Anda di halaman 1dari 85

I.

PENDAHULUAN

Panen merupakan suatu proses akhir dalam hal budidaya tanaman dengan ciri
pertumbuhan tanaman akan terjadi perubahan secara fisiologis maupun morfologi dari tanaman
tersebut (Setyono, 2001). Panen adalah proses akhir budidaya tanaman (bercocok tanam) dengan
memetik atau mengambil dan mengumpulkan komoditas dari lahan penanaman, pada taraf
kematangan yang tepat dengan kerusakan minimal, dilakukan secepat mungkin dan dengan biaya
rendah.

Waktu panen sayuran, cotoh sayuran bayam, sebaiknya dilakukan pada pagi hari sekitar
pukul 07.00-10.00 atau sore hari pukul 15.30-18.00 karena sinar matahari tidak terlalu panas. Hal
ini untuk mendapatkan hasil yang terbaik, tetapi untuk tanaman di pekarangan dapat dilakukan
sesuai keperluannya. Waktu panen juga tergantung dari lamanya tanaman terkena sinar matahari,
semakin lama tanaman dikenai sinar matahari maka semakin cepat waktu panennya. Demikian
pula lamanya musim penghujan, dapat memperlambat waktu panen. Tempat tumbuh tanaman
yang kekurangan unsur hara juga akan memperlambat waktu panen.

Menentukan waktu panen yang tepat yaitu menentukan kematangan yang tepat saat
panen dan dapat dilakukan secara visual yaitu melihat warna kulit, bentuk buah, ukuran dan
perubahan bagian tanaman seperti daun mengering. Secara fisik yaitu perabaan dengan melihat
beberapa ciri-ciri seperti buah lunak, umbi keras dan buah mudah dipetik. Secara komputasi
yaitu menghitung umur tanaman sejak tanam/umur buah dari mulai mekar. Secara kimia yaitu
dengan melakukan pengukuran/analisis kandungan zat/senyawa yang ada dalam komoditas
seperti kadar gula, kadar tepung, kadar asam dan aroma prapanen.

Ilmu Fisiologi pasca panen adalah ilmu yang mempelajari reaksi-reaksi biologis pada
hasil pertanian setelah dilakukan pemanenan atau dipisahkan dari tempat tumbuhnya atau
dipisahkan dari tanamannya. Contoh: respirasi, transpirasi. Pasca panen menurut FAO (Food
Agriculture Organization) merupakan suatu periode yang dimulai saat pemisahan komoditi dari
tanaman akibat adanya proses pemanenan oleh manusia dan berakhir bila bahan makanan sudah
sampai pada konsumen yang terakhir (final consumer).
Bahan hasil pertanian setelah dipanen dapat dibedakan menjadi 4 macam perlakuan
sebelum dikonsumsi yaitu:

a. Hasil panen langsung dikonsumsi.

Hasil pemanenan yang dapat langsung dikonsumsi merupakan komoditi baik secara fisik
maupun umur panen sudah matang sehingga tanpa dilakukan perlakuan lanjutan dan langsung
dapat dikonsumsi oleh konsumen, misalnya buah-buahan dan sayur-sayuran. Komoditi seperti
buah-buahan tidak dapat bertahan lama, karena secara fisiologis sudah masak optimal.

b. Hasil panen dikirim keluar daerah

Pemanenan yang dilakukan untuk pengiriman keluar daerah dapat dilakukan dengan
memperhatikan suhu dan tempat pengangkutan yang digunakan agar hasil panen yang tidak
mengalami penurunan mutu. Pemanenan pada buah-buahan misalnya pisang, dapat dipanen
sebelum masak optimal agar selama pengiriman tidak matang penuh dan pada saat dipajang tidak
cepat busuk.

c. Hasil panen dilakukan pemeraman

Buah mangga, pisang, nangka, bila ingin cepat lebih matang dapat diberi karbit (sumber
etilen). Etilen adalah senyawa organik hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas yang
berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami
untuk penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentrasi sangat rendah
(<0,005 µL/L) (Wills dkk., 1988). Gas etilen digunakan untuk mengendalikan pemasakan
beberapa jenis buah. Teknik ini cukup cepat dan memberikan pematangan yang seragam
sebelum dipasarkan. Buah yang umum dikendalikan pematangannya dengan etilen adalah
pisang, tomat, pir, dan pepaya. Buah non-klimakterik seperti anggur, rambutan, jeruk, nanas, dan
stroberi tidak dapat dimatangkan dengan cara ini. Buah muda juga tidak dapat dimatangkan
dengan baik dengan cara ini. Tidak ada cara untuk mematangkan buah muda sampai menjadi
produk yang dapat diterima.

d. Hasil panen dikirim ke luar negeri, maka harus diperhatikan kondiri ruang transportasi,
misal: suhu dingin dan atmosfer terkendali.
Di sini dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan antara kebutuhan manusia dengan sifat
alamiah biologis dari produk sayuran yang mudah rusak setelah dipanen tersebut. Konsekuensi
langsung dari perbedaan untuk mendistribusikan dan memasarkan serta menjaga mutu produk itu
sedapat mungkin dalam jangka waktu tertentu sampai saatnya dikonsumsi, adalah adanya
keharusan untuk melakukan pilihan penanganan yang tepat. Pilihan tersebut adalah elemen dasar
dari setiap tingkat penanganan pasca panen produk-produk tanaman berupa sayuran dan buah-
buahan yang bersifat mudah rusak. Penanganan pasca panen dengan suhu rendah bertujuan
untuk meminimalkan aktivitas metabolisme, namun dihindari adanya kerusakan dingin.
Pengaturan oksigen lebih rendah dibanding suhu ruang untuk meminimumkan respirasi, namun
dihindari terjadinya respirasi anaerobik. Pengemasan diatur tidak terlalu rapat, namun dihindari
adanya kerusakan karena transpirasi. Pemahaman tentang sifat alami produk pangan dan
pengaruh praktek-praktek penanganannya, maka sangat penting melakukan penanganan terbaik
untuk menjaga kondisi optimum dari produk. Beberapa pertimbangan penting untuk memperoleh
bentuk penanganan yang optimal yaitu pertimbangan fisiologis, fisik, patologis dan ekonomis.
Penanganan pasca panen ini bertujuan agar hasil panen sampai di tangan konsumen tetap
mempunyai mutu yang bagus.
III. SUSUT PASCA PANEN

Susut pasca panen adalah kehilangan hasil panen yang dapat berupa susut berat, susut
gizi, susut kualitas maupun susut ekonomi. Kehilangan (susut) berat pada sayuran, pada
umumnya terjadi akibat proses pelayuan dan pengaruh dari berbagai aktivitas luar, seperti
penanganan pasca panen dan proses pemasaran. Syarif dan lrawati (1988) menggolongkan
kerusakan hasil pertanian yang terjadi akibat dari perlakuan biologis, kimia dan kerusakan
mikrobiologi.

Susut pasca panen bisa disebabkan oleh faktor luar maupun faktor dalam.

Susut pasca panen yang disebabkan oleh faktor luar meliputi:

a. Jamur (pada jagung yang disimpan di tempat yang terlalu lembab timbul jamur)

b. Rodentia: tikus

c. Serangga: kecoa, semut

d. Bakteri (bahan kadar airnya tinggi)

e. Mekanis (mendapat tekanan)

Kerusakan bahan/buah karena alat yang digunakan mengakibatkan terjadinya luka


memar/pecah. Buah yang luka akan mengalami kematangan lebih cepat pada bagian yang luka.
Buah yang pecah akan mengalami pematangan cepat dan selanjutnya cepat busuk.

f. Temperatur (temperatur tinggi akan memacu oksidasi enzimatis/respirasi)

Semakin tinggi suhu pada kisaran suhu fisiologis (sampai suhu 60oC) bahan hasil
pertanian maka respirasi semakin cepat, sehingga semakin cepat mengalami degradasi dan
cepat mengalami kerusakan.
Faktor dalam

a. Reaksi respirasi (cepat lambatnya laju respirasi)

b. Reaksi fisiologis seperti: senesensi, tumbuhnya akar, terjadi petunasan pada umbi-umbian, ubi
jalar dan kentang. Transpirasi yang cepat menyebabkan susut berat.

Pada periode pasca panen akan terjadi susut/kehilangan dari segi kualitas maupun
kuantitas.

Contoh:

1. Susut fisik: terjadi penurunan berat (kuantitatif)

Sayur-sayuran dan buah-buahan setelah dipanen bisa mengalami transpirasi yang


menyebabkan sebagian air menguap. Berkurangnya air dalam bahan menyebabkan berat bahan
berkurang. Sayur atau buah jika mengalami penurunan berat sampai 5% selain kenampakan layu,
kemungkinan gizi juga berkurang.

2. Susut mutu: warna, rasa, aroma, cita rasa, tekstur dan kenampakan.

a. Warna: hijau menjadi kuning (bayam, kangkung)

b. Kenampakan: segar menjadi berkerut (wortel)

c. Rasa: manis menjadi asam

Buah-buahan yang matang, selanjutnya menjadi senesensi dan mengalami kerusakan ke


arah busuk. Contoh: mangga yang terkontaminasi (misal: bahan kimia, mikroorganisme) akan
mengalami kerusakan.

d. Aroma: bau harum menjadi agak asam (pada mangga)


3. Susut gizi

Misal:

a.Wortel: pro vitamin A (β-karoten) mengalami kerusakan karena oksidasi.

b. Jeruk: vitamin C rusak karena oksidasi didukung oleh kondisi panas bisar dari sinar matahari.

4. Susut ekonomi

a. Penyimpanan yang terlalu lama bisa menyebabkan kerusakan karena transpirasi maupun
respirasi. Selain itu, jika kondisi penyimpanan kurang tepat bisa menyebabkan kerusakan karena
mikrobia.

b. Jika hasil pertanian layu, selain terjadi susut berat juga susut mutu, sehingga harga jual rendah.

Contoh-contoh susut pada sayur dan buah disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Susut pasca panen, penyebab susut, pemecahan masalah susut pada buah dan sayuran

No. Sayur Penyebab susut pada sayur Pemecahan masalah susut


pada sayur

1. Bayam  Susut Fisik a. Hindari tekanan

a. a. Karena transpirasi b. Hindari sinar matahari

b. b. Terkena tekanan c. Penyimpanan sayur di


tempat yang kering
c. c. Busuk
atau sejuk

d. Penggunaan bahan
 Susut Mutu pestisida sesuai dosis
atau dengan binatang
a. Bayam segar menjadi layu,
predator
bayam menjadi rontok,
warna menjadi kekuningan e. Saat akan
didistribusikan bayam
b. Dimakan hama misal:
dikemas dengan
ulat,belalang
kemasan yang sesuai
seperti karung jaring
dengan kapasitas yang
 Susut Gizi
sesuai
d. Terjadi penurunan
kandungan vitamin, dalam
sayur bayam

 Susut Ekonomi

e. Kenampakan layu sehingga


kurang menarik, maka
konsumen lebih memilih
kenampakan bayam yang
segar

Hal ini disebabkan oleh:

a. Kerusakan mekanis pada saat


memanen menggunakan alat
pisau yang dapat
mengakibatkan luka dan daun
terpotong

b. Terserang hama ulat daun atau


belalang

c. Terkena paparan sinar matahari


langsung saat pengumpulan
hasil panen

2. Kubis  Susut Fisik a. Penyimpanan sayur di


tempat yang kering
f. Terjadi penurunan berat,
atau sejuk
terkena, goresan, terbentur
hingga memar dan busuk b. Disemprot dengan
pestisida dengan dosis
g.
yang sesuai
 Susut Mutu
c. Saat pemanenan
a. Warna hijau menjadi dilakukan dengan hati-
kehitaman hati agar tidak terjadi
goresan atau memar
b. Bau segar menjadi asam
d. Saat akan
c. Tekstur keras menjadi lunak
didistribusikan kobis
d. Terserang hama dan dikemas dengan
penyakit kemasan yang sesuai
seperti karung jaring
e. Kenampakan segar menjadi
dengan kapasitas yang
keriput/berkerut
sesuai dan dilapisi
 keranjang bambu yang
kuat menahan apabila

terjadi benturan selama
 Susut Gizi di perjalanan

 Terjadi penurunan kandungan


vitamin, serat dan mineral dalam
sayur
 Susut Ekonomi

a. Kenampakan kurang
menarik sehingga konsumen
lebih memilih kenampakkan
kobis yang segar

b. Penurunan berat sehingga


nilai ekonominya berkurang

Hal ini disebabkan oleh:

a. Kerusakan mekanis pada saat


memanen, Misal menggunakan
alat pisau yang dapat
mengakibatkan luka dan daun
terpotong.

b. Terserang hama ulat daun

c. Terkena paparan sinar matahari


langsung saat pengumpulan
hasil panen

d. Terkena benturan saat distribusi

3. Wortel  Susut Fisik a. Pengunaan alat panen


dan pencucian
a. Terkena benturan hingga
dilakukan secara hati-
memar
hati
b. Tergores
b. Wortel disimpan pada
c. Patah akibat alat pemanen tempat teduh dan sejuk
untuk mengurangi
atau saat pencucian penguapan

d. Karena transpirasi c. Waktu penyimpanan


jangan terlalu lama,
agar wortel tidak
 Susut Mutu bertunas

a. Busuk karena proses d. Saat akan


penyimpanan dan distribusi didistribusikan wortel
yang kurang tepat. Wortel dikemas dengan
setelah dicuci tidak diangin- kemasan yang sesuai
anginkan terlebih dahulu, seperti karung jaring
sehingga kadar air dengan kapasitas yang
meningkat dan wortel mudah sesuai dan dilapisi
busuk keranjang bambu yang
kuat menahan apabila
b. Terserang hama dan
terjadi benturan selama
penyakit
di perjalanan

 Susut Gizi

h. Penurunan vitamin A karena


teroksidasi

 Susut Ekonomi

i. Kenampakan kurang
menarik sehingga konsumen
lebih memilih kenampakkan
wortel yang segar
Hal ini disebabkan oleh:

a. Kerusakan mekanis pada saat


memanen menggunakan alat
pemanen misal: cangkul yang
dapat mengakibatkan luka atau
wortel terpotong

b. Terserang hama dan penyakit

c. Terkena paparan sinar matahari


langsung saat pengumpulan
hasil panen

4. Terong  Susut Fisik a. Setelah panen terong


disimpan di tempat
a. Penurunan berat karena
yang teduh
kadar air berkurang
b. Pemetikan terong
b. Terkena tekanan hingga
harus pada umur yang
memar, luka atau busuk
tepat supaya tidak
terjadi pengeriputan
(pemetikan optimal
 Susut Mutu
±3 bulan)
a. Kenampakannya menjadi
c. Untuk menghindari
keriput
luka pada terong, maka
b. Warnanya hijau menjadi wadah saat
coklat sehingga tidak pengangkutan adalah
menarik karung jaring yang
terbuat dari plastik
c. Teksturnya menjadi lunak
agar tidak terjadi
d. Terserang hama dan kerusakan fisik dan
penyakit udara mudah keluar
masuk dan dilapisi
keranjang bambu yang
 Susut Gizi kuat menahan apabila
terjadi benturan selama
j. Penurunan tingkat vitamin C
di perjalanan
karena teroksidasi

 Susut Ekonomi

a. Berat terong berkurang,


maka nilai ekonomisnya
juga berkurang

b. Konsumen lebih memilih


kenampakkan terong yang
baik dan segar

Hal ini disebabkan karena:

a. Kerusakan mekanis pada saat


memanen menggunakan alat
pemanen yang dapat
mengakibatkan luka dan terong
terpotong

b. Terserang hama dan penyakit

c. Terkena paparan sinar matahari


langsung saat pengumpulan
hasil panen

5. Kentang  Susut Fisik a. Pada saat melakukan


pemanenan dilakukan
k. a. Terjadi penurunan berat,
secara hati-hati agar
l. b. Terkena goresan, tidak tergores atau
terbentur hingga memar tercangkul sehingga
luka
m. c. Busuk
b. Penyimpanan dibuat di
tempat kering dan
 Susut Mutu bersih agar tidak
terjadi pertumbuhan
a. Warna kuning menjadi
dan tidak terserang
kecokltan
hama
b. Tekstur keras menjadi lunak
c. Saat melakukan
c. Penampakan segar menjadi distribusi kentang
berkerut dimasukkan karung
jaring yang terbuat
d. Terserang hama dan
dari plastik dengan
penyakit
kapasitas yang sesuai
dan dilapisi keranjang
bambu yang kuat
 Susut Gizi
menahan apabila
n. Terjadi penurunan pati dan terjadi benturan selama
vitamin di perjalanan.

d. Sebelum
penyimpanan kentang
 Susut Ekonomi
disortasi atau
a. Berat berkurang maka nilai dibersihkan dari tanah
atau kotoran yang
ekonominya juga berkurang masih menempel

b. Konsumen lebih memilih


kenampakkan kentang yang
baik dan segar

Hal ini disebabkan karena:

a. Kerusakan mekanis pada saat


memanen kentang menggunakan
alat cangkul yang dapat
mengakibatkan luka dan
terpotong

b. Terkontaminasi mikroba yaitu


bakteri dan jamur karena kadar
air tinggi

c. Reaksi fisiologi yaitu terjadi


pertumbuhan akar dan terjadi
pertunasan pada kentang

6. Cabai  Susut Fisik a. Panen dilakukan pada


tingkat kematangan
a. Penurunan berat karena
yang tepat (pemanenan
kadar air berkurang
optimal ±2 bulan pada
b. Terkena goresan, terbentur dataran rendah, dan
hingga memar ±3 bulan pada dataran
tinggi)

b. Dipanen sekitar 75%


 Susut Mutu
berwarna merah. Jika
a. Kenampakannya menjadi dipanen terlalu muda
keriput, warnanya tetap akan cepat layu dan
merah tetapi teksturnya bobot cepat berkurang
berubah menjadi lunak dan
c. Disimpan di ruang
aromanya menjadi lebih
tertutup dengan
menyengat
ventilasi atau memiliki
b. Terserang hama atau sirkulasi udara yang
penyakit baik

 Susut Gizi

o. Penurunan tingkat vitamin C


karena teroksidasi

 Susut Ekonomi

a. Berat cabai berkurang, maka


nilai ekonomisnya juga
berkurang

b. Kenampakan kurang
menarik sehingga konsumen
lebih memilih kenampakkan
cabai yang baik dan segar

Hal ini disebabkan karena:

a. Terserang hama dan penyakit

b. Terkena paparan sinar matahari


langsung saat pengumpulan
hasil panen

No. Buah Penyebab susut pada buah Pemecahan masalah susut


pada buah

1. Tomat  Susut Fisik a. Buah tomat sebaiknya


disimpan di tempat
a. Penurunan berat karena
teduh atau tidak
kadar air berkurang
terkena sinar matahari
b. Terkena goresan, terbentur langsung
hingga memar dan dimakan
b. Saat melakukan
serangga
distribusi tomat
dimasukkan karung
jala yang terbuat dari
 Susut Mutu
plastik dengan
p. Kenampakannya menjadi kapasitas yang sesuai
keriput, teksturnya berubah dan dilapisi keranjang
menjadi lunak, dan bambu yang kuat
aromanya menjadi lebih menahan apabila
menyengat. terjadi benturan selama
di perjalanan

c. Sebelum
 Susut Gizi
penyimpanan tomat
q. Berkurangnya kandungan disortasi atau
vitamin dibersihkan dari
kotoran yang masih
menempel

 Susut Ekonomi

a. Berat tomat berkurang, maka


nilai ekonomisnya juga
berkurang

b. Kenampakan kurang
menarik sehingga konsumen
lebih memilih kenampakkan
tomat yang segar.

Hal ini disebabkan karena:

a. Laju penguapan terlalu tinggi

b. Terserang hama dan terkontaminasi


oleh bakteri atau jamur

c. Rusak karena tekanan pada saat


distribusi

2. Pepaya  Susut Fisik a. Pada saat pemanenan


menggunakan alat
a. Terjadi penurunan berat,
dengan hati-hati agar
terkena goresan, terbentur
tidak tergores atau
hingga memar
terjatuh.
b. Dimakan serangga
b. Buah pepaya yang
sudah dipanen
disimpan di tempat
yang sejuk
c. Buah pepaya yang
akan di distribusikan
 Susut Mutu
dipanen pada saat kulit
a. Warna kuning atau hijau masih hijau dengan
menjadi kecoklatan sedikit bintik kuning
atau setengah matang
b. Rasa manis menjadi asam

c. Tekstur keras menjadi lunak

d. Kenampakan segar menjadi


berkerut

 Susut Gizi

r. Terjadi penurunan dan


kerusakan vitamin

 Susut Ekonomi

a. Beratnya berkurang sehingga


nilai ekonominya turun

b. Kenampakan tidak segar


sehingga konsumen tidak
mau beli

Hal ini disebabkan oleh:

a. Kerusakan mekanis yaitu saat


melakukan pemanenan pepaya
terkena goresan benda tajam dan
terjatuh hingga terjadi memar atau
pecah

b. Terkontaminasi mikroba seperti


jamur yang dapat merusak cita rasa
dan nilai gizi pada buah pepaya

c. Terserang hama dan serangga


seperti hewan pengerat dan lalat
buah

d. Terjadi proses respirsi yang terlalu


cepat

3. Jeruk  Susut Fisik a. Penyimpanan di


tempat kering dan
a. Penurunan berat karena kadar air
bersih agar tidak
berkurang
terjadi pertumbuhan
b. Terkena goresan, terbentur dan tidak terserang
hingga memar dan dimakan hama /penyakit
serangga
b. Saat melakukan
distribusi jeruk
dimasukkan keranjang
 Susut Mutu
bambu dengan
a. Kenampakannya menjadi kapasitas yang sesuai
keriput, teksturnya berubah agar tidak terjadi
menjadi lunak memar

b. Terserang hama atau


penyakit
 Susut Gizi

s. Penurunan kandungan
vitamin C

 Susut Ekonomi

a. Beratnya berkurang sehingga


nilai ekonomi turun

b. Kenampakan tidak segar


sehingga konsumen tidak
mau beli

Hal ini disebabkan oleh:

a. Kerusakan mekanis yaitu saat


melakukan pemanenan jeruk terkena
goresan benda tajam dan terjatuh
hingga terjadi memar atau pecah

b. Terkontaminasi mikroba seperti


jamur yang dapat merusak cita rasa
dan nilai gizi pada buah jeruk

c. Terserang hama dan serangga


seperti hewan pengerat dan lalat
buah

d. Terjadi proses respirsi yang terlalu


cepat

4. Pisang  Susut Fisik a. Saat pemanenan


dilakukan dengan hati-
t. Terkena goresan, terbentur
hati agar tidak terjadi
hingga memar, dimakan
goresan atau memar
serangga
b. Penyimpanan pisang
dalam suhu udara
 Susut Mutu normal dan cukup
sirkulasi udara supaya
u. Warna pisang menjadi
meminimalisir
kecokelatan, teksturnya
respirasi lambat
menjadi lebih lunak, rasanya
menjadi asam dan aromanya c. Penyimpanan juga
menjadi lebih dapat dilakukan
menyengat/busuk dengan cara di gantung
untuk menghindari
dari tekanan karena
 Susut Gizi ditumpuk.

v. Vitamin C berkurang karena


teroksidasi

 Susut Ekonomi

w. Karena kenampakannya
berubah menjadi
kecokelatan, maka nilai
ekonomisnya berkurang.
Karena konsumen lebih
memilih pisang yang
berwarna kuning dan segar.

Hal ini disebabkan oleh:

a. Kerusakan mekanis yaitu saat


melakukan pemanenan pisang
terkena goresan benda tajam dan
terjatuh hingga terjadi memar atau
pecah pada buah pisang

b. Terkontaminasi mikroba seperti


jamur yang dapat merusak cita rasa
dan nilai gizi pada buah pisang

c. Terserang hama dan serangga


seperti hewan pengerat dan lalat
buah

d. Terjadi proses respirsi yang terlalu


cepat

5. Sawo  Susut Fisik a. Pada saat panen


dilakukan dengan hati-
a. Buah tergores dan bahkan
hati usahakan tidak
pecah karena alat pemanen
melukai buah
sawo
b. Setelah panen
b. Terserang hama buah
dilakukan pencucian
(seperti kelelawar dan ulat)
buah/menghilangkan
kotoran

 Susut Mutu c. Disimpan di tempat


yang bersih, tidak
x. Warna kecoklatan berubah
adanya bintik kehitaman, terkena sinar matahari
keriput, teksturnya lebuh langsung dan cukup
lunak, rasanya asam dan adanya sirkulasi udara
aromanya menyengat/busuk

 Susut Gizi

y. Kandungan vitamin
berkurang karena teroksidasi

 Susut Ekonomi

a. Karena kenampakan bintik


kehitaman, maka nilai
ekonomisnya berkurang karena
konsumen lebih memilih sawo
yang berwarna kuning
kecoklatan dan segar

b. Hal ini disebabkan karena:

c. Kerusakan mekanis yaitu saat


melakukan pemanenan sawo
terkena goresan benda tajam dan
terjatuh hingga terjadi memar
atau pecah pada buah sawo

d. Terkontaminasi mikroba seperti


jamur yang dapat merusak cita
rasa maupun nilai gizi pada buah
sawo

e. Terserang hama dan serangga


seperti hewan pengerat dan lalat
buah

f. Terjadi proses respirsi yang


terlalu cepat

6. Stroberi  Susut Fisik a. Pada saat panen


disimpan di tempat
z. Terkena goresan, terbentur
yang teduh atau
hingga memar dan dimakan
dibawa langsung ke
serangga
tempat penampungan
hasil dan hamparkan
buah di atas lantai
 Susut Mutu
beralas terpal atau
aa. Kenampakan stroberi plastik
menjadi keriput, warnanya
b. Untuk memisahkan
menjadi kecoklatan,
buah yang rusak dari
teksturnya menjadi lunak,
buah yang baik
aromanya kecut dan rasanya
menjadi sangat asam c. Pengemasan dan
penyimpanan
sebaiknya dilakukan
 Susut Gizi dalam kotak wadah
plastik transparan
bb. Berkurangnya kandungan
vitamin C d. Pemanenan buah
stroberi ±2 bulan

 Susut Ekonomi
a. Berat stroberi berkurang,
maka nilai ekonomisnya
juga berkurang

b. Konsumen lebih suka


stroberi yang segar dan
warnanya merah

Hal ini disebabkan karena:

a. Kerusakan mekanis yaitu saat


melakukan pemanenan stroberi
terkena goresan benda tajam dan
terjatuh hingga terjadi memar

b. Terkontaminasi mikroba seperti


jamur atau bakteri yang dapat
merusak cita rasa dan nilai gizi pada
buah stroberi

c. Terserang hama dan serangga


seperti hewan pengerat dan lalat
buah.

d. Terjadi proses respirasi yang terlalu


cepat
IV. PERUBAHAN SELAMA PEMATANGAN BUAH-BUAHAN

A. Perubahan Fisik

1. Perubahan Tekstur

Sayur-sayuran dan buah-buahan yang masih mentah yang mempunyai tekstur keras selama
pematangan akan berubah menjadi lunak. Contoh: buah pepaya, mangga dan pisang. Tekstur
jaringan pada sayur-sayuran dan buah-buahan sangat ditentukan oleh kandungan pektin.
Komponen utama penyusunan pektin adalah polimer asam galakturonat yang sebagian gugus
karboksilnya mengalami metilasi. Komponen lain dapat berupa xilan dan ribosa.

Pada jaringan muda, pektin berbentuk protopektin yang merupakan senyawa tidak larut
dalam air. Pektin terdapat pada lamela tengah. Protopektin terdapat pada buah yang masih muda
dan mendukung kokohnya tekstur, sehingga sayur-sayuran dan buah-buahan yang masih muda
bertekstur keras. Selama pertumbuhan dan pematangan berubah menjadi pektin yang bersifat
larut dalam air, sehingga tekstur buah matang lunak.

Senyawa pektin merupakan gugus kompleks koloid dari karbohidrat atau polisakarida dalam
tanaman yang mengandung gugus poligalakturonat, misalnya terdapat pada buah tomat, pir,
nanas dan alpukat. Enzim metil esterase dalam buah-buahan jumlahnya meningkat selama
pematangan. Perubahan protopektin menjadi asam galakturonat disajikan pada Gambar 1.

Protopektin

protopektinase

Pektin

pektin metil esterase

Asam pektinat + CH3OH

(Asam poligalakturonat)

pektin metil esterase

Asam α-D-galakturonat
Gambar 1. Perubahan protopektin menjadi asam galakturonat

Perubahan tekstur keras pada sayur-sayuran dan buah-buahan mentah menjadi lunak setelah
mengalami pematangan juga dipengaruhi oleh perubahan pati menjadi gula. Pati bersifat tidak
larut dalam air dan gula bersifat larut dalam air. Selain itu juga perubahan selulosa penyusun
dinding sel oleh enzim selulase menjadi gula sederhana penyusunnya.

2. Perubahan cita rasa (Flavor)

Perubahan cita rasa sayur-sayuran dan buah-buahan mentah menjadi matang meliputi:

a. Penurunan kadar asam.

b. Peningkatan gula (manis), karena perubahan pati menjadi gula pada proses respirasi.

Secara umum perbandingan (rasio) gula:asam dapat digunakan sebagai indeks


kematangan pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Cita rasa khas sayur-sayuran dan buah-
buahan dikelompokkan dalam minyak atsiri (minyak mudah menguap) yang jumlahnya kecil,
tapi berpengaruh terhadap cita rasa. Cara analisa senyawa mudah menguap dapat dilakukan
dengan kromatografi gas. Contoh senyawa mudah menguap adalah keton, aldehid dan ester
(alkohol dan asam).

Rasa sepet (astringent) pada buah muda disebabkan oleh senyawa tanin yang bersifat
larut. Selama pematangan buah-buahan ternyata tanin mengalami polimerisasi menjadi senyawa
komplek tidak larut, sehingga tidak terasa sepet. Rasa sepet berbanding langsung dengan
kandungan tanin dalam sayur-sayuran dan buah-buahan. Berkurangnya rasa sepet diduga karena
tanin terikat dengan molekul lain atau terjadi polimerisasi.

Perubahan aroma selama pematangan buah:

Banyak buah-buahan menghasilkan lebih dari 100 senyawa aroma yang mudah menguap,
meskipun umumnya persentase yang relatif kecil ini dianggap sebagai kontributor utama pada
rasa yang unik dari buah tertentu (Baldwin, 2004; Goff dan Klee, 2006). Aroma volatil (yang
mudah menguap) pada buah matang yang berasal dari metabolit asam lemak, asam amino dan
karbohidrat, dengan biasanya kecil tetapi sering ada tambahan komponen penting yang berasal
dari jalur siklamat, fenilpropanoid, dan isopentenoid. Pada dekade terakhir, alat-alat biologi
molekuler memiliki kemajuan pesat dalam menjelaskan dan mencirikan sejumlah gen kunci dan
enzim yang terlibat dalam generasi aroma volatil pada buah-buahan. Ini termasuk, tetapi tentu
tidak terbatas pada lipoksigenase (LOXs), liase hidroperoksida (HPLs), alkohol asil-transferase
(AATS), dehidrogenase alkohol (ADHs), terpene sintase (TPS) dan oksigease pembelahan
karotenoid (CCD) (Whitaker dan Beltsville, 2008).

3. Perubahan Warna

a. Klorofil adalah pigmen hijau pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Pada buah yang dipotong,
adanya cahaya akan mempercepat pemecahan klorofil. Perubahan senyawa klorofil disajikan
pada Gambar 2. Aktivitas klorofilase berkaitan dengan etilen endogen atau dapat dipacu dengan
penambahan etilen dari luar. Contoh: penyeragaman warna kuning kulit buah jeruk (Sunkist).
Klorofilase membantu merubah klorofil menjadi klorofilid.

Pada sayur-sayuran dan buah-buahan secara umum perbandingan klorofil a:b adalah 3:1.
Klorofil terdapat dalam plastida atau kloroplastida dan kloroplastida berdampingan dengan
lipoprotein dan karotenoid. Klorofil bertugas khusus sebagai penangkap energi cahaya (foton).
Klorofil larut dalam pelarut eter (organik), demikian juga lipoprotein dan karoten larut dalam
pelarut organik.

Klorofil

Feofitin Klorofilid

Feoforbi

Klorin

Purpurin

Gambar 2. Perubahan senyawa klorofil


Sumber: Eskin dkk. (1971)

Magnesium (Mg) pada klorofil mengikat pirol dan Mg tersebut mudah diganti oleh
asam, sehingga berubah menjadi feofitin yang berwarna pucat. Oleh karena itu pengolahan
sayur-sayuran dan buah-buahan dalam kondisi asam (mengandung asam) menyebabkan warna
sayuran hijau berubah menjadi pucat.

b. Karotenoid merupakan pigmen dalam sayur-sayuran dan buah-buahan yang berwarna kuning,
orange atau merah misal pada wortel, pepaya dan waluh. Karotenoid bersifat larut dalam
lemak/pelarut organik dan tidak larut dalam air. Karotenoid merupakan polimer isopren (C5H8).
Karotenoid ada beberapa jenis yaitu α, β, χ, δ dan ε. Beta-karoten merupakan sumber provitamin
A dan bila didegradasi akan menghasilkan 2 molekul vitamin A.

Sayuran berwarna hijau merupakan sumber vitamin A, karena klorofil didampingi oleh
karotenoid. Karotenoid mengandung banyak ikatan rangkap sehingga mudah teroksidasi.
Karotenoid mengalami penurunan, tetapi lebih kecil dibanding klorofil pada periode pasca panen
bisa terjadi sintesis karotenoid.

B. Perubahan Kimia

Buah-buahan selama proses pematangan mengalami perubahan komposisi kimia, meliputi


karbohidrat, lipida, protein, asam organik dan pektin. Perubahan komposisi kimia yang terjadi
selama pematangan buah disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Perubahan komposisi kimia yang terjadi selama pematangan buah

Sumber : Inoue (2010)

1. Perubahan senyawa karbohidrat

Terbentuknya pati dari glukosa selama pertumbuhan karena proses fotosintesis (Gambar 3)

Sinar matahari

6CO2 + 6H2 C6H12O6 + 6O2 (C6H10O5)

Glukosa Pati

Gambar 3. Perubahan glukosa menjadi pati

Karbohidrat diangkut dari kloroplas ke sel-sel yang membutuhkan dalam bentuk sukrosa,
selanjutnya sukrosa diubah menjadi pati. Perubahan sukrosa menjadi pati disajikan pada Gambar
4.

a. Umbi kentang disimpan pada suhu 10°C selama 12 minggu

b. Umbi kentang 10°C selama 4 minggu


12minggu
2°C selama 8 minggu

c. Umbi kentang 10°C selama 4 minggu

2°C selama 4 minggu 12 minggu

10°C selama 4 minggu

Perubahan pati menjadi gula memerlukan ATP, akibatnya ATP dalam jaringan menurun.
Oleh karena itu jaringan akan berusaha untuk membuat ATP yang baru. ATP yang baru bisa
didapat dengan meningkatkan respirasi pada suhu penyimpanan 10°C yang diubah menjadi suhu
2°C (pati menjadi gula). Setelah pemanenan pati yang terbentuk dalam jaringan dapat diubah
menjadi gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa. Perubahan ini dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti suhu, waktu dan keadaan fisiologis, misal enzim amilase tidak aktif pada suhu
4°C, tetapi sebaliknya enzim fosforilase aktif pada suhu ini. Oleh karena itu, enzim tersebut
mempunyai peranan penting dalam perubahan pati menjadi gula pada kentang yang disimpan
pada suhu tersebut. Ternyata enzim amilase meningkat aktivitasnya bersamaan dengan terjadinya
pertunasan, karena diperlukan untuk pertunasan.

Perubahan pati menjadi gula pada kentang sangat penting diperhatikan, karena dengan
pengolahan suhu tinggi maka gula akan membentuk karamel (berwarna coklat kehitaman).
Penggorengan kentang pada suhu 170-180°C, akan menyebabkan warna coklat karena
karamelisasi sukrosa yang berubah menjadi glukosa dan fruktosa (gula reduksi), maka gula
reduksi dengan asam amino terjadi reaksi Maillard (pencoklatan non enzimatis).

Mutu kentang yang baik adalah yang memiliki kadar gula reduksi rendah. Kentang
sebaiknya disimpan pada suhu 10°C karena terjadi pembentukan pati dari gula. Apabila disimpan
pada suhu kurang dari 10°C kurang baik karena terjadi perubahan pati menjadi gula.
Sukrosa + UDP

UDPG + fruktosa
Enzim UDPG-perifosforilase
Glukosa-1 P
Enzim ADPG pirofosforilase
ADPG (Adenosin difosfat glukosa)
Enzim UDPG-patiglukosil transferase
(Glukosa) n+1 (pati)
Gambar 4. Perubahan sukrosa menjadi pati (II)

Sumber: Tranggono dan Sutardi (1989)

Setelah hasil pertanian dipanen, pati diubah menjadi gula sederhana (Gambar 6)

Amilase
Pati Maltosa
fosfinilase
H3PO4 Maltase
Glukosa
Glukosa 1-P
Fosfoglukomutase
Glukosa-6-P
Fosfoheksoisomerase
Fruktosa-6-P
UDPG UDP
Sukrosa-P
Sukrosa
H2O
Invertase
Glukosa + fruktosa
Gambar 6. Perubahan pati menjadi gula

Sumber: Tranggono dan Sutardi (1989)

Penyimpanan Ubi Jalar

Penyimpanan ubi jalar pada suhu ≥15°C terjadi perubahan gula menjadi pati.
Penyimpanan suhu <15°C terjadi perubahan pati menjadi gula. Penyimpanan ≥15°C cocok bila
ubi jalar digoreng agar terhindar proses karamelisasi Penyimpanan <15°C cocok bila ubi jalar
direbus, sehingga rasa ubi jalar manis.

Pada jagung manis (sweet corn)

Penyimpanan suhu >10°C jagung menjadi tidak manis, karna terjadi perubahan gula
menjadi pati. Penyimpanan pada suhu 2°C jagung tetap manis.

2. Perubahan Lipida

Sayur-sayuran dan buah-buahan umumnya mengandung lipida dalam jumlah rendah,


kecuali pada buah zaitun dan avokado, Hasil pertanian mengandung lipida rendah, tetapi
berpengaruh nyata karena lemak mudah teroksidasi.

Asam lemak pada buah mangga berupa palmitat, stearat, oleat, linoleat dan linolenat.
Lipida meliputi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Linoleat terdiri dari 18 atom C
dan 2 ikatan rangkap (C18:2). Linolenat terdiri dari 18 atom C dengan 3 ikatan rangkap (C18:3).
Oksidasi dengan enzim lipoksigenase pada lemak menghasilkan aldehid, keton dan senyawa
hidroksi.

3. Perubahan protein

Selama pematangan sayur-sayuran dan buah-buahan, kegiatan enzimatis meningkat.


Penyusun enzim yang utama adalah protein, sehingga selama pematangan diduga sintesa protein
meningkat. Sintesa protein terkait secara langsung dengan proses pematangan. Hal ini
ditunjukkan jika sintesa protein dihambat dengan sikloheksamida, ternyata proses pematangan
juga terhambat. Keterkaitan antara sintesa protein dan proses pematangan semakin berkurang
selama akhir periode klimaterik, bahkan terjadi penurunan sintesa protein selama periode
senesensi.

4. Perubahan asam-asam organik

Selama proses pematangan sayur-sayuran dan buah-buahan terjadi penurunan asam-asam


organik, hal ini diduga disebabkan penggunaan asam organik pada proses respirasi atau
mengalami konversi menjadi gula. Asam-asam organik yang paling banyak terdapat dalam
sayur-sayuran dan buah-buahan adalah asam malat dan asam sitrat. Selain itu terdapat asam
organik tertentu pada komoditi hasil pertanian misalnya asam tartrat pada jeruk, asam oksalat
pada bayam, asam isositrat pada buah berri dan asam quinat pada buah kiwi. Selama pematangan
asam organik berkurang dan rasa yang menonjol adalah rasa manis.

5.Perubahan zat pektin selama pematangan buah

Kandungan pektin pada beberapa buah-buahan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan pektin buah-buahan

Buah % Zat Pektin (berat basah)

Apel (Malus spp) 0,5-1,6

Apel pomace 1,5-2,5

Pisang (Musa acuminata L.) 0,7-1,2

Bubur bit (Beta vulgaris) 1,0

Belimbing (Averrhoa carambola) 0,66

Wortel (Daucus carota) 0,2-0,5

Markisa besar (Passiflora quandrangularis L.) 0,4


Jambu biji (Psidium quajava L.) 0,77-0,99

Bubur lemon (Citrus limon) 2,5-4,0

Leci (Litchi chinesis S.) 0,42

Mangga (Mangifera indica L.) 0,26-0,42

Kulit jeruk (C. sinesis) 3,5-5,5

Pepaya (Carcia papaya) 0,66-1,0

Markisa (Passiflora edulis S.) 0,5

Kulit markisa 2,1-3,0

Persik (Prunus persica) 0,1-0,9

Nanas (Ananas comosus L.) 0,04-0,13

Stroberi (Fragaria ananassa) 0,6-0,7

Asem (Tamarindus indica L.) 1,71

Thimbleberry (Robus rosalfolius) 0,72

Tomat (Lycopersicon esculentum) 0,2-0,6

Sumber : Thakur dkk. (1997)

Perubahan tekstur selama pematangan buah terkait dengan perubahan struktur dalam sel
(Huber, 1983). Perubahan ini biasanya melibatkan peningkatan pektin yang larut air, penurunan
protopektin dan hilangnya gula alami pektin seperti arabinosa dan galaktosa dari satu atau lebih
dari fraksi pektin (Seymour dkk., 1990). Kenaikan pektin yang larut air dikaitkan dengan
degradasi enzimatik yang melibatkan poligalakturonase (PG), pektinmetilerase (PME) atau β-
galaktosidase (Muda dkk., 1995). Dalam buah persik, pektin yang larut air meningkat sedangkan
fraksi pektin larut alkali menurun selama pematangan (Shewfelt, 1965; Pressey dkk., 1971).
Dalam buah stoberi, jumlah total asam galakturonat dalam fraksi pektin yang dipisahkan juga
menurun dengan pematangan (Inari dan Takeuchi 1997). Dalam buah mangga, beberapa studi
menunjukkan perubahan yang berbeda dalam fraksi pektin dari kultivar yang berbeda selama
pematangan.

Menurut Tandon dan Kalra (1984) fraksi pektin larut air (metoksill tinggi) dan amonium
oksalat larut (metoksil rendah) meningkat, sedangkan fraksi larut alkali (protopektin) menurun
selama pematangan buah mangga (cv Dashehari). Saat buah mangga matang, daging buah
melunak sebagian besar karena deesterifikasi enzimatik dan depolimerisasi pektin terikat-sel,
setelah hidrolisis, menghasilkan pektin yang larut air (Mizuta dan Subramanyam, 1973).
Penurunan pektin larut alkali adalah yang paling berkorelasi erat dengan hilangnya kekerasan
buah mangga. Roe dan Bruemmer (1981) menyebutkan bahwa konversi protopektin (larut alkali)
ke pektin yang larut air dalam buah persik disertai dengan degradasi polimer. Degradasi pektin
pada buah mangga ternyata berlanjut ke tahap di mana molekul produk yang cukup kecil menjadi
larut dalam etanol, dan tidak diendapkan dalam padatan larut alkohol (AIS).
V. RESPIRASI

A. Proses Respirasi
Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi
senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik terjadi di dalam sel dan
berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen dan
dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana oksigen tidak
atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti alkohol,
asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi (Lovelles, 1997).
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Proses
transportasi gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen
yang digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui
ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2
yang dihasilkan dari respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal
ini karena membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua gas
tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi
dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus asam
sitrat, dan transpor elektron.

Beberapa alasan bahwa respirasi berperan penting pada hasil pertanian adalah :
1. Berkurangnya konsentrasi substrat
gula (glukosa)
lemak Glukosa (C6H12O6) + 6O2 6CO2 + 6H2O + E 673 kal
asam organik

RQ : Respiratory Quotient

Lemak
2C 51H98O6 + 145O2102CO 2+ 98H2O + 15.314 kal
Tripalmitin

2. Membutuhkan O2
Agar respirasi tetap berlangsung maka diperlukan O 2 sehingga harus selalu tersedia
dalam jumlah tertentu. Hal tersebut sangat penting karena kalau kita akan mengemas sayur
dan buah, agar sayur dan buah tetap hidup maka O 2 harus tetap bisa masuk ke pengemas. Jika
kekurangan O2, maka buah akan rusak. Pengemas yang digunakan adalah PE (Polietilen)
dan PP (Polipropilen).
Komposisi udara normal adalah :
O2 = 21%
N2 = 79%
CO 2 dll. = 0%
Ketersediaan O2 sedikit maka akan terjadi respirasi anaerob yang dapat menghasilkan
alkohol asetaldehid yang menjadikan racun (bagi jaringan).

3. Menghasilkan CO2
a. Peningkatan CO2 menguntungkan dalam batas-batas tertentu karena memperpanjang
umur simpan. Komposisi udara dalam pengemas jika CO 2 naik maka O2 turun.
b. Peningkatan CO2 merugikan apabila lebih dari 20% karena dapat merusak hasil pertanian.
Hasil pertanian umumnya tahan CO2 sampai 20% kecuali stroberi tahan CO2 sampai 40%.

4. Menghasilkan panas
Respirasi dapat menghasilkan panas sehingga dapat meningkatkan kerusakan pada hasil
pertanian, oleh sebab itu panas yang dihasilkan perlu segera diambil/didinginkan. Energi yang
dibebaskan dari respirasi dapat berupa panas.
Contoh: Gabah basah yang ditumpuk akan timbul panas yang terakumulasi bisa mencapai 40-
50°C.
Pertukaran gas berlangsung melalui beberapa tahap misal: masuknya O2 ke dalam
mitokondria.
1. Difusi dalam fase gas melalui sistem kulit.
2. Difusi dalam fase gas melalui sistem antar sel.
3. Pertukaran gas antara atmosfer dan cairan sel yang merupakan fungsi dari distribusi
efektivitas ruang antar sel dan aktivitas respirasi. O2 (gas) terlarut dalam cairan sel dan berubah
menjadi cairan sel.
4. Difusi dalam bentuk cair dari cairan sel larutan, sel ke mitokondria atau bagian yang
membutuhkan O2.
Faktor yang berpengaruh pada respirasi adalah :
1. Faktor dalam (faktor internal)
a. Macam komoditas
b. Tingkat pengembangan komoditas saat panen
Buah yang dipanen masih muda, tingkat respirasinya lebih tinggi daripada buah yang
dipanen sudah tua.
c. Komposisi kimia

2. Faktor luar (faktor eksternal)


a. Suhu
b. Konsentrasi O2
c. Konsentrasi CO2
d. Konsentrasi CO
e. Konsentrasi gas etilen C2H4
f. Konsentrasi hidrokarbon lainnya
g. Stress

Faktor Luar (faktor eksternal)


a. Suhu
Merupakan faktor lingkungan yang paling penting karena berpengaruh besar terhadap
reaksi biologis.
Hukum VAN't HOFF menyatakan bahwa “Dalam kisaran suhu fisiologis kecepatan reaksi
biologi meningkat 2-3 x nya untuk setiap peningkatan sebanyak l0°C.
Koefisien suhu (Q10)
Q10 = R2/R1
R1 = kecepatan reaksi pada t1
R2 = kecepatan reaksi pada t2

b. O2
Jika konsentrasi O2 diturunkan < 10% terjadi penurunan laju respirasi secara nyata. Jika
diturunkan lebih lanjut < 2% terjadi kenaikan laju respirasi anaerob yang menghasilkan etanol
dan asetaldehid. Etanol dan asetaldehid bersifat toksis terhadap jaringan. Respirasi anaerob
contohnya fermentasi. Kecepatan respirasi yang paling rendah akan menghasilkan umur simpan
yang paling tinggi.
Apabila etanol dan asetaldehid berakumulasi maka akan bersifat toksik (racun) terhadap
bahan (HCN, asam bongkrek). Dioskorin bersifat toksik terhadap konsumen (manusia). Jika O2
ditingkatkan 21-40% belum terjadi peningkatan respirasi secara nyata. Peningkatan respirasi
secara nyata akan terjadi apabila O2 ditingkatkan 80%.

c. CO2
Semakin tinggi CO2, maka respirasi aerob semakin menurun. Sebaliknya respirasi anaerob
semakin naik. Rerpirasi anaerob meningkat secara nyata, pada konsentrasi >20%. Di dalam
penyimpanan meskipun kenaikan CO2 menguntungkan tetapi dibatasi <20%. Peningkatan CO2
seperti halnya penurunan O2 akan rnenghambat reaksi dekarboksilasi.

d. Konsentrasi CO
Kandungan CO antara 1-10% yang ditambahkan pada atmosfer terkendali akan
menurunkan laju respirasi. Namun CO mempunyai sifat seperti etilen sehingga jika ditambahkan
pada buah klimaterik CO akan memacu proses pematangan. Pengaruh ini dapat minimal jika CO
yang ditambahkan <5%. CO dan etilen (C2H4) dapat memacu pematangan yang akan
meningkatkan laju respirasi.
Contoh: Buah menjadi cepat matang menyebabkan senesensi kemudian terjadi kerusakan.

e. Konsentrasi gas etilen C2H4


Penambahan etilen pada buah non klimakterik dapat meningkatkan proses respirasi, namun
tidak mempengaruhi sintesis etilen endogen. Apabila ditambahkan pada buah klimakterik, maka
akan menyebabkan peningkatan respirasi lebih awal.

f . Konsentrasi hidrokarbon yang lain


Senyawa yang fungsinya sama dengan etilen walaupun pengaruhnya tidak sebesar etilen.
Misal: propilen, asetilen, butilen bersifat mengatur atau meningkatkan respirasi akan tetapi tidak
sebesar etilen (C2H4).

g. Stress (keadaan abnormal)


1. Water stress
Misal: kekurangan air
Pengurangan air sampai 5% akan menstimulasi laju respirasi, jika >5% menyebabkan daun
layu buah keriput.
2. Stress fisik/luka mekanis menyebabkan naiknya laju respirasi, naik produksi etilen. Bahan
yang luka laju respirasinya akan tinggi dan produksi etilen akan naik.
3. Stress biologis menyebabkan jaringan terkena penyakit menyebabkan laju respirasi
menjadi naik.
4. Perlakuan kimiawi, misalnya fumigasi yang dapat meningkatkan respirasi.

B. Jalur-jalur dalam respirasi


1. Glikolisis; merupakan oksidasi glukosa menjadi asam piruvat. Terjadi di sitosol (bagian
terlarut dalam sitoplasma). Perubahan glukosa menjadi piruvat (Santoso, 2011) dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Perombakan Glukosa menjadi Piruvat

2. Siklus krebs (jalur asam sitrat = asam trikarboksilat). Transport elektron dan fosforilase
oksidatif terjadi di mitokondria. Siklus krebs (Santoso, 2011) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Skema Siklus TCA


Respirasi aerobik adalah respirasi yang memerlukan O2 (oksigen). Contoh : C6H12O6
6CO2 + 6H2O + E. Sedangkan respirasi anaerobik adalah respirasi yang tidak memerlukan O2.
Contoh : fermentasi alkohol
Pada kondisi kekurangan O2 maka piruvat akan diubah menjadi asetaldehid dan etanol yang
bersifat toksik terhadap jaringan jika terakumulasi, sehingga bahan rusak/ busuk. Pada rerpirasi
aerobik dihasilkan 38 ATP/ mal glukosa. Pada respirasi anaerobik dihasilkan 2 ATP/ mal
glukosa.

3. Transpor elektron dan fosforilasi oksidatif


Siklus krebs menghasilkan 1 NADH2 yang setara dengan 3 ATP kemudian I FADH2 yang
setara dengan 2 ATP. Pada Glikolisis dihasilkan 2 ATP dan 2 NADH2.

C. Kecepatan Respirasi
Kecepatan respirasi dari suatu jenis sayur-sayuran atau buah-buahan dapat digunakan
untuk menduga keawetannya. Komoditi yang kecepatan respirasinya tinggi, maka cepat rusak
dan komoditi yang mempunyai kecepatan respirasi rendah relatif tidak mudah rusak. Hal ini
terjadi karena reaksi respirasi merupakan reaksi pembongkaran, sehingga jika kecepatannya
tinggi maka terjadi pembongkaran yang cepat, sehingga berakibat cepat rusak.
Kecepatan respirasi sayur-sayuran dan buah-buahan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengelompokan kecepatan respirasi sayur-sayuran dan buah-buahan pada suhu 5°C
(41°F)
Kecepatan respirasi
Kriteria Komoditi
(mgCO2/Kg-jam)
Sangat rendah <5 Kacang-kacangan, buah kering dan sayuran
Apel, jeruk, anggur, buah kiwi, bawang putih,
Rendah 5-10
bawang merah, kentang
Aprikot, pisang, cheri, persik, nektarin, pir, prem,
Sedang 10-20
kubis, wortel, selada, lada, tomat
Stroberi, blackberry, raspberry, bunga kol, lima
Tinggi 20-40
beans, alpukat
Sangat tinggi 40-60 Artichoke, snap beans, kubis brussel, cut flowers
Sangat-sangat
>60 Asparagus, brokoli, jamur, bayam, jagung
tinggi
Sumber: Kader (1985)
Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Ketersediaan substrat
Tersedianya substrat pada tanaman merupakan hal yang penting dalam melakukan
respirasi. Tumbuhan dengan kandungan substrat yang rendah akan melakukan respirasi dengan
laju yang rendah pula. Demikian sebaliknya bila substrat yang tersedia cukup banyak maka laju
respirasi akan meningkat.

b. Ketersediaan Oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh
tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan
yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju
respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berrespirasi jauh lebih rendah
dari oksigen yang tersedia di udara. Peningkatan oksigen sampai 20% mengakibatkan terjadinya
peningkatan kecepatan respirasi dan setelah kadar oksigen melebihi 20% peningkatan jumlah
oksigen tidak berpengaruh besar terhadap kecepatan respirasi. Semakin kecil jumlah oksigen,
maka kecepatan respirasi dari suatu komoditi juga semakin kecil. Demikian juga sebaliknya,
semakin besar jumlah oksigen sampai kadar tertentu, maka kecepatan respirasi semakin besar
pula. Secara umum udara normal mengandung oksigen 21%, nitrogen 79% dan karbondioksida
0,3%.

c. Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10. Laju
reaksi respirasi umumnya akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 10°C, namun hal
ini tergantung pada masing-masing spesies. Menurut Sommer (1985) buah klimakterik yang
disimpan pada suhu 0°C mempunyai kecepatan respirasi rendah dan kecepatan respirasinya
tinggi jika suhu dinaikkan menjadi 7,5°C, kemudian jika suhu dinaikan sampai 20°C meningkat
tajam (kira-kira 3 kalinya) (Sommer, 1985).
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian
kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan
muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula
pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan. Contoh : apel 8 bulan tidak rusak
(dengan memanipulasi proses respirasi, cepat dibuat lambat dengan teknologi pasca panen).
d. Tingkat Perkembangan
Selama perkembangan buah-buahan, maka respirasi juga berubah-ubah. Secara umum pada
buah yang muda mempunyai kecepatan respirasi yang tinggi. Kecepatan respirasi buah
klimakterik dari periode pembelahan sel akan menurun sampai periode permulaan pematangan,
kemudian kecepatan respirasinya meningkat secara menonjol sampai puncak pada periode
pematangan, selanjutnya terjadi penurunan respirasi pada saat senesensi (lewat matang). Pada
buah non klimakterik terjadi pola respirasi yang terus menerus turun dari periode pembelahan sel
sampai periode senesensi.
e. Besarnya Komoditi
Semakin besar volume buah, maka semakin kecil luas permukaan buah tersebut per satuan
berat, demikian pula sebaliknya semakin kecil ukuran buah, maka semakin besar luas permukaan
buah tersebut. Buah yang mempunyai luas permukaan besar, maka buah tersebut akan
mempunyai kesempatan kontak dengan udara (oksigen) yang besar (oksigen yang berdifusi
besar), sehingga kecepatan respirasinya besar, misalnya buah apel yang berukuran besar, maka
kecepatan respirasinya lebih rendah dibanding buah apel yang mempunyai ukuran kecil (dengan
kondisi yang lain sama, misal: umur dan jenis sama begitu pula sebaliknya).
f. Kulit Berlapis Lilin (Penutup Alamiah)
Sayur-sayuran dan buah-buahan yang mempunyai kulit berlapis lilin akan mempunyai
kecepatan respirasi yang rendah. Hal ini diduga disebabkan karbondioksida terakumulasi di
dalam ruangan tetutup kulit sehingga menghambat kecepatan respirasi dan difusi oksigen ke
dalam buah terhambat oleh adanya lapisan lilin pada kulit. Buah yang kulitnya berlapis lilin,
misalnya apel, semangka, sawo kecik dan buah pear.
g. Tipe Jaringan
Jaringan sayur-sayuran dan buah-buahan yang masih muda lebih aktif melakukan
metabolisme dibanding jaringan yang tua, termasuk kegiatan respirasi. Selain itu letak jaringan
juga berpengaruh terhadap kecepatan respirasi yaitu jaringan kulit, jaringan daging buah,
jaringan biji dan jaringan daun mempunyai kecepatan respirasi yang berbeda-beda.
h. Komposisi Kimia Jaringan
Senyawa penyusun jaringan akan mempengaruhi kecepatan respirasi dari suatu jaringan.
Hal ini karena kecepatan respirasi dipengaruhi oleh senyawa yang dipecah selama respirasi.
Substrat gula mempunyai RQ=1, asam lemak atau asam amino RQ<l dan asam organik RQ>1.
Pada umumnya RQ yang besar berarti kecepatan respirasi juga besar.
i. Hormon-hormon tanaman
Hormon-hormon tanaman merupakan pengatur yang penting dari proses penuaan. Ada 5
jenis hormon tanaman yaitu etilen, auxin, sitokinin, gibberellin dan absikin. Gas etilen
merupakan hormon yang berperan di dalam pematangan buah-buahan, sedangkan hormon auxin,
sitokinin dan gibberellin dapat digunakan untuk menghambat pematangan. Hormon tanaman
yang lain, misalnya maleat-hidrasida (MH) dapat meningkatkan respirasi pada buah sawo manila
dengan cara disemprot saat prapanen dengan konsentrasi 1.000 ppm. Sebaliknya pada buah
tomat yang dipanen pada tingkat pra klimakterik ternyata respirasinya dapat dihambat oleh MH.
Respirasi pada buah sawo manila dapat dihambat dengan isopropil-n-fenilkarhamat (IPC) dengan
kadar 100 ppm (Pantastico, 1986).
j. Etilen
Etilen merupakan senyawa yang mudah menguap yang dihasilkan oleh sayur-sayuran dan
buah-buahan dan merupakan komponen yang dapat menstimulasi pemasakan. Pemberian etilen
pada buah klimakterik dapat mempercepat pematangan buah-buahan. Kerja etilen paling efektif
adalah pada waktu tahap pra klimakterik dan pemberian etilen pada tingkat post klimakterik
tidak akan mempengaruhi respirasi pada buah klimakterik. Pemberian etilen pada buah non
klimakterik selalu dapat mempengaruhi respirasi karena produksi etilen yang hanya sedikit pada
buah-buahan non klimakterik.
k. Luka mekanis
Adanya luka mekanis dapat memacu respirasi, karena kontak enzim, substrat dan oksigen
dibandingkan di tempat yang tidak luka. Secara umum makin banyak luka atau memar pada
sayur-sayuran atau buah-buahan akan mempercepat laju respirasi, sehingga buah yang terkena
luka mekanis cepat matang.
VI. REAKSI PENCOKLATAN PANGAN

A. Pencoklatan Enzimatis
Pencoklatan adalah proses kimia yang terjadi dalam buah dan sayur karena adanya enzim
polifenol oksidase, yang menghasilkan pigmen berwarna coklat. Pencoklatan enzimatis dapat
dilihat pada buah (apricot, pir, pisang, apel), sayur (kentang dan jamur) selain itu pencoklatan
enzimatis terjadi pada kunir putih jenis mangga kuning muda jika dibiarkan akan menjadi kuning
kecoklatan. Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang berfungsi sebagai
katalis dalam suatu reaksi kimia. Enzim yang terdapat secara alami dalam makanan dapat
mengubah susunan makanan tersebut. Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi
yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat
mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan kemudian dipolimerisasi menjadi
pigmen melanoidin yang berwarna coklat.
Pencoklatan enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang terluka,
misalnya pemotongan, penyikatan dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan
integritas jaringan tanaman (Cheng dan Crisosto, 1995). Adanya kerusakan jaringan seringkali
mengakibatkan enzim kontak dengan substrat. Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi
pencoklatan enzimatis adalah oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase,
polifenolase, atau katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol
oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen
polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan asam klorogenat.

Senyawa-senyawa yang berperan dalam reaksi pencoklatan enzimatis yaitu:


1. Polifenol (komponen utama pada pencoklatan enzimatis)
Polifenol, juga disebut sebagai komponen fenolat, adalah kelompok bahan kimia yang
ada dalam tanaman (buah, sayur) yang berperan penting selama pencoklatan enzimatis. Polifenol
dibagi menjadi beberapa sub kelompok yang berbeda, misalnya komponen antosianin (warna
dalam buah), komponen flavonoid (katekin, tanin dalam teh dan anggur/wine), dan komponen
non-flavonoid (asam galat dalam daun teh). Flavonoid juga terdapat pada kunir putih jenis
mangga (Curcuma mangga val) (Pujimulyani,2010). Flavonoid dibentuk dalam tanaman dari
asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin.
2. Polifenoloksidase (PPO, fenolase)
Enzim yang bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase yaitu
fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase atau katekolase. Dalam tanaman, enzim ini lebih
sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya
asam amino tirosin dan komponen polifenolik. Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali
dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi quinon yang
akan membentuk warna coklat. Dengan adanya oksigen di udara, enzim dapat mengkatalisis
langkah pertama dalam konversi biokimia fenolat menjadi quinon, yang selanjutnya
menyebabkan polimerisasi yang menghasilkan warna gelap, yaitu polimer tak larut yang dikenal
sebagai melanin. PPO mengkatalisis dua reaksi dasar: hidroksiasi dan oksidasi.
Reaksi pencoklatan secara enzimatis dapat terjadi pada pisang, kentang, pir, apel granny, kunir
putih, jambu mete, kentang, wortel, apel fuji dan salak.
a. Kunir Putih (Curcuma mangga Val.)
Pencoklatan mudah terjadi pada kunir putih jenis mangga. Kunir putih jenis mangga
sering disebut temu mangga. Kunir putih mudah mengalami pencoklatan, terbukti saat preparasi
pengolahan terjadi perubahan warna kuning muda menjadi kuning kecoklatan. Oleh karena itu
pada saat tahap proses pengupasan segera dilakukan perendaman selama menunggu tahap proses
berikutnya.
Pada tahap pembuatan bubuk instan kunir putih meliputi sortasi, pengupasan, pencucian,
blanching, pemarutan, ekstraksi, penambahan gula dan pemasakan. Tahap blanching digunakan
untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase yang menyebabkan pencoklatan. Produk bubuk
instan yang melalui tahap blanching kualitas kenampakannya maupun aktivitas antioksidannya
lebih bagus dibanding tanpa perlakuan blanching.
b. Pisang
Pada pisang dibutuhkan waktu beberapa menit saja untuk mengalami perubahan warna
permukaan akibat reaksi pencoklatan enzimatis pada kondisi yang dipotong menggunakan pisau
besi. Perubahan warna terjadi semakin banyak semakin lama setelah diiris. Pisang yang dipotong
menggunakan pisau stainless memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengalami perubahan
pencoklatan.
c. Kentang
Waktu terjadinya pencoklatan kentang yang diiris menggunakan pisau besi cenderung
lebih cepat dibandingkan dengan yang diiris menggunakan pisau stainless. Namun, tingkatan
perubahan berdasarkan jenis perlakuan cenderung sama, yaitu didiamkan di udara, direndam
dalam air, direndam dalam larutan sulfit dan direndam dalam larutan sitrat.
d. Pir
Pada 10 menit pertama dilakuakan perlakuan percobaan, didapat hasil yang sama seperti
pada buah pisang dan kentang. Begitu pula pada perlakuan 10 menit selanjtnya, baik yang diiris
menggunakan pisau besi maupun pisau stainless.
e. Apel granny
Pada percobaan yang dilakukan pada apel granny, dibutuhkan waktu yang lebih lama
untuk mengalami perubahan warna menjadi coklat dengan pengirisan menggunakan pisau
stainless. Tingkat perubahan pencoklatan dari yang paling cepat ke paling lambat adalah: (1)
suhu ruang, (2) direndam air, (3) direndam asam sitrat dan (4) direndam asam sulfit (Kusmiadi,
2008).
Pencoklatan enzimatis contohnya adalah kentang, apel dan pisang yang setelah
dipotong/dikupas warnanya berubah menjadi gelap. Enzim yang berperanan pada pencoklatan
enzimatis adalah enzim polifenol oksidase/fenol oksidase, fenolase/polifenolase. Oksidasi adalah
penyebab penting kerusakan bahan pangan. Reaksi oksidatif utama adalah pencoklatan
enzimatis, melibatkan dua enzim oksidoreduktase: polyphenoloxidase (PPO) dan peroksidase
(POD). PPO mengkatalisis dua reaksi, pertama adalah hidroksilasi monophenol menjadi diphenol
yang relatif lambat dan menghasilkan produk berwarna. Kedua adalah oksidasi dari diphenol
menjadi quinine yang berlangsung cepat dan menjadikan produk berwarna (Queiroz dkk., 2008).
Substrat yang terlibat dalam reaksi terletak di vakuola sementara enzim terletak dalam
sitoplasma. Reaksi tersebut dapat terjadi hanya jika keduanya bergabung dengan oksigen
(Toivonen dan Brummell, 2008).
Ada beberapa cara untuk mencegah reaksi pencoklatan:
1. Perlakuan dengan bahan kimia
Berbagai bahan kimia telah diuji coba untuk mencegah oksidasi pada buah-buahan. Perlakuan
kimiawi utama yang telah digunakan dirangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Studi perlakuan kimiawi yang digunakan untuk mencegah pencoklatan enzimatis
Buah/Sayur Bahan kimia Waktu/Suhu Hasil Referensi
Penghambatan PPO (Du dkk.,
Asam fitat (0,08%) Suhu kamar
(99,2%) 2012)
Menurunkan warna (Grimm dkk.,
Asam askorbat (0,3 mM) 10 menit
browning 2012)
Menjaga tekstur
Perendaman dalam 1%
apel setelah iradiasi
asam askorbat (b/v) + (Gomez dkk.,
4°C/5 menit UV-C dan
0,1% kalsium klorida 2011)
penyimpanan pada
(b/v) pH 3,5
suhu 5 ° C
Natrium klorida (300
mg/L), natrium klorit yang
Perlakuan yang
diasamkan Suhu
paling efektif adalah (Luo dkk.,
(300 mg/L), asam sitrat kamar/1
dengan 2011)
(20 g/L), kalsium klorida menit
natrium klorit
(20 g/L)

Masing-masing
bahan kimia tidak
Natrium klorida dan/atau cukup untuk
kalsium propionat dengan menghambat (Guan dan
5 menit
konsentrasi yang berbeda reaksi browning, Fan, 2010)
(0-2%) sebuah kombinasi
yang baik
Apel diperlukan
0,5 g/L natrium
klorit dengan pH
3,9-6,2 yang
Natrium klorida + asam
disesuaikan dengan (Lu dkk.,
sitrat pada konsentrasi 1 menit
asam sitrat adalah 2007)
yang berbeda
perlakuan yang
paling efektif untuk
mencegah browning
Menjaga
Suhu jaringan parenkim
(Quiles dkk.,
4% kalsium propionat kamar/30 dan meminimalisasi
2007)
menit degradasi apel
potong-segar
Menjaga kekerasan
1% N-asetil-sistein + 1% Suhu (Raybaudi-
dan warna selama
glutathione + 1% kalsium kamar/1 Massilia dkk.,
penyimpanan 30
laktat menit 2007)
hari pada suhu 5°C
0,5% asam askorbat + 1% Menjaga tekstur dan
(Varela dkk.,
kalsium klorida + 0,1% 20°C/3 menit Mencegah browning
2007)
asam propionat pH 2,74 enzimatis
Perlakuan yang
0,5% asam askorbat + (Zhu dkk.,
5 menit paling efektif untuk
0,5% kalsium klorida 2007)
menunda browning
Meningkatkan
Sodium benzoate (0,03%) stabilitas struktur
+kalium sorbat (0,03%) apel dengan kalsium
(Alandes
dengan atau tanpa 10°C/1 menit laktat. Menjaga
dkk., 2006)
penambahan kalsium tekstur apel selama
laktat (0,5%) 3 minggu pada suhu
4 °C
Natrium metabisulfit, 4- Korelasi sebanding
Hexylresorcinol, asam antara konsentrasi
askorbat, L-sistein, agen antibrowning (Eissa dkk.,
5 menit
Mengurangi dan efek 2006)
glutathione, produk reaksi penghambatannya
Maillard
Menjaga kekerasan
(Fan dkk.,
7% kalsium askorbat 8°C/2 menit dan menurunkan
2005)
reaksi browning
Perlakuan efektif
2% asam askorbat + 2% Suhu kamar/ (Antuness
Kiwi untuk menunda
kalsium klorida 2 menit dkk., 2010)
browning
Menjaga kekerasan
jaringan buah (Mao dkk.,
Semangka 2% sodium klorida Suhu kamar
potong-segar selama 2006)
penyimpanan
1-Methylcyclopropene
(300 mL/L)
kemudian 2% asam 0°C/24 jam Browning dan (Arias dkk.,
askorbat + 0,01% 4- 4°C/15 menit pelunakan tertunda 2009)
hexylresorcinol +
1% kalsium klorida
efek sinergis
antara asam
Pir askorbat
Asam askorbat + 4- dan 4- (Arias dkk.,
30°C
hexylresorcinol hexylresorcinol 2007)
untuk
penghambatan
polyphenoloxidase
0,75% N-acetylcysteine Pencegahan buah pir
(Oms-Oliu
atau 15°C/2 menit potong-segar selama
dkk., 2006)
0,75% glutathione penyimpanan
Menurunkan secara
(De Souza
Mangga 3% sodium klorida 10°C/2 menit signifikan hilangnya
dkk., 2006)
keteguhan jaringan
Kalsium askorbat
adalah perlakuan
Kalsium askorbat dan (Barbagallo
Terong 60°C/1 menit paling baik untuk
sitrat (0,4%) dkk., 2012)
menginaktivasi
enzim
Artichoke Asam askorbat, asam Suhu Sistein (0,5%) (Amodio
(sayuran sitrat, sistein dan kamar/1 adalah perlakuan dkk., 2011)
sejenis kombinasinya, etanol, menit paling efektif untuk
bunga kol) natrium klorida, 4- mencegah browning
hexylresorcinol
0,01% adalah
konsentrasi paling
optimal untuk
Suhu
mengurangi (Khunpon
0,01% sodium klorit kamar/10
browning dan dkk., 2011)
Buah menit
polyphenoloxidase
lengkeng
dan aktivitas
peroksidase
1,5 N asam klorida Suhu
Pericarp browning
kemudian kamar/20 (Apai, 2010)
Ditunda
dibilas menit
1% asam natrium sulfat +
Aktivitas
1%
polyphenoloxidase (Calder dkk.,
Kentang asam sitrat dan 1% asam Suhu kamar
dan browning dapat 2011)
askorbat
dikurangi
Perlakuan yang
efektif utuk
menunda browning.
(Shi dkk.,
Kastanye 0,5 µM nitrat oksida 10 menit Menurunkan
2011)
polyphenoloxidase
dan aktivitas
peroksidase
1mM dari DETANO
DETANO (2,2'- cukup untuk
(hydroxynitrosohydrazino) 20°C/10 mempertahankan
Jamur (Jiang, 2011)
-bisethnamine menit tingkat kekerasan
0,5, 1 atau 2 mM dan menunda
pencoklatan
Sumber : Ioannou dan Ghoul (2013)

2. Blanching
Blanching adalah perlakuan panas terhadap bahan pangan. Perlakuan blanching dapat
dilakukan sesuai dengan media panas yang digunakan. Blanching dalam air mendidih dan/atau
di-steam; blanching dengan menggunakan microwave juga telah dikembangkan. Waktu
blanching bervariasi tergantung pada teknik yang digunakan, jenis produk, ukuran dan tingkat
kekerasan bahan, misal blanching daun singkong lebih singkat dibanding blanching rimpang-
rimpangan seperti kencur atau kunir putih. Proses ini menginaktivasi sistem enzimatik yang
bertanggung jawab untuk perubahan sensorik dan vitamin dan dengan demikian membatasi
oksidasi. Selain itu, warna bahan dapat terjaga untuk kenampakan yang lebih baik. Memang,
aktivitas oksidatif polyphenoloxidase bervariasi menurut suhu dan meningkat saat suhu mencapai
puncak. Setelah aktivitas optimal enzim tercapai, aktivitas relatif enzim menurun dengan
kenaikan suhu (Ozel dkk., 2010). Tabel 2 menunjukkan rangkuman penelitian yang berhubungan
dengan blanching dalam literatur.

Tabel 2. Rangkuman parameter waktu dan suhu blanching pada produk hortikultura
Metode Kondisi
Buah/sayur Hasil Referensi
blanching blanching
Air, asam Blanching diperlukan (Gonzalez-
Prem askorbat (400 20°C,40 detik untuk menginaktivasi Cebrino dkk.,
ppm) enzim 2012)
Bit harus direndam
dalam air untuk
5 menit, 250- menghindari
450W, bit merah penyusutan produk, (Latorre dkk.,
Bit merah Microwave
direndam dalam inaktivasi 2012)
air polyphenoloxidase dan
aktivitas peroksidase
mencapai 90%
Inaktivasi
polyphenoloxidase dan
aktivitas peroksidase
Selada air Termosonikasi 86°C, 30 detik mencapai (Cruz dkk., 2011)
90%, hilangnya
sturuktur mikro selada
air
Pencegahan
100°C selama 3 pencoklatan enzimatis (Hasimah dkk.,
Nanas Steam
menit tapi terjadi penyusutan 2011)
sel setelah digoreng
Penambahan kalium
Aonla
Air, kalium mencegah hilangnya
(sejenis buah 80°C selama 3 (Gupta dkk.,
metabisulfit nutrisi, blanching
berry dari menit 2011)
(0,3%) diperlukan untuk
India)
menonaktifkan enzim
100°C, 10 menit
(bayam), 12
Blanching dengan air
menit (wortel), 9
Wortel, menyebabkan kerugian
menit (bunga (Mazzeo dkk.,
bunga kol, Air, steam gizi dibandingkan
kol). 100°C, 20 2011)
bayam dengan blanching
menit (bayam,
dengan uap
wortel), 12 menit
(bunga kol)
Peningkatan kualitas
setelah pengeringan
Indian 100°C selama 7 (warna, tekstur (Gudapaty dkk.,
Air
gooseberry menit dan rasa) tetapi 2010)
penurunan kadar
vitamin C
Perubahan warna
selama pengeringan
50, 60, 70°C (Ong dan Law,
Salak Air yang diminimalkan
selama 5 menit 2011)
untuk sampel yang
diblanching
Blanching
mempengaruhi semua
sifat kimia
Indian 100°C selama 3 (Prajapty dkk.,
Air panas kecuali kandungan
gooseberry menit 2011)
asam askorbat dan
mengawetkan
warna.
Peroksidase tidak aktif
94°C selama 1, 3, setelah 5 menit dan (Ndiaye dkk.,
Mangga Steam
5 dan 7 menit polyphenoloxidase 2009)
setelah 7 menit
Pada suhu 95°C selama
Air, larutan asam 1 menit dalam air,
80-100°C selama
asetat 0.05N, katalase dan
1-10 menit (Shivhare dkk.,
Wortel 0,2% larutan peroksidase benar-benar
(masing-masing 2009)
kalsium klorida tidak aktif tanpa
perlakuan)
mempengaruhi kualitas
wortel
Uap air panas 115°C (uap)
(SHS) dan selama 11 menit Perubahan tekstur dan
(Sotome dkk.,
Kentang semprotan (mikro atau 100°C warna dikurangi dengan
2009)
droplet) air panas (mikro droplet) kombinasi perlakuan
(WMD) selama 11 min
Inaktivasi suhu dari
17 kondisi polyphenoloxidase dan
pemanasan yang peroksidase secara
Air kelapa berbeda dengan signifikan lebih cepat (Matsui dkk.,
Microwave
hijau suhu maksimal dengan 2008)
antara 52,5 dan blanching microwave
92,9°C daripada blanching
konvensional
Kondisi optimum
blanching untuk
Perendaman air
mencegah pencoklatan
panas,
enzimatis adalah:
Kentang Air diguncangkan (Reis dkk., 2008)
konsentrasi
dengan kecepatan
asam askorbat 2g/kg
120 rpm
kentang, waktu 5,5
menit dan suhu 69 ° C
50°C selama 5
Perlakuan
menit kemudian
menggunakan
Kubis Air, 100°C selama
microwave lebih baik (Vina dkk., 2007)
Brussel microwave/air 3 menit, 700 W
untuk mempertahankan
selama 5 menit
karakteristik produk
kemudian 100°C
selama 2 menit
Blanching ohmik
memungkinkan
penurunan
20-50 V/cm waktu blanching untuk
Bubuk
Ohmik, air sampai mencapai menonaktifkan (Icier dkk., 2006)
kacang
100°C peroksidase tersebut,
warna lebih baik
diawetkan dengan
blanching ohmik
Tidak ada perbedaan
antara metode
blanching untuk
Kacang Air, steam, (Lin dan Brewer,
Tanpa kondisi inaktivasi enzim,
polong microwave 2005)
kehilangan nutrisi yang
lebih tinggi adalah
dengan blanching air
Sumber : Ioannou dan Ghoul (2013)

3. Modified Atmosphere Packaging (MAP)


Oksigen sangat penting untuk reaksi oksidasi dan aktivitas PPO. Sebuah solusi untuk
mengendalikan reaksi pencoklatan enzimatis adalah mengubah kandungan oksigen dari atmosfer
penyimpanan (Ingraham, 1955). Beberapa penelitian MAP terhadap beberapa produk
hortikultura dalam kaitannya mencegah browning enzimatik dirangkum pada Tabel 3.

Tabel 3. Penelitian MAP untuk mencegah pencoklatan enzimatis pada produk hortikultura
Buah/sayur Kondisi Hasil Referensi
Browning enzimatik tertunda
Tekanan tinggi (150MPa)
Apel tapi kondisi tidak cukup (Wu dkk., 2012)
perlakuan Argon
untuk mencegahnya
Produk dengan
Isi yang berbeda pada O2 diuji, kualitas sensorik tertinggi
(O'Beirne dkk.,
Apel/Jamur seimbang baik dengan Argon setelah penyimpanan adalah
2011)
atau dengan N2 produk dengan perlakuan 2%
O2 / 79% Ar
Perlakuan terbaik untuk
MAP : 100% N2 / 20% O2,
mencegah pencoklatan
80% N2 / modifikasi atmosfer (Wang dkk.,
Jamur enzimatis adalah atmosfer
tinggi oksigen (50 sampai 2011)
tinggi diubah oksigen dengan
100% O2)
80% O2 (keseimbangan N2)
Penggunaan atmosfer O2
Atmosfer terkontrol (0,4- (Teixeira dkk.,
Belimbing rendah tidak cukup untuk
20,3% O2) 2008)
mencegah reaksi pencoklatan
10 kombinasi atmosfer oksigen Efek yang paling signifikan
(De Souza dkk.,
Mangga (2,5 dan 21%) dan karbon disebabkan oleh
2006)
dioksida (0,5, 10, 20 dan 40%) berkurangnya O2 (2,5%)
Atmosfer termodifikasi
MAP : O2 5%, CO2 5% dengan 90%
(Rocculi dkk.,
Kiwi diblansing dengan N2 , Ar, NO2 adalah campuran terbaik
2005)
NO2 untuk mempertahankan
kualitas irisan buah kiwi
Sumber : Ioannou dan Ghoul (2013)

4. Coating (agen pelapis)


Agen pelapis biasanya digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah-buahan
selama penyimpanan. Hal ini dilakukan dengan penerapan lapisan yang dapat dimakan pada
permukaan buah. Perlakuan ini berhubungan langsung dengan penurunan kerugian kadar air dan
aroma, yang menunda perubahan warna dan transfer gas, dan peningkatan penampilan umum
dari produk melalui penyimpanan (Olivas dan Barbosa-Canovas, 2005). Agen pelapis
memungkinkan penundaan pencoklatan enzimatis karena dapat menghasilkan modifikasi
atmosfer pada buah yang dilapisi dengan mengisolasi produk yang dilapisi dari lingkungan
(Oms-Oliu dkk., 2010). Tabel 4 memberikan ringkasan dari berbagai penelitian mengenai
coating pada produk hortikultura.

Tabel 4. Ringkasan komposisi agen pelapis pada produk hortikultura


Buah/sayur Agen pelapis Perlakuan Hasil Referensi
Pati + gliserol Penundaan browning
(2:1), minyak biji yang signifikan (Oz dan
Pati + gliserol (300/600 ppm), dengan Ulukanli,
15 menit pada pelapisan pati dengan 2012)
suhu kamar minyak biji 300 ppm
Delima Putresin + Menunda kerusakan
carnauba wax, dingin, dan kecoklatan
Putresin + Suhu dingin pada selama penyimpanan, (Barman dkk.,
carnauba wax 2°C, pemaparan menurunkan laju 2011)
pada suhu 20°C respirasi dan
selama 3 hari perubahan etilen
Peningkatan umur
Dehidrasi
simpan sampai 14
osmotik melon
hari, menjaga
potong-segar
kekerasan dan
pada 40°Brix
struktur sel oleh
larutan sukrosa
kalsium laktat, (Ferrari kk.,
Melon Pektin mengandung
mengurangi kerusakan 2011)
0,5% larutan
mekanis selama
kalsium laktat
penyimpanan,
+
meningkatkan kadar
pelapisan dengan
padatan terlarut dari
1% pektin
produk,
meningkatkan
penerimaan sensori
dari
buah melon oleh
dehidrasi osmotik
Alginat + (2,5%
+ 0,7% MA Mencegah (Raybaudi-
Alginat serai, minyak pencoklatan dan Massilia dkk.,
kayu manis atau kehilangan kekerasan 2008)
0,3%)
Konjak
glukomanan + Penundaan
ekstrak buah pencoklatan
Konjak nanas enzimatis. hasil (Supapvanich
Apel
glukomanan pada konsentrasi terbaik diperoleh dkk., 2009)
yang berbeda dengan ekstrak buah
dalam nanas (1:1)
air destilasi
Solusi alginat
dengan sereh
atau Mencegah
(Rojas-Graue
Alginat minyak oregano pencoklatan dan
dkk., 2009)
atau vanili + kehilangan kekerasan
direndam dalam
kalsium klorida
Lapisan ini
0,8% trehalosa,
mengurangi
0,1% sukrosa dan (Albanese dkk.,
Trehalosa pencoklatan, namun
0,1% natrium 2007)
menurunkan berat
klorida
bahan
Gel lidah buaya
(30% b/b), gum
tragacanth (10%
b/b), gel lidah Kombinasi dari
Gel lidah buaya
buaya + gum keduanya lebih efisien (Mohebbi, dkk.,
Jamur dan/ atau
tragacanth (50% untuk menunda 2012)
gum tragacanth
w/w) + kalsium pencoklatan
klorida (0,2 g/L)
dan asam sitrat
(40 g/L)
Mencegah (Gonzalez-
Solusi kitosan
Pepaya Kitosan pencoklatan dan Aguilar dkk.,
pada 0,02 g/ml
kehilangan kekerasan 2009)
Pencucian, Pelapisan
pengupasan, meningkatkan umur
pemotongan dan simpan, mengurangi
Irisan buah (Chien dkk.,
Kitosan perendaman kehilangan berat,
mangga 2007)
selama 1 menit menunda browning (7
dalam larutan hari tanpa perubahan
pada 0, 0,5, warna signifikan),
1 dan 2% perbedaan antara 0,5
chitosan pH 5 dan 1 atau 2% solusi
menggunakan chitosan
0,1 M NaOH, untuk penurunan berat
pengeringan pada produk
suhu 25°C 30
menit,
penyimpanan
pada 6°C
Pelapisan dengan
Karagenan 0,3%
karagenan
(b/v) pH 5,6
Perbandingan memberikan hasil
dengan asam
antara pati, yang terbaik (Ribeiro dkk.,
Stroberi sitrat 50% +
karagenan dan untuk mencegah 2007)
Tween 80
kitosan perubahan warna dan
(surfaktan) antara
hilangnya
0,01 dan 0,1%
kekerasan
Sumber : Ioannou dan Ghoul (2013)

B. Pencoklatan Non Enzimatis


Reaksi pencoklatan selain yang enzimatis adalah reaksi pencoklatan non-enzimatis. Reaksi
pencoklatan non-enzimatis antara lain disebut reaksi Maillard. Reaksi ini terjadi akibat adanya
gugus karbonil dari karbohidrat (gula reduksi) dan asam amino dari protein yang terjadi pada
suhu tinggi. Reaksi ini biasanya diinginkan tapi jika terlalu banyak yang terbentuk dikhawatirkan
dapat mereduksi protein dalam jumlah besar (Darwindra, 2009).
Reaksi pencoklatan non-enzimatis yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat
vitamin C.
a. Karamelisasi
Bila suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, demikian juga
titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air menguap. Bila keadaan
tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi terdiri dari air
tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik lebur sukrosa adalah 160°C. Bila gula yang telah mencair
tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya pada suhu
170°C, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa. Reaksi yang terjadi bila gula mulai
terdegradasi adalah melalui tahap-tahap seperti berikut: Mula-mula setiap molekul sukrosa
dipecah menjadi sebuah molekul glukosa dan sebuah fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu
molekul air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah molekul air dari setiap molekul
gula sehingga terjadilah glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses
pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam
campuran tersebut.
Warna coklat karamel didapat dari pemanasan larutan sukrosa dengan amonium bisulfat
seperti yang digunakan pada minuman cola, minuman asam lainnya, produk-produk hasil
pemanggangan, sirup, permen, pelet, dan bumbu kering. Larutan asam (pH 2-4,5) ini memiliki
muatan negatif (Fennema, 1996).
b. Reaksi Maillard
Reaksi Maillard ini terjadi akibat adanya gugus karbonil dari karbohidrat (gula reduksi)
dan asam amino dari protein yang terjadi pada suhu tinggi. Reaksi ini biasanya diinginkan tapi
jika terlalu banyak terbentuk dikhawatirkan dapat mereduksi protein dalam jumlah besar
(Darwindra,2009).
c. Pencoklatan Akibat Oksidasi Vitamin C
Vitamin C ( asam askorbat) merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak
sebagai precursor untuk pembentukan warna cokelat nonenzimatik. Asam askorbat berada
dalam keseimbangan dengan asam dehidrokaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam
dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonat
kemudian berlangsung reaksi Maillard dan proses pencoklatan.
Dalam beberapa hal pencoklatan dapat dikehendaki untuk memperbaiki kenampakan dan
cita rasa pangan serta hasil olahannya seperti kopi, roti bakar dan ayam goreng. Reaksi
pencoklatan yang tidak dikehendaki misalnya penyebab kenampakan jelek pada beberapa
sayuran dan buah-buahan seperti kentang potong, apel dan pisang mentah. Hal ini perlu
dikendalikan/dicegah. Reaksi pencoklatan pangan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Reaksi pencoklatan pangan


Mekanisme Perlu O2 Perlu ada awal reaksi pH
Maillard - + alkalis
Karamelisasi - - alkalis /asam
Oksidasi asam askorbat + - sedikit asam
Fenolase + - sedikit asam
Sumber : Eskin, dkk. (1971)
Cara pengendalian reaksi pencoklatan (Tranggono dan sutardi, 1989)
1. Pemanasan : blanching dan pasteurisasi
Contoh: puree pear
Pemanasan 80°C selama 8 detik aktivitas fenolase tinggal ½ nya.
Pemanasan 90°C selama 8 detik aktivitas fenolase hilang.
2. Penggunaan SO2 (sulfur dioksida)
Penggunaan SO2 dalam bentuk natrium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit
merupakan inhibitor fenolase. Kerugian menggunakan SO2 dapat merusak Vitamin B1 (thiamin).
3. Pembebasan O2
Merendam bahan dalam air, misalnya kentang, juga dapat dilakukan dengan perlakuan vakum.
4. Pemakaian NaC1 0,1%
5. Metilasi subtrat fenolase
Aktivitas enzim relative
Katekol = quaiakol
Asam kafeat = asam fenilat (bukan substrat fenolase)
(3-ketogiutamat) = quinat
Asam klorogenat = asam 3 feruloil + 5 adenosilmetionin
6. Penggunaan asam
Menurunkan pH sehingga aktivitas enzim tidak optimal.
VII. KOMPOSISI KIMIA BAHAN HASIL PERTANIAN

Komposisi kimia bahan hasil pertanian merupakan komponen kimia dalam bahan
pangan/hasil pertanian yang memiliki karakteristik tertentu. Komposisi utama bahan hasil
pertanian adalah air, karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Analisis kadar dari komponen-
komponen tersebut disebut analisis proksimat. Komposisi kimia dapat mempengaruhi sifat dan
nilai suatu bahan pangan. Pangan segar dan pangan olahan dapat disusun oleh komponen makro
(air, karbohidrat, lemak dan protein) dan komponen mikro (vitamin, mineral, pigmen, dan
komponen organik lainnya). Bahan tambahan pangan tidak termasuk ke dalam komposisi kimia
pangan segar, karena bahan ini ditambahkan ke dalam formulasi pangan pada saat proses
pengolahan pangan.
Komposisi kimia bahan pangan terdiri dan beberapa hal pokok sebagai berikut:
1. Air
2. Karbohidrat
3. Protein
4. Lipida
5. Asam organik
6. Bahan citarasa
7. Pigmen
8. Enzim
9. Vitamin
10. Mineral
Komponen no. 1-4 dan no. 10 termasuk analisis proksimat dari suatu bahan hasil pertanian.

A. Air
Kadar air bahan yang tua dan yang muda berbeda-beda, umumnya kadar air bahan yang tua
lebih kecil dibandingkan yang muda. Rimpang-rimpangan setelah dipanen umumnya mempunyai
kadar air sekitar 75% sampai 87%, misalnya rimpang kunir putih memiliki kadar air 85,10%
(Purwo, 2015) dan rimpang temulawak 79,15% (Bahtiar, 2015). Hasil pertanian yang
mengandung kadar air lebih besar yaitu: tomat, seledri, waluh, timun dan ada yang mengandung
kadar air rendah (10-20%) yaitu: kacang-kacangan (sumber protein), kecipir, koro dan beras.
B. Karbohidrat
Kadar karbohidrat pada hasil pertanian umumnya bervariasi antara yang muda dan tua.
Rata-rata hasil pengujian kadar karbohidrat (%) kunir putih segar dengan variasi bagian-bagian
rimpang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar karbohidrat rimpang kunir putih


Kadar Karbohidrat
Variasi Rimpang
(%) bk
Rimpang utama 85,60
Rimpang cabang 1 83,29
Rimpang cabang 2 79,41
Sumber: Fajarwati, dkk. (2014)

Rimpang utama dari kunir putih mempunyai kadar karbohidrat lebih tinggi dibandingkan
yang lebih muda. Pada biji-bijian, serealia, beras, jagung dan sorgum juga mengandung
karbohidrat tinggi. Karbohidrat pada buah dan sayuran terdiri dari 3 hal penting:
1. Pati (amilosa dan amilopektin).
2. Polisakarida penyusun dinding sel (contoh: serat pangan).
Serat pangan adalah komponen dinding sel tanaman yang tahan terhadap hidrolisis oleh
enzim yang disekresikan saluran pencernaan manusia. Serat pangan meliputi polisakarida dan
lignin, pektin, gum dan waxes (Trowell dkk., 1976). Serat pangan dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu yang bersifat larut dan tidak larut (Cummings, 1981). Menurut Hellendorn (1978) serat
pangan larut terdiri atas pektin/ substansi pektat, gum dan galakto-oligosakarida.
Serat pangan larut yang alami sudah biasa digunakan dalam bahan makanan yaitu exudat
(contoh: gum arabic, gum tragakan, gum karaya, gum ghalli), ekstrak (agar, alginat, pektin,
karagenan) dan tepung (guar-gum, locust bean-gum). Serat pangan larut hasil sintesis misalnya
xanthan gum, CMC (Carboxymethylcellulose), methylcellulose, hydroxypropyl methylcellulose
dan polydextrose (Cummings, 1981). Menurut Anderson dan Bridges (1988) serat pangan larut
terhadap total serat pangan dalam sayur-sayuran mencapai 30% dan buah-buahan 38%, hal ini
lebih tinggi dibandingkan dalam biji-bijian yaitu 25%. Serat pangan sebagai komponen diet
berperanan penting dalam kesehatan, karena mempunyai efek menguntungkan dan belum ada
bukti adanya efek yang berbahaya.
Serat pangan mempunyai kemampuan dalam memperpendek waktu transit, sehingga
hanya sedikit kolesterol atau lipid yang dapat diserap oleh usus. Selain itu, serat pangan dapat
menyerap dan mengikat secara langsung pada bahan pangan yang mengandung lemak maupun
kolesterol. Menurut Linder (1985) waktu transit normal rata-rata 7 jam dan efisiensi penyerapan
kolesterol 35-43%, apabila waktu transit lebih pendek menjadi 4-5 jam, maka efisiensi
penyerapan turun menjadi 21-27%.
3. Gula sederhana (sukrosa, fruktosa dan glukosa yang sifatnya larut dalam air).
Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini
dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Contoh gula reduksi adalah glukosa dan
fruktosa. Sukrosa banyak terdapat pada wortel, ubi jalar, pisang, nanas, sedangkan pada
semangka terdapat sakarosa yang lebih banyak. Sukrosa tersusun oleh molekul glukosa dan
fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,2-α.
Rafinosa adalah suatu trisakarida yang penting, terdiri atas tiga molekul monosakarida
yang berikatan, yaitu galaktosa-glukosa-fruktosa. Rafinosa pada biji munggur berkisar antara
2,23±0,08%, pada biji munggur yang telah digoreng 5,32± 0,12%, sedangkan rafinosa pada
tempe munggur dengan lama fermentasi 48 jam 0,86± 0,02% (Pujimulyani, 1995).
Stakinosa adalah polimer monosakarida dengan derajat polimerisasi 4 unit serta bersifat
larut dalam air. Stakiosa pada biji munggur berkisar antara 3,96±0,10%, pada biji munggur yang
telah digoreng 3,85±0,09%, sedangkan stakiosa pada tempe munggur dengan lama fermentasi 48
jam 1,08±0,04% (Pujimulyani,1995).

C. Protein
Kadar protein pada buah-buahan umumnya rendah kurang dari 1% sedangkan pada
sayuran 3%. Protein berperanan sebagai bahan struktural dari membran sel. Pada sayuran yang
mengandung pati kadar proteinnya 0,5-2%, sedangkan pada sayuran non pati (mengandung pati
sedikit, contohnya kacang-kacangan) mengandung protein sekitar 40% (Tranggono dan Sutardi,
1989). Rata-rata hasil analisis kadar protein (%) kunir putih segar dengan variasi bagian-bagian
rimpang disajikan pada Tabel 2.
Protein kasar dapat dihitung dengan rumus = N x 6,25 (tergantung jenis bahan). Protein
sebagai penyusun utama suatu enzim yang apabila ditempatkan pada suhu tinggi akan
terdenaturasi/koagulasi yang bersifat irreversible.
Tabel 2. Kadar protein rimpang kunir putih
Kadar Protein
Variasi Rimpang
(%) bk
Rimpang utama 7,74
Rimpang cabang 1 8,14
Rimpang cabang 2 9,28
Sumber: Fajarwati, dkk. (2014)

D. Lipid
Lipid pada buah contohnya adalah asam palmitat, oleat dan linoleat. Rata-rata hasil analisis
kadar lemak (%) kunir putih segar dengan variasi bagian-bagian rimpang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar lemak rimpang kunir putih
Kadar Lemak
Variasi Rimpang
(%) bk
Rimpang utama 4,90
Rimpang cabang 1 6,21
Rimpang cabang 2 7,40
Sumber: Fajarwati, dkk. (2014)

E. Asam organis (asam organik)


Senyawa yang terbentuk dari ikatan karbon dan hidrogen terbagi menjadi dua bagian, yaitu
senyawa siklik dan senyawa alifatik.
1. Senyawa alifatik adalah senyawa yang mempunyai rantai karbon terbuka dan tidak
mempunyai gugus fenil. Pada senyawa alifatik, atom karbon dapat saling mengikat dalam
bentuk rantai lurus bercabang maupun bercabang, atau cincin non aromatik (alisiklik),
dengan ikatan tunggal, ganda dan tiga ikatan kovalen. Ikatan kovalen dapat mengikat unsur
lain selain hydrogen misalnya oksigen, nitrogen, belerang dan klor. Pada umumnya senyawa
alifatik mudah terbakar sehingga sering digunakan sebagai bahan bakar, seperti metana untuk
bahan bakar kompor dan asetilen.
2. Senyawa siklik adalah senyawa yang mempunyai rantai karbon tertutup. Pada senyawa siklik
rantai C nya melingkar dan lingkaran itu mungkin juga mengikat rantai samping. Golongan
ini terbagi lagi menjadi senyawa alisiklik dan aromatik. Senyawa alisiklik yaitu senyawa
karbon alifatik yang membentuk rantai tertutup. Senyawa aromatik yaitu senyawa karbon
yang terdiri dari 6 atom C yang membentuk rantai benzena.
Contoh asam siklik : klorogenat pada kentang, asam benzoat pada strawberry, asam kafeat
pada kopi dan katekin pada teh.

F. Bahan citarasa
Citarasa adalah perpaduan antara rasa dan bau/flavor. Contoh citarasa adalah rasa manis
dari gula atau asam-asam organik. Ester, alkohol, aldehid, keton, diasetil karbonil, giraniol.
Senyawa tersebut menghasilkan bau karena senyawa tersebut bersifat mudah menguap. Zat
yang mengandung belerang akan berbau tajam misalnya bawang.

G. Pigmen
Klorofil = hijau
Antosianin = merah/biru/ungu, contoh : anggur, duwet, terong
Flavonoid = kuning
Karotenoid = kuning dan merah, contoh : wortel (sebagai sumber pro vitamin A)

H. Enzim
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia
yang terjadi dalam sistem biologi (makhluk hidup). Katalisator adalah suatu zat yang
mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah kesetimbangan reaksi atau tidak
mempengaruhi hasil akhir reaksi.
Contoh-contoh enzim dalam proses metabolisme:
1. Enzim katalase.
Enzim katalase berfungsi membantu pengubahan hidrogen peroksida menjadi air dan
oksigen. Contoh : 2H2O2 → 2H2O + O2
2. Enzim oksidase.
Enzim oksidase berfungsi mempergiat penggabungan O2 dengan suatu substrat yang pada
saat bersamaan juga mereduksikan O2, sehingga terbentuk H2O.
3. Enzim hidrase.
Enzim hidrase berfungsi menambah atau mengurangi air dari suatu senyawa tanpa
menyebabkan terurainya senyawa yang bersangkutan. Contoh: fumarase, enolase, akonitase.
4. Enzim dehidrogenase.
Enzim dehidrogenase berfungsi memindahkan hidrogen dari suatu zat ke zat yang lain.
5. Enzim transphosforilase.
Enzim transphosforilase berfungsi memindahkan H3PO4 dari molekul satu ke molekul lain
dengan bantuan ion Mg2+.
6. Enzim karboksilase.
Enzim karboksilase berfungsi dalam pengubahan asam organik secara bolak-balik. Contoh
pengubahan asam piruvat menjadi asetaldehida dibantu oleh karboksilase piruvat.
7. Enzim desmolase.
Enzim desmolase berfungsi membantu dalam pemindahan atau penggabungan ikatan
karbon. Contoh: aldolase dalam pemecahan fruktosa menjadi gliseraldehida dan
dehidroksiaseton.
8. Enzim peroksida.
Enzim peroksida berfungsi membantu mengoksidasi senyawa fenolat, sedangkan oksigen
yang dipergunakan diambil dari H2O2.
9. Enzim α-Galaktosidase
Enzim α-galaktosidase ( α-D-galaktosidase galaktohydrolase E.C.3.2.122) adalah enzim
penghidrolisis ikatan α-1-6-galaktosida atau α-D-galaktosidik, terutama pada rafinosa dan
stakinosa yang banyak terdapat pada biji kacang-kacangan. Pada fermentasi 0 jam dalam
pembuatan tempe munggur tidak terdeteksi adanya aktivitas enzim α-galaktosidase, karena
bahan yang siap diinokulasi adalah bahan setelah dikukus 1 jam. Hal ini berarti semua
enzim endogen pada biji munggur tidak aktif, sedangkan jamur tempe yang diinokulasikan
belum tumbuh sehingga belum menghasilkan enzim α-galaktosidase. Pada fermentasi 24
jam, aktivitas enzim α-galaktosidase sebesar 1,8x10-2 µmol nitrofenol/ml, karena jamur
tempe sudah mulai tumbuh dan memproduksi enzim α-galaktosidase. Pada fermentasi 48
jam, aktivitas enzim α-galaktosidase naik secara nyata menjadi 2,3x10-2 µmol nitrofenol/ml.
Kenaikan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan jamur yang naik dan secara visual tempe
yang dihasilkan lebih kompak dibanding tempe fermentasi 24 jam. Dengan demikian lama
fermentasi sampai 48 jam menunjukkan kenaikan aktivitas enzin α-galaktosidase yang
sangat berbeda nyata dengan fermentasi sebelumnya (Pujimulyani,1995).
I. Vitamin
1. Vitamin C
Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan
serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk
utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C dikenal sebagai antioksidan terlarut air paling
dikenal, vitamin C juga secara efektif memungut formasi ROS dan radikal bebas (Frei
1994). Kebutuhan vitamin C manusia dipenuhi dari buah dan sayur. Sayuran berpati
misalnya pada kentang yang mengandung vitamin C, selama penyimpanan maupun
pengolahan. Kacang-kacangan defisien vitamin C kecuali kecambah.
Vitamin C dapat berkurang selama perebusan karena:
a. Vitamin C bersifat larut dalam air.
b. Oksidasi enzimatis pada awal perebusan.
Cara menghindarinya adalah:
a . Dikukus bukan direbus.
b . Jika direbus dimasukkan setelah air mendidih.

Rata-rata hasil pengujian vitamin C kunir putih segar dan blanching variasi bagian-bagian
rimpang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar vitamin C kunir putih segar dan blanching variasi


bagian-bagian rimpang (%)
Perlakuan Segar Blanching
Empu 0,0377 b 0,0230 a
Anakan 1 0,0366 b 0,0214 a
Anakan 2 0,0357 b 0,0190 a
Sumber: Pujimulyani (2014)

Berdasarkan Tabel 4., hasil analisa kadar Vitamin C dengan perlakuan kunir putih segar
dan blanching memberikan pengaruh nyata. Pada variasi bagian rimpang kunir putih segar tidak
terdapat beda nyata antara empu, anakan 1 dan anakan 2. Sama halnya Pada kunir putih dengan
perlakuan blanching tidak terdapat beda nyata antara empu dengan anakan 1 dan anakan 2. Pada
perlakuan media blanching memiliki kadar vitamin C yang lebih rendah dibanding dengan
rimpang kunir putih tanpa blanching ( Pujimulyani, 2014). Hal ini sesuai dengan pendapat
Heddy et al., (1997) bahwa Sifat vitamin C mudah larut dalam air, vitamin C akan mudah hilang
selama proses pengolahan dan vitamin C mudah rusak karena oksidasi terutama pada suhu
tinggi.

2. Pro vitamin A (β-karoten)


Terdapat pada tanaman berupa β-karoten , α-karoten, δ-karoten dan kriptoxantin.
Kebutuhan manusia dewasa 5000 IU. 1 IU = 0,3µg, vitamin A = 0,6 µg β-karoten. Ubi jalar yang
berwarna kuning mengandung karoten, bayam 9 mg/100 g, wortel 13 mg/100 g. Jumlah tersebut
bisa berkurang karena adanya oksidasi enzimatis dan non enzimatis. Rata-rata hasil analisis
kadar β-karoten per 100 g (mg/g) kunir putih segar dengan variasi bagian-bagian rimpang
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar β-karoten rimpang kunir putih berdasarkan
variasi rimpang utama, rimpang cabang 1 dan 2
Kadar β-karoten
Variasi Rimpang
(mg/g) bk
Rimpang Utama 2,77
Rimpang cabang 1 2,88
Rimpang cabang 2 3,85
Sumber: Fajarwati, dkk. (2014)
Hasil penelitian Fajarwati dkk (2014) kandungan β-karoten tertinggi terdapat pada bagian
rimpang kunir putih yang lebih muda yaitu rimpang cabang 2 (anakan 2). Pada rimpang cabang 2
(anakan 2) diduga terdapat sel-sel tumbuhan yang aktif dan masih melakukan aktifitas fisiologis.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Erwanto (1984) pada tanaman kiambang
(Salvinia molesta) bahwa pada tanaman muda terdapat banyak sel tumbuhan yang lebih aktif
dibandingkan dengan tanaman tua yang memiliki lebih banyak sel yang rusak atau mati,
sehingga aktifitas fisiologi tumbuhan lebih banyak dan aktif pada bagian tumbuhan yang lebih
muda (Erwanto, 1984).

3. Vitamin B
Vitamin B dapat membuat jaringan aktif tumbuh.
Contoh beberapa vitamin B : Vitamin B1 (thiamine), Vitamin B2 (riboflavin), Vitamin B3
(niacin), Vitamin B5 (pantothenic acid/asam pantotenat), Vitamin B6 (pyridoxamine), Vitamin
B9 (folic acid/asam folat), vitamin B12 (cyanocob), vitamin B7 (biotin), kolin dan inositol.
Tanaman sumber vitamin B:
1. Thiamin : serealia utuh, lembaga gandum, yeast kering, kacang-kacangan, bayam, lobak,
biji-bijian.
2. Riboflavin : daun hijau, kacang-kacangan, kuncup brokoli.
3. Niasin : yeast kering, kacang tanah.

J. Mineral
Mineral biasanya dinyatakan dengan kadar abu. Mineral dibagi menjadi dua yaitu
makromineral (dalam jumlah besar) dan mikromineral (dalam jumlah kecil). Contoh
makromineral: potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfor dan nitrogen. Contoh mikromineral:
tembaga, mangan, seng, boron, molibdonium dan klorin. Mineral pada rimpang kunir putih jenis
mangga meliputi Ca 816,22 ppm, Fosfor 0,44%, Na 261,17 ppm, K 2,52% dan Fe 43,34 ppm
(Pujimulyani, 2014).
XI. PENGEMASAN BAHAN HASIL PERTANIAN

Pengemasan menurut Robertson (2006) diartikan sebagai berikut: (i) Pengemasan adalah
seni, ilmu dan sekaligus teknologi untuk mempersiapkan bahan guna keperluan transportasi dan
penjualan, (ii) Pengemasan dapat juga diartikan sebagai usaha-usaha untuk menjamin keamanan
produk selama pengangkutan dan penyimpanan sehingga bisa sampai ke tangan konsumen
dalam kondisi bagus dengan biaya yang rendah, (iii) Selain itu, pengemasan harus mampu
memberikan perlindungan terhadap apa yang dijual dan sekaligus menjual apa yang dilindungi.
Definisi pengemasan yang ke-3 ini menekankan pentingnya pengemasan dalam bidang
promosi.
Pengemasan adalah tindakan menempatkan produk di dalam wadah bersama dengan
kemasan bahan untuk mencegah gerakan dan untuk melindungi produk. Pengemasan harus
memenuhi tiga tujuan dasar: (i) Berisi produk dan memfasilitasi penanganan dan pemasaran
dengan standarisasi jumlah unit atau berat bahan dalam kemasan. (ii) Melindungi produk dari
cidera dan kondisi yang merugikan selama transportasi, penyimpanan dan pemasaran. (iii)
Memberikan informasi kepada pembeli seperti varietas, berat, kualitas, nama produsen, asal,
nilai gizi, kode atau informasi lain yang relevan untuk ketertelusuran (Camelo, 2004).
Buah-buahan dan sayuran segar umumnya dikemas dalam keranjang bambu, wadah plastik,
kantong plastik atau karung nilon untuk transportasi di negara berkembang. Sayur-sayuan dan
buah-buahan seringkali diangkut dalam bentuk tanpa kemasan. Setelah panen, buah-buahan dan
sayuran segar umumnya diangkut dari perkebunan ke salah satu rumah tempat mengemas atau
pusat distribusi. Petani menjual produk mereka baik di pasar atau di grosir. Penerapan teknologi
pascapanen yang tepat bisa membantu memperpanjang umur simpan, mempertahankan kualitas
kesegarannya dan mengurangi kerugian secara ekonomi.
Menurut kegunaannya kemasan dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu kemasan
untuk konsumen dan kemasan untuk keperluan industri. Golongan pertama biasanya terdiri atas
kemasan yang berukuran relatif kecil dan diproduksi dalam jumlah banyak dan dengan desain
yang menarik baik bentuk maupun warnanya. Kemasan industri pada umumnya merupakan unit-
unit yang besar tanpa ada upaya untuk memikat pandangan mata.
Kemasan dapat dikelompokkan empat kategori (Robertson, 2006) yaitu:
1. Kemasan primer yaitu kemasan yang langsung kontak dengan produk yang tujuannya untuk
melindungi produk dari kerusakan. Contoh kemasannya adalah : kaleng logam, karton, botol
kaca dan kantung plastik.
2. Kemasan sekunder yaitu kemasan dari sejumlah kemasan primer, misalnya kotak untuk tujuan
distribusi. Kadang-kadang dirancang agar kemasan tersebut dapat digunakan pengecer untuk
memajang produk dalam kemasan primernya.
3. Kemasan tersier yaitu kemasan untuk mengemas sejumlah kemasan sekunder, misalnya pallet,
untuk tujuan perdagangan antar daerah atau antar negara.
4. Kemasan kuartener yaitu kemasan yang digunakan untuk memfasilitasi penanganan kemasan
tersier, umumnya berupa kemasan logam untuk panjang >40 cm yang dapat menampung pallet
untuk dimuat ke kapal, kereta api atau truk. Kemasan tersebut dilengkapi pengontrol suhu,
kelembaban relatif dan proporsi udara untuk keperluan transportasi pangan beku, daging dingin
dan buah-buahan serta sayuran segar.

Tujuan dilakukan pengemasan secara umum adalah:


1. Melindungi bahan yang dikemas terhadap gaya mekanis dari luar seperti benturan, himpitan
dan goresan. Contoh:a). Pengemasan sayur atau buah (jeruk, mangga, tomat, nanas) di dalam
kotak kayu.
b). Pengemasan apel dalam karton kuat dan tahan RH tinggi.
2. Mengurangi terjadinya transpirasi (penguapan air) yang dikemas. Contoh: pengemasan
buncis, jagung muda, cabe dan belimbing dalam kantong plastik.
3. Mengurangi kemungkinan kontaminasi mikrobia atau serangan hama.
a. Kadar air tinggi bakteri
b. Kadar air rendah jamur
Contoh: pengemasan buah potong, semangka, melon dan papaya dalam plastik.
4. Mempermudah pemindahan atau transportasi ke tempat lain. Contoh: Pengemasan jeruk di
dalam kotak kayu, mangga dalam kotak kayu dengan kapasitas 10-15 kg sangat membantu
mempermudah pemindahan.
5. Menambah daya tarik bagi konsumen khususnya untuk pemasaran di tingkat pengecer.
Contoh: pengemasan buah pir, buah apel dengan pengemas kertas.

Buah-buahan dan sayur-sayuran saat ini juga masih banyak yang dikemas menggunakan
bahan tradisional. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, maka perlu pemilihan bahan dan tipe
pengemas yang sesuai. Terdapat beberapa macam kemasan yang dapat dipilih untuk mengemas
buah-buahan dan sayur-sayuran (Suhardi,1993) yaitu:
1. Kotak kayu; cocok untuk pengangkutan dalam jumlah besar, memungkinkan disusun ke atas
sampai beberapa kotak tergantung kekuatan bahan kotak, sedangkan ukurannya tergantung
tujuan pemakaian dan jenis bahan yang dikemas. Saat ini kotak kayu bisa diganti karton,
namun daya tampung dan daya tahannya lebih rendah dibanding kotak kayu. Contoh:
pengemasan jeruk dan mangga.
2. Keranjang anyaman bilah bambu; lebih murah dari bahan kayu tapi daya tahan terhadap
beban himpitan rendah. Contoh: pengemas salak dengan kapasitas 15-20 kg.
3. Karung; daya tampung terbatas, daya perlindungan terhadap himpitan sangat kurang.
4. Kantung anyaman tali nilon (tiruan bahan kemasan tradisional); cocok untuk bahan yang
ukurannya kecil dan tahan benturan atau gesekan (misal: lombok, buncis). Dengan kemasan
ini kemungkinan dapat terjadi akumulasi panas pada bahan yang dikemas, agar tidak terjadi
akumulasi panas biasanya dipajang dengan cara digantung. Contoh: pengemasan kelengkeng.
5. Anyaman tali bambu (kreneng) (kemasan tradisional) dan kantong plastik kecil (kemasan
modern); untuk mengemas bahan dalam jumlah kecil, digunakan oleh pedagang buah eceran
karena ringan untuk dijinjing dengan satu tangan. Contoh: pengemas salak dengan kapasitas
2-5 kg.

Selain itu bisa digunakan kemasan modern (kantong kertas, pembungkus kertas minyak,
karton berlapis plastik, kotak dari triplek), sedangkan kemasan tradisional yang masih digunakan
adalah keranjang rotan, anyaman daun enau, daun kelapa dan daun pandan. Syarat bahan
pengemas baik termasuk tradisional maupun modern adalah sebagai berikut:
1. Bahan pengemas harus mempunyai kekuatan mekanis yang cukup untuk melindungi bahan
selama penanganan pengangkutan dan saat dilakukan penumpukan. Contoh: kekuatan
mekanis kotak dari kertas lebih kecil dibanding dari kayu.
2. Bahan untuk pembuatan tidak mengandung bahan kimia yang dapat mengkontaminasi bahan
yang dikemas dan tidak beracun.
3. Bahan pengemas harus memenuhi persyaratan penanganan dan pemasaran, meliputi berat,
ukuran dan bentuk.
4. Kemasan memungkinkan pendinginan cepat dari isinya.
5. Kekuatan mekanis tidak dipengaruhi oleh kandungan airnya atau pada RH tinggi (lembab).
RH tinggi berarti kandungan uap air tinggi.
6. Mudah dibuka dan ditutup, penting pada berbagai situasi pasar.
7. Dapat dipersyaratkan memantulkan cahaya atau meneruskan cahaya (transparan).
8. Kemasan dapat dipersyaratkan membantu penampilan pada penjualan eceran (saat dipajang).
9. Kemasan perlu didesain sedemikian rupa agar mudah dibuang atau digunakan kembali.

Contoh kemasan yang digunakan untuk sayur-sayuran dan buah-buahan:


1. Kemasan kotak kayu cocok untuk pengangkutan dalam jumlah besar, karena memungkinkan
untuk disusun ke atas sampai beberapa kotak (tergantung kekuatan kotak), kemasan ini dapat
dibuat dalam berbagai ukuran.
2. Pengemas bentuk kotak dapat dibuat dari karton namun daya tahan lebih rendah dibanding
kotak kayu.
3. Pengemas berupa keranjang anyaman bambu murah, tetapi daya tahan terhadap himpitan juga
lebih rendah.

Contoh pengemasan bahan segar di masyarakat:


1. Pengemasan Selada
Pengemasan pada komoditi selada bertujuan melindungi bahan (daun selada) dari
kerusakan akibat pengangkutan dari kebun sampai ke pusat-pusat pemasaran, memberikan daya
tarik pada konsumen, memudahkan di dalam pengangkutan, memudahkan pengiriman, dan
memudahkan di dalam penataan pada saat pemasaran, terutama penataan di supermarket.
Fungsi pengangkutan adalah untuk mengangkut bahan (selada) dari kebun produksi dan atau
tempat penyimpanan ke pusat-pusat pemasaran. Fungsi pengemasan dan pengangkutan saling
berkaitan, terutama terhadap perlindungan bahan dari kerusakan mekanis akibat gesekan atau
benturan yang sering terjadi selama pengangkutan, kerusakan biologis, dan kerusakan karena
pengaruh lingkungan (terik matahari, suhu udara yang tinggi dan kelembaban yang tinggi).
Pengemasan yang dilakukan dengan baik dan benar tidak hanya dapat melindungi bahan
(daun selada) yang dikemas dari kerusakan mekanis akibat pengangkutan, tetapi juga harus dapat
melindungi bahan dari kerusakan biologis karena pengaruh lingkungan seperti cahaya matahari,
suhu udara yang tinggi dan kelembaban udara yang tinggi. Ada beberapa hal yang harus
mendapat perhatian di dalam kegiatan pengemasan selada untuk pengangkutan (Setyowati dan
Budiarti, 1992), antara lain sebagai berikut:
a. Kebersihan alat pengemas
Alat pengemas sebelum digunakan harus dicuci sampai bersih dengan sabun detergen,
terutama alat pengemas yang terbuat dari papan kayu, keranjang plastik atau bambu dan setelah
dicuci harus dikeringkan. Untuk alat pengemas yang terbuat dari karon tidak perlu dicuci, tetapi
cukup dibersihkan dengan lap lalu dikeringkan (dijemur) sehingga dengan demikian alat
pengemas terbebas dari hama dan patogen (penyebab penyakit).
b. Bahan pengemas
Bermacam-macam bahan pengemas untuk pengangkutan yang dapat digunakan untuk
mengemas selada antara lain papan kayu, bambu yang dianyam menjadi keranjang, karton dan
plastik biasa. Dari bahan-bahan tersebut yang dianggap baik adalah dari bahan papan kayu dan
keranjang plastik karena permukaannya yang halus, tidak berat dan cukup kuat menahan beban
dan tekanan, serta dapat melindungi dengan baik terhadap bahan yang dikemas.
c. Kapasitas alat pengemas
Jumlah atau berat bahan yang dikemas harus disesuaikan dengan daya tampung atau kapasitas
alat pengemas. Sebab, bila jumlah bahan yang dikemas melebihi daya tampung alat pengemas
dapat mempertinggi angka kerusakan bahan yang dikemas.
d. Konstruksi alat kemas
Alat pengemas yang terbuat dari bahan papan kayu, bambu, atau karton sebaiknya berbentuk
persegi panjang atau segi empat. Hal ini untuk memudahkan penataan daun selada yang akan
dikemas. Pada bagian dinding alat pengemas harus dilubangi (dibuat lubang-lubang) yang
berfungsi untuk mengeluarkan energi panas yang dihasilkan dari proses respirasi daun selada dan
untuk sirkulasi udara di dalam alat pengemas. Sehingga dengan demikian kerusakan daun selada
karena proses fisiologis dapat dicegah.
e. Ukuran alat pengemas
Alat pengemas untuk pengangkutan harus memiliki ukuran yang ideal. Sebab, apabila ukuran
alat pengemas terlalu besar atau terlalu kecil tidak bisa melindungi dengan baik terhadap bahan
yang dikemas sehingga akan mempertinggi angka kerusakan bahan yang dikemas.
f. Cara pengemasan
Daun selada yang akan dikemas dilakukan pengikatan terlebih dahulu, terutama untuk jenis
selada daun dan selada batang. Satu ikatan terdiri dari 2 atau 3 batang saja. Pengikatan dapat
menggunakan tali plastik, tali dari bambu dan sebagainya. Selanjutnya, selada yang telah diikat
tersebut dimasukkan dalam peti kemas dengan penyusunan yang rapi hingga penuh, tetapi tidak
sampai keluar kemudian peti kemas ditutup dan diikat dengan tali rafia yang kuat.

2. Pengemasan Jamur Tiram


Pengemasan jamur tiram sebaiknya dilakukan sesuai grading (grade A, grade B, atau
grade C). Adapun cara pengemasannya juga dibedakan, untuk dipasarkan ke pasar tradisional
dengan untuk disimpan atau dipasarkan ke wilayah lain. Jamur tiram segar yang akan dipasarkan
ke pasar tradisional tidak dikemas secara permanen melainkan dilakukan dengan cara curah,
yaitu jamur segar dimasukan ke dalam keranjang atau wadah yang memiliki lubang dengan daya
simpan hanya beberapa jam saja atau dapat dimasukan ke dalam plastik transparan biasa dengan
jumlah tertentu. Tumpukan jangan terlalu tinggi, karena dapat merusak jamur.
Jamur tiram segar yang akan disimpan dan didistribusikan/dikirim ke wilayah lain, harus
dikemas dengan cara cool to cool (Asgar, 2009) sebagai berikut: 1) Kemasan styrofoam yang
dibungkus plastik dengan jarak lubang perforasi 4x4 cm yang berdiameter/garis tengah 1 cm
guna mempertahankan kadar air, susut bobot, derajat putih, pH dan tekstur; 2) Kemasan plastik
Polypropylene (PP) 0,33 mm; dan 3) Kemasan plastik dengan jenis film Polypropylene Low
Density dan Polypropylene High Density. Pelabelan dilakukan setelah jamur tiram dikemas,
dengan memberikan stiker/kertas/plastik di atas kemasan dengan cara ditempel, digantung atau
dapat pula hanya berupa tulisan pada plastik kemasan. Label tersebut dituliskan antara lain nama
produk, tanggal pengemasan, manfaat produk, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil,
berat bersih, dan cara penyimpanan.

3. Pengemasan Kentang
Pengemasan kentang adalah memasukkan dan menyusun kentang ke dalam suatu wadah
atau tempat yang cocok dan baik sehingga komoditi tersebut terlindungi dari kerusakan mekanis,
fisiologis, kimiawi, dan biologis. Pengemasan kentang bertujuan untuk melindungi kentang
terhadap kerusakan, mengurangi kehilangan air, dan mempermudah dalam hal pengangkutan.
Menurut Rahardi (1993) kemasan yag baik memiliki syarat-syarat sebagai berikut: tidak toksik,
dapat menjamin sanitasi dan syarat-syarat kesehatan, serta ukuran, bentuk, dan berat harus sesuai
dengan bahan yang akan dikemas. Alat pengemas diharuskan bersih dan terbuat dari bahan yang
ringan. Pengemas kentang harus berventilasi dan di bagian dasar dan tepi diberi bahan yang
mengurangi benturan selama pengangkutan. Pengemasan kentang yang umum dilakukan dengan
karung nilon, seperti jarring sehingga ventilasi cukup.

4. Pengemasan Cabai
Pengemasan cabai dilakukan untuk melindungi cabai dari kerusakan selama pengangkutan.
Kemasan dibuat dari berbagai bahan dan bentuknya disesuaikan dengan kapasitas cabai yang
akan dikemas. Cabai untuk dipasarkan ke luar negeri (ekspor) dikemas menggunakan kotak
karton dan cabai disusun memenuhi volume kotak kemasan. Kemasan diberi ventilasi udara
sehingga tidak tertutup sama sekali. Pada bagian luar kemasan diberi label dengan gambar agar
lebih menarik. Untuk pemasaran antar kota, petani biasanya mengemas cabai menggunakan
jaring kapasitas kira-kira 25-50 kg. Kemasan yang biasanya digunakan adalah:
a. Keranjang bambu ukuran alas 40 cm, tinggi 44 cm diameter tutup 50 cm.
b. Kemasan karton ukuran 35 x 40 x 50 cm yang ke enam sisinya diberi lubang sirkulasi udara
(diameter 1 cm jarak antara titik lubang 10 cm).
c. Karung plastik
Ketiga kemasan diatas idealnya mampu menampung cabai sekitar 20-25 kg. Jika lebih dari 25
kg cabai bagian bawah dapat mengalami kerusakan. Menurut Setyowati dan Budiarti (1992)
kemasan yang terlalu besar dapat menurunkan mutu cabai terutama yang berada di bagian
bawah. Sebelum dilakukan pengemasan, buah cabai terlebih dahulu dicuci lalu dilakukan
perendaman dengan larutan klorin (natrium hipoklorit atau metabisulfit) 0,05% (0,05/100 x
1.000 ml =0,5 g/l).
Selain kemasan di atas, kemasan cabai yang lain yang dapat digunakan (Sembiring, 2009)
adalah:
a. Plastik LDPE, disimpan dengan suhu kamar dapat dipertahankan selama 1 minggu dengan
cara membuat pola 16 titik.
b. Stereoform, disimpan pada suhu kamar dapat dipertahankan selama 2 minggu.
c. Daun pisang yang disimpan pada suhu kamar dapat dipertahankan selama 1 minggu
5. Pengemasan Tomat
Cara pengemasan buah tomat sangat berpengaruh terhadap warna dan kekerasan buah
tomat. Pemasakan buah tomat berkorelasi tinggi dengan warna pemasakannya. Perlu dicatat
bahwa pengemasan ini tidak dapat memperbaiki mutu. Oleh karena itu, produk dengan kualitas
yang paling baik yang dikemas. Ikut sertanya produk yang busuk atau rusak dalam kemasan
dapat mengkontaminasi produk yang masih sehat. Pengemasan juga bukan pengganti
penyimpanan oleh karena itu penjagaan mutu yang paling baik adalah dengan
mengkombinasikan pengemasan dengan penyimpanan yang baik. Secara garis besar, tujuan
pengemasan tomat adalah sebagai berikut:
a. Menghambat penurunan bobot berat tomat akibat transpirasi.
b. Meningkatkan citra produk tomat.
c. Menghindari atau mengurangi kerusakan tomat pada waktu pengangkutan.
d. Sebagai alat promosi agar kenampakan tomat lebih baik
Pengemasan buah tomat yang baik harus dapat melindungi buah dari pengaruh lingkungan
dan mencegah dari cacat fisik. Pengemasan buah tomat harus memberikan keuntungan dari segi
kesehatan sehingga kebersihan tiap wadah haruslah diperhatikan. Pengemasan tomat dalam
wadah yang tertutup dapat ikut membantu menghindarkan buah tomat dari debu atau pasir
selama pengangkutan sehingga produk yang telah dicuci akan tetap bersih sampai ke tangan
konsumen. Pengemasan buah tomat juga menghindarkan produk dari kontaminasi senyawa yang
tidak diinginkan, serangan hama dan mikroorganisme.
Mutu tomat dipertahankan dalam jangka waktu yang relatif lama, cara paling mudah,
murah dan aman bagi tomat-tomat dalam negeri adalah menyimpannya dalam kotak kayu. Kotak
tersebut higroskopis sehingga dapat menyerap H2O dan di bagian bawahnya diberi kapur tohor
atau Ca(OH)2 untuk mengikat CO2. Kemasan ini harus disimpan di tempat yang kering dan teduh
sehingga penimbunan etilen dapat ditekan. Bila buah tomat yang disimpan masih berwarna
kehijau-hijauan. Penyimpanan dengan cara ini dapat mempertahankan kesegaran buah tomat
sampai 2 minggu (Widianarko dkk., 2000).
Bahan kayu yang dipilih untuk pembuatan kotak kayu ini biasanya kayu yang ringan dan
kuat sehingga mudah dipindahkan dan dapat dilakukan penumpukan. Permukaan papan kayu
yang digunakan sebagai bahan kemasan harus dibuat sehalus mungkin. Hal ini dilakukan untuk
menghindarkan terjadinya luka pada buah tomat karena gesekan dari serat kayu yang mencuat
keluar.
Cara pengepakan buah tomat dalam kotak kayu adalah buah disusun dalam peti dengan tata
letak pangkal buah mengarah ke atas dan buah dalam lapisan diatur berselang-seling sampai
mengisi peti hingga penuh. Lapisan buah tomat tersebut ditutup jerami hingga penuh.
Penggunaan jerami ini untuk meminimalikan terjadinya benturan yang dapat mengakibatkan
kerusakan fisik pada buah tomat. Kemudian peti ditutup dengan kisi-kisi triplek dan dikuatkan
dengan paku serta plat seng. Untuk tujuan ekspor, pengepakan buah tomat dapat dilakukan
dalam kotak dari bahan karton (kardus).
Selain pengemasan dengan kotak kayu dan kardus, sekarang banyak digunakan
penyimpanan dengan menggunakan bahan plastik. Sifat-sifat plastik yang digunakan juga
berbeda-beda terutama sifat permeabilitasnya yang memungkinkan zat-zat dapat keluar atau
masuk ke dalam kemasan plastik ini. Menurut Batu dan Thomson (1998), plastik jenis
polyethylene 50 mikron dan polypropylene 25 mikron adalah yang terbaik dengan umur simpan
tomat hijau sampai 30 hingga berwarna merah dan 60 hari hingga melunak pada penyimpanan
suhu 13ºC. Buah-buah tomat impor yang kita dapati di beberapa supermarket biasanya
dibungkus dengan plastik polyethylene. Cara ini cukup baik, karena cukup efektif menekan
pembentukan CO2 dan H2O. Namun polyethylene ini akan bereaksi dengan etilen yang
dihasilkan buah tomat, membentuk rantai panjang thylene yang mudah bereaksi dengan lapisan
lilin kulit tomat. Sampai batas tertentu pembentukan etilen ini kurang baik bagi kesehatan namun
dapat dihambat dengan mengupas kulit buah.
Bahan kemasan lain buah tomat impor adalah plastik polyethylene shrink film atau plastik
mengkerut yang dapat meningkatkan penampilan buah tomat. Harga plastik ini lebih mahal
tetapi sesuai dengan sifat polyethylene, kemasan ini tidak baik karena kontak langsung kulit buah
dengan bungkus lebih banyak.
Di Australia biasanya digunakan bungkus plastik polyethylene biasa dengan buntalan kecil
di dalamnya yang berisi KMNO4. Pengemasan ini lebih aman karena KMNO4 sangat efektif
menyerap etilen. Harga tomat juga menjadi lebih mahal karena harga KMNO4 dan
pembungkusnya yang harus semipermeabel ini sangat mahal.
Pengemasan menggunakan plastik semipermeabel di atas disebut dengan MAP (Modified
Atmosphere Packaging). MAP menghasilkan pengurangan konsentrasi O2 dan peningkatan
konsentrasi CO2 di sekitar buah di dalam plastik. Efek dari penurunan tingkat O2 adalah
peningkatan CO2. Kecepatan laju perubahan gas ini tergantung dari konsentrasi gas, waktu dan
jenis buah. MAP umumnya mengurangi laju respirasi dan pelunakan buah, memperlambat
serangan jamur pada buah dan mengurangi efek etilen karena pemasakan. MAP juga dapat
memenuhi kelembaban udara dalam kemasan untuk memperlambat laju penurunan kadar air dan
susut berat. Teknik MAP ini sangat efektif bila digabungkan dengan pendinginan.

6. Pengemasan rimpang kunir putih


Rimpang kunir putih setelah dipanen dikemas dengan karung plastic/nylon dengan
kapasitas bervariasi, kantong kecil 25-30 kg, kantong sedang 50- 70 kg dan kantong besar 80-
110 kg. Kantong pengemas yang dipakai karung plastic bekas pengemas beras atau bekas
pengemas pupuk yang sudah dicuci bersih. Pengemas kunir putih lebih bagus yang cukup
memberikan ventilasi yaitu karung yang anyamannya agak jarang. Rimpang kunir putih segar
yang disimpan dalam karung dengan cukup ventilasi tahan sampai 1 bulan kondisi tetap segar
dan tidak busuk.

7. Pengemasan Belimbing
Proses distribusi buah belimbing meliputi aktivitas-aktivitas seperti pengemasan,
penanganan, penggudangan dan pengangkutan. Selama proses pendistribusian, kemasan dan
produk yang dikemas akan menghadapi sejumlah resiko yaitu resiko lingkungan seperti:
temperatur dan kelembaban, resiko fisis seperti: gesekan, benturan, tekanan dan sebagainya serta
resiko lainnya seperti serangan mikroorganisme perusak.
Beberapa penyebab kerusakan mekanis selama pendistribusian buah belimbing antara lain:
a. Isi kemasan yang terlalu penuh, menyebabkan meningkatnya kerusakan karena adanya
tambahan tekanan dan tutup kemasan
b. Isi kemasan yang kurang, menyebabkan kerusakan vibrasi pada lapisan atas. Hal ini
disebabkan karena adanya ruang di atas bahan sehingga selama pengangkutan bahan bagian atas
akan terlempar-lempar dan saling membentur.
c. Kelebihan tumpukan, tumpukan bahan yang terlalu tinggi di dalam kemasan akan
menyebabkan tekanan yang besar pada buah lapisan bawah sehingga meningkatkan kerusakan
karena tekanan.
Pengemasan belimbing merupakan salah satu proses untuk mencegah terjadinya penurunan
mutu buah, karena perlindungan atau pengawetan buah dapat dilakukan dengan pengemasan
buah pada kemasan yang tepat. Beberapa sifat kemasan yang diinginkan selama distribusi buah
belimbing adalah yang sesuai dengan sifat buahan yang akan dikemas, mempunyai kekuatan
yang cukup untuk bertahan dari resiko kerusakan selama pengangkutan dan penyimpanan. Faktor
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan kemasan yaitu jenis, sifat, tekstur dan dimensi bahan
kemasan, komoditas yang diangkut, sifat fisik, bentuk, ukuran, struktur dan pola susunan produk
dalam kemasan, permintaan waktu, jarak dan keadaan jalan yang akan dilintasi.
Kemasan buah belimbing dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: kemasan transportasi dan
kemasan retail.
a. Kemasan transportasi, dibagi dalam dua jenis yaitu: kemasan rigid (kemasan kaku) dan
kemasan fleksibel. Kemasan rigid akan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap
produk yang dikemas. Kekakuannya tinggi sehingga penumpukan dapat lebih tinggi.
Pengemas bisa dipakai satu kali atau berulang kali. Contoh kemasan rigid adalah peti kayu
dan kardus karton. Kemasan rigid biasanya dapat digunakan untuk pengemasan buah
belimbing dengan jarak pemasaran yang relatif jauh. Sedangkan kemasan fleksibel
mempunyai bobot yang ringan dan volume produk yang terkemas dapat disesuaikan dengan
keinginan konsumen, contohnya adalah kemasan plastik dan kantong jaring. Kemasan ini
cocok untuk pemasaran buah belimbing di pasar-pasar tradisional dan umumnya tidak
menempuh perjalanan yang jauh.
b. Kemasan retail, merupakan kemasan buah belimbing secara eceran atau kemasan yang
terakhir sampai pada konsumen, biasanya berupa lapisan stereofoam dan plastik polyetilen.

8. Pengemasan mangga untuk pasar ekspor


Pengemasan buah mangga untuk ekspor, biasanya menggunakan peti karton berukuran 45
cm x 27,5 cm x 9,5 cm dengan kapasitas 5 kg dengan jumlah buah bervariasi tergantung ukuran
buah. Sirkulasi udara disediakan dengan cara peti karton diberi lubang ventilasi sebanyak 2-3
lubang setiap sisi peti dengan diameter 2 cm. Pada dasar peti dan bagian atas buah diberi
potongan kertas untuk mengurangi lecet dan memar akibat tekanan atau gesekan. Buah mangga
gedong disusun pada posisi berdiri (pangkal buah letak di atas), sedangkan buah mangga
arumanis disusun pada posisi rebah. Setelah tersusun rapi, peti karton ditutup dengan lakban dan
diberi kode sesuai dengan grade mutu buah masing-masing.

9. Pengemasan Apel
Kerusakan buah apel yang telah degrading dihindari dengan cara segera dikemas sesuai
varietas dan kelas ukuran/grade. Maksudnya setiap kardus berisi buah apel yang sama varietas
dan sama ukurannya. Saat ini umumnya kemasan buah apel digunakan kotak kardus dengan
ukuran panjang 48 cm, lebar 33 cm dan tinggi 37 cm. Setiap kotak menampung buah apel seberat
35 kg.
Cara mengemas: dasar kardus diberi potongan kertas, lalu di atasnya disusun buah apel
dengan posisi miring dari paling kiri sesuai lebar kardus. Setiap dua buah sebelah kanannya satu
buah, dan seterusnya setiap dua buah kanannya satu buah, seterusnya berselang-seling sampai
memenuhi panjang kardus. Lapisan kedua dengan mengisi ruang-ruang di antara buah dari
lapisan pertama. Tiap-tiap buah diberi sela (ruangan) disebut susunan terbuka dan bila agak rapat
disebut susunan tertutup. Susunan terbuka lebih baik untuk sirkulasi udara di antara tiap-tiap
buah. Lapisan buah paling atas dilapisi potongan kertas lagi, lalu kardus ditutup. Kemasan dalam
kardus ini untuk pemasaran buah apel antar kota. Pengemasan untuk diimpor, sebelum
dimasukkan ke dalam kardus setiap satu buah dibungkus dengan bahan stereofoam yang
menyerupai bentuk jala. Pemasaran lokal tidak perlu dikemas, melainkan ditempatkan dalam
keranjang-keranjang.

10. Pengemasan Jeruk


Pengemasan buah jeruk bertujuan melindungi buah dari luka, memudahkan pengelolaan
(penyimpanan, pengangkutan dan distribusi), mempertahankan mutu dan memberikan estetika
yang menarik konsumen. Kemasan dan label jeruk perlu didesain sebaik mungkin karena
kemasan yang bagus dapat menjadi daya daya tarik bagi konsumen. Buah jeruk yang akan
dikirim ke luar kota, diangkut dengan peti akan lebih aman dari pada dengan keranjang bambu
atau karung karena keranjang atau karung tidak dapat meredam goncangan selama
pengangkutan.
Peti jeruk harus dipaku kuat-kuat, bagian ujung dan tengah-tengahnya diikat tali kawat atau
bahan pengikat kain yang kuat. Bahan peti dipilih yang ringan dan murah misalnya kayu sengon
laut (Albazia falcata) atau kayu pinus. Bentuk peti disesuaikan dengan bak angkutan, disarankan
persegi panjang (60 x 30 x 30 cm) atau bujur sangkar (30 x 30 x 30 cm), tebal papan 0,5 cm,
lebar 8 cm, jarak antar 1,5 cm agar udara di dalam peti tidak lembab tetapi juga tidak terlalu
panas. Bobot maksimal setiap peti sebaiknya tidak melebihi 30 kg. Buah jeruk lebih baik jika
dibungkus dengan kertas tissue (potongan/sobekan kertas) kemudian peti diberi tanda di
antaranya yaitu nama barang, jumlah buah setiap peti, berat peti dan jeruk, kualitas, tanda merek
dagang, daerah/negara asal.

Manfaat pengemasan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan adalah sebagai berikut:


1. Memberi perlindungan terhadap:
a. Kerusakan mekanis
Contoh: kemasan kotak kayu melindungi bahan dari gesekan maupun benturan yang biasa
terjadi saat pendistribusian bahan.
b. Kehilangan air
Contoh: suhu yang tinggi dapat menyebabkan kehilangan air bahan, dengan adanya pengemas
dapat meminimalisir terjadinya kekurangan air.
2. Sebagai unit penyimpanan yang praktis:
a. Di gudang.
b. Pada saat pengangkutan.
c. Memberi kelancaran pemasaran lebih praktis kalau dikemas dan lebih menarik.
Kemasan memainkan peran yang sangat penting dalam melindungi produk segar yaitu:
a. Memberikan perlindungan dari debu.
b. Mengurangi kontaminasi mikroba dari lingkungan sekitar dan dari kontak konsumen.
c. Membantu untuk menjaga kesegaran produk.
d. Memperpanjang umur simpan produk.
e. Meningkatkan penjualan produk segar.
f.
Karakteristik penting dari jenis lapisan yang biasa digunakan dalam kemasan bahan pangan
disajiikan pada Tabel 5
Tabel 5. Karakteristik jenis lapisan untuk kemasan produk hortikultura
Jenis lapisan Karakteristik

Kertas Kuat, kaku, tidak tembus cahaya, dapat dicetak

Permeabilitas rendah terhadap uap air, gas, bau dan minyak, tidak tembus
Alumunium foil
cahaya, stabilitas dimensi dan penampilan menarik

Kuat, penampilan menarik, permeabilitas rendah terhadap uap air, gas, bau
Selulosa
dan minyak dan dapat dicetak

Tahan lama, tahan panas, permeabilitas rendah terhadap uap air; tahan
Polietilena
terhadap bahan kimia dan tahan pada suhu rendah

Tahan panas, permeabilitas yang rendah terhadap uap air, gas, bau dan
Hidroklorida karet
minyak, tahan terhadap bahan kimia

Selulosa asetat Kuat, kaku, penampilan mengkilap, dapat dicetak dan stabilitas dimensi

Vinilidena klorida Permeabilitas yang rendah terhadap uap air, gas, bau dan minyak, tahan
terhadap bahan kimia dan tahan panas

Polyvinyl chloride Tahan terhadap bahan kimia, bau dan minyak dan tahan panas

Kuat, tahan lama, stabilitas dimensi, permeabilitas rendah untuk gas, bau dan
Polyethylene tereftalat
minyak

Sumber : Simson and Straus (2010)

Jenis pengemas plastik yang digunakan untuk bahan segar adalah polietilena
Polietilena (PE) dibuat dengan cara polimerisasi dari gas etilena yang merupakan hasil
samping dari industri minyak dan batu bara. Terdapat dua macam proses polimerisasi yang
dilakukan dan menghasilkan dua macam produk yang berbeda. Pertama, polimerisasi yang
dijalankan dalam bejana bertekanan tinggi (1.000-3.000 atmosfer) menghasilkan molekul makro
dengan banyak percabangan yaitu campuran dari rantai lurus dan rantai bercabang. Cara kedua,
polimerisasi dalam bejana bertekanan rendah (10-40 atmosfer) menghasilkan molekul makro
berantai lurus dan tersusun paralel.
Formula molekul dari primer adalah (CH2)n, walaupun rantai molekul makro dikatakan
lurus namun kenyataannya susunan atom-atom karbon tersebut dalam formasi zig-zag. Atom-
atom karbon bergabung melalui ikatan kovalen yang kuat dengan jarak 15,4 nm membentuk
sudut 90oC. Selain itu, di antara rantai satu sama lain dihubungkan oleh ikatan van der waals
yang sifatnya jauh lebih lemah (ikatan sekunder) sehingga memberikan sifat plastik. Walaupun
secara individual ikatan sekunder ini lemah, akan tetapi kekuatan dari total ikatan yang ada
sepanjang rantai dapat memberi andil yang besar terhadap beberapa macam sifat fisik dari plastik
yang bersangkutan. Adanya rantai-rantai cabang dalam molekul makro akan mencegah saling
menumpuknya rantai sehingga kerapatan (densitas) dari bahan jadi rendah. Oleh sebab itu
polietilena densitas rendah (PEDR) dihasilkan dari proses polimerisasi pada tekanan tinggi.
Ketidakteraturan struktur karena banyaknya rantai bercabang juga menurunkan derajat
kristalinitas dan titik lunak (softening point), karena energi yang diperlukan untuk melepaskan
ikatan sekunder antara rantai (jaraknya tidak jauh dan tidak tersusun secara kuat) adalah kecil.
Bagian kristalen dari suatu polimer tersusun oleh rangkaian monomer yang sejajar,
sedangkan daerah amorphous terdiri atas rantai monomer yang tersusun secara tidak teratur.
Antara bagian kristalen dan amorphous biasanya terdapat daerah transisi yang bersifat gradual.
PEDR adalah bahan yang bersifat kuat, agak tembus cahaya, fleksibel, dan permukaannya terasa
agak berlemak. Pada suhu kurang dari 60oC sangat resisten terhadap sebagian besar senyawa
kimia. Di atas suhu tersebut polimer ini menjadi larut dalam pelarut hidrokarbon dan
hidrokarbon klorida. Daya proteksinya terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik
bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. Titik lunaknya rendah, oleh sebab itu tidak tahan untuk
proses sterilisasi dengan uap panas, dan kalau ada senyawa kimia yang bersifat polar akan
mengalami stress cracking (menjadi retak oleh penekanan). PEDR mudah diubah menjadi film
yang sangat ringan yang banyak digunakan untuk mengemas (prepack) produk segar dan beku,
serta sangat cocok untuk keperluan perekatan dengan panas. Bahan ini juga mudah dilapiskan
pada bahan lain seperti kertas dan aluminium. PEDR banyak dibuat kantong dan dicetak hembus
(blow-moulded) menjadi berbagai bentuk kemasan terutama bagi keperluan suhu rendah.
Polietilena densitas tinggi (PEDT) yang dihasilkan dengan polimerisasi pada tekanan dan
suhu rendah (50-75oC) memakai katalisator Ziegler yang mempunyai sifat lebih baku, lebih
keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak. Plastik ini mempunyai daya tahan
yang lebih baik terhadap minyak dan lemak, titik lunak lebih tinggi, akan tetapi daya tahan
terhadap pukulan (impact) dan permeabilitas uap airnya lebih rendah. PEDT banyak
dimanfaatkan untuk produksi botol, kantong, bak mandi, ember, krat, nampan, serta barang
keperluan rumah tangga lain. Salah satu keuntungan pemakain PEDT adalah dapat bertahan pada
kondisi sterilisasi dengan uap panas.

Produk Kemas Potong-Segar Buah-Buahan dan Sayur-Sayuran:


International Fresh-cut Produce Association (IFPA) mendefinisikan produk potong-segar
buah-buahan atau sayur-sayuran adalah produk yang telah dikupas dan/atau dipotong menjadi
100% produk yang dikemas dengan plastik untuk menawarkan konsumen dengan produk bergizi
tinggi, kepraktisan dan rasa yang tetap segar (Lamikanra, 2002). Secara khusus, buah-buahan
potong-segar menarik konsumen karena nampak segar, bergizi, harga murah dan siap untuk
dimakan. Akibatnya, berbagai macam buah-buahan yang diproses secara minimal telah
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen untuk produk siap konsumsi (Ahvenainen,
2002). Pengolahan minimal memberikan nilai tambah untuk buah-buahan potong-segar dalam
hal kepraktisan dan penghematan waktu, meskipun beberapa kendala yang dihadapi karena
kesulitan dalam menjaga kesegaran produk selama jangka waktu yang lama. Produk-produk ini,
pada kenyataannya ditandai dengan umur simpan yang pendek karena kerentanan yang lebih
tinggi terhadap kebusukan akibat mikroba, peningkatan laju respirasi dan produksi etilen yang
dirangsang oleh luka jaringan (Chien dkk., 2007).

Anda mungkin juga menyukai