokumentasi (waktu, jumlah dan karakter feses, keadaan abdomen, nama perawat yang melaksanakan
tindakan)
Fasilitator
( )
Dilakukan
No Langkah Klinik Tindakan Wash Out
Ya Tidak
1 Jelaskan tujuan dan prosedur pada klien
2 Cuci tangan
3 Tutup ruangan dengan tirai atau sampiran
4 Bantu posisi klien miring kiri atau posisi sims dengan lutut kanan fleksi (huknah rendah), dan dorsal
rekumben (huknah tinggi).
5 Pasang perlak (atau bantalan tahan air) dan pengalas di bawah bokong klien
6 Selimuti tubuh dan ekstremitas bawah klien dengan selimut mandi, biarkan hanya area anal yang terpajan
7 Tempatkan pispot di tempat yang mudah dijangkau (posisikan klien dengan konstrol sfingter kurang pada
pispot)
8 Cuci tangan kembali dan gunakan sarung tangan
9 Beri pelumas 3-4 inci pada ujung selang/kanul kemasan sekali pakai
10 Dengan perlahan regangkan bokong dan cari letak anus. Instruksikan klien untuk rileks dengan
menghembuskan napas secara perlahan melalui mulut
11 Instruksikan klien untuk rileks dengan menghembuskan napas perlahan melalui mulut
12 Masukkan ujung kanul sepanjang 7,5-10 cm untuk orang dewasa, 5-7,5 cm untuk anak, 2,5-3,5 cm untuk
bayi. Tarik selang segeran bila menemui obstruksi.
13 Masukkan cairan dengan menekan atau melipat ujung wadah/botol kemasan sampai semua larutan masuk
14 Letakkan lapisan tisue toilet di sekitar selang pada anus dan secara perlahan tarik kanul rekti, klien tetap
miring dan diminta menahan selama 10-15 menit, atau pada anak rapatkan gluteus beberapa menit
15 Bantu klien defekasi dengan pispot atau di kamar mandi
16 Observasi karakteristik feses
17 Buka sarung tangan dan cuci tangan
18 Rapikan klien
19 Evaluasi kenyamanan klien
20 Dokumentasi (waktu, jumlah dan karakter feses, keadaan abdomen, nama perawat yang melaksanakan
tindakan)
( )
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat melakukan
keterampilan dalam melakukan pemasangan dan pemberian makanan melalui pipa
lambung (NGT)
2. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat:
a. Melakukan pengukuran panjang selang NGT
b. Melakukan pemasangan pipa lambung
c. Melakukan pemberian makanan melalui pipa lambung
3. INDIKASI
1. Pasien tidak sadar (koma)
2. Pasien dengan masalah saluran cerna bagian atas (mis. Stenosis esofagus,
tumor pada mulut, tumor pada faring atau tumor pada esofagus)
3. Pasien dengan kesulitan menelan
4. Pasien paska bedah mulut, faring atau esofagus
5. Pasien yang mengalami hematemesis
6. Pasien IFO (Intoksikasi Fosfat Organik)
4. KONTRA INDIKASI
1. Klien dengan obstruksi pada rongga hidung, nasopharynx
2. Klien dengan radang tenggorokan
Dilakukan
NO Langkah Klinik Tindakan Pemasangan NGT
Ya Tidak
1 Menyiapkan alat :
1. Sonde lambung steril
2. Mangkok berisi air hangat
3. Spuit 20 cc, 30 cc, 50 cc
4. Pinset anatomi 1 buah dan kain kasa secukupnya
5. Klem arteri
6. Plester, gunting
7. Lumbricant/ jelly
8. Stetoskop
9. Gelas ukuran
10. Serbet/tissue
11. Makanan cair/buah/air kacang hijau yang diperlukan dalam
tempatnya
12. Air matang dalam gelas
13. Obat-obatan yang diperlukan (dihaluskan dulu)
14. Bengkok
15. Korentang dalam tempatnya
16. Sampiran/sketsel
17. Perlak dan alasnya
18. Spatel lidah
19. Spuit 5cc/3cc
20. Handscoen steril
21. pH steril/ kertas lakmus
2 Persiapan perawat :
1. Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan pada pasien.
2. Menyiapkan posisi pasien dalam keadaan berbaring atau posisi semi
fowler.
3 Persiapan lingkungan :
1. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
2. Ciptakan lingkungan yang tenang
4 Mencuci tangan dan memakai handscoen
5 Lubang hidung dibersihkan
6 Letakkan bengkok di dekat pasien
7 Pengalas dipasang di dada pasien
8 Sonde lambung diukur dari hidung ke telinga lalu ke processus
xyphoideus lalu beri tanda(diplester).
9 Licinkan ujung pipa dengan lumbricant/ jelly
10 Jepit pangkal pipa/sonde dengan klem.
11 Masukkan sonde melalui hidung perlahan-lahan sampai pasien
disuruh menelan (kalau sadar)
( )
Defenisi adalah membersihkan lambung dengan cara memasukkan air/cairan ke dalam lambung
dan mengeluarkan kembali dengan menggunakan selang NGT.
Keterangan :
1 = dilakukan
2 = tidak dilakukan
3 = di lakukan tapi perlu latihan
Dillon, P.M. (2007). Nursing health assessment : a critical thinking, case study approach.
Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Potter & Perry (2009). Fundamental of Nursing : Concepts, Process, and Practice.
Mosby-Year Book Inc.
A. Definisi
Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi
secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
B. Tujuan
1. Menjaga kebersihan pasien
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
4. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya
C. Indikasi
1. Dekompresi usus pada obstruksi
2. Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi
3. Sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal
D. Kontraindikasi
Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi
E. Persiapan
1. Persiapan pasien
a. Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan dan lain – lain
b. Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)
c. Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien (menutup gorden/tirai jendela,
pintu, memasang penyeka tempat tidur (k/p), mempersilahkan keluarga untuk
menunggu di luar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi pasien
2. Persiapan alat
a. Sarung tangan steril/ sarung tangan bersih (NB: tetap memperhatikan tehnik
sterilitas)
b. Handuk mandi/ selimut mandi
c. Sabun mandi yang lembut
d. Tissue
e. Kantong kolostomi bersih dengan ukuran sesuai dengan ukuran stoma
f. Bengkok/pial ginjal 2 buah + Pispot
g. Gunting verband
h. Perekat/plester/hypaviks
i. Kasa
j. Pengalas/perlak
k. Vasseline
l. Tempat sampah
F. Prosedur Kerja
G. Kewaspadaan Perawat
Perhatikan keadan stoma (tanda – tanda infeksi)
H. Standar Penilaian
Rentang Skor
86 – 100 =A
76 – 85 =B
A. Pengertian
Irigasi kateter adalah pencucian kateter urine untuk mempertahankan kepatenan kateter
urine menetap dengan larutan steril yang diprogramkan oleh dokter. Karena darah, pus,
atau sedimen dapat terkumpul di dalam selang dan menyebabkan distensi kandung
kemih serta menyebabkan urine tetap berada di tempatnya. Ada dua metode tambahan
untuk irigasi kateter, yaitu :
1. Irigasi kandung kemih secara tertutup. Sistem ini memungkinkan seringnya irigasi
kontinu tanpa gangguan pada sistem kateter steril. Sistem ini paling sering
digunakan pada kalien yang menjalani bedah genitourinaria dan yang kateternya
berisiko mengalami penyumbatan oleh fragmen lendir dan bekuan darah.
Memprogramkan irigasi kandung kemih untuk klien yang mengalami infeksi kandung
kemih yaitu dengan memberikan larutan yang terdiri dari antiseptik atau antibiotik
untuk membersihkan kandung kemih atau mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi
tersebut menerapkan teknik asepsis steril (Potter & Perry, 2005).
Dengan demikian Irigasi kandung kemih adalah proses pencucian kandung kemih
dengan aliran cairan yang telah di programkan.
1
Page
B. Tujuan
C. Prinsip
D. Alat
E. Langkah
1. Respon
a. Klien mengeluh nyeri atau spasme kandung kemih karena irigan terlalu dingin
b. Ada darah atau bekuan darah dalam slang irigasi
2. Tindakan
4
Page
PERAWATAN NEFROSTOMI
A. Tujuan Umum
Merawat pasien paska Percutaneus Nefro Litothomy/PCNL
B. Tujuan Khusus
1. Membantu kenyamanan pasien pasca operasi
2. Mencegah infeksi
3. Mendeteksi dini adanya, hematuri, pola haluaran urin tidak normal, karakteristik
urin tidak normal, jumlah urin dan konsistensi urin tidak normal pula
C. Pengertian
Perawatan selang/kateter nefros pada pasien paska Percutaneus Nefro
Litothomy/PCNL
D. Indikasi
1. Obstruksi Haluaran Urin
2. Batu Saluran Kemih
3. Hidronefrosis
E. Kontraindikasi
1. Kanker Ginjal
2. Gagal Ginjal Akut/Kronik
Kegiatan
No Jenis Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
1. Persiapan Alat dan Bahan
a. Alat
1) Pinset Anatomis (1)
2) Pinset Sirurgis (2)
3) Gunting Verban/Hecting (1)
4) Gunting Plester ( 1)
5) Kom Besar/ Kecil (1)
6) Perlak (1)
7) Pial Ginjal (1)
5
9) Korentang (1)
Kegiatan
No Jenis Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
2. Persipan Bahan
a. Bahan
1) Kassa Hass Besar dan Kecil
2) Nacl 0,9 %
3) Kalmicetin/ Sufratool
4) Alkohol 70 %
5) Plester Hipavix/ Hansaplas
6) Kapas Lidi
7) Kantong Plastik
8) Sarung Tangan, steril dan bersih
3. Persiapan Pasien
a. Fisik
b. Psikologis
4. Jelaskan prosedur kepada pasien
5. Siapkan peralatan yang diperlukan
6. Ambil kantong plastik dan buat lipatan diatasnya,
letakkan pada tempat yang terjangkau
7. Jaga privasi pasien, seperti tutup bidai dan anggota
badan yang sensitive
8. Pasang perlak pada bagian terbawah dari kateter nefros
yang terpasang
9. Cuci tangan
10. Siapakan cairan fisiologis (Nacl 0,9 %) dalam wadah
Kom besar maupun Kom kecil
11. Siapkan kain Hass besar dan Hass kecil steril yang
akan digunakan
12. Siapkan pinset, gunting verban dan gunting hekting
dalam Bak steril
13. Siapkan point 10 dan 11 dalam Bak steril
14. Gunakan sarung tangan bersih (diposibel) dan lakukan
pelepasan plester
15. Lepaskan plester mulai dari salah satu ujung plester,
tarik perlahan sejajar dengan bentuk plester yang
terpasang
16. Jika plester sulit di lepaskan, basahi plester dengan
kapas lidi yang telah dibubuhi alkohol/larutan fisiologis
17. Angkat kain Hass satu persatu, dengan menggunakan
Pinset Sirurgis.
18. Pinset diambil dalam wadah steril dengan
menggunakan Korentang yang telah disediakan
6
Latihan kegel’s exercise yang dilakukan untuk mengatasi keluhan berkemih pada pasien
pasca TURP.
Latihan kegel’s exercise dianjurkan pada pasien yang mengalami masalah urodinamik
khususnya pada pasien pasca operasi prostate. Sesuai literature yang diperoleh ;
Paterson, Pinnock & Marshall VR (1997) menjelaskan dribbling setelah berkemih pada pria
merupakan hal yang sangat memalukan. Khususnya pada pasien yang telah menjalani
operasi TURP. Kegel’s exercise/latihan otot dasar pelvik dini pasca TURP dapat
memperbaiki fungsi tersebut.
Paterson, Pinnock & Marshall VR (1997) dan Chang, et.al. (1998) menjelaskan pemberian
latihan otot dasar pelvik dapat memperbaiki urodinamik pada kasus inkontinen urin
khususnya dalam mengatasi dribbling.
Pengertian
Adalah suatu latihan yang dilakukan dengan cara menguatkan otot dasar pelvic
dengan mengencangkan dan mengendurkan otot tersebut.
Tujuan
a. Untuk merelaksasikan otot
b. Untuk memulihkan keluhan dribbling
Indikasi
a. Pada pasien pasca TURP dengan keluhan dribbling
b. Pada pasien dengan inkontinensi urin
8
Persiapan Alat
Page
Persiapan Lingkungan
a. Mencuci tangan
b. Menjelaskan tujuan latihan kegel’s exercise
c. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman dengan memperhitungkan kodisi
pasien saat itu.
Pendekatan yang dilakukan untuk melatih dan mempraktikkan Kegel’s Exercise adalah
sebagai berikut :
1. Metode latihan otot dasar pelvik paling baik dilatih pertama kali pada saat berkemih.
Pada saat pasien mulai berkemih kemudian pasien diminta untuk melakukan kontraksi
pada otot dasar pelvik/sekitar organ pelvik dengan tujuan memperlambat atau
menghentikan laju aliran urin. Namun pada pasien pasca prostatektomi atau reseksi
prostat dianjurkan melakukan latihan saat kandung kemih dalam keadaan kosong. Pada
pria dalam memastikan otot dasar pelvik berkontraksi, dapat dideteksi dengan
memasukkan ujung jari kedalam anus, jari akan tercengkram kuat oleh sfingter anal dan
saat juga itu juga otot – otot pelvik berkontraksi dengan benar. Atau mempersepsikan
pasien dalam melakukan latihan sama dengan persepsi perawat sebagai pemberi latihan.
2. Alternatif pendekatan untuk memisahkan otot dasar pelvik dapat digunakan dengan cara
kontraksi kegel’s/latihan otot dasar pelvik dengan merasakan penggunaan rektum ketika
menakaan dan mengangkat otot rektum yang digunakan untuk mengeluarkan
9
flatus/angin.
Page
3. Membayangkan diri sedang menahan buang gas atau menahan BAB dan memutuskan
secara spontan aliran urin adalah cara yang tepat untuk melakukan latihan ini.
4. Pasien dapat meletakkan tangannya pada abdomen, paha dan bokong untuk meyakinkan
bahwa tidak ada gerakan pada area tersebut ketika melakukan latihan.
6. Pasien secara perlahan melakukan kontraksi dan mengangkat otot dasar pelvik dan
ditahan selama 7 detik, kemudian kendurkan secara perlahan selama 7 detik. Lakukan
pengulangan latihan 10 kali per sesi, dengan frekuensi 3 kali sehari pada minggu 1
7. Pada minggu ke 2 dan ke 3 dalam melakukan kontraksi dan mengangkat otot dasar
pelvik dan ditahan selama 10 detik, kemudian kendurkan secara perlahan selama 10
detik. Lakukan pengulangan latihan 10 kali per sesi, dengan frekuensi 3 kali sehari
8. Pada minggu terakhir dalam melakukan kontraksi dan mengangkat otot dasar pelvik
dan ditahan selama 10 detik, kemudian kendurkan secara perlahan selama 10 detik.
Lakukan pengulangan latihan 15 kali per sesi, dengan frekuensi 3 kali sehari
c. Komitment dalam menjalani latihan ini harus tinggi untuk mencapai hasil yang
Page
diinginkan.
d. Dibutuhkan beberapa bulan latihan sebelum terlihat adanya perbaikan secara
signifikant yang dirasakan pasien (Setyawati, 2008).
10. Beberapa latihan yang dapat digunakan untuk melatih kontraksi otot dasar pelvik antara
lain :
a. Saat posisi berdiri
Berdiri dengan kedua kaki, kemudian cobalah untuk melakukan kontraksi pada otot
dasar pelvik seperti saat responden mencoba untuk menahan buang angin. Tahan
kontraksi ini sesuai dengan kemampuan tanpa menahan nafas dan tanpa
mengencangkan otot – otot buttocks
b. Saat posisi duduk
Duduklah dikursi dengan posisi kedua lutut terpisah. Kemudian cobalah untuk
melakukan kontraksi pada otot dasar pelvik seperti saat responden mencoba untuk
menahan buang angin. Tahan kontraksi ini sesuai dengan kemampuan tanpa
menahan nafas dan tanpa mengencangkan otot – otot buttocks
c. Saat posisi berbaring
Posisikan tubuh tidur terlentang dengan kedua lutut di tekuk tanpa saling
berdekatan. Kemudian cobalah untuk melakukan kontraksi pada otot dasar pelvik
seperti saat responden mencoba untuk menahan buang angin. Tahan kontraksi ini
sesuai dengan kemampuan tanpa menahan nafas dan tanpa mengencangkan otot –
otot buttocks
d. Saat berjalan.
Responden dianjurkan mengkontraksikan otot dasar pelvik dengan menarik secara
lembut otot dasar pelvik saat berjalan.
e. Setelah berkemih.
Responden dinjurkan mengkontraksikan otot dasar pelvik seperti saat responden
mencoba untuk menahan buang angin. setelah berkemih. Otot dasar pelvik akan
terasa bergerak, bokong dan otot paha tidak bergerak. Kulit sekitar anus
11
fungsi kandung kemih tidak pernah normal. Jika hal ini terjadi, kateterisasi
Page
intermitten jangka panjang mungkin perlu dilakukan (Phillips, 2000 dalam Smeltzer
& Bare, 2002)
13
Page
PENGKAJIAN SISTEM PERKEMIHAN
Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh perawat untuk
mendapatkan data subjektif dan objektif yang dilakukan secara sistematis.
Proses pengkajian meliputi tiga fase, yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi.
Adapun ketiga fase tersebut adalah sebagai berikut :
A. Wawancara
Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks dan tampak
di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang
berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.
1. Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah sakit.
2. Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi;
faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
3. Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan,
perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan
penglihatan kabur.
4. Pola eliminasi
a. Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
b. Kaji perubahan warna urin.
14
20
Page
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M, & Hawks, J.H. (2009). Medical-Surgical Nursing, Clinical Management for
Positive Outcomes. volume 1, 7th edition. St. Louis: Elsevier Inc.
Chang, L.,P., Tsai, H.,L., Huang, T.,S., Wang, M.,T., Hsieh, L.,M., Tsui, H.,K., (1998). The
early effect of pelvic floor muscle exercise after transurethral
prostatectomy. J.Urology Volume 160, Issue 2, Pages 402-405 ¶
1(http://www.jurology.com/article/S0022-5347(01)62908-2/abstract
diakses pada tanggal 11 April 2009 pkl.14.50 WIB).
Darmojo, B., (2009). Buku ajar Boedhi – Darmojo “ Geriatri, ilmu kesehatan usia lanjut”.
hal 226 – 242 dan hal 495 – 505. Jakarta ; Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Hoeman, P., S., (2002). Rehabilitation nursing ; Process, application & outcomes. (3 th
ed). St.Louis, Missouri : Mosby, Inc.
Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000). Medical
surgical nursing : Assessment and management of clinical problem.
Fifth ed. CV. Mosby. St.Louis
Potter, P. A., dan Perry, A. G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concept, Process, and
Practice. Edisi 4. (Terj. Yasmin Asih, et al). Jakarta: Penerbit Buku
EGC.
Purnomo. B. Basuki (2003). Dasar – dasar urologi. Edisi ke – 2. Penerbit sangung seto.
Jakarta
Prince & Wilson (2006). Patofisiologi “Konsep klinis proses – proses penyakit” Buku 2.
Edisi 4. Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta
Silbernagl Stefan & Lang Florian, (2007). Teks & Atlas berwarna patofisiologi. Penerbit
buku kedokteran. EGC. Jakarta
Tibek, S., Klarskov, P., Hansen, L.,B., Thomsen, H., Andresen, H., Jensen, S.,C., Olsen,
N.,M., (2007). Pelvic floor muscle training before transuretharal
resection of the prostate: A randomized, controlled, blinded study.
21
september 2007
(http://www.informaworld.com/smpp/title~content=t71369221 ,
diakses 16 Februari, 2009).
Smeltzer, S.C., &Bare, B.G. (2008). Textbook of Medical-Surgical Nursing. volume 2, 10th
edition. Phillipine: Lippincott Wlliams&Wilkins.
Smelzer & Bare (2006). Buku ajar “ Keperawatan medikal bedah brunner & Suddarth”.
Edisi 8. vol 1. Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta
Tanagho A. Emil & McAninch. W. Jack. (2000). “A lange medical book. Smith’s. General
urology. Fiftennth edition. The McGraw – Hill companies, New York.
22
Page
KATETERISASI
ABDUL MAJID
PROGRAM KEPANITRAAN UMUM (PANUM)
TAHUN 2017
KEGIATAN HARI INI
• Pengertian
• Tujuan Kegiatan
• Prinsip Tindakan
• Hal yang Perlu diperhatikan
• Prosedur Tindakan
PANUM
01
02
03
04
Kateterisasi
• Tindakan Memasukkan Selang Karet (Kateter
Urin) kedalam Kandung Kemih (Kozier, Erb &
Oliveri 2015).
• Memasukkan Kateter melalui Uretra ke dalam
Kandung Kemih dengan tujuan mengeluarkan
Urien (Perry & Potter, 2014).
(Geng, V., et. al, 2012)
(Geng, V., et. al, 2012)
TUJUAN
• Mengosongkan Kandung Kemih
• Menghilangkan Distensi Kandung Kemih
• Memasukkan Cairan ke Kandung Kemih (Irigasi
Kandung Kemih)
• Prosedur Diagnostik
• Manajemen Preoperatif
(Perry & Potter, 2014).
PRINSIP
• Steril
• Fiksasi balon kateter setelah selang kateter
urine berada di dalam kandung kemih
• Kateter urin jangan dipaksakan untuk masuk
atau sebaliknya (keluar) jika ada tahanan
dirasakan
• Privacy (hak pribadi untuk aman dan nyaman)
(Dianne W., 2010)
PERSIAPAN ALAT
• Sarung Tangan Bersih dan Steril
• Set Kateter dan Urine Bag
• Jelly (Pelicin)
• Syringe/ Spoit yang berisi Aquades Steril untuk Mengisi
Balon Kateter
• Kateter Urin dengan Ukuran yang Sesuai
• Kapas/Kassa (bethadine/Antiseptik)
• Kom (jika perlu)
• Bengkok (jika perlu)
• Kain DUK
• Pengalas/Perlak pada bokong
• Penggantung Urine Bag
• Sampiran
• Pot Spesimen (jika perlu)
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
(Perry & Potter, 2014)
Panjang Uretra
3,7 s.d 7 cm 14 s.d 20 cm
(cm)
Kateter Yang
5 s.d 7,5 cm 15 s.d 22,5 cm
Masuk
• Cuci tangan
• Dokumentasikan hasil
tindakan
• Terminasi tindakan
Kondom Kateter
• Pengertian
– Alat drainase urine eksternal yang mudah
digunakan dan aman untuk mengalirkan urine
pada klien
Kondom Kateter
Tujuan
• Mengumpulkan urine dan mengontrol urine
inkontinen
• Klien dapat melakukan aktifitas fisik tanpa
harus merasa malu karena adanya kebocoran
urine (ngompol)
• Mencegah iritasi pada kulit akibat urine
inkontinen
Persiapan Pasien
• Mengucapkan salam terapeutik
• Memperkenalkan diri
• Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan
tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
• Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
• Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis
serta tidak mengancam.
• Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
• Privacy klien selama komunikasi dihargai.
• Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan
perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan
tindakan
• Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan
dilakukan)
Persiapan Alat
• Selaput kondom kateter
• Strip elastic
• Kantung penampung urine dengan selang
drainase
• Baskom dengan air hangat dan sabun
• Handuk dan waslap
• Selimut mandi
• Sarung tangan
• Gunting
Prosedur Tindakan
–Cuci tangan
–Tutup pintu atau tirai samping tempat tidur
–Jelaskan prosedur pada klien
–Gunakan sarung tangan
–Bantu klien pada posisi terlentang. Letakkan
selimut diatas bagian tubuh bagian atas dan
tutup ekstremitas bawahnya dengan selimut
mandi sehingga hanya genitalia yang terpajan
–Bersihkan genitalia dengan sabun dan air,
keringkan secara menyeluruh
Lanjutan...
– Siapkan drainase kantong urine dengan menggantungkannya
ke rangka tempat tidur.
– Dengan tangan nonn dominan genggam penis klien dengan
kuat sepanjang batangnya.
– Dengan tangan dominan, pegang kantung kondom pada ujung
penis dan dengan perlahan pasangkan pada ujung penis
– Sisakan 2,5 sampai 5 cm ruang antara glands penis dan ujung
kondom
– Lilitkan batang penis dengan perekat elastic.
– Hubungkan selang drainase pada ujung kondom kateter
– Posisikan klien pada posisi yang aman
– Pasien dirapihkan kembali
– Alat dirapihkan kembali
– Mencuci tangan
Lanjutan...
Kondom Kateter Pada Perempuan
Lanjutan...
• Melaksanakan dokumentasi ;
– Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta
respon klien pada lembar catatan klien
– Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama
perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf
pada lembar catatan klien
RUJUKAN
• Geng, V., Boekhorst, H. C., Farrell, J., Sanchez, G. M., Pearce, I.,
Schwennesen, T., Vahr, S., & Vandewinkel, C., 2012, Evidence – based
guidelines for best practice in urological health care “ Catheterisation
indwelling catheters in adults” urethral and Suprapubic, Europen
association of urology nurse
• Lynn, Pamela., 2011, Taylor’s clinical nursing skills “ a nursing process
approach”, 3rd Ed, China ; Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams &
Wilkins.
• Dianne W., 2010, Male/Female urinary catheterisation policy. Continence
Nurse Specialist ; Birmingham East and North NHS.
• National Institute for Clinical Excellence ., 2003 & 2012., Infection control,
prevention of healthcare associated infection in primary and community
care. Clinical Guideline 139. Long- term urinary catheters.
• Perry G, A., & Potter A, P., 2014, Clinical nursing skills & techniques, 8th Ed,
United States of America ; Elsevier Mosby
• Sandle ,T., 2013, Using antimicrobial skin cleanser before catheterisation.,
Journal of Community Nursing 27 (5) Nov-Dec, 30-34
RUJUKAN
• Kozier, Erb & Oliver, 2015, Fundamental of Nursing 8th
Ed.: Concepts, Process & Practice, USA: Multi Media
Edition.
• Perry G, A., & Potter A, P., 2014, Clinical nursing skills
& techniques, 8th Ed, United States of America ;
Elsevier Mosby
• Smeltzer, S.C., &Bare, B.G. (2008). Textbook of Medical-
Surgical Nursing. volume 2, 10th edition. Phillipine:
Lippincott Wlliams&Wilkins.
• Smelzer & Bare (2006). Buku ajar “ Keperawatan
medikal bedah brunner & Suddarth”. Edisi 8. vol 1.
Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta