DISUSUN OLEH:
KATA PENGANTAR
Segala puji milik Allah Swt. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada rasullah
Saw. Karena berkat dan kelimpahannya dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah psikologi pendidikan tentang pendidikan inklusif, dalam Menyusun tugas
ini ,tidak sedikit hambatan yang dihadapi . namun penulis menyadari bahwa kelancaran
dalam Menyusun tugas makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari
semuapihak, dan kendala-kendala yang dapat teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami dan memperluas pengetahuan
tentang pendidikan inklusif lebih detailnya tentang sistem zonasi pendidikan. Makalah ini
disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas menjadi sumbangan pemikiran
kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Penulis ini sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen untuk meminta
bimbingan meminta masukan atas penulisan dimasa yang akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran.
[Type text]
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I......................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah...............................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................................6
1.3 Tujuan masalah............................................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................7
2.1 PENGERTIAN SISTEM ZONASI.....................................................................................................7
2.2 ZONASI MEMUDAHKAN LAYANAN PENDIDIKAN AKSES..............................................................7
2.3 ZONASI MEMERATAKAN KUALITAS SEKOLAH.............................................................................8
2.4 ZONASI MENURUNKAN KUALITAS SEKOLAH...............................................................................9
2.5 ZONASI TIDAK COCOK DITETAPKAN DI TINGKAT SMA...............................................................10
2.6 SISTEM ZONASI MEMBATASI SISWA MEMILIH SEKOLAH...........................................................10
2.7 KEBIJAKAN ZONASI HARUS DISERTAI PEMERATAAN SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN. 11
2.8 ZONASI MERUSAK KEBHINEKAAN..............................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................................14
PENUTUP.............................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................14
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................15
[Type text]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangMasalah
Diharapkan sistem ini bisa menghapuskan diskriminasi dan hak e\\ksklusif, serta
upaya perubahan cara pandang masyarakat mengenai sekolah ‘unggulan’. Sebab, selama
ini sekolah 'unggulan' kerap identik dengan siswa pintar dan berekonomi menengah ke
atas.
Muhadjir Effendy pun menjelaskan bahwa sekolah, khususnya sekolah negeri harus
mampu mendidik semua siswa tanpa ada perbedaan. Prestasi itu tidak diukur dari asal
sekolah, melainkan dari masing-masing individu anak yang berhak menentukan prestasi
dan masa depannya. Setiap anak punya keistimewaan dan keunikannya masing-masing
yang bisa dikembangkan secara maksimal untuk masa depannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu tujuan dibentuknya kebijakan zonasi ialah untuk memeratakan akses
layanan pendidikan. Dalam perspektif pelaku pendidikan, kepala SMA Cerdas
mengungkapkan “dari sudut pandang perspektifpendidikan, kebijakan zonasi bagus karena
untuk memudahkan akses masyarakat dalam bersekolah.Masyarakat bisa bersekolah di
sekolah yang ada di lingkunganya”. Pendapat tersebut menegaskanbahwa dengan
menerapkan sistem zonasi memberikan kemudahan akses pendidikan bagi masyarakat.Sistem
zonasi tidak hanya memberikan kemudahan akses layanan pendidikan, tetapi
[Type text]
jugamenguntungkan siswa karena bisa menghemat waktu dan biaya untuk bersekolah. Hal ini
karena siswabisa bersekolah di dekat tempat tinggalnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan
hasil penelitian dariMandic, et.al. (2017:1) yang menjelaskan bahwa skema zonasi sekolah
mampu memberikan kenyamananbagi siswa untuk bersekolah di sekolah yang dekat dengan
rumahnya. Disamping itu, Saporito (2017)menyatakan sebenarnya asumsi penerapan zonasi
ini ditujukan untuk meminimalkan biaya transportasi.Dari dukungan dua ilmuan itu maka
dapat dikatakan bahwa zonasi selain memberikan kemudahan akseslayanan pendidikan
kepada siswa di sekitar sekolah, juga meminimalkan biaya transportasi bagi siswa.
Perspektif lain selain memudahkan akses layanan pendidikan, zonasi juga dipandang
mampumemeratakan kualitas sekolah. Hal ini tidak lepas dari variasi input siswa yang
diterima oleh sekolah.Siswa yang diterima lebih variatif karena sekolah hanya menerima
siswa yang berasal dari zona sekolah.Sehingga mau tidak mau, bagaimanapun keadaan siswa,
asalkan ia berasal dari zona sekolah maka iadapat diterima. Hal tersebut menyiratkan bahwa
yang dimaksud pemerataan kualitas sekolah melalui 2hal: pertama setiap sekolah memiliki
kesempatan untuk memeroleh input siswa yang unggul. Kedua,dengan variasi siswa yang
dihasilkan maka dapat menghilangkan label sekolah favorit yang selama inimenjadi
pengkastaan dalam dunia pendidikan.
Terdapat dua perspektif pemerataan kualitas sekolah dalam zonasi meliputi: pertama,
setiap sekolahmemiliki kesempatan untuk memeroleh input siswa yang unggul. Kedua,
dengan variasi siswa yangdihasilkan maka dapat menghilangkan label sekolah favorit yang
selama ini menjadi pengkastaan dalamdunia pendidikan. Pernyataan tersebut sejalan dengan
apa yang diungkapkan oleh Safarah & Wibowo(2018:206) dalam tulisanya menyebutkan
“program zonasi sekolah menjadi salah satu program yangefektif dari pemerintah dalam
mewujudkan pemerataan pendidikan di Indonesia”. Dengan demikiandapat dikatakan zonasi
menjadi alat yang efektif untuk pemerataan kualitas pendidikan terutama terkaitdengan
pemerataan input siswa.\
sekolah. Penurunankualitas sekolah tersebut terjadi karena sekolah tidak lagi bersaing
menjadi sekolah favorit, seperti yangdiungkapkan GC4 berikut: “Ditetapkanya sistem zonasi
membuat sekolah menjadi sama. Jika semuasekolah sama maka dikhawatirkan tidak
memotivasi sekolah untuk menjadi unggulan atau favorit”Mendukung pernyataan guru
sebelumnya, guru khawatir akan prestasi sekolah yang menurunakibat pemberlakuan zonasi.
Dari pernyataan guru SMA favorit tersebut dapat ditarik benang merahbahwa guru SMA
favorit khawatir\\\ apabila pemberlakuan sistem zonasi mempengaruhi mutu sekolah,terutama
berkaitan dengan input sekolah. Hal ini terjadi karena sistem zonasi lebih
memprioritaskanwilayah tempat tinggal dibandingkan prestasi siswa. Sehingga sekolah
favorit tidak bisa menyeleksisiswa yang berprestasi.Pandangan bahwa zonasi menurunkan
kualitas sekolah muncul dari pandangan guru di SMA Cerdas.
Hal ini karena sistem zonasi lebih memprioritaskan wilayah tempat tinggal
dibandingkan prestasi siswa.Sehingga sekolah favorit tidak bisa menyeleksi siswa yang
berprestasi. Padahal terkait mutu sebuah 32 (JMSP) Jurnal Manajemen dan Supervisi
Pendidikan, Vol 4 No 1 November 2019: 28-34sekolah Perdu & Sheetz (2008:70-72)
menguraikan empat langkah untuk membentuk mutu. Empatlangkah tersebut kemudian
peneliti adopsi dalam konteks membentuk mutu sebuah sekolah, meliputi:pertama,
manajemen sekol\ah harus memahami harapan dari stakeholder terutama dalam hal
manajemenhumas dan pelayanan. Kedua, manajemen di tingkat sekolah harus mampu
mendesain produk dan layananyang sesuai dengan keinginan stakeholder. Ketiga,
memberikan layanan dan memfasilitasi dengan baik.Keempat, menjalin komunikasi dengan
stakholder sekolah. Dengan memperhatikan langkah langkahtersebut, seharusnya sekolah
tidak perlu khawatir dengan input siswa yang bervariatif.
Disisi lain penelitian Ferry (2018) menunjukkan bahwa dalam meningkatkan mutu
lulusah hal yangbisa dilakukan oleh sekolah meliputi: pertama, perencanaan program yang
diarahkan pada SKL dandidasari evaluasi diri sekolah dan survei kepuasan masyarakat.
Kedua pelaksanaan program dengandukungan aspek sarana dan prasarana, serta pelibatan
orang tua dalam pelaksanaan program. Ketigamelakukan monitoring dan evaluasi terhadap
program peningkatan mutu. Dengan demikian dapatdikatakan apapun inputnya asalkan
proses yang dilaluinya baik maka akan menghasilkan output yangbaik pula. Terlebih menurut
Raharjo & Yuliana (2016:203) “kepemimpinan kepala sekolah merupakanindikator yang
paling utama dalam mewujudkan sekolah unggul yang menyenangkan” dengan demikanfakor
input siswa sejatinya tidak terlalu berpengaruh dalam menyelenggarakan pendidikan yang
ungguldan favorit.
[Type text]
Inti dari sistem zonasi ialah sekolah hanya boleh menerima siswa yang bertempat
tinggal dilingkungan sekolah. Bukan hanya sekolah yang dibatasi, tetapi siswa juga dibatasi
untuk mendaftar danmemilih sekolah yang dekat dengan tempat tinggalnya. Menurut data
lapangan, siswa tidak lagi bebasmemilih sekolah sesuai keinginan, tetapi harus yang dekat
dengan sekolahnya. Sistem zonasi dirasakurang cocok, itu membuat anak bangsa menjadi
terkotak-kotak, meskipun tujuanya dengan sistem iniorang tua menjadi irit untuk transport,
tapi mereka menjadi terampas untuk bisa memilih sehingga bisadisimpulkan bahwa zonasi
membatasi siswa untuk memilih sekolah dan hal ini bertentangan denganasas demokrasi yang
berlaku di Indonesia.
Penerpan sistem zonasi dianggap membatasi siswa untuk memilih sekolah dan
bertentangan denganasas demokrasi yang berlaku di Indonesia. Sejalan dengan itu, Bunar
(2010:68) menyebutkan, sistemzonasi telah mengunci kesempatan bagi siswa untuk memilih
sekolah di tempat yang berbeda dengantempat tinggalnya. Hal ini mungkin terjadi mengingat
zonasi ingin memeratakan pendidikan siswa disekitar sekolah.
Pemerataan akses layanan pendidikan yang menjadi tujuan sistem zonasi hendaknya
juga disertaipemerataan sarana prasarana pendidikan. Hal tersebut senada dengan kondisi di
lapangan bahwa niatpemerintah untuk percepatan pemerataan dirasa cukup bagus karena
berkaitan dengan infrastruktur disekolah disamakan dulu sehingga apabila menginginkan
adanya pemerataan sarana prasarana pendidikanuntuk mendukung pemerataan kualitas
pendidikan bisa melalui sistem zonasi akan tetapi juga disertaiupaya pemerataan sarana
prasana.
Zonasi dipandang bisa efektif apabila disertai pemerataan sarana prasarana
pendidikan untuk mendukung pemerataan kualitas pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut,
penelitian Nepal (2019)menunjukkan bahwa kualitas udara yang bersih dan baik, cahaya
yang baik, lingkungan nyaman,aman, usia dan kondisi bangunan, kualitas pemeliharaan dapat
memengaruhi kesehatan, keselamatanserta kondisi psikologis siswa. Lebih lanjut ia
menguraikan Pembuat kebijakan harus memperhatikanhubungan antara fasilitas Infrastruktur
sekolah dan pembelajaran dan prestasi siswa. Disisi lain penelitianyang dilakukan Liu (2017)
menyebutkan baik jumlah dana maupun jumlah guru memang menyebabkanbanyak
ketidaksetaraan di sekolah yang berbeda. Artinya, keberadaan sarana prasarana sekolah
memilikikontribusi terhadap pemerataan kualitas sekolah. Dari dua penelitian tersebut maka
dapat disimpulkanbahwa pemerataan sarana fasilitas pendidikan dapat meningkatkan mutu
pendidikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Program zonasi merupakan salah satu program pemerintah yang efektif
dalam pemerataan kualitas pendidikan. Melalui program ini sekolah dapat
bersaing untuk memiliki kualitas yang baik dan tidak kalah dengan sekolah
yang sudah dianggap favorit. Program ini memberikan akses seluas-luasnya
bagi sekolah dan siswa untuk mengembangkan kualitasnya. Siapapun siswa
baik yang berkemampuan tinggi maupun rendah berhak bersekolah di sekolah
yang tinggal di dekat tempat tinggalnya. Sekolah tidak diperkenankan
[Type text]
Daftar Pustaka
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-IX-14-II-P3DI-Juli-2017-232.pdf
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/dinamika/article/view/1737
https://transformative.ub.ac.id/index.php/jtr/article/view/88
https://scholar.google.com/scholar?
hl=en&as_sdt=0%2C5&q=zonasi+sma+indonesia&oq=#d=gs_qabs&u=%23p%3DX6HmNkA5C8YJ
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2214140520301043
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277953621000447
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S073805931830974X
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S088303552031750X
http://103.55.216.56/index.php/lentera_pendidikan/article/view/206-213
[Type text]
LAMPIRAN JURNAL :
PROGRAM ZONASI DI SEKOLAH DASAR SEBAGAI UPAYA PEMERATAAN
KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Azizah Arifinna Safarah1 , Udik Budi Wibowo2
1,2
Universitas Negeri Yogyakarta
1,2
Jl. Colombo No. 1, Karang Malang
Email: azizahfinna@gmail.com1 , udik_budi@uny.ac.id2
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pemerataan kualitas pendidikan melalui
program zonasi sekolah dasar. Penelitian ini merupakan studi literatur yang membahas program
zonasi sekolah sebagai upaya pemerataan pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari pemerataan pendidikan. Pemerataan pendidikan memiliki dua elemen kunci yakni
membekali individu dengan pengetahuan yang memungkinkan mereka mengambil bagian dalam
[Type text]
segala aspek kehidupan serta memberikan akses pendidikan seluas-luasnya kepada setiap individu.
Salah satu upaya dalam pemerataan pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu program zonasi
sekolah. Hasil studi menunjukkan bahwa program zonasi sekolah menjadi salah satu program yang
efektif dari pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pendidikan di Indonesia.
Abstract:
This study aimed to determine the effort to equalize the quality of education through zoning
program in the elementary school. This research was a literature study that discussed school zoning
programs as an effort to distribute education. Improving the quality of education could not be
separated from educational equity. Equitable education had two key elements, namely to equip
individuals with knowledge that allowed them to take part in all aspects of life and provided access to
education to the widest possible extent for each individual. One effort to equalize education carried
out by the government was the school zoning program. The result of this study showed that the school
zoning program was one of the government programs in realizing equitable education in Indonesia.
Abstrak
Penerimaan Peserta Didik Baru pada tahun ajaran 2017/2018 memunculkan berbagai kritik.
Regulasi yang ada tidak memberikan kemudahan akses bagi calon peserta didik untuk memilih
sekolah. Tulisan ini menyoroti sistem zonasi yang diharapkan dapat mendekatkan peserta didik
dengan sekolah. Akan tetapi, mekanisme ini dikhawatirkan menjadi ancaman baru bagi peningkatan
kualitas akademik karena tidak ada penyaringan peserta didik dalam suatu rombongan belajar.
Akibatnya peserta didik yang berprestasi dapat belajar dengan peserta didik yang kurang berprestasi
sehingga rentan menurunkan kualitas peserta didik berprestasi. Selain itu, disparitas antarsekolah yang
masih tinggi membuat banyak sekolah masih belum dapat memenuhi standar nasional pendidikan.
Oleh karena itu, sistem zonasi masih perlu dikaji ulang agar tidak merugikan peserta didik.
Sari
Penerimaan Peserta Didik Baru yang familiar dengan akronim PPDB adalah kegiatan rutin
tahunan yang merupakan tahap seleksi bagi calon peserta didik baru yang diselenggarakan oleh
panitia tingkat Sekolah dibawah pengawasan dan koordinasi Dinas Pendidikan. Kebijakan PPDB
sistem zonasi kota Bandung mengusung asas objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Melalui
[Type text]
sistem zonasi pemerintah kota Bandung berharap semua warga kota Bandung bisa mendapatkan
layanan pendidikan yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal, sehingga lebih hemat waktu, lebih
hemat biaya transportasi, kondisi peserta didik lebih bugar, mengurangi kemacetan, dan terjadi
pemerataan pendidikan. Pada proses implementasi kebijakan sistem zonasi tahun ajaran 2018/2019,
semua SMP Negeri terpenuhi kuotanya dan menampung 90% calon siswa yang domisilinya dekat
dengan sekolah. Adapun yang menjadi permasalahan adalah sistem ini tidak efektif untuk mengurangi
angka tidak melanjutkan sekolah bagi anak-anak dari kalangan RMP. Dengan metode uji beda vektor
rata-rata butir indikator, penelitian ini mencoba mengevaluasi efektivitas kebijakan sistem zonasi
yang diimplementasikan pada tahun 2017 dan 2018. Sehingga dapat diketahui kebijakan sistem zonasi
terbukti dapat meningkatkan angka partisipasi kasar dari siswa RMP, namun tidak efektif dalam
mengurangi angka tidak melanjutkan sekolah bagi anak-anak RMP, karena faktanya tidak semua anak
RMP berdomisili di dekat sekolah. Berdasarkan hal tersebut peneliti merekomendasikan agar Dinas
Pendidikan memastikan proses yang dilakukan tepat sasaran.
Abstract
Tulisan ini membahas kebijakan sistem zonasi yang menuai banyak polemik di tengah masyarakat.
Kebijakan sistem zonasi merupakan aturan pemerintah terkait proses penerimaan siswa baru dengan
mempertimbangkan jarak tempuh antara domisili rumah siswa dengan sekolah. Tujuan pemerintah menerapkan
kebijakan ini untuk mengatasi masalah kesenjangan mutu pendidikan. Hasil penelitian mengungkap bahwa
kebijakan sistem zonasi gagal mengatasi masalah kesenjangan mutu pendidikan karena kegagapan pemerintah
dalam mendefinisikan akar permasalahan. Kebijakan sistem zonasi hanya mengotak-atik distribusi siswa bukan
mengatasi fasilitas sekolah dan kualitas guru yang masih menjadi permasalahan dalam dunia pendidikan.
Pemerintah seharusnya menjadikan kebijakan zonasi sebagai kebijakan dihilir bukan dihulu. Karena itu, perlu
dilakukan redefinisi masalah sebagai alternatif kebajikan. Dimana kesenjangan fasilitas pendidikan dan
distribusi guru yang belum merata harus menjadi prioritas utama pemerintah.
Abstract:
The purpose of this study was to find out about school attendance zones system policies
in the educational perspective in Indonesia. This is a qualitative research using
phenomenology method. The perspective in this study is the perspective of teachers and
principals from a favorite and unfavorite school. The results of the study show the
perspectives of the teachers and principals about school attendance zones are: (1)
facilitating access to education services, (2) equalizing school quality, (3) reducing school
quality, (4) it is not suitable at high school level (5) restricting students from choosing
schools, (6) zoning policies must be accompanied by equal distribution of educational
facilities and infrastructure, and (7) damaging diversity.
Abstrak:
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui tentang kebijakan sistem zonasi dalam perspektif pendidikan
di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, metode fenomenologi. Perspektif
yang diangkat ialah perspektif guru dan kepala sekolah dari SMA favorit dan tidak favorit. Hasil penelitian
menunjukkan perspektif para guru dan kepala sekolah tentang zonasi meliputi: (1) zonasi memudahkan akses
layanan pendidikan, (2) zonasi memeratakan kualitas sekolah, (3) zonasi menurunkan kualitas sekolah, (4)
zonasi tidak cocok ditetapkan di tingkat SMA, (5) sistem zonasi membatasi siswa memilih sekolah, (6)
kebijakan zonasi harus disertai pemerataan sarana dan prasarana pendidikan, dan (7) zonasi merusak
kebhinekaan.
Abstract
Education is the most important thing for the growth and progress of the nation. So as to improve the
quality and progress of the Indonesian nation, the government improved its education system by
[Type text]
providing a new policy with the zoning system in the PPDB (New Student Reception) process in
public and private schools in Indonesia. This zoning system policy has been applied by SMA Negeri 2
Malang, but the implementation of the zoning system at SMA Negeri 2 Malang has many problems,
one of which is the decrease in the level of student's willingness to learn especially in Islamic
Religious Education subjects. The method used in this study uses a qualitative research approach and
type of case study research. Data collection techniques using the method of observation, interviews
and documentation. The learning process of Islamic Education after the implementation of the zoning
system in SMA Negeri 2 Malang is considered to be less effective, this is due to a decrease in the level
of student learning willingness due to the environment and families of low-economic students and
lack of attention to education, including in matters of religious learning. Strategies undertaken by
Islamic Religious Education teachers to overcome these problems include improving school facilities
to support student learning facilities, and using strategies that have been suggested by the
government for the learning process of Islamic Religious Education.
Massimo Fiorentini a,⇑, Laia Ledo Gomis b, Dong Chen c, Paul Cooper b
a
Empa – Swiss Federal Laboratories for Materials Science and Technology, 8600 Dübendorf, Switzerland b
Sustainable Buildings Research Centre (SBRC), Faculty of Engineering and Information Sciences, University of
Wollongong, New South Wales 2522, Australia c Commonwealth Scientific and Industrial Research
Organisation, Private Bag 10, Clayton South, Victoria 3169, Australia
a r t i c l ei n f o
Article history:
Received 19 March 2020
Revised 15 July 2020
Accepted 17 July 2020 Available online 28 July 2020
Keywords:
Thermal zoning
Building energy efficiency
Internal gains Comfort band
Rating systems
abstract
Thermal zoning is a commonly adopted building energy efficiency initiative, since thermally segregating conditioned spaces is generally expected to minimise
energy losses when conditioning unoccupied spaces. When comparing a partitioned building with widely differing heat gains between zones to an equivalent
non-partitioned building, ‘zoning’ might not always beneficial. This paper analyses the fundamental thermal processes involved in these scenarios by firstly
undertaking a number of steady state analyses, demonstrating that there are scenarios where the thermal energy required to maintain comfort conditions is less
for an open-plan arrangement than for a more highly partitioned building. We then performed dynamical simulations of a simple building, confirming the steady
state analyses and showing that, for space heating, connecting the spaces can significantly reduce the energy demand. It was concluded that whenever two zones
are both conditioned to the same set-points, thermally connecting zones always leads to an energy demand lower or equal to thermally isolated zones. We then
conducted simulations of an archetypal residential building with intermittent conditioning of spaces. The results showed that thermally connecting the spaces
can be beneficial in climates from cool to warm temperate, with a decrease in energy demand from 2.2 to 9.9%, while this was not beneficial in a hot and humid
climate, with an energy demand increase of 0.2 to 2.3% for the thermally connected scenario.
2020 The Authors. Published by Elsevier B.V. This isan open accessarticle under the CC BY license (http:// creativecommons.org/licenses/by/4.0/)
[Type text]
Azizah Arifinna Safarah1 , Udik Budi Wibowo2 1,2Universitas Negeri Yogyakarta 1,2Jl.
Colombo No. 1, Karang Malang Email: azizahfinna@gmail.com1 , udik_budi@uny.ac.id2
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pemerataan kualitas pendidikan
melalui program zonasi sekolah dasar. Penelitian ini merupakan studi literatur yang
membahas program zonasi sekolah sebagai upaya pemerataan pendidikan. Peningkatan
kualitas pendidikan tidak dapat dipisahkan dari pemerataan pendidikan. Pemerataan
pendidikan memiliki dua elemen kunci yakni membekali individu dengan pengetahuan yang
memungkinkan mereka mengambil bagian dalam segala aspek kehidupan serta memberikan
akses pendidikan seluas-luasnya kepada setiap individu. Salah satu upaya dalam pemerataan
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu program zonasi sekolah. Hasil studi
menunjukkan bahwa program zonasi sekolah menjadi salah satu program yang efektif dari
pemerintah dalam mewujudkan pemerataan pendidikan di Indonesia.
Abstract: This study aimed to determine the effort to equalize the quality of education
through zoning program in the elementary school. This research was a literature study that
discussed school zoning programs as an effort to distribute education. Improving the quality
of education could not be separated from educational equity. Equitable education had two key
elements, namely to equip individuals with knowledge that allowed them to take part in all
aspects of life and provided access to education to the widest possible extent for each
individual. One effort to equalize education carried out by the government was the school
zoning program. The result of this study showed that the school zoning program was one of
the government programs in realizing equitable education in Indonesia.
[Type text]