Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia ditemukan tiga jenis hama pengisap polong tanaman kacang-

kacangan, yaitu kepik coklat Riptortus linearis F, kepik hijau Nezara viridula Linn

dan kepik hijau pucat Piezodorus hybneri Genn. Kepik hijau N. viridula L.

merupakan hama penting pada beberapa tanaman, termasuk pada kedelai. N. viridula

L tergolong famili Pentatomidae ordo Hemiptera. Kepik hijau ini tersebar di daerah

tropik maupun subtropik seperti di Amerika, Afrika, Asia, Australia dan Eropa

(CABI, 2016).

Usaha tani masih mengandalkan insektisida sintetik untuk mengendalikan

hama. Insektisida sintetik hanya dapat mematikan stadia nimfa dan imago, Namun

stadia telur tidak terpengaruh dan berkembang menjadi stadia dewasa. Sehingga

pengendalian menggunakan insektisida sintetik kurang berhasil. Oleh sebab itu,

diperlukan alternatik pengendalian hama yang efisien, efektif dan ramah terhadap

lingkungan dengan cara menggunakan agen pengendalian hayati.

Pengendalian hayati memiliki beberapa kelebihan di antaranya dapat

mengurangi pencemaran lingkungan bahan kimia dari insektisida, lebih efisien,

berkelanjutan, tidak merusak keragaman hayati, dan kompatibel dengan cara

pengendalian lainnya ( Setiati et al., 2016). Cendawan entomopatogen merupakan

salah satu agen pengendalian hayati yang sering dimanfaatkan untuk mengendalikan

hama tanaman. Salah satu cendawan entomopatogen yang sering digunakan untuk

pengendalian serangga hama adalah cendawan Beauveria bassiana (Bals.). Hal ini
2

disebabkan cendawan entomopatogen cukup efektif dalam menginfeksi terhadap

hama target. Cendawan entomopatogen menginfeksi dengan menembus kutikula

serangga inang, berbeda dengan bakteri dan virus yang harus termakan oleh serangga

inang (Rai et al. 2014). Beberapa alasan lain yang menyebabkan cendawan

entomopatogen menjadi pilihan sebagai pengendali hayati adalah kapasitas

reproduksi yang tinggi, siklus hidupnya pendek, dapat membentuk spora yang tahan

lama di alam maupun dalam kondisi yang tidak menguntungkan, relatif aman, bersifat

selektif, relatif mudah diproduksi, dan sangat kecil kemungkinan terjadi resistensi

(Rustama 2008).

Salah satu media agar yang sering digunakan dalam perbanyakan cendawan

entomopatogen di laboratorium adalah PDA (potato dextrose agar). PDA memilki pH

yang rendah (pH 4,5 sampai 5,6) sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang

membutuhkan lingkungan yang netral dengan pH 7. Beberapa peneliti berhasil

menemukan media alternatif pertumbuhan cendawan dari sumber protein yaitu

kacang tunggak, kacang hijau, dan kacang kedelai hitam (Ravimannan et al. 2014).

Selain penelitian dengan sumber protein, berbagai sumber karbohidrat juga berhasil

digunakan sebagai media alternatif seperti pati singkong (Kwoseh et al. 2012),

sagudan uwi (Tharmila et al 2011), kentang dan umbi palmirah (Martyniuk et al

2011).

Sumber daya alam melimpah yang dapat digunakan sebagai media

pertumbuhan mikroorganisme adalah singkong, ubi jalar, kentang, jagung dan beras.

Cendawan ditumbuhkan di media PDA. Oleh karena itu periu dilakukan penelitian

tentang infektivitas cendawan dari sumber karbohidrat berbeda terhadap telut, untuk
3

mengendalikan populasi di lapangan dan pengendalian sedini mungkin untuk

mencegah kerusakan tanaman akibat serangan

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang akan

dijadikan bahan penelitian yang pertama adalah, Infektivitas cendawan B. bassiana

dari sumber karbohidrat yang berbeda terhadap telur N. viridula L. Kedua, pengaruh

yang diberikan cendawan B. bassiana terhadap telur N. viridula L. Ketiga, pengaruh

yang diberikan cendawan B. bassiana terhadap nimfa N. viridula L. Keempat,

pengaruh yang diberikan cendawan B. bassiana terhadap imago N. viridula L

Kelima, efektivitas cendawan B. bassiana terhadap imago N. viridula L.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan fokus, sempurna, dan mendalam

maka diperlukan pembatasan variabel penelitian. Oleh karena itu dalam penelitian ini

hanya meneliti tentang “Infektivitas cendawan Beauveria bassiana (Bals.) dari

sumber karbohidrat berbeda terhadap telur N. viridula L’’.

D. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas didapatkan beberapa permasalahan, pertama, bagaimana

tingkat infektifitas cendawan B. bassiana dari sumber karbohidrat berbeda terhadap

telur N. viridula L. kedua, apa pengaruh yang diberikan cendawan B. bassiana

terhadap telur N. viridula L.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari infektivitas cendawan B. bassiana

dari sumber karbohidrat berbeda terhadap telur N. viridula L


4

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yang pertama adalah, untuk mengetahui tentang

infektivitas cendawan B. bassiana dari sumber karbohidrat berbeda terhadap telur N.

viridula L, kedua, memberikan informasi tentang infektivitas cendawan B. bassiana

dari sumber karbohidrat berbeda terhadap telur N. viridula L.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
5

A. Kepik hijau (N. viridula L).

N. viridula L. sudah lama dikenal sebagai hama penting tanaman kedelai yang

wilayah sebarannya cukup luas. Hama ini menyerang tanaman kacang-kacangan,

kentang, cabai, kapas, dan tembakau. Menurut Tengkano dkk. (2007), dari survei

tahun 2003 diketahui bahwa kepik hijau merupakan salah satu dari tiga hama yang

sangat penting dan penyebarannya meliputi di 32 lokasi survei di 8 kabupaten di

Provinsi Lampung.

Siklus hidup N. viridula L 31 sampai 76 hari (Gonzales dan Ferrero, 2008).

Imago N. viridula L berukuran panjang 16 mm. Menurut (Fortes dkk. 2006) seekor

imago betina kepik hijau mampu menghasilkan telur berkisar 104-470 butir. Telur N.

viridula L berukuran 1,2 mm x 0.75 mm (Rosita, 2005), dan diletakkan oleh imago

betina secara berkelompok pada permukaan daun. Telur yang baru diletakkan

berwarna kuning pucat, setelah 3-4 hari berubah menjadi kemerah-merahan dan pada

saat akan menetas berwarna merah bata. Lama inkubasi telur berkisar antara 5-7 hari

(Wardani, 2001). Sodig (2009) menyatakan umumnya serangga tertarik kepada

tumbuhan adalah untuk tempat bertelur, berlindung, dan sebagai pakannya.

Selama perkembangannya N. viridula L memiliki lima instar. Nimfa instar

pertama berbentuk bulat telur. Nimfa pada awalnya berwarna kemerah-merahan,

kemudian berubah menjadi coklat muda, pada dorsal abdomen dan bercak putih pada

sisi abdomen. Antenna tegak dan berwarna coklat kekuning-kuningan demikian juga

tungkainya. Mata merah dan rostrum berwarna coklat yang mencapai koksa belakang.

Nimfa instar pertama hidup secara berkelompok dan tidak makan (Squitier, 2017).
6

Nimfa instar dua memiliki warna dasar coklat kehitam-hitaman dengan bintik

putih pada abdomen, mereka menyebar dan mulai aktif makan. Nimfa instar tiga

masih berbentuk bulat telur, hanya ukuran tubuh lebih besar. Kepala dan antena

berwarna hitam, pada kepala terdapat bercak kuning. Toraks berwarna hitam

kecoklatan, demikian juga abdomen atau tungkai. Pada batas toraks dan abdomen

terdapat bercak putih yang berbentuk segi empat. Pada sisi lateral terdapat bercak

putih, berbentuk bulat dan di antara subdorsal dengan dorsal terdapat juga bercak

putih kekuningan yang tidak beraturan. Rostrum berwarna hitam dan masih mencapai

koksa belakang (Squitier 2017, Tarigan 1983).

Nimfa instar empat berwarna hitam atau hijau cerah berbintik putih pada kepala

dan toraks. Pada bagian dorsal toraks terdapat bercak hitam yang tidak beraturan.

Connexivum terdapat pada bagian dorsal abdomen dan berwarna putih kemerahan.

Bagian ventral abdomen berwarna lebih terang dari kepala dan toraks. Antena

berwarna hitam dan pada sambungan ruas berwarna lebih terang (Squitier, 2017).

Nimfa instar lima terjadi perubahan warna, penambahan ukuran, perkembangan

hemelitra dan morfologinya berbeda dengan nimfa instar keempat. Tubuh nimfa

instar kelima berwarna pucat. Antenna terdiri dari lima ruas, berwarna hijau pucat

tetapi pada sambungan ruas kedua, ketiga dan keempat berwarna abu-abu. Mata

merah, gena dan batas luar jagum berwarna hitam. Verteks bercak tua yang tidak

teratur dan bagian ventral kepala berwarna pucat. Pronotum, mesonotum hemilitra

yang telah berkembang hingga batas ruas abdomen dan sisi lateral berwarna jingga

dan hitam. Sisi bagian belakang pronotum berwarna hitam demikian pula pada bagian

depan mesonotum. Tungkai hijau pucat dengan bercak merah muda, tibia belakang
7

hitam, berambut serta tarsus berwarna coklat. Abdomen berwarna hijau muda dan

berbercak sama dengan instar keempat. Connexivum berbercak putih pada bagian

dalam dan subdorsal. Lempeng connexivium berwarna merah terang (Squitier, 2017).

Stadium nimfa berbeda-beda dipengaruhi oleh suhu. Lama siklus hidup kepik hijau

mulai telur hingga dewasa berkisar 35-45 hari (Waterhouse dan Sands, 2001).

Imago N. viridula L memiliiki warna hijau terang baik jantan maupun betina.

Bentuk tubuh dan ukuran imago jantan lebih kecil dibandingkan imago betina, bentuk

tubuh bulat panjang. Bagian ventral tubuh lebih terang dan lebih cembung daripada

bagian dorsalnya. Antena filiform, berwarna hijau terang dan terdiri dari lima ruas.

Pada ujung ruas ketiga, keempat, dan kelima berwarna coklat kemerahan. Mata

majemuk menonjol dan berwarna coklat kehitaman, rostrum berwarna hijau terang.

Hemelitra berwarna hijau dengam membrane hialin. Tungkai berwarna hijau terang

terutama pada bagian femur dan tibia (Squitier, 2017).

B. Kentang

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas yang

mendapat prioritas untuk dikembangkan di Indonesia karena kentang dapat digunakan

sebagai sumber karbohidrat, sumber nutrisi tinggi (terutama vitamin dan mineral),

dan mempunyai potensi dalam diversifikasi pangan.

Tabel 1. Kandungan gizi kentang per 100 gram


8

No. Kandungan Gizi Jumlah

1 Energi 83,00 kal

2 Protein 2,00 gr

3 Lemak 0,30 gr

4 Karbohidrat 19,10 gr

5 Kalsium 11,00 mg

6 Fosfor 56,00 mg

7 Serat 0,30 g

8 Besi 0,30 mg

9 Vitamin B1 0,09 mg

10 Vitamin B 2 0,03 mg

11 Vitamin C 16,00 mg

12 Niasin 1,40 mg

Sumber: Malandhing (2008).

C. Singkong

Tanaman singkong (Manihot utilissima) termasuk tanaman tropis yang berasal

dari Brazil (Amerika Selatan). Singkong memiliki peranan penting sebagai makanan

pokok ke-3 setelah padi dan jagung di Indonesia.

Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat, namun

sangat miskin protein. Sumber protein terdapat pada daun singkong karena

mengandung asam amino dan metionin. Singkong memiliki berbagai kandungan gizi

antara lain kalori, protein, lemak, karbohidrat, air, kalsium, fosfor, besi, asam

askorbat, thiamin, dan vitamin A (Departemen Kesehatan 2005).


9

Tabel 2. Kandungan gizi singkong dalam 100 gram

N Kandungan Gizi Nutrisi

O
1 Magnesium 21 mg
3 Fosfor 27 mg g
4 Karbohidrat 38,06 g
5 Kalsium 16 mg
6 Vitamin C 0,00 mg
7 Protein 1,36 g
8 Besi 0,27 mg
9 Lemak 0,28 g
10 Vitamin B1 0,01 mg
Sumber: USDA, 2000

D. Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan penghasil

karbohidrat, protein, lemak, dan serat yang tinggi diantara jenis umbi-umbian

(Widodo 1989). Selain itu, ubi jalar kaya akan vitamin (B1, B2, C, dan E), mineral

(kalsium, potassium, magnesium, dan zink), dietary fiber serta karbohidrat bukan

serat (Suda et al. 2003). Ubi jalar memiliki berbagai kandungan gizi antara lain air,

pati, protein, gula pereduksi, mineral, lemak, asam askorbat, kalium, sulfur, kalsium,

magnesium, natrium, besi, mangan, vitamin A dan kalori (Kotecha dan Kadam 1998,

Direktorat Gizi Depkes RI 1993).

Tabel 3. Kandungan gizi ubi jalar per 100 gram

NO Kandungan Gizi Jumlah


1 Zat pati 28,79 %
2 Gula reduksi 0,32 %
3 Lemak 0,77 %
4 Protein 0,89 %
5 Air 62,64 %
10

6 Abu 0,93 g
7 Serat 2,79 %
8 Vitamin C 28,68 %
9 Antosianin 0,06 mg
Sumber: Suprapta (2003)

E. Jagung

Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga merupakan sumber protein

yang penting dalam menu masyarakat di Indonesia. Jagung kaya akan komponen

pangan fungsional, termasuk serat pangan yang dibutuhkan tubuh, asam lemak

ensensial, isoflavon, mineral (Ca, Mg, K, Na, P, Ca dan Fe), antosianin, betakaroten

(provitamin A), komposisi asam amino esensial, dan lainnya (Suarni dan Yasin

2011).

Kandungan gizi utama jagung adalah pati (72-73%), dengan nisbah amilosa

dan amilopektin 25-30% : 70-75%, namun pada jagung pulut (waxy maize) 0-7%:

93-100%. Kadar gula sederhana jagung (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisar

antara 1-3%. Protein jagung (8-11%) terdiri atas lima fraksi, yaitu: albumin, globulin,

prolamin, glutelin, dan nitrogen nonprotein (Suarni dan Widowati 2016).

Tabel 4. Kandungan gizi jagung per 100 geram

No Kandungan Gizi Jumlah


1 Energi 96,0 kalori
2 Protein 3,2 g
3 Lemak 1,2 g
4 Karbohidrat 19 g
5 Kalium 218 mg
6 Fosfor 77 mg
7 Besi 0,45 mg
8 Niacin 1,683 mg
9 Vitamin A 10 g
11

10 Gula 3,2 g
Sumber: Larson 2003

F. Beras

Biji padi terdiri atas, sekam, pericarp, aleuron (termasuk di dalamnya,

nucellus dan Seed coat), embrio dan endosperm. Padi tersusun dari zat pati

(endosperm) 89-94%, kulit luar yang disebut sekam (Hull atau Huks) 16-28%,

lapisan aleuron (termasuk di dalamnya, nucellus dan seed coat) 4-6%, kulit ari

(pericarp) 1-2 % dan lembaga (embryo atau germ) 2-3% dari berat gabah (Juliano

1972). Selain mengandung pati, endosperm juga mengandung vitamin, protein,

mineral dan selulosa dalam jumlah kecil (Soedarmo dan Sediaoetama 1977).

Tabel 5. Kandungan gizi beras per 100 gram

NO Kandungan Gizi Jumlah


1 Energi 1,527 Kj (365 kkal)
2 Karbohidrat 79 g
3 Serat pangan 0,12 g
4 Lemak 0,66 g
5 Protein 7,13 g
6 Air 11,62 g
7 Thiamin (Vit. B1) 0,070 mg (5%)
8 Riboflavin (Vit. B2) 0,049 mg (3%)
9 Niasin (Vit. B3) 1,6 mg (11%)
10 Asam Panthotenat (B5) 1,014 mg (20%)
11 Vitamin B6 0,164 mg (13%)
12 Folat (Vit. B9) 8 µg (2%)
13 Kalsium 28 mg (3%)
14 Besi 0,80 mg (6%)
15 Magnesium 25 mg (7%)
16 Mangan 1,088 mg (54%)
17 Fosfor 115 mg (16%)
12

18 Potassium 115 mg (2%)


19 Seng 1,09 mg (11)
Sumber: Sumber Data Nutrisi USDA, 2009.

G. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah cendawan B. bassiana yang di

tumbuhkan pada media yang berbeda memikili tingkat infektivitas yang berbeda pula

terhadat telur N. viridula L.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan.

B. Metodologi Penelitian
13

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Metode Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor satu adalah

kontrol dan jenis media sumber karbohidrat yaitu media dari kentang, beras, ubi jalar,

singkong, dan jagung, faktor dua adalah kerapatan konidia yaitu 10 8, 107, dan 106

konidia/ml.

C. Prosedur Penelitian

1. Perkembangbiakan Kepik Hijau (N. viridula L).

Kelompok telur, nimfa maupun imago diperoleh dari lahan pertanaman yang

telah ditentukan. Sampel N. viridula L. diambil dari lahan pertanian di Desa

Panompuan Jae, yaitu pada lahan pertanaman kacang panjang dan tanaman padi.

Pengambilan sampel N. viridula L berlokasi di Desa Panompuan Jae, Kec. Angkola

Timur, Kab. Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Kelompok nimfa dan imago yang diperoleh dari lapangan dimasukkan ke

dalam kurungan kasa. Di dalam kurungan kasa diisi kacang panjang yang sudah

dicuci dengan air, agar terbebas dari residu insektisida sintetis. Selanjutnya,

kelompok telur, nimfa maupun imago dipelihara di dalam laboratorium. Setiap dua

hari, pakan diganti dengan kacang panjang yang masih segar dan sebelumnya juga

sudah dicuci menggunakan air sebelum dimasukkan ke dalam kurungan.

Masing-masing stadia nimfa yang umurnya sama dimasukkan ke dalam satu

kurungan untuk menghindari kompetisi antar umur stadia serangga. Kelompok imago

juga dimasukkan ke dalam kurungan yang sama untuk mendapatkan telur-telur yang

dihasilkan oleh imago. Kelompok telur yang umurnya sama dikumpulkan menjadi
14

satu ke dalam cawan petri sebagai perlakuan telur. Umur telur yang digunakan

sebagai perlakuan adalah telur yang berumur 2 hari setelah diletakkan imago.

2. Perbanyakan Cendawan di Media PDA

Dalam penelitian ini isolat cendawan yang digunakan adalah Beauveria

bassiana berasal dari BBPPTP (Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman

Perkebunan) Jombang. Isolat cendawan ditumbuhkan pada media PDA. Komposisi

media PDA yang digunakan yaitu kentang 400 g, dextrose 15 g, kloramfenikol 1 g,

agar 15 g dan akuades 1 l (Goettel & Inglis 1997). Media PDA dipadatkan dalam

cawan petri berdiameter 9 cm. Cendawan diinkubasi selama 21 hari pada suhu kamar.

3. Pembuatan Media Perbanyakan

Prosedur pembuatan media perbanyakan dari kentang atau potato dextrose

agar (PDA) dalam penelitian ini adalah kentang yang akan dijadikan media dikupas

dan dicuci menggunakan air bersih, selanjutnya kentang ditimbang sebanyak 400 gr,

kemudian dipotong-potong menjadi bentuk dadu kecil-kecil berukuran ± 1 cm.

Kentang yang telah ditimbang dan dipotong-potong kemudian direbus dengan

akuades sebanyak 1 liter sampai mendidih. Kentang yang sudah matang kemudian

disaring, larutan kentang dimasukkan ke dalam gelas breaker. Selanjutnya

ditambahkan agar dan dextrose masing-masing sebanyak 15 gr diaduk, hingga

merata sambil dipanaskan, akuades ditambahkan hingga mencapai volume 1 liter jika

terjadi penguapan, selanjutnya PDA cair dimasukkan ke dalam botol schott untuk
15

sterilisasi menggunakan autoklaf. Pembuatan media perbanyakan dari ubi jalar dan

singkong prosesnya sama dengan pembuatan media perbanyakan dari kentang.

Sedangkan untuk pembuatan media perbanyakan dari beras adalah beras

ditimbang sebanyak 400 gr, kemudian dicuci sebanyak 3 kali. Selanjutnya direbus

dengan akuades sebanyak 1 liter sampai mendidih, kemudian disaring. Larutan beras

dimasukkan ke dalam gelas breaker dan ditambahkan agar dan dextrose masing-

masing sebanyak 15 gr diaduk hingga merata sembari dipanaskan, akuades

ditambahkan hingga mencapai volume 1 liter jika terjadi penguapan, Media beras

cair dimasukkan ke dalam botol schott untuk sterilisasi menggunakan autoklaf .

Untuk pembuatan media perbanyakan dari jagung, jagung dipisahkan dari tongkolnya

setelah itu dicacah (dipotong kecil-kecil) dan ditimbang sebanyak 400 gr, kemudian

prosesnya sama dengan pembuatan media perbanyakan dari beras.

4. Penyiapan Suspensi Cendawan untuk Pengujian

Masing-masing biakan cendawan dibuat suspensi. Biakan cendawan diambil

konidianya dengan cara menambahkan air steril 10 ml + Tween 20 sebanyak 0,5 ml

pada media PDA yang berisi cendawan entomopatogen, kemudian dikerok dengan

kuas halus. Selanjutnya konidia dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok

menggunakan vortex selama kurang lebih 60 detik. Kerapatan konidia dari masing-

masing suspensi dihitung dengan hemocytometer Neubauer-improved hingga

didapatkan kerapatan konidia yang tertinggi yaitu 108 konidia/ml. Kerapatan konidia

yang diperlukan diperoleh dengan membuat pengenceran bertingkat dengan

campuran akuades steril + tween (Goettel dan Inglis, 1997).

5. Aplikasi Cendawan Entomopatogen pada Telur (N. viridula L).


16

Kerapatan konidia masing-masing suspensi isolat yang digunakan yaitu 106 ,

107, 108 konidia/ml kemudian diaplikasikan pada telur. Umur telur yang diuji adalah 2

hari setelah diletakkan imago, kemudian telur N. viridula L yang telah diberi

perlakuan diletakkan dalam cawan petri yang telah dialasi tisu. Aplikasi pada masing-

masing satuan percobaan dilakukan dengan cara menyemprotkan suspensi konidia

sebanyak 5 kali semprot dengan menggunakan sprayer volume 2 ml. Jumlah telur

yang diuji pada tiap satuan percobaan adalah 11 butir, setiap perlakuan masing-

masing diulang sebanyak 3 kali. Selanjutnya cawan petri ditetesi akuades setiap hari

untuk menjaga kelembaban. Parameter pengamatan adalah persentase telur yang tidak

menetas, lama waktu telur menetas, jumlah nimfa instar 1 yang mati setelah kluar dari

telur.

Persentase telur yang tidak menetas dihitung menggunakan rumus:

T
N= × 100 %
U

Keterangan :

N = Persentase telur yang tidak menetas (%)

T = Jumlah telur yang tidak menetas

U = Jumlah telur yang diuji

6. Analisis Data

Semua data yang diperoleh selanjutnya dianalisa menggunakan sidik ragam

dan dilanjutkan dengan uji lanjut menggunakan uji DNMRT pada taraf nyata 5%.
17

DAFTAR PUSTAKA

Bidochka MJ, Kamp AM, de Croos JNA. 2000. Insect pathogenic fungi: from genes

to populations. Fungal Pathology. Kronstad JW, editor. 171-193. Dordrecht

(NL): Kluwer Academic Publishers.

Burge MN. 1988. Fungi in Biological Control System. Manchester (GB): Manchester

University Pr.

Freed S, dkk. 2012. Prevalence and effectiveness of Metarhizium anisopliae against

Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) in Southern Punjab, Pakistan. J

Zoology Pakistan. 44(3):753-758.

Ferron P. 1985. Fungal Control. Comprehensive Insect Phisiology. Biochem

Pharmacol. 12: 313-346.

Hasyim A, dkk. 2009. Patogenisitas jamur entomopatogen terhadap stadia telur dan

larva hama kubis Crocidolomia pavonna Fabricus. J. Hortikultura. 19 (3): 334-

343.
18

Juliano BO. 1972. The rice caryopsis and its composition.In: Houston DF(ed.). Rice,

Chemistry and Technology. Minnesota(US): AACC, Inc. pp: 16-74.

Larson, D. B. 2003. Supersweet Sweet Corn: 50 Years in The Making. University of

Illinois at Urbana-Champaign news bureau. Inside Illinois

Mlandhing. 2008. Kentang. http//dapurmalndhing.dagdigdug.com. Diakses tanggal 3

Juli 20014.

Millstein JA, Brown GC, Nordin GL. 1983. Microclimate moisture and conidial

production in Erynia sp (Entomophthhorales: Entomoptoraceae) in vivo

production rate and duration under constant and fluctuating moisture regimes.

Environ. Entomol.12: 1344-1349

Milner RJ, Samson P, Morton R. 2003. Persistence of Conidia of Metarhizium

anisopliaein Sugarcane Fields: Effect of isolate and formulation on persistence

over 3.5 years. Biocontrol Science and Technolog. 13 : 507-516.

Milner RJ, Staples JA, Lutton GG. 1997. The Effect of humidity on germination and

infection of termites by the hypomycete, Metarhizium anisopliae . J. Inverterb .

Pathol.(69): 64-69

Mulyono. 2007. Kajian patogenisitas cendawan Metarhizium anisopliaeterhadap

hama Oryctes rhinoceros L. tanaman kelapa pada berbagai waktu aplikasi.

[Tesis]. Surakarta (ID): Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Prayogo Y, Tengkano W, Marwoto. 2005. Prospek cendawan entomopatogen

Metarhizium anisopliaeuntuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera

liturapada kedelai. J Litbang Pertanian. 24 (1): 19-26.


19

Prayogo Y, Tengkano W. 2002. Pengaruh media tumbuh terhadap daya kecambah,

sporulasi dan virulensi Metarhizium anisopliae (Metchnikoff) sorokin isolat

kendal payak pada larva Spodoptera litura. SAINTEK. Jurnal ilmiah ilmu-ilmu

pertanian. (9) 4: 233-242.

Prayogo Y. 2009. Kajian cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii(Zimm.)

(Viegas) Zare & Gams untuk menekan perkembangan telur hama penghisap

polong kedelai Riptortus linearis (F.) (Hemiptera: Alydidae) [disertasi]. Bo-

gor (ID): Sekalah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rai D, Updhyay V, Mehra P, Rana M, Pandey AK. 2014. Potential of entomo-

pathogenic fungi as biopesticides. Ind J Sci Res and Tech. 2 (5): 7-13.

Roddam LF, Rath AD. 1997. Isolation and characterisation of Metarhizium

anisopliae and Beauveria bassiana from subantarctict Macrquarie Island. J.

Invertebr. Pathol. (69): 285-288.

Rustama, MM. 2008. Patogenisitas jamur entomopatogen Metarhizium anisopliae

terhadap Crocidolomia favonana Fab. dalam kegiatan studi pengendalian

hama terpadu tanaman kubis dengan menggunakan agensia hayati. Bandung

(ID): Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.

Sallam MN, McAvoy CA, Samson PR, Bull JJ. 2007. Soil sampling for Metarhizium

Anisopliae spores in Queensland sugarcane fields. BioControl.52: 491-505.

Samadi B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Pitojo S. 2004. Benih kentang. Yogyakarta (ID): Kanisius.


20

Samuels RI, dkk. 2002. Infection of Blissus antilus (Hemiptera: Lygaeidae) Eggs by

the Entomopathogenic Fungi Metarhizium anisopliae and Beauveria bassiana.

Biological Control. 23:269-273.

Setiati, Y., N, H, Mutmainah., dan M,Subandi.(2016). Efektivitas jumlah telur

Corcyra cephalonica terparasitasi Trichogramma sp. Terhadap presentasi telur

dan jumlah larva penggerek batang tebu bergaris (Chilo sacchariphagus, ///(1),

43-48. http://doi.org/10.15575/811.

Soedarmo P, Sediaoetama. 1977. Ilmu Nutrisi. Jakarta: Dian Rakyat.

Strack BH. 2003. Biological control of termites by the fungal entomopathogen M.

anisopliae. http://www.utoronto.ca/forest/termite/metani_1.htm. Diakses

tanggal 3 Maret 2018.

Suarni, WidowatiS. 2016. Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung.

http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-

content/uploads/2016/11/tiganol.pdf. Diakses tanggal 19 Desember 2018.

Suarni, Yasin M. Jagung sebagai sumber pangan fungsional. Iptek Tanaman Pangan.

6 (1 ): 41-56.

Suprapta, Dewa Ngurah. 2003. Ubi Jalar Ungu Mengandung Antioksidan Tinggi.

http://www.cybertokoh.com/mod.php? (Diakses tanggal 05 Desember 2009).

Tanada Y, Kaya HK. 1993. Insect Pathology. California (US): Academic Pr. Inc.

USDA. 2009. Corianter seeds nutrition facts (USDA national nutrient data).

www.nutrition-and-you.com. [3 Februari 2011].

United States Departement of Agriculture (USDA).2000. Manihot esculenta Crantz.

Natural Resources Conservation Service.


21

Anda mungkin juga menyukai