NURUL AZIZAH
(P1337420618054)
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : P1337420618054
Tanda Tangan :
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Proposal skripsi yang ditulis oleh Nurul Azizah NIM P1337420618054 dengan judul
Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik Terhadap Restless Leg Syndrome Pasien
Cronic Kidney Disease dengan Hemodialisis di RSI Sultan Agung Semarang ini
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.
Pembimbing I Pembimbing II
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik Terhadap Restless Leg Syndrome
Pasien Cronic Kidney Disease dengan Hemodialisis
Oleh :
Nurul Azizah
P1337420618054
Telah dipertahankan dan disetujui dihadapan Dewan Penguji Skripsi Skripsi Program
Sarjana Terapan Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang.
Pada Hari................Tanggal............
Dewan Penguji
NIP. 197308171998032003
Putrono, S.Kep., Ns., M.Kes. Pembimbing II
NIP. 196108031989031005
Mengetahui,
Suharto.S.Pd.,MN
NIP. 196605101986031001
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau sering disebut juga dengan
Gagal Ginjal Kronis merupakan hasil kerusakan fungsi dan struktur ginjal
yang terjadi secara progresif hingga menjadi gagal ginjal stadium akhir
(Sovatzidis et al. 2020). Hal tersebut membutuhkan terapi yang
menggantikan fungsi penyaringan darah normal dari ginjal yaitu berupa
dialysis dan transplantasi ginjal (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan
2017). Hemodialisis yaitu pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui
dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi. Hemodialisis sangat
membantu pasien Chronic Kidney Disease (CKD) tetapi dapat
menyembabkan komplikasi, salah satunya yang sering ditemukan pada
pasien hemodialisis adalah restless leg syndrom (Widianti, Hermayanti, and
Kurniawan 2017). Restless Leg Syndrome (RLS) merupakan gangguan
sensorimotor berupa keinginan untuk menggerakkan bagian ekstremitas
bawah yang dikategorikan kedalam gangguan pergerakan neurologi yang
menyebabkan ketidaknyamanan berupa rasa nyeri, gatal, panas, kesemutan
dan rasa terbakar (Salib et al. 2020). Latihan Peregangan Intradialitik atau
sering disebut Intradialytic Stretching Exercise merupakan salah satu terapi
aktivitas fisik yang dilakukan sebagai pedoman untuk meningkatkan
kesehatan tubuh pada pasien hemodialisis yang mengalami RLS (Pu et al.
2019). Terapi latihan peregangan dipercaya dapat meningkatkan kesehatan
fisik serta meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis dengan cara
menurunkan aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan saraf parasimpatis
yang menyebabkan vasodilatasi diameter arteri (Zainuddin et al. 2021).
Berdasarkan data di Catatan Medis RSI Sultan Agung semarang, data
penderita CKD pada tahun 2015 dan 2016 adalah 172 dan 196 penderita
dengan hemodialis. Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah
1
dilakukan oleh peneliti terdapat terdapat 60 pasien mengalami kram otot
selama menjalani hemodialisis. Peneliti menggunakan pre test dan post test
untuk dapat melihat perbedaan pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan. Peneliti melakukan
intervensi melalui media audio visual sesuai jadwal responden dalam
melakukan hemodialisis yaitu responden dengan jadwal terapi selama 2 kali
dalam 1 minggu (Ahcmad, Agus, and Diana 2019). RLS merupakan salah
satu keluhan yang sering dipermasalahkan oleh pasien yang menjalani
hemodialisis (Salib et al. 2020). Menurut Jaber et al (2011) jumlah pasien
hemodialisis yang mengalami Restless Legs Syndrome (RLS) sebanyak
40% dari 235 responden. Sedangkan beberapa penelitian sebelumnya
melaporkan prevalensi RLS pada pasien hemodialisis bervariasi antara 10%
- 60% (Rahayu, Malini, and Oktarina 2019). Kondisi Restless Legs
Syndrome (RLS) dapat dirasakan saat sedang istirahat baik pada siang hari
saat aktivitas maupun pada malam hari saat istirahat, sehingga hampir
sebanyak 75% penderita Restless Legs Syndrome (RLS) mengeluh
mengalami kesulitan untuk mendapatkan tidur yang berkualitas (Hammad et
al. 2019).
Perawatan Chronic Kidney Disease (CKD) ini menempati peringkat
kedua pembiayaan terbesar BPJS Kesehatan. Tentu saja apabila tidak
ditangani dengan benar maka dapat berdampak terhadap keuangan negara
(Rahayu, Malini, and Oktarina 2019). Semakin meningkatnya keparahan
RLS dapat mempunyai dampak yang besar juga terhadap terjadinya
peningkatan gangguan tidur pasien Chronic Kidney Disease (CKD). Rasa
tidak nyaman pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan RLS
dapat dilihat dari gerakan periodik pada tungkai atau dimana sebagian besar
gerakan ini dapat terjadi pada saat tidur sehingga mengakibatkan penderita
RLS tidak dapat tidur dan bisa juga mempunyai rasa kantuk yang berlebihan
atau sering disebut dengan Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS) (Salib
et al. 2020). Selain itu, dapat terjadi peningkatan insiden penyakit
kardiovaskuler seiring dengan meningkatnya keparahan RLS dimana gejala
RLS lebih tinggi 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien Chronic Kidney
2
Disease (CKD) tanpa RLS (Armiyati 2015). Selain itu juga dapat terjadinya
penurunan kualitas hidup pada pasien dan peningkatan resiko kematian pada
pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan dialysis (Salib et al. 2020).
Salah satu penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan tindakan
nonfarmakologi yang dianjurkan untuk mengurangi RLS pada pasien
hemodialisis yaitu dengan melakukan program aktivitas fisik, yaitu dengan
latihan peregangan intradialitik (C. H. Lin et al. 2021). Gerakan dalam
Latihan Peregangan Intradialitik yaitu terdiri dari 6 gerakan yang berfokus
pada tungkai ke bawah dan dengan menggunakan media audio visual yang
dapat ditirukan pasien secara mandiri dan benar, sehingga tindakan tersebut
dinilai lebih aman (Algendy and Bahgat 2019). Peregangan yang dilakukan
dengan bersamaan proses dialisis dapat meningkatkan sirkulasi pada daerah
otot dan memperbesar permukaan kapiler sehingga dapat meningkatkan
proses pemindahan toksik dan urea ke vaskuler dan menurunkan RLS
(Zainuddin et al. 2021).
Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan tersebut, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ”Pengaruh Latihan
Peregangann Intradialitik terhadap Restless Legg Syndrome pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Hemodialisis” di Rumah Sakit
Sultan Agung Semarang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah ini
adalah Apakah ada Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik terhadap skala
RLS pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani
Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menguji Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik terhadap RLS
pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani Hemodialisis
di Rumah Sakit Sultan Agung Semarang.
3
2. Tujuan Kusus
a) Menjelaskan karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin,
tingkat Pendidikan, dan lama menjalani RLS dengan perlakuan
latihan peregangan intradialitik.
b) Mendiskripsikan skala RLS sebelum diberikan Latihan Peregangan
Intradialitik.
c) Mendiskripsikan skala RLS sesudah diberikan Latihan Peregangan
Intradialitik.
d) Menganalisis pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik.terhadap
skala kelompok intervensi) yang menjalani Hemodialisis.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
a) Bagi pasien dan keluarga
Dengan hasil penelitian ini diharapkan pasien dan keluarga dapat
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dalam
penanganan RLS melalui tindakan latihan peregangan intradialitik.
b) Bagi Perawat
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan
perawat mengenai pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang
menjalani hemodialisis dalam penanganan RLS melalui tindakan
latihan peregangan intradialitik.
c) Bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
manajemen untuk mengambil kebijakan tentang pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dalam
penanganan RLS melalui tindakan latihan peregangan intradialitik.
d) Bagi Penulis
Dapat menjadi sarana yang bermanfaat dalam
mengimplementasikan pengetahuan penulis tentang pasien Chronic
4
Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dalam
penanganan RLS melalui tindakan latihan peregangan intradialitik.
2. Manfaat Keilmuan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk
pengembangan ilmu mengenai pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
yang menjalani hemodialisis dalam penanganan RLS melalui tindakan
latihan peregangan intradialitik.
3. Manfaat Metodologis
Hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi bagi peneliti
selanjutnya yaitu pengembangan teori mengenai pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dalam penanganan RLS
melalui tindakan Latihan peregangan intradialitik.
5
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
6
Erika, Andi Trerching Exercise group dengan pre-post test design. Intradialytic Latihan peregangan mengalami
Wardihan On The Scale Of Penelitian ini menggunakan sempel Stretching exercise penurunan skala RLS lebih signifikan
Sinrang (2018) Restless Leg 20 responden dengan lama perlakuan Variabel dependent; daripada kelompok control dengan
Syndrome selama 4 minggu, instrument yang Restless Legs p=0.001 (p<0,05).
digunakan yaitu skala IRLS Syndrome, (RLS)
(international restless leg syndrome).
Analisis data menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov yang dianalisis
Kembali menggunakan uji statistic
Wilcoxon dan Friedman
4. Ayu Rozalia Mengurangi Kram Evidence based practise yang Variabel Didapatkan hasil bahwa rata-rata sebelum
Widyaningrum, Otot dengan dilakukan oleh beberapa peneliti independent; intervensi 11,2 (Berat) menjadi 4,2
Nina Intradialytic tentang Intradialytic Stretching Intradialytic (sedang) setelah intervensi. Intradialytic
Indriyawati, Stretching Exercise untuk mengurangi kram otot Stretching Exercise Stretching Exercise dapat diterapkan
MNS , Nugroho Exercise pada pasien yang menjalani Variabel dependent; untuk mengurangi kram otot.
Lazuard, S. hemodialisis. Kram otot
Kep., Ns., M. Sampel yang digunakan 4 pasien
Kep (2019) yang menjalani hemodialisis dengan
keluhan kram otot. Langkah yang
dilakukan pertama yaitu melakukan
pengkajian menggunakan Lembar
Kuesioner yang digunakan yaitu
Cramp Questionare chart and visual
analogue scale
5. Harmilah, Ana Latihan Quasi Experimental dengan desain Variabel Berdasarkan dari hasil penelitian analisis
Ratnawati, intradialitik ”Prettest and Posttest design with independent; uji beda pada kelompok pasien yang
Induniasih, mempertahankan control group”. Tehnik pengumpulan Latihan Intradialitik diberikan latihan intradialitik didapatkan
Furaida tanda-tanda vital data yang dilakukan adalah melalui Variabel dependent; secara signifikan adanya perbedaan rerata
7
Khasanah (2017) dan meningkatkan pengukuran tekanan darah, nadi, tanda-tanda vital penurunan tekanan darah, nadi, respirasi
kualitas hidup respirasi dan menggunakan kuesioner dan rerata peningkatan skor kualitas hidup
pasien instrumen Kidney Disease Quality of pasien hemodialisis yang diberikan latihan
hemodialisis Life–Short Form (KDQoL-SF 1.3). intradialitik dengan p value = 0,000 (p <
Analisis data yang digunakan bivariat 0,005). Kesimpulan bahwa Latihan
dan univariat dengan uji t. Populasi intradialitik dapat menurunkan tekanan
adalah pasien yang menjalani darah, nadi, respirasi dan meningkatkan
hemodialisis. Teknik sampling kualitas hidup pasien yang menjalani
random sampling untuk menentukan hemodialisis
kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Sampel berjumlah 60 yang
terdiri dari 30 sampel kelompok
perlakuan, dan 30 sampel kelompok
control
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
Glomerulus 2021).(Armiyati 2015). Anemia karena adanya defisiensi sekresi
eritropoetin di ginjal dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan dapat
terjadi anemia (Mulyani, Ladesvita, and Glomerulus 2021). Penyakit
Kardiovaskuler karena ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik maka dapat
berdampak secara sistematik seperti hipertensi, kelainan lipid, intoleransi
glukosa, dan kelainan hemodinamik. Semakin tinggi derajad keparahan Chronic
Kidney Disease maka akan signifikan terjadinya gangguan pada kardiovaskuler
(Armiyati 2015). Dan RLS karena kenaikan kadar ureum dalam darah karena
adanya kerusakan ginjal dan penurunan hormon eritropoetin dapat meningkatkan
produksi glutamate di thalamus yang merangsang tereksitasinya impuls di
thalamus sehingga dapat menimbulkan terjadinya gangguan sensori pada keluhan
RLS (Hammad et al. 2019).
B. Hemodialisis
Hemodialisis yaitu suatu proses yang dijalani oleh penderita Chronic Kidney
Disease (CKD) untuk membersihkan darah dari akumulasi sampah. Hemodialisis
merupakan salah satu metode yang harus dijalani oleh penderita Chronic Kidney
Disease (CKD) untuk mencegah kematian. Hemodialisis tidak dapat
menyembuhkan ataupun memulihkan penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)
karena hanya untuk mempertahankan tubuh agar mampu mengeluarkan cairan
dan limbah dari dalam tubuh seperti ureum dan kreatinin yang sudah tidak dapat
dilakukan oleh ginjal. Hemodialisis biasanya dilakukan terus menerus untuk
mempertahankan kondisi yang optimal (Alisa 2019).
Untuk mencegah kerusakan permanen pada penderita Chronic Kidney
Disease (CKD) maka hemodialisis dapat dilakukan saat toksik dan zat sisa
metabolisme harus segera dikeluarkan. Penderita Chronic Kidney Disease (CKD)
harus menjalani terapi dialisis biasanya selama 3 sampai 4 jam setiap kali terapi
hingga sebanyak 3 kali dalam satu minggu selama hidupnya atau sampai
penderita Chronic Kidney Disease (CKD) memperoleh ginjal baru melalui
operasi pencangkokan ginjal (lisa 2019).
Hemodialisis dapat dilakukan pada penderita Chronic Kidney Disease (CKD)
dengan keadaan akut yang dalam jangka pendek membutuhkan terapi hingga
10
beberapa minggu atau pada pasien ESRD yaitu gagal ginjal stadium terminal
yang dalam jangka panjang membutuhkan terapi secara permanen (Salib et al.
2020). Tanda dan gejala Chronic Kidney Disease (CKD) yang membutuhkan
dialisis yaitu terdapat uremia di seluruh sistem dijumpai dengan anoreksia berat,
kenaikan letargi dan mual muntah. Kemudian dapat terjadi kenaikan kadar
kalium serum, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan terapi diuretik dan
penurunan status kesehatan umum. Selain itu, tanda dan gejala yang paling
mendesak untuk dilakukanya terapi dialisis adalah terdengarnya suara pergesekan
perikardium (pericardial friction rub) pada saat dilakukan auskultasi (Badariah,
Kusuma, and Dewi 2017)
Tujuan umum hemodialisis yaitu mempertahankan kehidupan dan
meningkatkan kesejahteraan hidup penderita Chronic Kidney Disease (CKD).
Terapi hemodialisis ini bertujuan untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak
dengan menggantikan fungsi ekskresi ginjal yaitu untuk mengeluarkan zat sisa
metabolisme seperti ureum, kreatinin, amoniak, asam urat, dan garam anorganik
dari dalam tubuh serta mengeluarkan cairan tubuh. Saat terjadi proses dialisis
maka cairan dapat berdifusi melalui membran semipermiabel yang sesuai dengan
gradien konsentrasi elektrokimia untuk mencapai suasana keseimbangan cairan
intrasel dan ekstrasel (Alisa 2019).
Komplikasi yang sering dijumpai saat proses dialisis yaitu sensasi tidak
nyaman yang menjengkelkan dan dapat menciptakan dorongan untuk menggaruk
yang melibatkan setiap anggota tubuh (pruritus), hipotensi, emboli udara, nyeri
dada, gangguan keseimbangan dialisis, mual mutah, kram otot, dan anemia.
Dialisis awal yang terlalu cepat dapat menimbulkan ketidakseimbangan
(disequilibrium) dialisis. Apabila hal tersebut terjadi maka dapat merubah
tekanan osmotik pada otak saat kadar ureum plasma berkurang, dampaknya bisa
menyebabkan mual muntah, nyeri kepala, hingga sampai koma (Widianti,
Hermayanti, and Kurniawan 2017). Terapi hemodialisis yang dijalani pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) juga berdampak terhadap terjadinya anemia.
Anemia timbul saat darah keluar menuju dialiser dan berakibat menurunannya
hemoglobin. Penyebab kehilangan darah pada mesin dialiser yaitu seperti episode
clotting selama dialisis dan adanya darah yang tertinggal di dialiser. Clotting
11
merupakan salah satu komplikasi yang disebabkan karena pembekuan darah
karena adanya kontak antara darah dengan tubing, membran dialisis, dan udara.
Pada akhir proses dialisis biasanya terdapat sedikit darah yang tertinggal di mesin
dialiser. Keadaan tersebut dapat menimbulkan anemia karena kekurangan zat
besi yang terjadi dari waktu ke waktu. Keadaan tersebut akan memicu timbulnya
RLS oleh pasien hemodialisis (Supriadi 2019).
12
dialiser sehingga dapat menimbulkan hemoglobin menurun dan terjadi
anemia (Mulyani, Ladesvita, and Glomerulus 2021). Anemia defisiensi besi
yang terjadi pada pasien hemodialisis dapat berakibat terhadap keseimbangan
komponen darah dan sistem organ yang lain dalam jangka waktu yang
panjang. Zat besi dalam darah berperan dalam traktus ekstrapiramidalis
khususnya di bagian ganglia basal. Zat besi diperlukan sebagai kofaktor
pembentukan dopamin dan akomodasi dopamin di striatum. Adanya
gangguan pada ganglia basal akan menimbulkan perubahan dalam sistem
pengiriman dopaminergik, salah satunya yaitu ganguan yang dapat muncul
yaitu gangguan sistem syaraf dan motorik. Pasien Chronic Kidney Disease
(CKD) yang mengalami anemia defisiensi besi dapat meningkatkan produksi
glutamate di thalamus. Peningkatan glutamat dapat mengeksitasi impuls di
thalamus yang merupakan pusat dari sensorik. Efek dari peningkatan
glutamate yaitu munculnya gangguan sensasi sensori (Supriadi 2019).
Dampak dari terganggunya produksi glutamat dan dopamin dapat
menimbulkan gangguan sensorik motorik. Penurunan dopamin pada tingkat
striatum maka muncul self-excitation yang berakibat pada munculnya
gerakan motorik secara spontan seperti menggoyangkan kaki, menendang
kaki, dan memuncul keinginan untuk berputar-putar di tempat tidur. Apabila
mengalami kenaikan produksi glutamat terjadi pada tingkat talamus, dapat
memicu munculnya impuls sensori oleh talamus dapat diinterpretasikan
sabagai rasa nyeri, gatal, kesemutan dan rasa terbakar. Dari kumpulan tanda
dan gejala tersebut maka dapat timbul suatu sindrom kaki gelisah atau yang
sering disebut dengan restless leg syndrome. Penumpukan uremia akan
memicu timbulnya RLS. Uremia terjadi karena ginjal tidak dapat
mengeluarkan ureum dalam darah sehingga dapat terjadi gangguan fungsi
sistem saraf yang berhubungan dengan RLS. Pasien Chronic Kidney Disease
(CKD) yang menjalani hemodialisis dan menderita RLS akan mengalami
insomsnia sehingga kualitas hidupakan menurun (Zainuddin et al. 2021).
3. Derajat Keparahan
Derajat keparahan Restless Legs Syndrome dapat diukur dengan
menggunakan skoring Internasional Restless Legs Syndrome Questionnaire.
13
Kuesioner ini akan berisi 10 pertanyaan yang dapat mencakup gejala dan efek
terhadap perasaan dan kehidupan penderita. Setiap pertanyaan terdiri dari 5
poin dengan rentang poin 0-4. Poin 0 menandakan tidak mengganggu, poin 1
sedikit mengganggu, poin 2 cukup mengganggu, poin 3 mengganggu, dan
poin 4 sangat mengganggu (Examiner 2003).
31-40 poin : Sangat parah.
21-30 poin : Parah
11-20 poin : Sedang
1.10oin : Cukup parah
1 poin : Tidak parah.
14
meningkatkan kesehatan tubuh. Selain itu, terapi ini juga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien hemodialisis. Terapi latihan peregangan dapat
meningkatkan aliran darah pada otot dan memperlebar kapiler darah
sehingga aliran urea dan racun dalam tubuh cepat menuju vaskuler yang akan
dilanjutkan menuju dialiser (C. H. Lin et al. 2021). Menurut beberapa
penelitian dan salah satunya hasil penelitian yang dilakukan (Nur, Erika, and
Sinrang 2018) dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan
skala RLS sebelum dan setelah delapan kali pemberian latihan peregangan
intradialitik pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Hal
ini menunjukan bahwa secara klinis terdapat perbaikan RLS di kelompok
intervensi setelah diberikan latihan peregangan intradialitik. Latihan ini
memiliki pengaruh positif terhadap perbaikan RLS (Zainuddin et al. 2021).
2. Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh pasien penderita Chronic
Kidney Disease (CKD) dengan hemodialisis jika dilakukan Latihan
peregangan secara teratur dan benar. (Algendy and Bahgat 2019) Manfaat
yang dapat diperoleh antara lain yaitu : dapat meningkatkan aliran darah pada
otot dan meningkatan jumlah area kapiler pada otot yang sedang bekerja
sehingga dapat menghasilkan aliran urea dan toksin dari jaringan ke area
vaskuler kemudian dialirkan ke dialiser sehingga dapat terjadi adekuasi dalam
proses hemodialisis (Zainuddin et al. 2021). Dapat eningkatkan fungsional
fisik dan memperkuat bagian otot tubuh khususnya yaitu otot bagian
ekstremitas (Sakitri, Makiyah, and Khoiriyati 2017). Dapat memperbesar otot
jantung sehingga pompa jantung dapat efisien dan terjadi peningkatan cardiac
output sehingga akan menyeimbangkan tekanan darah (Pu et al. 2019). Dapat
meningkatkan penguatan otot pernafasan sehingga dapat meringankan proses
ventilasi atau meringankan keluar masuknya aliran udara yang ada di paru-
paru (Efendi et al. 2019). Dapat memperbaiki sistem sirkulasi darah (Efendi
et al. 2019). Dan dapat menurunkan rasa nyeri, serta menurunkan gejala RLS
dan dapat meningkatkan kualitas hidup (C. H. Lin et al. 2021).
3. Protokol Tindakan Latihan Peregangan (Patients et al. 2012)
a. Peregangan bagian paha
15
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan tangan disamping tubuh
- Gerakan :
Posisi duduk atau berbaring di atas tempat tidur dengan kaki lurus.
Dengan perlahan tekuk kaki kanan ke arah badan kemudian kaki
diluruskan
secara bergantian dilakukan antara gerakan kaki sebelah kanan
dengan kaki yang sebelah kiri
- Pengulang :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 itungan dengan 2 kali.
Gambar 2.1
Gambar 2.2
16
c. Peregangan paha luar/ samping
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus kedepan, dengan lengan berada di
samping tubuh.
- Gerakan:
Gerakkan kaki kanan ke arah samping dengan bertumpu pangkal paha
Kemudian gerakkan ke arah posisi semula (lurus dengan badan)
Secara bergantian lakukan gerakan pada kaki yang sebelahnya
- Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dengan 2 kall
pengulangan.
Gambar 2.3
d. Peregangan paha bagian dalam
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan lutut ditekuk dengan lengan berada di
samping tubuh.
- Gerakan:
Gerakkan telapak kaki kiri dan kanan sehingga saling bertumpu,
dengan lutut di tekuk dan digerakkan ke arahi menyentuh lantai.
Kemudian gerakkan ke arah posisi semula (Jurus dengan badan)
- Pengulangan :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dengan 2 kali
pengulangan.
17
Gambar 2.4
e. Peregangan pada bagian betis dan kaki
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus kedepan, dengan lengan berada di
samping tubuh.
- Gerakan:
Dengan perlahan tekuk lutut kanan ke arah badan kemudian kaki
diluruskan keatas.
secara bergantian dilakukan antara gerakan kaki sebelah kanan dengan
kaki yang sebelah kiri.
- Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dengan 2 kali.
Gambar 2.5
f. Peregangan kaki/ melancarkan sirkulasi vena dalam
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus kedepan, kaki di lebarkan, dengan
lengan berada di samping tubuh.
- Gerakan:
Dengan perlahan flexikan/ tarik ujung kaki kanan anda ke arah tulang
kering, dan kaki kiri ke arah berlawanan.
Lakukan secara bergantian antara kaki sebelah kanan dengan kaki
yang sebelah kiri.
18
- Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dengan 2 kali
pengulangan.
Gambar 2.6
19
4. Instrumen
Instrumen adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur suatu
fenomena yang akan diteliti. Intsrumen yang digunakan harus diuji validitas
dan reliabilitasnya (Panjaitan 2019). Instrumen yang akan digunakan untuk
melihat karakteristik pasien dalam penelitian ini yaitu berupa skala yang
didapat dari kuesioner. Dalam kuesioner terdapat beberapa item pertanyaan
yang akan dibuat berdasarkan indikator suatu variabel. Subjek dalam
penelitian dapat memberi respon yang berbeda-beda terhadap item dalam
kuesioner sesuai dengan yang dirasakannya pasien.
Penelitian ini akan menggunakan kuesioner International Restless Leg
Syndrome (IRLS) scale. Kuesioner ini akan berisi 10 pertanyaan yang dapat
mencakup gejala dan efek terhadap perasaan dan kehidupan penderita (X. W.
Lin et al. 2019). Setiap pertanyaan terdiri dari 5 poin dengan rentang poin 0-
4. Poin 0 menandakan tidak mengganggu, poin 1 sedikit mengganggu, poin 2
cukup mengganggu, poin 3 mengganggu, dan poin 4 sangat mengganggu.
Menurut penelitian (X. W. Lin et al. 2019) skala yang dihasilkan berupa skala
interval yaitu:
31-40 poin : Sangat parah.
21-30 poin : Parah
11-20 poin : Sedang
1-10 poin : Cukup parah
1 poin : Tidak parah.
20
perbaikan, perbedaan dan mampu mempertahankan kondisi RLS. Kelompok
intervensi sebanyak 67% responden dan pada kelompok kontrol 73%.
Peningkatan kondisi RLS menunjukkan semakin tidak baiknya RLS yang pasien
alami. Hal ini menggambarkan terdapat penurunan skala RLS setelah latihan
pada kelompok intervensi (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan 2017).
Hormon endorphin dapat bertindak langsung sebagai hormon yang dapat
menenangkan yang diproduksi oleh otak dan dapat menghasilkan rasa nyaman
serta meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri
pada saat kontraksi ketika melakukan latihan peregangan intradialitik. Ketika
neuron perifer mengirimkan sinyal ke sinapsis, hal yang akan terjadi yaitu
sinapsis dan neuron nyeri perifer serta neuron yang menuju keotak tempat
seharusnya substansi P akan menghantarkan impuls. Pada saat yang bersamaan
endorphin dapat memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik, sehingga
transmisi impuls nyeri di medulla spinalis akan menjadi terhambat, oleh karena
itu tingkat rasa ketidaknyamanan akan berkurang. Peningkatan penurunan skala
nyeri sehingga olahraga dalam bentuk latihan peregangan intradialitik ini dapat
efektif dalam menurunkan tingkat skala nyeri terutama ketidaknyamanan pada
RLS (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan 2017)
Pengaruh dari latihan dapat dirasakan oleh penderita Chronic Kidney Disease
(CKD) dengan RLS setelah melakukan latihan dengan benar dan teratur.
Beberapa study penelitian sebelumnya mengungkapkan adad variasi berapa lama
pengaruh latihan dapat terlihat penurunan gejala RLS. Penelitian (Ratnawati,
Khasanah, and Yogyakarta, n.d.) (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan 2017)
(Zainuddin et al. 2021) dan (Sakitri, Makiyah, and Khoiriyati 2017) latihan
peregangan intradialitik dapat menurunkan skala RLS setelah dilakukan latihan
selama delapan minggu.
21
F. Kerangka Teori
Hemodialisis
Sumber : (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan 2017); (C. H. Lin et al. 2021);
(Pu et al. 2019); (Zainuddin et al. 2021); (Sakitri, Makiyah, and Khoiriyati
2017); (Supriadi 2019); (Ghaleb and Sharaf 2020); (Algendy and Bahgat 2019)
22
G. Kerangka Konsep
H. Hipotesis Penelitian
Hipotesis alternative (Ha) pada penelitian ini yaitu : ada pengaruh latihan
peregangan intradialitik terhadap skala Restless Legs Syndrome pada pasien
Chronic Kidney Disease dengan hemodialisis.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
Dalam penelitan ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan
desain penelitian eksperimen semu (quasi experiment) serta menggunakan
rancangan penelitian pre test and post test with control group design untuk dapat
melihat perbedaan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan
sesudah dilaukan perlakuan (Panjaitan 2019). Peneliti akan mengujicoba
intervensi kepada kelompok yang dijadikan subjek dengan melibatkan kelompok
kontrol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Latihan Peregangan
Intradialitik.terhadap skala kelompok intervensi) yang menjalani Hemodialisis di
RSI Sultan Agung Semarang
Rancangan dalam penelitian ini yaitu semua anggota populasi dapat diukur
untuk menentukan skala RLS dengan menggunakan International Restless Leg
Syndrome Scale (IRLSS) (X. W. Lin et al. 2019). Anggota populasi yang dapat
memenuhi kriteria RLS dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu dengan
kelompok perlakuan yang diberikan terapi latihan peregangan intradialitik
sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Pada kedua kelompok
tersebut diawali dengan penilaian pre test sedangkan pada kelompok intervensi
diberi perlakuan selama delapan kali perlakuan dalam empat minggu setelah itu
akan diadakan penilaian post test pada kedua kelompok tersebut.
Intervensi latihan peregangan intradialitik akan diberikan melalui media
audio visual sesuai jadwal responden dalam melakukan hemodialisis yaitu
responden dengan jadwal terapi selama 2 kali dalam 1 minggu. Perlakuan
dilakukan selama 15 menit setelah 30 menit di dua jam pertama selama proses
hemodialisis. Dalam satu sesi terdapat 6 gerakan, yaitu dalam satu gerakan
dilakukan selama 8 kali perhitungan dengan dilakukan pengulangan sebanyak
dua kali, dan setiap gerakan disertai teknik nafas dalam. Sebelum dilaukan
pemberian latihan peregangan intradialitik responden dapat diukur skala RLSnya
24
kemudian akan diukur kembali setelah dilakukan intervensi selesai. Skor yang
sudah didapatkan dikumpulkan untuk dilakukan analisis dan dilakukan
perbandingan.
Keterangan :
B. Populasi Penelitian
1. Populasi General
Populasi dalam penelitian ini yaitu semua pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dengan terapi rutin dua kali
dalam satu minggu di RSI Sultan Agung Semarang.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini yaitu pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis yang tercatat dalam rekam
medis di RSI Sultan Agung Semarang pada bulan September - November
tahun 2021 yaitu dengan jumlah 69 pasien.
25
C. Sampel dan Teknik Sampling
Teknik sampling adalah Teknik dalam pengambilan sampel yang dapat
digunakan untuk menentukan besar sampel yang akan digunakan dalam sebuah
penelitian (Henny Syapitri, Ns. Amila, and Juneris Aritonang 2021). Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling, teknik ini dipilih untuk menentukan besar sampel
dengan kriteria tertentu. Sebelum dilakukan penelitian dapat dilakukan
pengukuran skala RLS dengan memberikan kuesioner IRLS. Dari hasil skrining
tersebut peneliti dapat mengambil sampel pasien yang mengalami RLS dari
kriteria cukup hingga sangat parah lalu dibagi ke dalam kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.
1. Besar Sampel
Dalam penelitian ini, perhitungan besar sampel menggunakan rumus besar
sampel menurut Isaac & Michael (Nursalam 2013).
Rumus Isaac & Michael :
λ2. N . P . Q
n= 2
d ( N −1 )+ λ . P .Q
λ 2 . N . P(1−P)
n=
d ( N −1 )+ λ2 . P(1−P)
Keterangan :
n = Perkiraan jumlah sampel
N = Perkiraan besar populasi
λ2 = Tabel chi-square (3,841)
P = Perkiraan proporsi (0,05)
d = Tingkat kesalahan yang dipilih 5% (0,05)
Q = (1-P)
Perhitungan yang dilakukan peneliti :
N = 69
λ2 = 3,841
P = 0,05
d = 0,05
26
Penyelesaian :
λ2. N . P . Q
n=
d ( N −1 )+ λ2 . P .Q
λ 2 . N . P(1−P)
n= 2
d ( N −1 )+ λ . P(1−P)
3,841.69.0,5 (1−0,5)
n=
0,05 ( 69−1 ) +3,841.0,5(1−0,5)
66,25725
n=
4,36025
n=15,19574
n ≈ 16Responden
2. Kriteria
a. Kriteria inklusi
1) Pasien yang memiliki kesadaran composmentis dan mampu
berkomunikasi dengan baik
2) Pasien yang berusia 21 tahun hingga 60 tahun
3) Pasien hemodialisis yang mengalami RLS dengan kriteria cukup
parah sampai sangat parah. Pengukuran derajat keparahan RLS yaitu
dengan menggunakan kuesioner International Restless Leg Syndrome
(IRLS) scale.
4) Pasien yang menjalani terapi hemodialisis rutin 2 kali dalam satu
minggu di RSI Sultan Agung Semarang
5) Pasien yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi
27
1) Pasien yang mengalami komplikasi hemodialisis seperti hipotensi,
kram otot dan pusing
2) Pasien yang mengalami fraktur
3) Pasien yang terpasang akses femoral
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen
dan variabel dependen. Variabel independent dalam penelitian ini adalah latihan
peregangan intradialitik. Latihan peregangan intradialitik merupakan suatu
latihan yang dilakukan pasien saat menjalani hemodialisis. Sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini adalah responden yang mengalami RLS. RLS
adalah gangguan yang sering dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisis.
Biasanya timbul gejala seperti, nyeri, gatal, kesemutan dan rasa tidak nyaman
pada satu atau dua bagian kaki (Salib et al. 2020).
28
F. Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional Penelitian
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur dan Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel
Independen
Terapi Latihan Latihan peregangan intradialitik Standar Operasional Posedur (SOP) - -
Peregangan merupakan merupakan salah satu terapi latihan peregangan intradialitik
Intradialitik aktivitas fisik yang dilakukan sebagai
pedoman untuk meningkatkan
kesehatan tubuh pada pasien
hemodialisis yang mengalami RLS.
Yaitu dilakukan 30 menit pertama saat
hemodialisis dengan durasi waktu 20
menit dalam 4 minggu yakni 8 kali
perlakuan
Dependen
Restless Leg Restless Leg Syndrome (RLS) Kuesioner LRLS scale terdiri dari 10 Hasil ukur yang digunakan Ordinal
Syndrome pasien merupakan gangguan sensorimotor pertanyaan, setiap pertanyaan terdiri dari 5 dalam 4bentuk yaitu:
Chronic Kidney berupa keinginan untuk menggerakkan poin dengan rentang poin 0-4 31-40 poin : Sangat
Disease dengan bagian ekstremitas bawah yang Poin 0 :tidak mengganggu parah.
hemodialisis dikategorikan kedalam gangguan Poin 1 : sedikit mengganggu 21-30 poin : Parah
pergerakan neurologi yang Poin 2 ; cukup mengganggu 11-20 poin : Sedang
menyebabkan ketidaknyamanan berupa Poin 3 : mengganggu 1-10 poin : Cukup
rasa nyeri, gatal, panas, kesemutan dan Poin 4 : sangat mengganggu parah
rasa terbakar 0 poin : Tidak parah.
29
G. Instrument Penilaian
1. Kuesioner
Instrumen adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur suatu
fenomena yang akan diteliti (Panjaitan 2019). Instrumen yang akan
digunakan untuk melihat karakteristik pasien dalam penelitian ini yaitu
berupa skala yang didapat dari kuesioner. Dalam kuesioner terdapat beberapa
item pertanyaan yang akan dibuat berdasarkan indikator suatu variabel.
Subjek dalam penelitian dapat memberi respon yang berbeda-beda terhadap
item dalam kuesioner sesuai dengan yang dirasakannya pasien.
Penelitian ini akan menggunakan kuesioner International Restless Leg
Syndrome (IRLS) scale. Kuesioner ini akan berisi 10 pertanyaan yang dapat
mencakup gejala dan efek terhadap perasaan dan kehidupan penderita(X. W.
Lin et al. 2019). Setiap pertanyaan terdiri dari 5 poin dengan rentang poin 0-
4. Poin 0 menandakan tidak mengganggu, poin 1 sedikit mengganggu, poin 2
cukup mengganggu, poin 3 mengganggu, dan poin 4 sangat mengganggu.
Menurut (X. W. Lin et al. 2019) skala yang dihasilkan berupa skala interval
yaitu:
31.40poin : Sangat parah.
20.30poin : Parah
11.20poin : Sedang
1.10 poin : Cukup parah
1 poin : Tidak parah.
2. Validitas dan Reliabilitas Kuisioner International Restless Leg Syndrome
Scale
Sebuah kuesioner atau instrument dinyatakan valid apabila mampu
mengukur data dari setiap variabel yang diteliti secara tepat. Kuesioner yang
digunakan untuk mengukur skala RLS dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan kuesioner IRLSS yang sudah baku. Kuesioner IRLS terdiri dari
10 pertanyaan yang meliputi keluhan dan dampak yang dirasakan responden
(X. W. Lin et al. 2019). Hasil uji validitas menyebutkan bahwa kuesioner
IRLSS memiliki konsistensi internal yang baik dan valid secara klinis. Uji
reliabilitas adalah uji yang dapat digunakan untuk menunjukkan apakah hasil
30
pengukuran data tetap konsisten jika instrument yang digunakan secara
berulang. Untuk menilai keandalan sebuah skala maka dapat dilakukan
dengan mencari nilai cronbach alpha. Instrument yang dapat digunakan
dalam suatu penilitian setidaknya memiliki nilai reliabilitas yaitu diatas 0,80
(Yusup 2018).
3. Validitas Media Media Audio Visual Prosedur Latihan Peregangan
Intradialitik
Tahap awal sebelum dilakukan tindakan latihan peregangan terlebih
dahulu melakukan konsultasi kepada perawat ahli di hemodialisis mengenai
gerakan latihan yang akan dilakukan. Media yang akan digunakan yaitu
dengan melalui media audio visual dalam bentuk video. Gerakan latihan
peregangan yang akan ditampilkan pada responden akan diperagakan oleh
peneliti sesuai dengan protokol tindakan latihan peregangan intradialitik
(Sakitri, Makiyah, and Khoiriyati 2017).
H. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain yaitu :
1. Peneliti menyerahkan surat izin untuk melakukan studi pendahuluan dan
pengambilan data ke bagian diklat dari Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang yang ditujukan kepada direktur RS.
2. Peneliti melakukan studi pendahuluan dan mengurus administrasi setelah
menerima balasan dari pihak diklat rumah sakit.
3. Peneliti melakukan pengambilan data di rekam medis dan bagian yang
terkait pada penelitian ini di RSI Sultan Agung Semarang
4. Peneliti mengurus ethical clearance di RSI Sultan Agung Semarang dengan
melampirkan proposal penelitian, presentasi proposal penelitian dan
mengurus surat izin melakukan penelitian.
5. Peneliti menyiapkan lembar etichal clearance, lembar inform concent, surat
pemberitahuan kepada responden, lembar kuesioner serta standar
operasional yang sudah dibuat.
6. Peneliti menentukan jumlah responden yaitu 32 responden dengan 16
kelompok intervensi dan 16 kelompok kontrol yang termasuk dalam kriteria
31
inklusi untuk dijadikan sebagai sampel penelitian dengan menggunakan
lembar observasi dan kuesioner IRLS sekaligus untuk penilaian pre test.
Peneliti tidak menggunakan enumerator dalam pengumpulan data.
7. Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian kepada semua responden yang
termasuk dalam kriteria inklusi. Setiap responden diberi lembar inform
concent untuk melakukan tanda tangan sebagai tanda persetujuan dengan
tanpa adanya paksaan dari pihak lain.
8. Peneliti membagi responden menjadi dua kelompok yaitu dengan kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Pembagian kelompok berdasarkan jumlah
responden yang masuk dalam kriteria inklusi dengan cara membagi
responden berdasarkan hari menjalani hemodialisis.
9. Pada kelompok intervensi dilakukan tindakan latihan peregangan
intradialitik dan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan.
10. Intervensi dilaksanakan sebanyak 8 kali tindakan selama 4 minggu sesuai
jadwal hemodialisis pasien yaitu setelah 30 menit menjalani hemodialisis
dengan durasi waktu 15 menit.
11. Pada kelompok intervensi dilakukan pengukuran post test skala RLS setelah
4 minggu intervensi, sedangkan untuk kelompok kontrol dilakukan
pengukuran setelah 4 mingu sejak pengukuran pre test.
12. Data yang diperoleh diolah melalui proses seleksi, editing, scoring, coding,
tabulating, dan analisa data dengan uji statistic untuk mengetahui
perbandingan hasil intervensi pada kedua kelompok.
I. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip etik yang
bertujuan untuk melindungi subjek penelitian tersebut. (Hariyati 2020)
mengatakan bahwa etika penelitian ini memperhatikan beberapa hal yaitu:
1. Inform Consent (lembar persetujuan)
Inform consent yaitu cara persetujuan antara peneliti dan responden sebelum
dilakukan penelitian tersebut. Penulis memberikan lembar persetujuan agar
responden mengerti apa maksud dan tujuan penelitian serta dampak
penelitian ini. Apabila responden bersedia maka responden akan diminta
32
untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut, namun jika tidak
berkenan maka peneliti tidak akan memaksakan dan akan menghormati
keputusan responden tersebut (Hariyati 2020).
2. Anonimity (tanpa nama)
Dalam penelitian ini responden akan selalu dijaga kerahasiaannya, sehingga
peneliti tidak akan mencantumkan nama atau identitas responden pada lembar
data tetapi cukup dengan menggunakan kode dari masing-masing responden
yang hanya diketahui oleh peneliti saja (Hariyati 2020).
3. Confidentialy (kerahasiaan)
Dalam penelitian ini peneliti selalu menjaga kerahasiaan dari setiap informasi
yang diberikan oleh responden. Hanya saja kelompok data tertentu yang
dilaporkan sebagai hasil penelitian ini. Sedangkan data awal disimpan
peneliti dan dimusnahkan setelah 1 tahun dari sejak pengambilan data
tersebut (Hariyati 2020).
J. Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dapat diolah melaui beberapa tahap
tertentu. Menurut (Panjaitan 2019) terdapat tahap-tahap pengolahan data, yaitu :
1. Pemeriksaan data (Editing)
Pemeriksaan data digunakan sebagai antisipasi terjadinya kesalahan dari data
yang sudah terkumpul dari hasil kuisioner. Apabila terdapat data yang kurang
lengkap atau terlewatkan, tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan
untuk wawancara ulang maka kuesioner tersebut dihilangkan (dropped out).
2. Pemberian kode (coding)
Coding yaitu cara untuk memudahkan pengolahan data dari setiap hasil yang
sudah diperoleh. Kode dibuat dalam bentuk angka, salah satunya yaitu untuk
jenis kelamin 1: laki-laki, 2: perempuan, usia 1: (21-40 tahun), 2: (41-60
tahun), pendidikan 1: tidak bersekolah, 2: SD, 3: SLTP, 4: SLTA, 5:
Perguruan Tinggi, lama menjalani hemodialisis 1: (0-2 tahun), 2: (2-4 tahun),
3: lebih dari 4 tahun dan tingkat RLS 1: cukup parah, 2: sedang, 3: parah, 4:
sangat parah. Hasil skor RLS antara sebelum dan sesudah perlakuan
diberikan kode 1 untuk pre test dan 2 untuk post test.
33
3. Pengelompokan data (Tabulating)
Pengelompokan data yaitu memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan
mengatur angka-angka serta menghitungnya. Pengelompokan data dibuat
dengan membentuk tabel yang telah diberikan kode sesuai kategori hasil yang
didapatkan. Pengelompokan data dapat dimasukkan menurut sifat-sifat yang
dimiliki. Untuk dapat membedakan tabel antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol maka dalam proses tabulasi dibedakan menjadi dua tabel.
4. Memasukkan data (Data Entry)/ Proses (Processing)
Hasil wawancara yang sudah diberi kode angka, dimasukkan ke dalam
perangkat lunak pengolah data salah satunya yaitu SPSS. Dalam proses ini
dibutuhkan ketelitian yang sangat tinggi dalam proses memasukkan data agar
mencegah terjadinya kesalahan yang menimbulkan data menjadi tidak valid.
5. Pembersihan data (Cleaning)
Pembersihan data adalah pengecekan data yang sudah selesai dimasukkan
agar menghindari terjadinya kesalahan kode atau ketidaklengkapan data.
Pembersihan data ini dapat dilakukan dengan mengetahui data missing atau
data yang hilang dan dapat mengetahui variasi data.
K. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis univarat yaitu analisis yang dapat dilakukan untuk
menjelaskan karakteristik dari variabel penelitian. Pada dasarnya hasil analisa
ini adalah distribusi frekuensi dan presentase setiap variabel. Pada data
numerik maka menggunakan nilai rata-rata atau mean, min, max, serta
standar deviasi(Panjaitan 2019). Analisis univarat dalam penelitian ini yaitu
dengan menganalisis distribusi frekuensi karakteristik responden yaitu: jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan, lama menjalani hemodialisis, kadar
ureum, dan tingkat RLS.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivarat yaitu digunakan untuk membuktikan hipotesis yang
sudah dirumuskan. Data pertama diuji normalitasnya dengan uji Saphiro wilk
karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Hasil uji normalitas didapatkan hasil bahwa data
34
berdistribudi normal dengan nilai p value >0,05 maka data diuji
menggunakan uji parametrik t test. Jika data berdistribusi tidak normal yaitu
dengan nilai p value <0,05 maka dapat menggunakan uji Mann Whitney U
Test karena merupakan suatu pilihan uji non parametrik apabila uji t test tidak
dapat dilakukan karena asumsi normalitas tidak terpenuhi. Untuk mengetahui
adanya pengaruh latihan peregangan intradialitik terhadap skala RLS pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah perlakuan
(kelompok tidak berpasangan) maka di uji mengunakan uji independent t test.
Ha dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh terapi latihan peregangan
intradialitik terhadap skala RLS pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
dengan hemodialisis jika p value <0,05. Semua analisa statistik dalam
penelitian ini dilakukan denggan menggunakan program SPSS versi 16.0.
35
L. Jadwal Penelitian
Penelitian ini disusun sesuai dengan tahapan penelitian. Jadwal penelitian ini
disusun sesuai dengan waktu yang akan dilakukan oleh peneliti. Berikut ini
merupakan jadwal waktu yang akan digunakan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian.
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
2021 2022
No Kegiatan Sept Nov Des Jan Feb Mar Apr
1. Penyusunan
proposal penelitian
dan konsultasi
2. Seminar proposal
3. Pengurusan izin
penelitian
4. Pengumpulan data
5. Tabulasi, analisis,
dan penyusunan
laporan penelitian
6. Ujian sidang akhir
36
DAFTAR PUSTAKA
Ahcmad, Fauzi, Suradika Agus, and Irawati Diana. 2019. “Efektifitas Intradialytic
Stretching Exercise Terhadap Penurunan Gejala Restless Leg Syndrome Dan
Peningkatan Sleep Quality Pada Pasien Hemodialisis,” 2.
Algendy, Azza Awad, and Zeinabfaried Bahgat. 2019. “Effect of Muscles Stretching
Exercises on Severity of Restless Legs Syndrome of Adult Patients Undergoing
Hemodialysis.” Journal of Health, Medicine and Nursing, 76–88.
https://doi.org/10.7176/jhmn/68-10.
Alisa, Fitria. 2019. “Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien
Penyakit Ginjal Kronik (Pgk) Yang Menjalani Hemodialisa Di Rsup Dr. M.
Djamil Padang.” Jurnal Kesehatan Mercusuar 2 (2).
https://doi.org/10.36984/jkm.v2i2.63.
Badariah, Farida Halis Dyah Kusuma, and Novita Dewi. 2017. “Karakteristik Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Kabupaten
Kotabaru.” Nursing News 2 (2): 281–85.
Ghaleb, Mervat, and Amany Sharaf. 2020. “The Effects of Nursing Interventions on
Intradialytic Muscle Cramps among Patients Undergoing Maintenance
Hemodialysis .” IOSR Journal of Nursing and Health Science 9 (1): 8–21.
https://doi.org/10.9790/1959-0901070821.
Hammad, Mohamed Anwar, Syed Azhar Syed Sulaiman, Nor Azizah Aziz, and Dzul
Azri Mohamed Noor. 2019. “Prescribing Statins among Patients with Type 2
37
Diabetes: The Clinical Gap between the Guidelines and Practice.” Journal of
Research in Medical Sciences 24 (1): 3–4. https://doi.org/10.4103/jrms.JRMS.
Lin, Chia Huei, Yu Juei Hsu, Pi Hsiu Hsu, Yi Ling Lee, Chueh Ho Lin, Meei Shyuan
Lee, and Shang Lin Chiang. 2021. “Effects of Intradialytic Exercise on Dialytic
Parameters, Health‐related Quality of Life, and Depression Status in
Hemodialysis Patients: A Randomized Controlled Trial.” International Journal
of Environmental Research and Public Health 18 (17): 1–16.
https://doi.org/10.3390/ijerph18179205.
Lin, Xiao Wei, Jun Fang Zhang, Meng Yao Qiu, Ling Yan Ni, Hong Lei Yu, Sheng
Han Kuo, William G. Ondo, Qing Yu, and Yun Cheng Wu. 2019. “Restless
Legs Syndrome in End Stage Renal Disease Patients Undergoing
Hemodialysis.” BMC Neurology 19 (1): 1–7. https://doi.org/10.1186/s12883-
019-1265-y.
Mulyani, Lilis, Fiora Ladesvita, and Laju Filtrasi Glomerulus. 2021. “Hubungan Laju
Filtrasi Glomerulus Dengan Kadar Hemoglobin Dan Kalsium Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis” 3 (2): 272–84.
Patients, Supportive, Palliative Care in Solid Cancer, Bassam Abdul Rasool Hassan,
Zuraidah Binti Mohd Yusoff, Mohamed Azmi Hassali Othman, Saad Bin,
Additional information is available at the end of the Chapter, and
Http://dx.doi.org/10.5772/55358. 2012. “We Are IntechOpen , the World ’ s
38
Leading Publisher of Open Access Books Built by Scientists , for Scientists
TOP 1 %.” Intech, 13.
Pu, Jiang, Zheng Jiang, Weihua Wu, Li Li, Liling Zhang, Ying Li, Qi Liu, and
Santao Ou. 2019. “Efficacy and Safety of Intradialytic Exercise in
Haemodialysis Patients: A Systematic Review and Meta-Analysis.” BMJ Open
9 (1). https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-020633.
Rahayu, Gusri, Hema Malini, and Elvi Oktarina. 2019. “Analisis Karakteristik
Penderita Restless Legs Syndrome Pada Pasien Chronic Kidney Disease Di
Ruang Hemodialisa.” Jurnal Endurance 4 (3): 506.
https://doi.org/10.22216/jen.v4i3.4488.
Sakitri, Ganik, Nurul Makiyah, and Azizah Khoiriyati. 2017. “Pengaruh Intradialytic
Exercise Terhadap Fatigue Pasien Hemodialisis The Effect of Intradialytic
Exercise on Fatigue Hemodialisis Patients at RSUP Dr . Soeradji Tirtonegoro
Klaten.” Media Publikasi Penelitian 15 (1): 58–64.
39
Hemodialisa Rumah Sakit Tk. Ii 03.05.01 Dustira.” Jurnal Skolastik
Keperawatan 4 (1): 10–19. https://doi.org/10.35974/jsk.v4i1.728.
Widianti, Anggriyana Tri, Yanti Hermayanti, and Titis Kurniawan. 2017. “Pengaruh
Latihan Kekuatan Terhadap Restless Legs Syndrome Pasien Hemodialisis
Effect of Strength Training on Restless Legs Syndrome : Hemodialysis
Patients.” Jurnal Keperawatan Padjadjaran 5 (1): 47–56.
Ahcmad, Fauzi, Suradika Agus, and Irawati Diana. 2019. “Efektifitas Intradialytic
Stretching Exercise Terhadap Penurunan Gejala Restless Leg Syndrome Dan
Peningkatan Sleep Quality Pada Pasien Hemodialisis,” 2.
Algendy, Azza Awad, and Zeinabfaried Bahgat. 2019. “Effect of Muscles Stretching
Exercises on Severity of Restless Legs Syndrome of Adult Patients Undergoing
Hemodialysis.” Journal of Health, Medicine and Nursing, 76–88.
https://doi.org/10.7176/jhmn/68-10.
Alisa, Fitria. 2019. “Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien
Penyakit Ginjal Kronik (Pgk) Yang Menjalani Hemodialisa Di Rsup Dr. M.
Djamil Padang.” Jurnal Kesehatan Mercusuar 2 (2).
https://doi.org/10.36984/jkm.v2i2.63.
Badariah, Farida Halis Dyah Kusuma, and Novita Dewi. 2017. “Karakteristik Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Kabupaten
40
Kotabaru.” Nursing News 2 (2): 281–85.
Ghaleb, Mervat, and Amany Sharaf. 2020. “The Effects of Nursing Interventions on
Intradialytic Muscle Cramps among Patients Undergoing Maintenance
Hemodialysis .” IOSR Journal of Nursing and Health Science 9 (1): 8–21.
https://doi.org/10.9790/1959-0901070821.
Hammad, Mohamed Anwar, Syed Azhar Syed Sulaiman, Nor Azizah Aziz, and Dzul
Azri Mohamed Noor. 2019. “Prescribing Statins among Patients with Type 2
Diabetes: The Clinical Gap between the Guidelines and Practice.” Journal of
Research in Medical Sciences 24 (1): 3–4. https://doi.org/10.4103/jrms.JRMS.
Lin, Chia Huei, Yu Juei Hsu, Pi Hsiu Hsu, Yi Ling Lee, Chueh Ho Lin, Meei Shyuan
Lee, and Shang Lin Chiang. 2021. “Effects of Intradialytic Exercise on Dialytic
Parameters, Health‐related Quality of Life, and Depression Status in
Hemodialysis Patients: A Randomized Controlled Trial.” International Journal
of Environmental Research and Public Health 18 (17): 1–16.
https://doi.org/10.3390/ijerph18179205.
Lin, Xiao Wei, Jun Fang Zhang, Meng Yao Qiu, Ling Yan Ni, Hong Lei Yu, Sheng
Han Kuo, William G. Ondo, Qing Yu, and Yun Cheng Wu. 2019. “Restless
Legs Syndrome in End Stage Renal Disease Patients Undergoing
Hemodialysis.” BMC Neurology 19 (1): 1–7. https://doi.org/10.1186/s12883-
41
019-1265-y.
Mulyani, Lilis, Fiora Ladesvita, and Laju Filtrasi Glomerulus. 2021. “Hubungan Laju
Filtrasi Glomerulus Dengan Kadar Hemoglobin Dan Kalsium Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis” 3 (2): 272–84.
Patients, Supportive, Palliative Care in Solid Cancer, Bassam Abdul Rasool Hassan,
Zuraidah Binti Mohd Yusoff, Mohamed Azmi Hassali Othman, Saad Bin,
Additional information is available at the end of the Chapter, and
Http://dx.doi.org/10.5772/55358. 2012. “We Are IntechOpen , the World ’ s
Leading Publisher of Open Access Books Built by Scientists , for Scientists
TOP 1 %.” Intech, 13.
Pu, Jiang, Zheng Jiang, Weihua Wu, Li Li, Liling Zhang, Ying Li, Qi Liu, and
Santao Ou. 2019. “Efficacy and Safety of Intradialytic Exercise in
Haemodialysis Patients: A Systematic Review and Meta-Analysis.” BMJ Open
9 (1). https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-020633.
Rahayu, Gusri, Hema Malini, and Elvi Oktarina. 2019. “Analisis Karakteristik
Penderita Restless Legs Syndrome Pada Pasien Chronic Kidney Disease Di
Ruang Hemodialisa.” Jurnal Endurance 4 (3): 506.
https://doi.org/10.22216/jen.v4i3.4488.
Sakitri, Ganik, Nurul Makiyah, and Azizah Khoiriyati. 2017. “Pengaruh Intradialytic
Exercise Terhadap Fatigue Pasien Hemodialisis The Effect of Intradialytic
Exercise on Fatigue Hemodialisis Patients at RSUP Dr . Soeradji Tirtonegoro
Klaten.” Media Publikasi Penelitian 15 (1): 58–64.
42
Salib, Marina, Areeba N Memon, Asavari S Gowda, Bhavana Rallabhandi, Erjola
Bidika, Hafsa Fayyaz, and Ivan Cancarevic. 2020. “Dialysis Patients With
Restless Leg Syndrome: Can We Relieve Their Suffering?” Cureus 12 (8).
https://doi.org/10.7759/cureus.10053.
Widianti, Anggriyana Tri, Yanti Hermayanti, and Titis Kurniawan. 2017. “Pengaruh
Latihan Kekuatan Terhadap Restless Legs Syndrome Pasien Hemodialisis
Effect of Strength Training on Restless Legs Syndrome : Hemodialysis
Patients.” Jurnal Keperawatan Padjadjaran 5 (1): 47–56.
43
Lampiran 1 : Penjelasan
Kepada,
Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i
di tempat
Dengan hormat,
Saya, Nurul Azizah selaku peneliti, Mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan
Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang bermaksud akan
melakukan penelitian dengan topik Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik
terhadap Restless Leg Syndrome Pasien Cronic Kidney Disease dengan
Hemodialisis. Adapun informasi tentang penelitian yang akan saya sampaikan yaitu:
44
6. Penjelasan tentang himbauan responden untuk menandatangani lembar
persetujuan sebagai bukti bahwa responden bersadia mengikuti penelitian tanpa
ada paksaan dari pihak manapun.
Demikian informasi yang dapat peneliti berikan, atas perhatian dan partisipasi
bapak/ibu/saudara/i diucapkan terima kasih.
Peneliti,
Nurul Azizah
P1337420618054
45
Lampiran 2 : Informed concent
SURAT PERNYATAAN
BERSEDIA MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Dengan hormat,
Nama :
Umur :
No. HP :
Semarang, 2022
Peneliti
(...........................................)
46
Lampiran 3 : Surat izin studi pendahuluan
47
Lampiran 4 : dokumentasi
48
49
50
Lampiran 5 : kuesioner
KUESIONER
SKALA PENGUKURAN RESTLESS LEG SYNDROME
1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap item pertanyaan dalam kuesioner.
2. Pilihlah jawaban yang sesuai menurut Anda terkait dengan gejala RLS yang
anda rasakan dengan cara memberi tanda contreng (√) pada pilihan yang
tersedia.
51
Tanggal :
Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Usia :
Pendidikan :
Lama Menjalani HD :
1. Secara umum, bagaimana anda dapat menilai ketidaknyamanan RLS yang anda
rasakan pada lengan ataupun kaki ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
2. Secara umum, bagaimana anda dapat menilai kemampuan beraktivitas anda
akibat gejala RLS yang anda rasakan ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
3. Secara umum, seberapa besar perbaikan yang dapat anda rasakan terhadap RLS
pada lengan ataupun kaki anda dengan melakukan gerakan-gerakan ?
(4) tidak teratasi
(3) teratasi singkat
(2) cukup teratasi
(1) hampir teratasi sempurna
52
(0) saya tidak merasakan gejala RLS sehingga pertanyaan ini tidak dapat saya
jawab
4. Secara umum, seberapa parah gangguan yang anda rasakan selama mengalami
gejala RLS?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
5. Seberapa parah kelelahan dan kekurangan tidur yang anda alami selama
mengalami gejala RLS ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
6. Secara umum, seberapa parah gejala RLS yang anda alami ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
7. Seberapa sering anda mengalami gejala RLS ?
(4) sangat sering (kurang lebih 6 sampai 7 hari perminggu)
(3) sering (kurang lebih 4 sampai 5 hari perminggu)
(2) cukup sering (kurang lebih 2 sampai 3 hari perminggu)
(1) sedikit sering (kurang lebih 1 hari seminggu atau kurang)
(0) tidak pernah
8. Ketika anda merasakan gejala RLS, berapa rata-rata lama timbulnya gejala RLS
yang dapat anda rasakan dalam sehari ?
(4) sangat sering (rata-rata 8 jam dalam sehari atau lebih)
(3) sering (3 sampai 8 jam dalam sehari)
53
(2) cukup sering (1 sampai 3 jam dalam sehari)
(1) sedikit sering (kurang dari 1 jam dalam sehari)
(0) tidak pernah
9. Secara umum, seberapa parah dampak gejala RLS terhadap kemampuan anda
melakukan tugas dalam keluarga, rumah, hubungan sosial, sekolah ataupun
pekerjaan ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
10. Seberapa parah gangguan perasaan yang dapat anda rasakan dari gejala RLS,
seperti marah, depresi, sedih, kecemasan dan sangat mudah tersinggung ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
Kategori :
Sangat parah : 31-40 poin
Parah : 21-30 poin
Sedang : 11-20 poin
Cukup parah : 1-10 poin
Tidak mengganggu : 0 poin
54
Lampiran 6 : SOP Latihan Peregangan
a) Posisi awal:
Posisi berbaring dengan tangan
disamping tubuh
b) Gerakan :
- Posisi duduk atau berbaring di atas
tempat tidur dengan kaki lurus.
Dengan perlahan tekuk kaki kanan
ke arah badan kemudian kaki
diluruskan
- secara bergantian dilakukan antara
gerakan kaki sebelah kanan dengan
kaki yang sebelah kiri
c) Pengulang :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
itungan dengan 2 kali.
2. Peregangan pada bagian otot gluteal
a) Posisi awal :
Posisi berbaring dengan lutut tertekuk
dengan telapak kaki menyentuh di
lantai/tempat tidur, dan lengan berada di
samping tubuh.
b) Gerakan:
- Kencangkan glutes anda, lanjutkan
dengan mengangkat rendah bagian
gluteal perlahan-lahan, ruas demi
ruas, dan secara bertahap kembali ke
posisi awal.
c) Pengulangan :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kali.
3. Peregangan paha luar/ samping
a) Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus
55
kedepan, dengan lengan berada di
samping tubuh.
b) Gerakan:
- Gerakkan kaki kanan ke arah
samping dengan bertumpu pangkal
paha
- Kemudian gerakkan ke arah posisi
semula (lurus dengan badan)
- Secara bergantian lakukan gerakan
pada kaki yang sebelahnya
c) Pengulangan :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kall pengulangan.
a) Posisi awal:
Posisi berbaring dengan lutut ditekuk
dengan lengan berada di samping tubuh.
b) Gerakan:
- Gerakkan telapak kaki kiri dan
kanan sehingga saling bertumpu,
dengan lutut di tekuk dan
digerakkan ke arahi menyentuh
lantai.
- Kemudian gerakkan ke arah posisi
semula (Jurus dengan badan)
c) Pengulangan :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kali pengulangan.
56
kaki yang sebelah kiri.
c) Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kali.
a) Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus
kedepan, kaki di lebarkan, dengan
lengan berada di samping tubuh.
b) Gerakan:
- Dengan perlahan flexikan/ tarik
ujung kaki kanan anda ke arah
tulang kering, dan kaki kiri ke arah
berlawanan.
- Lakukan secara bergantian antara
kaki sebelah kanan dengan kaki
yang sebelah kiri.
c) Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kali pengulangan.
Sumber : atients, Supportive, Palliative Care in Solid Cancer, Bassam Abdul Rasool
Hassan, Zuraidah Binti Mohd Yusoff, Mohamed Azmi Hassali Othman, Saad
Bin, Additional information is available at the end of the Chapter, and
Http://dx.doi.org/10.5772/55358. 2012. “We Are IntechOpen , the World ’ s
Leading Publisher of Open Access Books Built by Scientists , for Scientists
TOP 1 %.” Intech, 13.
57
Lampiran 7 : Lembar Bimbingan
LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI
NIM : P1337420618054
58
- Ditambahi SOP yang rinci
Bab 3
59
Dosen Pembimbing 2 : Putrono, S.Kep., Ns., M.Kes.
Bab 2
60
telah diuraikan diatas
Bab 3
- Mempertimbangkan rumus
Notoatmojo
- Dibuat lampiran
61