Anda di halaman 1dari 10

IDENTITAS FILM

 Judul film : I’am Not Stupid Too (2006)


 Negara : Singapore
 Sutradara : Jack Neo
 Durasi : 124 menit
 Pemeran utama :
1. Nama : Tom Yeo
Usia : 15 tahun
Kelebihan : penulis blogger & IT
2. Nama : Jerry Yeo
Usia : 8 tahun
Kelebihan : bakat bermain drama
3. Nama : Cheng Cai
Usia : 15 tahun
Kelebihan : bela diri
KASUS

Film ini menceritakan tentang kehidupan sosial pemeran utama yang tidak
dihargai oleh keluarga, guru, dan teman-temannya.

a. Tom & Jerry


Tom dan jerry merupakan kakak dan adik. orang tua mereka sibuk
bekerja hingga jarang berkomunikasi kepada anak-anaknya. Ayah mereka
bekerja di perusahaan gadget ternama dan ibu mereka bekerja di redaksi
majalah ternama di Singapura. Keluarga mereka merupakan golongan
menengah keatas sehingga segala kebutuhan dan keinginan anak selalu
terfasilitasi dirumah. Kedua orang tua mereka seringkali menentang
keinginan anak dan menyalahkan setiap perbuatan yang dilakukan
anaknya. Orang tua hanya memberikan perintah dan nasehat tanpa
memperdulikan pendapat anak. Kedua orang tua jarang memberikan
pujian dan tidak mengakui kelebihan terhadap Tom & Jerry. Meskipun
Tom pernah menjuarai kompetisi blogger nasional dan pernah
memperbaiki laptop ayahnya yang rusak tetapi, justru ia mendapatkan
marah orang tuanya karena membuang waktu belajar dan tidak
menghargai pertolongan anaknya. Hingga akhirnya Tom menjadi anak
yang nakal disekolahan, sering melanggar aturan serta terlibat perkelahian
diluar maupun dengan gurunya. Tom terlibat permasalahan besar di
sekolahnya akibat membawa video porno hingga ia diskors dan dihukum
cambuk didepan seluruh siswa. Saat itu Tom hanya memiliki dukungan
dari sahabatnya yaitu Cheng Cai ketika terdapat banyak masalah menimpa.
Akhirnya ia keluar dari rumah dan menjadi berandalan dijalanan
bergabung menjadi geng preman bersama Cheng Cai.
Suatu ketika jerry dijahili dan dibohongi oleh teman-temannya
menyangkut hal orang dewasa dan ketika bertanya pada keluarganya akan
tetapi, tidak ada satupun yang memberikan jawaban secara tepat. Hingga
akhirnya ia berbuat kesalahan dan orangtuannya dipanggil ke sekolah.
Jerry juga pernah ketahuan mencuri uang di sekolahanya karena terdesak
untuk membeli tiket pementasan dramanya yang seharusnya dibeli orang
tua Jerry. Tetapi pada saat itu kedua orang tuanya tidak dapat menonton
pementasan drama Jerry dan tidak peduli pada kegiatan anaknya.
Seringkali kedua orang tuanya berkelahi di depan anak-anaknya karena
saling menyalahkan tidak pernah memperhatikan anak.
b. Cheng Cai
Kondisi ekonomi keluarga Cheng Cai merupakan golongan menengah
kebawah. Ia hanya tinggal bersama Ayahnya karena ibunya telah
meninggal dunia. Ayahnya mantan petinju yang menderita cacat dikaki
akibat pekerjaannya dimasa lalu. Cheng Cai memiliki bakat bela diri sejak
kecil namun, ayahnya melarang keras karena tidak mau anaknya bernasib
buruk seperti dia. Ayahnya mendidik Cheng Cai dengan keras, seringkali
dengan kekerasan fisik (pukulan, tamparan, cambukan) dan makian ketika
cheng cai melakukan kesalahan. Ayahnya tidak pernah mengucapkan
pujian atau kata-kata manis pada Cheng Cai hanya omelan setiap hari yang
diterimanya. Akhirnya Cheng Cai menjadi anak yang nakal suka
membolos, melanggar peraturan sekolah hingga ia di keluarkan dari
sekolahannya karena melakukan kesalahan besar yaitu berkelahi dengan
gurunya dan membawa video porno yang dilakukannya bersama Tom.
Setelah keluar dari sekolah Cheng Cai bergabung menjadi geng preman
bersama dengan Tom dan melakukan aksi pencurian.
ANALISIS KASUS

Kenakalan remaja mengacu kepada suatu rentang perilaku yang luas,


mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial, pelanggaran hingga
tindakan-tindakan kriminal (Santrock, 2004). Pada masa remaja anak cenderung
untuk mencoba hal-hal baru yang diinginkan.

Pada kasus diatas kenakalan yang dilakukan Tom dan Chen Cai berupa
melanggar peraturan, membolos sekolah, berkelahi, dan mencuri. Hal tersebut
disebabkan karena orang tua yang selalu sibuk bekerja dan hanya memberikan
aturan-aturan yang harus ditaati tanpa memberikan feedback, guru yang selalu
menekan untuk mendapatkan nilai bagus. Disisi lain kenakalan Chen Cai
disebabkan ayahnya yang selalu bertindak keras dan selalu menyalahkan anak,
ibunya yang telah meninggal dunia, dan masalah ekonomi. Hal tersebut didukung
oleh pernyataan Hurlock kenakalan remaja bersumber dari moral yang sudah
berbahaya atau beresiko (moral hazard). Menurutnya, kerusakan moral bersumber
dari: (1). Keluarga yang sibuk, keluarga retak, dan keluarga single parent dimana
anak hanya diasuh oleh ibu, (2). menurunnya kewibawaan sekolah dalam
mengawasi anak, (3). Peranan agama tidak mampu manangani masalah moral.
Keluarga yang tidak harmonis ditambah lagi dengan orang tua yang otoritarian
cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah dan pada akhirnya akan
melakukan kenakalan remaja.
Dari kasus yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab
perilaku kenakan remaja yang dialami Tom dan Cheng Cai disebabkan karena
kesalahan pola asuh orang tua dan pola komunikasi.

 Pola asuh

Menurut Santrock (2002) pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang
digunakan oleh orang tua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-
individu yang dewasa secara sosial. Pola asuh orang tua yang diterima setiap anak
berbeda. Perbedaan pola asuh yang diterima oleh remaja akan terdapat pula
perbedaan proses pembentukan kompetensi sosial. Kompetensi sosial remaja
sebenarnya bergantung bagaimana remaja melihat, merasakan dan menilai pola
asuh orang tuanya sendiri. Para psikologi perkembangan (Shaffer&Kip;
Benson&Haith; Weiner; Santrock; Hurlock) menjelaskan bahwa dalam
keluargaterjadi hubungan perkawinan, pengsuhan, dan perilaku anak yang saling
mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian
menemukan bahwa keluarga yang bahagia akan lebih peka, responsive, dan
hangat dibandingkan dengan keluarga yang perkawinanya tidak bahagia (Sriyanto,
2014). Menurut Papalia & Olds (dalam Aini, 2017), ada beberapa karakteristik
orang tua yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan harga diri anak.
Menurut mereka, orang tua yang hangat, responsive dan memiliki harapan-
harrapan yang realistik akan meningkatkan harga diri anak, sedangkan orang tua
yang perfeksionis, suka mengkritik, terlalu mengontrol atau terlalu melindungi,
memanjakan, mengabaikan, serta tidak memberikan balasan-balasan atau aturan-
aturan yang jelas dan konsisten akan menurunkan tingkat harga diri anak
(Rusdijana, 2004 dalam Aini, 2017). Menurut Ulwan (2009) menambahkan jika
remaja diperlakukan oleh kedua orang tuanya dengan perlakuan kejam, dididik
dengan pukulan yang keras dan cemoohan pedas, serta diliputi dengan penghinaan,
ejekan dan pemberian label-label negatif maka yang akan muncul adalah citra diri
negatif pada remaja (dalam Sofa, 2015). Sifat dan perilaku anak sangat
dipengaruhi dengan pola asuh kedua orang tuannya. Terlalu memanjakan atau
memandang sebelah mata keberadaan mereka, bisa berakibat buruk terhadap
kepribadian mereka kelak. Hal tersebut dapat dilihat dari perlakuan orang tua Tom
dan Cheng Cai apabila anak mereka melanggar peraturan, orang tua akan
melakukan tindakan kekerasan seperti dicambuk dan ditampar, memberikan
penghinaan apabila anak melakukan kesalahan, serta tidak pernah memuji
kemampuan anak dan hanya mengkritik.

Menurut Baumrind (dalam Sofa, 2015) terdapat 4 jenis pola asuh yaitu
authoritative (demokratis), authoritarian (otoriter), permissive (permisif), dan
involved (penelantaran). Pola asuh Otoritatif yaitu dimana orang tua lebih flexible
mereka mengendalikan dan menggunakan kontrol, tetapi mereka juga menerima
dan responsif. Pola asuh authoritarian yaitu pola asuh yang mengkombinasikan
tingginya kontrol dan rendahnya acceptance / responsive. Pola asuh Permisif yaitu
pola pengasuhan ini mengandung kontrol yang rendah dan acceptance /
responsive yang tinggi, orang tua membuat beberapa pengendalian pada anak
untuk berperilaku matang, mendorong anak untuk mengekspresikan perasaan dan
dorongan mereka dan jarang menggunakan kontrol pada prilaku mereka. Pola
asuh uninvolved merupakan orang tua yang mengkombinasikan rendahnya
demandingness / control dan acceptance / responsive yang rendah pula.

Pola asuh dalam kasus diatas merupakan pola asuh otoriter, yaitu pola
asuh mengkombinasikan tingginya kontrol dan rendahnya acceptance/responsive.
Dapat dilihat dari orang tua Tom dan Cheng cai yang memberikan banyak
peraturan dan harus ditaati, jarang menjelaskan mengapa anak harus memenuhi
peraturan-peraturan tersebut, menggunakan hukuman fisik kekerasan apabila
melanggar peraturan, tidak dapat menerima pendapat anak, dan rendahnya pujian
yang diberikan orang tua. Sehingga keluarga yang otoriter dapat menjadi pemicu
bagi kenakalan remaja.

 Pola Komunikasi keluarga

Penerapan pola komunikasi keluarga sebagai bentuk interaksi antara orang tua
dengan anak maupun antar anggota keluarga memiliki implikasi terhadap proses
perkembangan emosi anak ataupun anggota keluarga itu sendiri. Terdapat 3 jenis
pola komunikasi keluarga yaitu pola komunikasi autocratic, pola komunikasi
democratic, dan pola komunikasi egaliter. Pola komunikasi autocratic
adalah pola komunikasi yang berpusat pada satu orang dalam mengambil
keputusan, sementara anggota keluarga yang lainnya bertindak sebagai pelaksana
dari keputusan-keputusan yang telah ditetapkan. Pola komunikasi Democratic,
yaitu semua anggota keluarga berhak mengemukakan pendapatnya, serta turut
andil dalam mengambil keputusan, namun keputusan akhir berada pada orang tua.
Pola komunikasi Egaliter, yaitu setiap anggota keluarga berhak atau dianggap
sama tingkatannya sebagai pemberi informasi sekaligus bertindak sebagai
pengambil keputusan dalam menghadapi masalah-masalah keluarga (Achdiat,
1997: 27)

Pola komunikasi yang digunakan pada kedua keluarga diatas kurang tepat
yaitu menggunakan pola komunikasi Autocratic, dimana berpusat pada satu orang
saja dalam pengambilan keputusan, bersifat satu arah dari atas kebawah tanpa
adanya bantahan dari anggota keluarga. Karena pola komunikasi sepihak itulah
anak merasa tidak diberi kebebasan dan terkekang sehingga ia melampiaskan
kekesalannya pada suatu hal seperti kenakalan di lingkungan sekolah maupun
diluar rumah.

SARAN

Adapun saran yang diberikan sebagai psikolog yaitu :

1. Menggunakan pola asuh otoritatif (demokratis)


Orang tua disarankan menggunakan pola asuh otoritatif. Orang tua
otoritatif lebih flexible, ereka mengendalikan dan menggunakan kontrol,
tetapi mereka juga menerima dan responsif. Seimbang dalam kedua
dimensi baik demandingness/control maupun acceptance/responsive.
2. Menggunakan pola komunikasi democratic
Didalam keluarga disarankan menggunakan pola komunikasi democratic,
dimana semua anggota keluarga berhak mengemukakan pendapatnya,
serta turut andil dalam mengambil keputusan, namun keputusan akhir
berada pada pihak otoritas (orang tua). Dengan menggunakan pola
komunikasi ini, anak merasa lebih dihargai, diberi kebebasan, dan diantara
anggota keluarga akan lebih akrab.
3. Melakukan konseling keluarga (family counseling)
Apabila seluruh anggota keluarga merasa tidak dapat menyelesaikan
permasalahan secara bersama maka, dianjurkan untuk melakukan
konseling keluarga pada psikolog. Konseling keluarga adalah proses
interaktif dalam keluarga untuk menemukan kondisi keseimbangan
diantara anggota untuk menyelesaikan masalah. Adapun bentuk konseling
yang dilakukan adalah family counseling dengan melakukan konseling
pada seluruh anggota keluarga. Menurut Willis (Kibtiyah, 2014),
Konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu
anggota keluarga melalui sistem keluarga (pembenahan sistem komunikasi
keluarga) agar potensinya berkembang seoptimal mungkin dan
masalahnya dapat diatasi atas dasar kemauan membantu dari semua
anggota keluarga berdasarkan kecintaan dan kerelaan terhadap keluarga.
Adapun tujuan dari konseling keluarga yaitu membantu anggota keluarga
belajar memahami dinamika keluarga, membantu mengupayakan tumbuh
berkembangnya keseimbangan dalam rumah tangga, mengembangkan rasa
penghargaan diri dari seluruh anggota keluarga, dan membantu anggota
keluarga sadar tentang kondisinya yang bermasalah.
DAFTAR RUJUKAN

Aini, Luthfiah. 2017. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan Remaja di RW V
Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo. Jurnal Keperawatan & Kebidanan STIKES Dian
Husada Mojokerto. (online).
(http://jurnalonline.lppmdianhusada.ac.id/index.php/jkk/article/view/59/38)
diakses 16 April 2019.

Sriyanto, dkk. 2014. Perilaku Asertif dan Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan
Pola Asuh dan Media Massa. Jurnal Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung,
Vol (41), No (1). (Online).
(http://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/15184/11123) diakses 10 April
2019.

Kibtiyah, Maryatul. 2014. Peran Konseling Keluarga dalam Menghadapi Gender dengan
Segala Permasalahanya. Jurnal IAIN Wali Songo Vol (9), No (2). Online
(http://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/view/641/580) diakses 4 Mei
2019.

Santrock, J. W. 2004. Adolescence : Psikologi Perkembangan. Edisi 6.


Penerjemah: Sarah. B. Adelar dan Shinto Saragih. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Sofa, Abdus. 2015. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja Pada
Siswa-Siwi SMAN Kepoh Baru Bojonegoro. Jurnal Psikologi UIN Malang. (Online).
(http://etheses.uin-malang.ac.id/593/12/10410063%20Ringkasan.pdf) diakses 9
April 2019.
“Analisis Kasus Terkait Permasalahan Keluarga Pada Film I’am Not Stupid
Too 2”

Disusun Untuk Memenuhi UAS Mata Kuliah Psikologi Keluarga dan Gerontologi

Yang Diampu oleh Ibu Shanti……..

Oleh :

Nama : Refi Amalia Rosyidah

Nim/offering : 160811601043/ C 2016

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2019

Anda mungkin juga menyukai