Anda di halaman 1dari 12

TUGAS ARTIKEL

MATA KULIAH:
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KERAIFAN LOKAL

Judul Artikel:
“Tradisi Ngantok Behauh Sebelum Bulan Puasa Dari Anak Betina
ke Anak Jantan di Hamparan Rawang”

Dosen Pembimbing:
Dr. WISNARNI, M.PdI

Disusun Oleh:

YEMINI
(NIM. 211020009)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
2021
TRADISI NGANTOK BEHAUH SEBELUM BULAN PUASA
DARI ANAK BETINA KE ANAK JANTAN DI HAMPARAN
RAWANG
1
Yemini, 2Wisnarni
3
yeminiwaimir@gmail.com
Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Kerinci

ABSTRACT

Ngantok behauh means delivering rice before the month of fasting given by anak
betina to anak jantan. This tradition is carried out by one person or several people in
one tribe or clan to ninik mamak or anak jantan who have kinship relations both
kinship relations in the family tree and kinship relations from ancestors that have
been passed down from generation to generation. This tradition contains many
character values that deserve to be imitated or imitataed. In addition, ngantok
behauh traditions requires the value of sincerity, because the tradition was born
from customary friendships whose main meaning is taken from increasing friendhip
from the teachings of islam.

Keyword: Tradition, Ngantok Behauh, Anak Betina, Anak Jantan

ABSTRAK

Ngantok Behauh artinya mengantar beras menjelang bulan puasa yang diberiakan
oleh anak betina kepada anak jantan. Tradisi ini dilakukan oleh satu orang atau
beberapa orang dalam satu suku atau kaum ke ninik mamak atau anak jantan yang
mempunyai hubungan kekerabatan baik hubungan kekerabatan dalam silsilah
keluarga maupun hubungan kekerabatan dari nenek moyang yang turun temurun.
Tradisi ini mengandung banyak nilai karakter yang patut untuk dicontoh atau
diteladani. Selain itu tradisi Ngantok Behauh syarat nilai keikhlasan, karena tradisi
tersebut lahir dari silahturahmi adat yang makna utamanya diambil dari
meningkatkan silahturahmi dari ajaran agama islam.

Kata Kunci : Tradisi, Ngantok Behauh, Anak Betina, Anak jantan

1
Mahasiswa PascaSarjana Institut Agama Islam Kerinci
2
Dosen Pascasarjana Institut Agama Islam Kerinci
3
Email mahasiswa

1
I. PENGANTAR
Berdasarkan literatur yang berkembang, kearifan lokal berasal dari
dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local artinya setempat,
sementara wisdom artinya bijaksana. Jadi, kearifan lokal dapat dikatakan
sebagai gagasan atau pandangan yang bersumber dari sebuah tempat, yang di
dalamnya terdapat sifat bijaksana atau nilai-nilai baik yang tertanam,
diyakini, dan dianut oleh suatu masyarakat secara turun-temurun.
Penjelasan singkatnya, kearifan lokal di Indonesia merupakan suatu
hal atau tindakan yang dianggap baik oleh masyarakat setempat. Makna
kearifan lokal bisa terbentuk dan tercermin dari etika dan nilai-nilai luhur
yang diyakini. Nilai yang tertanam dalam kearifan lokal bisa menjadi modal
utama dalam membangun masyarakat tanpa merusak atau mengubah tatanan
sosial yang berkaitan dengan lingkungan alam sekitar.
Kearifan lokal bisa dikatakan sebagai budaya unggul dari
masyarakat setempat, karena nilai-nilai yang dipegang masih berhubungan
erat dengan kondisi geografis dan lingkungan alam sekitar. Uniknya,
meskipun dari bernilai lokal, nilai yang diyakini bersifat universal. Artinya,
nilai tersebut bisa mengatur seluruh aspek dalam kehidupan masyarakat.
Setiap daerah memiliki kearifan lokalnya masing-masing, salah
satunya adalah kearifan local “ngantok behauh” (mengantar beras) kepada
anak jantan sebelum bulan puasa yang syarat makna dan nilai karakter.
Nagantok Behauh atau mengantar beras menjelang bulan puasa, disamping
sebagai penghormatan kepada pemimpinnya juga untuk menjalin tali
silahturahmi antara masyarakat dengan pemimpinnya tersebut. Karena untuk
menyambut ‘bulan baik, bulan berkah” yaitu bulan suci Ramadhan dimana
selama pergaulan “tersinggung diwaktu naik, terpapah diwaktu turun”, hal ini
juga yang akan menguatkan ikatan persaudaraan dari pemimpin masyarakat.4

4
Adiwarman. Tradisi Ngantok Behauh Jelang Puasa. Mahasiswa Program Pasca Hukum
Pascasarjana Universitas Bung Hatta. Diakses Jumat, 17 Desember 2021

2
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis menulis makalah yang
berjudul “Tradisi Ngantok Behauh Sebelum Puasa Dari Anak Betina ke Anak
Jantan di Hamparan Rawang”

II. METODE
Adapun metode yang di gunakan dalam menyusun penulisan artikel ini
adalah deskriptif kualitatif yaitu sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan gambaran deskriptif berupa studi dokumen, pengamatan dan
wawancara dari orang-orang serta perilaku yang diamati atau dapat juga
didefinisikan sebagai tradisi tertentu dalam ilmu sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam wawasannya sendiri
dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Pengertian Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah
bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan
mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lain menjadi watak
dan kemampuan sendiri. 5 Kearifan lokal juga merupakan ciri khas etika
dan nilai budaya dalam masyarakat lokal yang diturunkan dari generasi
ke generasi. Di Indonesia, Kesadaran akan kearifan lokal mulai tumbuh
subur pasca jatuhnya rezim Presiden Soeharto pada tahun 1998.
Lebih lanjut kearifan lokal juga didefinisikan sebagai
kemampuan beradaptasi, menata, dan menumbuhkan pengaruh alam serta
budaya lain yang menjadi motor penggerak transformasi dan penciptaan
keanekaragaman budaya Indonesia yang luar biasa.
Ini juga bisa menjadi suatu bentuk pengetahuan, kepercayaan,
pemahaman atau persepsi beserta kebiasaan atau etika adat yang menjadi

5
Artikel "Pengertian Kearifan Lokal: Fungsi, Karakteristik, dan Ciri-Cirinya", https://tirto.id/f9mi.
Diakses 23 Oktober 2021

3
pedoman perilaku manusia dalam kehidupan ekologis dan sistemik.
Nilai-nilai yang mengakar dalam suatu budaya jelas bukan objek material
yang konkret, tetapi cenderung menjadi semacam pedoman bagi perilaku
manusia. Dalam pengertian itu, untuk mempelajarinya kita harus
memperhatikan bagaimana manusia bertindak dalam konteks lokal.
Dalam keadaan normal, perilaku orang terungkap dalam batas-batas
norma, etiket, dan hukum yang terkait dengan wilayah tertentu.
Karakteristik kearifan lokal Harus menggabungkan pengetahuan
kebajikan yang mengajarkan orang tentang etika dan nilai-nilai moral;
Kearifan lokal harus mengajar orang untuk mencintai alam, bukan untuk
menghancurkannya; Kearifan lokal harus berasal dari anggota komunitas
yang lebih tua; Kearifan lokal dapat berbentuk nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat-istiadat, hukum, adat, aturan-aturan khusus.

B. Pengenalan Singkat Tentang Kecamatan Hamparan Rawang


Hamparan Rawang atau lengkapnya juga dikenal dengan nama
Hamparan Agung Tanah Rawang. Kecamatan Hamparan Rawang yang artinya
adalah hamparan tanah yang luas dan datar, hamparan tersebut ditumbuhi oleh
tanaman pandan berduri. Oleh masyarakat setempat tanaman pandan
dimanfaatkan untuk diolah menjadi anyaman untuk kebutuhan kehidupan
sehari-hari seperti tikar dan lapik (alas duduk).
Berdasarkan keputusan Menteri dalam Negeri No. 4 Tahun 2000
tentang pedoman pembentukan kecamatan pada pasal 7 mengatakan semua
kecamatan pembantu atau perwakilan yang telah dibentuk pada saat berlakunya
keputusan ini dibentuk menjadi kecamatan. Dengan keluarnya peraturan
kabupaten Kerinci No. 21 Tahun 2000 tentang pembentukan kecamatan
Hamparan Rawang pada tanggal 21 November 2001resmilah menjadi
kecamatan defenitif dengan luas wilayah 12.333 m2 yang meliputi 18 desa
dengan jumlah penduduk 22.243 jiwa.6

6
Sumber Kantor Camat Hamparan Rawang

4
C. Pengertian Ngantok Behauh
Istilah “Ngantok Behauh” artinya adalah mengantar beras menjelang
bulan puasa dari “Anak Betino” atau anak buah dari anak jantan tengganai
yang menjadi ninik mamak pada suatu suku di kecamatan Hamparan Rawang
Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi. 7
“Ngantok Behauh” atau mengantar beras menjelang bulan puasa,
disamping sebagai penghormatan kepada pemimpinnya juga untuk menjalin
tali silaturahmi antara masyarakat dengan pemimpinnya tersebut. Karena
untuk menyambut ”Bulan baik, bulan berkah” yaitu bulan suci Ramadhan,
tentunya antara masyarakat dan pemimpinnya selama pergaulan,
“tersinggung diwaktu naik, terpapah diwaktu turun” pasti terdapat perbedaan
pandangan dan persepsi terhadap suatu masalah yang dihadapi dalam suatu
kaum atau suku tersebut selama setahun yang berlalu. Hal ini juga akan
menguatkan ikatan persaudaraan dari pemimpin terhadap masyarakatnya.
Kebiasaan adat ini, juga bukan dilakukan oleh satu orang atau
beberapa orang dalam satu suku/kaum, tetapi seluruh anggota suku/kaum
memberikan beras ke Ninik Mamak/Tengganai. Bisa diperkirakan berapa
jumlah beras yang diterima oleh Ninik Mamak/Tengganai tersebut.
Kebiasaan ini dilakukan satu kali dalam setahun menjelang bulan Ramadhan.
Tradisi (kearifan lokal) ngantok behauh dari anak betina kepada anak jantan
merupakan kearifan lokal yang hanya ada di kecamatan Hamparan Rawang,
karena struktur masyarakat Hamparan Rawang yang homogen (satu suku).
Homogen artinya bahwa masyarakat Hamparan Rawang itu mempunyai
hubungan kekeluargaan/kekerabatan yang dekat baik hubungan kekerabatan
dalam silsilah keluarga maupun hubungan kekerabatan dari nenek moyang
yang turun temurun. Berbeda de gan daerah atau kecamatan lain yang struktur
masyarakatnya heterogen.

7
Sumber: Drs. Urfan Feri, Dpt. Depati Terawang Lidah Hamparan Rawang

5
D. Waktu Melaksanakan Tradisi Ngantok Behauh
 “Waktu pelaksanaan ngantok behauh dilakukan sebelum bulan
ramadhan”8
 “Waktu pelaksanaan ngantok behauh menjelang bulan puasa tepatnya
seminggu sampai 1 hari sebelum memasuki bulan suci ramadhan” 9
 “Waktu pelaksanaan ngantok behauh paling lambat sebelum bulan puasa
satu ramadhan”10
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada nara
sumber di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi ngantok behauh yang
dilakukan anak betina kepada anak jantan dilakukan menjelang datangnya
bulan suci Ramadhan.

E. Yang memberikan dan menerima behauh dalam tradisi Ngantok Behauh


 “Yang memberikan behauh anak betina kepada rajanya (tengganai)” 11
 “Bisa juga yang memberikan saudara perempuan kepada saudara laki-
laki atau satu keluarga anak jantan (saudara laki-laki, sepupu laki-laki,
mamak) yang sudah menikah” 12
 “Diberikan ke kerabat laki-laki oleh anak betina di dalam keluarganya”13
 “Yang memberikan adalah anak betina atau saudara perempuan kepada
saudara laki-laki atau yang disebut para paman dan juga kepada
tengganai” 14
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada nara
sumber di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi (kearifan lokal) ngantok

8
Wawancara dengan Hazbar Deri, anak jantan Kampung Dilir Rawang. Selasa, 12 Oktober
2021
9
Wawancara dengan Meironi Waimir, anak jantan Koto Dian Rawang, Rabu, 13 Oktober
2021
10
Wawancara dengan Redho Prisisco, Dpt. Depati Singo Lago Hamparan Rawang, Rabu,
13 Oktober 2021
11
Wawancara dengan Hazbar Deri…….
12
Wawancara dengan Amelia Yudestri, Anak Betina Koto Dian, Kamis 14 Oktober 2021
13
Wawancara dengan Hazbar Deri………….
14
Wawancara dengan Redho Prisisco, Dpt…….

6
behauh diberikan oleh anak betina (saudara perempuan) kepada anak jantan
(saudara laki-laki atau setera) yang telah menikah.
Perkembangan tradisi ngantok behauh telah merata hampir di semua
lapisan masyarakat Hamparan Rawang.

F. Makna dari tradisi ngantok behauh bagi masyarakat adat


 “Makna dari kearifan lokal ngantok behauh adalah silahturahmi, rasa
terima kasih dari anak betina kepada anak jantan atau tengganai yang
mungkin selama ini telah banyak ikut serta menyelesaikan masalah anak
betina”15
Lahir dari kesadaran masyarakat adat itu sendiri dalam menjalin
hubungan kekerabatan, silahturahmi kepada kerabatnya. Tanpa ada unsur
paksaan, perintah dari pemangku adat maupun himbauan sekalipun.
Kerarifan lokal tersebut tercetus dari pemahaman pepatah adat
bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah. Maknanya, bahwa nilai keiklasan
dari tradisi tersebut lahir dari silahturahmi adat yang makna utamanya
diambil dari meningkatkan silahturahmi dari ajaran agama islam. Seperti
yang tertulis dalam Alquran Surat Ar Rad’d ayat 21.

ََ‫ل َو َي ْخش َْون‬


ََ ‫ص‬ َْ َ ‫ّللاه ِبهَ ا‬
َ ‫ن ي ُّْو‬ ِ ‫َوالَّ ِذيْنََ َي‬
َٰ ‫صله ْونََ اَََم ا َ َم ََر‬
َ‫ب‬ َ ‫س ْۤ ْو ََء ْال ِح‬
َِ ‫سا‬ ‫َربَّ هه َْم َو َيخَافه ْونََ ه‬

Artinya : “Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan


Allah kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS
Ar Ra’d ayat 21)

15
Wawancara dengan Redho Prisisco, Dpt……

7
G. Nilai-Nilai Karakter Dalam Tradisi Ngantok Behauh
 “Nilai karakter yang didapatkan dari tradisi ngantok behauh antara lain
adalah religius, dimana dengan tradisi ini silahturami yang akan semakin
kuat, selain itu adanya sikap peduli sosial” 16
 “Dalam tradisi Ngantok Behauh syarat makna silahturahmi yang
bertujuan semakin memperkuat hubungan antar sesama, selain sikap
bersahabat yang ditunjukkan dengan anak betina yang datang ke rumah
anak jantan secara bersama-sama yang bermakna memupuk rasa
kekeluargaan dengan berbaur satu sama lain tanpa membedakan
tingkakan strata dalam masyarakar/keluarga, dan tidak lupa juga terselip
makna peduli sosial”17
 “Ngantok behauh syarat makna silahturahmi, bersahabat, tanggung jawab
anak jantan kepada anak betina maupun sebaliknya. Selain itu juga
syarat makna cinta tanah air” 18
Dari wawancara dari berbagai sumber di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan nilai-nilai karakter yang terdapat daam tradisi Ngantok
Behauh dari anka betina kepada anak jantan sebelum bulan puasa di
Hamparan Rawang antara lain:
1. Nilai Religius
Nilai karakter religius meliputi tiga dimensi relasi, yaitu
hubungan antara individu dengan Tuhan, individu dengan sesama,
dan individu dengan lingkungan.19
Dengan tradisi ngantok behauk disamping melestarikan
budaya adat (syara’) juga menjalankan ajaran islam (kitabullah)
yaitu menjalin silahturahmi dengan sesama manusia.
2. Nilai Tanggung Jawab
Tradisi Ngantok Behauk dari anak jantan ke anak betina
syarat akan nilai tanggung jawab. Nilai tanggung jawab menurut

16
Wawancara dengan Redho Prisisco, Dpt…….
17
Wawancara dengan Meironi Waimir……………….
18
Wawancara dengan Amelia Yudestri…………
19
Daryanto, dkk. Implementasi Pendidikan Karakter. (Malang : Gava Media, 2013) Hal 56

8
Kemendiknas adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibannya yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan
tuhan yang maha esa. 20 Bertanggung jawab dimaksudkan sebagai suatu
keadaan di mana semua tindakan atau perbuatan atau sikap merupakan
penjelmaan dari nilai-nilai moral serta nilai-nilai kesusilaan. 21
Tanggung jawab dalam makna ngantok behauh disini adalah
‘tanggung jawab sosial’ yaitu kecendrungan untuk memelihara
hubungan silahturahmi kekeluargaan (kakak beradik, sepupu, dsb) agar
hubungan kekeluargaan itu semakin erat.
3. Nilai Peduli Sosial
Selain nilai tanggung jawab, juga terdapat nilai peduli sosial
dari tradisi ini. Nilai peduli sosial menurut kemendiknas adalah sikap
dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.22
Dalam sisi peduli sosial adalah tumbuhnya sikap saling bantu
membantu ataupun tolong menolong dalam hubungan kekerabatan
masyarakat adat tersebut. Dimana tradisi ini tidak membedakan strata
tingkatan ekonomi yang sama di mata masyarakat dengan makna
tersirat yaitu berbagi antar sesama.
4. Nilai bersahabat atau komunikatif
Nilai bersahabat dan komunikatif artinya tindakan yang
memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama
dengan orang lain. 23
Mengembalikan hubungan yang sekiranya sebelum itu terjadi
perpecahan, permusuhan dan perbedaan pendapat. Sehingga dengan
tradisi ngantok behauh diharapkan hubungan kekerabatan itu kembali

20
Kemendiknas dalam Daryanto, dkk. Pendidikan Karakter di Sekolah . (Malang: Gava
Media, 2013) Hal 142
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
22
Kemendiknas………………. Hal 142
23
Kemendiknas………………… Hal 140

9
harmonis. Selain itu tradisi ngantok behauk juga melambangkan
kedekatan hubungan kekeluargaan. Seain itusikap bersahabat yang
ditunjukkan dengan anak betina yang datang ke rumah anak jantan
secara bersama-sama yang bermakna memupuk rasa kekeluargaan
dengan berbaur satu sama lain tanpa membedakan tingkakan strata
dalam masyarakar/keluarga.
5. Nilai Cinta Tanah Air
Nilai Cinta Tanah Air artinya cara berfikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa. 24
Dengan tradisi ngantok behauk akan menumbuhkan dan
melestarikan budaya lokal yang telah ada secara turun temurun.

B. KESIMPULAN
Istilah “Ngantok Behauh” artinya adalah mengantar beras menjelang
bulan puasa dari “Anak Betino” atau anak buah dari anak jantan tengganai
yang menjadi ninik mamak pada suatu suku di kecamatan Hamparan
Rawang Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi. Tradisi ngantok behauk yang
dilakukan anak betina kepada anak jantan dilakukan menjelang datangnya
bulan suci Ramadhan. Tradisi Kkearifan lokal) ngantok behauh diberikan
oleh anak betina (saudara perempuan) kepada anak jantan (saudara laki-laki
atau setera) yang telah menikah. Tradisi Ngantok Behauh syarat nilai
keiklasan dari tradisi tersebut lahir dari silahturahmi adat yang makna
utamanya diambil dari meningkatkan silahturahmi dari ajaran agama islam.
Nilai karakter yang tedapat dalam tradisi (kearifan lokal) ngantok behauh
adalah religius, tanggung jawab, peduli sosial, toleransi, bersahabat, dan
cinta tanah air.

24
Kemendiknas………………... Hal 139

10
DAFTAR PUSTAKA

Imam Ahmad Ibnu Nizar. 2009. Membentuk & Meningkatkan Disiplin Anak Sejak
Dini. Yogyakarta : DIVA Press. Hlm. 22

Kamus Besar Bahasa Indonesia, badan pengembangan dan Pembinaan Bahasa,


2017

Lichona, Thomas.2018 Mendidik Untuk Membentuk Karakter, Jakarta: Bumi


Aksara,. Hlm. 167

Majid, abdul dan Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.


Bandung: Rodakarya. Hlm.102

Syamsul, Kurniawan. 2013. Pendidikan Karakter, Konsepsi & Implementasinya


secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi
dan Masyarakat. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Hlm. 136

Yusuf Bilfaqih. 2015. Esensi Pengembangan Pembelajaran Daring. Yogyakarta,


Deepublish, , Hlm. 40

11

Anda mungkin juga menyukai