Anda di halaman 1dari 20

[Type text]

ZONASI DALAM SISTEM PENDIDIKAN

DISUSUN OLEH:

 Ikhtasya Ridahatul ‘Aisy (202060152)


 Rima Dwi Susanti (202060153)
 Ubaidiyah Merilla Lailani (202060157)

UNIVERSITAS MURIA KUDUS


Kampus Gondang Manis PO.BOX 53 Bae Kudus
Telepon: (0291)438229, Fax: (0291)437198
E-mail: muria@umk.ac.id, http://www.umk.ac.id
[Type text]

KATA PENGANTAR

Segala puji milik Allah Swt. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada rasullah
Saw. Karena berkat dan kelimpahannya dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah psikologi pendidikan tentang pendidikan inklusif, dalam Menyusun tugas
ini ,tidak sedikit hambatan yang dihadapi . namun penulis menyadari bahwa kelancaran
dalam Menyusun tugas makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari
semuapihak, dan kendala-kendala yang dapat teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami dan memperluas pengetahuan
tentang pendidikan inklusif lebih detailnya tentang sistem zonasi pendidikan. Makalah ini
disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas menjadi sumbangan pemikiran
kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Penulis ini sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen untuk meminta
bimbingan meminta masukan atas penulisan dimasa yang akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran.
[Type text]

DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................................6
1.3 Tujuan masalah............................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................7
2.1 PENGERTIAN SISTEM ZONASI.....................................................................................................7
2.2 ZONASI MEMUDAHKAN LAYANAN PENDIDIKAN AKSES..............................................................7
2.3 ZONASI MEMERATAKAN KUALITAS SEKOLAH.............................................................................8
2.4 ZONASI MENURUNKAN KUALITAS SEKOLAH...............................................................................9
2.5 ZONASI TIDAK COCOK DITETAPKAN DI TINGKAT SMA...............................................................10
2.6 SISTEM ZONASI MEMBATASI SISWA MEMILIH SEKOLAH...........................................................10
2.7 KEBIJAKAN ZONASI HARUS DISERTAI PEMERATAAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN. 11
2.8 ZONASI MERUSAK KEBHINEKAAN..............................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................................14
PENUTUP.............................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................14
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................15
[Type text]

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakangMasalah

Pendidikan merupakan bidang kehidupan yang menyangkut kepentingan semua orang


di seluruh lapisan social budaya di seluruh dunia yang memiliki jenjang berbeda, mulai
dari yang paling tradisional sampai yang paling modern. Pendidikan juga berlangsung
sepanjang hayat (life long education), setiap orang mengalaminya mulai dari dia
dilahirkan dan berakhir saat dimakamkan, mulai dari ayunan sampai liang lahat.
Bahkan dalam agama pun telah dijelaskan bahwa pendidikan dapat meningkatkan
derajat manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Mujadalah [58] ayat: 11
yang artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kamu dan orang-orang yang di beri ilmu pengetahuan beberapa derajat”.Sejak dulu
pendidikan memanglah suatu hal yang sangat penting ,dan diIndonesia pun mempunyai
peraturan wajib sekola 12 tahun yaitu SD,SMP,SMA .Dengan itu menciptakan manusia
yang bernorma dan berakhlak baik ,dan menghasilkan masyarakat yang lebih berkualitas .
Dilihat sekarang sistem pendidikan terus berubah-ubah untuk menghasilkan pendidikan
yang baik dan berkualitas mulai dari cara belajar, bahan ajaran ,waktu pembelajaran
(fullday) ,perubahan kurikulum dan sistem zonasi .
Tujuan sistem zonasi adalah untung menyetarakan rating atau nilai suatu sekolah di
mata masyarakat . Dengan itu banyak pro dan kontra yang timbul akibat sistem zonasi.
Sistem zonasi terdapat pro dan kontra berasal dari banyak berbagai kalangan ,banyak
yang dari sekolah,para siswa,dan guru. Dan sistem zonasi telah digunakan sampai saat ini
untuk menyetarakan rating sekolah,tentunya agar rating nya sempurna maka
membutuhkan waktu yang agak lama. Sistem zonasi bertujuan untuk memberikan
pemerataan pendidikan pada seluruh masyarakat hingga yang berada di remote area.
Muhadjir Effendy seperti yang dikutip dari detik.com menegaskan, pada dasarnya anak
bangsa memiliki hak yang sama. Maka, tidak boleh ada diskriminasi, hak eksklusif,
kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah. Sekolah negeri harus
memproduksi layanan publik yang cirinya non excludable, non rivalry, dan non
discrimination.
[Type text]

Diharapkan sistem ini bisa menghapuskan diskriminasi dan hak e\\ksklusif, serta
upaya perubahan cara pandang masyarakat mengenai sekolah ‘unggulan’. Sebab, selama
ini sekolah 'unggulan' kerap identik dengan siswa pintar dan berekonomi menengah ke
atas.
Muhadjir Effendy pun menjelaskan bahwa sekolah, khususnya sekolah negeri harus
mampu mendidik semua siswa tanpa ada perbedaan. Prestasi itu tidak diukur dari asal
sekolah, melainkan dari masing-masing individu anak yang berhak menentukan prestasi
dan masa depannya. Setiap anak punya keistimewaan dan keunikannya masing-masing
yang bisa dikembangkan secara maksimal untuk masa depannya.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana pemerataan pendidikan di indonesia?
2. Bagaimana implementasi (penerapan) pendidikan melalui sistem zonasi?
3. Bagaimana mekanisme pelaksanaan sistem zonasi pendidikan ?

1.3 Tujuan masalah


1. Untukmengenal sistem zonasi .
2. Untukmengenal lebih lanjut iplementasi pendidikan melalui sistem zonasi .
3. Untuk mengenal mekanisme pelaksanaan sistem zonasi pendidikan .
[Type text]

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SISTEM ZONASI

Pengertiansistem zonasi merupakan jalur penerimaan siswa berdasarkan zona tempat


tinggal. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Permendikbud Nomor 44
Tahun 2019 memberlakukan jalur penerimaan ini. PPDB tahun 2020 dapat diikuti calon
siswa yang akan masuk TK, SD, SMP, serta SMA/SMK. Aturan yang telah ditandatangani
Nadiem Makarim, Mendikbud pada tanggal 10 Desember 2019 ini resmi diterapkan.
Penggunaan sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru merupakan salah satu jalur untuk
bisa diterima di sekolah. Penerapan sistem zonasi sebenarnya menyasar siswa baru agar
mendaftar sekolah sesuai tempat tinggal. Aturan sistem zonasi PPDB tercantum pada
Permendikbud No. 14 Tahun 2018. Harapannya, sekolah favorit dan non-favorit tidak
memiliki gap. Tahun 2020, kuota yang diberikan untuk jalur zonasi PPDB sebanyak 50
persen.
Pemberlakuan sistem zonasi oleh pemerintah yang dilakukan sejatinya bertujuan
untukmemeratakan akses maupun kualitas pendidikan. Perspektif para pelaku pendidikan
dalam hal ini gurudan kepala sekolah tentang zonasi meliputi: (1) zonasi memudahkan akses
layanan pendidikan, (2)zonasi memeratakan kualitas sekolah, (3) zonasi menurunkan kualitas
sekolah, (4) zonasi tidak cocok Pradewi & Rukiyati: Kebijakan Sistem Zonasi ...
31ditetapkan di tingkat SMA, (5) sistem zonasi membatasi siswa memilih sekolah, (6)
kebijakan zonasiharus disertai pemerataan sarana dan prasarana pendidikan, dan (7) zonasi
merusak kebhinekaan.

2.2 ZONASI MEMUDAHKAN LAYANAN PENDIDIKAN AKSES

Salah satu tujuan dibentuknya kebijakan zonasi ialah untuk memeratakan akses
layanan pendidikan. Dalam perspektif pelaku pendidikan, kepala SMA Cerdas
mengungkapkan “dari sudut pandang perspektifpendidikan, kebijakan zonasi bagus karena
untuk memudahkan akses masyarakat dalam bersekolah.Masyarakat bisa bersekolah di
sekolah yang ada di lingkunganya”. Pendapat tersebut menegaskanbahwa dengan
menerapkan sistem zonasi memberikan kemudahan akses pendidikan bagi masyarakat.Sistem
zonasi tidak hanya memberikan kemudahan akses layanan pendidikan, tetapi
[Type text]

jugamenguntungkan siswa karena bisa menghemat waktu dan biaya untuk bersekolah. Hal ini
karena siswabisa bersekolah di dekat tempat tinggalnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan
hasil penelitian dariMandic, et.al. (2017:1) yang menjelaskan bahwa skema zonasi sekolah
mampu memberikan kenyamananbagi siswa untuk bersekolah di sekolah yang dekat dengan
rumahnya. Disamping itu, Saporito (2017)menyatakan sebenarnya asumsi penerapan zonasi
ini ditujukan untuk meminimalkan biaya transportasi.Dari dukungan dua ilmuan itu maka
dapat dikatakan bahwa zonasi selain memberikan kemudahan akseslayanan pendidikan
kepada siswa di sekitar sekolah, juga meminimalkan biaya transportasi bagi siswa.

2.3ZONASI MEMERATAKAN KUALITAS SEKOLAH

Perspektif lain selain memudahkan akses layanan pendidikan, zonasi juga dipandang
mampumemeratakan kualitas sekolah. Hal ini tidak lepas dari variasi input siswa yang
diterima oleh sekolah.Siswa yang diterima lebih variatif karena sekolah hanya menerima
siswa yang berasal dari zona sekolah.Sehingga mau tidak mau, bagaimanapun keadaan siswa,
asalkan ia berasal dari zona sekolah maka iadapat diterima. Hal tersebut menyiratkan bahwa
yang dimaksud pemerataan kualitas sekolah melalui 2hal: pertama setiap sekolah memiliki
kesempatan untuk memeroleh input siswa yang unggul. Kedua,dengan variasi siswa yang
dihasilkan maka dapat menghilangkan label sekolah favorit yang selama inimenjadi
pengkastaan dalam dunia pendidikan.
Terdapat dua perspektif pemerataan kualitas sekolah dalam zonasi meliputi: pertama,
setiap sekolahmemiliki kesempatan untuk memeroleh input siswa yang unggul. Kedua,
dengan variasi siswa yangdihasilkan maka dapat menghilangkan label sekolah favorit yang
selama ini menjadi pengkastaan dalamdunia pendidikan. Pernyataan tersebut sejalan dengan
apa yang diungkapkan oleh Safarah & Wibowo(2018:206) dalam tulisanya menyebutkan
“program zonasi sekolah menjadi salah satu program yangefektif dari pemerintah dalam
mewujudkan pemerataan pendidikan di Indonesia”. Dengan demikiandapat dikatakan zonasi
menjadi alat yang efektif untuk pemerataan kualitas pendidikan terutama terkaitdengan
pemerataan input siswa.\

2.4 ZONASI MENURUNKAN KUALITAS SEKOLAH

Berbeda dengan perspektif sebelumnya, yang memandang zonasi bisa memeratakan


kualitaspendidikan, perspektif ketiga sebaliknya, memandang zonasi menurunkan kualitas
[Type text]

sekolah. Penurunankualitas sekolah tersebut terjadi karena sekolah tidak lagi bersaing
menjadi sekolah favorit, seperti yangdiungkapkan GC4 berikut: “Ditetapkanya sistem zonasi
membuat sekolah menjadi sama. Jika semuasekolah sama maka dikhawatirkan tidak
memotivasi sekolah untuk menjadi unggulan atau favorit”Mendukung pernyataan guru
sebelumnya, guru khawatir akan prestasi sekolah yang menurunakibat pemberlakuan zonasi.
Dari pernyataan guru SMA favorit tersebut dapat ditarik benang merahbahwa guru SMA
favorit khawatir\\\ apabila pemberlakuan sistem zonasi mempengaruhi mutu sekolah,terutama
berkaitan dengan input sekolah. Hal ini terjadi karena sistem zonasi lebih
memprioritaskanwilayah tempat tinggal dibandingkan prestasi siswa. Sehingga sekolah
favorit tidak bisa menyeleksisiswa yang berprestasi.Pandangan bahwa zonasi menurunkan
kualitas sekolah muncul dari pandangan guru di SMA Cerdas.
Hal ini karena sistem zonasi lebih memprioritaskan wilayah tempat tinggal
dibandingkan prestasi siswa.Sehingga sekolah favorit tidak bisa menyeleksi siswa yang
berprestasi. Padahal terkait mutu sebuah 32 (JMSP) Jurnal Manajemen dan Supervisi
Pendidikan, Vol 4 No 1 November 2019: 28-34sekolah Perdu & Sheetz (2008:70-72)
menguraikan empat langkah untuk membentuk mutu. Empatlangkah tersebut kemudian
peneliti adopsi dalam konteks membentuk mutu sebuah sekolah, meliputi:pertama,
manajemen sekol\ah harus memahami harapan dari stakeholder terutama dalam hal
manajemenhumas dan pelayanan. Kedua, manajemen di tingkat sekolah harus mampu
mendesain produk dan layananyang sesuai dengan keinginan stakeholder. Ketiga,
memberikan layanan dan memfasilitasi dengan baik.Keempat, menjalin komunikasi dengan
stakholder sekolah. Dengan memperhatikan langkah langkahtersebut, seharusnya sekolah
tidak perlu khawatir dengan input siswa yang bervariatif.
Disisi lain penelitian Ferry (2018) menunjukkan bahwa dalam meningkatkan mutu
lulusah hal yangbisa dilakukan oleh sekolah meliputi: pertama, perencanaan program yang
diarahkan pada SKL dandidasari evaluasi diri sekolah dan survei kepuasan masyarakat.
Kedua pelaksanaan program dengandukungan aspek sarana dan prasarana, serta pelibatan
orang tua dalam pelaksanaan program. Ketigamelakukan monitoring dan evaluasi terhadap
program peningkatan mutu. Dengan demikian dapatdikatakan apapun inputnya asalkan
proses yang dilaluinya baik maka akan menghasilkan output yangbaik pula. Terlebih menurut
Raharjo & Yuliana (2016:203) “kepemimpinan kepala sekolah merupakanindikator yang
paling utama dalam mewujudkan sekolah unggul yang menyenangkan” dengan demikanfakor
input siswa sejatinya tidak terlalu berpengaruh dalam menyelenggarakan pendidikan yang
ungguldan favorit.
[Type text]

2.5 ZONASI TIDAK COCOK DITETAPKAN DI TINGKAT SMA

Perspektif keempat menyebutkan bahwa sistem zonasi tidak cocok diterapkan di


tingkat SMA. Hasillapangan menunjukkan bahwa kebijakan zonasi baik diterapkan unuk
level sekolah dasar atau sekolahmenengah pertama. Kalau untuk level sekolah menengah atas
tidak tepat”. Beberapa guru berpendapatsistem zonasi lebih cocok diterapkan untuk sekolah
dasar dan sekolah menengah pertama. Pendapattersebut tentu bertolak belakang dengan
praktik pelaksanaan sistem zonasi di negara-negara lain. DiJepang misalnya Sieja (2017)
menjelaskan sistem zonasi sekolah mengatur siswa-siswi dari lingkungantertentu untuk
bersekolah di sekolah umum baik tingkat SD, SMP atu SMA. Dengan demikian
dapatdikatakan pelaksanaan zonasi di Indonesia baru dilaksanakan di tingkat SMA karena
kebijakan inimerupakan kebijakan baru dan dilaksanakan secara bertahap.

2.6 SISTEM ZONASI MEMBATASI SISWA MEMILIH SEKOLAH

Inti dari sistem zonasi ialah sekolah hanya boleh menerima siswa yang bertempat
tinggal dilingkungan sekolah. Bukan hanya sekolah yang dibatasi, tetapi siswa juga dibatasi
untuk mendaftar danmemilih sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya. Menurut data
lapangan, siswa tidak lagi bebasmemilih sekolah sesuai keinginan, tetapi harus yang dekat
dengan sekolahnya. Sistem zonasi dirasakurang cocok, itu membuat anak bangsa menjadi
terkotak-kotak, meskipun tujuanya dengan sistem iniorang tua menjadi irit untuk transport,
tapi mereka menjadi terampas untuk bisa memilih sehingga bisadisimpulkan bahwa zonasi
membatasi siswa untuk memilih sekolah dan hal ini bertentangan denganasas demokrasi yang
berlaku di Indonesia.
Penerpan sistem zonasi dianggap membatasi siswa untuk memilih sekolah dan
bertentangan denganasas demokrasi yang berlaku di Indonesia. Sejalan dengan itu, Bunar
(2010:68) menyebutkan, sistemzonasi telah mengunci kesempatan bagi siswa untuk memilih
sekolah di tempat yang berbeda dengantempat tinggalnya. Hal ini mungkin terjadi mengingat
zonasi ingin memeratakan pendidikan siswa disekitar sekolah.

2.7 KEBIJAKAN ZONASI HARUS DISERTAI PEMERATAAN


SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
[Type text]

Pemerataan akses layanan pendidikan yang menjadi tujuan sistem zonasi hendaknya
juga disertaipemerataan sarana prasarana pendidikan. Hal tersebut senada dengan kondisi di
lapangan bahwa niatpemerintah untuk percepatan pemerataan dirasa cukup bagus karena
berkaitan dengan infrastruktur disekolah disamakan dulu sehingga apabila menginginkan
adanya pemerataan sarana prasarana pendidikanuntuk mendukung pemerataan kualitas
pendidikan bisa melalui sistem zonasi akan tetapi juga disertaiupaya pemerataan sarana
prasana.
Zonasi dipandang bisa efektif apabila disertai pemerataan sarana prasarana
pendidikan untuk mendukung pemerataan kualitas pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut,
penelitian Nepal (2019)menunjukkan bahwa kualitas udara yang bersih dan baik, cahaya
yang baik, lingkungan nyaman,aman, usia dan kondisi bangunan, kualitas pemeliharaan dapat
memengaruhi kesehatan, keselamatanserta kondisi psikologis siswa. Lebih lanjut ia
menguraikan Pembuat kebijakan harus memperhatikanhubungan antara fasilitas Infrastruktur
sekolah dan pembelajaran dan prestasi siswa. Disisi lain penelitianyang dilakukan Liu (2017)
menyebutkan baik jumlah dana maupun jumlah guru memang menyebabkanbanyak
ketidaksetaraan di sekolah yang berbeda. Artinya, keberadaan sarana prasarana sekolah
memilikikontribusi terhadap pemerataan kualitas sekolah. Dari dua penelitian tersebut maka
dapat disimpulkanbahwa pemerataan sarana fasilitas pendidikan dapat meningkatkan mutu
pendidikan.

2.8 ZONASI MERUSAK KEBHINEKAAN

Pemberlakuan sistem zonasi, di satu sisi ingin mempermudah akses layanan


pendidikan bagimasyarakat sekitar sekolah, di sisi lain membuat masyarakat menjadi
terkelompok dalam lingkunganyamasing-masih. Hal inilah yang membuat zonasi dipandang
merusak kebhinekaan. Hal lain yang sejalanyaitu bahwasannya kebijakan zonasi merusak
kebhinekaan karena komposisi siswa di sekolah hanyasiswa-siswi yang berasal dari
lingkungan sekolah saja yang mana sistem ini dirasa bertolak belakangdengan tema
multikultural atau kebhinekaan yang diangkat oleh pemerintah.
Padahal tema tersebutmuncul dan diaplikasikan dalam pendidikan.Beberapa guru
menganggap sistem zonasi bertolak belakang dengan tema multikultural ataukebhinekaan
yang diangkat oleh pemerintah. Padahal tema tersebut muncul dan diaplikasikan
[Type text]

dalampendidikan. Menurut hemat peneliti, sebenarnya berbeda antara multikultural yang


diangkat dalampendidikan dengan multikulturalisme yang hilang dari sistem zonasi. Kaitanya
dengan pendidikanmultikultural, masih tetap bisa dijalankan meskipun siswa yang
berpartisipasi merupakan siswa se zona.
Terlebih Indrapangastuti (2014: 13) mengungkapkan: “peran guru dalam pelaksanaan
pendidikanmultikultural meliputi: membangun paradigma keberagaman inklusif di
lingkungan sekolah, menghargaikeberagaman bahasa di sekolah, membangun sikap sensitif
gender di sekolah, membangun pemahamankritis dan empati terhadap ketidakadilan serta
perbedaan sosial, membangun sikap anti diskriminasietnis, menghargai perbedaan
kemampuan dan menghargai perbedaan umur”.
Dari pernyataan di atas, maka pendidikan multikultural juga bisa diterapkan
bersamaan dengankebijakan zonasi. Terlebih sisem zonasi menghasilkan input siswa yang
beragam, sehingga peranguru dalam pendidikan multikultural di atas dapat dilaksanakan.
Mendukung pernyataaan sebelumnyaRohman & Ningsih (2018) mengungkapkan: “Dengan
penanaman pendidikan multikultural yang benarakan menghasilkan generasi muda di era
revolusi industri 4.0 yang kreatif, inovatif, serta generasi yangberkarakter, berintegritas dan
menjunjung tinggi toleransi sesuai identitas nasional bangsa Indonesia”.Sehingga
keberagaman siswa yang dihasilkan dari sistem zonasi dapat mendukung
pembelajaranmultikultural dan tidak mengurangi bahkan merusak kebhinekaan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Program zonasi merupakan salah satu program pemerintah yang efektif
dalam pemerataan kualitas pendidikan. Melalui program ini sekolah dapat
bersaing untuk memiliki kualitas yang baik dan tidak kalah dengan sekolah
yang sudah dianggap favorit. Program ini memberikan akses seluas-luasnya
bagi sekolah dan siswa untuk mengembangkan kualitasnya. Siapapun siswa
baik yang berkemampuan tinggi maupun rendah berhak bersekolah di sekolah
yang tinggal di dekat tempat tinggalnya. Sekolah tidak diperkenankan
[Type text]

menolak siswa dengan alasan belum bias membaca, menulis, maupun


berhitung, karena pembelajaran tersebut nantinya akan diajarkan pada tingkat
pendidikan dasar.
Sekolah juga tidak lagi diperbolehkan memindahkan siswa dengan
kemampuan paling terbawah di kelasnya kesekolah yang dikatakan lebih
rendah kualitasnya. Karena sejatinya setiap siswa baik pintar maupun tidak
berhak untuk memperoleh layanan pendidikan. Program zonasi sekolah
ternyata tidak hanya berimplikasi pada bidang pendidikan misalnya
pemerataan pendidikan saja akan tetapi juga menyangkut dampak lingkungan
seperti kemacetan lalulintas, polusiudara , fisik dan kesehatan anak, serta
ketergantungan pada transportasi bermotor. Adanya program zonasi sekolah
mendorong siswa untuk mau berjalan kaki dan naik sepeda karena jaraknya
yang dekat dengan tempat tinggal.

Daftar Pustaka

http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-IX-14-II-P3DI-Juli-2017-232.pdf

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/dinamika/article/view/1737

https://transformative.ub.ac.id/index.php/jtr/article/view/88

https://scholar.google.com/scholar?
hl=en&as_sdt=0%2C5&q=zonasi+sma+indonesia&oq=#d=gs_qabs&u=%23p%3DX6HmNkA5C8YJ

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2214140520301043

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277953621000447

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S073805931830974X

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S088303552031750X

http://103.55.216.56/index.php/lentera_pendidikan/article/view/206-213
[Type text]

LAMPIRAN JURNAL :
PROGRAM ZONASI DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN
KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Azizah Arifinna Safarah1 , Udik Budi Wibowo2
1,2
Universitas Negeri Yogyakarta
1,2
Jl. Colombo No. 1, Karang Malang
Email: azizahfinna@gmail.com1 , udik_budi@uny.ac.id2
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pemerataan kualitas pendidikan melalui
program zonasi sekolah dasar. Penelitian ini merupakan studi literatur yang membahas program
zonasi sekolah sebagai upaya pemerataan pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari pemerataan pendidikan. Pemerataan pendidikan memiliki dua elemen kunci yakni
membekali individu dengan pengetahuan yang memungkinkan mereka mengambil bagian dalam
[Type text]

segala aspek kehidupan serta memberikan akses pendidikan seluas-luasnya kepada setiap individu.
Salah satu upaya dalam pemerataan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu program zonasi
sekolah. Hasil studi menunjukkan bahwa program zonasi sekolah menjadi salah satu program yang
efektif dari pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pendidikan di Indonesia.
Abstract:
This study aimed to determine the effort to equalize the quality of education through zoning
program in the elementary school. This research was a literature study that discussed school zoning
programs as an effort to distribute education. Improving the quality of education could not be
separated from educational equity. Equitable education had two key elements, namely to equip
individuals with knowledge that allowed them to take part in all aspects of life and provided access to
education to the widest possible extent for each individual. One effort to equalize education carried
out by the government was the school zoning program. The result of this study showed that the school
zoning program was one of the government programs in realizing equitable education in Indonesia.

SISTEM ZONASI DAN DAMPAK PSIKOSOSIAL BAGI


PESERTA DIDIK
Elga Andina*)

Abstrak
Penerimaan Peserta Didik Baru pada tahun ajaran 2017/2018 memunculkan berbagai kritik.
Regulasi yang ada tidak memberikan kemudahan akses bagi calon peserta didik untuk memilih
sekolah. Tulisan ini menyoroti sistem zonasi yang diharapkan dapat mendekatkan peserta didik
dengan sekolah. Akan tetapi, mekanisme ini dikhawatirkan menjadi ancaman baru bagi peningkatan
kualitas akademik karena tidak ada penyaringan peserta didik dalam suatu rombongan belajar.
Akibatnya peserta didik yang berprestasi dapat belajar dengan peserta didik yang kurang berprestasi
sehingga rentan menurunkan kualitas peserta didik berprestasi. Selain itu, disparitas antarsekolah yang
masih tinggi membuat banyak sekolah masih belum dapat memenuhi standar nasional pendidikan.
Oleh karena itu, sistem zonasi masih perlu dikaji ulang agar tidak merugikan peserta didik.

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK


BARU SISTEM ZONASI BAGI SISWA RAWAN
MELANJUTKAN PENDIDIKAN (The Effectiveness of New Student
Admission of Zoning System Policy for Students Prone to Continue
Education)
Dian Purwanti

Sari

Penerimaan Peserta Didik Baru yang familiar dengan akronim PPDB adalah kegiatan rutin
tahunan yang merupakan tahap seleksi bagi calon peserta didik baru yang diselenggarakan oleh
panitia tingkat Sekolah dibawah pengawasan dan koordinasi Dinas Pendidikan. Kebijakan PPDB
sistem zonasi kota Bandung mengusung asas objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Melalui
[Type text]

sistem zonasi pemerintah kota Bandung berharap semua warga kota Bandung bisa mendapatkan
layanan pendidikan yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal, sehingga lebih hemat waktu, lebih
hemat biaya transportasi, kondisi peserta didik lebih bugar, mengurangi kemacetan, dan terjadi
pemerataan pendidikan. Pada proses implementasi kebijakan sistem zonasi tahun ajaran 2018/2019,
semua SMP Negeri terpenuhi kuotanya dan menampung 90% calon siswa yang domisilinya dekat
dengan sekolah. Adapun yang menjadi permasalahan adalah sistem ini tidak efektif untuk mengurangi
angka tidak melanjutkan sekolah bagi anak-anak dari kalangan RMP. Dengan metode uji beda vektor
rata-rata butir indikator, penelitian ini mencoba mengevaluasi efektivitas kebijakan sistem zonasi
yang diimplementasikan pada tahun 2017 dan 2018. Sehingga dapat diketahui kebijakan sistem zonasi
terbukti dapat meningkatkan angka partisipasi kasar dari siswa RMP, namun tidak efektif dalam
mengurangi angka tidak melanjutkan sekolah bagi anak-anak RMP, karena faktanya tidak semua anak
RMP berdomisili di dekat sekolah. Berdasarkan hal tersebut peneliti merekomendasikan agar Dinas
Pendidikan memastikan proses yang dilakukan tepat sasaran.

Hak Warganegara Yang Terampas: Polemik Kebijakan Sistem Zonasi


dalam Pendidikan Indonesia
Mahpudin Mahpudin

Abstract

Tulisan ini membahas kebijakan sistem zonasi yang menuai banyak polemik di tengah masyarakat.
Kebijakan sistem zonasi merupakan aturan pemerintah terkait proses penerimaan siswa baru dengan
mempertimbangkan jarak tempuh antara domisili rumah siswa dengan sekolah. Tujuan pemerintah menerapkan
kebijakan ini untuk mengatasi masalah kesenjangan mutu pendidikan. Hasil penelitian mengungkap bahwa
kebijakan sistem zonasi gagal mengatasi masalah kesenjangan mutu pendidikan karena kegagapan pemerintah
dalam mendefinisikan akar permasalahan. Kebijakan sistem zonasi hanya mengotak-atik distribusi siswa bukan
mengatasi fasilitas sekolah dan kualitas guru yang masih menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan.
Pemerintah seharusnya menjadikan kebijakan zonasi sebagai kebijakan dihilir bukan dihulu. Karena itu, perlu
dilakukan redefinisi masalah sebagai alternatif kebajikan. Dimana kesenjangan fasilitas pendidikan dan
distribusi guru yang belum merata harus menjadi prioritas utama pemerintah.

JMSP (Jurnal Manajemen dan Supervisi Pendidikan)

Volume 4 Nomor 1 November 2019 Tersedia Online di


JMSP
http://journal2.um.ac.id/index.php/jmsp/

JURNAL MANAJEMEN DAN SUPERVISI


ISSN Online : 2541-4429 PENDIDIKAN

Kebijakan Sistem Zonasi dalam Perspektif Pendidikan


Gunarti Ika Pradewi; Rukiyati
[Type text]

Magister Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta


Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta
Jalan Colombo No. 1 Caturtunggal Depok Daerah Istimewa Yogyakarta Indonesia
gunartiikapradewi@gmail.com

Abstract:

The purpose of this study was to find out about school attendance zones system policies
in the educational perspective in Indonesia. This is a qualitative research using
phenomenology method. The perspective in this study is the perspective of teachers and
principals from a favorite and unfavorite school. The results of the study show the
perspectives of the teachers and principals about school attendance zones are: (1)
facilitating access to education services, (2) equalizing school quality, (3) reducing school
quality, (4) it is not suitable at high school level (5) restricting students from choosing
schools, (6) zoning policies must be accompanied by equal distribution of educational
facilities and infrastructure, and (7) damaging diversity.

Keywords: Education Policy; School Attendance Zone; Pupils Personel Administration

Abstrak:
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui tentang kebijakan sistem zonasi dalam perspektif pendidikan
di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, metode fenomenologi. Perspektif
yang diangkat ialah perspektif guru dan kepala sekolah dari SMA favorit dan tidak favorit. Hasil penelitian
menunjukkan perspektif para guru dan kepala sekolah tentang zonasi meliputi: (1) zonasi memudahkan akses
layanan pendidikan, (2) zonasi memeratakan kualitas sekolah, (3) zonasi menurunkan kualitas sekolah, (4)
zonasi tidak cocok ditetapkan di tingkat SMA, (5) sistem zonasi membatasi siswa memilih sekolah, (6)
kebijakan zonasi harus disertai pemerataan sarana dan prasarana pendidikan, dan (7) zonasi merusak
kebhinekaan.

ANALISIS PROBLEMATIKA SISTEM ZONASI


PADA KEEFEKTIFAN PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM

SMA NEGERI 2 MALANG

Siti Khodijah1, Rosichin Mansur2,Eko Nasrulloh3


Pendidikan Agama Islam, Fakultas Agama Islam
Universitas Islam Malang
e-mail: 1khodijahid9@gmail.com , 2rosichin.mansur@unisma.ac.id,
3
eko.nasrulloh@unisma.ac.id

Abstract

Education is the most important thing for the growth and progress of the nation. So as to improve the
quality and progress of the Indonesian nation, the government improved its education system by
[Type text]

providing a new policy with the zoning system in the PPDB (New Student Reception) process in
public and private schools in Indonesia. This zoning system policy has been applied by SMA Negeri 2
Malang, but the implementation of the zoning system at SMA Negeri 2 Malang has many problems,
one of which is the decrease in the level of student's willingness to learn especially in Islamic
Religious Education subjects. The method used in this study uses a qualitative research approach and
type of case study research. Data collection techniques using the method of observation, interviews
and documentation. The learning process of Islamic Education after the implementation of the zoning
system in SMA Negeri 2 Malang is considered to be less effective, this is due to a decrease in the level
of student learning willingness due to the environment and families of low-economic students and
lack of attention to education, including in matters of religious learning. Strategies undertaken by
Islamic Religious Education teachers to overcome these problems include improving school facilities
to support student learning facilities, and using strategies that have been suggested by the
government for the learning process of Islamic Religious Education.

On the impact of internal gains and comfort band on the effectiveness of


building thermal zoning

Massimo Fiorentini a,⇑, Laia Ledo Gomis b, Dong Chen c, Paul Cooper b
a
Empa – Swiss Federal Laboratories for Materials Science and Technology, 8600 Dübendorf, Switzerland b
Sustainable Buildings Research Centre (SBRC), Faculty of Engineering and Information Sciences, University of
Wollongong, New South Wales 2522, Australia c Commonwealth Scientific and Industrial Research
Organisation, Private Bag 10, Clayton South, Victoria 3169, Australia

a r t i c l ei n f o

Article history:
Received 19 March 2020
Revised 15 July 2020
Accepted 17 July 2020 Available online 28 July 2020

Keywords:
Thermal zoning
Building energy efficiency
Internal gains Comfort band
Rating systems

abstract

Thermal zoning is a commonly adopted building energy efficiency initiative, since thermally segregating conditioned spaces is generally expected to minimise
energy losses when conditioning unoccupied spaces. When comparing a partitioned building with widely differing heat gains between zones to an equivalent
non-partitioned building, ‘zoning’ might not always beneficial. This paper analyses the fundamental thermal processes involved in these scenarios by firstly
undertaking a number of steady state analyses, demonstrating that there are scenarios where the thermal energy required to maintain comfort conditions is less
for an open-plan arrangement than for a more highly partitioned building. We then performed dynamical simulations of a simple building, confirming the steady
state analyses and showing that, for space heating, connecting the spaces can significantly reduce the energy demand. It was concluded that whenever two zones
are both conditioned to the same set-points, thermally connecting zones always leads to an energy demand lower or equal to thermally isolated zones. We then
conducted simulations of an archetypal residential building with intermittent conditioning of spaces. The results showed that thermally connecting the spaces
can be beneficial in climates from cool to warm temperate, with a decrease in energy demand from 2.2 to 9.9%, while this was not beneficial in a hot and humid
climate, with an energy demand increase of 0.2 to 2.3% for the thermally connected scenario.
2020 The Authors. Published by Elsevier B.V. This isan open accessarticle under the CC BY license (http:// creativecommons.org/licenses/by/4.0/)
[Type text]

Listening to the voices of students on inclusive education: Responses from


principals and teachers in Indonesia
Abstract
Studies advocating for student voice to be included in the debate of inclusive education have
been conducted, however, little is known about how the other stakeholders respond to the
messages within student voice. This article examines the response of principals and teachers
in Indonesia to the voice of primary school students and their representations of inclusive
education. Principals and teachers were generally receptive to the messages they were
hearing about the impact of their language of inclusion on students, year retention, and the
continued separation of students in all education matters on the basis of disability. While the
implications for the future development of inclusive education are examined, the researchers
also explore the issues related to adults listening and empowering the student voice.

The implications of changing education distributions for life expectancy


gradients
Abstract
Recent research has proposed that shifting education distributions across cohorts are
influencing estimates of educational gradients in mortality. We use data from the United
States and Finland covering four decades to explore this assertion. We base our analysis
around our new finding: a negative logarithmic relationship between relative education and
relative mortality. This relationship holds across multiple age groups, both sexes, two very
different countries, and time periods spanning four decades. The inequality parameters from
this model indicate increasing relative mortality differentials over time. We use these findings
to develop a method that allows us to compute life expectancy for any given segment of the
education distribution (e.g., education quintiles). We apply this method to Finnish and
American data to compute life expectancy gradients that are adjusted for changes in the
education distribution. In Finland, these distribution-adjusted education differentials in life
expectancy between the top and bottom education quintiles have increased by two years for
men, and remained stable for women between 1971 and 2010. Similar distribution-adjusted
estimates for the U.S. suggest that educational disparities in life expectancy increased by 3.3
years for non-Hispanic white men and 3.0 years for non-Hispanic white women between the
1980s and 2000s. For men and women, respectively, these differentials between the top and
bottom education quintiles are smaller than the differentials between the top and bottom
education categories by 18% and 39% in the U.S. and by 39% and 100% in Finland. Had the
relative inequality parameters of mortality governing the Finnish and U.S. populations
remained constant at their earliest period values, the difference in life expectancy between the
top and bottom education quintiles would – because of overall mortality reductions – have
declined moderately. The findings suggest that educational expansion may bias estimates of
trends in educational differences in life expectancy upwards.
[Type text]

Does higher education expansion in Cambodia make access to education


more equal?
Abstract
This paper provides empirical evidence on the trends of how demand-side factors predict the
probabilities of enrollment in higher education in Cambodia between 2004 and 2014, using
nationally representative household survey data with multinomial logistic regression
approach. The findings suggest that higher education expansion in Cambodia is in favor of
students from affluent families residing in the capital. However, students of disadvantaged
backgrounds are likely to benefit more from the higher education expansion, given those
students can finish high school.

PROGRAM ZONASI DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN


KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Azizah Arifinna Safarah1 , Udik Budi Wibowo2 1,2Universitas Negeri Yogyakarta 1,2Jl.
Colombo No. 1, Karang Malang Email: azizahfinna@gmail.com1 , udik_budi@uny.ac.id2

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pemerataan kualitas pendidikan
melalui program zonasi sekolah dasar. Penelitian ini merupakan studi literatur yang
membahas program zonasi sekolah sebagai upaya pemerataan pendidikan. Peningkatan
kualitas pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pemerataan pendidikan. Pemerataan
pendidikan memiliki dua elemen kunci yakni membekali individu dengan pengetahuan yang
memungkinkan mereka mengambil bagian dalam segala aspek kehidupan serta memberikan
akses pendidikan seluas-luasnya kepada setiap individu. Salah satu upaya dalam pemerataan
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu program zonasi sekolah. Hasil studi
menunjukkan bahwa program zonasi sekolah menjadi salah satu program yang efektif dari
pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pendidikan di Indonesia.

Abstract: This study aimed to determine the effort to equalize the quality of education
through zoning program in the elementary school. This research was a literature study that
discussed school zoning programs as an effort to distribute education. Improving the quality
of education could not be separated from educational equity. Equitable education had two key
elements, namely to equip individuals with knowledge that allowed them to take part in all
aspects of life and provided access to education to the widest possible extent for each
individual. One effort to equalize education carried out by the government was the school
zoning program. The result of this study showed that the school zoning program was one of
the government programs in realizing equitable education in Indonesia.
[Type text]

Anda mungkin juga menyukai