Anda di halaman 1dari 8

STRATEGI PELAKSANAAN DAN TINDAKAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA


(DISTRES SPIRITUAL)

Hari/tanggal : Kamis/4 Maret 2019.

Nama pasien : Tn. Z

No. Rekam Medis :-

Dx.kep./SP /Pertemuan : Distres Spiritual/SP 1/Pertemuan ke-1

Nama perawat pelaksana : Sudi Lestari

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi pasien.
Klien sudah 4 hari mengalami gangguan dalam sistem kepercayaan
atau keyakinan. Klien mempertanyakan mempertanyakan makna
kehidupan, kematian, dan penderitaan. Klien mengekspresikan
perhatian, marah, dendam, ketakutan, penderitaan, dan kematian.
Klien juga merasakan perasaan kekosongan spiritual, tidak punya
alasan untuk hidup, ragu akan keyakinan/agama yang di anutnya
(seperti sholat, membaca Al-Qur’an dan buku agama lainnya, serta
pengajian di Masjid seperti dulu), sehingga klien tidak pernah lagi
melakukan ritual keagamaan yang biasa dilakukannya setiap hari
sebelum mengalami distres spiritual.
2. Diagnosa keperawatan : Distres Spiritual.
3. Tujuan tindakan keperawatan :

a. Mampu membina hubungan saling percaya antara pasien dengan


perawat.
b. Mampu mengungkapkan penyebab distres spritual.

c. Mampu mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang


keyakinannya.

1
d. Mampu mengembangkan kemampuan mengatasi masalah dan
perubahan keyakinannya.

2
e. Mampu melakukan kegiatan keagamaan seperti biasanya.

4. Tindakan keperawatan.

a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien.

Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip


dan teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :
 Sapa pasien dengan ramah, baik dengan sapaan verbal maupun
non-verbal.
 Perkenalkan diri dengan sopan.
 Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan yang
disukai oleh pasien.
 Jelaskan tujuan pertemuan.
 Jujur dan menepati janji.
 Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya.
 Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan kebutuhan dasar
pasien.
 Menyepakati kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali
bertemu dengan pasien.
b. Kaji faktor penyebab distres spritual pada pasien.

 Faktor Predisposisi.
 Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi
kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses
interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi
transfer pengalaman yang pentingbagi perkembangan
spiritual seseorang.
 Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender,
pendidikan, pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar
belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial,
tingkatan sosial.
 Faktor Presipitasi :
 Kejadian Stresful.

3
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat
terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan
dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan
dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang
lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.
 Ketegangan Hidup.
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap
terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam
menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan
ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam
keluarga, kelompok maupun komunitas.
c. Bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran tentang
keyakinanya.
d. Bantu klien mengembangkan keterampilan untuk mengatasi
perubahan spiritual dalam kehidupan.
e. Fasilitasi pasien dengan alat alat ibadah seseuai agamanya.

f. Fasilitasi pasien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan


orang lain
g. Bantu pasien untuk ikut serta dalam keadaan keagamaannya lagi.

h. Bantu pasien mengevaluasi perasaan setelah melakukan kegiatan


keagamaan.
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Tahap orientasi.
a. Salam terapeutik.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Pak, perkenalkan
nama saya Sudi Lestari. Bapak bisa panggil saya Sudi. Saya
mahasiswa S1 KEPERAWATAN dari STIKes HAMZAR yang
sedang praktik di Rumah Sakit ini. Pagi ini saya bertugas di
ruangan ini. Nama Bapak siapa? Apa nama panggilan yang Bapak
sukai? Supaya saya bisa memanggil Bapak dengan sebutan itu.
Oo..ya Pak Z.....tujuan saya kesini untuk membantu Bapak Z dalam

4
mengurangi keraguan akan keyakinan atau agama yang Bapak anut
agar Bapak bisa kembali lagi menjalankan ritual/aktivitas
keagamaan seperti biasanya.”
b. Evaluasi/validasi.
“Bagaimana perasaan Bapak pagi ini? Apakah Bapak sudah
sarapan? Ooo....sudah. Apakah istirahat/tidur Bapak tadi malam
nyenyak? Ooo... tidak nyenyak. Bagaimana aktivitas/ritual
keagamaan Bapak, apakah tadi malam Bapak melakukan
aktivitas/ritual keagamaan seperti biasanya atau tidak? Oo... tidak.
Karena Bapak masih ragu akan keyakinan atau agama yang bapak
anut.”
c. Kontrak.
 Topik.
“Baiklah Pak, sekarang saya akan mengajak Bapak untuk
berbincang-bincang tentang perasaan Bapak yang masih ragu
akan keyakinan/agama yang Bapak anut supaya aktivitas/ritual
keagamaan Bapak kembali seperti biasanya.”
 Waktu.
“Berapa lama waktu yang Bapak mau untuk kita berbincang-
bincang? Bagaimana kalau kita berbincang-bincangnya selama
30 menit saja, apakah Bapak setuju atau tidak?”
 Tempat.
“Kita berbincang-bincangnya dimana, apakah Bapak maunya
tetap di dalam ruangan ini saja atau kita berbincangnya di
luar/taman Rumah Sakit ini? Baiklah Pak, kalau Bapak maunya
di luar, mari kita ke taman Rumah Sakit.”
2. Tahap kerja.
“Baiklah Pak, karena kita sudah sampai di taman Rumah Sakit,
apakah kita bisa memulai perbincangan kita? Baiklah Pak, tadi Bapak
mengatakan bahwa Bapak masih ragu akan keyakinan atau agama
yang Bapak anut, sehingga Bapak tidak aktif lagi melaksanakan

5
sholat, membaca Al-Qur’an dan buku agama, serta pengajian yang
diadakan di Masjid seperti dulu.”
“Apakah boleh Bapak ceritakan kepada saya apa penyebab keraguan
Bapak itu dan sejak kapan Bapak mulai ragu? Oooo....ya. Bapak mulai
ragu sejak istri bapak meninggal 2 bulan yang lalu, karena Bapak
masih belum menerima kenyataan bahwa Bapak telah ditinggalkan
oleh istri yang sangat Bapak cintai.”
“Apakah masih ada faktor lain yang menyebabkan Bapak tidak aktif
lagi?”
“Apa saja kegiatan ibadah dan sosial yang biasa Bapak jalankan?”
“Manakah yang kira-kira bapak ingin jalankan pagi ini?
Oooo....baiklah Pak, ini ada buku agama mari kita coba mulai ya.”
3. Tahap terminasi.
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
“Bagaimana perasaan Bapak sekarang setelah kita berbincang-
bincang tentang masalah yang Bapak alami saat ini?”
“Tampaknya Bapak semangat sekali menjawab pertanyaan saya,
ya?”
“Bagaimana perasaan Bapak setelah membaca buku agama yang
saya kasih tadi itu?”
“Coba Bapak ulangi apa yang sudah kita diskusikan tadi. Bagus
sekali Pak, selain itu Bapak juga harus mengungkapkan perasaan
dan pikiran Bapak tentang agama yang Bapak anut. Bapak juga
harus tetap mengulang kegiatan membaca buku agama itu, ya Pak.”
b. Rencana tindak lanjut.
“Baiklah Pak, kegiatan kita sudah selesai. Terima kasih ya Pak atas
kerjasamanya.”
“Baiklah Pak, seminggu lagi kita bertemu dan berbincang-bincang
lagi disini untuk mengetahui manfaat kegiatan membaca buku
agama Bapak.”
“Baiklah Pak, mari kita kembali ke ruangan Bapak lagi.”

6
“Baiklah Pak, karena kegiatan kita sudah selesai, saya pamit untuk
kembali ke ruangan saya. Terima kasih Pak. Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.”

7
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A., & Akemat. (2010). Model praktek keperawatan Jiwa Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Stuard, G. W. (2013), Principles and Practice of Psychiatric Nursing (9 ed.).


Missouri: Mosby, inc.
Townsend. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in
Evidence-Based Practice. Sixth Edition. Philadelphia. F.A Davis
Company.

Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN (Intermadiet Course)/Editor, Budi


Ana Keliat, Akerat Pawiro Wiyono, Heri Susanti; Editor Penyelaras,
Monica Ester, Egi Komara Yudha-Jakarta : Egc, 2011.

Anda mungkin juga menyukai