Toaz - Info Analisis Film Ix27am Not Stupid Too 2 PR
Toaz - Info Analisis Film Ix27am Not Stupid Too 2 PR
Film ini menceritakan tentang kehidupan sosial pemeran utama yang tidak
dihargai oleh keluarga, guru, dan teman-temannya.
Pada kasus diatas kenakalan yang dilakukan Tom dan Chen Cai berupa
melanggar peraturan, membolos sekolah, berkelahi, dan mencuri. Hal tersebut
disebabkan karena orang tua yang selalu sibuk bekerja dan hanya memberikan
aturan-aturan yang harus ditaati tanpa memberikan feedback, guru yang selalu
menekan untuk mendapatkan nilai bagus. Disisi lain kenakalan Chen Cai
disebabkan ayahnya yang selalu bertindak keras dan selalu menyalahkan anak,
ibunya yang telah meninggal dunia, dan masalah ekonomi. Hal tersebut didukung
oleh pernyataan Hurlock kenakalan remaja bersumber dari moral yang sudah
berbahaya atau beresiko (moral hazard). Menurutnya, kerusakan moral bersumber
dari: (1). Keluarga yang sibuk, keluarga retak, dan keluarga single parent dimana
anak hanya diasuh oleh ibu, (2). menurunnya kewibawaan sekolah dalam
mengawasi anak, (3). Peranan agama tidak mampu manangani masalah moral.
Keluarga yang tidak harmonis ditambah lagi dengan orang tua yang otoritarian
cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah dan pada akhirnya akan
melakukan kenakalan remaja.
Dari kasus yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab
perilaku kenakan remaja yang dialami Tom dan Cheng Cai disebabkan karena
kesalahan pola asuh orang tua dan pola komunikasi.
Pola asuh
Menurut Santrock (2002) pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang
digunakan oleh orang tua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-
individu yang dewasa secara sosial. Pola asuh orang tua yang diterima setiap anak
berbeda. Perbedaan pola asuh yang diterima oleh remaja akan terdapat pula
perbedaan proses pembentukan kompetensi sosial. Kompetensi sosial remaja
sebenarnya bergantung bagaimana remaja melihat, merasakan dan menilai pola
asuh orang tuanya sendiri. Para psikologi perkembangan (Shaffer&Kip;
Benson&Haith; Weiner; Santrock; Hurlock) menjelaskan bahwa dalam
keluargaterjadi hubungan perkawinan, pengsuhan, dan perilaku anak yang saling
mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian
menemukan bahwa keluarga yang bahagia akan lebih peka, responsive, dan
hangat dibandingkan dengan keluarga yang perkawinanya tidak bahagia (Sriyanto,
2014). Menurut Papalia & Olds (dalam Aini, 2017), ada beberapa karakteristik
orang tua yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan harga diri anak.
Menurut mereka, orang tua yang hangat, responsive dan memiliki harapan-
harrapan yang realistik akan meningkatkan harga diri anak, sedangkan orang tua
yang perfeksionis, suka mengkritik, terlalu mengontrol atau terlalu melindungi,
memanjakan, mengabaikan, serta tidak memberikan balasan-balasan atau aturan-
aturan yang jelas dan konsisten akan menurunkan tingkat harga diri anak
(Rusdijana, 2004 dalam Aini, 2017). Menurut Ulwan (2009) menambahkan jika
remaja diperlakukan oleh kedua orang tuanya dengan perlakuan kejam, dididik
dengan pukulan yang keras dan cemoohan pedas, serta diliputi dengan penghinaan,
ejekan dan pemberian label-label negatif maka yang akan muncul adalah citra diri
negatif pada remaja (dalam Sofa, 2015). Sifat dan perilaku anak sangat
dipengaruhi dengan pola asuh kedua orang tuannya. Terlalu memanjakan atau
memandang sebelah mata keberadaan mereka, bisa berakibat buruk terhadap
kepribadian mereka kelak. Hal tersebut dapat dilihat dari perlakuan orang tua Tom
dan Cheng Cai apabila anak mereka melanggar peraturan, orang tua akan
melakukan tindakan kekerasan seperti dicambuk dan ditampar, memberikan
penghinaan apabila anak melakukan kesalahan, serta tidak pernah memuji
kemampuan anak dan hanya mengkritik.
Menurut Baumrind (dalam Sofa, 2015) terdapat 4 jenis pola asuh yaitu
authoritative (demokratis), authoritarian (otoriter), permissive (permisif), dan
involved (penelantaran). Pola asuh Otoritatif yaitu dimana orang tua lebih flexible
mereka mengendalikan dan menggunakan kontrol, tetapi mereka juga menerima
dan responsif. Pola asuh authoritarian yaitu pola asuh yang mengkombinasikan
tingginya kontrol dan rendahnya acceptance / responsive. Pola asuh Permisif yaitu
pola pengasuhan ini mengandung kontrol yang rendah dan acceptance /
responsive yang tinggi, orang tua membuat beberapa pengendalian pada anak
untuk berperilaku matang, mendorong anak untuk mengekspresikan perasaan dan
dorongan mereka dan jarang menggunakan kontrol pada prilaku mereka. Pola
asuh uninvolved merupakan orang tua yang mengkombinasikan rendahnya
demandingness / control dan acceptance / responsive yang rendah pula.
Pola asuh dalam kasus diatas merupakan pola asuh otoriter, yaitu pola
asuh mengkombinasikan tingginya kontrol dan rendahnya acceptance/responsive.
Dapat dilihat dari orang tua Tom dan Cheng cai yang memberikan banyak
peraturan dan harus ditaati, jarang menjelaskan mengapa anak harus memenuhi
peraturan-peraturan tersebut, menggunakan hukuman fisik kekerasan apabila
melanggar peraturan, tidak dapat menerima pendapat anak, dan rendahnya pujian
yang diberikan orang tua. Sehingga keluarga yang otoriter dapat menjadi pemicu
bagi kenakalan remaja.
Penerapan pola komunikasi keluarga sebagai bentuk interaksi antara orang tua
dengan anak maupun antar anggota keluarga memiliki implikasi terhadap proses
perkembangan emosi anak ataupun anggota keluarga itu sendiri. Terdapat 3 jenis
pola komunikasi keluarga yaitu pola komunikasi autocratic, pola komunikasi
democratic, dan pola komunikasi egaliter. Pola komunikasi autocratic
adalah pola komunikasi yang berpusat pada satu orang dalam mengambil
keputusan, sementara anggota keluarga yang lainnya bertindak sebagai pelaksana
dari keputusan-keputusan yang telah ditetapkan. Pola komunikasi Democratic,
yaitu semua anggota keluarga berhak mengemukakan pendapatnya, serta turut
andil dalam mengambil keputusan, namun keputusan akhir berada pada orang tua.
Pola komunikasi Egaliter, yaitu setiap anggota keluarga berhak atau dianggap
sama tingkatannya sebagai pemberi informasi sekaligus bertindak sebagai
pengambil keputusan dalam menghadapi masalah-masalah keluarga (Achdiat,
1997: 27)
Pola komunikasi yang digunakan pada kedua keluarga diatas kurang tepat
yaitu menggunakan pola komunikasi Autocratic, dimana berpusat pada satu orang
saja dalam pengambilan keputusan, bersifat satu arah dari atas kebawah tanpa
adanya bantahan dari anggota keluarga. Karena pola komunikasi sepihak itulah
anak merasa tidak diberi kebebasan dan terkekang sehingga ia melampiaskan
kekesalannya pada suatu hal seperti kenakalan di lingkungan sekolah maupun
diluar rumah.
SARAN
Aini, Luthfiah. 2017. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan Remaja di RW V
Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo. Jurnal Keperawatan & Kebidanan STIKES Dian
Husada Mojokerto. (online).
(http://jurnalonline.lppmdianhusada.ac.id/index.php/jkk/article/view/59/38)
diakses 16 April 2019.
Sriyanto, dkk. 2014. Perilaku Asertif dan Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan
Pola Asuh dan Media Massa. Jurnal Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung,
Vol (41), No (1). (Online).
(http://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/15184/11123) diakses 10 April
2019.
Kibtiyah, Maryatul. 2014. Peran Konseling Keluarga dalam Menghadapi Gender dengan
Segala Permasalahanya. Jurnal IAIN Wali Songo Vol (9), No (2). Online
(http://journal.walisongo.ac.id/index.php/sawwa/article/view/641/580) diakses 4 Mei
2019.
Sofa, Abdus. 2015. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja Pada
Siswa-Siwi SMAN Kepoh Baru Bojonegoro. Jurnal Psikologi UIN Malang. (Online).
(http://etheses.uin-malang.ac.id/593/12/10410063%20Ringkasan.pdf) diakses 9
April 2019.
“Analisis Kasus Terkait Permasalahan Keluarga Pada Film I’am Not Stupid
Too 2”
Disusun Untuk Memenuhi UAS Mata Kuliah Psikologi Keluarga dan Gerontologi
Oleh :
2019