Resume Hukum Adat Pertemuan 1-15
Resume Hukum Adat Pertemuan 1-15
PERTEMUAN 1-15
DISUSUN OLEH :
Ilham Ramadhan
1910012111070
DOSEN PENGAMPU :
Adri S.H., M.H.
1. PERSEKUTUAN HUKUM
Persekutuan hukum (rechtsgemeenschap) adalah perikatan atau perkumpulan antar manusia yang
mempunyai anggota-anggota yang merasa dirinya terikat satu-sama lainnya dalam satu kesatuan yang
penuh solidaritas, dimana dalam anggota-anggota tertentu berkuasa untuk bertindak atas nama
mewakili kesatuan itu dalam mencapai kepetingan atau tujuan bersama.
• Harta kekayaan.
• Pengurus sendiri yaitu yang diketuai oleh Penghulu Andiko, sedangkan Jurai dikepalai oleh seorang
Tungganai atau Mamak kepala waris.
Van Vollenhoven dalam bukunya "Adatrecht-I" menguraikan tentang Tata Persekutuan Hukum dari
masing-masing wilayah hukum menurut bentuk susunan masyarakat yang hidup di daerah-daerah,
yaitu:
• sifat dan tata susunan itu erat hubungannya dengan sifat, serta susunan tiap-tiap jenis badan
persekutuan yang bersangkutan.
3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah Kampar, Kerinci)
5. Sumatera Selatan
• Bengkulu (Renjang)
• Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang Bawang)
• Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
• Jambi (Batin dan Penghulu)
• Enggano
8. Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak
Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat
Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan,
To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna)
13. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
15. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur,
Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima.
16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok,
Sumbawa).
17. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur,
Surabaya, Madura).
Susunan kepengurusan atau pemerintahan adat yang bersifat territorial menunjukkan adanya jalinan
hubungan kewargaan adat yang bersifat kekeluargaan dalam ketetanggaan terdapat pada beberapa
daerah berikut diantaranya.
Di Jawa dan Madura, suatu desa merupakan tempat kediaman yang meliputi beberapa pedukuhan.
Dukuh yang utama yakni tempet kedudukan kepala desa disebut krajan. Sedangkan dukuh-dukuh
lainnya terletak tidak begitu jauh dari pusat desa. Kepala desa dijabat turun temurun yang disebut
lurah, kuwu, bekel, petinggi dengan staf pembantunya disebut carik atau juru tulis, kami Tuwa (kepala
pedukuhan), Bahu, Kebayan, Modin (urusan agama), Jogoboyo (keamanan).
Para warga desa di Jawa dapat dibedakan antara mereka yang disebut Kuli Kenceng (pribumi, sikep,
baku, gogol) ialah keluarga-keluarga terhomat pendiri asal desa yang mempunyai rumah dan tanah
pekarangan, sawah, dan peladangan yang luas. Mereka merupakan sesepuh desa dan menjadi
pemegang kendali pemerintahan desa.
b. Daerah Aceh
Tempat kediaman disebut mukim, atau daerah yang dahulu dipimpin oleh uleebalang. mukim ini
merupakan satu kesatuan dari beberapa gampong (kampung) dan juga mennasah (lembaga agama).
Setiap gampong dipimpin oleh seorang keucik dan imeum sebagai imam atau teuku meunasah.
Kepengurusan dari suatu gampong dilaksanakan oleh keucik dan teuku meunasah yang didampingi
oleh ureng tuha (majelis tua kampung). Untuk mengatur kehidupan warga diterapkan hukum adat dan
hukum islam.
Masyarakat terdiri dari orang-rang palembang, Ogan, Pasemah, Semendo dan Komering yang
menyebut “Marga” sebagai desa yang terdiri dari beberapa dusun. Kepala Marga disebut Pasirah,
dengan gelar Pangeran atau Depati, sedangkan para kepala dusun disebut Krio, mangku atau prowarin.
Para staf pembantunya disebut punggawa. Dalam susunan yang sama, hal ini juga berlaku di Bangka
dan Belitung.
d. Daerah-daerah Melayu
Masyarakat adat melayu tersebat diberbagai tempat, mulai dari medan, riau (pantai timur sumatera
sampai pantai timur kamimantan). Termasuk pula masyarakat adat yang Goorontalo dipimpin oleh
“Marsaoleh” yang kepal adusunnya disebut “Kimelaha”, pelaksanaan pengurusan adat dibantu oleh
“probis” dan tua-tua kerabat yang disebut “tenggol”.
Merupakan suatu kesatuan masyarakat yang teratur, terikat, suatu garis keturunan yang sama dari satu
leluhur, langsung hubungan darah, atau tidak langsung yang berupa perkawinan atau tali adat.
Masyarakat hukum genealogis diantaranya adalah: antara kewargaan adat yang tidak hanya bersifat
kekeluargaan dalam hubungan ketetanggaan tetapi juga bersifat hubungan keturunan dan
kekerabatan.
b. Daerah Batak
Kepengurusan dalam pemerintahan adat batak dapat dibedakan menjadi 3 bidang yaitu bidang urusan
adat, bidang urusan pemerintahan, dan bidang urusan keagamaan.di daerah batak sebelah utara,
bagaian urusan pemerintahan umum biasanya dipegang oleh wakil keturunan yang menguasai tanah,
marga tanah. Para wakil marga tanah ini yang secara turun temurun menjadi kepala Huta (kuta) yang
disebut “Raja ni Huta” atau “Raja Urung” di Karo, atau “Sibayak” untuk bagian-bagian kerajaan.
c. Daerah Minangkabau
Kepengurusan terhadap anak kemenakan dalam keluarga (paruik) dipimpin oleh “mamak kepala waris”
yang terutama berkedudukan sebagai “tungganai” dari suatu rumah gadang dalam satu kesatuan
payung atau suku dibawah pimpinan seorang yang berkedudukan sebagai penghulu. Dilihat dari sistem
kepengurusan dalam pemerintahan adatnya dapat dibedakan dari dua kelarasan yaitu laras
Bodicaniago dan laras Kotopiliang.
d. Daerah Lampung
Dilingkungan masyarakat adat pesisir kewargaan adatnya dibedakan menurut susunan “kesebatinan”
yaitu “kesebatinan marga”, “kesebatinan pekon”, dan “kesebatinan suku” yang tetap tidak berubah.
Sistem pemerintahan marga yang bersifat territorial di lampung berlaku sejak 1952, pemerintah umum
dilaksanakan oleh seorang Camat yang membawahi kepala-kepala kampung, sedangkan pemerintahan
adat kekerabatan kembali semata-mata menjadi urusan para penyeimbang adat menurut marga
adatnya masing-masing.
3. Kepengurusan Masyarakat Adat-Keagamaan.
Masyarakat adat di Indonesia walaupun sudah banyak menjadi penganut agama islam. Kristen/katolik
dan Hindu/Buddha. Masih banyak juga yang menganut kepercayaan lama yang beranekaragam. Ada
yang dianut bercampur dengan agama tanpa kesatuan anggota dan ada pula yang merupakan
kesatuan-kesatuan warga sendiri, dengan memiliki kepengurusan sendiri, memelihara dan memuja
tempat atau benda keramatnya, sehingga mempunyai tata tertib hukum keagamaan sendiri, yang
berbeda antara yang satu dengan yang lain.
b. Didaerah Minahasa walaupun masyarakat adatnya pada umumnya sudah menganut agama kristen,
masih juga terdapat masyarakatnya yang percaya pada “opo” atau “datu” yaitu ruh nenek moyang ,
dan ruh-ruh lain atau hantu-hantu yang disebut mereka “panunggu” , ”Lulu”, “Puntianak”, “pok-pok”
dan sebagainya. Ruh-ruh nenek moyang disebut “Mukur” dan berada disekitar kediaman manusia.
Menurut pemikikiran orang Minahasa “jiwa” itu mempunyai tiga unsur, yaitu “gegenang” (ingatan),
“pemendam” (perasaan) dan “keketer” (tenaga). Orang mati yang ketika hidupnya baik akan menjadi
ruh yang baik, tetapi orang mati yang waktu hidupnya jahat atau mati karena bunuh diri atau karena
kecelakaan akan menjadi ruh yang jahat. Upacara pemujaan terhadap ruh , agar lepas dari bencana
atau tidak terkena penyakit, dilakukan oleh seorang dukun yang disebut “Tonaas” atau “Walian”, yang
mempunyai ilmu “Makatan” yang dapat menyembuhkan dari berbagai macam penyakit. “mamak
kepala waris” yang terutama berkedudukan sebagai “tungganai” dari suatu rumah gadang dalam satu
kesatuan payung atau suku dibawah pimpinan seorang yang berkedudukan sebagai penghulu. Dilihat
dari sistem kepengurusan dalam pemerintahan adatnya dapat dibedakan dari dua kelarasan yaitu laras
Bodicaniago dan laras Kotopiliang.
c. Daerah Lampung
Dilingkungan masyarakat adat pesisir kewargaan adatnya dibedakan menurut susunan “kesebatinan”
yaitu “kesebatinan marga”, “kesebatinan pekon”, dan “kesebatinan suku” yang tetap tidak berubah.
Sistem pemerintahan marga yang bersifat territorial di lampung berlaku sejak 1952, pemerintah umum
dilaksanakan oleh seorang Camat yang membawahi kepala-kepala kampung, sedangkan pemerintahan
adat kekerabatan kembali semata-mata menjadi urusan para penyeimbang adat menurut marga
adatnya masing-masing.
Nama : ILHAM RAMADHAN
NPM : 1910012111070
Kelas : IH 4B
Ruang : 2533
Hari/Tgl : Rabu, 24 Maret 2021
Jam : 07.30-10.00
Dosen : Adri S.H., M.H.
PERTEMUAN 4
HUKUM PERORANGAN DAN KELUARGA
1. MANUSIA DAN BADAN HUKUM SEBAGAI SEBAGAI SUBJEK HUKUM
Pada azasnya manusia (naturlijk persoon) merupakan subjek hukum (pendukung hak dan
kewajiban) sejak lahirnya sampai meninggal. Dapat dihitung surut, apabila
memang untuk kepentingannya, dimulai ketika orang tersebut masih berada di dalam
kandungan ibunya. (Teori Fiksi Hukum). Bahkan pasal 2 KUH.Perdata mengatakan :
“ Anak ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah dilahirkan (menjadi subjek
hukum) bila mana kepentingan sianak menghendakinya misal mengenai pewarisan dan jika
sianak mati sewaktu dilahirkan dianggap sebagai tidak pernah ada.”
2.KETURUNAN
Di negara Indonesia dikenal 3 (tiga) macam sisitem keturunan, yaitu:
A. Masyarakat Keibuan
Masyarakat keibuan (matrilineal) adalah suatu sistem kemasyarakatan dimana seoraang
menarik garis keturunan melalui ibu, terus keatas ke ibu dari ibu dan seterusnya hingga
berakhir pada suatu kepercayaan bahwa ada ibu asal. Dalam segenap sistem ini, ibulah yang
berkuasa atas harta benda dan atas pendidikan dan keserasian dalam masalah
keluarga.
B. Masyarakat Kebapakan
Masyarakat dengan garis keturunan bapak (patrilineal) adalah sistem kekeluargaan
dengan para anggota masyarakat hukum yang menarik garis keturunan secara konsekuen
melalui garis laki-laki atau bapak. Masyarakat kebapakan adalah suatu masyarakat yang
terbagi dalam klan-klan kebapakan, yang anggotanya menaarik garis keturunan secara
konsekuen dan berdasar pandangan yang bersifat religio magis melalui garis ayah atau laki-
laki.
Sistem perkawinan yang cocok untuk mempertahankan garis bapak adalah kawin jujur atau
sering disebut dengan eksogami jujur. Ini merupakan suatu keharusan laki-laki dan
perempuan yang bertalian klan itu, dengan pemberian barang yang bersifat magis
religius, perempuan dilepaskan dari ikatan klannya dan dimasukkan kedalam anggota klan
suaminya dan selanjutnya berhak, bertugas dan berkewajiban dilingkungan suami.
Istilah orang tua secara sempit dapat diartikan sebagai orang tua suami istri, yaitu ibu dan
ayah dari anak-anak. Sedangkan istilah orang tua dalam arti yang luas yaitu mencakup
saudara-saudara sekandung ayah menurut garis laki-laki atau saudara-saudara sekandung ibu
menurut garis wanita, yang ikut bertanggung jawab terhadap anak kemenakan.
Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya adalah seimbang menurut kedudukan
dan tanggung jawabnya masing-masing dalam keluarga / rumah tangga. Orang tua sebagai
suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat (Pasal 30 Undang-undang No. 1 tahun 1974).
Dalam hukum adat tidak dikenal apa yang dimaksud dengan lembaga pencabutan kekuasaan
orang tua terhadap anak-anaknya sebagaimana ketentua pasal 49 undang-undang no. 1
tahun 1974, karena hukum adat yang berlaku pada masing-masing kekerabatan sudah ada
ketentuan yang bersifat tradisional.
6. PENGANGKATAN ANAK
Mengangkat anak (adopsi) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam
keluarga sendiri sehingga timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti yang ada
antara orang tua dengan anak kandung sendiri. Dilihat dari sudut anak yang dipungut, maka
dapat dibedakan beberapa macam, sebagai berikut:
a. Mengangkat Anak bukan Warga Keluarga
Lazimnya tindakan ini disertai dengan penyerahan barang-barang magis atau sejumlah uang
kepada keluarga anak semula. Alasan adopsi pada umumnya takut tidak ada
keturunan. Kedudukan hukum anak adopsi ini adalah sama dengan anak kandung suami istri
yang mengangkatnya, sedangkan kekeluargaan dengan orang tua sendiri secara adat menjadi
putus.
Adopsi harus terang artinya wajib dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan
kepala adat. Hal demikian terdapat di daerah Gayo, Lampung, Pulau Nias dan Kalimantan.
b. Mengangkat Anak dari Kalangan Keluarga
Alasan mengadopsi anak ini sama dengan yang di atas, yaitu karena takut tidak mempunyai
keturunan.
Di Bali perbuatan ini disebut nyentanayang, adapun dalam keluarga dengan selir-selir, maka
apabila isterinya tidak mepunyai anak, biasanya anak-anak dari selir-selir itu
diangkat untuk dijadikan anak istrinya.
c. Mengangkat Anak dari Kalangan Keponakan-Keponakan
Perbuatan ini terdapat di Jawa, Sulawesi dan beberapa daerah lain. Sebab pengankatan
keponakan sebagai anak karena;
a. Tidak punya anak sendiri
b. Belum dikaruniai anak
c. Terdorong oleh rasa kasihan
Sesungguhnya perbuatan ini merupakan pergeseran kekeluargaan dalam lingkungan
keluarga. Lazimnya ini tidak disertai dengan pembayaran atau penyerahan barang. Tetapi di
Jawa Timur sekedar sebagai tanda bahwa hubungan anak dengan orang tuanya terputus
(pedot), orang tua kadung anak tersebut diberi uang sejunlah rongwang segobang (=17 ½ sen
) sebagai syarat. Sedangkan di Minahasa diberi tanda yang disebut parade sebagai
pengakuan. Selain itu dikenal juga dengan istilah pemungutan anak yang maksud serta
tujuannya buakn semata karena untuk memperoleh keturunan melainkan lebih untuk
memberikan kedudukan hukum kepada anak yang dipungut agar lebih baik dan
menguntungkan dari semula. Misalnya mengangkat anak laki-laki dari selir (Lampung, Bali)
dan mengangkat anak tiri menjadi anak sendiri.
Perlu ditegaskan, bahwa anak yang diangkat itu pada umumnya mereka yang belum kawin
dan kebanyakan anak yang belum dewasa. Sedangkan yang mengangkat
biasanya orang yang sudah menikah serta yang berumur jauh lebih tua dari pada anak
angkatnya, sehingga anak tersebut memang pantas diangkat menjadi anaknya. Mungkinkah
adopsi dicabut atau digugurkan? Adopsi pada asasnya dapat digugurkan atau dicabut dalam
hal-hal yang dapat juga menjadi alasan untuk membuang anak kandung sendiri dari
lingkungan keluarga.
konsekuen dan berdasar pandangan yang bersifat religio magis melalui garis ayah atau
laki-laki. Sistem perkawinan yang cocok untuk mempertahankan garis bapak adalah kawin
jujur atau sering disebut dengan eksogami jujur. Ini merupakan suatu keharusan laki-laki
dan perempuan yang bertalian klan itu, dengan pemberian barang yang bersifat magis
religius, perempuan dilepaskan dari ikatan klannya dan dimasukkan kedalam anggota klan
suaminya dan selanjutnya berhak, bertugas dan berkewajiban dilingkungan suami.
Istilah orang tua secara sempit dapat diartikan sebagai orang tua suami istri, yaitu ibu dan
ayah dari anak-anak. Sedangkan istilah orang tua dalam arti yang luas yaitu mencakup
saudara-saudara sekandung ayah menurut garis laki-laki atau saudara-saudara sekandung
ibu menurut garis wanita, yang ikut bertanggung jawab terhadap anak kemenakan.
Hak dan kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya adalah seimbang menurut kedudukan
dan tanggung jawabnya masing-masing dalam keluarga / rumah tangga. Orang tua sebagai
suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat (Pasal 30 Undang-undang No. 1 tahun 1974).
Dalam hukum adat tidak dikenal apa yang dimaksud dengan lembaga pencabutan kekuasaan
orang tua terhadap anak-anaknya sebagaimana ketentua pasal 49 undang-undang no. 1
tahun 1974, karena hukum adat yang berlaku pada masing-masing kekerabatan sudah ada
ketentuan yang bersifat tradisional.
Pada umunya hubungan anak dengan keluarga ini (kelompok kekerabatan) sangat
tergantung dari keadaan social dalam masyarakat yang bersangkutan. Seperti yang telah
diketahui di awal bahwa di Indonesia ini terdapat persekutuan yang susunan berlandaskan
tiga macam garis keturunan yaitu keturunan ibu, keturunan bapak, dan keturunan ibu bapak.
Maksudnya dalam garis keturunan bapak dan ibu (bilateral), hubungan anak dengan pihak
bapak dan ibu sama eratnya, derajatnya ataupun pentinganya. Lain halnya dalam garis
keturunan unilateral (patrilineal atapun matrilineal) adalah tidak sama eratnya, derajatnya
ataupun pentinganya.
Apabila dalam suatu keluarga, salah satu dari orang tuanya bapak atau ibunya sudah tidak
ada lagi, maka anak-anak yang belum dewasa dipelihara oleh salah satu orang tuanya yang
masih hidup.
Jika kedua orang tuanya tidak ada, maka yang memelihara anak-anak yang ditinggalkan
adalah salah satu dari kelurga yang terdekat dan yang paling memungkinkan untuk
keperluan itu. Dalam keadaan demikian biasanya tergantung pada anak diasuh dimana pada
waktu ibu dan bapaknya masih ada, kalau biasanya diasuh dikeluarga ibu, maka anak akan
diasuh oleh keluarga ibu dan sebaliknya.
Dalam keluarga matrilineal, jika bapaknya meninggal dunia, maka ibunya meneruskan
kekuasannya terhadap anak-anak yang belum dewasa. Jika ibunya yang meninggal dunia,
maka anak-anak yang belum dewasa berada pada kerabat ibunya serta dipelihara terus oleh
kerabat ibunya yang bersangkutan, sedangkan hubungan antara anak dengan bapaknya
dapat terus dipelihara.
Dalam keluarga yang patrilineal jika bapaknya meninggal dunia, maka ibunya terus
memelihara anak-anak yang belum dewasa, jika ibunya meninggalkan rumah dan pulang
kerumah lingkungan keluarganya atau kawin lagi, maka anak-anak tetap pada kekuasaan
keluarga almarhum suaminya.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas, makin hari atau lambat laun mengalami perubahan
dan penyimpangan-penyimpangan menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dan
cara berfikir masyarakat yang modern.
6.PENGANGKATAN ANAK
Mengangkat anak (adopsi) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam
keluarga sendiri sehingga timbul suatu hubungan kekeluargaan yang sama seperti yang ada
antara orang tua dengan anak kandung sendiri. Dilihat dari sudut anak yang dipungut, maka
dapat dibedakan beberapa macam, sebagai berikut:
a. Mengangkat Anak bukan Warga Keluarga
Lazimnya tindakan ini disertai dengan penyerahan barang-barang magis atau sejumlah uang
kepada keluarga anak semula. Alasan adopsi pada umumnya takut tidak ada
keturunan. Kedudukan hukum anak adopsi ini adalah sama dengan anak kandung suami istri
yang mengangkatnya, sedangkan kekeluargaan dengan orang tua sendiri secara adat
menjadi putus.
Adopsi harus terang artinya wajib dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan
kepala adat. Hal demikian terdapat di daerah Gayo, Lampung, Pulau Nias dan Kalimantan.
Perlu ditegaskan, bahwa anak yang diangkat itu pada umumnya mereka yang belum kawin
dan kebanyakan anak yang belum dewasa. Sedangkan yang mengangkat
biasanya orang yang sudah menikah serta yang berumur jauh lebih tua dari pada anak angkatnya,
sehingga anak tersebut memang pantas diangkat menjadi anaknya. Mungkinkah adopsi dicabut atau
digugurkan? Adopsi pada asasnya dapat digugurkan atau dicabut dalam hal-hal yang dapat juga
menjadi alasan untuk membuang anak kandung sendiri dari lingkungan keluarga.
Nama : ILHAM RAMADHAN
NPM : 1910012111070
Kelas : IH 4B
Ruang : 2533
Hari/Tgl : Rabu, 7 April 2021
Jam : 07.30-10.00
Dosen : Adri S.H., M.H.
PERTEMUAN 5 DAN 6
HUKUM KEKERABATAN DAN PERKAWINAN
1. ARTI PERKAWINAN
Perkawinan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam hal ini perjanjian
antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan material, yakni membentuk
rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal itu haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, sebagai asas pertama dalam Pancasila. Dalam buku Hukum Adat, perkawinan
adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat kita, sebab
perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan pria bakal mempelai saja, tetapi juga
orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan keluarga-keluarga mereka
masing-masing.
2. PERTUNANGAN
Pertunangan merupakan suatu perbuatan permulaan sebelum dilangsungkannya suatu
perkawinan. Pertunangan timbul setelah ada persetujuan antara kedua belah pihak laki-laki
dan perempuan untuk mengadakan perkawinan. Persetujuan ini dicapai oleh kedua belah
pihak setelah lebih dahulu melakukan lamaran yaitu permintaan atau pertimbangan yang
dikemukakan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Pertunangan secara perbuatan
dapat dikatakan telah mengikat kedua belah pihak hal ini disertai dengan adanya
penyerahan tanda pengikat. Dimana dalam hal ini, telah dicapainya suatu kesepakatan
antara kedua belah pihak untuk saling mengikatkan kedua pihak (laki-laki dan perempuan)
untuk melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi yaitu perkawinan.
Pertunangan di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan hukum. Dalam hukum adat
Indonesia, pertunangan di atur dalam hukum adat masing-masing daerah. Pertunangan
dilakukan orang tua kedua belah pihak sendiri atau dengan 2 seorang utusan duta atau
orang yang mewakili keluarga pihak laki-laki. Istilah pertunangan tidak dikenal dalam Hukum
Islam, melainkan istilah peminangan atau khitbah yang dimuat dalam Kompilasi Hukum
Islam (selanjutnya disebut dengan KHI). Peminangan atau khitbah dapat diartikan sebagai
suatu kegiatan ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara laki-laki dan perempuan
yang tidak hanya dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari pasangan jodoh, akan
tetapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya. Pertunangan menurut
hukum Barat tidak diatur secara jelas di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(selanjutnya disebut dengan KUHPerdata). Dalam KUHPerdata hanya mengatur mengenai
janji kawin yang terdapat pada Pasal 58 KUHPerdata.
3. PERKAWINAN TANPA LAMARAN DAN PERTUNANGAN
Khitbah merupakan lamaran di mana seorang laki-laki berniat untuk menikahi seorang
perempuan pilihannya untuk dijadikan sebagai istri.Khitbah di dalam agama Islam ada dua
jenis yakni khitbah tashrih (diungkapkan secara terang-terangan) dan khitbah ta'ridh
(diungkapkan dengan cara sindiran). menurut jumhur ulama,khitbah bukanlah bagian dari
syarat sahnya pernikahan. Oleh sebab itu, pernikahan tanpa terlebih dahulu melakukan
lamaran hukumnya tetap sah.
4. BENTUK DAN SYSTEM PERKAWINAN
A. Sistem perkawinan
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Tuhan YME. Di dalam hukum perkawinan adat dikenal adanya beberapa sistem
perkawinan yaitu:
• Perkawinan monogami adalah perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita.
Bentuk perkawinan ini paling ideal dan sesuai dengan ajaran agama serta Undang- Undang
perkawinan.
• Perkawinan poligami adalah perkawinan antara seorang pria dengan lebih dari satu wanita
ataupun perkawinan antara seorang wanita dengan lebih dari satu pria.
Berkaitan dengan poligami ini kita mengenal juga perkawinan poliandri yaitu perkawinan
antara seorang wanita dengan lebih dari satu pria.
• Perkawinan eksogami adalah perkawinan antara pria dan wanita yang berlainan suku dan
ras.
• Perkawinan endogamy adalah perkawinan antara pria dan wanita yang berasal dari suku
dan ras yang sama.
• Perkawinan homogami adalah perkawinan antara pria dan wanita dari lapisan sosial yang
sama. Contohnya, pada zaman dulu anak bangsawan cenderung kawin dengan anak orang
bangsawan juga.
• Perkawinan heterogami adalah perkawinan antara pria dan wanita dari lapisan sosial yang
berlainan.
• Perkawinan cross cousin adalah perkawinan antara saudara sepupu, yakni anak saudara
laki-laki ibu (anak paman) atau anak dari saudara perempuan ayah.
• Perkawinan parallel cousin adalah perkawinan antara anak-anak dari ayah mereka
bersaudara atau ibu mereka bersaudara.
• Perkawinan Eleutherogami adalah seseorang bebas untuk memilih jodohnya dalam
perkawinan, baik itu dari klen sendiri maupun dari klen lainnya.
B. Bentuk perkawinan
a). Bentuk perkawinan menurut susunan kekerabatan
• Perkawinan pada susunan kekerabatan patrilineal, si wanita berpindah ke dalam
kekerabatan suaminya dan melepaskan diri dari kerabat asal.
1. SEJARAH MINANGKABAU,