Anda di halaman 1dari 65

PENGARUH LATIHAN PEREGANGAN INTRADIALITIK

TERHADAP RESTLESS LEG SYNDROME PASIEN CRONIC KIDNEY


DISEASE DENGAN HEMODIALISIS

DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

NURUL AZIZAH

(P1337420618054)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2021
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Proposal skripsi merupakan hasil karya saya pribadi

dengan referensi yang digunakan saya pastikan dengan benar

sesuai dengan penulisan ilmiah

Nama : Nurul Azizah

NIM : P1337420618054

Tempat, Tanggal : Semarang, 04 Januari 2022

Tanda Tangan :

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal skripsi yang ditulis oleh Nurul Azizah NIM P1337420618054 dengan judul
Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik Terhadap Restless Leg Syndrome Pasien
Cronic Kidney Disease dengan Hemodialisis di RSI Sultan Agung Semarang ini
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji.

Semarang, 04 Januari 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Nina Indriyawati, MNS Putrono, S.Kep., Ns., M.Kes.

NIP. 197308171998032003 NIP. 196108031989031005

ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik Terhadap Restless Leg Syndrome
Pasien Cronic Kidney Disease dengan Hemodialisis

Di Rsi Sultan Agung Semarang

Oleh :

Nurul Azizah

P1337420618054

Telah dipertahankan dan disetujui dihadapan Dewan Penguji Skripsi Skripsi Program
Sarjana Terapan Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang.

Pada Hari................Tanggal............

Dewan Penguji

Nina Indriyawati, MNS Pembimbing I

NIP. 197308171998032003
Putrono, S.Kep., Ns., M.Kes. Pembimbing II

NIP. 196108031989031005
Mengetahui,

a.n Direktur Poltekkes Kemenkes Semarang

Ketua Jurusan Keperawatan

Suharto.S.Pd.,MN

NIP. 196605101986031001

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau sering disebut juga dengan
Gagal Ginjal Kronis merupakan hasil kerusakan fungsi dan struktur ginjal
yang terjadi secara progresif hingga menjadi gagal ginjal stadium akhir
(Sovatzidis et al. 2020). Hal tersebut membutuhkan terapi yang
menggantikan fungsi penyaringan darah normal dari ginjal yaitu berupa
dialysis dan transplantasi ginjal (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan
2017). Hemodialisis yaitu pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui
dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi. Hemodialisis sangat
membantu pasien Chronic Kidney Disease (CKD) tetapi dapat
menyembabkan komplikasi, salah satunya yang sering ditemukan pada
pasien hemodialisis adalah restless leg syndrom (Widianti, Hermayanti, and
Kurniawan 2017). Restless Leg Syndrome (RLS) merupakan gangguan
sensorimotor berupa keinginan untuk menggerakkan bagian ekstremitas
bawah yang dikategorikan kedalam gangguan pergerakan neurologi yang
menyebabkan ketidaknyamanan berupa rasa nyeri, gatal, panas, kesemutan
dan rasa terbakar (Salib et al. 2020). Latihan Peregangan Intradialitik atau
sering disebut Intradialytic Stretching Exercise merupakan salah satu terapi
aktivitas fisik yang dilakukan sebagai pedoman untuk meningkatkan
kesehatan tubuh pada pasien hemodialisis yang mengalami RLS (Pu et al.
2019). Terapi latihan peregangan dipercaya dapat meningkatkan kesehatan
fisik serta meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis dengan cara
menurunkan aktivitas saraf simpatis dan meningkatkan saraf parasimpatis
yang menyebabkan vasodilatasi diameter arteri (Zainuddin et al. 2021).
Berdasarkan data di Catatan Medis RSI Sultan Agung semarang, data
penderita CKD pada tahun 2015 dan 2016 adalah 172 dan 196 penderita
dengan hemodialis. Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah

1
dilakukan oleh peneliti terdapat terdapat 60 pasien mengalami kram otot
selama menjalani hemodialisis. Peneliti menggunakan pre test dan post test
untuk dapat melihat perbedaan pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan. Peneliti melakukan
intervensi melalui media audio visual sesuai jadwal responden dalam
melakukan hemodialisis yaitu responden dengan jadwal terapi selama 2 kali
dalam 1 minggu (Ahcmad, Agus, and Diana 2019). RLS merupakan salah
satu keluhan yang sering dipermasalahkan oleh pasien yang menjalani
hemodialisis (Salib et al. 2020). Menurut Jaber et al (2011) jumlah pasien
hemodialisis yang mengalami Restless Legs Syndrome (RLS) sebanyak
40% dari 235 responden. Sedangkan beberapa penelitian sebelumnya
melaporkan prevalensi RLS pada pasien hemodialisis bervariasi antara 10%
- 60% (Rahayu, Malini, and Oktarina 2019). Kondisi Restless Legs
Syndrome (RLS) dapat dirasakan saat sedang istirahat baik pada siang hari
saat aktivitas maupun pada malam hari saat istirahat, sehingga hampir
sebanyak 75% penderita Restless Legs Syndrome (RLS) mengeluh
mengalami kesulitan untuk mendapatkan tidur yang berkualitas (Hammad et
al. 2019).
Perawatan Chronic Kidney Disease (CKD) ini menempati peringkat
kedua pembiayaan terbesar BPJS Kesehatan. Tentu saja apabila tidak
ditangani dengan benar maka dapat berdampak terhadap keuangan negara
(Rahayu, Malini, and Oktarina 2019). Semakin meningkatnya keparahan
RLS dapat mempunyai dampak yang besar juga terhadap terjadinya
peningkatan gangguan tidur pasien Chronic Kidney Disease (CKD). Rasa
tidak nyaman pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan RLS
dapat dilihat dari gerakan periodik pada tungkai atau dimana sebagian besar
gerakan ini dapat terjadi pada saat tidur sehingga mengakibatkan penderita
RLS tidak dapat tidur dan bisa juga mempunyai rasa kantuk yang berlebihan
atau sering disebut dengan Periodic Limb Movement in Sleep (PLMS) (Salib
et al. 2020). Selain itu, dapat terjadi peningkatan insiden penyakit
kardiovaskuler seiring dengan meningkatnya keparahan RLS dimana gejala
RLS lebih tinggi 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien Chronic Kidney

2
Disease (CKD) tanpa RLS (Armiyati 2015). Selain itu juga dapat terjadinya
penurunan kualitas hidup pada pasien dan peningkatan resiko kematian pada
pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan dialysis (Salib et al. 2020).
Salah satu penanganan yang dapat dilakukan yaitu dengan tindakan
nonfarmakologi yang dianjurkan untuk mengurangi RLS pada pasien
hemodialisis yaitu dengan melakukan program aktivitas fisik, yaitu dengan
latihan peregangan intradialitik (C. H. Lin et al. 2021). Gerakan dalam
Latihan Peregangan Intradialitik yaitu terdiri dari 6 gerakan yang berfokus
pada tungkai ke bawah dan dengan menggunakan media audio visual yang
dapat ditirukan pasien secara mandiri dan benar, sehingga tindakan tersebut
dinilai lebih aman (Algendy and Bahgat 2019). Peregangan yang dilakukan
dengan bersamaan proses dialisis dapat meningkatkan sirkulasi pada daerah
otot dan memperbesar permukaan kapiler sehingga dapat meningkatkan
proses pemindahan toksik dan urea ke vaskuler dan menurunkan RLS
(Zainuddin et al. 2021).
Berdasarkan fakta yang telah dipaparkan tersebut, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ”Pengaruh Latihan
Peregangann Intradialitik terhadap Restless Legg Syndrome pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Hemodialisis” di Rumah Sakit
Sultan Agung Semarang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah ini
adalah Apakah ada Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik terhadap skala
RLS pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani
Hemodialisis di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menguji Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik terhadap RLS
pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani Hemodialisis
di Rumah Sakit Sultan Agung Semarang.

3
2. Tujuan Kusus
a) Menjelaskan karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin,
tingkat Pendidikan, dan lama menjalani RLS dengan perlakuan
latihan peregangan intradialitik.
b) Mendiskripsikan skala RLS sebelum diberikan Latihan Peregangan
Intradialitik.
c) Mendiskripsikan skala RLS sesudah diberikan Latihan Peregangan
Intradialitik.
d) Menganalisis pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik.terhadap
skala kelompok intervensi) yang menjalani Hemodialisis.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
a) Bagi pasien dan keluarga
Dengan hasil penelitian ini diharapkan pasien dan keluarga dapat
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dalam
penanganan RLS melalui tindakan latihan peregangan intradialitik.
b) Bagi Perawat
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan
perawat mengenai pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang
menjalani hemodialisis dalam penanganan RLS melalui tindakan
latihan peregangan intradialitik.
c) Bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
manajemen untuk mengambil kebijakan tentang pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dalam
penanganan RLS melalui tindakan latihan peregangan intradialitik.
d) Bagi Penulis
Dapat menjadi sarana yang bermanfaat dalam
mengimplementasikan pengetahuan penulis tentang pasien Chronic

4
Kidney Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dalam
penanganan RLS melalui tindakan latihan peregangan intradialitik.
2. Manfaat Keilmuan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk
pengembangan ilmu mengenai pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
yang menjalani hemodialisis dalam penanganan RLS melalui tindakan
latihan peregangan intradialitik.
3. Manfaat Metodologis
Hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi bagi peneliti
selanjutnya yaitu pengembangan teori mengenai pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dalam penanganan RLS
melalui tindakan Latihan peregangan intradialitik.

5
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama, Tahun Judul Rencana Penelitian Variabel Hasil


1. Anggriyana Tri Pengaruh Latihan Metode quasi eksperimen dengan Variabel Penelitian ini menunjukkan terdapat
Widianti, Yanti Kekuatan terhadap pre-post test with control group independent; Latihan
perbedaan nilai TIBC (p=0,000). Skala
Hermayanti, Restless Legs design. Sampel yang digunakan kekuatan RLS kelompok intervensi menunjukkan
Titis Kurniawan Syndrome Pasien berjumlah 32 responden dengan Variabel dependent;perbaikan dengan selisih mean -1 yang
(2017) Hemodialisis Teknik pengambilan sampel Cluster Restless Legmenandakan penurunan skala, Adapun
random sampling. RLS diukur Syndrome pada kelompok control justru terlihat
menggunakan international restless peningkatan kondisi RLS dengan selisih
leg syndrome (IRLS) scale. Data mean 1,29. Analisis antar kelompok
dianalisis menggunakan uji t tidak terlihat signifikansi berbeda (p=0,035)
berpasangan yang menunjukkan terdapat pengaruh
latihan kekuatan terhadap skala RLS.
2. Ganik Sakitri, Pengaruh Penelitian ini menggunakan metode Variabel Rata-rata perubahan fatigue sebelum dan
Nurul Makiyah, Intradialytic true eksperiment dengan independent: sesudah Intradialytic exercise pada
Azizah, Exercise Terhadap menggunakan pendekatan pre-post Intradialytic kelompok intervensi sebesar 1,500.
Khoiriyati, Fatigue Pasien test design with control. Pengambilan exercise, Bedasarkan hasil uji statistik pada
(2017) Hemodialisis Di sampel menggunakan purposive Variabel dependen: kelompok intervensi terbukti ada
RSUP dr. Soeradji sampling dengan jumlah 30 Fatigue, pengaruh perlakuan terhadap penurunan
Tirtonegoro responden yang memenuhi kriteria skala Fatigue ditandai dengan nilai
Klaten inklusi instrument yang digunakan p=0,000. Nilai p <0,05. Rata-rata
adalah Piper Fatigue Scale (PFS). perubahan Fatigue sebelum dan sesudah
Intradialytic exercise pada kelompok
intervensi sebesar -0,25.
3. Ahyar Nur, The Effect of Quasi eksperimnental, dengan Variabel Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Kadek Ayu Intradialysis rancangan nonequivalent control independent; responden yang menerima intervensi

6
Erika, Andi Trerching Exercise group dengan pre-post test design. Intradialytic Latihan peregangan mengalami
Wardihan On The Scale Of Penelitian ini menggunakan sempel Stretching exercise penurunan skala RLS lebih signifikan
Sinrang (2018) Restless Leg 20 responden dengan lama perlakuan Variabel dependent; daripada kelompok control dengan
Syndrome selama 4 minggu, instrument yang Restless Legs p=0.001 (p<0,05).
digunakan yaitu skala IRLS Syndrome, (RLS)
(international restless leg syndrome).
Analisis data menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov yang dianalisis
Kembali menggunakan uji statistic
Wilcoxon dan Friedman
4. Ayu Rozalia Mengurangi Kram Evidence based practise yang Variabel Didapatkan hasil bahwa rata-rata sebelum
Widyaningrum, Otot dengan dilakukan oleh beberapa peneliti independent; intervensi 11,2 (Berat) menjadi 4,2
Nina Intradialytic tentang Intradialytic Stretching Intradialytic (sedang) setelah intervensi. Intradialytic
Indriyawati, Stretching Exercise untuk mengurangi kram otot Stretching Exercise Stretching Exercise dapat diterapkan
MNS , Nugroho Exercise pada pasien yang menjalani Variabel dependent; untuk mengurangi kram otot.
Lazuard, S. hemodialisis. Kram otot
Kep., Ns., M. Sampel yang digunakan 4 pasien
Kep (2019) yang menjalani hemodialisis dengan
keluhan kram otot. Langkah yang
dilakukan pertama yaitu melakukan
pengkajian menggunakan Lembar
Kuesioner yang digunakan yaitu
Cramp Questionare chart and visual
analogue scale
5. Harmilah, Ana Latihan Quasi Experimental dengan desain Variabel Berdasarkan dari hasil penelitian analisis
Ratnawati, intradialitik ”Prettest and Posttest design with independent; uji beda pada kelompok pasien yang
Induniasih, mempertahankan control group”. Tehnik pengumpulan Latihan Intradialitik diberikan latihan intradialitik didapatkan
Furaida tanda-tanda vital data yang dilakukan adalah melalui Variabel dependent; secara signifikan adanya perbedaan rerata

7
Khasanah (2017) dan meningkatkan pengukuran tekanan darah, nadi, tanda-tanda vital penurunan tekanan darah, nadi, respirasi
kualitas hidup respirasi dan menggunakan kuesioner dan rerata peningkatan skor kualitas hidup
pasien instrumen Kidney Disease Quality of pasien hemodialisis yang diberikan latihan
hemodialisis Life–Short Form (KDQoL-SF 1.3). intradialitik dengan p value = 0,000 (p <
Analisis data yang digunakan bivariat 0,005). Kesimpulan bahwa Latihan
dan univariat dengan uji t. Populasi intradialitik dapat menurunkan tekanan
adalah pasien yang menjalani darah, nadi, respirasi dan meningkatkan
hemodialisis. Teknik sampling kualitas hidup pasien yang menjalani
random sampling untuk menentukan hemodialisis
kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Sampel berjumlah 60 yang
terdiri dari 30 sampel kelompok
perlakuan, dan 30 sampel kelompok
control

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Chronic Kidney Disease


Chronic Kidney Disease (CKD) atau sering disebut juga dengan Gagal Ginjal
Kronik (GGK) merupakan hasil kerusakan fungsi dan struktur ginjal yang terjadi
secara progresif hingga menjadi gagal ginjal stadium 5 (Badariah, Kusuma, and
Dewi 2017). Gangguan fungsi ginjal terjadi saat tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
menimbulkan retensi urea dan sampah nitrogen lain di dalam darah. Kerusakan
ginjal ini menyebabkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang
mengakibatkan aktivitas kerja menjadi terganggu, tubuh menjadi mudah lelah dan
lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Sovatzidis et al. 2020). Hal
tersebut membutuhkan terapi yang menggantikan fungsi penyaringan darah
normal dari ginjal yaitu berupa dialysis dan transplantasi ginjal (Widianti,
Hermayanti, and Kurniawan 2017).
Menurut Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) dari National
Kidney Foundation (NKF), Chronic Kidney Disease (CKD) adalah keadaan
dimana terjadi penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60
ml/menit/1,73 m2 yang terjadi lebih dari tiga bulan. Pada ginjal normal laju
filtrasi Glomerulus (Glomerular Filtation Rate) berkisar 0,5-1cc/KgBB/Jam atau
125 ml/menit/1,73 m2. laju filtrasi glomerulus ditentukan oleh tiga faktor yaitu
tekanan hidrostatik, tekanan hidrostatik, dan perbedaan tekanan osmotik plasma
dengan cairan dalam capsula bowman (Mulyani, Ladesvita, and Glomerulus
2021).
Terdapat beberapa komplikasi yang terjadi pada penderita Chronic Kidney
Disease. Komplikasi yang dapat timbul antara lain yaitu: Penyakit Tulang karena
menghilangnya ion kalsium dari tulang sehingga tulang cepat rapuh dan terjadi
kekurangan massa pada tulang. Apabila keadaan tersebut berjalan cukup lama
akan menimbulkan fraktur secara pathologis (Mulyani, Ladesvita, and

9
Glomerulus 2021).(Armiyati 2015). Anemia karena adanya defisiensi sekresi
eritropoetin di ginjal dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan dapat
terjadi anemia (Mulyani, Ladesvita, and Glomerulus 2021). Penyakit
Kardiovaskuler karena ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik maka dapat
berdampak secara sistematik seperti hipertensi, kelainan lipid, intoleransi
glukosa, dan kelainan hemodinamik. Semakin tinggi derajad keparahan Chronic
Kidney Disease maka akan signifikan terjadinya gangguan pada kardiovaskuler
(Armiyati 2015). Dan RLS karena kenaikan kadar ureum dalam darah karena
adanya kerusakan ginjal dan penurunan hormon eritropoetin dapat meningkatkan
produksi glutamate di thalamus yang merangsang tereksitasinya impuls di
thalamus sehingga dapat menimbulkan terjadinya gangguan sensori pada keluhan
RLS (Hammad et al. 2019).

B. Hemodialisis
Hemodialisis yaitu suatu proses yang dijalani oleh penderita Chronic Kidney
Disease (CKD) untuk membersihkan darah dari akumulasi sampah. Hemodialisis
merupakan salah satu metode yang harus dijalani oleh penderita Chronic Kidney
Disease (CKD) untuk mencegah kematian. Hemodialisis tidak dapat
menyembuhkan ataupun memulihkan penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)
karena hanya untuk mempertahankan tubuh agar mampu mengeluarkan cairan
dan limbah dari dalam tubuh seperti ureum dan kreatinin yang sudah tidak dapat
dilakukan oleh ginjal. Hemodialisis biasanya dilakukan terus menerus untuk
mempertahankan kondisi yang optimal (Alisa 2019).
Untuk mencegah kerusakan permanen pada penderita Chronic Kidney
Disease (CKD) maka hemodialisis dapat dilakukan saat toksik dan zat sisa
metabolisme harus segera dikeluarkan. Penderita Chronic Kidney Disease (CKD)
harus menjalani terapi dialisis biasanya selama 3 sampai 4 jam setiap kali terapi
hingga sebanyak 3 kali dalam satu minggu selama hidupnya atau sampai
penderita Chronic Kidney Disease (CKD) memperoleh ginjal baru melalui
operasi pencangkokan ginjal (lisa 2019).
Hemodialisis dapat dilakukan pada penderita Chronic Kidney Disease (CKD)
dengan keadaan akut yang dalam jangka pendek membutuhkan terapi hingga

10
beberapa minggu atau pada pasien ESRD yaitu gagal ginjal stadium terminal
yang dalam jangka panjang membutuhkan terapi secara permanen (Salib et al.
2020). Tanda dan gejala Chronic Kidney Disease (CKD) yang membutuhkan
dialisis yaitu terdapat uremia di seluruh sistem dijumpai dengan anoreksia berat,
kenaikan letargi dan mual muntah. Kemudian dapat terjadi kenaikan kadar
kalium serum, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan terapi diuretik dan
penurunan status kesehatan umum. Selain itu, tanda dan gejala yang paling
mendesak untuk dilakukanya terapi dialisis adalah terdengarnya suara pergesekan
perikardium (pericardial friction rub) pada saat dilakukan auskultasi (Badariah,
Kusuma, and Dewi 2017)
Tujuan umum hemodialisis yaitu mempertahankan kehidupan dan
meningkatkan kesejahteraan hidup penderita Chronic Kidney Disease (CKD).
Terapi hemodialisis ini bertujuan untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak
dengan menggantikan fungsi ekskresi ginjal yaitu untuk mengeluarkan zat sisa
metabolisme seperti ureum, kreatinin, amoniak, asam urat, dan garam anorganik
dari dalam tubuh serta mengeluarkan cairan tubuh. Saat terjadi proses dialisis
maka cairan dapat berdifusi melalui membran semipermiabel yang sesuai dengan
gradien konsentrasi elektrokimia untuk mencapai suasana keseimbangan cairan
intrasel dan ekstrasel (Alisa 2019).
Komplikasi yang sering dijumpai saat proses dialisis yaitu sensasi tidak
nyaman yang menjengkelkan dan dapat menciptakan dorongan untuk menggaruk
yang melibatkan setiap anggota tubuh (pruritus), hipotensi, emboli udara, nyeri
dada, gangguan keseimbangan dialisis, mual mutah, kram otot, dan anemia.
Dialisis awal yang terlalu cepat dapat menimbulkan ketidakseimbangan
(disequilibrium) dialisis. Apabila hal tersebut terjadi maka dapat merubah
tekanan osmotik pada otak saat kadar ureum plasma berkurang, dampaknya bisa
menyebabkan mual muntah, nyeri kepala, hingga sampai koma (Widianti,
Hermayanti, and Kurniawan 2017). Terapi hemodialisis yang dijalani pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) juga berdampak terhadap terjadinya anemia.
Anemia timbul saat darah keluar menuju dialiser dan berakibat menurunannya
hemoglobin. Penyebab kehilangan darah pada mesin dialiser yaitu seperti episode
clotting selama dialisis dan adanya darah yang tertinggal di dialiser. Clotting

11
merupakan salah satu komplikasi yang disebabkan karena pembekuan darah
karena adanya kontak antara darah dengan tubing, membran dialisis, dan udara.
Pada akhir proses dialisis biasanya terdapat sedikit darah yang tertinggal di mesin
dialiser. Keadaan tersebut dapat menimbulkan anemia karena kekurangan zat
besi yang terjadi dari waktu ke waktu. Keadaan tersebut akan memicu timbulnya
RLS oleh pasien hemodialisis (Supriadi 2019).

C. Restless Legs Syndrome


1. Definisi
Restless Legs Syndrome (RLS) atau biasanya disebut Willis Ekbom
Disease (WED) adalah gangguan sensorimotor berupa keinginan untuk
menggerakkan ekstremitas baik atas maupun bawah yang dikategorikan
kedalam gangguan pergerakan neurologi yang menyebabkan
ketidaknyamanan berupa rasa nyeri, gatal, kesemutan dan rasa terbakar. RLS
merupakan salah satu keluhan yang sering dipermasalahkan oleh pasien yang
menjalani hemodialisis (Salib et al. 2020). Menurut Jaber et al (2011) jumlah
pasien hemodialisis yang mengalami Restless Legs Syndrome (RLS)
sebanyak 40% dari 235 responden. Sedangkan beberapa penelitian
sebelumnya melaporkan prevalensi RLS pada pasien hemodialisis bervariasi
antara 10% - 60% (Rahayu, Malini, and Oktarina 2019).
Kondisi Restless Legs Syndrome (RLS) dapat dirasakan saat sedang
istirahat baik pada siang hari saat aktivitas maupun pada malam hari saat
istirahat, sehingga hampir sebanyak 75% penderita Restless Legs Syndrome
(RLS) mengeluh mengalami kesulitan untuk mendapatkan tidur yang
berkualitas. Kondisi demikian dapat berdampak terhadap menurunnya
kualitas hidup pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dan terjadi peningkatan
insiden penyakit kardiovaskuler (Hammad et al. 2019).
2. Patofisiologi
Penyebab terjadinya RLS pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
sering dikaitkan dengan adanya anemia. Anemia pada Chronic Kidney
Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis sering terjadi karena defisiensi
eritropoetin dan terjadi kehilangan darah yaitu terjadi retensi darah pada

12
dialiser sehingga dapat menimbulkan hemoglobin menurun dan terjadi
anemia (Mulyani, Ladesvita, and Glomerulus 2021). Anemia defisiensi besi
yang terjadi pada pasien hemodialisis dapat berakibat terhadap keseimbangan
komponen darah dan sistem organ yang lain dalam jangka waktu yang
panjang. Zat besi dalam darah berperan dalam traktus ekstrapiramidalis
khususnya di bagian ganglia basal. Zat besi diperlukan sebagai kofaktor
pembentukan dopamin dan akomodasi dopamin di striatum. Adanya
gangguan pada ganglia basal akan menimbulkan perubahan dalam sistem
pengiriman dopaminergik, salah satunya yaitu ganguan yang dapat muncul
yaitu gangguan sistem syaraf dan motorik. Pasien Chronic Kidney Disease
(CKD) yang mengalami anemia defisiensi besi dapat meningkatkan produksi
glutamate di thalamus. Peningkatan glutamat dapat mengeksitasi impuls di
thalamus yang merupakan pusat dari sensorik. Efek dari peningkatan
glutamate yaitu munculnya gangguan sensasi sensori (Supriadi 2019).
Dampak dari terganggunya produksi glutamat dan dopamin dapat
menimbulkan gangguan sensorik motorik. Penurunan dopamin pada tingkat
striatum maka muncul self-excitation yang berakibat pada munculnya
gerakan motorik secara spontan seperti menggoyangkan kaki, menendang
kaki, dan memuncul keinginan untuk berputar-putar di tempat tidur. Apabila
mengalami kenaikan produksi glutamat terjadi pada tingkat talamus, dapat
memicu munculnya impuls sensori oleh talamus dapat diinterpretasikan
sabagai rasa nyeri, gatal, kesemutan dan rasa terbakar. Dari kumpulan tanda
dan gejala tersebut maka dapat timbul suatu sindrom kaki gelisah atau yang
sering disebut dengan restless leg syndrome. Penumpukan uremia akan
memicu timbulnya RLS. Uremia terjadi karena ginjal tidak dapat
mengeluarkan ureum dalam darah sehingga dapat terjadi gangguan fungsi
sistem saraf yang berhubungan dengan RLS. Pasien Chronic Kidney Disease
(CKD) yang menjalani hemodialisis dan menderita RLS akan mengalami
insomsnia sehingga kualitas hidupakan menurun (Zainuddin et al. 2021).
3. Derajat Keparahan
Derajat keparahan Restless Legs Syndrome dapat diukur dengan
menggunakan skoring Internasional Restless Legs Syndrome Questionnaire.

13
Kuesioner ini akan berisi 10 pertanyaan yang dapat mencakup gejala dan efek
terhadap perasaan dan kehidupan penderita. Setiap pertanyaan terdiri dari 5
poin dengan rentang poin 0-4. Poin 0 menandakan tidak mengganggu, poin 1
sedikit mengganggu, poin 2 cukup mengganggu, poin 3 mengganggu, dan
poin 4 sangat mengganggu (Examiner 2003).
31-40 poin : Sangat parah.
21-30 poin : Parah
11-20 poin : Sedang
1.10oin : Cukup parah
1 poin : Tidak parah.

Kriteria inklusi peneliti dalam melakukan intervensi yaitu Pasien yang


memiliki kesadaran composmentis dan mampu berkomunikasi dengan baik,
pasien yang berusia 21 tahun hingga 60 tahun, pasien hemodialisis yang
mengalami RLS dengan kriteria cukup parah sampai sangat parah, Pasien
yang menjalani terapi hemodialisis rutin 2 kali dalam satu minggu di RSI
Sultan Agung Semarang dan Pasien yang bersedia menjadi responden
(Ahcmad, Agus, and Diana 2019).

D. Latihan Peregangan Intradialitik


1. Definisi
Latihan atau Exercise merupakan suatu gerakan terencana dan
terstruktur yang dilakukan untuk memperbaiki dan memelihara aspek
kebugaran jasmani. Latihan peregangan atau yang sering disebut dengan
Stretching Exercise merupakan salah satu metode pengobatan tertua dengan
menggunakan terapi gerak yang menghasilkan efek positif pada perbaikan
suatu sindrom gerak. Sedangkan latihan intradialitik atau Intradialytic
Exercise merupakan suatu latihan yang dilakukan ketika proses hemodialisis
(Pu et al. 2019).
Latihan peregangan intradialitik (Intradialytic stretching exercises)
adalah suatu latihan gerakan peregangan yang dilakukan pasien ketika
menjalani proses hemodialisis. Terapi ini merupakan salah satu terapi
aktivitas fisik yang dilakukan sebagai pedoman untuk memulihkan dan

14
meningkatkan kesehatan tubuh. Selain itu, terapi ini juga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien hemodialisis. Terapi latihan peregangan dapat
meningkatkan aliran darah pada otot dan memperlebar kapiler darah
sehingga aliran urea dan racun dalam tubuh cepat menuju vaskuler yang akan
dilanjutkan menuju dialiser (C. H. Lin et al. 2021). Menurut beberapa
penelitian dan salah satunya hasil penelitian yang dilakukan (Nur, Erika, and
Sinrang 2018) dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan
skala RLS sebelum dan setelah delapan kali pemberian latihan peregangan
intradialitik pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Hal
ini menunjukan bahwa secara klinis terdapat perbaikan RLS di kelompok
intervensi setelah diberikan latihan peregangan intradialitik. Latihan ini
memiliki pengaruh positif terhadap perbaikan RLS (Zainuddin et al. 2021).
2. Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh pasien penderita Chronic
Kidney Disease (CKD) dengan hemodialisis jika dilakukan Latihan
peregangan secara teratur dan benar. (Algendy and Bahgat 2019) Manfaat
yang dapat diperoleh antara lain yaitu : dapat meningkatkan aliran darah pada
otot dan meningkatan jumlah area kapiler pada otot yang sedang bekerja
sehingga dapat menghasilkan aliran urea dan toksin dari jaringan ke area
vaskuler kemudian dialirkan ke dialiser sehingga dapat terjadi adekuasi dalam
proses hemodialisis (Zainuddin et al. 2021). Dapat eningkatkan fungsional
fisik dan memperkuat bagian otot tubuh khususnya yaitu otot bagian
ekstremitas (Sakitri, Makiyah, and Khoiriyati 2017). Dapat memperbesar otot
jantung sehingga pompa jantung dapat efisien dan terjadi peningkatan cardiac
output sehingga akan menyeimbangkan tekanan darah (Pu et al. 2019). Dapat
meningkatkan penguatan otot pernafasan sehingga dapat meringankan proses
ventilasi atau meringankan keluar masuknya aliran udara yang ada di paru-
paru (Efendi et al. 2019). Dapat memperbaiki sistem sirkulasi darah (Efendi
et al. 2019). Dan dapat menurunkan rasa nyeri, serta menurunkan gejala RLS
dan dapat meningkatkan kualitas hidup (C. H. Lin et al. 2021).
3. Protokol Tindakan Latihan Peregangan (Patients et al. 2012)
a. Peregangan bagian paha

15
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan tangan disamping tubuh
- Gerakan :
Posisi duduk atau berbaring di atas tempat tidur dengan kaki lurus.
Dengan perlahan tekuk kaki kanan ke arah badan kemudian kaki
diluruskan
secara bergantian dilakukan antara gerakan kaki sebelah kanan
dengan kaki yang sebelah kiri
- Pengulang :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 itungan dengan 2 kali.

Gambar 2.1

b. Peregangan pada bagian otot gluteal


- Posisi awal :
Posisi berbaring dengan lutut tertekuk dengan telapak kaki menyentuh
di lantai/tempat tidur, dan lengan berada di samping tubuh.
- Gerakan:
Kencangkan glutes anda, lanjutkan dengan mengangkat rendah bagian
gluteal perlahan-lahan, ruas demi ruas, dan secara bertahap kembali ke
posisi awal.
- Pengulangan :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dengan 2 kali.

Gambar 2.2

16
c. Peregangan paha luar/ samping
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus kedepan, dengan lengan berada di
samping tubuh.
- Gerakan:
Gerakkan kaki kanan ke arah samping dengan bertumpu pangkal paha
Kemudian gerakkan ke arah posisi semula (lurus dengan badan)
Secara bergantian lakukan gerakan pada kaki yang sebelahnya
- Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dengan 2 kall
pengulangan.

Gambar 2.3
d. Peregangan paha bagian dalam
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan lutut ditekuk dengan lengan berada di
samping tubuh.
- Gerakan:
Gerakkan telapak kaki kiri dan kanan sehingga saling bertumpu,
dengan lutut di tekuk dan digerakkan ke arahi menyentuh lantai.
Kemudian gerakkan ke arah posisi semula (Jurus dengan badan)
- Pengulangan :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dengan 2 kali
pengulangan.

17
Gambar 2.4
e. Peregangan pada bagian betis dan kaki
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus kedepan, dengan lengan berada di
samping tubuh.
- Gerakan:
Dengan perlahan tekuk lutut kanan ke arah badan kemudian kaki
diluruskan keatas.
secara bergantian dilakukan antara gerakan kaki sebelah kanan dengan
kaki yang sebelah kiri.
- Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dengan 2 kali.

Gambar 2.5
f. Peregangan kaki/ melancarkan sirkulasi vena dalam
- Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus kedepan, kaki di lebarkan, dengan
lengan berada di samping tubuh.
- Gerakan:
Dengan perlahan flexikan/ tarik ujung kaki kanan anda ke arah tulang
kering, dan kaki kiri ke arah berlawanan.
Lakukan secara bergantian antara kaki sebelah kanan dengan kaki
yang sebelah kiri.

18
- Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8 hitungan dengan 2 kali
pengulangan.

Gambar 2.6

4. Faktor yang mempengaruhi Latihan Peregangan Intradialitik


Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Latihan peregangan
Intradialitik yaitu: Jenis Kelamin, jenis kelamin laki-laki mempunyai
kemampuan yang lebih optimal dalam melakukan Latihan peregangan
dibandingkan dengan Wanita. Karena laki-laki mempunyai kemampuan otot
yang lebih kuat dibandingkan dengan Wanita, sehingga dapat mempengaruhi
keberhasilan dalam melaksanakan Latihan peregangan (Rahayu, Malini, and
Oktarina 2019). Umur, umur merupakan salah satu unsur yang berpengaruh
terhadap kesuksesan dalam melaksanakan latihan peregangan. Umur yang
ideal untuk melakukan latihan peregangan yaitu umur 20-40 tahun karena
mempunyai pengaruh pada motivasi serta kemampuan pada saat
melaksanakan gerakan (Salib et al. 2020). Lama latihan peregangan
mempengaruhi kesuksesan dalam mendapatkan manfaat dari latihan
peregangan. Menurut beberapa penelitian manfaat latihan peregangan dapat
dirasakan paling cepat setelah 4 minggu menjalani latihan peregangan secara
rutin yaitu 2-3 kali selama 30–45 menit dalam satu minggu. Efek latihan
peregangan akan semakin maksimal bila dilakukan secara rutin dengan
jangka waktu yang lebih lama yaitu 8 minggu Latihan (Widianti, Hermayanti,
and Kurniawan 2017).

19
4. Instrumen
Instrumen adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur suatu
fenomena yang akan diteliti. Intsrumen yang digunakan harus diuji validitas
dan reliabilitasnya (Panjaitan 2019). Instrumen yang akan digunakan untuk
melihat karakteristik pasien dalam penelitian ini yaitu berupa skala yang
didapat dari kuesioner. Dalam kuesioner terdapat beberapa item pertanyaan
yang akan dibuat berdasarkan indikator suatu variabel. Subjek dalam
penelitian dapat memberi respon yang berbeda-beda terhadap item dalam
kuesioner sesuai dengan yang dirasakannya pasien.
Penelitian ini akan menggunakan kuesioner International Restless Leg
Syndrome (IRLS) scale. Kuesioner ini akan berisi 10 pertanyaan yang dapat
mencakup gejala dan efek terhadap perasaan dan kehidupan penderita (X. W.
Lin et al. 2019). Setiap pertanyaan terdiri dari 5 poin dengan rentang poin 0-
4. Poin 0 menandakan tidak mengganggu, poin 1 sedikit mengganggu, poin 2
cukup mengganggu, poin 3 mengganggu, dan poin 4 sangat mengganggu.
Menurut penelitian (X. W. Lin et al. 2019) skala yang dihasilkan berupa skala
interval yaitu:
31-40 poin : Sangat parah.
21-30 poin : Parah
11-20 poin : Sedang
1-10 poin : Cukup parah
1 poin : Tidak parah.

E. Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik Terhadap RLS


Pengaruh latihan peregangan itradialitik mempunyai manfaat yang begitu
banyak bagi tubuh. Manfaat latihan peregangan itradialitik ini dapat dirasakan
ketika menjalani latihan rutin minimal dalam waktu empat minggu. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan 2017)
menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik skala RLS
pada kelompok intervensi dan kontrol dengan (p=0,035). Latihan yang diberikan
pada kelompok intervensi selama delapan minggu, menunjukkan adanya

20
perbaikan, perbedaan dan mampu mempertahankan kondisi RLS. Kelompok
intervensi sebanyak 67% responden dan pada kelompok kontrol 73%.
Peningkatan kondisi RLS menunjukkan semakin tidak baiknya RLS yang pasien
alami. Hal ini menggambarkan terdapat penurunan skala RLS setelah latihan
pada kelompok intervensi (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan 2017).
Hormon endorphin dapat bertindak langsung sebagai hormon yang dapat
menenangkan yang diproduksi oleh otak dan dapat menghasilkan rasa nyaman
serta meningkatkan kadar endorphin dalam tubuh untuk mengurangi rasa nyeri
pada saat kontraksi ketika melakukan latihan peregangan intradialitik. Ketika
neuron perifer mengirimkan sinyal ke sinapsis, hal yang akan terjadi yaitu
sinapsis dan neuron nyeri perifer serta neuron yang menuju keotak tempat
seharusnya substansi P akan menghantarkan impuls. Pada saat yang bersamaan
endorphin dapat memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik, sehingga
transmisi impuls nyeri di medulla spinalis akan menjadi terhambat, oleh karena
itu tingkat rasa ketidaknyamanan akan berkurang. Peningkatan penurunan skala
nyeri sehingga olahraga dalam bentuk latihan peregangan intradialitik ini dapat
efektif dalam menurunkan tingkat skala nyeri terutama ketidaknyamanan pada
RLS (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan 2017)
Pengaruh dari latihan dapat dirasakan oleh penderita Chronic Kidney Disease
(CKD) dengan RLS setelah melakukan latihan dengan benar dan teratur.
Beberapa study penelitian sebelumnya mengungkapkan adad variasi berapa lama
pengaruh latihan dapat terlihat penurunan gejala RLS. Penelitian (Ratnawati,
Khasanah, and Yogyakarta, n.d.) (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan 2017)
(Zainuddin et al. 2021) dan (Sakitri, Makiyah, and Khoiriyati 2017) latihan
peregangan intradialitik dapat menurunkan skala RLS setelah dilakukan latihan
selama delapan minggu.

21
F. Kerangka Teori

Chronic Kidney Disease

Hemodialisis

Restless Legs Syndrome


Faktor yang mempemgaruhi latihan
peregangan
Latihan Peregangan Intradialitik
1. Jenis Kelamin
2. Umur
3. Lamanya latihan peregangan
Pengaruh Latihan Peregangan

1. Meningkatkan hormone dopamine


dan endorphine
Menurunan Skala RLS
2. Menyetabilkan hemodinamik
3. Meningkatkan kapasitas difusi
paru
4. Menurunkan nilai URR

Gambar 2.7 Kerangka Teori

Sumber : (Widianti, Hermayanti, and Kurniawan 2017); (C. H. Lin et al. 2021);
(Pu et al. 2019); (Zainuddin et al. 2021); (Sakitri, Makiyah, and Khoiriyati
2017); (Supriadi 2019); (Ghaleb and Sharaf 2020); (Algendy and Bahgat 2019)

22
G. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Latihan Peregangan Level Skala


Intradialitik Restless Legs Syndrome

Gambar 2.8 Kerangka Konsep

H. Hipotesis Penelitian
Hipotesis alternative (Ha) pada penelitian ini yaitu : ada pengaruh latihan
peregangan intradialitik terhadap skala Restless Legs Syndrome pada pasien
Chronic Kidney Disease dengan hemodialisis.

23
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian
Dalam penelitan ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan
desain penelitian eksperimen semu (quasi experiment) serta menggunakan
rancangan penelitian pre test and post test with control group design untuk dapat
melihat perbedaan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan
sesudah dilaukan perlakuan (Panjaitan 2019). Peneliti akan mengujicoba
intervensi kepada kelompok yang dijadikan subjek dengan melibatkan kelompok
kontrol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Latihan Peregangan
Intradialitik.terhadap skala kelompok intervensi) yang menjalani Hemodialisis di
RSI Sultan Agung Semarang
Rancangan dalam penelitian ini yaitu semua anggota populasi dapat diukur
untuk menentukan skala RLS dengan menggunakan International Restless Leg
Syndrome Scale (IRLSS) (X. W. Lin et al. 2019). Anggota populasi yang dapat
memenuhi kriteria RLS dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu dengan
kelompok perlakuan yang diberikan terapi latihan peregangan intradialitik
sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan. Pada kedua kelompok
tersebut diawali dengan penilaian pre test sedangkan pada kelompok intervensi
diberi perlakuan selama delapan kali perlakuan dalam empat minggu setelah itu
akan diadakan penilaian post test pada kedua kelompok tersebut.
Intervensi latihan peregangan intradialitik akan diberikan melalui media
audio visual sesuai jadwal responden dalam melakukan hemodialisis yaitu
responden dengan jadwal terapi selama 2 kali dalam 1 minggu. Perlakuan
dilakukan selama 15 menit setelah 30 menit di dua jam pertama selama proses
hemodialisis. Dalam satu sesi terdapat 6 gerakan, yaitu dalam satu gerakan
dilakukan selama 8 kali perhitungan dengan dilakukan pengulangan sebanyak
dua kali, dan setiap gerakan disertai teknik nafas dalam. Sebelum dilaukan
pemberian latihan peregangan intradialitik responden dapat diukur skala RLSnya

24
kemudian akan diukur kembali setelah dilakukan intervensi selesai. Skor yang
sudah didapatkan dikumpulkan untuk dilakukan analisis dan dilakukan
perbandingan.

Tabel 3.1 Analisis dan Perbandingan

Subjek Pre-test Perlakuan Post-test


K-A O1 X1 O3
K-B O2 - O4

Keterangan :

K-A : Kelompok perlakuan


K-B : Kelompok control
X1 : Pemberian perlakuan latihan peregangan intradialitik
O1 : Pengukuran skala RLS pada kelompok perlakuan sebelum diberi
perlakuan (pre test)
O₂ : Pengukuran skala RLS pada kelompok kontrol yang tidak diberi
perlakuan (pre test)
O3 : Pengukuran skala RLS pada kelompok yang diberi perlakuan (post
test)
O4 : Pengukuran skala RLS pada kelompok konrol tanpa diberi perlakuan
(pot test)

B. Populasi Penelitian
1. Populasi General
Populasi dalam penelitian ini yaitu semua pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis dengan terapi rutin dua kali
dalam satu minggu di RSI Sultan Agung Semarang.
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini yaitu pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) yang menjalani hemodialisis yang tercatat dalam rekam
medis di RSI Sultan Agung Semarang pada bulan September - November
tahun 2021 yaitu dengan jumlah 69 pasien.

25
C. Sampel dan Teknik Sampling
Teknik sampling adalah Teknik dalam pengambilan sampel yang dapat
digunakan untuk menentukan besar sampel yang akan digunakan dalam sebuah
penelitian (Henny Syapitri, Ns. Amila, and Juneris Aritonang 2021). Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling dengan
metode purposive sampling, teknik ini dipilih untuk menentukan besar sampel
dengan kriteria tertentu. Sebelum dilakukan penelitian dapat dilakukan
pengukuran skala RLS dengan memberikan kuesioner IRLS. Dari hasil skrining
tersebut peneliti dapat mengambil sampel pasien yang mengalami RLS dari
kriteria cukup hingga sangat parah lalu dibagi ke dalam kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.
1. Besar Sampel
Dalam penelitian ini, perhitungan besar sampel menggunakan rumus besar
sampel menurut Isaac & Michael (Nursalam 2013).
Rumus Isaac & Michael :
λ2. N . P . Q
n= 2
d ( N −1 )+ λ . P .Q
λ 2 . N . P(1−P)
n=
d ( N −1 )+ λ2 . P(1−P)
Keterangan :
n = Perkiraan jumlah sampel
N = Perkiraan besar populasi
λ2 = Tabel chi-square (3,841)
P = Perkiraan proporsi (0,05)
d = Tingkat kesalahan yang dipilih 5% (0,05)
Q = (1-P)
Perhitungan yang dilakukan peneliti :
N = 69
λ2 = 3,841
P = 0,05
d = 0,05

26
Penyelesaian :
λ2. N . P . Q
n=
d ( N −1 )+ λ2 . P .Q
λ 2 . N . P(1−P)
n= 2
d ( N −1 )+ λ . P(1−P)
3,841.69.0,5 (1−0,5)
n=
0,05 ( 69−1 ) +3,841.0,5(1−0,5)
66,25725
n=
4,36025
n=15,19574
n ≈ 16Responden

Setelah dilakukan perhitungan sampel dengan rumus Issac & Michael


didapatkan sebanyak 16 responden. Pada penelitian ini terdapat kelompok
intervensi dan kelompok kontrol maka total sampel yang digunakan sebanyak
32 responden dengan 16 kelompok intervensi dan 16 kelompok kontrol.

2. Kriteria
a. Kriteria inklusi
1) Pasien yang memiliki kesadaran composmentis dan mampu
berkomunikasi dengan baik
2) Pasien yang berusia 21 tahun hingga 60 tahun
3) Pasien hemodialisis yang mengalami RLS dengan kriteria cukup
parah sampai sangat parah. Pengukuran derajat keparahan RLS yaitu
dengan menggunakan kuesioner International Restless Leg Syndrome
(IRLS) scale.
4) Pasien yang menjalani terapi hemodialisis rutin 2 kali dalam satu
minggu di RSI Sultan Agung Semarang
5) Pasien yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi

27
1) Pasien yang mengalami komplikasi hemodialisis seperti hipotensi,
kram otot dan pusing
2) Pasien yang mengalami fraktur
3) Pasien yang terpasang akses femoral

D. Tempat dan waktu Penelitian


Peneliti dilakukan di RSI Sultan Agung Semarang pada tanggal 31 Januari – 28
Februari tahun 2022.

E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel independen
dan variabel dependen. Variabel independent dalam penelitian ini adalah latihan
peregangan intradialitik. Latihan peregangan intradialitik merupakan suatu
latihan yang dilakukan pasien saat menjalani hemodialisis. Sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini adalah responden yang mengalami RLS. RLS
adalah gangguan yang sering dialami oleh pasien yang menjalani hemodialisis.
Biasanya timbul gejala seperti, nyeri, gatal, kesemutan dan rasa tidak nyaman
pada satu atau dua bagian kaki (Salib et al. 2020).

28
F. Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur dan Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel
Independen
Terapi Latihan Latihan peregangan intradialitik Standar Operasional Posedur (SOP) - -
Peregangan merupakan merupakan salah satu terapi latihan peregangan intradialitik
Intradialitik aktivitas fisik yang dilakukan sebagai
pedoman untuk meningkatkan
kesehatan tubuh pada pasien
hemodialisis yang mengalami RLS.
Yaitu dilakukan 30 menit pertama saat
hemodialisis dengan durasi waktu 20
menit dalam 4 minggu yakni 8 kali
perlakuan
Dependen
Restless Leg Restless Leg Syndrome (RLS) Kuesioner LRLS scale terdiri dari 10 Hasil ukur yang digunakan Ordinal
Syndrome pasien merupakan gangguan sensorimotor pertanyaan, setiap pertanyaan terdiri dari 5 dalam 4bentuk yaitu:
Chronic Kidney berupa keinginan untuk menggerakkan poin dengan rentang poin 0-4 31-40 poin : Sangat
Disease dengan bagian ekstremitas bawah yang Poin 0 :tidak mengganggu parah.
hemodialisis dikategorikan kedalam gangguan Poin 1 : sedikit mengganggu 21-30 poin : Parah
pergerakan neurologi yang Poin 2 ; cukup mengganggu 11-20 poin : Sedang
menyebabkan ketidaknyamanan berupa Poin 3 : mengganggu 1-10 poin : Cukup
rasa nyeri, gatal, panas, kesemutan dan Poin 4 : sangat mengganggu parah
rasa terbakar 0 poin : Tidak parah.

29
G. Instrument Penilaian
1. Kuesioner
Instrumen adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur suatu
fenomena yang akan diteliti (Panjaitan 2019). Instrumen yang akan
digunakan untuk melihat karakteristik pasien dalam penelitian ini yaitu
berupa skala yang didapat dari kuesioner. Dalam kuesioner terdapat beberapa
item pertanyaan yang akan dibuat berdasarkan indikator suatu variabel.
Subjek dalam penelitian dapat memberi respon yang berbeda-beda terhadap
item dalam kuesioner sesuai dengan yang dirasakannya pasien.
Penelitian ini akan menggunakan kuesioner International Restless Leg
Syndrome (IRLS) scale. Kuesioner ini akan berisi 10 pertanyaan yang dapat
mencakup gejala dan efek terhadap perasaan dan kehidupan penderita(X. W.
Lin et al. 2019). Setiap pertanyaan terdiri dari 5 poin dengan rentang poin 0-
4. Poin 0 menandakan tidak mengganggu, poin 1 sedikit mengganggu, poin 2
cukup mengganggu, poin 3 mengganggu, dan poin 4 sangat mengganggu.
Menurut (X. W. Lin et al. 2019) skala yang dihasilkan berupa skala interval
yaitu:
31.40poin : Sangat parah.
20.30poin : Parah
11.20poin : Sedang
1.10 poin : Cukup parah
1 poin : Tidak parah.
2. Validitas dan Reliabilitas Kuisioner International Restless Leg Syndrome
Scale
Sebuah kuesioner atau instrument dinyatakan valid apabila mampu
mengukur data dari setiap variabel yang diteliti secara tepat. Kuesioner yang
digunakan untuk mengukur skala RLS dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan kuesioner IRLSS yang sudah baku. Kuesioner IRLS terdiri dari
10 pertanyaan yang meliputi keluhan dan dampak yang dirasakan responden
(X. W. Lin et al. 2019). Hasil uji validitas menyebutkan bahwa kuesioner
IRLSS memiliki konsistensi internal yang baik dan valid secara klinis. Uji
reliabilitas adalah uji yang dapat digunakan untuk menunjukkan apakah hasil

30
pengukuran data tetap konsisten jika instrument yang digunakan secara
berulang. Untuk menilai keandalan sebuah skala maka dapat dilakukan
dengan mencari nilai cronbach alpha. Instrument yang dapat digunakan
dalam suatu penilitian setidaknya memiliki nilai reliabilitas yaitu diatas 0,80
(Yusup 2018).
3. Validitas Media Media Audio Visual Prosedur Latihan Peregangan
Intradialitik
Tahap awal sebelum dilakukan tindakan latihan peregangan terlebih
dahulu melakukan konsultasi kepada perawat ahli di hemodialisis mengenai
gerakan latihan yang akan dilakukan. Media yang akan digunakan yaitu
dengan melalui media audio visual dalam bentuk video. Gerakan latihan
peregangan yang akan ditampilkan pada responden akan diperagakan oleh
peneliti sesuai dengan protokol tindakan latihan peregangan intradialitik
(Sakitri, Makiyah, and Khoiriyati 2017).

H. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain yaitu :
1. Peneliti menyerahkan surat izin untuk melakukan studi pendahuluan dan
pengambilan data ke bagian diklat dari Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang yang ditujukan kepada direktur RS.
2. Peneliti melakukan studi pendahuluan dan mengurus administrasi setelah
menerima balasan dari pihak diklat rumah sakit.
3. Peneliti melakukan pengambilan data di rekam medis dan bagian yang
terkait pada penelitian ini di RSI Sultan Agung Semarang
4. Peneliti mengurus ethical clearance di RSI Sultan Agung Semarang dengan
melampirkan proposal penelitian, presentasi proposal penelitian dan
mengurus surat izin melakukan penelitian.
5. Peneliti menyiapkan lembar etichal clearance, lembar inform concent, surat
pemberitahuan kepada responden, lembar kuesioner serta standar
operasional yang sudah dibuat.
6. Peneliti menentukan jumlah responden yaitu 32 responden dengan 16
kelompok intervensi dan 16 kelompok kontrol yang termasuk dalam kriteria

31
inklusi untuk dijadikan sebagai sampel penelitian dengan menggunakan
lembar observasi dan kuesioner IRLS sekaligus untuk penilaian pre test.
Peneliti tidak menggunakan enumerator dalam pengumpulan data.
7. Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian kepada semua responden yang
termasuk dalam kriteria inklusi. Setiap responden diberi lembar inform
concent untuk melakukan tanda tangan sebagai tanda persetujuan dengan
tanpa adanya paksaan dari pihak lain.
8. Peneliti membagi responden menjadi dua kelompok yaitu dengan kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Pembagian kelompok berdasarkan jumlah
responden yang masuk dalam kriteria inklusi dengan cara membagi
responden berdasarkan hari menjalani hemodialisis.
9. Pada kelompok intervensi dilakukan tindakan latihan peregangan
intradialitik dan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan.
10. Intervensi dilaksanakan sebanyak 8 kali tindakan selama 4 minggu sesuai
jadwal hemodialisis pasien yaitu setelah 30 menit menjalani hemodialisis
dengan durasi waktu 15 menit.
11. Pada kelompok intervensi dilakukan pengukuran post test skala RLS setelah
4 minggu intervensi, sedangkan untuk kelompok kontrol dilakukan
pengukuran setelah 4 mingu sejak pengukuran pre test.
12. Data yang diperoleh diolah melalui proses seleksi, editing, scoring, coding,
tabulating, dan analisa data dengan uji statistic untuk mengetahui
perbandingan hasil intervensi pada kedua kelompok.

I. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip etik yang
bertujuan untuk melindungi subjek penelitian tersebut. (Hariyati 2020)
mengatakan bahwa etika penelitian ini memperhatikan beberapa hal yaitu:
1. Inform Consent (lembar persetujuan)
Inform consent yaitu cara persetujuan antara peneliti dan responden sebelum
dilakukan penelitian tersebut. Penulis memberikan lembar persetujuan agar
responden mengerti apa maksud dan tujuan penelitian serta dampak
penelitian ini. Apabila responden bersedia maka responden akan diminta

32
untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut, namun jika tidak
berkenan maka peneliti tidak akan memaksakan dan akan menghormati
keputusan responden tersebut (Hariyati 2020).
2. Anonimity (tanpa nama)
Dalam penelitian ini responden akan selalu dijaga kerahasiaannya, sehingga
peneliti tidak akan mencantumkan nama atau identitas responden pada lembar
data tetapi cukup dengan menggunakan kode dari masing-masing responden
yang hanya diketahui oleh peneliti saja (Hariyati 2020).
3. Confidentialy (kerahasiaan)
Dalam penelitian ini peneliti selalu menjaga kerahasiaan dari setiap informasi
yang diberikan oleh responden. Hanya saja kelompok data tertentu yang
dilaporkan sebagai hasil penelitian ini. Sedangkan data awal disimpan
peneliti dan dimusnahkan setelah 1 tahun dari sejak pengambilan data
tersebut (Hariyati 2020).

J. Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dapat diolah melaui beberapa tahap
tertentu. Menurut (Panjaitan 2019) terdapat tahap-tahap pengolahan data, yaitu :
1. Pemeriksaan data (Editing)
Pemeriksaan data digunakan sebagai antisipasi terjadinya kesalahan dari data
yang sudah terkumpul dari hasil kuisioner. Apabila terdapat data yang kurang
lengkap atau terlewatkan, tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan
untuk wawancara ulang maka kuesioner tersebut dihilangkan (dropped out).
2. Pemberian kode (coding)
Coding yaitu cara untuk memudahkan pengolahan data dari setiap hasil yang
sudah diperoleh. Kode dibuat dalam bentuk angka, salah satunya yaitu untuk
jenis kelamin 1: laki-laki, 2: perempuan, usia 1: (21-40 tahun), 2: (41-60
tahun), pendidikan 1: tidak bersekolah, 2: SD, 3: SLTP, 4: SLTA, 5:
Perguruan Tinggi, lama menjalani hemodialisis 1: (0-2 tahun), 2: (2-4 tahun),
3: lebih dari 4 tahun dan tingkat RLS 1: cukup parah, 2: sedang, 3: parah, 4:
sangat parah. Hasil skor RLS antara sebelum dan sesudah perlakuan
diberikan kode 1 untuk pre test dan 2 untuk post test.

33
3. Pengelompokan data (Tabulating)
Pengelompokan data yaitu memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan
mengatur angka-angka serta menghitungnya. Pengelompokan data dibuat
dengan membentuk tabel yang telah diberikan kode sesuai kategori hasil yang
didapatkan. Pengelompokan data dapat dimasukkan menurut sifat-sifat yang
dimiliki. Untuk dapat membedakan tabel antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol maka dalam proses tabulasi dibedakan menjadi dua tabel.
4. Memasukkan data (Data Entry)/ Proses (Processing)
Hasil wawancara yang sudah diberi kode angka, dimasukkan ke dalam
perangkat lunak pengolah data salah satunya yaitu SPSS. Dalam proses ini
dibutuhkan ketelitian yang sangat tinggi dalam proses memasukkan data agar
mencegah terjadinya kesalahan yang menimbulkan data menjadi tidak valid.
5. Pembersihan data (Cleaning)
Pembersihan data adalah pengecekan data yang sudah selesai dimasukkan
agar menghindari terjadinya kesalahan kode atau ketidaklengkapan data.
Pembersihan data ini dapat dilakukan dengan mengetahui data missing atau
data yang hilang dan dapat mengetahui variasi data.
K. Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis univarat yaitu analisis yang dapat dilakukan untuk
menjelaskan karakteristik dari variabel penelitian. Pada dasarnya hasil analisa
ini adalah distribusi frekuensi dan presentase setiap variabel. Pada data
numerik maka menggunakan nilai rata-rata atau mean, min, max, serta
standar deviasi(Panjaitan 2019). Analisis univarat dalam penelitian ini yaitu
dengan menganalisis distribusi frekuensi karakteristik responden yaitu: jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan, lama menjalani hemodialisis, kadar
ureum, dan tingkat RLS.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivarat yaitu digunakan untuk membuktikan hipotesis yang
sudah dirumuskan. Data pertama diuji normalitasnya dengan uji Saphiro wilk
karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Hasil uji normalitas didapatkan hasil bahwa data

34
berdistribudi normal dengan nilai p value >0,05 maka data diuji
menggunakan uji parametrik t test. Jika data berdistribusi tidak normal yaitu
dengan nilai p value <0,05 maka dapat menggunakan uji Mann Whitney U
Test karena merupakan suatu pilihan uji non parametrik apabila uji t test tidak
dapat dilakukan karena asumsi normalitas tidak terpenuhi. Untuk mengetahui
adanya pengaruh latihan peregangan intradialitik terhadap skala RLS pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah perlakuan
(kelompok tidak berpasangan) maka di uji mengunakan uji independent t test.
Ha dalam penelitian ini yaitu ada pengaruh terapi latihan peregangan
intradialitik terhadap skala RLS pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
dengan hemodialisis jika p value <0,05. Semua analisa statistik dalam
penelitian ini dilakukan denggan menggunakan program SPSS versi 16.0.

35
L. Jadwal Penelitian
Penelitian ini disusun sesuai dengan tahapan penelitian. Jadwal penelitian ini
disusun sesuai dengan waktu yang akan dilakukan oleh peneliti. Berikut ini
merupakan jadwal waktu yang akan digunakan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian.
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
2021 2022
No Kegiatan Sept Nov Des Jan Feb Mar Apr
1. Penyusunan
proposal penelitian
dan konsultasi
2. Seminar proposal
3. Pengurusan izin
penelitian
4. Pengumpulan data
5. Tabulasi, analisis,
dan penyusunan
laporan penelitian
6. Ujian sidang akhir

36
DAFTAR PUSTAKA

Ahcmad, Fauzi, Suradika Agus, and Irawati Diana. 2019. “Efektifitas Intradialytic
Stretching Exercise Terhadap Penurunan Gejala Restless Leg Syndrome Dan
Peningkatan Sleep Quality Pada Pasien Hemodialisis,” 2.

Algendy, Azza Awad, and Zeinabfaried Bahgat. 2019. “Effect of Muscles Stretching
Exercises on Severity of Restless Legs Syndrome of Adult Patients Undergoing
Hemodialysis.” Journal of Health, Medicine and Nursing, 76–88.
https://doi.org/10.7176/jhmn/68-10.

Alisa, Fitria. 2019. “Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien
Penyakit Ginjal Kronik (Pgk) Yang Menjalani Hemodialisa Di Rsup Dr. M.
Djamil Padang.” Jurnal Kesehatan Mercusuar 2 (2).
https://doi.org/10.36984/jkm.v2i2.63.

Armiyati, Yunie. 2015. “Hipotensi Dan Hipertensi Intradialisis Pada Hemodialisis Di


Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta,” no. July: 1–9.

Badariah, Farida Halis Dyah Kusuma, and Novita Dewi. 2017. “Karakteristik Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Kabupaten
Kotabaru.” Nursing News 2 (2): 281–85.

Efendi, Defi, Reisy Tane, Departemen Keperawatan Anak, Fakultas Keperawatan,


Universitas Indonesia, and Universitas Indonesia. 2019. “NurseLine Journal” 4
(1).

Examiner, Instructions F O R. 2003. “Restless Legs Syndrome Rating Scale” 4 (2):


4–7.

Ghaleb, Mervat, and Amany Sharaf. 2020. “The Effects of Nursing Interventions on
Intradialytic Muscle Cramps among Patients Undergoing Maintenance
Hemodialysis .” IOSR Journal of Nursing and Health Science 9 (1): 8–21.
https://doi.org/10.9790/1959-0901070821.

Hammad, Mohamed Anwar, Syed Azhar Syed Sulaiman, Nor Azizah Aziz, and Dzul
Azri Mohamed Noor. 2019. “Prescribing Statins among Patients with Type 2

37
Diabetes: The Clinical Gap between the Guidelines and Practice.” Journal of
Research in Medical Sciences 24 (1): 3–4. https://doi.org/10.4103/jrms.JRMS.

Hariyati, N R. 2020. METODOLOGI PENELITIAN KARYA ILMIAH. Penerbit


Graniti.

Henny Syapitri, S.K.N.M.K., M.K.S.K.M.B. Ns. Amila, and S.S.T.M.K. Juneris


Aritonang. 2021. BUKU AJAR METODOLOGI PENELITIAN KESEHATAN.
Ahlimedia Book.

Lin, Chia Huei, Yu Juei Hsu, Pi Hsiu Hsu, Yi Ling Lee, Chueh Ho Lin, Meei Shyuan
Lee, and Shang Lin Chiang. 2021. “Effects of Intradialytic Exercise on Dialytic
Parameters, Health‐related Quality of Life, and Depression Status in
Hemodialysis Patients: A Randomized Controlled Trial.” International Journal
of Environmental Research and Public Health 18 (17): 1–16.
https://doi.org/10.3390/ijerph18179205.

Lin, Xiao Wei, Jun Fang Zhang, Meng Yao Qiu, Ling Yan Ni, Hong Lei Yu, Sheng
Han Kuo, William G. Ondo, Qing Yu, and Yun Cheng Wu. 2019. “Restless
Legs Syndrome in End Stage Renal Disease Patients Undergoing
Hemodialysis.” BMC Neurology 19 (1): 1–7. https://doi.org/10.1186/s12883-
019-1265-y.

Mulyani, Lilis, Fiora Ladesvita, and Laju Filtrasi Glomerulus. 2021. “Hubungan Laju
Filtrasi Glomerulus Dengan Kadar Hemoglobin Dan Kalsium Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis” 3 (2): 272–84.

Nursalam. 2013. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Panjaitan, Roimanson. 2019. Metodologi Penelitian.


https://doi.org/10.31220/osf.io/uk47t.

Patients, Supportive, Palliative Care in Solid Cancer, Bassam Abdul Rasool Hassan,
Zuraidah Binti Mohd Yusoff, Mohamed Azmi Hassali Othman, Saad Bin,
Additional information is available at the end of the Chapter, and
Http://dx.doi.org/10.5772/55358. 2012. “We Are IntechOpen , the World ’ s

38
Leading Publisher of Open Access Books Built by Scientists , for Scientists
TOP 1 %.” Intech, 13.

Pu, Jiang, Zheng Jiang, Weihua Wu, Li Li, Liling Zhang, Ying Li, Qi Liu, and
Santao Ou. 2019. “Efficacy and Safety of Intradialytic Exercise in
Haemodialysis Patients: A Systematic Review and Meta-Analysis.” BMJ Open
9 (1). https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-020633.

Rahayu, Gusri, Hema Malini, and Elvi Oktarina. 2019. “Analisis Karakteristik
Penderita Restless Legs Syndrome Pada Pasien Chronic Kidney Disease Di
Ruang Hemodialisa.” Jurnal Endurance 4 (3): 506.
https://doi.org/10.22216/jen.v4i3.4488.

Ratnawati, Ana, Furaida Khasanah, and Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. n.d.


“Latihan Intradialitik Mempertahankan Tanda-Tanda Vital Dan Meningkatkan
Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis” 000: 1–20.

Sakitri, Ganik, Nurul Makiyah, and Azizah Khoiriyati. 2017. “Pengaruh Intradialytic
Exercise Terhadap Fatigue Pasien Hemodialisis The Effect of Intradialytic
Exercise on Fatigue Hemodialisis Patients at RSUP Dr . Soeradji Tirtonegoro
Klaten.” Media Publikasi Penelitian 15 (1): 58–64.

Salib, Marina, Areeba N Memon, Asavari S Gowda, Bhavana Rallabhandi, Erjola


Bidika, Hafsa Fayyaz, and Ivan Cancarevic. 2020. “Dialysis Patients With
Restless Leg Syndrome: Can We Relieve Their Suffering?” Cureus 12 (8).
https://doi.org/10.7759/cureus.10053.

Sovatzidis, Apostolos, Athanasios Chatzinikolaou, Ioannis G. Fatouros, Stylianos


Panagoutsos, Dimitrios Draganidis, Eirini Nikolaidou, Alexandra Avloniti, et al.
2020. “Intradialytic Cardiovascular Exercise Training Alters Redox Status,
Reduces Inflammation and Improves Physical Performance in Patients with
Chronic Kidney Disease.” Antioxidants 9 (9): 1–15.
https://doi.org/10.3390/antiox9090868.

Supriadi, Dedi. 2019. “Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa Dan Anemia


Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Ggk Yang Menjalani Hemodialisa Di Unit

39
Hemodialisa Rumah Sakit Tk. Ii 03.05.01 Dustira.” Jurnal Skolastik
Keperawatan 4 (1): 10–19. https://doi.org/10.35974/jsk.v4i1.728.

Widianti, Anggriyana Tri, Yanti Hermayanti, and Titis Kurniawan. 2017. “Pengaruh
Latihan Kekuatan Terhadap Restless Legs Syndrome Pasien Hemodialisis
Effect of Strength Training on Restless Legs Syndrome : Hemodialysis
Patients.” Jurnal Keperawatan Padjadjaran 5 (1): 47–56.

Yusup, Febrinawati. 2018. “Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian


Kuantitatif.” Jurnal Tarbiyah : Jurnal Ilmiah Kependidikan 7 (1): 17–23.
https://doi.org/10.18592/tarbiyah.v7i1.2100.

Zainuddin, Ricky, Hafidah Ahmad, Fitriani Sangkala, Ardiyanto Muslim, and


Akademi Keperawatan. 2021. “STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan The
Application of Intradialytic Stretching Exercise On Restless Legs Syndrome
(RLS) Scale in Hemodialysis Patients: Literature Review” 10 (1): 793–801.
https://doi.org/10.30994/sjik.v10i1.694.

Ahcmad, Fauzi, Suradika Agus, and Irawati Diana. 2019. “Efektifitas Intradialytic
Stretching Exercise Terhadap Penurunan Gejala Restless Leg Syndrome Dan
Peningkatan Sleep Quality Pada Pasien Hemodialisis,” 2.

Algendy, Azza Awad, and Zeinabfaried Bahgat. 2019. “Effect of Muscles Stretching
Exercises on Severity of Restless Legs Syndrome of Adult Patients Undergoing
Hemodialysis.” Journal of Health, Medicine and Nursing, 76–88.
https://doi.org/10.7176/jhmn/68-10.

Alisa, Fitria. 2019. “Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien
Penyakit Ginjal Kronik (Pgk) Yang Menjalani Hemodialisa Di Rsup Dr. M.
Djamil Padang.” Jurnal Kesehatan Mercusuar 2 (2).
https://doi.org/10.36984/jkm.v2i2.63.

Armiyati, Yunie. 2015. “Hipotensi Dan Hipertensi Intradialisis Pada Hemodialisis Di


Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta,” no. July: 1–9.

Badariah, Farida Halis Dyah Kusuma, and Novita Dewi. 2017. “Karakteristik Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Kabupaten

40
Kotabaru.” Nursing News 2 (2): 281–85.

Efendi, Defi, Reisy Tane, Departemen Keperawatan Anak, Fakultas Keperawatan,


Universitas Indonesia, and Universitas Indonesia. 2019. “NurseLine Journal” 4
(1).

Examiner, Instructions F O R. 2003. “Restless Legs Syndrome Rating Scale” 4 (2):


4–7.

Ghaleb, Mervat, and Amany Sharaf. 2020. “The Effects of Nursing Interventions on
Intradialytic Muscle Cramps among Patients Undergoing Maintenance
Hemodialysis .” IOSR Journal of Nursing and Health Science 9 (1): 8–21.
https://doi.org/10.9790/1959-0901070821.

Hammad, Mohamed Anwar, Syed Azhar Syed Sulaiman, Nor Azizah Aziz, and Dzul
Azri Mohamed Noor. 2019. “Prescribing Statins among Patients with Type 2
Diabetes: The Clinical Gap between the Guidelines and Practice.” Journal of
Research in Medical Sciences 24 (1): 3–4. https://doi.org/10.4103/jrms.JRMS.

Hariyati, N R. 2020. METODOLOGI PENELITIAN KARYA ILMIAH. Penerbit


Graniti.

Henny Syapitri, S.K.N.M.K., M.K.S.K.M.B. Ns. Amila, and S.S.T.M.K. Juneris


Aritonang. 2021. BUKU AJAR METODOLOGI PENELITIAN KESEHATAN.
Ahlimedia Book.

Lin, Chia Huei, Yu Juei Hsu, Pi Hsiu Hsu, Yi Ling Lee, Chueh Ho Lin, Meei Shyuan
Lee, and Shang Lin Chiang. 2021. “Effects of Intradialytic Exercise on Dialytic
Parameters, Health‐related Quality of Life, and Depression Status in
Hemodialysis Patients: A Randomized Controlled Trial.” International Journal
of Environmental Research and Public Health 18 (17): 1–16.
https://doi.org/10.3390/ijerph18179205.

Lin, Xiao Wei, Jun Fang Zhang, Meng Yao Qiu, Ling Yan Ni, Hong Lei Yu, Sheng
Han Kuo, William G. Ondo, Qing Yu, and Yun Cheng Wu. 2019. “Restless
Legs Syndrome in End Stage Renal Disease Patients Undergoing
Hemodialysis.” BMC Neurology 19 (1): 1–7. https://doi.org/10.1186/s12883-

41
019-1265-y.

Mulyani, Lilis, Fiora Ladesvita, and Laju Filtrasi Glomerulus. 2021. “Hubungan Laju
Filtrasi Glomerulus Dengan Kadar Hemoglobin Dan Kalsium Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis” 3 (2): 272–84.

Nursalam. 2013. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Panjaitan, Roimanson. 2019. Metodologi Penelitian.


https://doi.org/10.31220/osf.io/uk47t.

Patients, Supportive, Palliative Care in Solid Cancer, Bassam Abdul Rasool Hassan,
Zuraidah Binti Mohd Yusoff, Mohamed Azmi Hassali Othman, Saad Bin,
Additional information is available at the end of the Chapter, and
Http://dx.doi.org/10.5772/55358. 2012. “We Are IntechOpen , the World ’ s
Leading Publisher of Open Access Books Built by Scientists , for Scientists
TOP 1 %.” Intech, 13.

Pu, Jiang, Zheng Jiang, Weihua Wu, Li Li, Liling Zhang, Ying Li, Qi Liu, and
Santao Ou. 2019. “Efficacy and Safety of Intradialytic Exercise in
Haemodialysis Patients: A Systematic Review and Meta-Analysis.” BMJ Open
9 (1). https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-020633.

Rahayu, Gusri, Hema Malini, and Elvi Oktarina. 2019. “Analisis Karakteristik
Penderita Restless Legs Syndrome Pada Pasien Chronic Kidney Disease Di
Ruang Hemodialisa.” Jurnal Endurance 4 (3): 506.
https://doi.org/10.22216/jen.v4i3.4488.

Ratnawati, Ana, Furaida Khasanah, and Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. n.d.


“Latihan Intradialitik Mempertahankan Tanda-Tanda Vital Dan Meningkatkan
Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis” 000: 1–20.

Sakitri, Ganik, Nurul Makiyah, and Azizah Khoiriyati. 2017. “Pengaruh Intradialytic
Exercise Terhadap Fatigue Pasien Hemodialisis The Effect of Intradialytic
Exercise on Fatigue Hemodialisis Patients at RSUP Dr . Soeradji Tirtonegoro
Klaten.” Media Publikasi Penelitian 15 (1): 58–64.

42
Salib, Marina, Areeba N Memon, Asavari S Gowda, Bhavana Rallabhandi, Erjola
Bidika, Hafsa Fayyaz, and Ivan Cancarevic. 2020. “Dialysis Patients With
Restless Leg Syndrome: Can We Relieve Their Suffering?” Cureus 12 (8).
https://doi.org/10.7759/cureus.10053.

Sovatzidis, Apostolos, Athanasios Chatzinikolaou, Ioannis G. Fatouros, Stylianos


Panagoutsos, Dimitrios Draganidis, Eirini Nikolaidou, Alexandra Avloniti, et al.
2020. “Intradialytic Cardiovascular Exercise Training Alters Redox Status,
Reduces Inflammation and Improves Physical Performance in Patients with
Chronic Kidney Disease.” Antioxidants 9 (9): 1–15.
https://doi.org/10.3390/antiox9090868.

Supriadi, Dedi. 2019. “Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa Dan Anemia


Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Ggk Yang Menjalani Hemodialisa Di Unit
Hemodialisa Rumah Sakit Tk. Ii 03.05.01 Dustira.” Jurnal Skolastik
Keperawatan 4 (1): 10–19. https://doi.org/10.35974/jsk.v4i1.728.

Widianti, Anggriyana Tri, Yanti Hermayanti, and Titis Kurniawan. 2017. “Pengaruh
Latihan Kekuatan Terhadap Restless Legs Syndrome Pasien Hemodialisis
Effect of Strength Training on Restless Legs Syndrome : Hemodialysis
Patients.” Jurnal Keperawatan Padjadjaran 5 (1): 47–56.

Yusup, Febrinawati. 2018. “Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian


Kuantitatif.” Jurnal Tarbiyah : Jurnal Ilmiah Kependidikan 7 (1): 17–23.
https://doi.org/10.18592/tarbiyah.v7i1.2100.

Zainuddin, Ricky, Hafidah Ahmad, Fitriani Sangkala, Ardiyanto Muslim, and


Akademi Keperawatan. 2021. “STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan The
Application of Intradialytic Stretching Exercise On Restless Legs Syndrome
(RLS) Scale in Hemodialysis Patients: Literature Review” 10 (1): 793–801.
https://doi.org/10.30994/sjik.v10i1.694.

43
Lampiran 1 : Penjelasan

SURAT PENJELASAN PENELITIAN UNTUK RESPONDEN

Kepada,

Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i

di tempat

Dengan hormat,

Saya, Nurul Azizah selaku peneliti, Mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan
Keperawatan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang bermaksud akan
melakukan penelitian dengan topik Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik
terhadap Restless Leg Syndrome Pasien Cronic Kidney Disease dengan
Hemodialisis. Adapun informasi tentang penelitian yang akan saya sampaikan yaitu:

1. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui apakah terdapat pengaruh Latihan


Peregangan Intradialitik terhadap Restless Leg Syndrome pada pasien CKD yang
menjalani hemodialisis.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada klien/ keluarga/
kelompok/masyarakat untuk menurunkan gejala restless leg syndrome
3. Penjelasan kepada responden bahwa penelitian yang akan dilakukan tidak
membahayakan dan tindakan yang akan dilakukan peneliti jika dalam proses
penelitian muncul masalah etik penelitian.
4. Peneliti bersedia memberikan informasi yang jelas dan lengkap tentang prosedur
penelitian yang akan dilakukan baik secara tertulis maupun lisan.
5. Penjelasan kepada responden bahwa jika mengundurkan diri dari penelitian tidak
akan dikenakan sanksi.

44
6. Penjelasan tentang himbauan responden untuk menandatangani lembar
persetujuan sebagai bukti bahwa responden bersadia mengikuti penelitian tanpa
ada paksaan dari pihak manapun.

Demikian informasi yang dapat peneliti berikan, atas perhatian dan partisipasi
bapak/ibu/saudara/i diucapkan terima kasih.

Peneliti,

Nurul Azizah

P1337420618054

Kontak yang bisa dihubungi: Nurul Azizah (083120038171)

45
Lampiran 2 : Informed concent

SURAT PERNYATAAN
BERSEDIA MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan hormat,

Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti mengenai tujuan, manfaat, dan


keuntungan dari penelitian ini yang berjudul "Pengaruh Latihan Peregangan
Intradialitik Terhadap Restless Leg Syndrome Pasien Cronic Kidney Disease Dengan
Hemodialisis" maka bersama ini saya memohon kesediaannya untuk mengisi lembar
kuesioner saya dengan jujur apa adanya. Partisipasi dalam penelitian ini bersifat
bebas untuk menjadi responden atau dapat menolak tanpa ada sanksi apapun.

Nama :

Umur :

No. HP :

Saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilaksanakan


oleh saudari:

Nama Mahasiswa : Nurul Azizah


NIM : P1337420618054

Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan


sebagaimana mestinya.

Semarang, 2022

Mengetahui, Yang membuat peryataan

Peneliti

(...........................................)

46
Lampiran 3 : Surat izin studi pendahuluan

47
Lampiran 4 : dokumentasi

48
49
50
Lampiran 5 : kuesioner

KUESIONER
SKALA PENGUKURAN RESTLESS LEG SYNDROME

Petunjuk Pengisian Kuesioner :

1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap item pertanyaan dalam kuesioner.
2. Pilihlah jawaban yang sesuai menurut Anda terkait dengan gejala RLS yang
anda rasakan dengan cara memberi tanda contreng (√) pada pilihan yang
tersedia.

51
Tanggal :
Nama Pasien :
Jenis Kelamin :
Usia :
Pendidikan :
Lama Menjalani HD :

Silahkan anda untuk menilai 10 pertanyaan kuisioner tersebut (Examiner 2003)


terkait dengan gejala RLS yang anda rasakan.

1. Secara umum, bagaimana anda dapat menilai ketidaknyamanan RLS yang anda
rasakan pada lengan ataupun kaki ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
2. Secara umum, bagaimana anda dapat menilai kemampuan beraktivitas anda
akibat gejala RLS yang anda rasakan ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
3. Secara umum, seberapa besar perbaikan yang dapat anda rasakan terhadap RLS
pada lengan ataupun kaki anda dengan melakukan gerakan-gerakan ?
(4) tidak teratasi
(3) teratasi singkat
(2) cukup teratasi
(1) hampir teratasi sempurna

52
(0) saya tidak merasakan gejala RLS sehingga pertanyaan ini tidak dapat saya
jawab
4. Secara umum, seberapa parah gangguan yang anda rasakan selama mengalami
gejala RLS?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
5. Seberapa parah kelelahan dan kekurangan tidur yang anda alami selama
mengalami gejala RLS ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
6. Secara umum, seberapa parah gejala RLS yang anda alami ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
7. Seberapa sering anda mengalami gejala RLS ?
(4) sangat sering (kurang lebih 6 sampai 7 hari perminggu)
(3) sering (kurang lebih 4 sampai 5 hari perminggu)
(2) cukup sering (kurang lebih 2 sampai 3 hari perminggu)
(1) sedikit sering (kurang lebih 1 hari seminggu atau kurang)
(0) tidak pernah
8. Ketika anda merasakan gejala RLS, berapa rata-rata lama timbulnya gejala RLS
yang dapat anda rasakan dalam sehari ?
(4) sangat sering (rata-rata 8 jam dalam sehari atau lebih)
(3) sering (3 sampai 8 jam dalam sehari)

53
(2) cukup sering (1 sampai 3 jam dalam sehari)
(1) sedikit sering (kurang dari 1 jam dalam sehari)
(0) tidak pernah
9. Secara umum, seberapa parah dampak gejala RLS terhadap kemampuan anda
melakukan tugas dalam keluarga, rumah, hubungan sosial, sekolah ataupun
pekerjaan ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu
10. Seberapa parah gangguan perasaan yang dapat anda rasakan dari gejala RLS,
seperti marah, depresi, sedih, kecemasan dan sangat mudah tersinggung ?
(4) sangat mengganggu
(3) mengganggu
(2) cukup mengganggu
(1) sedikit mengganggu
(0) tidak mengganggu

Kategori :
Sangat parah : 31-40 poin
Parah : 21-30 poin
Sedang : 11-20 poin
Cukup parah : 1-10 poin
Tidak mengganggu : 0 poin

Sumber : Examiner, Instructions F O R. 2003. “Restless Legs Syndrome Rating


Scale” 4 (2): 4–7.

54
Lampiran 6 : SOP Latihan Peregangan

PROTOKOL TINDAKAN LATIHAN PEREGANGAN


No Prosedur Kerja Keterangan

1. Peregangan bagian paha

a) Posisi awal:
Posisi berbaring dengan tangan
disamping tubuh
b) Gerakan :
- Posisi duduk atau berbaring di atas
tempat tidur dengan kaki lurus.
Dengan perlahan tekuk kaki kanan
ke arah badan kemudian kaki
diluruskan
- secara bergantian dilakukan antara
gerakan kaki sebelah kanan dengan
kaki yang sebelah kiri
c) Pengulang :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
itungan dengan 2 kali.
2. Peregangan pada bagian otot gluteal

a) Posisi awal :
Posisi berbaring dengan lutut tertekuk
dengan telapak kaki menyentuh di
lantai/tempat tidur, dan lengan berada di
samping tubuh.
b) Gerakan:
- Kencangkan glutes anda, lanjutkan
dengan mengangkat rendah bagian
gluteal perlahan-lahan, ruas demi
ruas, dan secara bertahap kembali ke
posisi awal.
c) Pengulangan :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kali.
3. Peregangan paha luar/ samping

a) Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus

55
kedepan, dengan lengan berada di
samping tubuh.
b) Gerakan:
- Gerakkan kaki kanan ke arah
samping dengan bertumpu pangkal
paha
- Kemudian gerakkan ke arah posisi
semula (lurus dengan badan)
- Secara bergantian lakukan gerakan
pada kaki yang sebelahnya
c) Pengulangan :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kall pengulangan.

4. Peregangan paha bagian dalam

a) Posisi awal:
Posisi berbaring dengan lutut ditekuk
dengan lengan berada di samping tubuh.
b) Gerakan:
- Gerakkan telapak kaki kiri dan
kanan sehingga saling bertumpu,
dengan lutut di tekuk dan
digerakkan ke arahi menyentuh
lantai.
- Kemudian gerakkan ke arah posisi
semula (Jurus dengan badan)
c) Pengulangan :
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kali pengulangan.

5. Peregangan pada bagian betis dan kaki.


a) Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus
kedepan, dengan lengan berada di
samping tubuh.
b) Gerakan:
- Dengan perlahan tekuk lutut kanan
ke arah badan kemudian kaki
diluruskan keatas.
- secara bergantian dilakukan antara
gerakan kaki sebelah kanan dengan

56
kaki yang sebelah kiri.
c) Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kali.

6. Peregangan kaki/ melancarkan sirkulasi


vena dalam

a) Posisi awal:
Posisi berbaring dengan kaki lurus
kedepan, kaki di lebarkan, dengan
lengan berada di samping tubuh.
b) Gerakan:
- Dengan perlahan flexikan/ tarik
ujung kaki kanan anda ke arah
tulang kering, dan kaki kiri ke arah
berlawanan.
- Lakukan secara bergantian antara
kaki sebelah kanan dengan kaki
yang sebelah kiri.
c) Pengulangan:
Tiap gerakan dilakukan sebanyak 8
hitungan dengan 2 kali pengulangan.

Sumber : atients, Supportive, Palliative Care in Solid Cancer, Bassam Abdul Rasool
Hassan, Zuraidah Binti Mohd Yusoff, Mohamed Azmi Hassali Othman, Saad
Bin, Additional information is available at the end of the Chapter, and
Http://dx.doi.org/10.5772/55358. 2012. “We Are IntechOpen , the World ’ s
Leading Publisher of Open Access Books Built by Scientists , for Scientists
TOP 1 %.” Intech, 13.

57
Lampiran 7 : Lembar Bimbingan
LEMBAR BIMBINGAN SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Nurul Azizah

NIM : P1337420618054

Judul Skripsi : Pengaruh Latihan Peregangan Intradialitik Terhadap Restless


Leg Syndrome Pasien Cronic Kidney Disease Dengan Hemodialisis Di Rsi Sultan
Agung Semarang

Dosen Pembimbing 1 : Nina Indriyawati, MNS

No. Hari/ Materi Saran Tanda


Tanggal Tangan
1. 14/09/2021 Pembekalan Mencari topik masalah

2. 15/10/2021 BAB 1 Bab 1

- Diperbaiki susunan per


paragraf .
- Di buat outline terlebih
dahulu
- Tujuan penelitian harus
mendalam.

3. 26/11/2021 BAB 2 Bab 2


- Diperbaiki susunan per
paragraf
- Diperbanyak sumber dari
penelitian-penelitian
sebelumnya

4. 10/12/2021 BAB 3 Bab 3

- Kendala di nama Teknik


sampling belum ditemukan

5. 21/12/2021 BAB 2 & BAB 3 Bab 2

- Kerangka teori kurang


komplikatif
- Sistematika disesuaikan
dengan panduan

58
- Ditambahi SOP yang rinci
Bab 3

- Pelajari lebih dalam Teknik


sampling
- Dipersiapkan Kuesioner

59
Dosen Pembimbing 2 : Putrono, S.Kep., Ns., M.Kes.

No. Hari/ Materi Saran Tanda


Tanggal Tangan
1. 25/10/2021 BAB 1 Bab 1

- Diperbaiki susunan per


paragraf
- Ditambah definisi secara
umum menyangkut semua
judul
- Diperkuat uraian tentang
latihan peregangan
- Tujuan penelitian harus
mendalam.
- Setidaknya 5 jurnal untuk
keaslian penelitian

2. 29/10/2021 BAB 1 Bab 1

- Ditambahi prevalensi RLS


yang telah dilakukan latihan
peregangan
- Ditambahi SOP latihan
peregangan
- Ditambahi dampak dari
masalah tersebut seperti
dampak biologis, social,
ekonomi dll

3. 30/12/2021 BAB 1, BAB 2 Bab 1


BAB 3 - Penguatan latar belakang
paragraph isidensi pravalensi
- Penguatan latar belakang
paragraph

Bab 2

- Perkuat teori RLS


- Menguraikan konsep atau
teori Latihan peregangan
intradialitik sebagai dasar
penyusunan SOP
- Kerangka teori sesuaikan dg
teori patofisiologi dll yang

60
telah diuraikan diatas

Bab 3

- Mempertimbangkan rumus
Notoatmojo
- Dibuat lampiran

61

Anda mungkin juga menyukai