Anda di halaman 1dari 44

EVALUASI FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

DAERAH (DPRD) KABUPATEN SIJUNJUNG PADA PELAKSANAAN


KEBIJAKAN PENANGANAN COVID-19 OLEH PEMERINTAH
KABUPATEN SIJUNJUNG

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan kepada Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi Negara sebagai
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik (S.AP)

FARHAN MUZAKKY
17042105/2017

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Desentralisasi atau proses penguatan demokrasi lokal merupakan dasar dari

instrumen penting dalam pencapaian kemakmuran masyarakat, berupa pencapaian

nilai-nilai dari suatu komunitas bangsa, terciptanya pemerintahan demokratis,

kemandirian masyarakat sebagai perwujudan dari otonomi, peningkatan efisiensi

administrasi serta pembangunan sosial ekonomi (A.F Leemans, 1970). Indonesia

ialah salah satu negara yang menganut asas desentralisasi dalam proses

penyelenggaraan pemerintahannya. Penyelenggarannya tertuang dalam Undang-

Undang Nomor 32 tahun 2004 yang menjadi payung hukum dan kekuatan dalam

pelaksanaan otonomi daerah.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

arti daerah diberi kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan di

luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,

peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan

pada peningkatan kesejahteraan rakyat (UU No 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat

di daerah yang memiliki kedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan

daerah (Pasal 40 UU No 32 tahun 2004). DPRD merupakan lembaga legislatif atau

pembuat peraturan, peraturan perundang-undangan yang dibuatnya mencerminkan

kebijakan-kebijakan itu (Budiarjo, 2005: 30). DPRD juga diartikan sebagai institusi

yang menjadi tumpuan dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat daerah

(Fuad, 2000: 24). Max Boboy dalam (Baskoro, 2005) menjelaskan bahwa lembaga

perwakilan atau parlemen memiliki beberapa fungsi, seperti fungsi perundang-

undangan, fungsi pengawasan, dan sarana pendidikan politik.

Sebagai bagian dari pemerintahan daerah, DPRD Kabupaten/Kota memiliki

fungsi, tugas dan wewenang. Dalam Pasal 141 ayat (1) UU 23/2014 dijelaskan bahwa

DPRD kabupaten/kota memiliki fungsi membentuk peraturan daerah kabupaten/kota,

fungsi anggaran dan juga fungsi pengawasan. Dalam fungsi pengawasan dijelaskan

lewat ketentuan Pasal 153 UU 23/2014 yang menyebut bahwa pengawasan yang

dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota meliputi pelaksanaan peraturan daerah

kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota, pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah,

serta pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan.

Fungsi pengawasan merupakan salah satu yang terpenting dalam proses

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam prosesnya, Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah (DPRD) dapat melakukan mekanisme kontrol terhadap eksekutif agar

menjalankan tugasnya dan tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan dari garis

ketentuan yang sudah ada. Fungsi pengawasan adalah tindakan dalam mengawasan

pelaksanaan kebijakan pemerintah (Sunarto, 2004: 38). Dalam hal itu, DPRD

memiliki hak interpelasi (meminta keterangan) dan hak angket (melakukan

penyelidikan). Kekuasaan daerah otonom di tingkat kabupaten dipimpin oleh seorang

Bupati. Otonomi daerah membuat Bupati mempunyai wewenang yang tinggi untuk

mengeluarkan kebijakan.

Seperti halnya di Kabupaten Sijunjung, Kebijakan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Kabupaten Sijunjung tentu harus memperhatikan nilai-nilai norma dan

luhur etika hukum yang sesuai serta berlaku. Dan salah satu kelembagaan yang

bertugas dalam mengawasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Sijunjung ialah lembaga

perwakilan rakyat di daerah tingkat kabupaten yaitu DPRD Kabupaten Sijunjung.

Pengawasan yang dilakukan mengharapkan agar kebijakan yang dituangkan tidak

menyimpang dari garis yang telah ditetapkan. Dalam fungsinya sebagai bentuk

pengawasan, DPRD Kabupaten Sijunjung memiliki pelaksanaan pengawasan

terhadap pelaksanaan Perda dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya, Peraturan

Bupati dan Keputusan Bupati, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),

serta kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan

daerah.
Terlebih setelah Covid-19 melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Covid-

19 sendiri masuk pertama kali pada bulan Maret 2020. Wabah Covid-19 ditetapkan

sebagai darurat kesehatan global sehingga menyebabkan kegiatan sehari-hari setiap

orang terhambat. Pemerintah Indonesia pada awalnya melakukan langkah-langkah

kebijakan taktik seperti mensosialisasikan gerakan social distancing untuk

masyarakat. Langkah ini bertujuan untuk memutus rantai penularan Covid-19 dengan

menerapkan jarak aman dengan manusia lainnya minimal 2 meter, dan tidak

melakukan kontak langsung dengan orang lain serta menghindari pertemuan massal

(Buana D.R 2020).

Selanjutnya pemerintah mengerahkan anggaran bahkan Pemerintah Pusat

membatalkan hampir keseluruhan anggaran DAK (Dana Alokasi Khusus) untuk

direalokasikan dalam kebijakan tanggap darurat Covid-19. Bagi Pemerintah Daerah

termasuk Kabupaten Sijunjung, APBN juga dirasionalisasikan untuk dialihkan ke

upaya tanggap Covid-19. Pemerintah Kabupaten Sijunjung mengurangi hampir 50%

anggaran perjalanan dinas di seluruh OPD, menunda kegiatan bimtek, sosialisasi,

serta pengadaan barang dan jasa yang sifatnya tidak urgen. Dalam salah satu

kesempatan, Bupati Sijunjung Yuswir Arifin menyampaikan gagasannya bahwa

untuk upaya pencegahan Covid-19 yang lebih masif, maka perlu dilakukan secara

bersama-sama, antara kelembagaan pemerintah dan masyarakat.

Percepatan penanganan Covid-19 di Kabupaten Sijunjung sendiri berjalan

cukup taktis, namun di tengah jalan ditemukan berbagai isu dan spekulasi. Salah
satunya dibenarkan oleh Kapolres Sijunjung, AKBP Muhammad Ikhwan Lazuardi

yang membenarkan adanya penyelidikan terhadap penyalahgunaan dana insentif

tenaga kesehatan (nakes) penanganan Covid-19 di Kabupaten Sijunjung. Kasat

Reskrim Polres Sijunjung, AKP Abdul Kadir Jailani dalam keterangannya

menjelaskan bahwa keseluruhan dana yang diselewengkan dipredikasi mencapai

ratusan juta rupiah.

Jika kita menarik lebih jauh, di Kabupaten Sijunjung sendiri pernah terjadi

kasus korupsi dana APBD pada tahun 2018-2019 yang dilakukan oleh dua orang

tersangka mantan pimpinan DPRD (langgam.id). Hal tersebut meng-indikasikan

bahwa DPRD Kabupaten Sijunjung belum optimal dalam melaksanakan fungsinya

mengawasi kinerja pemerintah Kabupaten dan menunjukkan tidak adanya usaha

preventisasi terhadap kasus korupsi yang dilakukan pemerintah daerah sijunjung.

Di samping masalah pelanggaran nilai-nilai dan norma administrasi terlebih di

masa Covid-19 tersebut, kurangnya transparansi secara menyeluruh terhadap kinerja

eksekutif di Kabupaten Sijunjung juga seringkali dipertanyakan oleh masyarakat.

Eksekutif masih terlihat kurang transparansi dan keterbukaan informasi, satu lagi

problematika yang sering dihadapi dalam struktur birokrasi di Kabupaten Sijunjung

ialah masih banyaknya aktor-aktor kebijakan yang mementingkan kepentingan untuk

kelompok politiknya sendiri. Permasalahan demi permasalahan seperti kasus korupsi,

kurangnya transparansi dan keterbukaan informasi serta kecenderungan

mementingkan kepentingan kelompok menjadi bahan evaluasi untuk DPRD


Kabupaten Sijunjung dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap setiap

penyimpangan dan pelanggaran kebijakan yang terjadi.

Satu variabel penting dalam penanganan fase krisis seperti yang dituliskan Dion

Eriend dalam Jurnal Niara adalah komunikasi yang mana merupakan bentuk

komponen vital dalam penanganan suatu krisis (Dion Eriend, 2021). Komunikasi

semacam jika dibawakan ke aspek kelembagaan bisa berkaitan dengan fungsi

pengawasan legislative terhadap eksekutif, atau dalam hal ini antara DPRD

Kabupaten Sijunjung ke Pemerintah Kabupaten Sijunjung.

Dari uraian di atas dapat diperhatikan kebijakan yang dimiliki oleh Pemerintah

Kabupaten Sijunjung bisa memunculkan banyak persoalan jika di dalam tubuh DPRD

sendiri masih terdapat pelanggaran nilai-nilai dan norma administrasi serta tidak ada

mekanisme pengawasan yang sesuai dengan aturan. Karena kontrol yang dilakukan

oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung penting dan

dibutuhkan. Oleh karena itu penulis tertarik dalam mengangkat permasalahan ini

dalam sebuah penelitian dengan judul “Evaluasi Fungsi Pengawasan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung Pada Pelaksanaan

Kebijakan Penanganan Covid-19 oleh Pemerintah Kabupaten Sijunjung”.


B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat peneliti simpulkan

identifikasi masalahnya adalah:

1. Belum optimalnya fungsi pengawasan dari DPRD Kabupaten Sijunjung

terhadap penanganan Covid-19 oleh Pemerintah Kabupaten Sijunjung

2. Kualitas sumber daya manusia DPRD yang belum memadai

3. Belum maksimalnya koordinasi terhadap pengawasan kebijakan antara

DPRD Kabupaten Sijunjung dan Pemerintah Kabupaten Sijunjung

(Eksekutif)

4. Kurangnya usaha preventisasi dalam fungsi pengawasan DPRD

Kabupaten Sijunjung terhadap pelanggar aturan kebijakan di lingkup

Pemerintah Kabupaten Sijunjung

5. Masih banyaknya kendala yang dihadapi DPRD Kabupaten Sijunjung

dalam advokasi fungsi pengawasan

C. Pembatasan Masalah

Setelah peneliti mengidentifikasi masalah, selanjutnya peneliti dapat membatasi

masalah yang akan diteliti dengan mengingat adanya keterbatasan waktu dan tenaga.

Maka batasan dalam masalah peneliti dari permasalahan hanya untuk melihat

bagaimana evaluasi fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Kabupaten Sijunjung pada pelaksanaan kebijakan penanganan Covid-19 oleh

Pemerintah Kabupaten Sijunjung.


D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas dapat disimpulkan rumusan

masalahnya adalah:

1. Bagaimana evaluasi fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Kabupaten Sijunjung terhadap kebijakan penanganan Covid-19

oleh Pemerintah Kabupaten Sijunjung?

2. Bagaimana kendala dan upaya yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung dalam proses evaluasi fungsi

pengawasan terhadap kebijakan penanganan Covid-19 oleh Pemerintah

Kabupaten Sijunjung?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisis evaluasi fungsi pengawasan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung terhadap kebijakan

penanganan Covid-19 oleh Pemerintah Kabupaten Sijunjung

2. Untuk menganalisis kendala dan upaya yang dilakukan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung dalam proses evaluasi

fungsi pengawasan terhadap kebijakan penanganan Covid-19 oleh

Pemerintah Kabupaten Sijunjung

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:


1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa menambah dan membantu ilmu pengetahuan

yang berhubungan langsung dengan administrasi negara terutama yang

berkaitan dengan mata kuliah komunikasi dan advokasi kebijakan, kebijakan

publik, sistem administrasi negara, dan pengantar administrasi publik.

2. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi untuk menambah

dan membangun pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal

prinsip advokasi pemerintahan.

3. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung dalam hal

pengawasan dan pengambilan langkah advokasi serta evaluasi terhadap

kebijakan Pemerintah Kabupaten Sijunjung mengenai kebijakan apa yang

harus diambil sesuai dengan aspirasi masyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mempermudah peneliti menjelaskan permasalahan penelitian sesuai

dengan rumusan dan tujuan penelitian, maka pada bagian ini akan digunakan

beberapa konsep teoritis. Diantaranya adalah konsep kebijakan publik, konsep

evaluasi kebijakan, dan konsep fungsi pengawasan DPRD.

A. Kajian Teori

1. Konsep Kebijakan Publik

a. Pengertian Kebijakan Publik

Thomas R. Dye (1981: 1) mendefenisikan kebijakan publik sebagai

bentuk dari apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu (publik policy is whatever governments choose to do or not to do).

Sementara James E. Anderson (1979: 3) mengartikan kebijakan publik

sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat dari

pemerintah. Walau dapat disadari juga bahwa kebijakan publik dapat

dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah.

Dalam pandangan seorang David Easton, ketika pemerintah membuat

kebijakan publik, artinya ketika itu juga pemerintah mengalokasikan nilai-

nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat

nilai di dalamnya (dikutip Dye, 1981). Sebagai contoh untuk mempermudah


pemahaman kita akan konsep kebijakan publik, ketika pemerintah

menetapkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan kemudian diganti

dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, dapat

terlihat bahwa nilai yang akan dikejar adalah penghormatan terhadap nilai

demokrasi dan pemberdayaan masyarakat lokal serta pemerintah daerah.

Dikutip dari (Thomas R. Dye, 1981) Harrold Laswell dan Abraham

Kaplan berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-

nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat. Ini

mengindikasikan bahwa kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan

nilai dan praktik sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat. Ketika

kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang

hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat

resistensi ketika diimplementasikan.

Menurut (Iskandar, 2012) kebijakan publik juga diartikan sebagai sebuah

rangkaian program, aktivitas, aksi, keputusan, dan sikap untuk bertindak

maupun tidak bertindak yang dilakukan oleh para pihak (aktor-aktor), sebagai

tahapan dalam penyelesaian masalah yang dihadapi, penetapan kebijakan

merupakan suatu faktor penting bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.

Kebijakan bisa berasal dari satu orang pelaku atau sekelompok pelaku yang

memuat serangkaian program/aktivitas atau tindakan dengan tujuan tertentu,


kebijakan ini diikuti dan dilaksanakan oleh para pelaku dalam rangka

memecahkan suatu permasalahan tertentu (Haerul, Akib, dan Hamdan, 2016).

Dalam penafsirannya, kebijakan publik didefenisikan secara beragam oleh

para pakar, hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai kepentingan yang

melandasi perumusannya. Namun satu dasar yang mesti diketahui adalah

kebijakan publik merupakan suatu ilmu terapan (Freeman, 2006). Selain itu,

Thoha (2012) menberikan penafsiran mengenai kebijakan publik sebagai hasil

rumusan dari suatu pemerintahan, dalam pandangannya kebijakan publik lebih

dipahami sebagai apa yang dikerjakan oleh pemerintah dibadingkan daripada

proses hasil yang dibuat.

Wahab (2010) menyatakan bahwa kebijakan publik lebih kepada tindakan

sadar yang berorientasi pada pencapaian tujuan daripada sebagai

perilaku/tindakan yang dilakukan secara acak dan kebetulan. Proses kebijakan

sendiri dapat dijelaskan sebagai suatu sistem yang meliputi input, proses, dan

output. Input merupakan isu kebijakan atau agenda pemerintah, proses

berwujud perumusan formulai kebijakan dan pelaksanaan kebijakan,

sedangkan output merupakan hasil dari kinerja kebijakan (Wahyudi, 2016).

Oleh karenanya, kebijakan itu tidak bersifat permanen. Kebijakan dibuat

sekali untuk rentang waktu tertentu sebagai bentuk solusi atas permasalahan

yang ada dan kepentingannya melayani (Godin, Rein, dan Moran, 2006).
b. Proses Kebijakan Publik

James Anderson (1979: 23-24) selaku pakar kebijakan publik menetapkan

proses kebijakan publik sebagai berikut:

1) Formulasi masalah (problem formulation): Apa masalahnya? Apa

yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana

masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah?

2) Formulasi kebijakan (formulation): Bagaimana mengembangkan

pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah

tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?

3) Penentuan kebijakan (adoption): Bagaimana alternatif ditetapkan?

Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang

akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk

melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah

ditetapkan?

4) Implementasi (implementation): Siapa yang terlibat dalam

implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak

dari isi kebijakan?

5) Evaluasi (evaluation): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak

dari kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa

konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk

melakukan perubahan atau pembatalan?


Disamping itu Michael Howlet dan M. Ramesh (1995: 11) menyatakan

bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan, yaitu:

1) Penyusunan agenda (agenda setting), yaitu suatu proses agar suatu

masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah.

2) Formulasi kebijakan (policy formulation), yaitu proses perumusan

pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah.

3) Pembuatan kebijakan (decision making), yaitu proses ketika

pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak

melakukan suatu tindakan.

4) Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk

melaksanakan kebijakan agar bisa mencapai hasil yang telah

ditetapkan.

5) Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yaitu proses untuk memonitor

dan menilai hasil atau kinerja dari sebuah kebijakan.

c. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan Publik

Edward III mengartikan pelaksanaan kebijakan sebagai bentuk bagian dari

tahapan proses kebijaksanaan, yang posisinya berada diantara tahapan

penyusunan kebijaksanaan serta konsekuensi dan resiko yang kiranya dapat

ditimbulkan oleh kebijaksanaan tersebut (output, outcome). Edwards III

mengidentifikasi ada empat aspek yang mempengaruhi pelaksanaan

kebijakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, masing-masing


saling berpengaruh terhadap aspek lainnya. Diantara keempat aspek tersebut

ialah:

1) Komunikasi

Komunikasi merupakan aktivitas yang sangat mempengaruhi seseorang

dalam menginterpretasikan suatu ide/gagasan, terutama yang dimaksud

oleh pembicara atau penulis melalui suatu sistem yang biasa (lazim) baik

melalui simbol-simbol, signal, maupun perilaku (Wardhani, Hasiolan, dan

Minarsih, 2016). Komunikasi mempengaruhi pelaksanaan kebijakan

publik, dimana komunikasi yang tidak baik dapat menimbulkan dampak-

dampak buruk bagi pelaksanaan kebijakan. Dimensi komunikasi yang

dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik diantaranya: transmisi,

konsistensi, dan kejelasan (Winarno, 2012).

2) Kewenangan/Struktur Birokrasi

Kewenangan atau struktur birokrasi merupakan bentuk otoritas atau

legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah

ditetapkan secara politik (Afandi dan Warjio, 2015). Kewenangan ini

berhubungan dengan struktur birokrasi yang melekat pada posisi/strata

kelembagaan atau individu selaku pelaksana kebijakan.

3) Sumberdaya

Sumberdaya merupakan penunjang dari pelaksanaan kebijakan,

didalamnya dapat berupa manusia, materi, dan metoda. Pelaksanaan


kebijakan publik perlu dilakukan secara cermat, jelas, dan konsisten.

Sumberdaya merupakan faktor penting dalam melaksanakan kebijakan

publik. Sumberdaya dalam pelaksanaan kebijakan publik diantaranya: staf

yang memadai, informasi, pendanaan, wewenang, dan fasilitas pendukung

lainnya (Afandi dan Warjio, 2015).

2. Konsep Evaluasi Kebijakan

a. Pengertian Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan merupakan suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan

suatu program atau kebijakan yang telah dilakukan dan digunakan untuk

meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program

kedepannya agar berjalan lebih baik. Evaluasi adalah bentuk usaha untuk

mengukur dan mengkalkulasikan nilai secara objektif atas pencapaian hasil-

hasil yang telah direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut

dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan

ke depan (Yusuf, 2000: 3).

Secara umum, istilah evaluasi dapat dipadankan dengan penaksiran,

pemberian angka, dan bentuk penilaian. Dalam arti yang lebih spesifik,

evaluasi akan berkaitan dengan produksi informasi mengenai nilai atau

manfaat hasil sebuah kebijakan (Dunn, 2003). Ketika hasil kebijakan

memiliki nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan terhadap

tujuan dan sasaran yang telah ditentukan dalam suatu kebijakan. Ini memberi
arti bahwa kebijakan atau program telah mencapai kinerja yang bermakna,

yang berarti masalah-masalah kebijakan yang dibuat telah jelas dan dapat

untuk diatasi.

Trochim (2009) memberi pendapat bahwa evaluasi kebijakan memainkan

peranan penting dalam memberikan umpan balik tentang apa yang terjadi

dalam suatu program/praktik/teknologi berkaitan dengan suatu kebijakan.

Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja, tanpa dilakukannya

evaluasi. Suatu hasil kebijakan dikatakan mempunyai nilai karena hasil

tersebut memberi sumbangan pada tujuan dan sasaran, dengan kata lain

kebijakan atau program tersebut telah mencapai tingkat kinerja yang

bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan ditemukan dan

diatasi (Sadana, 2013: 143).

Anderson memandang proses evaluasi sebagai bagian yang menentukan

hasil yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang direncanakan untuk

mendukung tercapainya tujuan. Sedangkan Stufflebeam, mengungkapkan

bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian

informasi yang berguna bagi pengambil keputusan dalam menentukan

alternatif-alternatif keputusan (dalam Arikunto, 2002: 1). Menurut

Situmorang, evaluasi kebijakan dilakukan untuk menemukan penyebab dari

kegagalan kebijakan dan apakah kebijakan tersebut berakhir pada dampak

yang telah direncanakan.


b. Tipe-Tipe Evaluasi Kebijakan

James Anderson dikutip oleh Situmorang membagi tipe-tipe evaluasi

kebijakan menjadi tiga tipe, yaitu:

1) Evaluasi merupakan kegiatan fungsional sehingga dipandang sebagai

kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan.

2) Evaluasi akan berfokus pada kinerja dari sebuah kebijakan, sehingga

memilih kejujuran dan efisiensi dalam pelaksanaannya.

3) Evaluasi kebijakan sistematis yang mencoba memberikan jawaban atas

setiap pertanyaan seputar kesesuaian kebijakan dengan tujuan awal,

biaya-biaya yang digunakan dan keuntungan yang diraih, serta penerima

keuntungan.

c. Fungsi Evaluasi Kebijakan

Menurut Nugroho (2009) Evaluasi kebijakan memiliki beberapa fungsi

sebagai berikut:

1) Fungsi Eksplanasi

Yakni diharapkan untuk melihat realitas pelaksanaan program dan

dapat dibuat suatu generalisasi tentang gambaran hubungan antar

berbagai dimensi realitas yang semestinya.

2) Fungsi Kepatuhan
Yakni melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang

dilakukan oleh pelaku kebijakan, baik birokrasi maupun pelaku

lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan.

3) Fungsi Audit

Yakni melalui evaluasi akan dapat diketahui apakah output benar-

benar sampai ke kelompok sasaran kebijakan, atau malah ada

penyimpangan.

4) Fungsi Akunting

Yakni melalui evaluasi dapat diketahui kalkulasi atau hasil dari apa

akibat sosial-ekonomi pada kebijakan tersebut.

d. Klasifikasi Jenis Evaluasi

Secara umum Nugroho (2008: 537) membagi klasifikasi evaluasi

menjadi tiga jenis, yakni:

1) Evaluasi pada Tahap Perencanaan

Evaluasi seringkali digunakan dalam tahap perencanaan sebagai cara

mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai

alternatif dan kemungkinan terhadap cara untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu dibutuhkan berbagai teknik

yang patut untuk dipertimbangkan dalam kaitannya.

2) Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan

Pada tahapan ini, evaluasi adalah sebuah kegiatan dengan melakukan

analisa untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding


dengan rencana. Terdapat perbedaan antara evaluasi dengan

mentoring, mentoring menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai

sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat

mencapai tujuan tersebut. Sedangkan evaluasi melihat sejauh mana

masih tetap sama dalam mencapai tujuannya, apakah tujuan tersebut

sudah berubah, atau apakah pencapaian hasil kebijakan tersebut akan

memecahkan masalah yang ingin dipecahkan. Evaluasi juga akan

mempertimbangkan faktor-faktor luar yang mempengaruhi

keberhasilan kebijakan tersebut, baik membantu atau menghambat.

3) Evaluasi pada Tahap Pasca Pelaksanaan

Pada tahapan ini, pengertian evaluasi hampir sama dengan pengertian

pada tahap pelaksanaan, hanya perbedaannya yang dinilai dan

dianalisa bukan lagi pada tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding

rencana, tetapi hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana, yakni

apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

e. Langkah-Langkah Evaluasi Kebijakan

Berdasarkan prosedur ilmiah, Edward A. Suchman (dalam Winarno,

2007) mengemukakan enam langkah dalam proses evaluasi kebijakan,

diantaranya ialah:

1) Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi

2) Analisis terhadap masalah


3) Deskripsi dan standarisasi kegiatan

4) Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi

5) Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat

dari kegiatan tersebut atau penyebab yang lain

6) Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

f. Pendekatan Evaluasi Kebijakan

Evaluasi kebijakan publik menurut Dunn (2003) memiliki tiga

pendekatan utama, yakni:

1) Evaluasi Semu

Merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif

untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya

mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha untuk menanyakan manfaat

atau nilai dari hasil tersebut kepada individu, kelompok, atau

masyarakat secara keseluruhan.

Analisis utama dari evaluasi semu adalah ukuran mengenai

manfaat atau nilai merupakan sesuatu yang dapat terbukti sendiri atau

tidak kontroversial. Untuk menjelaskan variasi hasil kebijakan sebagai

produk variabel masukan dan proses, metode yang digunakan di

antaranya adalah rancangan eksperimental semu, kuesioner, teknik

statistik, dan lain-lain.

2) Evaluasi Formal
Merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif

untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat dipercaya

mengenai hasil-hasil dari kebijakan, tetapi evaluasi hasil tersebut

dilakukan atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan

secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrasi program.

Asumsi utama evaluasi formal ialah bahwa tujuan dan target

diumumkan secara formal, merupakan ukuran yang tepat untuk

manfaat atau nilai kebijakan program. Metode analisis yang

digunakan dalam evaluasi formal sama dengan yang digunakan dalam

evaluasi semu.

3) Evaluasi Teoretis

Merupakan pendekatan yang menggunakan metode deskriptif

untuk menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan

dan valid mengenai hasil-hasil dari kebijakan yang mana secara

eksplisit dinilai oleh berbagai pelaku kebijakan. Evaluasi keputusan

teoritis berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan

dan target dari pelaku kebijakan, baik yang tersembunyi maupun yang

dinyatakan,

Tujuan dan target dari pembuat atau aktor kebijakan serta

administrator merupakan salah satu sumber nilai. Semua pihak

memiliki andil dalam memformulasikan dan mengimplementasikan


kebijakan, sehingga kinerja kebijakan akan dapat diukur dan

diwujudkan secara bersama.

3. Konsep Pemerintahan Daerah

a. Pengertian Pemerintahan Daerah

Secara konseptual perlu untuk dipahami bahwa posisi pemerintahan

daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah, yaitu bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan

daerah adalah: penyelenggaraan urusan-urusan pemerintah daerah dan

DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi

seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Konsep pemerintahan daerah sendiri berasal dari terjemahan konsep

local government yang pada intinya mengandung tiga pengertian, yakni:

pertama berarti pemerintah lokal, kedua berarti pemerintahan lokal, dan

ketiga berarti wilayah lokal (Hoessein dalam Hanif, 2007: 24). Pada ketiga

pengertian pemerintah daerah tersebut juga memiliki beberapa pengertian

lainnya.

Pertama, pemerintah lokal lebih merujuk kepada

Badan/Lembaga/Organisasi yang berfungsi menyelenggarakan suatu sistem

pemerintahan. Pada konteks ini, pemerintah lokal atau pemerintah daerah

menitik beratkan kepada organisasi yang memimpin dan pelaksanaan


kegiatan suatu pemerintahan daerah. Kedua lembaga, yaitu Kepala Daerah

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menggerakkan kegiatan

pemerintahan daerah sehari-hari. Kedua lembaga tersebut lebih dimaknai

sebagai Pemerintah Daerah (Hanif 2007: 24).

Kedua, pemerintahan lokal lebih merujuk kepada sebuah kegiatan

pemerintahan yang dilaksanakan oleh eksekutif yang dalam sistem

pemerintahan Indonesia merujuk kepada Walikota/Bupati dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintah daerah dalam

melaksanakan proses penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan

melakukan kegiatan-kegiatan pengaturan.

Ketiga, pemerintahan lokal yang lebih merujuk pada wilayah

pemerintahan atau bentuk geografis dari daerah otonom. Daerah otonom

merupakan daerah yang memiliki hak untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan yang telah diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah

yang selanjutnya menjadi urusan rumah tangganya. Hak mengatur ini

diwujudkan dengan pembuatan peraturan daerah yang pada intinya mengacu

pada kebijakan umum pemerintahan daerah dari daerah otonom tersebut.

Tjahja Supriatna (dalam Hanif, 2007) menyitir pendapat Guzman dan

Taples yang menjelaskan bahwa unsur-unsur pemerintahan daerah meliputi:

1) Pemerintahan daerah merupakan subsidi politik dari kedaulatan

bangsa dan negara.

2) Pemerintah daerah diatur oleh hukum.


3) Pemerintah daerah mempunyai badan pemerintahan yang dipilih

oleh penduduk setempat.

4) Pemerintah daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan

peraturan perundangan.

5) Pemerintah daerah memberikan pelayanan dalam batas wilayah

yurisdiksinya.

b. Tugas dan Fungsi Pokok Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (disingkat DPRD

Kabupaten/Kota) merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang

berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di

Kabupaten/Kota. DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas anggota partai politik

peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum/legislatif.

Dalam Pasal 365 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),

Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) dijelaskan bahwa DPRD Kabupaten/Kota mempunyai fungsi

legislasi, anggaran, dan pengawasan. DPRD Kabupaten/Kota juga

mempunyai wewenang dan tugas:

1) Membentuk peraturan daerah kabupaten/kota bersama

bupati/walikota;
2) Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan

daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah

kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota;

3) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah

dan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota;

4) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/walikota

dan/atau wakil bupati/wakil walikota kepada Menteri Dalam

Negeri melalui gubernur untuk mendapatkan pengesahan

pengangkatan dan/atau pemberhentian;

5) Memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadi kekosongan

jabatan wakil bupati/wakil walikota;

6) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah

daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian internasional di

daerah;

7) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama

internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah

kabupaten/kota;

8) Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;

9) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan

daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat

dan daerah;
10) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan; dan

11) Melaksanakan wewenang dan tugas lain yang diatur dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota berhak

untuk:

1) Interpelasi;

2) Angket; dan

3) Menyatakan pendapat.

4. Konsep Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah,

Pemerintah Daerah berfungsi sebagai badan eksekutif daerah, sedangkan DPRD

berfungsi sebagai badan legislatif daerah yang mana keduanya disebut sebagai

penyelenggara Pemerintahan Daerah. Secara umum sistem pengawasan dalam

penyelenggaraan pemerintahan, meliputi pengawasan fungsional, legislatif, dan

pengawasan masyarakat.

Pengawasan fungsional menjadi kewenangan pemerintah pusat terhadap

penyelenggara pemerintah daerah (Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun

2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah

Daerah). Pengawasan masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan maupun


kelompok dan atau oganisasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintah

daerah.

Sedangkan pengawasan legislatif dilaksanakan DPRD terhadap pelaksanaan

pemerintahan daerah serta penyelenggaraan kebijakan daerah (Pasal 43 Peraturan

Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah). Fungsi pengawasan sangatlah penting bagi

DPRD, karena memberikan kesempatan kepada DPRD untuk lebih aktif dan kreatif

dalam menyikapi berbagai kendala terhadap pelaksanaan peraturan daerah.

Melalui pengawasan dewan, eksekutif sebagai bentuk pelaksana kebijakan akan

terhindar dari berbagai penyimpangan dan tindak penyelewengan, dari hasil

pengawasan dewan tersebut akan diambil tindakan penyempurnaan untuk

memperbaiki pelaksanaan dari kebijakan tersebut. Untuk menghindari adanya

kesalahan administratif dalam tata laksana birokrasi pemerintahan daerah tanpa

mereka sadari dapat bermuara pada dugaan tindak pidana korupsi ataupun konflik

kepada masyarakat bagi pejabat publik yang menanggani urusan publik tersebut,

dengan adanya pengawasan DPRD akan dapat memberikan perlindungan yang cukup

efektif terhadap eksekutif dalam menjalankan tata laksana birokrasi pemerintahan

secara optimal.

Secara umum dapat diartikan bahwa fungsi pengawasan oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap


pelaksanaan Undang-Undang, Peraturan Daerah, Peraturan/Keputusan Bupati dan

kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Pembahasan mengenai evaluasi fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) pada pelaksanaan kebijakan kepala daerah telah pernah dilakukan

oleh beberapa peneliti terdahulu. Dari penelitian terdahulu telah dibahas beberapa

masalah mengenai fungsi pengawasan dari DPRD pada pelaksanaan kebijakan kepala

daerah. Maka dari itu, beberapa penelitian yang relevan terkait dengan fungsi

pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah sebagai berikut:

1) Penelitian yang dilakukan oleh Aulia Sobri Karim (2011) dengan pokok

pembahasan Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) Kota Salatiga Terhadap Kebijakan Walikota Salatiga Tahun

2010. Dengan hasil bahwa DPRD Kota Salatiga sudah melaksanakan tugas

dengan baik secara umum, namun masih ada kendala teknis seperti kurangnya

transparansi yang menyeluruh tentang kinerja eksekutif dan juga kendala

kepentingan kelompok politik. Persamaan penelitian ini dengan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti adalah fokus pada pengkajian fungsi pengawasan

dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Perbedaannya pada

penelitian ini adalah berfokus pada pelaksanaan dari fungsi pengawasan,

sedangkan peneliti lebih fokus pada evaluasi fungsi pengawasan.


2) Penelitian yang dilakukan oleh Budiyono (2013) dengan pembahasan

mengenai Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Pemerintah

Daerah Dalam Rangka Mewujudkan Good Governance. Hasil dari penelitian

ini menunjukkan bahwa harus ada pemaknaan secara benar terhadap fungsi

dan tujuan pengawasan pada DPRD agar dapat mewujudkan good

governance. Persamaan penelitian itu dengan penelitian yang peneliti lakukan

adalah kejaran dari substansi fungsi pengawasan dimana ada mekanisme

check & balance yang efektif antara DPRD dan Pemerintah Daerah

(eksekutif). Perbedaan penelitian ini terletak pada fokusnya pada pelaksanaan,

sedangkan peneliti lebih berfokus pada proses evaluasi.

3) Penelitian yang dilakukan oleh James Oyan (2017) dengan pembahasan

mengenai Implementasi Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kota Manado. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam

menjalankan fungsi pengawasannya, anggota DPRD Kota Manado masih

terpaku pada hal-hal yang sifatnya prosedural semata, dan ada beberapa faktor

yang mempengaruhi lemahnya implementasi fungsi pengawasan tersebut,

diantaranya: faktor organisasi, latar belakang politik anggota, serta

pengetahuan tentang teknik pengawasan. Persamaan penelitian ini dengan

penelitian yang peneliti lakukan terletak pada beberapa asumsi dari temuan

masalah yang merujuk pada lemahnya fungsi pengawasan DPRD. Perbedaan

penelitian itu terletak pada fokusnya yaitu pada implementasi fungsi

pengawasan, sedangkan peneliti lebih kepada evaluasi fungsi pengawasan.


C. Kerangka Konseptual

UU No. 32 Tahun 2004 Tentang UU No. 32 Tahun 2004 Tentang


Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah
UU No. 27 Tahun 2009 Tentang
MPR, DPR, DPD, dan DPRD

Mitra Kerja Penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten


DPRD Kabupaten Sijunjung Pemerintah Daerah Sijunjung

1. Legislasi 1. Perda
2. Anggaran 2. Perbup
3. Pengawasan 3. Kebijakan

Fungsi Pengawasan DPRD Kendala dan Upaya, Teori


Kabupaten Sijunjung sesuai Kendala Menurut Hansen dan
dengan (Pasal 43 Peraturan Pelaksanaan Kebijakan
Howen dalam (Larasati dan
Pemerintah No. 79 Tahun 2005 Haksana, 2016):
Tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan - Kendala Internal
Pemerintah Daerah). - Kendala Eksternal

Evaluasi Kebijakan
(Nugroho,2009), Fungsi Masyarakat
Evaluasi:

- Fungsi Eksplanasi Aturan Hukum yang


- Fungsi Kepatuhan Berlaku Sinergi dengan
- Fungsi Audit Program dan Visi Misi
- Fungsi Akunting Daerah
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan metode

deskriptif. Bodgan dan Taylor (Dalam Moleong 2013:34) menjelaskan penelitian

kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati.

Dalam penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif yang nantinya akan

menjelaskan fakta dalam bentuk gambar atau kata dan data yang akan dituangkan

dalam bentuk tulisan. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa–apa

saja yang saat ini berlaku. Penelitian ini akan diperoleh melalui wawancara di

lapangan.

Penelitian ini digunakan dalam kondisi objek yang alamiah, yang mana peneliti

sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dengan gabungan, dan analisis

data bersifat kualitatif atau induktif, pada penelitian ini lebih menekankan

generalisasi.

B. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan. Penetapan lokasi

penelitian merupakan tahap yang sangat penting dalam penelitian kualitatif, karena
dengan ditetapkannya lokasi penelitian berarti objek dan tujuan sudah ditetapkan

sehingga mempermudah penulis dalam melakukan penelitian. Lokasi ini bisa di

wilayah tertentu atau suatu lembaga tertentu dalam masyarakat. Untuk memperoleh

data, lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Sijunjung, tepatnya di Kantor Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung.

C. Informan Penelitian

Informan penelitian ialah orang yang akan memberikan informasi melalui

sumber data dari penelitian kualitatif. Teknik yang dipilih dalam pemilihan informan

adalah Purposive Sampling artinya memilih sumber data yang akan diwawancarai

dengan beberapa timbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2012 :216).

Dalam penelitian ini diperlukan informan yang mengetahui di bidang fungsi

pengawasan diantaranya anggota dewan atau staff di Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung. Berikut informan penelitian yang peneliti

wawancara saat melakukan penelitian :

Tabel 3.1 Tabel Informan

No. Informan Penelitian Keterangan


1. Anggota DPRD Kabupaten Sijunjung
2. Bagian Sekretariat Daerah Kabupaten Sijunjung
3. Wartawan/Media Lokal
4. Pakar Kebijakan (Pemerintahan Daerah)
D. Jenis, Sumber, Teknik dan Alat Pengumpulan Data

1. Jenis dan Sumber Data

Dalam sumber data dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu sumber primer

dan sumber sekunder. Pada penelitian Evaluasi Fungsi Pengawasan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung Terhadap Pelaksanaan

Kebijakan Bupati Sijunjung mendapatkan data dari :

a. Data Primer

Data primer adalah data langsung yang diperoleh dari sumbernya. Data primer

di dapatkan melalui hasil jawaban atas pertanyaan – pertanyaan yang diajukan oleh

peneliti kepada informan melalui hasil wawancara maupun observasi atau

pengamatan langsung. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh melalui wawancara

langsung dengan informan yang telah ditetapkan dan juga melakukan observasi

secara langsung di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang sudah ada yang bersumber dari buku, artikel,

dokumen, internet, dan sumber – sumber lainya, artinya tidak diperoleh langsung dari

sumbernya. Maka dari itu penulis juga menggunakan buku, jurnal, artikel berita yang

membahas mengenai fungsi pengawasan DPRD.

2. Teknik dan Alat Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2012:224-225) merupakan

bentuk langkah paling strategis dalam penelitian karena tujuan utama dalam

penelitian adalah untuk mendapatkan data. Ciri utama dari penelitian kualitatif adalah

peran peneliti itu sendiri sebagai penentu dari seluruh skenario kejadiannya. Teknik

dalam pengumpulan data ini yaitu wawancara, observasi, dokumentasi, dan studi

pustaka.

a. Wawancara

Wawancara adalah komunikasi dua arah. Yaitu dilakukan oleh dua pihak,

pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan

jawaban atas pertanyaan. Menurut Esterbag (dalam Sugiyono, 2012:231) wawancara

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya

jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Setiap

pertanyaan – pertanyaan diberikan oleh peneliti kepada subjek harus benar benar

memahami. Didalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang diambil melalui

wawancara kepada para informan yang terpercaya.

Pada wawancara ini dilakukan dengan beberapa informan yang ada di Kantor

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung tersebut.

Pembahasan berfokus kepada bagaimana evaluasi dari fungsi pengawasan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sijunjung terhadap pelaksanaan

kebijakan Bupati Sijunjung.


b. Observasi

Observasi merupakan proses pengumpulan data secara langsung di lapangan.

Data yang di dapatkan saat observasi yaitu sikap, perilaku, tindakan, dan interaksi

antar manusia. Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung

untuk melihat fenomena sosial yang sedang berkembang kemudian dapat

dilakukannya penilaian terhadap suatu perubahan. Tujuan dari observasi untuk

melihat aktivitas – aktivitas langsung yang terjadi saaat di lapangan.

Maka dari itu observasi akan dilakukan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Kabupaten Sijunjung.

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi menggunakan instrumen

dokumen, catatan, foto, maupun laporan yang dapat menunjang penelitian.

Dokumentasi mendukung peneliti dalam melakukan penelitian seperti menggunakan

handphone untuk merekam atau mengambil gambar disaat peneliti melakukan

wawancara dengan informan agar tidak terjadinya kekeliruan saat penyampaian

informasi. Peneliti juga mendokumentasikan hal – hal penting untuk data pendukung

terkait dengan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Kabupaten Sijunjung terhadap pelaksanaan kebijakan Bupati Sijunjung.

E. Uji Keabsahan Data


Dalam penelitian kualitatif hal paling terpenting adalah menguji keabsahan

data. Data yang diperoleh dilapangan masih data mentah, untuk itu perlunya peneliti

mengolah data atau menganalisis agar nantinya dapat di pertanggung jawabkan.

Untuk menguji keabsahan data diperlukan teknik pengumpulan data dengan

menggunakan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik dalam

menggabungkan data dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik

pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono, 2012:273). Namun teknik yang dilakukan

oleh peneliti dalam penelitian ini hanya dengan cara triangulasi sumber dan

triangulasi teknik.

1. Triangulasi Sumber

Teknik sumber untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2012: 274).

Teknik ini dilakukan dengan cara mengecek hasil wawancara dengan informan yang

memiliki sudut pandang berbeda

2. Triangulasi Teknik

Dalam Sugiyono, (2012:274) triangulasi teknik untuk menguji kreadibilitas

data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Pada teknik ini peneliti

akan melakukan pengecekan kepada sumber yang sama dengan cara melakukan

wawancara dan juga memintai dokumen terkait informasi yang telah diberikan oleh
sumber kepada peneliti. Namun jika dalam pengujian data itu hasilnya berbeda – beda

maka peneliti harus meendiskusikan lebih lanjut kepada sumber yang diteliti agar

dapat memastikan data mana yang dianggap benar.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang ada

pada penelitian ini. Bodgan (dalam Sugiyono, 2012:244) menjelaskan analisis data

adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan bahan – bahan lain, sehingga dapat mudah

dipahami dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Menurut teori Miles dan Herberman (dalam Sugiyono, 2012:247-252)

mengkategorikan proses analisis terdiri dari tiga alur yaitu reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan:

a. Reduksi data

Reduksi data proses pemilihan pemusatan pada penyederhanaan seperti adanya

rangkuman catatan dan tranformasi data kasar yang muncul dari hasil penelitian di

lapangan, lalu nantinya disusun secara teratur hingga memilih data pokok yang

berhubungan dengan Peran Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Lima

Puluh Kota dalam pemenuhan hak tenaga kerja bagi penyandang disabilitas, setelah

data diperoleh disusun secara sistematis agar mudah dalam melihat nya kembali jika

sewaktu waktu data tersebut diperlukan.


b. Penyajian data

Penyajian data diartikan sebagai kumpulan informasi yang tersusun dan

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan – kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian data ini lebih memudahkan peneliti agar dapat melihat gambaran

secara keseluruhan. Agar penyajian data tidak mennyimpang dari pokok

permasalahan maka peneliti menggunakan gambaran dan tabel sebagai wadah

panduan infromasi yang terjadi sehingga dapat mudah dipahami.

c. Penarikan Kesimpulan

Pada tahapan penarikan kesimpulan berarti mengambil sebuah catatan penting

diakhir setelah seluruh data dikumpulkan. Dimana peneliti harus tanggap dan

mengerti terhadap yang diteliti di lapangan dengan menyusun seluruh sebab akibat

disaat pengumpulan data.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal


A.F. Leemans. 1970. Otonomi Daerah, Evaluasi dan Proyeksi. Partnership

Governance Reform in Indonesia. JakartaL CV. Trio Rimba Persada, hlm. 9

Afandi, M. I., & Warjio. 2015. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Asahan

Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah dalam Pencapaian Target Pajak

Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Administrasi Publik,

6(2), 92-113

Baskoro T. 2005. Efektifitas Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, hlm. 31

Dana Riksa Buana. 2020. Analisis Perilaku Masyarakat Indonesia dalam

Menghadapi Pandemi Virus Corona (Covid-19) dan Kiat Menjaga

Kesejahteraan Jiwa. Salam Jurnal Sosial dan Budaya. Vol. 7 No. 3

Diond Eriend. 2021. Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informatika

(DISKOMINFO) Kabupaten Sijunjung Dalam Penanganan Pandemi Covid-19.

Jurnal Niara. Vol. 14, No. 2, Hal. 80-90

Freeman, R. 2006. Learning in Publik Policy. In M. Moran, M. Rein, & R. E.

Goodin, The Oxford Handbook of Publik Policy (p. 367). New York: Oxford

University Press
Godin, R. E., Rein, M., & Moran, &. M. 2006. The Publik and its Policies. In M.

Moran, M. Rein, & R. E. Goodin, The Oxford Handbook of Publik Policy (pp.

3-35). New York: Oxford University Press

Haerul, Akib, H., & Hamdan. 2016. Implementasi Kebijakan Program Makassar

Tidak Rantasa di Kota Makassar. Jurnal Administrasi Publik, 6(2), 21-34.

Retrieved from http://ojs.unm.ac.id/index.php/iap/article/view/2477/1272

Iskandar, J. 2012. Kapita Selekta teori Administrasi Negara. Bandung: Puspaga.

Miriam Budiardjo. 1995. Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, hlm 151.

Subarsono, A. G. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Thoha, M. 2012. Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Raja

Grafindo Persada

Wahab, S. A. 2010. Pengantar Analisis Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta:

Rineka Cipta

Wahyudi, A. 2016. Implementasi Rencana Strategis Badan Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa dalam Upaya Pengembangan Badan Usaha Milik Desa

di Kabupaten Kotawaringin Barat. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 2(2),

101-105
Wardhani, A.P., Hasiolan, L. B., & Minarsih, M. M. 2016. Pengaruh Lingkungan

Kerja, Komunikasi, dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai. Journal of

Management, 2(2)

Winarno, B. 2012. Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus. Jakarta: Center

for Academic Publishing Service.

Internet

https://langgam.id/bupati-sijunjung-diperiksa-6-jam-soal-korupsi-eks-pimpinan-dprd/

https://jurnalsumbar.com/2021/07/terkait-dugaan-korupsi-ratusan-juta-rupiah-di-

sijunjung-mantan-orang-penting-dan-pejabat-diperiksa-kajari-penetapan-tersangka-

tunggu-audit-bpkp/

https://harianhaluan.com/9-fraksi-di-dprd-sijunjung-goyang-posisi-sekda-minta-

bupati-lakukan-penggantian/

Dokumen Resmi dan Aturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan

Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Anda mungkin juga menyukai