Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH BAHASA INDONESIA

EJAAN BAHASA INDONESIA

KELOMPOK 2

Angela Olivia Mboru Freni Marlina Liunokas


Juliet Megayanti Maus Lidia Hesli Lau
Maria S.W Carvallo Permata Sari Tao’su

TINGKAT 3A

PROGRAM STUDI FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN KUPANG

2021
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Yohanes P. Lian., S.Pd., M.Hum
selaku dosen pembimbing Bahasa Indonesia prodi Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang yang
sudah memberikan tugas ini kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada pihak-
pihak yang dengan caranya sendiri telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
makalah ini.

Makalah ini disusun dengan maksud agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
materi mengenai EJAAN BAHASA INDONESIA. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
berguna dan juga bermanfaat serta menambah wawasan pengetahuan kita semua.

Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dengan mudah dimengerti dan dapat
dipahami maknanya. Saya selaku penulis meminta maaf apabila ada kesalahan kata dalam
penulisan makalah ini, serta apabila ada kalimat yang kurang berkenan di hati pembaca.

Kupang, September 2021

Penulis
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3. Tujuan.......................................................................................................................... 2
1.4. Manfaat........................................................................................................................ 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Ejaan Bahasa Indonesia.................................................................................. 3
2.2 Sejarah Singkat Penggunaan Ejaan .................................................................................. 3
2.3 Pemakaian Tanda Baca .................................................................................................... 8
2.4 Penulisan Kata Bahasa Asing dan Daerah dalam Karya Ilmiah .................................... 19
BAB III .................................................................................................................................... 22
PENUTUP................................................................................................................................ 22
3. 1. Kesimpulan................................................................................................................ 22
3.2. Saran .......................................................................................................................... 22
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bahasa adalah alat komunikasi yang dimiliki manusia berupa sistem lambang bunyi
yang berasal dari alat ucap atau mulut manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi utama manusia
dalam berbagai kebutuhan perlu dipelajari dan dipahami dengan sungguh-sungguh agar para
pemakainya dapat menggunakannya dengan baik dengan terhindar dari kesalahpahaman.
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat berinteraksi dengan manusia, alat untuk berfikir, serta
menyalurkan arti kepercayaan di masyarakat. Selain sebagai alat komunikasi maupun
berinteraksi, bahasa juga memiliki arti penting sebagai metode pembelajaran pada lingkup
bahasa itu sendiri. Bahasa juga berfungsi sebagai identitas suatu suku atau bangsa karena
keunikannya. Karena setiap suku atau bangsa tentunya memiliki bahasa yang berbeda.
(Anonim, 2020)

Ejaan merupakan aturan yang melambangkan bunyi bahasa menjadi bentuk huruf, kata
serta kalimat. Ejaan juga bisa diartikan sebagai kumpulan peraturan penulisan huruf, kata serta
penggunaan tanda baca. Ejaan Bahasa Indonesia (disingkat EBI) adalah ejaan bahasa
Indonesia yang berlaku sejak tahun 2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia. Ejaan ini menggantikan Ejaan yang Disempurnakan. Penyempurnaan terhadap
ejaan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penyempurnaan tersebut menghasilkan naskah
yang pada tahun 2015 telah ditetapkan menjadi Peraturan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Ejaan Bahasa Indonesia?
2. Bagaimana sejarah singkat penggunaan ejaan?
3. Bagaimana pemakaian tanda baca?
4. Bagaimana penulisan kata bahasa asing dan daerah dalam karya ilmiah?
2

1.3. Tujuan
1. Agar dapat mengetahui dan memahami pengertian ejaan bahasa indonesia
2. Agar dapat mengetahui dan memahami sejarah singkat penggunaan ejaan
3. Agar dapat mengetahui dan memahami pemakaian tanda baca
4. Agar dapat mengetahui dan memahami penulisan bahasa asing dan daerah dalam karya
ilmiah

1.4. Manfaat
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia serta dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah ilmu atau wawasan
mengenai materi EJAAN BAHASA INDONESIA.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ejaan Bahasa Indonesia

Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang


distandarisasikan. Lazimnya, ejaan mempunyai tiga aspek, yakni aspek fonologis yang
menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad. Ejaan merupakan
seperangkat aturan atau kaidah pelambangan bunti bahasa, pemisahan, penggabungan dan
penulisannya dalam suatu bahasa. Menurut KBBI, ejaan adalah kaidah-kaidah cara
menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsp) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta
penggunaan tanda-tanda baca.

2.2 Sejarah Singkat Penggunaan Ejaan

Ejaan bahasa indonesia adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun
2015 berdasarkan peraturan mentri pendidikan dan kebudayaan republik indonesia no 50
tahun 2015 tentang pedoman umum ejaan indonesia. Sebelum EBI berlaku, ada beberapa
jenis ejaan yaitu :
1. Ejaan Van Ophuysen (1901)
Ejaan Van Ophuysen merupakan ejaan pertama yang dimiliki oleh bahasa
Indonesia. Ejaan ini ditetapkan tahun 1901. Perancang ejaan Van Ophuysen
adalah orang Belanda yakni Charles Van Ophusyen dengan dibantu Tengku
Nawawi yang bergelar Soetan Ma’moer dan M. Taib Soetan Ibrahim. Ejaan
ini menggunakan huruf latin dan bunyinya hampir sama dengan tuturan
Belanda. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut
model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf latin
dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
a) huruf ‘j’ untuk menuliskan bunyi ‘y’, seperti pada
kata jang, pajah, sajang.
b) huruf ‘oe’ untuk menuliskan bunyi ‘u’, seperti pada kata-
kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali diftong ‘au’ tetap ditulis ‘au’).
4

c) tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan
bunyi hamzah, seperti pada kata-
kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai
bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama
seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini. (Anonim, 2017)
Hasil kerja Van Ophuysen yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan
Ma’moer dan Moehammad Thaibsoetan Ibrahim muncul dalam bentuk
sebuah daftar kata yang diawali dengan uraian singkat tentang aturan-aturan
ejaan, kitab Logat Melajoe yakni :
a) Kata koe (akoe), kau, se, ke, dan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Contoh koelihat, kaudengar, seorang, keroemah,
dibawa.
b) Kata poen- selamanya dihubungkan dengan kata sebelumnya.
Contoh :
Adapoen radja itoe hendak berangkat.
Sekalipoen tiada lagi berbunji.
c) Ke- dan se- merupakan awalan, bukan ka- dan sa-, contoh :ketiga,
sebenarnya.
d) Ejaan Van Ophuysen ini juga sudah membahas awalan ber-, ter-,
dan per- yang dirangkaikan dengan kata dasar berawalan huruf r
akan luluh, contoh : boroemah, terasa.
e) Akhiran –I akan diberi tanda “ apabila bertemu dengan kata
berakhiran huruf [a], contohnya : menamaï. (Krishandini, 2015, 13).
2. Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947)
Edjaan Republik berlaku sejak 17 Maret 1947 menggantikan ejaan pertama
yang dimiliki bahasa Indonesia saat itu. Ejaan ini merupakan upaya
pemerintah untuk mengganti ejaan Van Ophuysen yang disusun oleh orang
Belanda dan merupakan ejaan resmi pertama yang disusun oleh orang
Indonesia. Ejaan republik juga disebut dengan ejaan Soewandi. Mr.
Soewandi merupakan seorang menteri yang menjabat sebgai menteri
Pendidikan dan kebudayaan. Perbedaan ejaan Soewandi dengan ejaan Van
Ophuysen ialah:
a) Huruf oe diganti dengan u.
5

Contohnya dalam ejaan Van Ophuysen penulisannya ‘satoe’, dalam


ejaan Republik menjadi ‘satu’.
b) Huruf Hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan huruf k.
Contohnya: maklum, pak, tak, rakjat, tidak
c) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2
Contohnya: kupu2, main2, buku2, mudah2an
d) Awalan di dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan
kata yang mendampinginya. Kata depan ‘di’ pada
contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-‘
pada dibeli, dimakan. (Anonim, 2017)
3. Ejaan pembaruan (1957)
Pada tahun 1954, prof M. Yamin memprakarsai kongres bahasa di Medan
yang memutuskan agar ejaan Soewandi disempurnakan. Pada waktu itu
disarankan agar bisa diusahakan (1) satu bunyi satu huruf; (2) penetapan
hendaknya dilakukan oleh badan yang kompeten; (3) ejaan itu hendaknya
praktis, tetapi ilmiah.
Menteri Sarino pada tahun 1956 membentuk panitia pembaruan ejaan.
Sementara itu, persekutuan tanah melayu terdapat keinginan untuk
mengadakan penyatuan ejaan dengan bahasa indonesia. Namun, ejaan
pembaruan ini tidak sempat dilaksanakan. Ejaan ini mengatur beberapa hal
dibawah ini :
a. Diftong ai, oi, au berubah penulisannya menjadi ay, oy, aw.
b. Huruf-huruf yang muncul pada ejaan ini adalah ռ (ng), t (tj), n’ (nj),
dan s’ (sj).
c. Peratujan untuk fonem h adalah fonem h bila letaknya didepan dapat
dihilangkan, seperti hutan 🡪 utan, juga dapat dihilangkan bila
diantara dua vokal berbeda, misalnya kata tahun menjadi ta-un, atau
perahu menjadi pera-u.
d. Konsonan rangkap pada akhir kata dihilangkan, contoh : preseident
🡪 presiden
e. Partikel pun yang berarti juga dan saja, ditulis terpisah, contoh
sekalipun = meskipun
Sekalipun = satu kali saja
6

f. Kata berulang yang memiliki arti tunggal ditulis tanpa tanda hubung,
contoh : alunalun, sedangkan yang bermakna jamak dengan tanda
hubung, contoh : ibu-ibu, sekali-sekali. (Krishandini, 2015, 14).

4. Ejaan Melindo (1959)


Ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Sidang perutusan Indonesia dan
Melayu (Slamet Mulyana-Syeh Nasir bin Ismail) menghasilkan konsep
ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo
(Melayu-Indonesia). karena perkembangan politik selama tahun-tahun
berikutnya maka diurungkan peresmian ejaan tersebut. (Anonim, 2017)
Ejaan melindo ini mengataur beberapa hal:
a. Fonem tambah f, ś, z (fikiran, śair, śarat)
b. Penulisan diftong:ay,aw,oy.
c. Ejaan kata yang menggunakan tanda fenom lain dari yang sudah
ditetapkan sebagai fenom Melindo dianggap kata asing,
misal:universita, varia, vokal. (Krishandini, 2015, 15).

5. Ejaan yang Disempurnakan (EyD)


Ejaan ini berlaku sejak 23 Mei 1972 hingga 2015, atas kerja sama dua
negara yakni Malaysia dan Indonesia yang masing-masing diwakili oleh
para menteri pendidikan kedua negara tersebut. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menerbitkan buku yang berjudul Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang tercatat pada tanggal 12
Oktober 1972. Pemberlakuan Ejaan yang Disempurnakan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah ditetapkan atas dasar keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0196/U/1975.
Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat
Bahasa), pada tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan
Baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis
oleh Ejaan Melindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia
Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil
merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru.
Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan
kebudayaan No. 062/67, tanggal 19 September 1967. Ejaan Baru di
7

Malaysia disebut Ejaan Rumi Bersama (ERB) sementara Indonesia


menggunakan Ejaan yang Disempurnakan (EyD). EyD mengalami dua kali
revisi, yakni pada tahun 1987 dan 2009.
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EyD, antara lain:
a) Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing
diresmikan pemakaiannya.
b) Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan
tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
c) Awalan “di-” dan kata depan “di” dibedakan penulisannya. Kata
depan “di” pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya
dipisahkan dengan spasi, sementara “di-”
pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya.
d) Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka
dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan.
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EyD adalah:
a) Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
b) Penulisan kata.
c) Penulisan tanda baca.
d) Penulisan singkatan dan akronim.
e) Penulisan angka dan lambang bilangan.
f) Penulisan unsur serapan. (Anonim, 2017)
6. Ejaan Bahasa Indonesia
Perbedaan Ejaan Bahasa Indonesia dengan EyD adalah:
a) Penambahan huruf vokal diftong. Pada EyD, huruf diftong hanya
tiga yaitu ai, au, oi, sedangkan pada EBI, huruf diftong ditambah
satu yaitu ei (misalnya pada kata geiser dan survei).
b) Penggunaan huruf tebal. Dalam EyD, fungsi huruf tebal ada tiga,
yaitu menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya,
mengkhususkan huruf, serta menulis lema atau sublema dalam
kamus. Dalam EBI, fungsi ketiga dihapus. (Anonim, 2017)
8

2.3 Pemakaian Tanda Baca

2.3.1 Tanda Titik (.)


1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Biarlah mereka duduk di sana.
Dia menanyakan siapa yang akan datang.
Hari ini tanggal 6 April 1973.
Marilah kita mengheningkan cipta.
2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
atau daftar.
Misalnya:
a. III. Departemen Dalam Negeri
(1) Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
(2) Direktorat Jenderal Agraria
i. ...
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1. Gambar Tangan
1.2.2. Tabel
1.2.3. Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau
ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka
atau huruf.
3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Misalnya:
pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)
9

4) Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Poestaka.
5) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau
kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD '45)
Salah Asuhan
8) Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau
(2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif 43
Palembang (BEM FT UI, 2021, 10)
2.3.2 Tanda Koma (,)
1) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
Satu, dua, ... tiga!
2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
10

Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat didahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
5) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, dan akan tetapi.
Misalnya:
.... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
.... Jadi, soalnya tidak semudah itu.
6) Tanda koma dipakai unluk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari
kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
7) Tanda koma dipakai unluk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata Ibu, “Saya gembira sekali.” “Saya gembira sekati,” kata Ibu, “karena kamu
lulus.”
8) Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan. Misalnya:
11

Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas


Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
9) Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tata-bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan
2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
10) Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
WJ.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta:
UP Indonesia. 1967), hlm. 4.
11) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya
untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
12) Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau diantara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka. Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
13) Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan
paduan suara.
Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda
koma:
Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia. (BEM FT UI,
2021,11)
14) Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan
yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
12

Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang


bersungguh-sungguh.
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita memerlukan sikap yang bersungguhsungguh dalam pembinaan dan
pengembangan bahasa.
Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.
15) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru. Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim.
“Berdiri lurus-lurus!” perintahnya. (BEM FT UI, 2021,12)

2.3.3 Tanda Titik koma (;)


1) Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara. Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2) Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik
menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan
siaran “Pilihan Pendengar.” (BEM FT UI, 2021,12)
2.3.4 Tanda Titik Dua (:)
1) Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti
rangkaian atau pemerian. Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
2) Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. Fakultas itu mempunyai jurusan
ekonomi umum dan jurusan ekonomi perusahaan.
3) Tanda titik dua dipakai scsudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian. Misalnya:
a. Ketua: Ahmad Wijaya Sekretaris: S. Handayani Bendahara: B.Hartawan
13

b. Tempat Sidang: Ruang 104 PengantarAcara: Bambang S.


Hari: Senin Waktu: 09.30 3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama
sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya:
Ibu: (meletakkan bebcrapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!” Amir: “Baik, Bu.”
(mengangkat kopor dan masuk)
Ibu: “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)
4) Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara
bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu
karangan, serta (iv) nama kota dan acuan dalam karangan. Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7 Surah Yasin: 9 Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur
Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit. Tjokronegoro, Sutomo. 1968. Tjukupkah
Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Djakarta: Eresco.
2.3.5 Tanda Hubung
1) Tanda Hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh
pergantian baris. Misalnya:(BEM FT UI, 2021,12)

Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris. Misalnya:

Atau

Bukan
14

2) Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau


akhiran dengan depannya pada pergantian baris. Misalnya:

Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal
baris.
3) Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula,
dan tidak dipakai pada teks karangan.
4) Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal. Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5) Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian
kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya:
ber-evolusi
dua puluh lima-ribuan (20 5000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluh-lima-ribuan (1 2500)
tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
6) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, dan
(iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan
rangkap. Misalnya:
se-Indonesia
15

se-Jawa Barat
hadiah ke-2
tahun 50-an
mem-PHK-kan
hari-H
sinar-X
Menteri-Sekretaris Negara
7) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing. Misalnya:
di-smash
pen-tackle-an (BEM FT UI, 2021:13)

2.3.6 Tanda Pisah (—)


1) Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan
di luar bangun kalimat. Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh
bangsa itu sendiri.
2) Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain
sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya:
Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan
atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta. (BEM FT UI,
2021:13)
3) Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti ‘sampai’.
Misalnya:
1910–1945 Tanggal 5–10 April 1970 Jakarta–Bandung
Catatan: Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda
hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.(BEM FT UI, 2021:14)

2.3.7 Tanda Elipsis (...)


1) Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya:
Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
16

2) Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan. Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan: Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai
empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk
menandai akhir kalimat.
Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati .... (BEM
FT UI, 2021:14)
2.3.8 Tanda Tanya (?)
1) Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2) Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
(BEM FT UI, 2021:14)
2.3.9 Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya.
Merdeka! (BEM FT UI, 2021:14)
2.3.10 Tanda Kurung ((...))
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya;
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor
itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan. Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis
pada tahun 1962
17

3. Tanda kurung mengapit huruf-atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan. Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a). Pejalan kaki
itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
(BEM FT UI, 2021:14)
2.3.11 Tanda Kurung Siku ([...])
1) Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda
itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam
naskah asli. Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2) Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung. Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35-38] tidak
dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.(BEM FT UI, 2021:14)

2.3.12 Tanda Petik (“...”)


1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan
naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya :
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam
kalimat. Misalnya:
Bacalah “Bola Lampu”dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di
SMA” diterbitkan dalam Tempo.
Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.
3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus. Misalnya:
Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.
la bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.
18

4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di.belakang tanda
petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada
ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan: Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda
petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris. Tanda baca ditulis di luar tanda
petik karena yang di dalam petik bukan makna harfiah. Ditulis melekat pada
kata juga boleh. (BEM FT UI, 2021:15)

2.3.13 Tanda Petik Tunggal (‘…’)

1) Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak
pulang,’ dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Hamdan.
2) Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata
ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.) Misalnya:
feed-back balikan (BEM FT UI, 2021:15)
2.3.14 Tanda Garis Miring
1) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat II/10
tahun anggaran 1985/1986
2) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap. Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp150,00/lembar (BEM FT UI, 2021,15)
2.3.15 Tanda Penyingkat atau Apostrof (’)
Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun. Misalnya:
19

Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan)


Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
1 Januari ‘88 (‘88 = 1988).(BEM FT UI, 2021:15)

2.4 Penulisan Kata Bahasa Asing dan Daerah dalam Karya Ilmiah

Karya ilmiah adalah suatu karya yang memuat dan mengkaji suatu masalah tertentu
dengan menggunakan kaidah-kaidah keilmuan yaitu menggunakan metode ilmiah di
dalam membahas permasalahan, menyajikan kajiannya dengan menggunakan bahasa baku
dan tata tulis ilmiah, serta menggunakan prinsip-prinsip keilmuan yang meliputi: bersifat
objektif, logis, empiris, sistematik, lugas, jelas, dan konsisten. Sesuai dengan ciri-ciri
tersebut, tulisan yang termasuk dalam jenis karya ilmiah di antaranya ialah: makalah
(paper), artikel ilmiah, laporan akhir, dan laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, dan
disertasi). Sesuai dengan ciri-ciri tersebut, tulisan yang termasuk dalam jenis karya ilmiah
di antaranya ialah: makalah (paper), artikel ilmiah, laporan akhir, dan laporan penelitian
(termasuk skripsi, tesis, dan disertasi).
Dalan penulisan karya ilmiah, memang ada ketentuan atau aturan khusus yang
harus diikuti oleh seorang penulis dalam menggunakan bahasanya. Bahasa dalam karya
ilmiah mempunyai ciri khas yang berbeda dengan bahasa dalam karya-karya fiksi atau
tulisan di media massa. Bahasa dalam karya ilmiah adalah ragam bahasa tulis yang
termasuk dalam ragam bahasa baku yaitu ragam yang mempunyai kaidah-kaidah paling
lengkap dibanding ragam lainnya, ragam yang mempunyai gengsi dan wibawa yang tinggi
dan yang menjadi tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar (Alwi, dkk,
2003:13). Secara khusus bahasa baku yang dipakai dalam karya tulis ilmiah ini disebut
dengan bahasa Indonesia ragam ilmiah atau ragam ilmu pengetahuan.
Adapun berkaitan dengan penggunaan istilah, menurut kaidah pembentukan istilah,
sumber yang dipakai sebagai pembentuk istilah dapat berupa kosakata bahasa Indonesia,
kosakata bahasa serumpun, dan kosakata bahasa asing. Pembentukan kosakata dari ketiga
sumber tersebut harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan (Pusat Pembinaan dan
Pengembangan bahasa Depdiknas, 2004). Hal ini agar standardisasi dalam hal istilah tetap
terjaga serta perkembangan bahasa dapat terkendali secara sehat. Kosakata bahasa
Indonesia yang dapat dijadikan istilah harus memenuhi syarat seperti:
1. Kata yang dengan tepat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau
sifat yang dimaksudkan;
20

2. Kata yang lebih singkat daripada yang lain yang berujukan sama seperti
”gulma” dibandingkan dengan “tanaman pengganggu” atau “suaka politik”
dibandingkan dengan “perlindungan politik”;
3. Kata yang tidak bernilai rasa (konotasi) buruk dan yang sedap didengar
(eufonik), seprti “tunakarya” dibandingkan dengan “penganggur”.
Demikian juga jika sumber istilah berasal dari bahasa serumpun, pembentukan
istilah harus memenuhi persyaratan tersebut contoh kata-kata seperti: gambut (Banjar),
nyeri (Sunda). Jika sumber istilah dari bahasa asing, pembentukan istilah dapat dilakukan
dengan cara
1) menerjemahkan contoh: samenwerking yang berarti “kerjasama” atau network
yang artinya “jaringan”,
2) menyerap yaitu jika memenuhi syarat-syarat berikut: istilah serapan lebih cocok
karena konotasinya, lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahan
Indonesianya, atau dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah
Indonesia terlalu banyak sinonimnya, dan menyerap sekaligus menerjemahkan
kata asing.
Berikut ini adalah contoh istilah serapan yang diambil dengan atau tanpa
pengubahan yang berupa penyesuaian ejaan dan lafal.

Istilah Asing Istilah Indnesia yang Istilah Indonesia yang


Dianjurkan Dijauhkan
Urine Urine Kencing
Amputation Amputasi Pemotongan
(pembuangan) anggota
badan.
Horizon Horizon Badan kakilangit; ufuk
cakrawala
Energy Energi Daya; gaya; tenaga;
kekuatan
Oxygen Oksigen Zat asam.
Istilah asing yang dibentuk dengan cara menyerap dan menerjemahkan sekaligus
contohnya: bound morpheme „morfem terikat‟, subdivision „subbagian‟, allegro
moderato ‘kecepatan sedang’.
21

Huruf miring digunakan untuk menuliskan kata atau ungkapan yang berasal dari
bahasa asing dan bahasa daerah. Contoh :
1) Pengantin itu sedang melakukan prosesi nincak endog sesuai dengan adat
Sunda.
2) Piper betle adalah nama ilmiah untuk daun sirih.
3) Politik devide et impera digunakan oleh Belanda untuk menguasai Indonesia.
Nama orang, lembaga, dan organisasi dari bahasa asing atau bahasa
daerah tidak ditulis dengan huruf miring. Contoh :
1) Perdana Menteri Australia saat ini dijabat oleh Scott Morrison.
2) World Health Organization (WHO) memberikan sejumlah informasi
terbaru mengenai perkembangan kasus Covid-19 di dunia.
Kalimat atau teks berbahasa asing atau daerah yang dikutip secara langsung dalam
teks bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring. Contoh : Ada sebuah ungkapan yang
paling saya sukai dari seorang Cak Nun, yaitu ora usah ngungguli wong liyo, unggulono
awakmu dewe, unggulono nafsumu dewe.
22

BAB III

PENUTUP

3. 1. Kesimpulan
Bahasa adalah alat komunikasi yang dimiliki manusia berupa sistem lambang bunyi
yang berasal dari alat ucap atau mulut manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi utama manusia
dalam berbagai kebutuhan perlu dipelajari dan dipahami dengan sungguh-sungguh agar para
pemakainya dapat menggunakannya dengan baik dengan terhindar dari kesalahpahaman.

Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang


distandarisasikan. Menurut KBBI, ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-
bunyi (kata, kalimat, dsp) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda-tanda
baca.

Sebelum EBI berlaku, ada beberapa jenis ejaan yaitu : Ejaan Van Ophuysen (1901),
Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947), Ejaan pembaruan (1957) , Ejaan Melindo (1959),
Ejaan yang Disempurnakan (EyD), dan Ejaan Bahasa Indonesia. Dalam penulisan ejaan bahasa
indonesia pemakaian tanda baca terdiri dari tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik koma(;),
tanda titik dua (:), tanda hubung, tanda pisah (—), tanda elipsis, tanda tanya, tanda seru, tanda
kurung tanda kurung siku, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda garis miring, dan tanda
penyingkat.

Menurut kaidah pembentukan istilah, sumber yang dipakai sebagai pembentuk istilah
dapat berupa kosakata bahasa Indonesia, kosakata bahasa serumpun, dan kosakata bahasa
asing. Pembentukan kosakata dari ketiga sumber tersebut harus memenuhi persyaratan yang
sudah ditetapkan (Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa Depdiknas, 2004). Hal ini agar
standardisasi dalam hal istilah tetap terjaga serta perkembangan bahasa dapat terkendali secara
sehat.

3.2. Saran
Sebagai tugas sebaiknya mahasiswa memahami dengan baik materi mengenai ejaan
bahasa Indonesia yang digunakan dalam menulis laporan, makalah dan tugas akhir.
23

Daftar Pustaka

Anonim, 2021, PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA YANG


DISEMPURNAKAN. Jakarta. HALAMAN 10-15.
https://luk.staff.ugm.ac.id/ta/suwardjono /EYD.pdf/ Diakses tanggal 28 September
2021
Anonim, 2019, PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA & PEMBENTUK ISTILAH
TERLENGKAP. Jakarta. Kompas Gramedia.
https://books.google.co.id/books?id=8UvODwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=pe
ngertian+ejaan+bahasa+indonesia&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=penger
tian%20ejaan%20bahasa%20indonesia&f=false. Diakses tanggal 28 Sepetember 2021.
Anonim, 2015, CENDEKIA BAHASA: PENGANTAR PENULISAN ILMIAH. Bogor. IPB
Press. Diakses tanggal 28 Sepetember 2021.
Nurhidayah, S.Pd, 2006, BAHASA INDONESIA DALAM KARYA ILMIAH, FBS
Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses tanggal 28 Sepetember 2021.
Tim Lingtang kebahasaan genesisi, 2016, EJAAN YANG DISEMPURNAKAN PEDOMAN
UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA. Frasa Lingua. Depok
https://books.google.co.id/books?id=16BYDgAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=pe
ngertian+ejaan+bahasa+indonesia&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q&f=fals
e. Diakses tanggal 28 September 2021

Anda mungkin juga menyukai