Anda di halaman 1dari 11

PEMIKIRAN POLITIK BARAT

Kontrak Sosial
Jean Jacques Rousseau (1712-1778)

Disusun oleh :
WIWIT TRI RAHAYU
(071311233082)

MAHASISWA DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan
karuniaNya, sehingga makalah mata kuliah Pemikiran Politik Barat ini dapat diselesaikan
tepat waktu tanpa adanya kendala-kendala yang berarti. Makalah ini berisi kajian tentang
Jean Jacques Rousseau beserta teorinya, kontrak sosial. Makalah ini mencoba mengulas
biografi, latar belakang, teori-teori, dan juga karya J.J, Rousseau.

Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh pihak yang telah sedikit banyak membantu
dalam proses pembuatan makalah ini, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bantuan
tersebut sangat membantu penyelesaian makalah ini. Semoga Tuhan yan Maha Esa membalas
segala kebaikan pihak-pihak tersebut dan meridhoi atas selesainya makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat serta dapat membantu proses
belajar bagi siapa saja yang menggunakannya dengan baik dan benar. Amin.

Surabaya, 31 Desember 2014

Penulis

1
Daftar Isi

 Kata Pengantar ......................................................................................... 1


 Daftar Isi .................................................................................................. 2
 BAB I : PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ......................................................................... 3
2. Tujuan Penulisan ...................................................................... 3
 BAB II : PEMBAHASAN
1. Biografi dan Latar Belakang J.J. Rousseau ............................. 4
2. Teori-Teori J.J. Rousseau
a. Kodrat Manusia ......................................................... 5
b. Kontrak Sosial ........................................................... 6
c. Kedaulatan dan Kehendak Umum ............................ 7
d. Demokrasi Langsung ................................................ 8
 BAB III : PENUTUP
1. Kesimpulan .............................................................................. 9
2. Opini ........................................................................................ 9
 Daftar Pustaka .......................................................................................... 10

2
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Jean Jacques Rousseau merupakan seorang filsuf yang memiliki banyak pemikiran
dalam dunia politik, sehingga perlu untuk mengkaji lebih dalam tentang pemikirannya
terhadap negara dan perpolitikan yang ada di dalamnya. Hal ini diharapkan agar pemikiran J.
J. Rousseau dapat dikelola secara baik setelah mengetahui teori-teori yang disampaikan.
Makalah ini, selain sebagai tugas mata kuliah, juga bertujuan untuk menyebarkan pemikiran
J. J. Rousseau melalui tulisan.

I.2 Tujuan Penulisan


Dengan rumusan masalah yang telah diutarakan di atas, tujuan penulis dalam
pembuatan makalah tentang penyimpangan sosial ini adalah agar pembaca dapat :

 Mengetahui dan memahami biografi J. J. Rousseau


 Mengetahui dan memahami teori-teori J. J. Rousseau

3
BAB II
PEMBAHASAN

II. 1. Biografi dan Latar Belakang J. J. Rousseau


Jean Jacques Rousseau merupakan seorang filsuf yang terlahir di Jenewa, Swiss pada
28 Juni 1712. Kehidupannya tidak begitu bahagia, ibunya, Suzanne Benard, meninggal
sembilan hari setelah kelahirannya akibat komplikasi saat melahirkan. Ayahnya, Isaac
Rousseau pergi meninggalkan Jenewa pada tahun 1722 karena sebuah perkelahian yang
mengancamnya ke penjara. Namun Rousseau banyak mempelajari pemikiran-pemikiran
filosofis dari ayahnya, termasuk kecintaannya terhadap budaya Romawi. Rousseau dengan
agama Calvinis melarikan diri dari rumah pada umur 16 tahun dan menjadi seorang Katolik.
Pelarian ini ia gunakan untuk mengelilingi Eropa, dan ia menetap di Paris. Rousseau penuh
dengan pengalaman serta tidak takut untuk melakukan apapun. Ia pernah menjadi pembantu
Madame de Warens serta menjadi anak didiknya. Madame de Warens pun akhirnya menjadi
kekasihnya dengan tetap memperhatikan pendidikannya, Rousseau disekolahkan di Sekolah
Katolik untuk mendalami seni (Anon, 2008). Dalam pekerjaannya sebagai sekretaris,
Rousseau menyamar menjadi Jacobit Scotis sebelum akhirnya menjadi Duta Besar Prancis di
Venice pada tahun 1743. Kemudian Rousseau menemukan cinta sejatinya pada 1745, yaitu
Thérèse de Vasseur, seorang pembantu yang bekerja di hotel tempat ia tinggal di Paris.
Rousseau dan Thérèse dianugerahi lima orang anak yang kelimanya diserahkan Rousseau
kepada panti asuhan untuk anak terlantar. Sikap Rousseau tentu tidak mencerminkan sisi
romantisisme, namun di sisi lain hal ini menunjukkan kelihaian Rousseau untuk hidup dalam
kontradiksi (Osborne, 2001: 95).

Filsafatnya pun tentu tidak jauh berbeda dengan keadaan hidupnya yang sebenarnya.
Rousseau hidup dalam keadaan konflik yang bertubi-tubi di bawah kekuasaan absolutisme
Prancis dengan Raja Louis XIV. Rousseau memberikan kisah dari hal yang tidak patut ditiru
hingga berbagai hal hebat yang membuat orang tertarik. Rousseau bahkan seperti Lothario
yang imoral dengan keputusan mengirimkan kelima anaknya yang baru lahir ke panti asuhan.
Filsafatnya yang penuh dengan gejolak emosional merupakan cerminan kisah hidupnya. Dari
berbagai konsep yang ia tawarkan, terlihat bahwa Rousseau adalah seorang rasional romantis.
Rousseau menulis autobiografi dengan judul Confession, yang menceritakan dirinya sebagai
orang modern yang tersisih. Rousseau mendapatkan banyak kritik terhadap pemikirannya
yang terkesan anti-mainstream karena berbeda dengan pemikiran filsuf lainnya. Voltaire pun
secara jelas menyatakan kebenciannya kepada Rousseau. Rousseau secara tidak langsung
beranggapan bahwa seni dan sains justru memerosotkan manusia. Ia menyatakan bahwa
sebelum kedua hal tersebut berkembang manusia memang kasar, namun memiliki sikap
natural. Rousseau memimpikan keadaan manusia yang harmonis dan melekat dengan

4
kesatuan organiknya. Rousseau dengan romantisisme ditunjukkan dengan keinginannya
menempatkan perasaan pada keutamaan, dan hati di atas akal (Osborne, 2001: 96).

J. J. Rousseau memulai karir menulisnya setelah ia bertemu dengan filsus Perancis,


Denis Diderot, pada akhir tahun 1740. Rousseau ikut memberikan kontribusi dalam penulisan
“Encyclopédie” yang dikerjakan bersama. Namun, Diderot kemudian menganggap Rousseau
terlalu jauh dari pemikirannya dan meninggalkannya. Diderot bahkan menganggap Rousseau
sebagai pendusta, gagal, pendengki, jahat, dan hypocritical (Anon, 2008). Rousseau
kemudian melanjutkan karir menulisnya diawali dengan buku “Discours sur les Sciences et
les Arts” pada tahun 1750. Lima tahun kemudian ia menulis projek keduanya dengan judul
”Discours sur l’origine et les fondments de l’inegalite” yang juga dikenal dengan
“Discourse in Inequality”. Rousseau bahkan menyempatkan diri untuk menulis novel
romantis berjudul “Julie, ou la nouvelle Héloïse” pada tahun 1761. Pada tahun 1762, ia
menerbitkan dua buku sekaligus. "Du Contrat Social, Principes du droit politique" pada
bulan April dan "Émile, ou de l’Éducation” pada bulan Mei. Buku tersebut menuai kritik
agama sehingga dilarang beredar di Prancis dan Jenewa. Rousseau menulis banyak karya
sebelum akhirnya Tuhan memanggilnya pulang pada 2 Juli 1778. Enambelas tahun
kemudian, jasadnya dipindah- kuburkan di Panthéon dengan hormat (Anon, 2008).

II. 2. Teori-Teori J. J. Rousseau

II. 2. a. Kodrat Manusia


Jean Jacques Rousseau memiliki pandangan yang berbeda dengan para filsuf yang
lainnya mengenai keadaan alamiah manusia. Rousseau juga berbeda dengan apa yang
disampaikan oleh Hobbes. Konsep yang dibawa Rousseau tentang manusia lebih ke arah
pesimistik. Dalam pandangan Rousseau, manusia memiliki sifat dasar baik sebelum akhirnya
terpengaruh oleh keadaan negara. Rousseau memiliki pandangan buruk terhadap negara,
bahkan terhadap disiplin-disiplin ilmu: astronomi buruk karena berakar pada kesalahan
astrologi, matematika dilahirkan dari rasa keserakahan, dan fisika berasal dari kecurigaan
yang sia-sia. Rousseau menganggap keadaan manusia yang liar dan baik diubah oleh
keberadaan negara yang memaksanya untuk menuruti kehendak tertentu. Rousseau mencoba
untuk mengembalikan keadaan asali manusia yang dapat berubah menjadi lebih baik, dari
imoral ke manusia bermoral. Argumen-argumen yang digagas Rousseau terkesan akan
menimbulkan banyak kesalahpahaman apabila dibaca oleh orang awam. Kecenderungannya
tentang kodrat manusia sebenarnya ingin menunjukkan kepada dunia bahwa manusia
sebenarnya dilahirkan bebas dan siap untuk berperang. Kebebasan yang telah dimiliki
manusia sejak awal ini kemudian diberikan kepada negara. Namun, maksud dari Rousseau
yang sesungguhnya adalah manusia memiliki potensi untuk baik meskipun dalam keadaan

5
amoral, tidak diatur oleh hukum melainkan oleh nafsunya. Manusia yang alami merawat
dirinya sendiri untuk menjadi tuan bagi dirinya sendiri (Garvey, 2010: 146).

Rousseau kemudian melihat adanya ketidaksamaan yang disebabkan salah satunya


oleh kekuasaan. Rousseau menilai hal ini dapat terjadi karena kebebasan alamiah manusia
telah mati. Kekuasaan mendorong manusia untuk memiliki hal yang tidak dimiliki oleh orang
lain dan menjadikannya tuan bagi yang tidak memiliki. Terlebih, menurut Rousseau, negara
dengan pangkat yang diberikannya kepada orang adalah ketidaksamaan yang mendorong
adanya perbudakan dan kejahatan. Masyarakat yang dianggap beradab telah merampas
kebebasan alamiah dengan cara-caranya memenangkan pihak yang kuat, kemudian
kemenangan tersebut dijadikan alat untuk memperoleh kekuasaan tunggal dalam tatanan yang
absolut. Sehingga, bagi Rousseau perlu untuk mencari bentuk negara yang baik yang
berdasarkan pada kehendak umum dan kebebasan manusia. Pemikiran-pemikiran akan
konsep inilah yang kemudian mendorong Rousseau untuk melahirkan Kontrak Sosial baru
(Garvey, 2010: 146).

II. 2. b. Kontrak Sosial


Kontrak sosial yang digagas Rousseau merupakan upaya untuk menemukan bentuk
pemerintahan yang mampu menampung dan melindungi kehendak pribadi manusia secara
umum. Sehingga, meskipun manusia terkumpul dalam satu kesatuan masyarakat ia tidak
merasakan sedang berada dalam belenggu yang membatasi kebebasannya. Rousseau
mengaharapkan pemerintahan yang memang terbentuk berdasar pada keinginan anggotanya,
yaitu masyarakatnya, sehingga dalam mematuhi aturan mereka akan mematuhinya sebagai
bagian dari kebebasan yang diciptakannya. Namun, menurut Thomas Hobbes dan John
Locke, hal ini tidak mungkin terjadi. Karena, untuk memperoleh pemerintahan, kebebasan
haruslah diserahkan. Hobbes berpendapat bahwa manusia menyetujui sebuah kontrak
mengindikasikan bahwa mereka menghargai kebebasan di atas dasar kedaulatan. Locke
mengatakan bahwa dengan adanya kontrak berarti manusia telah menyerahkan kebebasannya
untuk menciptakan kedaulatan yang terbebas dari kepentingan pihak. Menurut Rousseau,
manusia bisa menjadi keduanya, yaitu teratur dan bebas. Semua yang perlu dilakukan untuk
mendukung adalah keberadaan perwakilan masyarakat yang benar-benar menampung aspirasi
langsung dan keinginan masyarakat yang sebenarnya. Di sini, Rousseau menambahkan
bahwa kontrak sosial seharusnya, secara partikular, tidak diisi oleh seorang yang dianggap
raja dan dianggap budak. Semua anggota dalam kontrak sosial berstatus sama dalam satu
tubuh untuk menjalankan kepentingan bersama (Garvey, 2010: 149). Kontrak sosial yang
digagas oleh Rousseau sangat mengacu pada general will, karena dianggap akan lebih
mengarah kepada kepentingan bersama (Woolner, 2009: 309).

6
II. 2. c. Kedaulatan dan Kehendak Umum
Hal ini memiliki kaitan erat dengan perkataan Rousseau tentang tubuh politis yang
diciptakan oleh kontrak adalah negara ketika pasif dan kedaulatan ketika aktif. Kedaulatan
memang terlepas dari pemerintahan yang administratif, namun dalam pelaksanaan
pemerintahan kedaulatan diperlukan. Rousseau tidak memungkiri bahwa diperlukan sistem
yang bekerja sama dalam menentukan aturan pemerintahan yang harus tetap berdaulat.
Menurut Rousseau, kedaulatan adalah ketika kepentingan yang dimiliki tidak boleh
berlawanan dengan kepentingan bersama. Kedaulatan selalu mengambil fungsi dari sebuah
keutamaan, dan berada sejajar dengan manusia. Rousseau menambahkan, kepentingan
individu yang banyak mungkin dianggap sebagian orang dapat merusak kberadaan
keadaulatan melalui konflik dan pertikaian. Namun, kepentingan-kepentingan individu
tersebut akan melebur menjadi kepentingan kedaulatan ketika mereka telah berkomitmen
untuk bersama menjadi warga negara (Garvey, 2010: 152).

Kedaulatan dan kehendak umum memiliki kaitan yang tidak dapat dipisahkan.
Kehendak umum muncul melalui pembuat keputusan, yang mana keputusan tersebut diambil
dari kepentingan kedaulatan. Rousseau menunjukkan bahwa sudah seharusnya manusia mulai
berhenti memikirkan kehendak pribadinya dan mengalah untuk kehendak umum yang juga
tidak merugikannya. Rousseau juga menjelaskan tentang perbedaan antara kehendak dan
kehendak umum. Kehendak dapat diartikan sebagai apa yng setiap orang kehendaki, namun
kehendak umum adalah apa yang seharusnya orang-orang kehendaki. Pada kehendak umum,
warga negara diajak untuk berfikir sebagai warga negara dan apa yang harusnya dilakukan
sebagai warga negara. Di sini kemudian dapat ditarik kesimpulan kecil bahwa kedaulatan
adalah ekspresi dari kehendak umum, yang diperoleh dari pemurnian kehedak warga negara
dari kepentingan dan kebaikan bersama. Maka, seseorang yang menolak untuk sejalan
dengan kehendak umum diartikan oleh Rousseau sebagai seseorang yang gagal melatih
kebebasannya (Garvey, 2010: 155).

Rousseau juga menambahkan, mungkin kehendak umum didapatkan tidak dari semua
suara warga negara, namun mayoritas saja. Namun di sini pula Rousseau menekankan pada
kebebasan dan kesamaan. Kesamaan yang lebih mendominasi tentu adalah kebebasan yang
menampung lebih banyak suara. Lebih jauh lagi, Rousseau bahkan menganggap orang yang
keluar dari batas mayoritas kepentinga adalah orang yang tidak seharusnya mempengaruhi
kehendak umum, karena kebebasan yang dimilikinya tidak dialokasikan tepat pada apa yang
seharusnya. Bagaimanapun tetap kaum minoritas memiliki kewajiban untuk menjalankan
keputusan yang telah disepakati, karena ia terikat dengan komitmennya sebagai warga
negara. Kedaulatan dan kehendak umum inilah yang kemudian mengusung pemikiran
Rousseau kepada demokrasi langsung (Wilsoon, 2009: 309)

7
II. 2. d. Demokrasi Langsung
Untuk mendukung pemikirannya mengenai kodrat manusia, kontrak sosial, dan juga
kedaulatan dan kehendak umum, Rousseau memunculkan sistem pemerintahan dengan basis
demokrasi langsung. Dimana para pelaksana dan pembuat hukum dipilih langsung oleh
warga negaranya. Namun, Rousseau juga menyadari bahwa demokrasi langsung tidak dapat
diberlakukan pada negara yang terlalu besar, karena akan sulit untuk menjangkau segala
sesuatunya. Namun negara yang terlalu kecil juga tidak cocok untuk sistem seperti ini, karena
negara kecil cenderung tidak dapat menjamin kebebasan warga negaranya. Sehingga dalam
hal ini diperlukan negara yang tidak terlalu besar dan tidak pula kecil, seperti halnya Jenewa.
Rousseau juga menambahkan bahwa dia lebih menyukai bentuk negara kota pada masa
Yunani Kuno (Wilsoon, 2009: 309).

Demokrasi langsung tentu membutuhkan banyak hal pendukung dalam


pelaksanaannya. Salah satunya adalah dengan pemungutan suara. Di sini Rousseau
menekankan pada jumlah kuantitas pemilih dengan tanpa melihat status kekuasaan. Dengan
demikian, diharapkan yang terpilih adalah representasi dari kehendak umum warga negara.
Dalam pembuatan kebijakan pun suara yang digunakan harus menampung kehendak umum,
oleh karena itu dibutuhkan negara yang tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil. Dalam
hal ini, suara kaum minoritas dianggap sebagai sebuah suara egois yang perlu disadarkan
dengan menciptakan lembaga yang membina rasa kesadaran akan kepentingan bersama
(Situmorang, 2004: 4).

Man was born free, and everywhere he is in chains ~ Jean Jacques Rousseau

8
BAB III
PENUTUP

III. 1. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasannya Rousseau merupakan filsuf
yang juga memiliki pengaruh besar dalam dunia politik. Bahkan pemikirannya pun mampu
mendorong terjadinya Revolusi Perancis. Pemikiran-pemikiran yang digagas oleh Rousseau
secara garis besar searah dengan pengalaman hidupnya yang bergejolak. Teori-teori yang
digagasnya pun berani berbeda dengan filsuf yang lain dan mengabaikan cercaan yang
diterima bahkan dari seorang yang sebelumnya menjadi temannya. Rousseau terus
menunjukkan eksistensinya sebagai “orang modern yang tersisih” melalu tulisan-tulisannya.
Meskipun dua dari tulisannya dianggap terlalu kontroversial dan dilarang beredar di Jenewa
dan Prancis, Rousseau tetap tangguh dan tidak menyerah untuk menyebarluaskan
pemikirannya.

Teori-teori yang digagas seperti konsep tentang kodrat manusia, kontrak sosial,
kedaulatan dan kehendak umum, hingga demokrasi langsung juga menunjukkan sikap
rasional romantisnya. Rousseau menganggap keberadaan manusia yang amoral memiliki
potensi untuk menjadi baik, apabila dikelola oleh sistem yang baik pula. Namun, keadaan
sistem negara yang dilihat Rousseau terlalu buruk untuk menjadikn manusia baik. Maka
diperlukan kontrak sosial yang disepakati untuk menjamin kebebasan manusia secara teratur.
Meskipun terkesan tidak mungkin untuk menggabungkan keteraturan dengan kebebasan,
sebagaimana dinyatakan oleh Hobbes dan Locke, Rousseau tetap percaya hal tersebut dapat
terjadi apabila kesepakatan pada sistem yang ada didasarkan pada kedaulatan dan kehendak
umum. Lebih lanjut lagi, yang akan melahirkan sistem demokrasi langsung. Namun,
demokrasi gagasan Rousseau juga diakui tidak dapat dilaksanakan pada negara yang terlalu
luas dan sempit.

III. 2. Opini
Dari pemaparan makalah di atas dapat diketahui bahwa keadaan hidup seseorang akan
mempengaruhi pola pikir dalam menanggapi sesuatu. Gagasan-gasana Rousseau yang
berbeda menunjukkan pengalaman hidupnya yang juga berbeda. Keputusannya untuk
memberikan kelima anaknya ke panti asuhan bukan tanpa alasan, namun terlihat bahwa
Rousseau ingin memberikan kebebasan natural kepada anak-anaknya tanpa belenggu
peraturan orangtua. Terlihat bahwa Rousseau terlalu mencintai keadaan alamiah manusia
sebelum dibelenggu oleh peraturan negara. Gagasan Rousseau tentang demokrasi langsung
juga menunjukkan dukungannya terhadap kebebasan manusia, meskipun pada kenyataannya
sulit untuk direalisasikan oleh sebuah negara.

9
Daftar Pustaka

Anon, 2008. The Basics of Philosophy: Jean-Jacques Rousseau [online]. Tersedia dalam
http://www.philosophybasics.com/philosophers_rousseau.html. (Diakses pada 28
Desember 2014)
Garvey, James, 2010. 20 Karya Filsafat Terbesar. Diterjemahkan oleh CB. Mulyatno Pr.
Yogyakarta: Kanisius.
Osborne, Richard, 2001. Filsafat untuk Pemula. Diterjemahkan oleh P. Hardono Hadi.
Yogyakarta: Kanisius.
Situmorang, Tonny P., 2004. Pandangan Rousseau Tentang Negara Sebagai
Kehendak       Umum. Universitas Sumatera Utara.
Woolner, H., 2009. To What Extent can Jean-Jacques Rousseau’s ‘The Social Contract’ and
John Berger’s ‘G.’ Be Said to Show Democracy As the Best Political Model for A
Society [pdf]. The University of Nottingham: School pf English Studies.

10

Anda mungkin juga menyukai