Figure 3. Technological Entrepreneurship. Figure 4. opportunity and successfully transform these innovations into
Ecopreneurship new products or services (Lober, 1998; Pastakia, 1998). On
the other hand, most of the definitions also include
ecopreneurial organizations, such as organization which acts
This trend has created a full range of opportunities for ecopreneurial and encourages the environmental
entrepreneurs: from creating green-technology, using intrapreneurs and ecopreneurs.
technology to promote environmental sustainability to simply
make the existing business more environmentally friendly to
take advantage of the benefits. An environmental
entrepreneur is a person who is determined not only by the
possibility of making profits, but is also determined by
environmental issues. He wants to make the world a better
place by improving, or at least protect the environment. In
the literature, the terms environmental entrepreneurship,
ecological entrepreneurship and ecopreneurship (Figure 4) are
used synonymously to mean innovative behavior of
individuals and organizations operating in the private
Figure 5. Technological Ecopreneurship
business sector, which see environmental issues as a central
objective and competitive advantage. The ecopreneurs
identify environmental innovations and their market
technology and entrepreneurs resulted technological
ecopreneurship. The formula of harmony has not yet been
discovered, but instead we know some of its basic elements:
The term of technological ecopreneurship embodies the resources of all kinds, latest technology, nature of
ecological or green entrepreneurship and technological entrepreneur and more. These factors have as a result the
entrepreneurship, as in Figure 5. An example of eco- creation of value and it gives the performance. A part of these
technological entrepreneurship it is considered a power elements are presented in the conceptual model of
distribution company which owns and operates the electricity technological ecopreneurship, presented in Figure 6, where
transmission technology required, yet it must also comply the technological ecopreneurship is a process that
with standards, terms of keeping a clean, unpolluted and encompasses these elements.
ecological environment. It is said that the Universe is based
on the harmony that exists between all its components.
Following this path, the harmony between environment,
sesuai kebutuhan penelitian. Technopreneurship merupakan
bentukan dari dua kata, yakni ‘teknologi’ dan
‘enterpreneurship’yang secara umum, kata teknologi
digunakan untuk merujuk pada penerapan praktis ilmu
pengetahuan ke dunia industri atau sebagai kerangka
pengetahuan yang digunakan untuk menciptakan alat-alat,
untuk mengembangkan keahlian dan mengekstraksi materi
guna memecahkan persoalan yang ada. Entrepreneurship
berasal dari kata entrepreneur yang merujuk pada seseorang
atau agen yang menciptakan bisnis/usaha dengan keberanian
menanggung resiko dan ketidakpastian untuk mencapai
keuntungan. Konsep technopreneur menawarkan banyak
kelebihan, antara lain kemudahan bagi konsumen dan pelaku
bisnis sendiri, pelaku bisnis dapat berkomunikasi langsung
dengan konsumen tanpa harus bertatap muka, transaksi jual
Figure 6. Technological ecopreneurship as Conceptual model
beli jauh lebih mudah dan cepat, jam kerja pelaku bisnis yang
tidak terikat seperti layaknya pegawai, hemat tenaga dan
This research has revealed a new segment of
pastinya hemat biaya. Jika di perhatikan, semua kelebihan ini
entrepreneurship, namely technological ecopreneurship,
mampu memberikan keuntungan yang besar di bidang usaha
which includes present and mostly future ideas and
bisnis kuliner. Oleh karena itu konsep technopreneursip akan
businesses a lot more environmental friendly. In all fields, the
diterapkan dalam penelitian ini.
latest technology is required, even for the purpose of
protecting, preserving and improving the environment. Given
3. Teaching Factory
this, innovations from the technological domain can be used
on the top mentionedpurposes? Model konseptual (Piech &
Radosevic, 2006) di Figure 6, dapat dikembangkan dan
digunakan pada penelitian ini dengan melakukan penyesuaian
Menurut Rahmat Kurniawan (2011), teaching factory langsung melakukan praktik dengan memproduksi barang
merupakan pengembangan dari unit produksi dan pendidikan atau jasa yang mampu dijual ke konsumen. Menurut
sistem ganda yang sudah dilaksanakan di SMK. Konsep Moerwismadhi (2009), kegiatan praktik siswa sekolah
teaching factory merupakan salah satu bentuk pengembangan kejuruan di Jerman dilakukan di dalam sebuah pabrik atau
dari sekolah kejuruan menjadi model sekolah produksi. Hal perusahaan, sedangkan pemerintah mengajarkan materi-
ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh materi teoritik di sekolah selama satu sampai dua hari per
Triatmoko (2009) bahwa SMK masih kesulitan untuk minggu. Dengan demikian, teaching factory adalah kegiatan
menerapkan pendidikan berbasis produksi (production based pembelajaran dimana siswa secara langsung melakukan
education and training) sebagaimana yang dilaksanakan di kegiatan produksi baik berupa barang atau jasa di dalam
ATMI (Akademi Teknik Mesin Indonesia). Oleh karena itu lingkungan pendidikan sekolah. Barang atau jasa yang
dimunculkan istilah teaching factory yang mengharuskan dihasilkan memiliki kualitas sehingga layak jual dan diterima
SMK yang melaksanakannya untuk memiliki sebuah unit oleh masyarakat atau konsumen. Teaching factory sebagai
usaha atau unit produksi sebagai tempat untuk pembelajaran salah satu strategi pembelajaran memiliki beberapa tujuan.
siswa. Dalam unit usaha atau produksi tersebut, siswa secara
Alptekin, et al (2001) menyatakan bahwa tujuan teaching (2011) menyatakan bahwa teaching factory dapat
factory ialah menghasilkan lulusan yang professional di meningkatkan kompetensi dan jiwa kewirausahaan pada
bidangnya, mengembangkan kurikulum yang fokus pada siswa. Juga pada mahasiswa menurut penulis. Menurut
konsep modern, mendemonstrasikan solusi yang tepat untuk Rahmat Kurniawan (2011), model pembelajaran yang cocok
tantangan yang dihadapi dunia industri, serta transfer diterapkan adalah Model Teaching Factory 6 Langkah yang
teknologi dari industri yang menjadi partner dengan siswa disebut dengan TF-6M. Penerapan Model TF-6M diharapkan
dan institusi pendidikan. Menurut Jorgensen, et al. (2995), dapat menunjang dalam upaya peningkatan sumber daya
teaching factory bertujuan untuk memberikan pengalaman manusia yang inovatif dan kreatif di era globalisasi sekarang.
nyata dalam desain, manufaktur, dan realisasi produk yang Sumber daya manusia yang inovatif dan kreatif juga dapat
dirancang untuk mengembangkan kurikulum yang memiliki diwujudkan melalui pendidikan kewirausahaan. Pengertian
keseimbangan antara pengetahuan teori dan teknologi, kewirausahaan pada hakikatnya adalah sifat, ciri, dan watak
perancangan, kegiatan bisnis, dan ketrampilan yang seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan
professional. Direktorat PSMK (2009), menyatakan bahwa gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif
teaching factory digunakan sebagai salah satu model untuk (Suryana, 2006). Seseorang yang berminat untuk
memberdayakan SMK dalam menciptakan lulusan yang berwirausaha harus dapat menerima semua proses yang
berjiwa wirausaha dan memiliki kompetensi keahlian melalui terjadi dalam wirausaha” (Purnama, 2009). Melalui
pengembangan kerjasama dengan industri dan entitas bisnis penerapan model TF-6M yang ditunjang dengan
yang relevan dan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran pembelajaran kewirausahaan, diharapkan siswa mempunyai
melalui wahana belajar sambil berbuat (learning by doing). minat untuk berwirausaha. Individu (siswa) harus mampu
Pembelajaran dengan pendekatan seperti ini, akan mempersiapkan bekal berupa sikap mental dan belajar untuk
menumbuhkan jiwa entrepreneurship bagi siswa. Siswanto menguasai beberapa keterampilan yang menunjang
pelaksanaan wirausaha (Rahmat Kurniawan, 2011). Model makanan menjadi bentuk lain untuk di konsumsi oleh
TF-6M terdiri dari dua kelompok kegiatan softskill dan manusia atau industri pengolahan makanan (Bartono, 2006).
hardskill yang bertujuan meningkatkan kompetensi siswa Kuliner merupakan suatu bagian kehidupan yang erat
dalam mata pelajaran produktif kompetensi keahlian. kaitannya dengan konsumsi makanan sehari-hari. Setiap
Kegiatan softskill dan hardskill diharapkan mampu orang memerlukan makanan yang sangat dibutuhkan sehari-
mengembangkan potensi siswa dalam bentuk kecakapan hari, mulai dari makanan yang sederhana hingga makanan
personal, sosial, akademik dan vokasional yang terpadu pada mewah, yang membutuhkan pengolahan yang baik. Lebih
siklus pembelajaran. Terdapat tiga unsur yang terlibat dalam lanjut Hamid (2017) menjelaskan bahwa pengolahan
proses pembelajaran, yaitu : siswa yang memerankan sebagai makanan atau kuliner meliputi pengetahuan tentang menu,
pekerja, guru yang berperan sebagai asesor, konsultan, resep masakan, resep kue, bahan makanan pokok, bahan
fasilitator, dan sekaligus sebagai penanggungjawab makanan tambahan, bumbu masak, tehnik memasak,
keseluruhan program pembelajaran, dan pemberi/pemilik menyajikan hidangan dan mengemas makanan. Keterampilan
pesanan/pemesan baik dari industri, dari perorangan atau dari pengolahan makanan mulai dari membersihkan, menyiangi,
sekolah setempat (Martawijaya 2010). Model Pembelajaran memotong dan iris mengiris dengan berbagai macam alat
TF-6M dalam satu siklus kerja terdiri dari enam langkah pemotong atau pisau sesuai dengan pengolahan selanjutnya,
yaitu: menerima pemesan, menganalisis pesanan, menyatakan melumatkan bumbu, selanjutnya keterampilan menyiapkan
kesiapan mengerjakan pesanan, mengerjakan pesanan, alat memasak sesuai dengan fungsinya dalam mengolah
melakukan kontrol kualitas, dan menyerahkan pesanan. makanan dengan memperhatikan jenis, tehnik memasak, dan
Alur pelaksnaan Model TF-6M menurut Kurniawan dapat setelah masak kemudian dihidangkan untuk siap dikonsumsi
dilihat pada gambar berikut: atau dikemas untuk dijual. Konsep pembelajaran berbasis
industri berarti bahwa setiap produk praktik yang dihasilkan
dapat bernilai ekonomi, berdaya jual dan diterima oleh pasar.
3. Menyatakan
Kesiapan
Sinergi antara sekolah dengan industri dapat dicapai melalui
Mengerjakan kerjasama antar keduanya, dimana kerjasama tersebut mampu
Pesanan
untuk mewujudkan transfer teknologi, dan lulusan yang
kompeten atau memiliki kemampuan sesuai yang disyaratkan
2. Menganalisis
oleh industri, dan kegiatan yang saling menguntungkan.
Kebutuhan Menerima 4.
Konsumen Pesanan Pesanan Apabila sekolah dan industri dapat bekerja sama dengan baik,
maka sinergi antara keduanya berlangsung secara
berkelanjutan.
Konsultan/Asesor Riyanto Arudam (2015) menjelaskan bahwa
6. Menyerahkan Konsultan/ pengertian kuliner adalah hasil olahan yang berupa masakan
Pesanan
5. Melakukan Quality berupa lauk-pauk, panganan maupun minuman. Kuliner tidak
Control
terlepas dari kegiatan masak-memasak yang erat kaitannya
dengan konsumsi makanan sehari-hari. Kata kuliner
Gambar 7. Alur pelaksnaan Model TF-6M merupakan unsur serapan bahasa Inggris yaitu culinary yang
Sumber : Martawijaya D. H. 2010 berarti berhubungan dengan memasak. Sedangkan orang yang
bekerja di bidang kuliner disebut koki atau chef. Penggunaan
4. Usaha Kuliner dalam Teori dan Praktek istilah kuliner digunakan untuk berbagai macam kegiatan,
seperti Seni kuliner yaitu seni persiapan, memasak dan
Menurut Hamid (2017), kuliner berasal dari bahasa penyajian makanan, biasanya dalam bentuk makanan. Kuliner
Inggris Culinary yang pengertiannya adalah “the word didefinisikan sebagai suatu disiplin ilmu dan kebiasaan
culinary derives from the latin word culina, meaning kitchen. (practices) yang berhubungan dengan seni dan keterampilan
It is commonly used as reference to things related to cooking menyiapkan, menyusun, memasak dan menyajikan makanan.
or the culinary profession. The culinary profession is cooking Kebanyakan juru masak profesional (chef) lebih memilih
or preparing food as a profession, chefs, restaurant fokus hanya pada aspek kuliner yakni memproduksi makanan
management, dietician, nutritionists, etc”. Secara harfiah yang berkualitas tinggi dengan rasa dan cita rasa yang
kuliner adalah dapur yang bisa digunakan untuk merujuk bermutu enak, tetapi mereka tidak menggali implikasi ilmiah
pada sesuatu yang berhubungan dengan memasak atau profesi dan sejarah dari makanan yang mereka buat. Pada
kuliner. Profesi kuliner sendiri dapat diartikan profesi untuk saat seorang seniman kuliner (juru masak profesional atau
memasak atau mempersiapkan makanan, seperti chefs, culinarian) mengkaitkan hidangan masakan-makanannya
management restaurant, ahli penata diet, ahli gizi dan dengan asal usul persiapan, bahan baku, proses memasak,
sebagainya. Menurut Echols (2000), culinary diartikan seni presentasi, keseimbangan estetika dan budaya terhadap
sebagai hal yang berhubungan dengan dapur atau masakan. mutu makanan, maka disitulah cakupan wilayah gastronomi.
Masakan atau produk makanan merupakan hasil proses Kulinologi adalah pendekatan baru dalam seni memasak
pengolahan bahan mentah menjadi makanan siap dihidangkan (kuliner) yang memadukan (mensinergikan) seni kuliner,
melalui kegiatan memasak (Afiatin, 2013). Kuliner adalah ilmu dan teknologi pangan untuk membuat rasa makanan
kegiatan pengolahan makanan dan hasilnya berupa lauk-pauk, lebih baik dengan metode menerjemahkan konsep sebuah
penganan, dan minuman. Pengolahan makanan adalah makanan, seperti yang diterapkan dalam santapan atau dalam
kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk masakan etnis tradisional. Tata boga adalah suatu teknik
mengubah bahan mentah menjadi makanan atau mengubah
untuk meramu, mengolah, dan menyediakan serta
menghidangkan makanan dan minuman. Tata boga mencakup
pengetahuan mengenai menu, resep masakan, resep kue,
bahan makanan pokok, bahan makanan tambahan, bumbu,
dan teknik yang digunakan dalam proses memasak,
menyajikan hidangan dan mengemas makanan.Lebih lanjut
dijelaskan Riyanto Arudam (2015) bahwa ada juga wisata
kuliner yaitu wisata yang bertujuan untuk mencoba
menikmati hasil masakan di tempat wisata tersebut. Misalnya
wisata kuliner di kota Bandung yaitu mencoba menikmati
makanan khas daerah Bandung. Wisata kuliner merupakan
perpaduan menikmati suatu makanan sambil menikmati
suasana jalan-jalan, bersantai atau sedang berlibur, sehingga
memanfaatkan waktu ke tempat-tempat yang menyediakan
makanan khas. Dengan kata lain istilah wisata kuliner dapat
diuraikan secara bebas tanpa menghilangkan makna
perpaduan antara berwisata sambil mencari makanan khas.
Saat ini kuliner sudah merupakan sebuah gaya hidup yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari karena
makanan adalah sebuah kebutuhan sehari-hari. Semua itu,
membutuhkan cara pengolahan makanan yang enak. Wisata
kuliner bisa diartikan sederhana bahwa jalan-jalan kesuatu Gambar 8. Model Hipotetik PVLS (Hamid, 2017)
tempat dimana kita bisa menikmati makanan di tempat
Sumber: Disertasi Hamid (2017)
tersebut. Secara harfiah wisata adalah bepergian bersama-
sama untuk memperluas pengetahuan, wawasan, sedangkan
kuliner berarti masakan atau makanan. Dengan demikian III. METODE PENELITIAN
disimpulkan bahwa wisata kuliner adalah bepergian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan
bersama-sama memperluas wawasan mengenai makanan. Di
berbentuk eksperimen di laboratorium PKK dan dilapangan.
dalam penelitian ini usaha kuliner yang mmenjadi focus
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
penelitian adalah bahan pangan lokal yang melimpah pada
ecopreneurship dan technopreneurship berbasis factory pada
waktunya yang dikelolah menjadi makanan yang produktif
usaha kuliner. Pada awalnya penelitian ini dilaksanakan dalam
dan bernilai ekonomi tinggi yaitu umbi-umbian, buah-buahan,
bentuk eksperimen di laboratorium PKK yang hasilnya
dan sayuran. Teori yang digunakan adalah pengolahan
dikembangkan di lapangan. Mahasiswa dilatih untuk
makanan dan parakteknya yang dipilih sesuai minat
mendapatkan prototipe model produk makanan yang layak
mahasiswa yang belum pernah ada sebelumnya selama ini.
untuk home industry kuliner untuk dikembangkan di daerah
Menggunakan konsep teaching factory TF-6M sehingga
asal mahasiswa. Penekanannya pada Ecopreneurship dan
hasilnya dapat diminati karena berkualitas. Di dalam
yaitu ekosistem dan entrepreneurship yang akan mengelola
pelatihan pembinaan usaha home industry kuliner dapat
bahan pangan yang tersedia melimpah di daerahnya menjadi
menggunakan Model Hipotetik PVLS dari Hamid (2017)
produk marketable untuk home industry dengan
sebab model ini memiliki daya tarik karena valid, reliable,
memperhatikan kelestarian lingkungan. Diperlukan
praktis dan efektif menurut validator. Model PLVS tersebut
Technopreneurship yaitu sentuhan teknologi terhadap bahan
dapat dilihat pada gambar berikut:. Model Hipotetik PVLS
pangan yang melimpah menjadi usaha kuliner di daerah asal
(Hamid, 2017) sebagai berikut:
mahasiswa. Sampel yang diuji adalah bahan dari
singkong, semangka, kecombrang, dan talak.
Mahasiswayang terlibat adalah 5 orang yang mengelola
dua macam produk dari satu jenis bahan. Kelima
mahasiswa inilah yang melaksanakan ujicoba laboratorium
atau eksperimen yaitu lima orang mahasiswa PKK Tata
Boga creativepreneurship yang memiliki kemampuan
mengelola bahan baku pangan yang melimpah di
lingkungannya menjadi usaha kuliner produktif yang akan
dikembangkan pada masyarakat sekitarnya menjadi home
industry. Hasil penelitian eksperimen laboratorium yang
terbaik, dijadikan prototype model produk yang dilatihkan di
lapangan yaitu di daerah asal mahasiswa yang berbeda.
Sampel penelitian dan pelatihan di daerah diambil secara
purposive. Pelatihan yang dikembangkan di lapangan harus
berbasis factory dengan menggunakan TF-6M, dan
menggunakan model pelatihan kuliner yaitu Model PVLS
yang sudah diuraikan pada kajian teori. Usaha kuliner yang
dikembangkan berbasis ekopreneurship dengan subyek usaha kuliner dapat dilaksanakan untuk berbagai bidang
ujicoba adalah bahan baku pangan yang melimpah pada kewirausahaan tetapi masih sebatas pada teori dan praktek di
musimnya yaitu buah-buahan, umbi-umbian dan sayuran. SMK. Oleh karena itu penulis ingin mengembangkan
Pendukung peneliti yang diambil secara purposive lima penelitian dan menerapkan di perguruan tinggi dengan focus
orang mahasiswa PKK Tata Boga creativepreneurship dari pada usaha kuliner bidang kewirausahaan di PKK Tata Boga.
daerah asal yang berbeda untuk mengembangkan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dimulai
ecopreneurship dengan sentuhan technopreneurship pada 10 dari laboratorium PKK yang harus dikembangkan di
topik berbeda. Data dikumpulkan dengan uji organoleptik lapangan. Di laboratorium mahasiswa dibimbing untuk
oleh 20 panelis terlatih, dengan analisis dokumen, observasi, melakukan uji eksperimen untuk mencoba membuat
kuesioner, wawancara. Data dianalisis secara deskriptif dan prototype model produk yang hasilnya dipersiapkan sebagai
kualitatif. Hasilnya adalah 10 macam produk kuliner berbeda bahan ajar pelatihan dan pemberdayaan masyarakat di
yang markatable. Bahan yang melimpah pada musimnya lapangan dengan tujuan utama untuk membentuk wirausaha
akan menjadi sampah dan mengotori lingkungan. Jika diolah baru di bidang kuliner baik dari mahasiswa maupun dari
dengan sentuhan teknologi, justru produktif, bernilai kalangan masyarakat, sebagai wujud dari aplikasi
ekonomi tinggi dan tidak merusak lingkungan. Dapat pembelajaran kewirausahaan dibidang pengelolaan pangan.
meningkatkan produktivitas masyarakat melalui home Mahasiswa yang dilibatkan lima orang tetapi akhirnya
industry kuliner yang marketable. Mahasiswa menjadi agen melatih sekian banyak anggota masyarakat di daerahnya
pengembang produk dengan sentuhan teknologi, menjadi masing-masing menjadi wirausaha kuliner yang berbasis
usaha kuliner berbentuk home industry berbasis lingkungan home industry. Oleh karena itulah yang menjadi focus dan
di daerahnya masing-masing untuk menghasilkan produk subyek penelitian ini adalah bahan makanan yang melimpah
kuliner yang layak untuk home industry sekaligus di daerah asal mahasiswa sehingga tidak kekurangan bahan
menghasilkan wirausaha baru baik dari kalangan baku. Umbi-umbian, buah-buahan, sayuran banyak tersedia
mahasiswa maupun masyarakat. Pada tahap awal penelitian, dimana-mana dan melimpah pada saatnya. Dari sekian
buah-buahan, umbi-umbian, dan sayuran yang diolah tersebut banyak produk yang diujicoba, hanya dipilih 10 jenis yang
antara lain Buah Talak, Kecombrang, Labu Kuning, berbeda dan dianggap produk terbaik oleh panelis dan
Semangka, Singkong, adalah pangan yang melimpah di konsumen sehingga layak untuk usaha kuliner berbasis home
masing-masing daerah. industry dengan memperhatikan ekosistim atau lingkungan.
Oleh karena itu perlu diberikan sentuhan teknologi berbasis
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN factory karena masyarakat tidak memiliki ketrampilan
Hasil yang diperoleh dari uji ekperimen di laboratorium mengolah dan memasarkannya. Kegiatan usaha di bidang
adalah prototype model produk yang akan dijadikan bahan kuliner dapat memberikan berbagai manfaat yaitu
ajar dan pelatihan pemberdayaan msyarakat di daerah asal peningkatan perekonomian, meningkatkan produktivitas dan
masing- masing mahasiswa. Hasil uji eksperimen di pendapatan masyarakat. Di berbagai tempat, ditemukan hasil
Laboratorium PKK dengan menggunakan pangan local yang pertamian yang melimpah pada waktunya yang dapat
melimpah pada musimnya.Dari pangan local tersebut merusak lingkungan jika tidak diberikan sentuhan teknologi.
dihasilkan berbagai produk yang belum pernah ada antara Itulah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk
lain: 1.Mabel Talak, 2.Bluder dari buah talak, 3. Poding Buah kuliner.
Talak, 4. Dodol buah kecombrang, 5. Bumbu instan kapurung
dari kecombrang 6. Kasippi’ dari labu kuning, 7. Jus buah VI. UCAPAN TERIMA KASIH
Semangka, 8. Selei buah semangka, 9. Poding buah Kepada semua pihak yang telah berjasa memberikan
semangka, 10. Brownis dari Singkong. Dari prototype model bantuan dalam penelitian dan penulisan Artikel ini sampai
produk tersebut, telah dipilih yang hasil terbaik sebanyak 10 dimuat dalam Prosiding, mulai dari Menristek Risbang Dikti
macam. Ke 10 macam prototype produk tersebut sudah siap yang telah memfasilitasi dan menyediakan program penelitian
dilatihkan menjadi usaha kuliner berbasis home industry. serta pembiayaan, Lembaga Penelitian mulai dari Ketua
Mabel, Poding dan Bluder Talak telah di diaplikasikan Lemlit UNM dan Sekertaris, Kepala Seksi, Staf, dan
melalui pelatihan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) tahun karyawan yang telah memberikan kemudahan dan pelayanan
2018 di Kelurahan Tidung. Hasilnya sudah diuji hedonic dan serta fasilitas lainnya, dan kerjasama yang sebaik-baiknya;
mutu hedonicnya dengan skala 1-5 oleh 20 panelis. Hasil Bapak Rektor, Pembantu Rektor yang telah memberikan izin
analisis datanya menunjukkan bahwa tingkat kesukaan penelitian, bantuan dan kemudahan lainnya, Dekan FT, Wakil
panelis terhadap rasa, warna, tekstur, aroma 10 macam dekan, Ketua Jurusan dan Ketua Prodi, Ketua Labotorium,
produk, sudah sangat disukai (umumnya 85%-100%). Begitu Laboran, dan teman dosen, keluarga dan anak, teman-teman
juga uji mutu hedonic menunjukkan bahwa kualitas mutu 10 mahasiswa, anggota peneliti, panitia seminar serta staf
produk sudah sangat baik (umumnya 88%-100%) dilihat dari lainnya yang tidak sempat disebutkan, penulis mengucapkan
rasa, warna, tekstur, aroma, sehingga layak dijadikan produk terima kasih yang sebesar-besarnya, dan jika terjadi
untuk usaha kuliner berbasis home industy. kekeliruan yang sebenarnya tidak disengaja, penulis
menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
V. KESIMPULAN
Penelitian dan pengembangan dengan penekanan pada
ecopreneurship dan technopreneurship berbasis factory pada
DAFTAR PUSTAKA
Abrahamsson (2006). Sustainopreneurship – Business with a Kompetensi Produktif Siswa SMK Pariwisata. Bandung:
Cause. Master Thesis, Växjö University, Sweden FPTK UPI
Afiatin,et al. (2013). Mudah Dan Sukses Menyelenggarakan Moerwishmadhi. (2009). Teaching factory suatu pendekatan
Pelatihan. Yogyakarta. Kanisius. dalam pendidikan vokasi yang memberikan penga- laman
Alma,Buhari. (2010). Kewirausahaan. Bandung : Alfabeta.. kearah pengembangan technopreneurship. Makalah
Alptekin, et al (2001). Pengembangan teaching factory di Penn disajikan dalam Seminar Nasional Technopreneurship
State Univesity, The University of Puerto Rico- Learning for Teaching factory di Universitas Negeri
Mayagues,of Washington. Makalah yang dipublikasikan Malang.
dalam American Society for Engineering Education Annual Murdiningtyas, Endah (2014). Prakarsa Strategis
Conference and Exposition. Pengembangan Konsep Green Economy. Jakarta : DEPUTI
Bartono, dan Ruffino. (2006). Dasar- Dasar Food Product. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Yogyakarta : Andi. UNM. (2016). Recana Induk Penelitian ( RIP) Lemlit UNM.
Cosmin Mihai Nacu and Silvia Avasilcăi.(2014). Lembaga Penelitian. UNM Makassar
Technological ecopreneurship: conceptual approaches. Permadi, A. Guruh. (2011). Menyulap Sampah Jadi
Technical University of Iași, Department of Engineering Rupiah.Jakarta : MUMTAZ Media.
and Management, 29 Dimitrie Mangeron str., Romania. Piech, K., Radosevic,S. (2006). The Knowledge-Based
Social and Behavioral Sciences 229-235 Economy in Central and East European. Countries and
David Kainrath (2009). Ecopreneurship In Theory And Industries in a Process of Change, Palgrave Macmillan
Practice.Proposed Emerging Framework ecopre-neurship. Rahmat Kurniawan. (2014). Pengaruh Penerapan Model
Bachelor thesis, Umea School of Business. Pembelajaran Teaching Factory 6 Langkah (Tf-6m) dan
Dean, T. J., & McMullen J.S. (2005). Toward a theory of Prestasi Belajar Kewirausahaan Terhadap Minat
sustainable entrepreneurship: Reducing environmental Wirausaha. Pascasarjana UPI Bandung. INVOTEC,
degradation through entrepreneurial action. Journal of Volume X, No.1, Februari 2014 : 57- 66
Business Venturing. Issue 22, pp. 50-76 Rennings, K. (2000). Redefining Innovation – Eco-Innovation
Direktorat PSMK. (2009). Roadmap pengembangan SMK Research and the Contribution from Ecological Economics.
2010-2014. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Ecological Economics, 32, pp. 319-332
Duening, T. N., Hisrich, R. D. and. Lechter, M. A. (2010), Resosodarmo, Soedjiran., Kustawa Kartawinata, Aprilani
Technology entrepreneurship: Creating, capturing and Soegiarto. Pengantar Ekologi.(1986).Remadja Karya.
protecting value, Kindle Edition, pp 85 Bandung
Echols, JM & Shadily, H. (2000). Kamus Inggeris Indonesia. Siswanto, Ibnu. (2011). Pelaksanaan Teaching Factory Untuk
Jakarta: Gramedia Good, C.V. (ed). Dictionary of Meningkatkan Kompetensi dan Jiwa Kewirausahaan Siswa
Educatio. New York: McGraww-Hill Company. Sekolah Menengah Kejuruan. Seminar Nasional
Effendi, T.N. (1995). Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja “Wonderful Indonesia” Jurusan PTBB FT UNY 3
dan Kemiskinan. Jogyakarta: Tiara Wacana. Desember 2011 ISSN: 1907-8366
Halila F., & Hörte S. Å. (2006). Innovations that combine Schaltegger S. (2002). A Framework for Ecopreneurship.
environmental and business aspects. International Greener Management International, 38 – Summer 2002,
Journal for Innovation and Sustainable Development, pp. 38-58
Vol.1 No. 4, pp. 371-387 Soemarwoto. (2004). Ekologi, Lingkungan Hidup, dan
Hamid, Sundari. (2017). Pengembangan Model Pelatihan Pembangunan.Jakarta : Djambatan.
Kuliner Berbasis Vocational Life Skill bagi Anak Panti Suryana, 2006). Kewirausahaan. Jakarta: Salemba Empat.
Asuhan Di Kota Makassar. Disertasi. Pascasarjana UNM, Triatmoko, SJ. (2009). The ATMI story, rainbow of excellence.
Makassar. Surakarta: Atmipress.
Isaak, R. (1998). Green Logic: Ecopreneurship, Theory and Jorgensen, J.E. et al. (1995). The learning factory. Proceedings
Ethics. Sheffield, UK: Greenleaf Publishing. West of the Fourth World Conference on Engineering
Hartford, CT: Education, St. Paul, Minneapolis, USA.
Keogh P. D., & Polonsky M. J. (1998). Environmental Riyanto Arudam. (2015). Pengertian Kuliner. Wikipedia
Commitment: a basis for environmental entrepre- bahasa Indonesia. 5 Juli 2015, diakses 8 Agustus 2017 dari
neurship? Journal of Organizational Change google.
Management, Vol.11 No.1, pp. 38-49 Isaak, R. (1998). Green Logic: Ecopreneurship, Theory and
Lober, D.J. (1998). Pollution Prevention and Corporate Ethics. Sheffield, UK: Greenleaf Publishing.
Entrepreneurship, Journal of Organisational Change Kainrath, D. (2009). Ecopreneurship in theory and practice: A
Management 11.1, 26-37. proposed emerging framework for ecopreneurship.
Pastakia, A. (1998). Grassroots Ecopreneurs: Change Agents Bachelor’s Thesis, Faculty of Social Sciences, Umea
for a Sustainable Society. Journal of Organisational School of Business,University Sweden. Retrieved from
Change Management 11.2: 157-73. http://umu.diva-portal.org/record.jsf?diva2:280302
Martawijaya,D.H.(2010).Implementasi Model Pembelajaran Kirkwood, J., & Walton, S. (2010). What motivates
Teaching Factory Enam Langkah untuk Meningkatkan ecopreneurs to start business