KELOMPOK 2
TINGKAT 3A
2021
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Yohanes P. Lian., S.Pd., M.Hum
selaku dosen pembimbing Bahasa Indonesia prodi Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang yang
sudah memberikan tugas ini kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada pihak-
pihak yang dengan caranya sendiri telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
makalah ini.
Makalah ini disusun dengan maksud agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami
materi mengenai EJAAN BAHASA INDONESIA. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
berguna dan juga bermanfaat serta menambah wawasan pengetahuan kita semua.
Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat dengan mudah dimengerti dan dapat
dipahami maknanya. Saya selaku penulis meminta maaf apabila ada kesalahan kata dalam
penulisan makalah ini, serta apabila ada kalimat yang kurang berkenan di hati pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Ejaan merupakan aturan yang melambangkan bunyi bahasa menjadi bentuk huruf, kata
serta kalimat. Ejaan juga bisa diartikan sebagai kumpulan peraturan penulisan huruf, kata serta
penggunaan tanda baca. Ejaan Bahasa Indonesia (disingkat EBI) adalah ejaan bahasa
Indonesia yang berlaku sejak tahun 2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia. Ejaan ini menggantikan Ejaan yang Disempurnakan. Penyempurnaan terhadap
ejaan bahasa Indonesia telah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Penyempurnaan tersebut menghasilkan naskah
yang pada tahun 2015 telah ditetapkan menjadi Peraturan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.
1.3. Tujuan
1. Agar dapat mengetahui dan memahami pengertian ejaan bahasa indonesia
2. Agar dapat mengetahui dan memahami sejarah singkat penggunaan ejaan
3. Agar dapat mengetahui dan memahami pemakaian tanda baca
4. Agar dapat mengetahui dan memahami penulisan bahasa asing dan daerah dalam karya
ilmiah
1.4. Manfaat
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia serta dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah ilmu atau wawasan
mengenai materi EJAAN BAHASA INDONESIA.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Ejaan bahasa indonesia adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun
2015 berdasarkan peraturan mentri pendidikan dan kebudayaan republik indonesia no 50
tahun 2015 tentang pedoman umum ejaan indonesia. Sebelum EBI berlaku, ada beberapa
jenis ejaan yaitu :
1. Ejaan Van Ophuysen (1901)
Ejaan Van Ophuysen merupakan ejaan pertama yang dimiliki oleh bahasa
Indonesia. Ejaan ini ditetapkan tahun 1901. Perancang ejaan Van Ophuysen
adalah orang Belanda yakni Charles Van Ophusyen dengan dibantu Tengku
Nawawi yang bergelar Soetan Ma’moer dan M. Taib Soetan Ibrahim. Ejaan
ini menggunakan huruf latin dan bunyinya hampir sama dengan tuturan
Belanda. Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut
model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf latin
dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
a) huruf ‘j’ untuk menuliskan bunyi ‘y’, seperti pada
kata jang, pajah, sajang.
b) huruf ‘oe’ untuk menuliskan bunyi ‘u’, seperti pada kata-
kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali diftong ‘au’ tetap ditulis ‘au’).
4
c) tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan
bunyi hamzah, seperti pada kata-
kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai
bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama
seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini. (Anonim, 2017)
Hasil kerja Van Ophuysen yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan
Ma’moer dan Moehammad Thaibsoetan Ibrahim muncul dalam bentuk
sebuah daftar kata yang diawali dengan uraian singkat tentang aturan-aturan
ejaan, kitab Logat Melajoe yakni :
a) Kata koe (akoe), kau, se, ke, dan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Contoh koelihat, kaudengar, seorang, keroemah,
dibawa.
b) Kata poen- selamanya dihubungkan dengan kata sebelumnya.
Contoh :
Adapoen radja itoe hendak berangkat.
Sekalipoen tiada lagi berbunji.
c) Ke- dan se- merupakan awalan, bukan ka- dan sa-, contoh :ketiga,
sebenarnya.
d) Ejaan Van Ophuysen ini juga sudah membahas awalan ber-, ter-,
dan per- yang dirangkaikan dengan kata dasar berawalan huruf r
akan luluh, contoh : boroemah, terasa.
e) Akhiran –I akan diberi tanda “ apabila bertemu dengan kata
berakhiran huruf [a], contohnya : menamaï. (Krishandini, 2015, 13).
2. Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947)
Edjaan Republik berlaku sejak 17 Maret 1947 menggantikan ejaan pertama
yang dimiliki bahasa Indonesia saat itu. Ejaan ini merupakan upaya
pemerintah untuk mengganti ejaan Van Ophuysen yang disusun oleh orang
Belanda dan merupakan ejaan resmi pertama yang disusun oleh orang
Indonesia. Ejaan republik juga disebut dengan ejaan Soewandi. Mr.
Soewandi merupakan seorang menteri yang menjabat sebgai menteri
Pendidikan dan kebudayaan. Perbedaan ejaan Soewandi dengan ejaan Van
Ophuysen ialah:
a) Huruf oe diganti dengan u.
5
f. Kata berulang yang memiliki arti tunggal ditulis tanpa tanda hubung,
contoh : alunalun, sedangkan yang bermakna jamak dengan tanda
hubung, contoh : ibu-ibu, sekali-sekali. (Krishandini, 2015, 14).
4) Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir
dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Poestaka.
5) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
6) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.
7) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau
kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD '45)
Salah Asuhan
8) Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau
(2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif 43
Palembang (BEM FT UI, 2021, 10)
2.3.2 Tanda Koma (,)
1) Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
Satu, dua, ... tiga!
2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
10
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat didahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
4) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika
anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
Dia tahu bahwa soal itu penting.
5) Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, dan akan tetapi.
Misalnya:
.... Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
.... Jadi, soalnya tidak semudah itu.
6) Tanda koma dipakai unluk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari
kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, nanti jatuh.
7) Tanda koma dipakai unluk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam
kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
Kata Ibu, “Saya gembira sekali.” “Saya gembira sekati,” kata Ibu, “karena kamu
lulus.”
8) Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii)
tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis
berurutan. Misalnya:
11
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau
pangkal baris. Misalnya:
Atau
Bukan
14
Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal
baris.
3) Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan
Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula,
dan tidak dipakai pada teks karangan.
4) Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian
tanggal. Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
5) Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian
kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya:
ber-evolusi
dua puluh lima-ribuan (20 5000)
tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluh-lima-ribuan (1 2500)
tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial
6) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, dan
(iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan
rangkap. Misalnya:
se-Indonesia
15
se-Jawa Barat
hadiah ke-2
tahun 50-an
mem-PHK-kan
hari-H
sinar-X
Menteri-Sekretaris Negara
7) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing. Misalnya:
di-smash
pen-tackle-an (BEM FT UI, 2021:13)
2) Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan. Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan: Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai
empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk
menandai akhir kalimat.
Misalnya: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati .... (BEM
FT UI, 2021:14)
2.3.8 Tanda Tanya (?)
1) Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
2) Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya:
la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
(BEM FT UI, 2021:14)
2.3.9 Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya.
Merdeka! (BEM FT UI, 2021:14)
2.3.10 Tanda Kurung ((...))
1. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya;
Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor
itu.
2. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan. Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis
pada tahun 1962
17
3. Tanda kurung mengapit huruf-atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan. Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a). Pejalan kaki
itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
(BEM FT UI, 2021:14)
2.3.11 Tanda Kurung Siku ([...])
1) Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi
atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda
itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam
naskah asli. Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
2) Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung. Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35-38] tidak
dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.(BEM FT UI, 2021:14)
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di.belakang tanda
petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada
ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya:
Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”.
Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya.
Catatan: Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda
petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris. Tanda baca ditulis di luar tanda
petik karena yang di dalam petik bukan makna harfiah. Ditulis melekat pada
kata juga boleh. (BEM FT UI, 2021:15)
1) Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
“Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, ‘Ibu, Bapak
pulang,’ dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Hamdan.
2) Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata
ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.) Misalnya:
feed-back balikan (BEM FT UI, 2021:15)
2.3.14 Tanda Garis Miring
1) Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat II/10
tahun anggaran 1985/1986
2) Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap. Misalnya:
mahasiswa/mahasiswi
harganya Rp150,00/lembar (BEM FT UI, 2021,15)
2.3.15 Tanda Penyingkat atau Apostrof (’)
Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun. Misalnya:
19
2.4 Penulisan Kata Bahasa Asing dan Daerah dalam Karya Ilmiah
Karya ilmiah adalah suatu karya yang memuat dan mengkaji suatu masalah tertentu
dengan menggunakan kaidah-kaidah keilmuan yaitu menggunakan metode ilmiah di
dalam membahas permasalahan, menyajikan kajiannya dengan menggunakan bahasa baku
dan tata tulis ilmiah, serta menggunakan prinsip-prinsip keilmuan yang meliputi: bersifat
objektif, logis, empiris, sistematik, lugas, jelas, dan konsisten. Sesuai dengan ciri-ciri
tersebut, tulisan yang termasuk dalam jenis karya ilmiah di antaranya ialah: makalah
(paper), artikel ilmiah, laporan akhir, dan laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, dan
disertasi). Sesuai dengan ciri-ciri tersebut, tulisan yang termasuk dalam jenis karya ilmiah
di antaranya ialah: makalah (paper), artikel ilmiah, laporan akhir, dan laporan penelitian
(termasuk skripsi, tesis, dan disertasi).
Dalan penulisan karya ilmiah, memang ada ketentuan atau aturan khusus yang
harus diikuti oleh seorang penulis dalam menggunakan bahasanya. Bahasa dalam karya
ilmiah mempunyai ciri khas yang berbeda dengan bahasa dalam karya-karya fiksi atau
tulisan di media massa. Bahasa dalam karya ilmiah adalah ragam bahasa tulis yang
termasuk dalam ragam bahasa baku yaitu ragam yang mempunyai kaidah-kaidah paling
lengkap dibanding ragam lainnya, ragam yang mempunyai gengsi dan wibawa yang tinggi
dan yang menjadi tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar (Alwi, dkk,
2003:13). Secara khusus bahasa baku yang dipakai dalam karya tulis ilmiah ini disebut
dengan bahasa Indonesia ragam ilmiah atau ragam ilmu pengetahuan.
Adapun berkaitan dengan penggunaan istilah, menurut kaidah pembentukan istilah,
sumber yang dipakai sebagai pembentuk istilah dapat berupa kosakata bahasa Indonesia,
kosakata bahasa serumpun, dan kosakata bahasa asing. Pembentukan kosakata dari ketiga
sumber tersebut harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan (Pusat Pembinaan dan
Pengembangan bahasa Depdiknas, 2004). Hal ini agar standardisasi dalam hal istilah tetap
terjaga serta perkembangan bahasa dapat terkendali secara sehat. Kosakata bahasa
Indonesia yang dapat dijadikan istilah harus memenuhi syarat seperti:
1. Kata yang dengan tepat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau
sifat yang dimaksudkan;
20
2. Kata yang lebih singkat daripada yang lain yang berujukan sama seperti
”gulma” dibandingkan dengan “tanaman pengganggu” atau “suaka politik”
dibandingkan dengan “perlindungan politik”;
3. Kata yang tidak bernilai rasa (konotasi) buruk dan yang sedap didengar
(eufonik), seprti “tunakarya” dibandingkan dengan “penganggur”.
Demikian juga jika sumber istilah berasal dari bahasa serumpun, pembentukan
istilah harus memenuhi persyaratan tersebut contoh kata-kata seperti: gambut (Banjar),
nyeri (Sunda). Jika sumber istilah dari bahasa asing, pembentukan istilah dapat dilakukan
dengan cara
1) menerjemahkan contoh: samenwerking yang berarti “kerjasama” atau network
yang artinya “jaringan”,
2) menyerap yaitu jika memenuhi syarat-syarat berikut: istilah serapan lebih cocok
karena konotasinya, lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahan
Indonesianya, atau dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah
Indonesia terlalu banyak sinonimnya, dan menyerap sekaligus menerjemahkan
kata asing.
Berikut ini adalah contoh istilah serapan yang diambil dengan atau tanpa
pengubahan yang berupa penyesuaian ejaan dan lafal.
Huruf miring digunakan untuk menuliskan kata atau ungkapan yang berasal dari
bahasa asing dan bahasa daerah. Contoh :
1) Pengantin itu sedang melakukan prosesi nincak endog sesuai dengan adat
Sunda.
2) Piper betle adalah nama ilmiah untuk daun sirih.
3) Politik devide et impera digunakan oleh Belanda untuk menguasai Indonesia.
Nama orang, lembaga, dan organisasi dari bahasa asing atau bahasa
daerah tidak ditulis dengan huruf miring. Contoh :
1) Perdana Menteri Australia saat ini dijabat oleh Scott Morrison.
2) World Health Organization (WHO) memberikan sejumlah informasi
terbaru mengenai perkembangan kasus Covid-19 di dunia.
Kalimat atau teks berbahasa asing atau daerah yang dikutip secara langsung dalam
teks bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring. Contoh : Ada sebuah ungkapan yang
paling saya sukai dari seorang Cak Nun, yaitu ora usah ngungguli wong liyo, unggulono
awakmu dewe, unggulono nafsumu dewe.
22
BAB III
PENUTUP
3. 1. Kesimpulan
Bahasa adalah alat komunikasi yang dimiliki manusia berupa sistem lambang bunyi
yang berasal dari alat ucap atau mulut manusia. Bahasa sebagai alat komunikasi utama manusia
dalam berbagai kebutuhan perlu dipelajari dan dipahami dengan sungguh-sungguh agar para
pemakainya dapat menggunakannya dengan baik dengan terhindar dari kesalahpahaman.
Sebelum EBI berlaku, ada beberapa jenis ejaan yaitu : Ejaan Van Ophuysen (1901),
Ejaan Republik/Ejaan Soewandi (1947), Ejaan pembaruan (1957) , Ejaan Melindo (1959),
Ejaan yang Disempurnakan (EyD), dan Ejaan Bahasa Indonesia. Dalam penulisan ejaan bahasa
indonesia pemakaian tanda baca terdiri dari tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik koma(;),
tanda titik dua (:), tanda hubung, tanda pisah (—), tanda elipsis, tanda tanya, tanda seru, tanda
kurung tanda kurung siku, tanda petik, tanda petik tunggal, tanda garis miring, dan tanda
penyingkat.
Menurut kaidah pembentukan istilah, sumber yang dipakai sebagai pembentuk istilah
dapat berupa kosakata bahasa Indonesia, kosakata bahasa serumpun, dan kosakata bahasa
asing. Pembentukan kosakata dari ketiga sumber tersebut harus memenuhi persyaratan yang
sudah ditetapkan (Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa Depdiknas, 2004). Hal ini agar
standardisasi dalam hal istilah tetap terjaga serta perkembangan bahasa dapat terkendali secara
sehat.
3.2. Saran
Sebagai tugas sebaiknya mahasiswa memahami dengan baik materi mengenai ejaan
bahasa Indonesia yang digunakan dalam menulis laporan, makalah dan tugas akhir.
23
Daftar Pustaka