Anda di halaman 1dari 150

Penuntun CSL KMB II

CLINICAL SKILL LABORATORY (CSL)

MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

VISI :
“Pada tahun 2015. Program Studi Ilmu Keperawatan menjadi pusat ilmu pengetahuan
tehnologi dan seni yang insani, berbasis benua Maritim Indonesia dan berdaya saing global
yang unggul dalam bidang Keperawatan Penyakit Tropis”
Visi Strategis :
“Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin menjadi pusat institusi
pendidikan yang bereputasi internasional dan unggul dalam bidang keperawatan penyakit
tropis”

Misi :
1. Meningkatkan mutu pendidikan keperawatan melalui system pendidikan yang terpadu
dan berbasi kompetensi dengan memanfaatkan tenaga – tenaga professional dan
manajemen yang akuntabel.
2. Memacu aktivitas penelitian di lingkungan PSIK FKEP UNHAS yang berfokus pada
keperawatan penyakit tropis dan memiliki daya ungkit bagi pengembangan mutu
pendidikan dan pengabdian masyarakat dengan memanfaatkan IPTEKS mutakhir.
3. Melakukan pengabdian masyarakat bersama mahasiswa secara lintas program dan
sektoral dalam bentuk desa binaan, pelatian, seminar dan workshop.
4. Menyelenggarakan tata kelola dan kepemimpinan efektif dalam pelaksanaan
tridharma perguruan tinggi.
5. Menjalin kerjasama dengan pusat – pusat pendidikan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat baik local, regional, nasional maupun internasional.
PENDAHULUAN

Buku Panduan Skill lab KMB II terdiri atas beberapa keterampilan antara lain :
1. Pengkajian fisik sistem imun
2. Pengkajian fisik sistem endokrin
3. Pengkajian fisik sistem gastrointestinal
4. Pengkajian fisik sistem perkemihan
5. Keterampilan tindakan mantoux test
6. Keterampilan Skin test & TT
7. Keterampilan Ijeksi subcutan (pemberian insulin)
8. Keterampilan pemeriksaan GDS
9. Perawatan Kaki DM non Ulkus
10. Perawatan Kaki DM ulkus
11. Senam Kaki Diabetik
12. Pemasangan NGT
13. Penentuan Jenis & Jumlah Kalori dalam Diet
14. Perawatan Stoma/colostomy
15. Keterampilan Pemberian Wash out
16. Keterampilan Irigasi lambung
17. Keterampilan Irigasi Kandung Kemih
18. Ketrampilan Pemasangan Perawatan Kateter Uretheral
19. Ketrampilan Perawatan Selang Nefrostomi
20. Ketrampilan Kegel Exercise & Bladder Training
Buku Penuntun ini selain memuat panduan belajar langkah-langkah persiapan
keterampilan klinik, beberapa keterampilan klinik yang dapat diberikan pada klien
dengan gangguan system Perkemihan, juga berisi daftar tilik sebagai lembar penilaian
dari instruktur terhadap mahasiswa sebagai akhir serta membantu dalam menilai
kemajuan tingkat keterampilan yang di latih.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan penyusunan buku penuntun ini,

Makassar, Maret 2019

Koordinator Skill Lab.


KMB II
TATA TERTIB KEGIATAN CSL (CLINICAL SKILL LABORATORY)

Sebelum Pelatihan
Membaca penuntun belajar (manual) keterampilan Klinik Sistem Perkemihan dan bahan
bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.

Selama Pelatihan
1. Datang 15 menit sebelum CSL dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap kegiatan
CSL.
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium. Jilbab dimasukkan
ke bagian dalam jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut seperti
manusia atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat
/ bahan yang ada pada ruang CSL.
8. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan bahan yang
telah digunakan.

Pada saat ujian CSL


1. Ujian dapat diikuti apabila kehadiran pada kegiatan CSL minimal 80%.
2. Membawa kartu kontrol yang telah ditandatangani oleh coordinator instruktur CSL.
3. Bagi yang tidak ikut ujian karena sakit diwajibkan membawa keterangan bukti
diagnosis dari dokter paling lambat 3 hari setelah tanggal sakit.

SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL


1. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL pada materi tertentu, maka
mahasiswa tersebut tidak diperkenankan mengikuti kegiatan CSL pada jadwal
berikutnya untuk materi tertentu tersebut.
2. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan jadwal rotasinya
dianggap tidak hadir.
3. Bagi mahasiswa yang presentase kehadiran CSLnya <80% dari seluruh jumlah tatap
muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.

TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian fisik sistem imun
2. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian fisik sistem endokrin
3. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian fisik sistem gastrointestinal
4. Mahasiswa mampu melakukan Pengkajian fisik sistem perkemihan
5. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan tindakan mantoux test
6. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Skin test & TT
7. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Ijeksi subcutan (pemberian insulin)
8. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan pemeriksaan GDS
9. Mahasiswa mampu melakukan perawatan Kaki DM non Ulkus
10. Mahasiswa mampu melakukan perawatan Kaki DM ulkus
11. Mahasiswa mampu melakukan Senam Kaki Diabetik
12. Mahasiswa mampu melakukan Pemasangan NGT
13. Mahasiswa mampu melakukan penentuan Jenis & Jumlah Kalori dalam Diet
14. Mahasiswa mampu melakukan perawatan Stoma/colostomy
15. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Pemberian Wash out
16. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Irigasi lambung
17. Mahasiswa mampu melakukan keterampilan Irigasi Kandung Kemih
18. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan Pemasangan Perawatan Kateter Uretheral
19. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan Perawatan Selang Nefrostomi
20. Mahasiswa mampu melakukan ketrampilan Kegel Exercise & Bladder Training
PANDUAN CSL
BLOK KEPERAWATAN SISTEM ENDOKRIN DAN
METABOLIK

TIM BLOK KEPERAWATAN SISTEM


ENDOKRIN DAN METABOLIK

Titi Iswanti Afelya, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
TATA TERTIB

Sebelum Praktikum
Membaca panduan belajar (manual) keterampilan dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan
yang akan dilakukan.

Selama Praktikum
1. Datang 15 menit sebelum praktikum keterampilan kllinik dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan praktikum keterampilan kllinik sesuai dengan jadwal rotasi
yang telah ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap kegiatan praktikum
keterampilan klinik
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium. Jilbab dimasukkan ke bagian
dalam jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut seperti manusia
atau bagian tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat / bahan
yang ada pada ruang praktikum keterampilan klinik.
8. Setiap selesai kegiatan praktikum keterampilan klinik mahasiswa harus merapikan kembali
alat dan bahan yang telah digunakan.
LANGKAH PERSIAPAN KETERAMPILAN KLINIK

A. Pengkajian
1. Cek Perencanaan keperawatan
2. Kaji kemampuan kerja sama klien

B. Menyiapkan Klien
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta tanyakan
keadaannya.
2. Berikanlah informasi umum pada klien atau keluarganya tentang tindakan yang akan
dilakukan, tujuan dan manfaat untuk keadaan klien.
3. Jelaskanlah pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang hak untuk
menolak tindakan yang akan dilakukan, tanpa mengurangi haknya akan pelayanan kesehatan.

C. Cuci Tangan Biasa (Rutin)


1. Lepaskanlah cincin, arloji, gelang dan lain-lain perhiasan di pergelangan tangan dan jari.
Simpan ditempat yang aman.
2. Gulunglah lengan baju sampai sebatas siku.
3. Tuangkanlah kira-kira 3 ml sabun cair, dan ratakanlah diseluruh tangan.
4. Gosokkanlah kedua telapak tangan
5. Gosokkanlah telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri dan sebaliknya.
6. Gosoklah jari-jari, dengan memasukkan jari-jari tangan kanan disela-sela jari-jari tangan kiri
sambil menggosok.
7. Gosoklah kedua ibu jari dan area sekitarnya.
8. Bersihkanlah dan gosokkanlah ujung jari dan kuku jari kedua tangan dengan menggosokkan
pada telapak tangan yang sebelahnya. Lakukanlah pada tangan yang lain.
9. Gosoklah kedua pergelangan tangan silih berganti.
10. Bilaslah kedua tangan dengan air mengalir.
11. Tutuplah keran tanpa menyentuh dengan tangan yang sudah dicuci, yaitu dengan
menggunakan siku, kertas tissue atau lap bersih.
12. Keringkanlah tangan dengan lap bersih atau tissue
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM ENDOKRIN

(Titi Iawanti Afelya)

A. PENDAHULUAN
Perawat masa kini dituntut untuk dapat menguasai dan mengaplikasikan metode
pendekatan pemecahan masalah (problem solving approach) didalam memberikan
asuhan keperawatan kepada klien.Maka perawat harus mempunyai pengetahuan dan
kterampilan mengkaji, merumuskan diagnosis keperawatan, memformulasikan
rencana tindakan keperawatan dan membuat evaluasi.

Pengkajian merupakan tahap yang paling utama dalam proses keperawatan, dimana
pada tahap ini perawat melakukkan pengkajian data yang diperoleh dari hasil
waawancara/anammesis, laporan teman sejawat, catatan kesehatan lain dan hasil dari
pengkajian fisik.

Pengkajian fisik dalam keperawatan pada dasarnya mengunakan cara-cara yang sama
dengan ilmu kedokteran yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pengkajian
fisik kedokteran biasanya dilakukan dan diklasifikasikan menurut sisitem tubuh
manusia dimana tujuan akhirnya adalah untuk menentukan penyebab dan jenis
penyakit yang diderita pasien. Sedangkan pengkajian fisik bagi perawat yaitu untuk
menentukan respon pasien terhadap penyakit/berfokus pada respon yang ditimbulkan
pasien akibat masalah kesehatan yang sudah didiagnose oleh dokter.Dengan kata lain
perawat meneruskan tindakan keperawatan kepada pasien yang sudah di diagnosis
oleh dokter. Karena dari diagnosa dokter akan muncul berbagai masalah keperawatan
yang dialami pasien, sebagai contoh : pasien dengan diagnosa dokter “stroke
hemoragik” disini akan muncul masalah keperawatan: 1. Gangguan kesadaran. 2.
Gangguan mobilitas fisik. 3. Dan masih banyak gangguan-gangguan kesehatan yang
lain.
Adapun prinsip-prinsip umum dalam melakukan pengkajian fisik adalah sebagai
berikut:
- Menjaga kesopanan dan bina trust
- Cara mengadakan hubungan dengan pasien/kontrak
- Pencahayaan dan lingkungan yang memadai
- Privacy / menutup ruangan atau tempat tidur dengan tirai.

B. PENGERTIAN
Pemeriksaan fisik adalah tindakan keperawatan untuk mengkaji bagian tubuh pasien
baik secara lokal atau (head to toe) guna memperoleh informasi/data dari keadaan
pasien secara komprehensif untuk menegakkan suatu diagnosa keperawatan maupun
kedokteran.

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik
akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.

Pada dasarnya pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian
kepala dan berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematis
tersebut disebut teknik Head to Toe. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa
dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin
diperlukan seperti test neurologi. Dalam Pemeriksaan fisik daerah abdomen
pemeriksaan dilakukan dengan sistematis inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.

Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis
dapat menyusun sebuah diagnosis diferensial yakni sebuah daftar penyebab yang
mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk
meyakinkan penyebab tersebut.

Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara
umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau
pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

C. TUJUAN
- Untuk mencari masalah keperawatan
- Untuk menegakkan / merumuskan diagnose keperawatan/kedokteran
- Untuk membantu proses rencana keperawatan dan pengobatan

D. PROSEDUR TINDAKAN
Note: sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat harus melakukan kontrak
dengan pasien, yang didalamnya ada penjelasan maksud dan tujuan, waktu yang di
perlukan dan terminasi/ mengakhiri. Tahap-tahap pemeriksaan fisik haruskan
dilakukan secara urut dan menyeluruh dan dimulai dari bagian tubuh sebagai berikut:
1. Kulit, rambut dan kuku
2. Kepala meliputi: mata, hidung, telinga dan mulut
3. Leher : posisi dan gerakan trachea, JVP
4. Dada : jantung dan paru
5. Abdomen: pemeriksaan dangkal dan dalam
6. Genetalia
7. Kekuatan otot /musculosekletal
8. Neurologi
E. PENGKAJIAN
Pemeriksaan fisik pada sistem endokrin pada dasarnya sama dengan pengkajian
secara umum namun dispesifikasikan pada sistem tubuh yang berkaitan dengan
sistem endokrin. Pengkajian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting.. Beberapa gangguan endokrin
baru jelas dirasakan pada usia tertentu meskipun mungkin proses patologis sudah berlangsung
sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu dibandingkan dengan usia
dan gender ,misalnya berat badan dan tinggi badan. Tempat tinggal juga merupakan
data yang perlu dikaji, khususnya tempat tinggal pada masa bayi dan kanak-kanak
dan juga tempat tinggal klien sekarang.

2. Riwayat Kesehatan Keluarga


Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara
langsung dengan gangguan hormonal seperti:
a. Obesitas
b. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
c. Kelainan pada kelenjar tiroid
d. Diabetes melitus
e. Infertilitas
Dalam mengidentifikasi informasi ini tentunya perawat harus dapat
menerjemahkan informasiyang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana
dan dimengerti oleh klien atau keluarga.

3. Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien


Perawat mengkaji kondisi yang pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang
dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila di
hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak mengganggu
aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan.
a. Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak
tumbuh, buah dada tidak berkembang dan lain-lain.
b. Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun
banyak makan dan lain-lain.
c. Gangguan psikologis seperti mudah marah, sensitif, sulit bergaul dan tidak
mampuberkonsentrasi, dan lain-lain.
d. Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan kapan kejadiannya.
e. Bila kliendirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan waktu kejadiannya.
f. Juga perlu memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di saat sekarang dan
masalalu.
g. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang diperoleh dari dokter atau petugas
kesehatan maupun obat-obatan yang diperoleh secara bebas.
h. Jenis obat-obatan yangmengandung hormon atau yang dapat merangsang
aktivitas hormonal seperti hidrokortison, levothyroxine, kontrasepsi oral dan
obat-obatan anti hipertensif.

4. Riwayat Diet
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja
mencerminkangangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang
salah dapat menjadi faktor penyebab, oleh karena itu kondisi berikut ini perlu dikaji:
a. Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen.
b. Penurunan atau penambahan berat badan yang drastis
c. Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan
d. Pola makan dan minum sehari-hari
e. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi
endokrinseperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid
5. Status Sosial Ekonomi
Karena status social ekonomi merupakan aspek yang sangat peka bagi banyak
orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat
melakukannya bersama-sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang
mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada
kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu. Mendiskusikan bersama-sama
bagaimana klien dan keluarganya memperoleh makananyang sehat dan bergizi,
upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan upaya
mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan
keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya untuk
mengurangi kesalahan penafsiran.

6. Masalah Kesehatan Sekarang Atau disebut juga Keluhan Utama


Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta
bantuan pelayanan seperti:
a. Apa yang di rasakan klien
b. Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau
perlahandan sejak kapan dirasakan
c. Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
d. Bagaimana pola eliminasi baik fekal maupun urine
e. Bagaimana fungsi seksual dan reproduksi
f. Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat menggangu klien. Hal-hal
yang berhubungan dengan fungsi hormonal secara umum.
g. Tingkat energy. Perubahan kekuatan fisik dihubungkan dengan sejumlah
gangguan hormonal khususnya disfungsi kelenjar tiroid dan adrenal :
1) Perawat mengkaji bagaimana kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, apakah dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan,
dengan bantuan atau sama sekali klien tidak berdaya melakukannya atau
bahkan klien tidur sepanjang hari merupakan informasi yang sangat
penting
2) Kaji juga bagaimana asupan makanan klien apakah berlebih atau kurang

h. Pola eliminasi dan keseimbangan cairan. Pola eliminasi khususnya urine


dipengaruhi oleh fungsi endokrin secara langsung oleh ADH, Aldosteron, dan
kortisol :
1) Perawat menanyakan tentang pola berkemih dan jumlah volume urine dan
apakah klien sering terbangunmalam hari untuk berkemih
2) Nyatakan volume urine dalam gelas untuk memudahkan persepsi klien
3) Eliminasi urine tentu sangat berhubungan erat dengan keseimbangan air
dan elektrolit tubuh
4) Bila dari hasil anamnesa adalah yang mengindikasikan volume urine
berlebih, pertanyaan kita di arahkanlebih jauh ke kemungkinan klien
kekurangan cairan, kaji apakah klien mengalami gejala kurang cairan dan
bagaimana klien mengatasinya.
5) Tanyakan seberapa banyak volume cairan yang dikonsumsi setiap hari
6) Kaji pola sebelum sakit untuk membandingkan pola sebelum sakit untuk
membandingan pola yang ada sekarang

i. Pertumbuhan dan perkembangan


Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh
GH,kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
dapat saja terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang
mempengaruhi tumbang fetus kurang seperti hipotiroid pada ibu. Kondisi ini dapat pula
terjadi setelah bayi lahir artinya selama proses tumbang terjadi disfungsi GH
atau mungkin Gonad dan kelenjar tiroid. Perlu mengkaji gangguan ini apakah
terjadi semenjak bayi dilahirkan dengan tubuh yang kerdil atau terjadi
selama proses pertumbuhan dan bahkan tidak dapat diidentifikasi jelas kapan
mulai tampak gejala tersebut. Mengkaji secara lengkap pertambahan ukuran
tubuh dan fungsinya misalnya bagaimana tingkat intelegensia, kemampuan
berkomunikasi, inisiatif dan rasa tanggung jawab. Kaji pula apakah
perubahan fisik tersebut mempengaruhi kejiwaan klien.

j. Seks dan Reproduksi


Fungsi seksual dan reproduksi sama penting untuk dikaji baik klien wanita maupun pria.
1) Pada klien wanita, kaji siklus menstruasinya mencakup lama,volume,
frekuensi dan perubahan fisik termasuk sensasi nyeri atau kram abdomen
sebelum, selama dan sesudah haid.
2) Untuk volume gunakan satuan jumlah pembalut yang di gunakan, kaji pula pada
umur berapa klien pertamakali menstruasi
3) Bila klien bersuami, kaji apakah pernah hamil, abortus, dan melahirkan
4) Jumlah anak yang pernah di lahirkan dan apakah klien menggunakan cara
tertentu untuk membatasi kelahiran atau cara untuk mendapatkan
keturunan
5) Pada klien pria, kaji apakah klien mampu ereksi dan orgasme dan
bagaimana perasaan klien setelah melakukannya, adakah perasaan puas
dan menyenangkan
6) Tanyakan pula adakah perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya

F. PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin. Pemeriksaan fisik
secara palpasi terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar
tiroid dan kelenjar gonad pria (testis).
1. Inspeksi :
Disfungsi sistem endokrin :
Menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap tumbang,
keseimbangan cairan&elektrolit, seks&reproduksi, metabolisme dan energy.
Hal-hal yang harus diamati :
a. Penampilan umum :
- Apakah Klien tampak kelemahan berat, sedang dan ringan
- Amati bentuk dan proporsi tubuh
- Apakah terjadi kekerdilan atau seperti raksasa
b. Pemeriksaan Wajah :
Fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti
dahi, rahang dan bibir.
c. Pemeriksaan Mata :
Amati adanya edema periorbital dan exopthalamus serta ekspresi wajah
tampak datar atau tumpul
d. Pemeriksaan Daerah Leher :
Amati bentuk leher apakah tampak membesar, asimetris, terdapat
peningkatan JVP, warna kulit sekitar leher apakah terjadi
hiper/hipopigmentasi dan amati apakah itu merata.
e. Apakah terjadi hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut :
Biasanya dijumpai pada orang yg mengalami gangguan kelenjar Adrenal
f. Apakah terjadi Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit :
Biasanya tampak pada orang yang mengalami hipofungsi kelenjar adrenal
sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun.
g. Amati adanya penumpukan massa otot berlebihan pada leher bagian
belakang atau disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau. Terjadi pada
Klien hiperfungsi adrenokortikal
h. Amati keadaan rambut axilla dan dada :
Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut
hirsutisme dan amati juga adanya striae pada buah dada atau abdomen
biasanya dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal

2. Palpasi
Hanya kelenjar tiroid dan testis yang dapat diperiksa secara palpasi. Palpasi
kelenjar tiroid dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pemeriksa dibelakang klien, tangan diletakkan mengelilingi leher
b. Palpasi pada jari ke 2 dan 3
c. Anjurkan klien menelan atau minum air
d. Bila teraba kelenjar tiroid, rasakan bentuk, ukuran, konsisten, dan
permukaan.

Palpasi pada testis dilakukan dengan cara :


a. Gunakan handscoen, jaga privacy klien
b. Palpasi daerah skrotum, apakah teraba testis atau tidak
c. Skrotum biasanya akan terangkat ke atas jika dilakukan rangsangan

3. Auskultasi :
Auskultasi pada daerah leher diatas tiroid dapat mengidentifikasi bunyi " bruit
". Bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada arteri tiroidea.

4. Perkusi
Fungsi Motorik
Mengkaji tendon dalam-tendon reflex
Refleks tendon dalam disesuaikan dengan tahap perkembangan biceps,
brachioradialis,triceps, Patellar, achilles. Peningkatan refleks dapat terlihat
pada penvakit hipertiroidisme, penurunan refleks dapat terlihat pada penyakit
hipotiroidisme

Fungsi sensorik
Mengkaji fungsi sensorik :
- Tes sensitivitas klien terhadap nyeri, temperature, vibrasi, sentuhan,
lembut. Stereognosis. Bandingkan kesimetrisan area pada kedua sisi dan
tubuh. Dan bandingkan bagian distal dan proksimal dan ekstremitas.
minta klien untuk menutup mata. Untuk mengetes nyeri gunakan jarum
yang tajam dan tumpul.
- Untuk tes temperature. gunakan botol yang berisi air hangat dan dingin.
- Untuk mengetes rasa getar gunakan penala garpu tala.
- Untuk mengetes stereognosis. tempatkan objek (bola kapas, pembalut
karet) pada tangan klien. kemudian minta klien mengidentifikasi objek
tersebut.
- Neuropati periperal dan parastesia dapat terjadi pada diabetes,
hipotiroidisme dan akromegali.
- Struktur Muskuloskeletal . Inspeksi ukuran dan proporsional struktur
tubuh klien Orang jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi growth
hormon. Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi akromegali.
- Peningkatan kadar kalsium, tangan dan jari-jari klien kontraksi (spasme
karpal)

G. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Mengkaji kemampuan koping Klien, dukungan keluarga serta keyakinan Klien
tentang sehat dan sakit. Perubahan fisik, fungsi seksual dan reproduksi serta
perubahan-perubahan lainnya yang disebabkan oleh gangguan sistem endokrin,
apakah berpengaruh terhadap konsep diri Klien.
PEMERIKSAAN FISIK KAKI DIABETIK
(Disusun Oleh Titi Iswanti Afelya, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B)

Pemeriksaan Fisik Kaki


Kanan Kiri Tipe Kaki: Non-ulkus/Ulkus/Gangren/Ulkus dan Gangren/Selulitis

Kulit Kaki Kanan Kiri Kuku Kaki Kanan Kiri

Kering/ Menebal
bersisik
Fissure Infeksi
Hair loss Perubahan warna
Tinea Pedis Rapuh
Kalus Ingrowing nail
Korn Atrofi
Hiperpigmentas Lain-lain
i
Edema Jari Kaki
Healed ulcer Hammer toe
Telapak Kaki Claw toe
Hallus valgus HIperekstensi
Pes Planus Maserasi interdigiti
Charcot foot Lain-lain
PROSEDUR PEMERIKSAAN SENSASI MENGGUNAKAN MONOFILAMEN

1) Mencuci tangan
2) Menggunakan sarung tangan
3) Menyiapkan semme-weinstein monofilament 5,07 (10 gr). Kaji integritas
monofilamen sebelum digunakan
4) Melakukan pemeriksaan sensasi
a) Sampaikan maksud dan tujuan pemeriksaan sensasi
b) Perlihatkan monofilamen pada pasien.Tempatkan ujung monofilamen pada
tangan atau lengan untuk memastikan bahwa prosedur ini tidak akan
menyakitkan.
c) Sampaikan ke pasien untuk mengalihkan kepala dan menutup mata.
d) Pegang monofilamen dan sentuhkan secara tegak lurus ke kulit. Lokasi
pemeriksaan neuropati dapat dilihat pada gambar 1
Gambar 1
Letak pemeriksaan monofilamen

e) Sentuhkan ujung monofilamen pada telapak kaki. Minta pasien mengatakan


“ya” jika merasakan sentuhan monofilamen.
f) Tekan monofilamen hingga menekuk (seperti gambar 2). Kemudian tahan
selama 1-3 detik.
Gambar 2
Pemeriksaan neuropati perifer

g) Angkat monofilamen dari kulit. Jangan menggosok atau menggeser


monofilamen pada kulit.
h) Lakukan urutan secara acak pada setiap bagian tes pada telapak kaki.

5) Hasil: Pasien dikatakan mengalami penurunan sensasi protektif apabila sensasi


tidak dirasakan pada satu titik atau lebih.
PEMERIKSAAN DEFORMITAS

Bentuk Deformitas Kaki

Claw toe Hallus Valgus (Small Hallus Valgus (Large


Hammer toe Bunion) Bunion)

Pes Planus Pes cavus Charcot Arthropaty


ABNORMALITAS PADA KAKI

Tinea pedis Corn Kalus

Kulit kering Ingrowing nail Jamur

Fissure Maserasi interdigiti Charcot foot


INJEKSI INSULIN
(Disusun oleh Titi Iswanti Afelya, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B)

Pengertian
Insulin adalah hormon yang digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Injeksi insulin
adalah pemberian insulin eksogen ke dalam jaringan subkutan.

Tujuan
Mengontrol kadar gula darah.

Indikasi Penyuntikan insulin


1 Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh
sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
2 Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak
dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
3 Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard
akut atau stroke.
4 DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak
dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5 Ketoasidosis diabetik.
6 Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
7 Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi
kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan
memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
9 Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.

Hal-hal yang perlu diperhatikan;


1 Vial insulin yang tidak digunakan sebaiknya disimpan di lemari es.
2 Periksa vial insulin tiap kali akan digunakan (misalnya : adanya perubahan warna).
3 Pastikan jenis insulin yang akan digunakan dengan benar.
4 Insulin dengan kerja cepat (rapid-acting insulin) harus diberikan dalam 15 menit sebelum
makan. Interval waktu yang direkomendasikan antara waktu pemberian injeksi dengan
waktu makan adalah 30 menit.
5 Sebelum memberikan terapi insulin, periksa kembali hasil laboratorium (kadar gula
darah).
6 Amati tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.

Komplikasi penyuntikan insulin


1 Hipoglikemia
2 Lipoatrofi
3 Lipohipertrofi
4 Alergi sistemik atau lokal
5 Sepsis

Area injeksi : abdomen (3 jari di sekeliling umbillikus) (fast speed), deltoid (medium speed),
paha anterior (slower speed), area scapulae (medium speed) pada punggung belakang,
ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas (slower speed)

Gambar
Area Injeksi subkutan
Persiapan Alat :
1 Spuit insulin / insulin pen
2 Vial insulin.
3 Kapas + alkohol / alcohol swab.
4 Handscoen bersih.
PROSEDUR INJEKSI INSULIN

Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin dari vial dan aspirasi sebanyak dosis yang diperlukan
3 Siapkan klien dan bantu pada posisi nyaman untuk injeksi
4 Jelaskan tujuan prosedur pemberian obat pada klien
5 Jaga privasi klien (gunakan sampiran)
6 Pilih area injeksi yang tepat. Hindari area kulit yang terdapat jaringan parut,
kemerahan, memar, bengkak, melepuh dan terdapat lesi atau infeksi
7 Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
8 Gunakan sarung tangan
9 Bersihkan kulit dengan kapas alkohol secara sirkuler dari bagian tengah ke luar ± 5
cm
10 Siapkan spoit injeksi :
 Buka penutup jarum
 Keluarkan udara dari dalam spoit jika ada
11 Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang dominan secara lembut
dan perlahan.
12 Mencabut jarum dengan cepat (jangan diusap).
13 Buang spoit dan jarumnnya dengan aman pada tempatnya
14 Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
15 Dokumentasikan:
Obat yang diberikan, waktu, dosis, dan rute pemberian obat
16 Evaluasi :
 Evaluasi respon klien
 Lakukan follow up terhadap efek obat yang mungkin terjadi

Nilai :Jumlah Checklist x 100 Fasilitator


16

( )
INJEKSI INSULIN DENGAN PEN INSULIN

Bagian Insulin Pen


Prosedur Menyiapkan Pen Insulin

Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin (insulin Pen): cek tanggal kadaluarsa, warna insulin, kejernihan
(sesuai jenis insulin), adanya endapan.
3 Penggunaan pertama kali:
a. gulung insulin pen pada telapak tangan sebanyak 10-15 kali secara perlahan (10-
15 detik)
b. Kemudian gerakkan pen ke atas dan ke bawah, lakukan sampai suspen cairan
tercampur rata (lakukan tindakan ini setiap kali akan ijeksi)
4 Memasang jarum insulin pen:
a. Buka protective tab dari jarumnya kemudian pasang ke insulin pen (jarum ini
dilindungi oleh inner needle cap (tutup jarum dalam) dan big outer needle cap
(tutup jarum luar))
b. Tarik atau lepaskan tutup jarum luar dan dalamnya. Jangan membuang tutup
jarum luar.
5 Mengecek aliran insulin (priming):
a. Atur dosis insulin pada angka 2 unit.
b. Balikkan insulin pen sehingga jarum menghadap atas, kemudian ketuk-ketuk
agak tidak ada udara dan gelembung.
c. Masih jarum menghadap atas, tekan push-button sampai dosisnya 0 unit. (Cairan
insulin harus keluar. Jika tidak, ganti jarum dan ulangi prosedur tidak lebih dari 6
kali).

6 Tulis tanggal dan waktu kadaluarsa (4 minggu setelah dibuka) pada insulin pen

Nilai :Jumlah Checklist x 100 Fasilitator


10

( )
Menyiapkan insulin pen pada penggunaan pertama

Memasang jarum insulin pen

Mengecek aliran insulin (priming)


PROSEDUR INJEKSI DENGAN INSULIN PEN
Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin (dalam insulin pen). Mengganti jarum pada insulin pen dengan
jarum yang baru.
3 Atur dosis sesuai kebutuhan pasien
4 Siapkan klien dan bantu pada posisi nyaman untuk injeksi
5 Jelaskan tujuan prosedur pemberian insulin pada klien
6 Jaga privasi klien (gunakan sampiran)
7 Pilih area injeksi yang tepat. Hindari area kulit yang terdapat jaringan parut,
kemerahan, memar, bengkak, melepuh dan terdapat lesi atau infeksi
8 Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin.
9 Gunakan sarung tangan
10 Bersihkan kulit dengan kapas alkohol secara sirkuler dari bagian tengah ke luar ± 5
cm
11 Cubit area penyuntikan dengan tangan nondominan menggunakan tiga jari (Ibu jari,
jari tengah dan jari telunjuk).
12 Lakukan penyuntikan dengan tangan dominan secara tegak lurus (90 derajat) dengan
menekan tombol push-button (pastikan dosis insulin ke angka 0)
13 Tahan insulin pen selama 10 detik
14 Mencabut jarum (jangan diusap).
15 Pasang kembali tutup jarum luar tanpa menyentuhnya. Kemudian tarik tutup jarum
luar beserta jarumnya, lalu buang ke tempat sampah khusus yang disediakan.
16 Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
17 Dokumentasikan:
Obat yang diberikan, waktu, dosis, dan rute pemberian obat
18 Evaluasi :
 Evaluasi respon klien
 Lakukan follow up terhadap efek obat yang mungkin terjadi

Nilai :Jumlah Checklist x 100 Fasilitator


18

( )
PERAWATAN LUKA

(Disusun oleh: Andina Setyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep)

Perawatan luka adalah suatu implementasi yang dilakukan perawat dengan tujuan untuk :
1. Meningkatkan pertumbuhan jaringan kulit yang rusak
2. Mengurangi resiko infeksi
3. Memberikan kenyamanan pada klien yang mengalami kerusakan integritas kulit
4. Mengimobilisasi luka
5. Mengabsorbsi drainase
6. Membantu hemostasis

Klasifikasiulkuslesi diabetic menurutWagner :


1. Grade 0 : tidakadalesiterbuka (dapatmunculkalus)
2. Grade 1 : ulkussuperfisial
3. Grade 2 : ulkussampai tendon danatautulang
4. Grade 3 : ulkussampaitendodanatautulang, disertai osteomyelitis
5. Grade 4 : gangrene terlokalisasi
6. Grade 5 : gangrene menyebar

Fasepenyembuhanluka
1. Faseinflamasi (0-3 hari), ditandaidenganpanas, bengkak&nyeri, Persiapanwarnadasarluka.
Fokusperawatanlukapadatahapiniadalahmengontroljumlahbakteri
2. Faseproliferasi (3-30 hari), dibagimenjaditiga :
a. Granulasi, ditandaidenganwarnadasarlukamerahdanmudahberdarah
b. Epitelisasi, ditandaidenganwarnadasarlukamerahmuda
c. Sintesiskolagen
Fokusperawatanlukapadatahapiniadalahmencegahataumengurangiperdarahan
3. Maturasi, jikasintesiskolagensudahsempurna (30 hari s/d 2 tahun)

Warnadasarluka (R-Y-B)
1. Red (merah) jikalukaberadapadafaseproliferasi
2. Yellow (kuning) jikaterjadiinfeksipadaluka
3. Black (hitam) jikaterdapatjaringannekrosis (kematianjaringan) padaluka

Perlakuanpadaluka (3M)
1. Mencuci
 Swabbingataumenggosoklukasecaragentle (tidakbolehdilakukanpadajaringangranulasi)
 Irigasi (hati-hatipadairigasitekanantinggi)
 Cairan yang digunakan : cairan non toksik (misalnya Normal Saline/NS, air rebusanjambubiji,
air seduhan the hijau)
2. Membuangjaringanmati (debridement)
 Debridemangenzimatik (hydrogen peroksida, asamsalisilat, asam benzoate)
 Debridemangmekanik (pinset/ gauze)
 Debridemang autolysis (moist)
 Debridemang surgical
 Debridemang biochemical (maggot)
3. Memilihterapi topical &balutan (Gauze, transparent film, CaAlginat, Hidrocoloid, Metcovazin)
Tujuanpemilihanbalutan :
 Membuangjaringanmati
 Mengontrolinfeksi
 Mempertahankankelembaban
 Mempercepatpenyembuhanluka
 Mengasbsorbsicairanluka
 Menguranginyeri
 Mengontrolbau
 Proteksiperiwound

Manajemenperawatanlukamenggunakan T-I-M-E
1. Tissue Removal
2. Infection control
3. Moisture Balance
4. Epitelitation Support

Prinsipperawatanlukamenggunakanmoist wound healing yang dikembangkan George D Winter


padatahun 1962. Alasanlukaharusdipertahankanlembab :
1. Mempercepat fibrinolysis oleh neutrophil danselendotel
2. Mempercepat angiogenesis
3. Resikoinfeksilebihrendah
4. Mempercepatpembentukanselaktif (invasi neutrophil untukmemicumakrofag,
monositdanlimfositkedaerahluka
5. MempercepatpembentukanGrowth Factor (EGF, FGF, IL, PDGF)

Alat dan Bahan :


1. Set steril (2 pinset anatomis, 2 pinset cirurgis, 2
com kecil, 1 gunting nekrotomi, sarung tangan
steril)
2. Kassa steril
3. Sarungtangan non steril
4. 1 Pinset anatomis non steril
5. Cairanpembersihluka
6. Perlak
7. Gunting verban
8. Dressing (primer &skunder)
9. 1 Spuit steril

ASPEK YANG DINILAI NILAI


0 1 2
A. Tahap Preinteraksi
1. Baca catatan perawat untuk rencana perawatan luka
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat

B. Tahap Orientasi
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien/keluarga

C. Tahap Kerja
1. Beri kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dimulai
2. Pertahankan privasi klien selama tindakan dilakukan
3. Atur posisi klien, beri pengalas
4. Lepaskan plester dan balutan dengan menggunakan sarung tangan/
pinset dan kapas basah
Jika diverban, tehnik pemotongan verban dimulai dari bagian distal
Jika melepas verban gulung, apabila melengket terlalu kuat dikulit, NS
steril diberikan pada verban dan kassa untuk memudahkan melepasnya
Jika kassa melengket di kulit dengan cara memutar pinset yang
menempel di kassa dengan sedikit menekan dan memutar untuk
mengurangi nyeri
5. Cuci tangan
6. Buka alat-alat steril dan pertahankan supaya tidak terkontaminasi,
tuangkan cairanpembersihluka, tambahkan alat dan bahan yang
diperlukan
7. Gunakan sarung tangan steril
8. Cuci luka sesuai kondisi luka dengan tetap memperhatikan sterilitas
Tehnik pencucian luka :
a. Swabbing (menggosok) secaragentle. Menghapus daerah luka harus
dimulai dari dalam dan dengan gerakan memutar kearah luar
dengan cairan NS dan kassa basah. Pada saat ini, perawat melakukan
pengkajian keadaan luka, warna bagian dasar luka dan keadaan
sekitar luka (menggunakapanduanpengkajianlukaBetes Jensen)
b. Irigasi biasanya dilakukan pada kondisi luka berongga, dengan spuit
steril yang berisi cairan NS disemprotkan pada bagian atas agar
kotoran dan jaringan mati dapat larut keluar melalui rongga bawah
9. Lakukandebridemen (jikadiperlukan), kemudiancucilukahinggabersih
10. Berikan topical terapisesuaikondisiluka
11. Tutup luka dengan kassa steril/dressing lainnya sesuai dengan kondisi
lukadengantehnikmoist.
Tehnik penutupan luka dengan verban gulung dari atas ke bagian distal
dengan tehnik kunci pada gulungan pertama.
12. Buka sarung tangan
13. Kembalikan klien ke posisi semula

D. Tahap Terminasi
1. Evaluasi perasaan klien
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan, bersihkan alat-alat
5. Cuci tangan

E. Dokumentasi
1. Catat waktu perawatan luka, kondisi luka, cara perawatan, dressing
primer danskunder, namaperawat yang melakukan.
DAFTAR TILIK
KETERAMPILAN SENAM KAKI DIABETIK

Dilakukan
No Langkah Klinik Tindakan senam kaki
Ya Tidak
1 Jelaskan tujuan dan prosedur pada klien
2 Posiskan klien duduk tegak pada kursi (jangan bersandar) dengan kaki menyentuh lantai
3 Dengan meletakkan tumit dilantai, angkat kedua telapak kaki, kemudian lakukan gerakan
mencakar dengan jari kaki. Lakukan sebanyak 10 kali
4 Dengan meletakkan tumit dilantai, angkat telapak kaki ke atas, kemudian letakkan kembali dan
angkat tumit secara begantian. Lakukan sebanyak 10 kali
5 Tumit kaki diletakkan di lantai. Angkat telapak kaki ke atas dan buat gerakan memutar keluar, lalu
letakkan, kemudian kembalikan ke tengah. Lakukan sebanyak 10 kali.
6 Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Angkat tumit ke atas dan buat gerakan memutar keluar, lalu
letakkan, kemudian kembalikan ke tengah. Lakukan sebanyak 10 kali.
7 Angkat salah satu kaki, dan luruskan. Lakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada jari-jari kaki
secara bergantian. Ulangi sebanyak 10 kali.
8 Angkat salah satu kaki, dan luruskan. Lakukan gerakan fleksi dan ekstensi pada pergelangan kaki
secara bergantian. Ulangi sebanyak 10 kali.
9 Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakan pergelangan fleksi dan
ekstensi. Ulangi sebanyak 10 kali.
10 Angkat salah satu kaki, luruskan, dan pertahankan posisi tersebut. Lakukan gerakan menulis angka
0 hingga 9 dengan kaki di udara. Lakukan secara bergantian.
11 Letakkan sehelai koran dilantai. Menggunakan kaki, sobek koran tersebut menjadi 2 bagian lalu
pisahkan. Salah satu bagian koran di sobek-sobek berulang kali hingga membentuk sobekan-
sobekan kecil. Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki, lalu letakkan
pada sobekan koran yang masih utuh. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola
12 Evaluasi kondisi dan kenyamanan klien
13 Dokumentasi

Nilai :Jumlah Checklist x 100 Fasilitator


13

( )
1 2
3

4 5 6&7

Menulis di udara menggunakan


kaki

8 (kedua kaki diangkat dan


dipertahankan) 10
9
REFERENSI

Dillon, P.M. (2007). Nursing health assessment : a critical thinking, case study approach.

Haryani., Harsono., dkk. (2004). Skills Lab Pendidikan Keperawatan Medik Program A Semester V.
Yogyakarta : Lab Ketrampilan Medik FK UGM.

Idral.,Darwis. (2008). Perawatan Luka Diabet.Indonesia : WOCARE Publishing.

Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta

Potter & Perry (2009). Fundamental of Nursing : Concepts, Process, and Practice. Mosby-Year Book
Inc.

Potter. (2004). Pengkajian Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Jakarta.

Singh N, Armstrong DG, Lipsky BA. (January, 2005).Preventing foot ulcers in patients with
diabetes.JAMA, 293(2):217-28.
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


PERAWATAN LUKA
Tujuan : Perawatan luka bertujuan untuk menyiapkan dasar luka yang
mendukung proses penyembuhan, mencuci luka, membuang jaringan
mati dan memilih baluta yang tepat sesuai dengan masalah luka.
Alat dan Bahan : 1. Handscoen
2. Sabun cair
3. NaCl 0.9%
4. Underpad
5. Dressing/Balutan.
6. Instrument set:
a. Pincet Anatomis
b. Pincet Chirurgis
c. Gunting jaringan
d. Gunting Verban
Prosedur Kerja : 1. Pasien diberi penjelasan tujuan perawatan.
2. Perawat cuci tangan
3. Atur posisi pasien, dekatkan alat dan bahan.
4. Pasang handscoen.
5. Buka balutan lama dengan hati-hati.
6. Cuci tepi luka.
7. Cuci dasar luka.
8. Lakukan debridement (bila perlu).
9. Buka handscoen.
10. Lakukan pengkajian luka (panjang x lebar)
11. Pasang handscoen.
12. Lindungi tepi luka.
13. Aplikasikan dressing primer, sekunder, dan tersier.
14. Pasien dirapihkan, alat-alat diberesekan.
15. Perawat cuci tangan.
Perhatikan : 1. Nyeri.
2. Tanda-tanda infeksi.
3. Kondisi balutan lama.
4. Faktor penghambat penyembuhan.
Catatan : Selama proses perawatan pertahankan komunikasi terapeutik dengan
pasien, dan berikan penjelasan akan status lukanya serta edukasi untuk
mendukung proses penyembuhan.
Disusun Oleh : Makassar, 11 Maret 2019

Saldy Yusuf, PhD.,ETN


PEMERIKSAAN GULA DARAH METODE POCT

Pengertian : Point of care testing adalah sebagai pemeriksaan yang hasilnya dapat
diketahui sesegera mungkin dalam membantu menentuan tindakan selanjutnya bagi
pasien. Glukosameter merupakan alat yang dapat memonitoring glukosa darah dengan
mengmbil sampel darah kapiler.

Hal yang perlu diperhatikan dalam dalam menggunakan sampel darah kapiler yaitu ;
Terkait kasus gangguan sirkulasi perifer berat seperti dehidrasi pasien koma
ketoasidosis, hipotensi berat, gagal jantung dan lain – lain.

Tahap Persiapan :

a. Persiapan Pasien
1. GDP
a) Pasien dipuasakan 8 – 12 jam sebelum tes
b) Semua obat dihentikan dulu, bila ada obat yang harus diberikan
2. GD2PP
Pengambilan sampel darah dilakukan 2 jam sesudah makan setelah
pengambilan darah GDP
3. GDS
Tidak ada persiapan khusus
b. Persiapan Sampel
Tidak ada persiapan khusus. Pengambilan sampel sebaiknya pagi hari karena
adanya variasi diural. Pada sore ari glukosa darah lebih rendah sehingga
banyak kasus DM yang tidak terdiagnosis.

c. Metode Test
Metode enzimatik : glucose oxidase/hexokinase

d. Prinsip Tes
Darah kapiler diserap kedalam strip tes, kemudian mengalir ke area tes dan
bercampur dengan reagen untuk memulai proses pengukuran. Enzim Glucose
dehydrogenase dan koenzim dalam strip test mengkonversi glukosa dalam
sampel darah menjadi glukonolakton. Reaksi tersebut menghasilkan listrik DC
yang tidak berbahaya sehingga meter mampu mengukur gula darah.

e. Alat & Bahan


1. Alat
a) Lancet
b) Alat glukosameter
2. Bahan
a) Sampel (whole blood) darah kapiler
b) Jarum
c) Strip
d) Kapas alcohol
e) Handschone
f) Wadah limbah infeksius

Analitik

a. Cara Kerja
1. Alat glukosameter disiapkan dengan memeriksa apakah alat tersebut siap
dan dapat digunakan
2. Jarum dimasukkan dalam lancet
3. Periksa jari pasien dengan mengidentifikasi ketebalan kulit pasien
4. Berdasarkan ketebalan kulit jari pasien sesuaikan nomor pada lancet agar
pasien nyaman dan darah kapiler dapat keluar sesuai yang diharapkan
5. Chip khusus untuk pemeriksaan glukosa dimasukkan pada alat
glukosameter pada tempatnya (sesuai alat glukosameter)
6. Strip dimasukkan pada tempatnya (sesuai alat glukosameter)
7. Jari kedua/ketiga/keempat pasien dibersihkan dengan menggunakan kapas
alcohol lalu dibiarkan mengering
8. Darah kapiler diambil dengan menggunakan lancet yang ditusuk pada jari
kedua/ketiga/keempat pasien
9. Sampel darah kapiler dimasukkan kedalam strip dengan cara ditempelkan
pada bagian khusus pada strip yang menyerap darah
10. Hasil pengukuran kadar glukosa akan ditampilkan pada layar
11. Strip dicabut dari alat glukosa meter
12. Jarum dibuang dari lancet ke tempat/wadah khusus
b. Nilai rujukan

Tes Sampel (mg/dl) (mmol/L)


Plasma Vena < 110 < 6,1
GDS
Darah Kapiler < 90 < 5,0
Plasma Vena < 110 < 6,1
GDP
Darah Kapiler < 90 < 5,0
Plasma Vena < 140 < 7,8
GD2PP
Darah Kapiler < 120 < 6,7

Pasca Analitik

Interpretasi :

Belum Pasti
Bukan DM DM
Tes Sampel DM
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
Plasma
< 110 110 – 199 ≥ 200
Vena
GDS
Darah
< 90 90 - 199 ≥ 200
Kapiler
Plasma
< 110 110 – 125 ≥ 126
Vena
GDP
Darah
< 90 90 - 109 ≥ 110
Kapiler
Plasma
< 140 140 – 200 > 200
Vena
GD2PP
Darah
< 120 120 - 200 > 200
Kapiler
PERAWATAN KAKI
DIABETIK
“PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PERAWATAN
KAKI DIABETIK PADA PERAWAT DAN KADER
KESEHATAN”

Pengabdian Masyarakat | Fakultas Keperawatan | Agustus 2018


DAFTAR ISI
 Sampul
 Daftar isi
 Pendahuluan
• Latar Belakang
• Tujuan
 Alat dan Bahan Yang Digunakan
• Alat
• Bahan
 Kegiatan
• Pemeriksaan Kaki
• Mencuci Kaki dan Mengeringkan Kaki
• Memberikan pelembab pada kaki
• Memotong Kuku
• Penggunaan Kaos Kaki
• Pemeriksaan Bagian Dalam Dan Luar Pengalas kaki

PAGE 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Salah satu efek samping penderita Diabetes Melitus


(DM) adalah luka kaki diabetik/ulkus diabetik. Luka ini
jika tidak ditanggulangi dengan cermat dapat
menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan oleh
penderita yaitu amputasi. Kejadian tersebut disebabkan
oleh komplikasi DM yaitu neuropati diabetik yaitu
hilangnya sensasi nyeri pada daerah ujung – ujung perifer
saraf khususnya pada daerah tungkai/kaki. Faktor risiko dan
penanganan yang tepat menurut (American Diabetes
Association, 2017). International Working Group on the
Diabetic Foot (IWGDF) merekomendasikan 13 komponen yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya luka kaki diabetes
(LKD) (Bus et al., 2016) salah satunya adalah dengan perawatan
kaki.

Tujuan

Mencegah Luka Kaki Diabetik

ALAT & BAHAN


Perawatan kaki diabetik memerlukan alat dan bahan
yang sangat penting antara lain ;

PAGE 2
Sabun Handuk Lotion/
Cermin
Cair Lembut Pelembut

Alas Kaki Alas Kaki


Gunting Kuku Kaos Kaki
Sandal Sepatu

KEGIATAN
Pertama

Pemeriksaan kaki

Yaitu memeriksa bagian ;

 Punggung Kaki
 Telapak Kaki
 Sela – sela Jari kaki

PAGE 3
Punggung Kaki Telapak Kaki Sela – sela Jari
kaki
Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah memeriksa
kaki jika ;

 Kemerahan
Kemerahan pada kaki dapat menunjukkan resiko
terjadinya masalah pada kaki misalnya terjadi
radang pada kaki.

PAGE 4
 Menebal
Penebalan pada bagian telapak kaki dapat
menghambat kepekaan kaki ketika berjalan
sehingga pasien diabetes mellitus kurang
merasakan sesuatu yang mereka injak.

 Luka/Lecet
Luka atau lecet pada kaki menunjukkan telah
terjadi luka kaki diabetes.

PAGE 5
Kedua

Mencuci Kaki dan Mengeringkan Kaki

Pencucian kaki dilakukan pada posisi duduk atau


berdiri dengan menggunakan pijakan kaki dan mencuci
kaki menggunakan sabun cair dan air mengalir.

Air Mengalir
Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pencucian kaki
yaitu ;

 Mencuci Bagian Punggung Kaki

PAGE 6
 Mencuci Bagian Telapak Kaki

 Mencuci Bagian Sela Jari Kaki

Setelah mencuci kaki, kemudian kaki dikeringkan


dengan menggunakan handuk kecil lembut sambil
dilakukan proses pemijatan daerah sekitar kaki, sehingga
menstimulasi kepekaan saraf kaki.

PAGE 7
Ketiga

Memberikan Pelembab/Lotion Pada Kaki

Pelembab atau lotion pada kaki diberikan bertujuan


mencegah terjadinya kulit kering dan retak – retak.
Pelembab dapat diberikan dua kali sehari. Bagian sela –
sela jari kaki tidak dapat diberikan oleh pelembab dan lotin
karena dapat menyebabkan tumbuhnya jamur.

Pemberian Mencegah kuman Pemberian Lotin


Pelembab

Keempat

Memotong Kuku

Memotong kuku secara rutin sangat dianjurkan pada


pasien diabetes mellitus untuk mengatasi masalah adanya
tanda luka pada kaki. “Cara memotong kuku secara
lurus dan tidak mengikuti lekukan kaki adalah cara
yang benar dalam memotong kuku”

PAGE 8
Cara Memotong Kuku Dampak Memotong Kuku
Salah

Kelima

Penggunaan Kaos kaki

Kaos kaki merupakan salah satu pelindung kaki yang


dapat digunakan pasien diabetes sebelum menggunakan
pengalas kaki. Penggunaan kaos kaki menjadi pelindung
pertama untuk mencegah tanda pra luka kaki diabetes.

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan


kaos kaki yaitu ;

 Kaos kaki yang pas


Kaos kaki yang terlalu ketat dapat menyebabkan
aliran darah tidak lancar.

PAGE 9
 Kaos kaki yang bersih
Kaos kaki bersih membuat kaki tetap bersih dan
bebas dari berkembang biaknya kuman
 Bahan kaos kaki yang tidak licin
Kaos kaki yang licin dapat mengakibatkan
terjadinya gesekan antara kulit kaki dengan
pengalas kaki yang digunakan, sehingga
berresiko menimbulkan luka pada kaki pasien
diabetes.

Kaos Kaki Yang Kaos Kaki Bersih Dampak Kaos


Pas & Tidak Licin Kaki Yang Terlalu
Ketat

Keenam

Pemeriksaan Bagian Dalam & Luar alas Kaki

Pemeriksaan bagian dalam dan luar alas kaki dilakukan


sebelum menggunakan alas kaki. Hal ini dilakukan untuk
melihat apakah ada atau tidak pasir, kerikil atau benda

PAGE 10
tajam seperti paku, jarum dan lain – lain yang masuk atau
menempel pada pengalas kaki. Tindakan tersebut
dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya kemerahan,
luka ataupun lecet pada kaki.

Sandal

Pemeriksaan Alas Pemeriksaan Alas Pemeriksaan Alas


Kaki Bagian Atas Kaki Bagian Bawah Kaki Bagian
Samping
Sepatu

Memeriksa Memperhatikan Mengeluarkan


Bagian Dalam Pengalas Alas Kaki

PAGE 11
SUMBER
Anonim, (2012), Skora
FORM http://www.fitgirldaily.com/2012/09/skora-
form.html, Agustus 17, 2018

Anonim, (2016), https://cantengan.com/cara-mengatasi-


cantengan/, Agustus 17, 2018

Anonim , (2017), How to Keep Feet Clean, Community


Q&A, https://www.wikihow.com/Keep-Feet-Clean,
Agustus 17, 2018

Anonim, (2018) How to Stop Itchy


Feet http://www.twoeggz.com/int/5443581.html,,
Agustus 17, 2018

Anonim, (2018), http://nextluxury.com/mens-style-and-


fashion/best-insoles-for-work-boots/, Agustus 17,
2018

Anonim, (2018) Body Parts Feet Clipart, Art 4


Apps http://clipartstockphotos.com/free-stock-
photos/30116/body-parts-feet-clipart, Agustus 17,
2018

Ardiana Rizka, (2016), Cara Menyembuhkan Mata Ikan Di


Telapak
Kaki, https://www.aryanto.id/artikel/id/385/cara-

PAGE 12
menyembuhkan-mata-ikan-di-telapak-kaki, Agustus
17, 2018

Gehrke Sarah, R.N., (2018), How to Get Rid of Foot,


Odorhttps://www.wikihow.com/Get-Rid-of-Foot-
Odor, on March 30, 2018.

Health Advice World, (2017), Get Rid Of Dry Skin On Feet


With Simple Ingredients In The
Kitchen, https://healthadviceworld.com/how-to-get-
rid-of-dry-skin-on-feet/, Agustus 17, 2018

Juris D, (2014), Mykóza na nohou - co s


tím?, https://www.lekari-online.cz/kozni-
lekarstvi/diskuze/lecba-onychomykoz-a-ostatnich-
dermatomykoz-plisni/mykoza-na-nohou-co-s-tim-
i112975, Agustus 17, 2018

Khoiruddin Irwan, (2017)


https://www.brilio.net/kesehatan/jangan-dikorek-ini-
cara-benar-bersihkan-kotoran-pada-kuku-kaki-
170607h.html, Agustus 17, 2018

LLC, (2015), OrthoLite is a trademark of O2


Partners, http://www.ortholite.com/footwear-
designers/foam-technologies/die-cut-and-molded,
Agustus 17, 2018

LLC, (2018), Clean and treat minor scrapes and cuts right
away https://www.rd.com/health/conditions/diabetic-

PAGE 13
foot-care/, iStock/Madiz, © 2018 RDA Enthusiast
Brands, Agustus 17, 2018

Matsko, M.D, Chris M, (2017), This version of How to Care


for Rough, Dry Feet, https://www.wikihow.com/Care-
for-Rough,-Dry-Feet, Agustus 17, 2018

Martin Laura, (2017), How to Remove Dry Skin from Your


Feet Using Epsom Salt,
https://www.wikihow.com/Remove-Dry-Skin-from-
Your-Feet-Using-Epsom-Salt, on July 28, 2017,
Agustus 17, 2018

Muhlisin Ahmad dr., (2016)., Tips Mudah Mengatasi Kaki


Bengkak Secara
Alami, https://mediskus.com/tips/mengatasi-kaki-
bengkak-secara-alami, Agustus 17, 2018

Rudystina Adinda, (2017), 10 Penyakit yang Mungkin Terjadi


Akibat Sepatu yang
Buruk https://www.youtube.com/watch?v=75aBKInky
bs, Agustus 17, 2018

Thomson Jack, (2018), Leg and Foot


Health, https://www.wikihow.com/Keep-Your-Feet-
Warm, Keeping Warm, Agustus 17, 2018

Xianda Wen , 10 Home Remedies To Treat Every Nsf’s Chiong


Sua Enemy: Foot Rot, http://goodyfeed.com/10-home-

PAGE 14
remedies-to-treat-every-nsfs-chiong-sua-enemy-foot-
rot/, Agustus 17, 2018

PAGE 15
PANDUAN
CLINICAL SKILL LABORATORIUM

INJEKSI INSULIN DAN TES MANTOUX

Oleh

Tim KMB 2

Dr. Rosyidah Arafat.,S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
TATA TERTIB

Sebelum Praktikum
Membaca panduan belajar (manual) keterampilan dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan
dilakukan.

Selama Praktikum
1. Datang 15 menit sebelum praktikum keterampilan kllinik dimulai
2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan praktikum keterampilan kllinik sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap kegiatan praktikum
keterampilan klinik
4. Memakai atribut / nama yang ditempelkan pada jas laboratorium. Jilbab dimasukkan ke bagian dalam
jas laboratorium
5. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan
6. Bagi kegiatan yang menggunakan model memperlakukan model tersebut seperti manusia atau bagian
tubuh manusia.
7. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap alat / bahan yang ada
pada ruang praktikum keterampilan klinik.
8. Setiap selesai kegiatan praktikum keterampilan klinik mahasiswa harus merapikan kembali alat dan
bahan yang telah digunakan.
LANGKAH PERSIAPAN KETERAMPILAN KLINIK

A. Pengkajian
1. Cek Perencanaan keperawatan
2. Kaji kemampuan kerja sama klien

B. Menyiapkan Klien
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Berikanlah informasi umum pada klien atau keluarganya tentang tindakan yang akan dilakukan, tujuan
dan manfaat untuk keadaan klien.
3. Jelaskanlah pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang hak untuk menolak
tindakan yang akan dilakukan, tanpa mengurangi haknya akan pelayanan kesehatan.

C. Cuci Tangan Biasa (Rutin)


1. Lepaskanlah cincin, arloji, gelang dan lain-lain perhiasan di pergelangan tangan dan jari. Simpan
ditempat yang aman.
2. Gulunglah lengan baju sampai sebatas siku.
3. Tuangkanlah kira-kira 3 ml sabun cair, dan ratakanlah diseluruh tangan.
4. Gosokkanlah kedua telapak tangan
5. Gosokkanlah telapak tangan kanan pada punggung tangan kiri dan sebaliknya.
6. Gosoklah jari-jari, dengan memasukkan jari-jari tangan kanan disela-sela jari-jari tangan kiri sambil
menggosok.
7. Gosoklah kedua ibu jari dan area sekitarnya.
8. Bersihkanlah dan gosokkanlah ujung jari dan kuku jari kedua tangan dengan menggosokkan pada
telapak tangan yang sebelahnya. Lakukanlah pada tangan yang lain.
9. Gosoklah kedua pergelangan tangan silih berganti.
10. Bilaslah kedua tangan dengan air mengalir.
11. Tutuplah keran tanpa menyentuh dengan tangan yang sudah dicuci, yaitu dengan menggunakan siku,
kertas tissue atau lap bersih.
12. Keringkanlah tangan dengan lap bersih atau tissue
INJEKSI INSULIN
Pengertian
Insulin adalah hormon yang digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Injeksi insulin
adalah pemberian insulin eksogen ke dalam jaringan subkutan.

Tujuan
Mengontrol kadar gula darah.

Indikasi Penyuntikan insulin


1 Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin oleh
sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
2 Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain tidak
dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
3 Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard
akut atau stroke.
4 DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja tidak
dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5 Ketoasidosis diabetik.
6 Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
7 Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi
kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan
memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
9 Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.

Hal-hal yang perlu diperhatikan;


1 Vial insulin yang tidak digunakan sebaiknya disimpan dilemari es.
2 Periksa vial insulin tiap kali akan digunakan (misalnya : adanya perubahan warna).
3 Pastikan jenis insulin yang akan digunakan dengan benar.
4 Insulin dengan kerja cepat (rapid-acting insulin) harus diberikan dalam 15 menit sebelum
makan. Interval waktu yang direkomendasikan antara waktu pemberian injeksi dengan
waktu makan adalah 30 menit.
5 Sebelum memberikan terapi insulin, periksa kembali hasil laboratorium (kadar gula
darah).
6 Amati tanda dan gejala hipoglikemia dan hiperglikemia.

Komplikasi penyuntikan insulin


1 Hipoglikemia
2 Lipoatrofi
3 Lipohipertrofi
4 Alergi sistemik atau lokal
5 Sepsis

Area injeksi : abdomen (3 jari di sekeliling umbillikus) (fast speed), deltoid (medium speed),
paha anterior (slower speed), area scapulae (medium speed) pada punggung belakang,
ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas (slower speed)

Gambar
Area Injeksi subkutan
Persiapan Alat :
1 Spuit insulin / insulin pen
2 Vial insulin.
3 Kapas + alkohol / alcohol swab.
4 Handscoen bersih.
PROSEDUR INJEKSI INSULIN
Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin dari vial dan aspirasi sebanyak dosis yang diperlukan
3 Siapkan klien dan bantu pada posisi nyaman untuk injeksi
4 Jelaskan tujuan prosedur pemberian obat pada klien
5 Jaga privasi klien (gunakan sampiran)
6 Pilih area injeksi yang tepat. Hindari area kulit yang terdapat jaringan parut,
kemerahan, memar, bengkak, melepuh dan terdapat lesi atau infeksi
7 Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin. Lihat catatan perawat
sebelumnya.
8 Gunakan sarung tangan
9 Bersihkan kulit dengan kapas alkohol secara sirkuler dari bagian tengah ke luar ± 5
cm
10 Siapkan spoit injeksi :
 Buka penutup jarum
 Keluarkan udara dari dalam spoit jika ada
11 Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang domin secara lembut dan
perlahan.
12 Mencabut jarum dengan cepat (jangan diusap).
13 Buang spoit dan jarumnnya dengan aman pada tempatnya
14 Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
15 Dokumentasikan:
Obat yang diberikan, waktu, dosis, dan rute pemberian obat
16 Evaluasi :
 Evaluasi respon klien
 Lakukan follow up terhadap efek obat yang mungkin terjadi

Nilai :Jumlah Checklist x 100 Fasilitator


16

( )
INJEKSI INSULIN DENGAN PEN INSULIN

Bagian Insulin Pen


Prosedur Menyiapkan Pen Insulin

Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin (insulin Pen): cek tanggal kadaluarsa, warna insulin, kejernihan
(sesuai jenis insulin), adanya endapan.
3 Penggunaan pertama kali:
a. gulung insulin pen pada telapak tangan sebanyak 10-15 kali secara perlahan (10-
15 detik)
b. Kemudian gerakkan pen ke atas dan ke bawah, lakukan sampai suspen cairan
tercampur rata (lakukan tindakan ini setiap kali akan ijeksi)
4 Memasang jarum insulin pen:
a. Buka protective tab dari jarumnya kemudian pasang ke insulin pen (jarum ini
dilindungi oleh inner needle cap (tutup jarum dalam) dan big outer needle cap
(tutup jarum luar))
b. Tarik atau lepaskan tutup jarum luar dan dalamnya. Jangan membuang tutup
jarum luar.
5 Mengecek aliran insulin (priming):
a. Atur dosis insulin pada angka 2 unit.
b. Balikkan insulin pen sehingga jarum menghadap atas, kemudian ketuk-ketuk
agak tidak ada udara dan gelembung.
c. Masih jarum menghadap atas, tekan push-button sampai dosisnya 0 unit. (Cairan
insulin harus keluar. Jika tidak, ganti jarum dan ulangi prosedur tidak lebih dari 6
kali).

6 Tulis tanggal dan waktu kadaluarsa (4 minggu setelah dibuka) pada insulin pen

Nilai :Jumlah Checklist x 100 Fasilitator


10

( )
Menyiapkan insulin pen pada penggunaan pertama

Memasang jarum insulin pen

Mengecek aliran insulin (priming)


PROSEDUR INJEKSI DENGAN INSULIN PEN
Dilakukan
No Prosedur Tindakan
Ya Tidak
1 Mencuci tangan
2 Menyiapkan insulin (dalam insulin pen). Mengganti jarum pada insulin pen dengan
jarum yang baru.
3 Atur dosis sesuai kebutuhan pasien
4 Siapkan klien dan bantu pada posisi nyaman untuk injeksi
5 Jelaskan tujuan prosedur pemberian insulin pada klien
6 Jaga privasi klien (gunakan sampiran)
7 Pilih area injeksi yang tepat. Hindari area kulit yang terdapat jaringan parut,
kemerahan, memar, bengkak, melepuh dan terdapat lesi atau infeksi
8 Melakukan rotasi tempat/lokasi penyuntikan insulin.
9 Gunakan sarung tangan
10 Bersihkan kulit dengan kapas alkohol secara sirkuler dari bagian tengah ke luar ± 5
cm
11 Cubit area penyuntikan dengan tangan nondominan menggunakan tiga jari (Ibu jari,
jari tengah dan jari telunjuk).
12 Lakukan penyuntikan dengan tangan dominan secara tegak lurus (90 derajat) dengan
menekan tombol push-button (pastikan dosis insulin ke angka 0)
13 Tahan insulin pen selama 10 detik
14 Mencabut jarum (jangan diusap).
15 Pasang kembali tutup jarum luar tanpa menyentuhnya. Kemudian tarik tutup jarum
luar beserta jarumnya, lalu buang ke tempat sampah khusus yang disediakan.
16 Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
17 Dokumentasikan:
Obat yang diberikan, waktu, dosis, dan rute pemberian obat
18 Evaluasi :
 Evaluasi respon klien
 Lakukan follow up terhadap efek obat yang mungkin terjadi

Nilai :Jumlah Checklist x 100 Fasilitator


18

( )
TUBERCULIN SKIN TESTING (TST)
( Mantox Test)

Tujuan:

Setelah mengikuti pelatihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan mampu:


1. Melakukan skrining pasien yang sesuai untuk pelaksanaan Tes Tuberkulin
2. Melakukan konseling dan informed consent pada pasien sebelum dan sesudah
pelaksanaan dan interpretasi tes tuberculin
3. Melakukan prosedur pemeriksaan tes tuberculin dengan benar
4. Melakukan interpretasi hasil tes tuberculin dengan benar

Tes Mantoux

Tes tuberculin (Mantoux Test) merupakan salah satu Tes diagnostic TB untuk mendeteksi
adanya infeksi M. tuberculosis, TST hingga saat ini masih memiliki nilai tes diagnostik yang
sangat tinggi.
Tes ini dilakukan berdasarkan adanya hipersensitivitas tubuh akibat adanya infeksi oleh
M.Tuberkulosis sebelumnya. Hal ini yang dimediasi oleh sel2 limfosit T (CMI) yang telah
tersensitisasi akibat terinfekasi oleh M.Tuberkulosis secara alamiah. Tes ini dilakukan dengan
menginjeksikan tuberculin tes (PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU), dosis 0,1 cc, secara
intrakutan di bagian volar lengan bawah. Reaksi tuberculin mulai 5-6 jam setelah penyuntikan
dan indurasi maksimal terjadi setelah 48 – 72 jam dan selanjutnya berkurang selama beberapa
hari. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap
indurasi yang timbul, bukan pada bagian yang hiperemis atau eritemanya. dilakukan pada
ruangan dengan pencahayaan yang baik dan lengan bawah sedikit difleksikan pada siku.
Alat dan Bahan :

Sarung tangan steril


Spoit 1 cc, dan 3 cc
PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU
Kapas Alkohol
Adrenalin Ampul
Penggaris/mistar

Indikasi Pemeriksaan TST


1. Anak dengan gejala dan tanda sakit TB
2. Kontak erat dengan penderita TB dewasa aktip (BTA +)
3. Anak dengan faktor resiko tinggi terpapar TB (tuna wisma, alkoholik, pengguna
Narkoba suntik).
4. Pasien imunokompromais (infeksi HIV, sindroma nefrotik, keganasan) dan pasien yang
akan mendapat imunosupresan jangka panjang.
5. Bayi yang akan mendapat BCG di atas usia 3 bulan.
.
PROSEDUR

NO LANGKAH Dilakukan
Penyimpanan PPD KLINIK Ya Tidak
1. Berikan tanggal setiap vial PPD ketika dibuka pertama kali,
dan buang vial PPD 30 hari setelah dibuka.
2. Simpan vial PPD dalam lemari pendingin (2-80C) setiap saat,
atau dalam kotak pendingin yang dilengkapi es.
3. Hindarkan vial PPD dari pemaparan cahaya matahari
langsung..
Persiapan Pasien
1. Perkenalkan diri pada pasien/orang tua/pengantar pasien
2. Jelaskan pada orang tua/pengantar pasien mengenai
tujuan/indikasi pelaksanaan tes Tuberkulin
3. Jelaskan prosedur pelaksanaan tes tuberculin
4. Jelaskan bahwa interpretasi akan dilakukan setelah dua hari
(48-72 Jam)
5. Minta persetujuan Pasien/orang tua.
Prosedur Tes Tuberkulin
1. Persiapkan alat dan bahan
2. Pasien dibaringkan terlentang, posisikan lengan bawah
kiri/kanan pasien dalam posisi volar.
3. Lakukan cuci tangan rutin dan gunakan handscoen steril
4. Ambil 0,1 ml (5 Tuberculin Unit) antigen PPD dengan
menggunakan spoit 1 cc.
5. Tentukan daerah injeksi, yaitu daerah yang bebas lesi dan jauh dari
vena, kemudian sucihamakan dengan menggunakan
kapas alcohol. Jika lengan kiri tidak memenuhi syarat, dapat
diganti dengan lengan kanan.
6. Injeksikan antigen PPD secara intrakutan, degan bevel menghadap
ke atas, injeksikan hingga terbentuk gelembung.
7. Cabut jarum perlahan, buang ke tempat sampah tajam.
Prosedur Interpretasi
1. Lakukan interpretasi setelah 48-72 jam
2. Lakukan pengukuran diameter indurasi yang terbentuk
/timbul
3. Hasil interpretasi:
0 – 4 mm : negatif
5 – 9 mm : ragu-ragu
≥ 10 mm : positif
PEMERIKSAAN FISIK

A. Pendahuluan
Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap sistem tubuh yg memberikan informasi obyektif tentang klien dan
memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis. Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan menggunakan indra perawat untuk mengumpulkan data. Perawat
harus memiliki keterampilan yang baik meliputi penilaian-kognitif, psikomotor,
interpersonal, afektif, dan etika/hukum untuk mendapatkan hasil pemeriksaan fisik
yang akurat. Perawat harus mampu melakukan penilaian dengan membandingkan
temuan normal dan abnormal pada pemeriksaan fisik.

Keterampilan yang perlu dikuasai dalam melakukan pemeriksaan fisik salah satunya
adalah komunikasi efektif. Keterampilan komunikasi yang efektif penting untuk
membangun kepercayaan yang dibutuhkan untuk melanjutkan pemeriksaan. Perawat
menerapkan etika dan tanggung jawab profesional pada pasien dengan menghormati
hak, privasi dan kerahasiaan.

B. Tujuan Pemeriksaan Fisik


Tujuan penilaian fisik adalah untuk mengidentifikasi masalah kesehatan aktual,
potensial serta untuk menemukan kekuatan pasien Anda. Data dari penilaian fisik
dapat digunakan untuk memvalidasi riwayat kesehatan. Pemeriksa (perawat) harus
dapat mengenal, dan mensintesa informasi yang telah dikumpulkan, kemudian
menilai hasil pemeriksaan secara komprehensif agar dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat.

C. Metode Pemeriksaan Fisik


1. Inspeksi (Look)
Calon perawat harus melatih dirinya untuk melihat tubuh dengan menggunakan
suatu pendekatan sistematik. Perawat mengetahui tanda-tanda fisik yang normal

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 1


sebelum mengenal tanda-tanda yang abnormal, sehingga akan tampak
perbedaannya. Sangat penting diketahui karakteristik normal dari pasien yang
usianya berbeda misalnya : kulit yang tidak elastis merupakan hal yang normal
bagi usila, namun tidak untuk usia muda.

Gambar 1. Inspeksi

Inspeksi meliputi :
a. Penampilan umum mencakup penampilan yang ditampilkan oleh klien.
b. Keadaan gizi apakah pasien kelihatan kurus dan lemah
c. Kesimetrisan tubuh
d. Warna kulit.
e. Sikap tubuh dan gaya berjalan
f. Cara berbicara.

Prinsip :
a. Pastikan cahaya baik
b. Posisikan dan pajankan bagian tubuh
c. Inspeksi setiap area untuk ukuran, bentuk, warna, kesimetrisan, posisi dan
abnormalitas
d. Bandingkan setiap area inspeksi dengan area berlawanan

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 2


2. Palpasi (Feel)
Palpasi yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan. Selama palpasi perawat
menggunakan rasa sentuhan untuk mengumpulkan data. Palpasi digunakan untuk
menilai setiap sistem. Palpasi memungkinkan untuk menilai karakteristik
permukaan, seperti tekstur, konsistensi, dan temperatur, dan memungkinkan untuk
menilai massa, organ, denyutan, kekakuan otot, dan dada. Hal ini juga
memungkinkan untuk membedakan nyeri pada area tertentu.

Gambar 2
Bagian tangan yang digunakan dalam palpasi
Tipe Palpasi:
Palpasi dapat dilakukan dengan dua cara yakni palpasi ringan dan palpasi dalam.
Palpasi diawali dengan melakukan palpasi ringan.
a. Palpasi ringan dilakukan dengan memberikan tekanan lembut 1/2 inci atau 1
cm menggunakan telapak jari ke daerah tubuh. Palpasi ringan dilakukan untuk
menilai karakteristik permukaan, seperti suhu, tekstur, mobilitas, bentuk,
ukuran, pulsasi, dan edema.

Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6


Palpasi ringan untuk Palpasi ringan untuk Palpasi ringan untuk Palpasi ringan untuk
menilai suhu menilai vibrasi/getar menilai pulsasi menilai permukaan
dorsalis pedis Wajah

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 3


b. Palpasi dalam
Palpasi dalam dilakukan dengan memberikan tekanan yang lebih dalam (2-4
cm) dengan ujung jari atau telapak jari. Palpasi dalam dapat dilakukan dengan
satu tangan atau dua tangan (bimanual). Palpasi dalam digunakan untuk
menilai ukuran organ, mendeteksi massa, dan menilai daerah nyeri tekan.
Peningkatan rasa sakit Klien ketika pemeriksa melepaskan palpasi
mengindikasikan adanya nyeri lepas.

Gambar 7 Gambar 8
Palpasi dalam dengan satu tangan Palpasi dalam dengan dua tangan

3. Perkusi (Ketuk)
Menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi,
ukuran dan densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Pada perkusi
akan dihasilkan getaran dan suara yang menentukan kepadatan jaringan di
bawahnya (jaringan padat, udara atau cairan). Dua faktor yang mempengaruhi
suara pada perkusi adalah ketebalan permukaan dan teknik perkusi. Perawat
perlu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi dan membedakan
suara yang dihasilkan dengan teknik perkusi.
Tipe Perkusi
a. Perkusi langsung
Perkusi langsung adalah pengetukan langsung pada permukaan tubuh
untuk menilai suara perkusi dan mengidentifikasi nyeri tekan pada area
tertentu (misalnya sinus). Perkusi langsung dapat digunakan sebagai
pengganti perkusi tidak langsung pada pemeriksaan dada bayi.

Gambar 9
Perkusi langsung

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 4


b. Perkusi tidak langsung
Perkusi tidak langsung adalah metode dgn menempatkan pleksimeter (jari)
diatas permukaan tubuh dan tangan lainnya melakukan pengetukan.

Gambar 10
Perkusi tidak langsung
Prinsip Kerja :
1) Pajankan bagian tubuh sesuai kebutuhan
2) Jari tengah tangan non dominan diluruskan, tekan bagian ujung jari
dengan kuat pada permukaan yang akan diperkusi.
3) Lenturkan jari tengan dominan dan pertahankan kelenturan pada
pergelangan tangan.
Tabel 1
Bunyi yang dihasilkan oleh Perkusi
Lokasi anatomis
Bunyi dimana pemeriksa
Intensitas Nada Durasi Kualitas
Perkusi mendengarkan
Bunyi
Ruang udara tertutup,
Seperti gelembung udara
Timpani Keras Tinggi Menengah
Drum lambung, pipi
menggembung

Menengah
Resonan Rendah Panjang Bergema Paru normal
sampai keras

Lebih
Amat
Hiperesonan Amat keras panjang dari Ledakan Empisema paru
rendah
resonan
Lembut
Pekak sampai Tinggi Menengah Seperti petir Hati
menengah
Kempes/gembo
s Lembut Tinggi Pendek Datar Otot

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 5


4. Auskultasi
Metode pemeriksaan fisik dengan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh
organ dalam tubuh misalnya bunyi jantung, bising usus, suara paru, denyut
nadi dan tekanan darah dengan menggunakan stetoskop. Auskultasi dapat
dilakukan baik langsung maupun tidak langsung. Auskultasi langsung
dilkukan dengan mendengarkan suara tanpa stetoskop (tetapi hanya beberapa
suara yang dapat didengar dengan cara ini), misalnya sumbatan jalan napas
pasien yang membutuhkan penyedotan/pengisapan. Sedangkan auskultasi
tidak langsung dilakukan dengan menggunakan stetoskop.

Tips melakukan auskultasi


a. Gunakan stetoskop dengan earphone mengarah ke depan untuk menutup
liang telinga.
b. Bekerja pada sisi kanan pasien agar memudahkan pemeriksan untuk
meletakkan stetoskop di dada pasien dan meminimalkan gangguan.
c. Jangan mendengarkan melalui pakaian.
d. Pastikan bahwa lingkungan tenang.
e. Berikan tekanan ringan untuk mendeteksi suara bernada rendah
f. Berikan tekanan kuat untuk mendeteksi suara bernada tinggi.
g. Tutup mata Anda untuk membantu Anda fokus.

D. Melakukan Pemeriksaan Fisik

1. Persiapan Untuk Pemeriksaan


a. Pemeriksaan fisik dimulai setelah anamnese
b. Gerakan yang dilakukan pasien seminimal mungkin
c. Posisi Pemeriksa : sisi kanan tempat tidur
d. Jaga Privacy pasien
e. Siapkan sampiran/ screan
f. Beri Penjelasan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan posisi saat
pemeriksaan.

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 6


2. Alat-Alat Untuk Pemeriksaan Fisik
a. Stetoskop
b. Spigmomanometer
c. Pen light
d. Spatel
e. Kasa
f. Handscoen
g. Kapas lidi
h. Opthalmoskop
i. Palu refleks
j. Garpu tala
k. Spekulum
l. Timbangan
m. Meteran
n. Termometer

Gambar 11
Stetoskop

3. Posisi Pasien Untuk Pemeriksaan


a. Berdiri
Mengkaji: postur tubuh, gaya berjalan, gangguan tulang belakang, kaki, dan
tungkai.
Pada pria : dapat diperiksa area genitalia dan adanya Hernia

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 7


b. Duduk
Mengkaji:
1) Kepala dan leher
2) Pemeriksaan muskuloskeletal untuk leher, dan punggung atas
3) Pemeriksaan thorak/ paru-paru posterior
4) Inspeksi mammae dan aksilla
5) Sendi temporomandibular dan ekstremitas atas
6) Murmur dari regurgitasi aorta
7) Sistim neurologis/ refleks-refleks
c. Telentang
Mengkaji:
1) Payudara
2) Thoraks/ paru posterior
3) Sistim kardiovaskuler/ impuls apikal
4) Abdomen, rektum, genitalia pada perempuan, tungkai / kaki
5) Sistim neurologis

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 8


DAFTAR CHECK LIST PEMERIKSAAN FISIK

Dilaksanakan
No Langkah Keterampilan Klinik
Ya Tidak
Persiapan Pemeriksaan
1 Pemeriksa berdiri di sisi kanan tempat tidur
2 Menyiapkan sampiran dan menjaga privasi klien
3 Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur, tujuan, dan posisi saat
pemeriksaan fisik

4 Fisik
5 Psikologis
Keadaan Umum
6 Mengkaji tingkat kesadaran (komposmentis, apatis, somnolen, delirium, sopor/semikoma,
koma)
7 Mengkaji keadaan sakit (nampak sakit ringan, sedang, atau berat)
8 Mengkaji penampilan umum (mis: lemah, kotor)
9 Amati postur tubuh, ketegapan dan gaya berjalan
10 Mengukur TTV
11 Mengukur BB/TB

12 Inspeksi kulit (warna, jaringan parut, lesi, kondisi vaskularisasi superfisial/CRT)


13 Palpasi kulit untuk mengetahui suhu, tekstur (kasar atau halus), turgor, dan adanya lesi
14 Inspeksi dan palpasi kuku dan catat mengenai warna, bentuk dan setiap
ketidaknormalan/lesi
15 Inspeksi dan palpasi rambut (perhatikan jumlah, distribusi dan teksturnya)
Pemeriksaan Kepala dan Leher
16 Bila klien menggunakan kacamata, anjurkan untuk melepaskannya
17 Inspeksi Kepala:
Kesimetrisan muka, tengkorak, warna dan distribusi rambut serta kulit kepala
18 Palpasi Kepala:
Palpasi kepala untuk mengetahui keadaan rambut dan kulit kepala
19 Inspeksi konjungtiva dan sklera:
a. Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
b. Amati konjungtiva dan sklera
c. Amati konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat adanya anemi pada
konjungtiva dan ikterus pada sklera.
d. Bila diperlukan amati konjungtiva bagian atas dengan cara membuka/membalik kelopak
mata atas dengan pemeriksa berdiri di belakang klien
20 Inspeksi mulut dan faring:
a. Pemeriksa duduk berhadapan dengan klien
b. Amati bibir (warna bibir/pucat/mukosa kering)
c. Minta klien membuka mulut, amati gigi (posisi, jarak, gigi rahang atas dan bawah,
ukuran, warna, lesi atau tumor, akar-akar gigi, dan gusi)
d. Amati kebersihan mulut dan adanya bau mulut
e. Minta klien untuk menjulurkan lidah. Amati kesimetrisan, warna, ulkus.
f. Amati selaput lendir mulut secara sistematis pada semua bagian mulut
(pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus dan perdarahan)
g. Minta klien untuk mengucapkan “ah”. Amati faring dan kesimetrisan ovula.
21 Palpasi mulut dan faring:
a. Pegang pipi di antara ibu jari dan jari telunjuk (jari telunjuk berada di dalam). Palpasi
pipi secara sistematis dan perhatikan terhadap adanya tumor atau pembengkakan.

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 9


Dilaksanakan
No Langkah Keterampilan Klinik
Ya Tidak
Catat ukuran, konsistensi, nyeri dan hubungan dengan daerah sekitarnya)
b. Palpasi palatum menggunakan jari telunjuk. Rasakan adanya pembengkakan dan
fisura
c. Palpasi dasar mulut dengan meminta klien mengucapkan “el”. Palpasi dasar mulut
secara sistematis dengan jari penunjuk tangan kanan. Berikan penekanan dengan ibu
jari pada bawah dagu untuk mempermudah palpasi. Catat adanya nyeri dan
pembengkakan
d. Palpasi lidah dengan meminta klien menjulurkan llidah. Pemeriksa memegang lidah
klien menggunakan kasa steril dengan tangan non dominan. Lakukan palpasi lidah
menggunankan jari telunjuk tangan dominan terutama pada bagian belakang lidah dan
batas-batas lidah.

22 Inspeksi:
a. Bantu klien dengan posisi yang tepat dan nyaman
b. Amati bentuk perut, kontur permukaan dan adanya retraksi, penonjolan,
pembengkakan dan ketidaksimetrisan
c. Amati gerakan perut saat inspirasi dan ekspirasi
d. Amati keadaan kulit (pertumbuhan rambut dan pigmentasi)
23 Auskultasi:
a. Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pada setiap area empat kuadran.
Dengarkan dengan seksama suara peristaltik aktif dengan durasi kurang atau lebih dari
satu menit (normal terdengar setiap 5 sampai 20 detik, dinyatakan dengan: terdengar;
tidak ada/hipoaktif; sangat lambat; dan hiperaktif). Jika suara usus terdengar
jarang/tidak ada, lakukan asukultasi selama 3 sampai 5 menit.
b. Letakkan bell stetoskop di atas aorta, arteri renal dan arteri iliaka. Dengarkan dengan
seksama suara arteri/bruits. (auskultasi aorta: dari arah superior ke umbilikus.
Auskultasi arteri renal: pada garis tengah perut atau ke arah kanan dari garis perut
bagian atas mendekati panggul. Asukultasi arteri iliaka: pada area bawah umbilikus di
sebelah kanan dan kiri garis tengah perut)
c. Letakkan bagian bell stetoskop di atas area preumbilikal (sekeliling umbilikus) untuk
mendengarkan bising vena (jarang terdengar)
d. Dengarkan dengan seksama adanya suara gesekan pada hepar dan lien. (hepar: pada
sisi bawah kanan tulang rusuk. Lien: pada area batas bawah tulang rusuk di garis
aksilaris anterior dengan meminta klien menarik napas dalam)
24 Perkusi:
a. Perkusi dimulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam
b. Amati dan catat reaksi klien (amati adanya nyeri)
c. Lakukan perkusi ada area timpani dan redup. Catat setiap ketidaknormalan

Perkusi hepar
a. Lakukan perkusi mulai dari garis midklavikularis pada atau di bawah umbilikus menuju
ke atas melewati area timpani sampai terdengar suara redup (batas bawah hepar). Beri
tanda dengan pensil
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikularis kanan yang dimulai dari area resonan paru-
paru menuju ke bawah sampai ditemukan suara redup yang menunjukkan batas atas
hepar dan beri tanda
c. Ukur jarak antara kedua tanda (batas atas dan batas bawah). (normal panjang hepar
pada garis midklavikularis adalah 6-12 cm dengan batas bawah terletak pada atau
sedikit di bawah batas tulang rusuk)

Perkusi Lien
Perkusi sepanjang garis misklavikularis kiri ke atas dan ke bawah. Catat dimana suara
redup terdengar (normal terdengar pada area antara sela ICS 6 s.d ICS 10, panjang
sekitar 7 cm pada orang dewasa)

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 10


Dilaksanakan
No Langkah Keterampilan Klinik
Ya Tidak
Shifting dullness
a. Dalam posisi terlentang, perut klien diperkusi mulai dari garis tengah menuju ke tepi,
sambil memperhatikan bunyi yang dihasilkan.
b. Bila terdengar perubahan timpani ke redup, tangan kiri difixir di lokasi tersebut,
kemudian posisi klien dimiringkan dengan posisi tangan kiri tetap seperti semula.
Lakukan perkusi.
c. Bila tempat yang tadinya redup berubah menjadi timpani berarti terdapat asites
25 Palpasi hepar
a. Pemeriksa berdiri di samping kanan klien
b. Letakkan tangan kiri pemeriksa pada dinding posterior pada ICS 11 dan ICS 12
c. Tekan tangan kiri tersebut ke atas sehingga sedikit mengangkat dinding dada
d. Letakkan tangan kanan padabatas bawah tulang rusuk sisi kanan dengan membentuk
sudut 450 dengan otot rektus abdominalis atau paralel terhadap otot rektus abdominalis
dengan jari-jari ke arah tulang rusuk
e. Lakukan penekanan sedalam 4 s.d 5 cm ke arah bawah (saat klien ekshalasi)
f. Rasakan batas hepar saat klien inhalasi (normal: kontur reguler). Jika hepar tidak
teraba, minta klien untuk menarik napas dalam.
g. Bila hepar membesar, lakukan palpasi di bawas bawah tulang rusuk kanan. Catat
pembesaran.

Palpasi Lien (normal tidak teraba)


a. Minta klien untuk tidur miring ke sisi kanan
b. Lakukan palpasi pada batas bawah tulang rusuk kiri dengan menggunakan pola seperti
palpasi hepar

Tanda Murphy
a. Klien posisi terlentang dengan kedua lutut fleksi dan kedua ekstremitas atas terangkat
ke atas
b. Dengan menggunakan ibu jari tangan kiri menekan daerah empedu bergradasi dan
secara perlahan-lahan.
c. Daerah empedu yaitu 2 jari di bawah costa midclavikula kanan. Dengan tetap
menekan, klien disuruh menark nafas dalam ,bila klien menghentikan nafasnya karena
sakit dikatakan tanda murphy positif

Pemeriksaan cairan di peritonium (cara fluktuasi)


a. Klien tidur terlentang, pemeriksa dibantu seorang yang akan menekan bagian tengah
abdomen sepanjang muskulus rektus abdominis.
b. Pemeriksa menekan perut dari kiri hingga cairan mengalir ke kanan melalui celah yang
sempit.
c. Tangan kanan pemeriksa akan merasakan aliran tadi dan sebaliknya

Nilai :Jumlah Ceklist x 100


Jumlah keseluruhan

Fasilitator

( )

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 11


Gambar 1
Garis imajiner abdomen

Gambar 2
Lokasi bruits (auskultasi) abdomen

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 12


Gambar 3
Urutan perkusi abdomen

Gambar 4
Pemeriksaan cairan di peritonium

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 13


Gambar 5
Perkusi hepar

Gambar 6
Batas normal hepar

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 14


WASH OUT
(Disusun Oleh; Titi Iswanti Afelya,M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B)

A. Batasan
Wash out sering juga disebut sebagai huknah, klisma, enema, dan lavement. Yaitu suatu
tindakan memasukkan suatu larutan ke dalam rectum, kolon sigmoid, kolon decenden, kolon
transversum dan kolon aseneden yang dilakukan per-anum. Tindakan ini diberikan untuk
meningkatkan defekasi dengan merangsang peristaltic. Pemberian enema dapat digunakkan
untuk melunakkan feses yang telah menjadi impaksi atau untuk mengosongkan rectum dan
kolon bawah untuk prosedur diagnostic atau pembedahan. Tindakan ini kontraindikasi bagi
klien dengan hemoroid yang mudah berdarah atau keganasan kolon/rectum. Terdapat dua
tindakan wash out atau huknah, yaitu:
1. Huknah Rendah
Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukan cairan hingga
pertengahan kolon transversum (pada pasien persiapan pembedahan dan obstipasi).
2. Huknah Tinggi
Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukan cairan hingga
kolon asenden (pada pasien persiapan pembedahan umum)

Bagian-bagian RS yang melakukan tindakan wash out:


1. Bedah (pre dan post operatif, bed rest lama)
2. Kebidanan (partus normal, pre operatif/SC, post episiotomi)
3. Penyakit dalam (konstipasi, bed rest lama)
4. Endoskopi (kolonoskopi)\jantung (pada pasien kontraindikasi untuk mengejan)
5. Radiologi (persiapan BNO-IVP, colon in loop)
6. Dll

B. Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa memahami dan dapat mendemonstrasikan kembali tindakan wash out
2. Menekankan pentingya tindakan washout bagi klien untuk melunakkan feses dan
merangsang peristaltis usus sehingga feses dapat dikeluarkan

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 15


3. Mampu menerapkan tindakan ini dalam praktek klinis pada kasus konstipasi, sebagai
persiapan tindakan diagnostic atau pembedahan

C. Media dan alat bantu


Penuntun Belajar
Cairan hangat NaCl 0,9%, volume maksimum yang dianjurkan adalah, sbb:
Bayi 150-250 cc
Toddler 250-350 cc
Anak usia sekolah 300-500 cc
Remaja 500-750 cc
Dewasa 750-1000 cc

- Bayi atau anak 10-12 fr


- Dewasa 22-26 fr
Perlak dan kain pengalas
Vaselin atau jelly Sarung
tangan Bengkok

Pispot
Tissue

D. Metode Pembelajaran
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan Penuntun Belajar.

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 16


DAFTAR TILIK
KETERAMPILAN WASH OUT

Dilakukan
No Langkah Klinik Tindakan Wash Out
Ya Tidak
1 Jelaskan tujuan dan prosedur pada klien
2 Cuci tangan
3 Tutup ruangan dengan tirai atau sampiran
4 Bantu posisi klien miring kiri atau posisi sims dengan lutut kanan fleksi
5 Pasang perlak (atau bantalan tahan air) dan pengalas di bawah bokong klien
6 Selimuti tubuh dan ekstremitas bawah klien dengan selimut mandi, biarkan hanya area anal yang terpajan
7 Tempatkan pispot di tempat yang mudah dijangkau (posisikan klien dengan kontrol sfingter kurang pada
pispot)
8 Susun wadah enema, hubungkan selang, klem, dan selang rektal. Tutup klem pengatur
9 Tuangkan NaCl 0,9% yang hangat ke dalam irrigator, klem dibuka sehingga air keluar kemudian klem
ditutup kembali
10 Bilas wadah, lepaskan klem, dan alirkan larutan.
11 Cuci tangan kembali dan gunakan sarung tangan
12 Beri pelumas 3-4 inci pada ujung selang rectal dengan pelumas jeli
13 Dengan perlahan regangkan bokong dan cari letak anus. Instruksikan klien untuk rileks dengan
menghembuskan napas secara perlahan melalui mulut
14 Instruksikan klien untuk rileks dengan menghembuskan napas perlahan melalui mulut
15 Masukkan ujung kanul sepanjang 7,5-10 cm untuk orang dewasa, 5-7,5 cm untuk anak, 2,5-3,5 cm untuk
bayi. Tarik selang segeran bila menemui obstruksi.
16 Pada ketinggian pinggul klien, klem dibuka dan pertahankan sekitar 5-10 menit.
17 Naikkan tinggi wadah enema secara perlahan sampai ketinggian yang tepat di atas pinggul: 30-45 cm untuk
enema tinggi, 7,5 cm untuk enema rendah. Rendahkan wadah atau klem selang jika klien mengeluh
merasakan kram atau cairan keluar dari sekitar selang rectum. Terus pegang selang sampai pengisian
cairan berakhir.
18 Rendahkan wadah atau klem selang bila klien mengeluh keram atau cairan keluar dari anus sekitar selang

19 Klem selang setelah semua larutan dimasukkan

20 Letakkan lapisan tisue toilet di sekitar selang pada anus dan secara perlahan tarik kanul rekti, klien tetap
miring dan diminta menahan selama 10-15 menit, atau pada anak rapatkan gluteus beberapa menit
21 Bantu klien defekasi dengan pispot atau di kamar mandi
22 Observasi karakteristik feses
23 Buka sarung tangan dan cuci tangan
24 Rapikan klien
25 Evaluasi kenyamanan klien
26 Dokumentasi (waktu, jumlah dan karakter feses, keadaan abdomen, nama perawat yang melaksanakan
tindakan)

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 17


Nilai :Jumlah Checklist x 100
26

Fasilitator

( )

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 18


DAFTAR TILIK
KETERAMPILAN WASH OUT DENGAN KEMASAN WADAH SEKALI PAKAI

Dilakukan
No Langkah Klinik Tindakan Wash Out
Ya Tidak
1 Jelaskan tujuan dan prosedur pada klien
2 Cuci tangan
3 Tutup ruangan dengan tirai atau sampiran
4 Bantu posisi klien miring kiri atau posisi sims dengan lutut kanan fleksi (huknah rendah), dan dorsal
rekumben (huknah tinggi).
5 Pasang perlak (atau bantalan tahan air) dan pengalas di bawah bokong klien
6 Selimuti tubuh dan ekstremitas bawah klien dengan selimut mandi, biarkan hanya area anal yang terpajan
7 Tempatkan pispot di tempat yang mudah dijangkau (posisikan klien dengan konstrol sfingter kurang pada
pispot)
8 Cuci tangan kembali dan gunakan sarung tangan
9 Beri pelumas 3-4 inci pada ujung selang/kanul kemasan sekali pakai
10 Dengan perlahan regangkan bokong dan cari letak anus. Instruksikan klien untuk rileks dengan
menghembuskan napas secara perlahan melalui mulut
11 Instruksikan klien untuk rileks dengan menghembuskan napas perlahan melalui mulut
12 Masukkan ujung kanul sepanjang 7,5-10 cm untuk orang dewasa, 5-7,5 cm untuk anak, 2,5-3,5 cm untuk
bayi. Tarik selang segeran bila menemui obstruksi.
13 Masukkan cairan dengan menekan atau melipat ujung wadah/botol kemasan sampai semua larutan masuk
14 Letakkan lapisan tisue toilet di sekitar selang pada anus dan secara perlahan tarik kanul rekti, klien tetap
miring dan diminta menahan selama 10-15 menit, atau pada anak rapatkan gluteus beberapa menit
15 Bantu klien defekasi dengan pispot atau di kamar mandi
16 Observasi karakteristik feses
17 Buka sarung tangan dan cuci tangan
18 Rapikan klien
19 Evaluasi kenyamanan klien
20 Dokumentasi (waktu, jumlah dan karakter feses, keadaan abdomen, nama perawat yang melaksanakan
tindakan)

Nilai :Jumlah Checklist x 100


Fasilitator
20

( )

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 19


PROSEDUR
PEMASANGAN NGT (NASO GASTRIC TUBE)

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. TUJUAN UMUM
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat melakukan
keterampilan dalam melakukan pemasangan dan pemberian makanan melalui pipa
lambung (NGT)
2. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti praktikum berikut diharapkan mahasiswa dapat:
a. Melakukan pengukuran panjang selang NGT
b. Melakukan pemasangan pipa lambung
c. Melakukan pemberian makanan melalui pipa lambung

II. KONSEP TEORI


1. PENGERTIAN
Pemasangan selang nasogastrik (NG) meliputi penempatan selang plastik yang
lentur melalui nasofaring klien ke dalam lambung. Selang mempunyai lumen pipa
yang memungkinkan baik pembuangan sekresi lambung dari dan memasukkan
larutan ke dalam lambung.
2. TUJUAN
1. Mengeluarkan cairan dan udara dari traktus gastrointestinalis
2. Mencegah/memulihkan mual dan muntah
3. Menentukan jumlah tekanan dan aktivitas motorik traktus gastrointestinalis

4. Mengatasi obstruksi mekanis dan perdarahan saluran cerna bagian atas


5. Memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke dalam saluran cerna
6. Mengambil spesimen cairan lambung untuk pemeriksaan laboratorium

3. INDIKASI
1. Pasien tidak sadar (koma)
2. Pasien dengan masalah saluran cerna bagian atas (mis. Stenosis esofagus,
tumor pada mulut, tumor pada faring atau tumor pada esofagus)
3. Pasien dengan kesulitan menelan
4. Pasien paska bedah mulut, faring atau esofagus
5. Pasien yang mengalami hematemesis
6. Pasien IFO (Intoksikasi Fosfat Organik)

4. KONTRA INDIKASI
1. Klien dengan obstruksi pada rongga hidung, nasopharynx
2. Klien dengan radang tenggorokan

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 20


PEMASANGAN NGT (NASO GASTRIC TUBE)

Dilakukan
NO Langkah Klinik Tindakan Pemasangan NGT
Ya Tidak
1 Menyiapkan alat :
1. Sonde lambung steril
2. Mangkok berisi air hangat
3. Spuit 20 cc, 30 cc, 50 cc
4. Pinset anatomi 1 buah dan kain kasa secukupnya
5. Klem arteri
6. Plester, gunting
7. Lumbricant/ jelly
8. Stetoskop
9. Gelas ukuran
10. Serbet/tissue
11. Makanan cair/buah/air kacang hijau yang diperlukan dalam
tempatnya
12. Air matang dalam gelas
13. Obat-obatan yang diperlukan (dihaluskan dulu)
14. Bengkok
15. Korentang dalam tempatnya
16. Sampiran/sketsel
17. Perlak dan alasnya
18. Spatel lidah
19. Spuit 5cc/3cc
20. Handscoen steril
21. pH steril/ kertas lakmus
2 Persiapan perawat :
1. Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan pada pasien.
2. Menyiapkan posisi pasien dalam keadaan berbaring atau posisi semi
fowler.
3 Persiapan lingkungan :
1. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
2. Ciptakan lingkungan yang tenang
4 Mencuci tangan dan memakai handscoen
5 Lubang hidung dibersihkan
6 Letakkan bengkok di dekat pasien
7 Pengalas dipasang di dada pasien
8 Sonde lambung diukur dari hidung ke telinga lalu ke processus
xyphoideus lalu beri tanda(diplester).
9 Licinkan ujung pipa dengan lumbricant/ jelly
10 Jepit pangkal pipa/sonde dengan klem.
11 Masukkan sonde melalui hidung perlahan-lahan sampai pasien
disuruh menelan (kalau sadar)

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 21


12 Mengecek sonde apakah telah masuk ke lambung dengan cara
memasukkan udara menggunakan spuit 5cc/3cc kedalam lambung dan
diauskultasi dengan stetoskop atau dengan mengisap cairan lambung
dengan spuit dan mengukur tingkat keasaman lambung dengan pH strip
13 Pemberian diet sonde:
Memasang spuit 20 cc, 30 cc, atau 50 cc pada pangkal pipa/sonde
kemudian masukkan air matang ± 15 cc (sebelumnya pipa dijepit
dulu dengan klem)
14 Buka klem penjepit perlahan-lahan
15 Tuangkan/masukkan cairan selanjutnya secara terus menerus
sebelum spuit kosong

16 Masukkan obat sebelum makanan habis (bila ada)


17 Bila makanan habis sonde dibilas dengan air matang sampai bersih
kemudian sonde diklem.

18 Tutup pangkal sonde dengan kasa steril


19 Bila sonde dipasang permanen fiksasi dengan plester
20 Klien dirapikan dan diselimuti dengan baik
21 Mencuci tangan
22 Catat pada status pasien tindakan yang telah dilakukan, makanan
dan obat yang masuk
23 Bersihkan alat dan buang kotoran pada tempatnya
a. Lakukan irigasi teratur dengan volume cairan sedikit untuk
mempertahankan kepatenan.
b. Lakukan perawatan mulut lebih sering.
c. Berikan krim atau gliserin pada bibir untuk mempertahankan
kelembaban.
24 Evaluasi tindakan :
1. Sonde terpasang dengan tepat
2. Makanan dan minuman dapat masuk dan tidak terjadi aspirasi
Nilai :Jumlah Checklist x 100
24 Fasilitator

( )

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 22


IRIGASI LAMBUNG (GASTRIC LAVAGE)

Defenisi adalah membersihkan lambung dengan cara memasukkan air/cairan ke dalam lambung
dan mengeluarkan kembali dengan menggunakan selang NGT.

Tujuan Tindakan pemasangan NGT


Mengeluarkan/membersihkan cairan/darah/racun dari traktus
gastrointestinal Mencegah/memulihkan mual dan muntah
Mengatasi obstruksi mekanis dan perdarahan saluran cerna bagian atas
Indikasi :
- Keracunan obat
- Keracunan zat kimia
- Keracunan makanan
- Hematemesis.
Kontra indikasi :
- Pasien yang mengalami cedera pada sistem pencernaan bagian atas, menelan racun
yang bersifat keras atau korosif pada kulit, dan mengalami cedera pada jalan
nafasnya, serta yang mengalami perforasi pada saluran cerna bagian atas.

Format Irigasi lambung


Nama Mahasiswa: Tanggal:
Kegiatan
No 1 2 3
IRIGASI LAMBUNG
Persiapan Alat :
- Sarung tangan sekali pakai
- Selang NGT (sesuai ukuran); No 14-20
(dewasa); No 8-16 (anak-anak); No 5-7 (bayi)
- Perlak dan handuk sbg pengalas
1 - Bengkok
- Spuit 10 - 20 cc
- Stetoskop
- Plester
- Normal salin/air hangat 500 cc- 1 liter
- Jelly

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 23


- Baki instrumen
- Tissu wajah
- Corong
Persiapan Klien :
1. Klien diberitahu tentang tujuan
prosedur yang akan dilakukan.
2 2. Posisi klien semi fowler (saat
pemasangan NGT), posisi kepala lebih
rendah saat bilas lambung
3. Memperhatikan privasi klien.
PROSEDUR KERJA :
3 Cuci tangan
4 Perlak dan alas dipasang disamping pasien
a. Pasang sarung tangan.
b. NGT diukur dari epigastrium sampai
pertengahan dahi, atau dari ujung hidung -- ke
telinga bawah -- ke epigastrium, diberi btanda.
c. Ujung NGT diolesi jelly, bgn ujung
bawah diklem
d. Masukkan NGT perlahan-lahan melalui hidung
sambil disuruh menelan bila pasien sadar
5
e. Periksa apakah NGT sudah masuk kelambung
dengan cara : masukkan ujung NGT kedalam
gelas berisi air, jika tidak ada gelembung
maka NGT sudah masuk dalam lambung.
Masukkan udara dengan spoit 10 cc dan
dengarkan pada daerah lambung dengan
menggunakan stetoskop. Setelah yakin fiksasi
NGT pada hidung.

6 posisi miring tanpa bantal atau kepala lebih rendah


selanjutnya klem dibuka.
7 Corong dipasang diujung bawah NGT, atau spoit

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 24


20 cc, air tuangkan kedalam corong atau tarik dgn
spoit 20 cc, biarkan mengalir masuk kedalam
lambung. Cairang yang masuk tadi dikeluarkan
dan ditampung dalam baskom.
Pembilasan lambung dilakukan berulang kali
sampai air yang keluar dari lambung sudah jernih,
8
atau jika tertelan racun sampai bau racunnya tidak
berbau lagi.
Jika air yang keluar sudah jernih maka selang
9 NGT dilepas dengan mencabut secara perlahan
lahan

10 dengan tissue, jelaskan pada pasien bahwa


prosedur yang dilakukan telah selesai
Membersihkan dan merapikan alat pada tempatnya
11
semula.
12 Cuci tangan
Evaluasi
13 Memvalidasi perasaan klien.
Dokumentasi
Catat hasil dan respon klien pada proses
15 keperawatan.
16 Cantumkan nama perawat yang melakukan
tindakan.

Keterangan :
1 = dilakukan
2 = tidak dilakukan
3 = di lakukan tapi perlu latihan

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 25


REFERENSI

Dillon, P.M. (2007). Nursing health assessment : a critical thinking, case study approach.

Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Potter & Perry (2009). Fundamental of Nursing : Concepts, Process, and Practice.
Mosby-Year Book Inc.

Potter. (2004). Pengkajian Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Jakarta.

Panduan CSL_Blok Gastroenterologi_2018 Page 26


PERAWATAN COLOSTOMY

A. Definisi
Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi
secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

B. Tujuan
1. Menjaga kebersihan pasien
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
4. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya

C. Indikasi
1. Dekompresi usus pada obstruksi
2. Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi
3. Sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal

D. Kontraindikasi
Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi

E. Persiapan
1. Persiapan pasien
a. Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan dan lain – lain
b. Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)
c. Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien (menutup gorden/tirai jendela,
pintu, memasang penyeka tempat tidur (k/p), mempersilahkan keluarga untuk
menunggu di luar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat kolostomi pasien
2. Persiapan alat
a. Sarung tangan steril/ sarung tangan bersih (NB: tetap memperhatikan tehnik
sterilitas)
b. Handuk mandi/ selimut mandi
c. Sabun mandi yang lembut
d. Tissue
e. Kantong kolostomi bersih dengan ukuran sesuai dengan ukuran stoma
f. Bengkok/pial ginjal 2 buah + Pispot
g. Gunting verband
h. Perekat/plester/hypaviks
i. Kasa
j. Pengalas/perlak
k. Vasseline
l. Tempat sampah
F. Prosedur Kerja

No. Prosedur Ya (1) Tidak (0) Ket


1. Memberitahu pasien jika akan memulai tindakan
2. Alat – alat didekatkan pada pasien
3. Pasang selimut mandi atau handuk mandi
4. Dekatkan bengkok kedekat pasien
5. Pasang sarung tangan bersih
6. Lepas kantong stoma
7. Buang kantong kolostomi lama ke dalam plastik
sampah/tempat sampah
8. Bersihkan stoma dengan tissue dengan menggunakan
sabun lembut dan air hangat
9. Lindungi stoma dengan tissue atau kasa agar feses tidak
mengotori kulit yang sudah dibersihkan
10. Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kasa
11. Persiapkan kantong stoma sesuai ukuran
12. Pasang kantong stoma
13. Beri vaselin atau salep sekitar kulit luar stoma
14. Buka sarung tangan
15. Rapikan pasien
16. Bereskan alat
17. Perawat cuci tangan
18. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien

G. Kewaspadaan Perawat
Perhatikan keadan stoma (tanda – tanda infeksi)

H. Standar Penilaian

{Skor/(sigma tindakan)} x 100

Rentang Skor

86 – 100 =A

76 – 85 =B

< 76 = Tidak lulus


IRIGASI KANDUNG KEMIH

A. Pengertian

Irigasi kateter adalah pencucian kateter urine untuk mempertahankan kepatenan kateter
urine menetap dengan larutan steril yang diprogramkan oleh dokter. Karena darah, pus,
atau sedimen dapat terkumpul di dalam selang dan menyebabkan distensi kandung
kemih serta menyebabkan urine tetap berada di tempatnya. Ada dua metode tambahan
untuk irigasi kateter, yaitu :

1. Irigasi kandung kemih secara tertutup. Sistem ini memungkinkan seringnya irigasi
kontinu tanpa gangguan pada sistem kateter steril. Sistem ini paling sering
digunakan pada kalien yang menjalani bedah genitourinaria dan yang kateternya
berisiko mengalami penyumbatan oleh fragmen lendir dan bekuan darah.

2. Dengan membuka sistem drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi kandung


kemih. Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk terjadinya infeksi. Namun,
demikian kateter ini diperlukan saat kateter kateter tersumbat dan kateter tidak ingin
diganti (mis ; setelah pembedahan prostat).

Memprogramkan irigasi kandung kemih untuk klien yang mengalami infeksi kandung
kemih yaitu dengan memberikan larutan yang terdiri dari antiseptik atau antibiotik
untuk membersihkan kandung kemih atau mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi
tersebut menerapkan teknik asepsis steril (Potter & Perry, 2005).

Dengan demikian Irigasi kandung kemih adalah proses pencucian kandung kemih
dengan aliran cairan yang telah di programkan.
1
Page
B. Tujuan

1. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine


2. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya penyumbatan kateter
urine, misalnya oleh darah dan pus
3. Untuk membersihkan kandung kemih
4. Untuk mengobati infeksi local

C. Prinsip

1. Menjaga privacy klien


2. Prosedur steril

D. Alat

1. Larutan iritasi steril,sesuaikan suhu dalam kantung dengan suhu ruangan


2. Kateter Foley (3 saluran)
3. Slang irigasi dengan klem (dengan atau konektor-Y)
4. Sarung tangan sekali pakai
5. Tiang penggantung IV
6. Kapas antiseptik
7. Wadah metrik
8. Konektor-Y
9. Selimut mandi (opsional)

E. Langkah

a) Kaji abdomen bawah untuk tanda distensi kandung kemih


b) Dengan menggunakan teknik aseptik, masukkan ujung slang irigasi steril kedalam
kantung yang berisi larutan irigasi
c) Tutup klem slang dan gantung kantung larutan pada tiang penggantung IV
2
Page
d) Buka klem dan alirkan larutan melalui slang, pertahan kan ujung slang steril; tutup
klem
e) Putar “of” bagian irigasi kateter lumen tripel atau hubungkan konektor-Y steril
kateter lumen ganda, kemudian hubungkan ke slang irigasi
f) Yakinkah kantung drainase dan slang dengan aman dihubungkan ke bagian drainase
konektor-Y tripel ke kateter lumen ganda.
g) Klem slang pada sistem drainase untuk aliran intermetin, buka klem pada slang
irigasi, dan alirkan sejumlah cairan yang diprogrmkan masuk ke kandung kemih
(100 ml adalah normal untuk orang dewasa). Tutup klem slang irigasi, kemudian
buka klem slang drainase.
h) Untuk irigasi kontinu, hitung kecepatan tetesan tetesan dan atur klem pada slang
irigasi secara tepat; yakinkah klem pada slang drainase pada kantung drainas
i) Buang alat yang terkontaminasi, lepaskan sarung tangan, dan cuci tangan.
j) Catat jumlah larutan yang digunakan sebagai iringan, jumlah kembali seperti yang
didrainase, serta konsistensi drainase pada catatan perawat dan lembaran asupan dan
haluaran. Laporkan oklusi kateter, perdarahan tiba-tiba, infeksi, atau peningkatan
nyeri pada dokter.
k) Lengkapi akhir protokol ketrampilan
Adapun langkah – langkah keterampilan ini sebagai berikut ;
a. Mendeteksi apakah kateter atau sistem drainase urine tidak berfungsi, memblok
drainase.
b. Mengurangi transmisi mikroorganisme
c. Mencegah kehilangan larutan irigasi
d. Menghilangkan udara silang
e. Kateter tiga saluran atau konektor-Y memberikan cara untuk larutan irigasi
masuk ke kandung kemih. Sistem harus tetap steril.
f. Meyakinkan bahwa urine dan larutan irigasi akan mengalir dari kandung kemih
g. Cairan mengisi melalui kateter ke dalam kandung kemih, sistem pembilas.
3

Cairan mengalir ke luar setelah irigasi selesai.


Page
h. Meyakinkan kontinuitas, meskipun irigasi sistem kateter. Mencegah akumulasi
larutan di kandung kemih yang dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan
kemungkinan cedera
i. Mengurangi penyebaran mikroorganisme
j. Mendokumentasikan prosedur toleransi klien.

F. RESPON KLIEN YANG MEMBUTUHKAN TINDAKAN SEGERA

1. Respon

a. Klien mengeluh nyeri atau spasme kandung kemih karena irigan terlalu dingin
b. Ada darah atau bekuan darah dalam slang irigasi

2. Tindakan

a. Lambatkan atau hentikan irigasi kandung kemih


b. Memerlukan peningkatan kecepatan aliran (tujuan intervensi ini adalah
mempertahankan patensi kateter; sel darah mempunyai potensi menyumbat
kateter).

4
Page
PERAWATAN NEFROSTOMI

A. Tujuan Umum
Merawat pasien paska Percutaneus Nefro Litothomy/PCNL

B. Tujuan Khusus
1. Membantu kenyamanan pasien pasca operasi
2. Mencegah infeksi
3. Mendeteksi dini adanya, hematuri, pola haluaran urin tidak normal, karakteristik
urin tidak normal, jumlah urin dan konsistensi urin tidak normal pula
C. Pengertian
Perawatan selang/kateter nefros pada pasien paska Percutaneus Nefro
Litothomy/PCNL

D. Indikasi
1. Obstruksi Haluaran Urin
2. Batu Saluran Kemih
3. Hidronefrosis
E. Kontraindikasi
1. Kanker Ginjal
2. Gagal Ginjal Akut/Kronik

Kegiatan
No Jenis Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
1. Persiapan Alat dan Bahan
a. Alat
1) Pinset Anatomis (1)
2) Pinset Sirurgis (2)
3) Gunting Verban/Hecting (1)
4) Gunting Plester ( 1)
5) Kom Besar/ Kecil (1)
6) Perlak (1)
7) Pial Ginjal (1)
5

8) Bak Steril (1)


Page

9) Korentang (1)
Kegiatan
No Jenis Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
2. Persipan Bahan
a. Bahan
1) Kassa Hass Besar dan Kecil
2) Nacl 0,9 %
3) Kalmicetin/ Sufratool
4) Alkohol 70 %
5) Plester Hipavix/ Hansaplas
6) Kapas Lidi
7) Kantong Plastik
8) Sarung Tangan, steril dan bersih
3. Persiapan Pasien
a. Fisik
b. Psikologis
4. Jelaskan prosedur kepada pasien
5. Siapkan peralatan yang diperlukan
6. Ambil kantong plastik dan buat lipatan diatasnya,
letakkan pada tempat yang terjangkau
7. Jaga privasi pasien, seperti tutup bidai dan anggota
badan yang sensitive
8. Pasang perlak pada bagian terbawah dari kateter nefros
yang terpasang
9. Cuci tangan
10. Siapakan cairan fisiologis (Nacl 0,9 %) dalam wadah
Kom besar maupun Kom kecil
11. Siapkan kain Hass besar dan Hass kecil steril yang
akan digunakan
12. Siapkan pinset, gunting verban dan gunting hekting
dalam Bak steril
13. Siapkan point 10 dan 11 dalam Bak steril
14. Gunakan sarung tangan bersih (diposibel) dan lakukan
pelepasan plester
15. Lepaskan plester mulai dari salah satu ujung plester,
tarik perlahan sejajar dengan bentuk plester yang
terpasang
16. Jika plester sulit di lepaskan, basahi plester dengan
kapas lidi yang telah dibubuhi alkohol/larutan fisiologis
17. Angkat kain Hass satu persatu, dengan menggunakan
Pinset Sirurgis.
18. Pinset diambil dalam wadah steril dengan
menggunakan Korentang yang telah disediakan
6

19. Jika kain Hass sulit dilepaskan basahi hass dengan


Page

kapas lidi yang telah dibubuhi larutan fisiologis


20. Observasi keadaan kateter nefros, warna kulit sekitas
kateter nefros, adanya perasaan nyeri sekitar, sekresi
Kegiatan
No Jenis Kegiatan Keterangan
Ya Tidak
21. Lepaskan sarung tangan dan gunakan sarung tangan
steril
22. Gunakan alat dan bahan pada Bak steril
23. Lakukan perawatan nefros dengan Hass fisiologi
24. Hass fisiologis diambil dengan menggunakan pinset
lalu mencelupkan hass ke dalam kom yang berisi cairan
fisiologis, terakhir peras hass
25. Hindari cairan fisiologis menetes dari hass
26. Lakukan pembersihan daerah sekitar kateter nefros
dengan mengusapkan kain hass fisiologis pada daerah
tersebut dengan metode sirkuler yaitu mulai dari arah
ke dalam lalu ke arah luar tubuh
27. Lakukan point 26 sampai daerah dipastikan bersih
28. Lakukan pembersihan kateter nefros dengan
mengusapkan kain hass fisiologis mulai pada daerah
pemasangan kateter sampai ujung penyambungan
kateter nefros – urin bag dengan satu kali usapan
29. Lakukan point 28 sampai daerah dipastikan bersih
30. Gunakan kalmisetin/sufratool pada daerah sekitar
tempat pemasangan kateter nefros
31. Lakukan penutupan dengan baik seperti sebelumnya
32. Pertahankan kesterilan alat dan bahan serta pemberi
perawatan (perawat yang merawat nefros)
33. Plester nefrostomi dengan memperhatikan, estetika,
kenyamanan dan fisiologis
34. Bersihkan alat dan bahan sekitar pasien
35. Lepaskan sarung tangan
36. Cuci tangan
37. Terminasi pada pasien
38. Dokumentasikan terkait
a. Keadaan kateter
b. Ketidaknyamanan
c. Karakteristik urin
d. Jumlah urin
e. Perdarahan
7
Page
PROSEDUR KEGEL’S EXERCISE

Latihan kegel’s exercise yang dilakukan untuk mengatasi keluhan berkemih pada pasien
pasca TURP.

Latihan kegel’s exercise dianjurkan pada pasien yang mengalami masalah urodinamik
khususnya pada pasien pasca operasi prostate. Sesuai literature yang diperoleh ;

Paterson, Pinnock & Marshall VR (1997) menjelaskan dribbling setelah berkemih pada pria
merupakan hal yang sangat memalukan. Khususnya pada pasien yang telah menjalani
operasi TURP. Kegel’s exercise/latihan otot dasar pelvik dini pasca TURP dapat
memperbaiki fungsi tersebut.

Paterson, Pinnock & Marshall VR (1997) dan Chang, et.al. (1998) menjelaskan pemberian
latihan otot dasar pelvik dapat memperbaiki urodinamik pada kasus inkontinen urin
khususnya dalam mengatasi dribbling.
Pengertian
Adalah suatu latihan yang dilakukan dengan cara menguatkan otot dasar pelvic
dengan mengencangkan dan mengendurkan otot tersebut.

Tujuan
a. Untuk merelaksasikan otot
b. Untuk memulihkan keluhan dribbling

Indikasi
a. Pada pasien pasca TURP dengan keluhan dribbling
b. Pada pasien dengan inkontinensi urin
8

Persiapan Alat
Page

Tempat tidur, kursi


Persiapan Pasien
a. Ciptakan lingkungan/ruangan yang aman dan nyaman
b. Pasien diberitaukan tujuan dan latihan kegel’s exercise
c. Mengatur posisi kenyamanan pasien

Persiapan Lingkungan
a. Mencuci tangan
b. Menjelaskan tujuan latihan kegel’s exercise
c. Memposisikan pasien pada posisi yang nyaman dengan memperhitungkan kodisi
pasien saat itu.

Pendekatan yang dilakukan untuk melatih dan mempraktikkan Kegel’s Exercise adalah
sebagai berikut :

1. Metode latihan otot dasar pelvik paling baik dilatih pertama kali pada saat berkemih.
Pada saat pasien mulai berkemih kemudian pasien diminta untuk melakukan kontraksi
pada otot dasar pelvik/sekitar organ pelvik dengan tujuan memperlambat atau
menghentikan laju aliran urin. Namun pada pasien pasca prostatektomi atau reseksi
prostat dianjurkan melakukan latihan saat kandung kemih dalam keadaan kosong. Pada
pria dalam memastikan otot dasar pelvik berkontraksi, dapat dideteksi dengan
memasukkan ujung jari kedalam anus, jari akan tercengkram kuat oleh sfingter anal dan
saat juga itu juga otot – otot pelvik berkontraksi dengan benar. Atau mempersepsikan
pasien dalam melakukan latihan sama dengan persepsi perawat sebagai pemberi latihan.

2. Alternatif pendekatan untuk memisahkan otot dasar pelvik dapat digunakan dengan cara
kontraksi kegel’s/latihan otot dasar pelvik dengan merasakan penggunaan rektum ketika
menakaan dan mengangkat otot rektum yang digunakan untuk mengeluarkan
9

flatus/angin.
Page
3. Membayangkan diri sedang menahan buang gas atau menahan BAB dan memutuskan
secara spontan aliran urin adalah cara yang tepat untuk melakukan latihan ini.

4. Pasien dapat meletakkan tangannya pada abdomen, paha dan bokong untuk meyakinkan
bahwa tidak ada gerakan pada area tersebut ketika melakukan latihan.

5. Untuk mencapai keberhasilan para ahli merekomendasikan dalam melakukan dua


latihan dengan perbedaan waktu yaitu saat menahan dan mengurangi tahanan/ relaksasi.
Keduanya dilakukan secara tetap dengan hitungan waktu yang sama.

6. Pasien secara perlahan melakukan kontraksi dan mengangkat otot dasar pelvik dan
ditahan selama 7 detik, kemudian kendurkan secara perlahan selama 7 detik. Lakukan
pengulangan latihan 10 kali per sesi, dengan frekuensi 3 kali sehari pada minggu 1

7. Pada minggu ke 2 dan ke 3 dalam melakukan kontraksi dan mengangkat otot dasar
pelvik dan ditahan selama 10 detik, kemudian kendurkan secara perlahan selama 10
detik. Lakukan pengulangan latihan 10 kali per sesi, dengan frekuensi 3 kali sehari

8. Pada minggu terakhir dalam melakukan kontraksi dan mengangkat otot dasar pelvik
dan ditahan selama 10 detik, kemudian kendurkan secara perlahan selama 10 detik.
Lakukan pengulangan latihan 15 kali per sesi, dengan frekuensi 3 kali sehari

9. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :


a. pertama kali dilakukan latihan, kegel’s exercise tidak boleh dilakukan pada saat
berkemih lebih dari 2 kali dalam satu bulan, karena pada akhirnya akan
mengakibatkan kelemahan otot.
b. Latihan yang berlebihan akan mengakibatkan otot menjadi lelah dan mengakibatkan
kebocoran semakin buruk.
10

c. Komitment dalam menjalani latihan ini harus tinggi untuk mencapai hasil yang
Page

diinginkan.
d. Dibutuhkan beberapa bulan latihan sebelum terlihat adanya perbaikan secara
signifikant yang dirasakan pasien (Setyawati, 2008).

10. Beberapa latihan yang dapat digunakan untuk melatih kontraksi otot dasar pelvik antara
lain :
a. Saat posisi berdiri
Berdiri dengan kedua kaki, kemudian cobalah untuk melakukan kontraksi pada otot
dasar pelvik seperti saat responden mencoba untuk menahan buang angin. Tahan
kontraksi ini sesuai dengan kemampuan tanpa menahan nafas dan tanpa
mengencangkan otot – otot buttocks
b. Saat posisi duduk
Duduklah dikursi dengan posisi kedua lutut terpisah. Kemudian cobalah untuk
melakukan kontraksi pada otot dasar pelvik seperti saat responden mencoba untuk
menahan buang angin. Tahan kontraksi ini sesuai dengan kemampuan tanpa
menahan nafas dan tanpa mengencangkan otot – otot buttocks
c. Saat posisi berbaring
Posisikan tubuh tidur terlentang dengan kedua lutut di tekuk tanpa saling
berdekatan. Kemudian cobalah untuk melakukan kontraksi pada otot dasar pelvik
seperti saat responden mencoba untuk menahan buang angin. Tahan kontraksi ini
sesuai dengan kemampuan tanpa menahan nafas dan tanpa mengencangkan otot –
otot buttocks
d. Saat berjalan.
Responden dianjurkan mengkontraksikan otot dasar pelvik dengan menarik secara
lembut otot dasar pelvik saat berjalan.
e. Setelah berkemih.
Responden dinjurkan mengkontraksikan otot dasar pelvik seperti saat responden
mencoba untuk menahan buang angin. setelah berkemih. Otot dasar pelvik akan
terasa bergerak, bokong dan otot paha tidak bergerak. Kulit sekitar anus
11

berkontraksi dan seolah – olah anus “masuk” ke dalam.


Page
Gambar . Posisi Baring Saat Melakukan Latihan Kegel’s Exercise

Sumber : Wallace & Frahm (2009)

PENATALAKSANAAN BLADDER TRAINING UNTUK PASIEN PASCA


BEDAH yaitu :
1. Tindakan bladder training dengan mengklem kateter selama periode waktu tertentu
misalnya 2 – 4 jam, lalu klem dilepas. Tindakan ini dilakukan beberapa hari
sebelum kateter urin dilepas. Tindakan ini menyebabkan distensi kandung kemih
dan menstimulasi otot kandung kemih. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa
bladder training pada kateterisasi jangka pendek (sampai dengan empat hari)
bermanfaat untuk mengembalikan pola eliminasi berkemih.(Row 1990b, p.67 dalam
Kozier, et.al., 2001)
2. Tindakan bladder training dalam Smeltzer & Bare (2002) yaitu dilakukan dengan
melepaskan keteter urine terlebih dahulu, kemudian pasien dijadwalkan untuk
berkemih setiap 2 – 3 jam. Pada waktu yang telah ditentukan, pasien diminta untuk
berkemih. Setelah pasien berkemih, kandung kemih pasien dipindai atau scanning
dengan USG kandung kemih portable. Jika terdapat 100 ml atau lebih urine yang
tersisa dalam kandung kemih, maka kateter intermitten dipasang untuk
mengeluarkan urine tersebut. Setelah beberapa hari, setelah beberapa hari, saraf di
kandung kemih akan bekerja dalam pengisian dan pengosongan kandung kemih,
dan kandung kemih dapat kembali normal. Jika kateterisasi dalam jangka lama,
maka bladder training juga perlu waktu yang lebih lama. Pada beberapa kasus,
12

fungsi kandung kemih tidak pernah normal. Jika hal ini terjadi, kateterisasi
Page
intermitten jangka panjang mungkin perlu dilakukan (Phillips, 2000 dalam Smeltzer
& Bare, 2002)

3. Hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan bladder training adalah


memasukkan cairan yang cukup. Asupan cairan yang cukup penting dalam
menentukan suksesnyan bladder training. Asupan intake cairan oral minimal 2000
ml per hari direkomendasiikan untuk memberikan hidrasi yang cukup untuk
membuat kandung kemih meregang secara normal sehingga refleks kontraksi dapat
terjadi (Craven &Hirnle, 2000).

13
Page
PENGKAJIAN SISTEM PERKEMIHAN

Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh perawat untuk
mendapatkan data subjektif dan objektif yang dilakukan secara sistematis.
Proses pengkajian meliputi tiga fase, yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi.
Adapun ketiga fase tersebut adalah sebagai berikut :

A. Wawancara

Tujuan wawancara adalah mendapatkan informasi yang diperlukan dalam


mengidentifikasi dan merencanakan tindakan keperawatan, dan memberi kesempatan
pada perawat untuk mulai mengembangkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Adapun data-data yang dikumpulkan selama fase wawancara terkait pengkajiankep
kerawatan system perkemihan adalah sebagai berikut :

1. Riwayat kesehatan sekarang

Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks dan tampak
di seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang
berhubungan dengan fungsi renal dan urinarius.
1. Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah sakit.
2. Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi;
faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
3. Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan,
perubahan nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan
penglihatan kabur.
4. Pola eliminasi
a. Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
b. Kaji perubahan warna urin.
14

c. Kaji adanya darah dalam urin.


Page
d. Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal urinasi, atau
akhir urinasi.
e. Hesitancy; mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi.
f. Inkontinensia (stress inkontinensia; urge incontinence; overflow incontinence;
inkontinensia fungsional). Adanya inkontinensia fekal menunjukkan tanda
neurologik yang disebabkan oleh gangguan kandungkemih.
g. Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak adekuatnya
pengosongan kandung kemih.
2. Pola nutrisi – metabolik
a. Kaji jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi, alkohol,
minuman berkarbonat. Minuman tersebut sering memperburuk keadaan inflamasi
system perkemihan.
b. Kaji adanya dehidrasi ; dapat berkontribusi terjadinya infeksi saluran kemih,
pembentukkan batu ginjal, dan gagal ginjal.
c. Kaji jenis makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang mengandung
tinggi protein dapat menyebabkan pembentukkan batu saluran kemih. Makanan
pedas memperburuk keadaan inflamasi system perkemihan.
d. Kaji adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi
status cairan.
e. Kaji kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan terapi herbal.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Riwayat infeksi traktur urinarius
1) Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menanggani
infeksi traktus urinarius, berapa lama dirawat.
2) Adanya gejala panas atau menggigil.
3) Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil
pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius
b. Riwayat keadaan berikut ini :
15

1) Hematuria, perubahan warna, atau volume urin.


Page

2) Nokturia dan sejak kapan dimulainya.


3) Penyakit pada usia kanak-kanak (“strep throat”, impetigo, sindrom nefrotik).
4) Batu ginjal (kalkuli renal), ekskresi batu kemih ke dalam urin.
5) Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius (diabetes
mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis, kelainan
neurologi lain, lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi
streptococcus pada kulit dan saluran napas atas, tuberculosis, hepatitis virus,
gangguan kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
c. Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan pervaginan,
sectio caesarea); persalinan dengan forseps; infeksi vagina, keputihan atau iritasi;
penggunaan kontrasepsi.
d. Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual.
e. Pernahkah mengalami pembedahan ; pelvis atau saluran perkemihan.
f. Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi
g. Kaji riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker kandung
kemih. Angka kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih tinggi pada
perokok daripada bukan perokok.
4. Riwayat kesehatan keluarga
a. Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga
(polisistik renal, abnormalitas kongenital saluran kemih, sindrom Alport’s /
nephritis herediter).
b. Kaji adanya masalah eliminasi yang dikaitkan dengan kebiasaan keluarga
5. Riwayat kesehatan social
a. Kaji riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti phenol
dan ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat meningkatkan risiko
kanker kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis, peñata rambut, dan pekerja
industri mengalami risiko tinggi terkena tumor kandung kemih. Seseorang yang
lebih sering duduk cenderung mengalami statis urin sehingga dapat menimbulkan
infeksi dan batu ginjal.
16

b. Seseorang yang mengalami demineralisasi tulang dengan keterbatasan aktivitas


Page

fisik menyebabkan peningkatan kalsium dalam urin.


c. Laki-laki cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis setelah
mengangkat barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak jauh
d. Perlu juga informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko terjadi
batu saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam tanah dan air di
daerah dataran tinggi.
6. Pengobatan
a. Diuretik dapat mengubah kuantitas dan karakter output urin.
b. Phenazopyridine (pyridium) dan nitrofurantoin (macrodantin) dapat mengubah
warna urin.
c. Anticoagulant dapat menyebabkan hematuria.
d. Antidepresant, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan
neurology dan musculoskeletal, dapat mempengaruhi kemampuan kandung
kemih atau sphinter untuk berkontraksi atau relaksasi secara normal.
7. Pola persepsi – kognitif
a. Apakah gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasaan dan kehidupan normal
pasien.
b. Bagaimana perasaan pasien saat menggunakan kateter, kantung urin.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Umum : Status kesehatan secara umum : lemah, letarghi
b. Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
c. Pemeriksaan fisik sistem perkemihan Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan
kelainan yang ditemukan
d. Inspeksi
1) Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran
keringat.
2) Mulut
3) Wajah
4) Abdomen
17

Pasien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau


Page

pembengkakan, kembung, Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi


gangguan ginjal yang menyebabkan anemia. Tampak ekskoriasi, memar,
tekstur kulit kasar atau kering.
Penurunan turgor kulit merupakan indikasidehidrasi. Edema, indikasi retensi
dan penumpukkan cairan. Stomatitis napas bau amonia Moon face
Pembesaran atau tidak simetris, indikasi hernia atau adanya massa.
Nyeri permukaan indikasi disfungsi renal.
Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit mengkilap atau
tegang.
5) Meatus urinary Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis
dengan memakai sarung tangan untuk membuka meatus urinary. Pada
wanita : posisi dorsal litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
Perhatikan meatus urinary
e. Palpasi
1. Ginjal
a. Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi.
Jangan lakukan palpasi bila ragu karena dapat menimbulkan
kerusakan jaringan.
b. Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
c. Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan
lengkung iliaka. Tangan kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang,
indikasi retensi cairan atau ascites. Distensi kandung kemih,
pembesaran ginjal. Kemerahan, ulserasi, bengkak, atau adanya
cairan, indikasi infeksi. Pada laki-laki biasanya terdapat deviasi
meatus urinary seperti defek kongenital. Jika terjadi pembesaran
ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau patologis renal yang
serius. Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal
18

ginjal kronik. Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.


Page
e. Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara
tangan kiri mendorong ke atas.
f. Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan
2. Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi
distensi urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan
umbilicus.
3. Perkusi
a. Ginjal
1) Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
2) Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut
kostovertebral (CVA), lakukan perkusi atau tumbukan di atas
telapak tangan dengan menggunakan kepalan tangan dominan.
3) Ulangi prosedur untuk ginjal kanan Jika kandung kemih penuh
maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif. Tenderness
dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi
glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.
b. Kandung kemih
1) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali
volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung
kemih dapat diperkusi sampai setinggi umbilicus.
2) Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi
untuk mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan
perkusi di atas region suprapubic
3) Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml,
maka akan terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis
pubis
4) Auskultasi
19

Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas


Page

sudut kostovertebral dan kuadran atas abdomen. Jika terdengar


bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri renalis, maka
indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri
ginjal)

20
Page
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.M, & Hawks, J.H. (2009). Medical-Surgical Nursing, Clinical Management for
Positive Outcomes. volume 1, 7th edition. St. Louis: Elsevier Inc.

Chang, L.,P., Tsai, H.,L., Huang, T.,S., Wang, M.,T., Hsieh, L.,M., Tsui, H.,K., (1998). The
early effect of pelvic floor muscle exercise after transurethral
prostatectomy. J.Urology Volume 160, Issue 2, Pages 402-405 ¶
1(http://www.jurology.com/article/S0022-5347(01)62908-2/abstract
diakses pada tanggal 11 April 2009 pkl.14.50 WIB).

Darmojo, B., (2009). Buku ajar Boedhi – Darmojo “ Geriatri, ilmu kesehatan usia lanjut”.
hal 226 – 242 dan hal 495 – 505. Jakarta ; Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

Doenges, E, Marilyn, (2000). Rencana asuhan keperawatan “Pendekatan untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien” Edisi 3.
Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta

Hoeman, P., S., (2002). Rehabilitation nursing ; Process, application & outcomes. (3 th
ed). St.Louis, Missouri : Mosby, Inc.

Lewis, Sharon, M., Heitkemper, Margaret, M., & Direksen, Shannon. (2000). Medical
surgical nursing : Assessment and management of clinical problem.
Fifth ed. CV. Mosby. St.Louis

Potter, P. A., dan Perry, A. G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concept, Process, and
Practice. Edisi 4. (Terj. Yasmin Asih, et al). Jakarta: Penerbit Buku
EGC.

Purnomo. B. Basuki (2003). Dasar – dasar urologi. Edisi ke – 2. Penerbit sangung seto.
Jakarta

Prince & Wilson (2006). Patofisiologi “Konsep klinis proses – proses penyakit” Buku 2.
Edisi 4. Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta

Silbernagl Stefan & Lang Florian, (2007). Teks & Atlas berwarna patofisiologi. Penerbit
buku kedokteran. EGC. Jakarta

Tibek, S., Klarskov, P., Hansen, L.,B., Thomsen, H., Andresen, H., Jensen, S.,C., Olsen,
N.,M., (2007). Pelvic floor muscle training before transuretharal
resection of the prostate: A randomized, controlled, blinded study.
21

Scandinavia journal of urology and nephrology. Vol 41 issue 4


Page

september 2007
(http://www.informaworld.com/smpp/title~content=t71369221 ,
diakses 16 Februari, 2009).

Smeltzer, S.C., &Bare, B.G. (2008). Textbook of Medical-Surgical Nursing. volume 2, 10th
edition. Phillipine: Lippincott Wlliams&Wilkins.

Smelzer & Bare (2006). Buku ajar “ Keperawatan medikal bedah brunner & Suddarth”.
Edisi 8. vol 1. Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta

Tanagho A. Emil & McAninch. W. Jack. (2000). “A lange medical book. Smith’s. General
urology. Fiftennth edition. The McGraw – Hill companies, New York.

22
Page
KATETERISASI

ABDUL MAJID
PROGRAM KEPANITRAAN UMUM (PANUM)
TAHUN 2017
KEGIATAN HARI INI
• Pengertian
• Tujuan Kegiatan
• Prinsip Tindakan
• Hal yang Perlu diperhatikan
• Prosedur Tindakan
PANUM

01

02

03

04
Kateterisasi
• Tindakan Memasukkan Selang Karet (Kateter
Urin) kedalam Kandung Kemih (Kozier, Erb &
Oliveri 2015).
• Memasukkan Kateter melalui Uretra ke dalam
Kandung Kemih dengan tujuan mengeluarkan
Urien (Perry & Potter, 2014).
(Geng, V., et. al, 2012)
(Geng, V., et. al, 2012)
TUJUAN
• Mengosongkan Kandung Kemih
• Menghilangkan Distensi Kandung Kemih
• Memasukkan Cairan ke Kandung Kemih (Irigasi
Kandung Kemih)
• Prosedur Diagnostik
• Manajemen Preoperatif
(Perry & Potter, 2014).
PRINSIP
• Steril
• Fiksasi balon kateter setelah selang kateter
urine berada di dalam kandung kemih
• Kateter urin jangan dipaksakan untuk masuk
atau sebaliknya (keluar) jika ada tahanan
dirasakan
• Privacy (hak pribadi untuk aman dan nyaman)
(Dianne W., 2010)
PERSIAPAN ALAT
• Sarung Tangan Bersih dan Steril
• Set Kateter dan Urine Bag
• Jelly (Pelicin)
• Syringe/ Spoit yang berisi Aquades Steril untuk Mengisi
Balon Kateter
• Kateter Urin dengan Ukuran yang Sesuai
• Kapas/Kassa (bethadine/Antiseptik)
• Kom (jika perlu)
• Bengkok (jika perlu)
• Kain DUK
• Pengalas/Perlak pada bokong
• Penggantung Urine Bag
• Sampiran
• Pot Spesimen (jika perlu)
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
(Perry & Potter, 2014)

KLASIFIKASI UKURAN KATETER

Wanita (dewasa) Kateter No. 14 s.d 16

Laki – Laki (dewasa),


Kateter No. 18 s.d 20
Lansia menyesuaikan
Bayi s.d 1 thn French feeding tube No.5/ French
Anak – anak 1 s.d 2 thn folley No.6
Anak 10 thn/ lebih Muda Kateter No. 8
Anak 10 thn/ lebih Tua Kateter No. 8
Kateter No. 12 s.d 14
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
(Perry & Potter, 2014)

KETERANGAN WANITA LAKI - LAKI

Panjang Uretra
3,7 s.d 7 cm 14 s.d 20 cm
(cm)

Kateter Yang
5 s.d 7,5 cm 15 s.d 22,5 cm
Masuk

Pemberian Jelly 3 s.d 4 cm 5 s.d 7,5 cm


PROSEDUR PELAKSANAAN
• Lakukan persiapan sesuai indikasi
• Atur posis (wanita; posisi dorsal
recumbent, laki – laki posisi supine dengan
kain penutup/selimut pasien

• Letakkan perlak dibawah bokong pasien


• Tutup area pinggang kecuali area perineal dengan kain
penutup (kain duk) atau selimut pasien
• Letakkan bengkok/pot spesiment (diagnostik
prosedure) disekitar area perineal

• Gunakan sarung tangan bersih, lakukan perawatan


perineal jika ada indikasi
• Buka set kateter urin dan alat – alat steril lainnya dan
tempatkan diatas alas steril
PROSEDUR PELAKSANAAN
• Gunakan sarung tangan steril dan buka bungkusan
kateter urin steril.
• Cek apakah balon dapat berkembang sempurna
dengan memasukkan cairan pada spoit kedalam
kateter balon dan tarik kembali ketika kateter akan
dipasang

• Pegang kateter dan berikan jelly di ujung kateter


dengan tetap mempertahankan kondisi steril
• masukkan kateter kedalam uretra secara perlahan
sampai urin mengalir keluar dan tampung dengan
menggunakan bengkok/ pot spesimen

• Jangan melakukan paksaan jika terdapat hambatan


• Untuk laki – laki posisi penis tegak lurus 90 derajat dengan
posisi tubuh saat memasukkan kateter
• Perhatikan panjang masukknya kateter ; 7,5 s.d 9 cm untuk
wanita dan 22,5 cm untuk laki – laki dewasa
PROSEDUR PELAKSANAAN
• Pegang selang kateter 2 cm dari muara meatus
urinarius agar kateter tidak terdorong keluar lagi
• Sambungkan selang kateter dengan urine bag dan
masukkan ujung penghubung urin bag sekitar 5 cm
agar posisi yang diharapkan dapat tercapai

• Melakukan fiksasi yaitu dengan memasukkan cairan


steril kedalam fiksasi kateter dan tetap
memperhatikan posisi kateter sesuai dengan hapan
yang diinginkan
• Tarik kateter dengan perlahan untuk memastikan
balon kateter sudah terfiksasi dengan baik di dalam
kandung kemih
• Lepaskan sarung tangan
• Lakukan fiksasi luar kateter urin dengan
memperhatikan posisi fisiologis pasien
• Gantung urin bag dengan posisi lebih rendah
dari kandung kemih pasien
PROSEDUR PELAKSANAAN

• Rapikan pasien dan alat

• Cuci tangan
• Dokumentasikan hasil
tindakan

• Terminasi tindakan
Kondom Kateter
• Pengertian
– Alat drainase urine eksternal yang mudah
digunakan dan aman untuk mengalirkan urine
pada klien
Kondom Kateter
Tujuan
• Mengumpulkan urine dan mengontrol urine
inkontinen
• Klien dapat melakukan aktifitas fisik tanpa
harus merasa malu karena adanya kebocoran
urine (ngompol)
• Mencegah iritasi pada kulit akibat urine
inkontinen
Persiapan Pasien
• Mengucapkan salam terapeutik
• Memperkenalkan diri
• Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan
tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
• Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
• Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis
serta tidak mengancam.
• Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
• Privacy klien selama komunikasi dihargai.
• Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan
perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan
tindakan
• Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan
dilakukan)
Persiapan Alat
• Selaput kondom kateter
• Strip elastic
• Kantung penampung urine dengan selang
drainase
• Baskom dengan air hangat dan sabun
• Handuk dan waslap
• Selimut mandi
• Sarung tangan
• Gunting
Prosedur Tindakan
–Cuci tangan
–Tutup pintu atau tirai samping tempat tidur
–Jelaskan prosedur pada klien
–Gunakan sarung tangan
–Bantu klien pada posisi terlentang. Letakkan
selimut diatas bagian tubuh bagian atas dan
tutup ekstremitas bawahnya dengan selimut
mandi sehingga hanya genitalia yang terpajan
–Bersihkan genitalia dengan sabun dan air,
keringkan secara menyeluruh
Lanjutan...
– Siapkan drainase kantong urine dengan menggantungkannya
ke rangka tempat tidur.
– Dengan tangan nonn dominan genggam penis klien dengan
kuat sepanjang batangnya.
– Dengan tangan dominan, pegang kantung kondom pada ujung
penis dan dengan perlahan pasangkan pada ujung penis
– Sisakan 2,5 sampai 5 cm ruang antara glands penis dan ujung
kondom
– Lilitkan batang penis dengan perekat elastic.
– Hubungkan selang drainase pada ujung kondom kateter
– Posisikan klien pada posisi yang aman
– Pasien dirapihkan kembali
– Alat dirapihkan kembali
– Mencuci tangan
Lanjutan...
Kondom Kateter Pada Perempuan
Lanjutan...
• Melaksanakan dokumentasi ;
– Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta
respon klien pada lembar catatan klien
– Catat tgl dan jam melakukan tindakan dan nama
perawat yang melakukan dan tanda tangan/paraf
pada lembar catatan klien
RUJUKAN
• Geng, V., Boekhorst, H. C., Farrell, J., Sanchez, G. M., Pearce, I.,
Schwennesen, T., Vahr, S., & Vandewinkel, C., 2012, Evidence – based
guidelines for best practice in urological health care “ Catheterisation
indwelling catheters in adults” urethral and Suprapubic, Europen
association of urology nurse
• Lynn, Pamela., 2011, Taylor’s clinical nursing skills “ a nursing process
approach”, 3rd Ed, China ; Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams &
Wilkins.
• Dianne W., 2010, Male/Female urinary catheterisation policy. Continence
Nurse Specialist ; Birmingham East and North NHS.
• National Institute for Clinical Excellence ., 2003 & 2012., Infection control,
prevention of healthcare associated infection in primary and community
care. Clinical Guideline 139. Long- term urinary catheters.
• Perry G, A., & Potter A, P., 2014, Clinical nursing skills & techniques, 8th Ed,
United States of America ; Elsevier Mosby
• Sandle ,T., 2013, Using antimicrobial skin cleanser before catheterisation.,
Journal of Community Nursing 27 (5) Nov-Dec, 30-34
RUJUKAN
• Kozier, Erb & Oliver, 2015, Fundamental of Nursing 8th
Ed.: Concepts, Process & Practice, USA: Multi Media
Edition.
• Perry G, A., & Potter A, P., 2014, Clinical nursing skills
& techniques, 8th Ed, United States of America ;
Elsevier Mosby
• Smeltzer, S.C., &Bare, B.G. (2008). Textbook of Medical-
Surgical Nursing. volume 2, 10th edition. Phillipine:
Lippincott Wlliams&Wilkins.
• Smelzer & Bare (2006). Buku ajar “ Keperawatan
medikal bedah brunner & Suddarth”. Edisi 8. vol 1.
Penerbit buku kedokteran. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai