Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG

OBESITAS PADA LANSIA

DI BUAT OLEH :

(1921013)

DOSEN PEMBIMBING: NINIK AMBARSARI S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI D III


KEPERAWATAN STIKES HANG
TUAH SURABAYA

TA. 2020/2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................1


DAFTAR ISI .............................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................

A. Latar Belakang ................................................................................ 5

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6

C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 7

D. Manfaat Penulisan ........................................................................... 8

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................

A. Lansia
1. Definisi lansia ..........................................................................9
2. Batasan lansia ......................................................................10
3. Proses menua ......................................................................12
4. Kebutuhan hidup lansia ..................................................13
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ..........14
B. Obesitas
1. Definisi obesitas ................................................................16
2. Penyebab .............................................................................17
3. Patofisiologi ....................................................................18
4. Klasifikasi ....................................................................20
5. Manifestasi .................................................................21
6. Komplikasi ..................................................................22
7. Penatalaksanaan ...............................................................25

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..................................................

A. Kesimpulan .................................................................................... 26

B. Saran ............................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 30


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,
pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni
Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES
HANG TUAH program studi DIII Keperawatan, makalah ini disusun dengan judul
”OBESITAS PADA LANSIA”
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh yang mempunyai fungsi sebagai energi,

sebagai penyekat panas, penyerap goncangan dan fungsi lainnya. Rata- rata wanita memiliki

lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan normal antara lemak tubuh

dengan berat badan adalah sekitar 25- 30 % pada wanita dan 18-23 % pada pria. Wanita dengan

lemak tubuh lebih dari 30 % dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25 % dianggap mengalami

obesitas (Proverawati, 2010).

Masalah obesitas meningkat dengan cepat dI berbagai belahan dunia menuju proporsi

epidemik. Hal tersebut disebabkan peningkatan diet yang tinggi lemak dan gula, disertai

penurunan aktivitas fisik. di Eropa, obesitas telah menjadi epidemik dengan memberikan

kontribusi sebesar 35% terhadap angka kesakitan dan memberikan kontribusi sebesar 15-20%

terhadap kematian. Berbagai laporan terkini mengindikasikan bahwaprevalensi obesitas

diseluruh dunia baik di Negara berkembang maupunNegara yang sedang berkembang telah

meningkat dalam jumlah yang mengkhawatirkan. Hal tersebut dapat mengakibatkan masalah

kesehatan yang serius karena obesitas dapat memicu kelainan kariovaskuler, ginjal, metabolic,

prototombik, dan respon inflamasi (Arundhana, 2010).

Kegemukan adalah salah satu dari penyebab kematian yang dapat dicegah utama di dunia.

Data prevalensi obesitasi Amerika Serikat menunjukkan bahwa 50 % orang dewasa dan

25 % anak-anak AS menderita berat badan lebih dan obesitas menggunakan patokan BMI ≥30,

presentase yang sangat tinggi menyebabkan epidemic penyakit kronis. Apabila percepatan
penyakit obesitas berlanjut seperti sekarang kemungkinan sebagian besar populasi di

Amerika Serikat menderita obesitas ( Soegih, 2009).

Himpunan studi obesitas Indonesia memeriksa lebih dari 6000 orang dari hampir seluruh

provinsi dan didapatkan angka obesitas dengan Indeks Massa Tubuh ( IMT ) > 30 kg/m2

pada laki- laki sebesar 9,16% dan pada perempuan 11,02 %. Apabila tren ini berjalan

terus seperti sekarang ini, maka pada tahun 2015 tidak mustahil penduduk Indonesia akan

menyandang gelar “ obesogenik “ terutama dinegara urban (Soegih. 2009). Perawat memiliki

peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satu

peran penting seorang perawat adalah sebagai Educator, dimana pembelajaran merupakan

dasar dari Health Education yang berhubungan dengan semua tahap kesehatan dan tingkat

pencegahan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat dapat

menekankan pada tindakan keperawatan yang berorientasi pada upaya promotif dan

preventif.Maka dari itu, peranan perawat dalam penanggulangan obesitas yaitu perawat dapat

memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga dalam hal pencegahan penyakit,

pemulihan dari penyakit, memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan seperti diet

untuk obesitas. Manfaat pendidikan kesehatan bagi keluarga antara lain meningkatkan

pengetahuan keluarga tentang sakitnya hingga pada akhirnya akan meningkatkan

kemandirian keluarga (Sutrisno, 2013).

Peran keluarga sangat penting, disfungsi apapun yang terjadi pada keluarga akan

berdampak ada satu atau lebih anggota keluarga secara keseluruhan keluarga, bila ada satu

orang yang sakit akan berpengaruh pada keluarga secara keseluruhan. Adanya hubungan kuat

antara keluarga dan status kesehatan setiap anggota keluarga, sangat memerlukan peran

keluarga pada saat menghadapi masalah yang terjadi pada keluarga.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan masalah

“Bagaimanakah pelaksanaan Asuhan Keperawatan Lansia dengan masalah utama obesitas.

C. Tujuan Penulisan

Mendapatkan pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan Lansia pada

dengan masalah utama obesitas

D. Manfaat penulisan

dapat membantu penulis maupun penulis lainnya untuk mengembangkan

pengetahuan ,wawasannya dan menambah pengalaman nyata dalam asuhan keperawatan

pada pasien yang mengalami obesitas.


BAB II

PEMBAHASAN

B. Lansia

1. Definisi Lansia

Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu

periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih

menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Secara biologis

lansia adalah proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya

daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat

menyebabkan kematian (Wulansari, 2011).

2. Batasan Lansia

Batasan usia lansia menurut WHO meliputi (Santi, 2009):

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

BatasanLansiamenurutDepkes RI(2009)meliputi:

a. Menjelang usia lanjut (45-54 thn) : masavibrilitas

b. Kelompok usia lanjut (55 – 64 thn) : masapresenium


c. Kelompok usia lanjut (> 64 thn) : masasenium

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Sosial membagi lansia ke dalam 2

kategori yaitu usia lanjut pote nsial dan usia lanjut non potensial. Usia lanjut potensial adalah

usia lanjut yang memiliki potensi dan dapat membantu dirinya sendiri bahkan membantu

sesamanya. Sedangkan usia lanjut non potensial adalah usia lanjut yang tidak memperoleh

penghasilan dan tidak dapat mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhannya sendiri (Hayati,

2010).

3. Proses Menua

Proses menua menurut (Santi, 2009), (aging) adalah suatu keadaan alami selalu berjalan

dengan disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling

berinteraksi. Hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun

kesehatan jiwa. Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses menua secara

alamiah.

Menua didefinisikan sebagai perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai

kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan

dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis

maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia

secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),

keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability) dan

keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran.

Proses menua dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis. Apabila seseorang

mengalami proses menua secara fisiologis maka proses menua terjadi secara alamiah
atau sesuai dengan kronologis usianya (penuaan primer). Proses menua seseorang yang

lebih banyak dipengaruhi faktor eksogen, misalnya lingkungan, sosial budaya dan gaya

hidup disebut mengalami proses menua secara patologis (penuaan sekunder).

Teori-teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi biasanya

dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial.

Secara umum teori biologi dan psikososiologis dijelaskan sebagai berikut (Stanley, 2008):

a. Teori Biologi

1) Teori Genetika

Teori sebab-akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh

pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori

genetik, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan

dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain,

perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya.

2) Teori Wear and Tear

Teori Wear and Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah

metebolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi

molecular dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh

akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal.

3) Riwayat Lingkungan

Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya karsinogen dari

industry, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses
penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari

lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam

penuaan.

4) Teori Imunitas

Teori Imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang

berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap

orgenisme sering mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita

berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem

imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun tubuh.

5) Teori Neuroendokrin

Para ahli menyatakan bahwa penuaan terjadi karena suatu perlambatan dalam suatu

sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh

suatu sistem saraf. Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal

dan reproduksi.

b. Teori Psikososiologis

1) Teori Kepribadian

Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam tahun-

tahun akhir kehidupannya. Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan

psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia.


2) Teori Tugas Perkembangan

Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan harus dipenuhi oleh seseorang pada

tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Pada kondisi

tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka

lansia tersebut berisiko untuk mengalami penyesalan atau putus asa.

3) Teori Disengagement

Teori Disengagement (teori pemutusan hubungan) menggambarkan proses penarikan

diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Menurut ahli teori ini.

Proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk

fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Manfaat pengurangan kontak

sosial untuk lansia adalah agar ia dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan

pencapaian hidupnya dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi.

4) Teori Aktivitas

Menurut teori ini, jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.

Berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara mempertahankan interaksi

yang penuh arti dengan orang lain dan kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pentingnya aktivitas mental dan fisik yang

berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan kesehatan sepanjang

masa kehidupan manusia.


5) Teori Kontinuitas

Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori perkembangan, merupakan suatu

kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian

pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan

terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada kemampuan koping

individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana

seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan. Ciri

kepribadian dasar dikatakan tetap tidak berubah walaupun usianya telah lanjut.

Selanjutnya, ciri kepribadian secara khas menjadi lebih jelas pada saat orang tersebut

bertambah tua.

4. Kebutuhan Hidup Lansia

Secara lebih detail, kebutuhan lansia terbagi atas (Subijanto et al, 2011):

a. Kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan.

b. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan untuk dihargai, dihormati dan mendapatkan

perhatian lebih dari sekelilingnya.

c. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

d. Kebutuhan ekonomi, meskipun tidak potensial lansia juga mempunyai kebutuhan

secara ekonomi sehingga harus terdapat sumber pendanaan dari luar, sementara untuk

lansia yang potensial membutuhkan adanya tambahan keterampilan, bantuan modal

dan penguatan kelembagaan.


e. Kebutuhan spiritual, spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang

manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan spiritual

diidentifikasi sebagai kebutuhan dasar segala usia. Fish dan Shelly mengidentifikasi

kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan akan makna dan tujuan, akan cinta dan keterikatan dan

akan pengampunan (Stanley, 2008).

5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut (Stanley, 2008):

a. Perubahan Fisik

1) Perubahan penampilan

Saat seseorang memasuki usia lanjut, penampilan secara fisik akan berubah. Misal

sudah mulai terlihat kulit keriput, bentuk tubuh berubah, rambut mulai menipis.

2) Perubahan fungsi fisiologis

Perubahan pada fungsi organ juga terjadi pada lansia. Perubahan fungsi organ ini yang

menyebabkan lansia tidak tahan, terhadap temperatur yang terlalu panas atau terlalu

dingin, tekanan darah meningkat, berkurangnya jumlah waktu tidur.

3) Perubahan panca indera

Perubahan pada indera berlangsung secara lambat dan bertahap, sehingga setiap

individu mempunyai kesempatan untuk melakukan penyesuain dengan perubahan

tersebut. Misal, kacamata dan alat bantu dengar hampir sempurna untuk mengatasi

penurunan kemampuan melihat atau kerusakan pendengaran.


4) Perubahan seksual

Pada lansia, terjadi penurunan kemampuan seksual karena pada fase ini klimakterik

pada lansia laki-laki dan menopause pada wanita. Tapi, hal itu juga tidak membuat

potensi seksual benar-benar menurun. Ini disebabkan penurunan atau peningkatan potensi

seksual juga dipengaruhi oleh kebudayaan, kesehatan dan penyesuain seksual yang

dilakukan di awal.

5) Perubahan Kemampuan Motorik

a) Kekuatan

Terjadi penurunan kekuatan otot. Hal ini menyebabkan lansia lebih cepat capai

dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk memulihkan diri dari keletihan

dibandingkan orang yang lebih muda.

b) Kecepatan

Kecepatan dalam bergerak nampak sangat menurun setelah usia enam puluhan.

c) Belajar keterampilan baru

Lansia yang belajar keterampilan baru cenderung lebih lambat dalam belajar

dibanding dengan yang lebih muda dan hasil akhirnya juga cenderung kurang

memuaskan.
d) Kekakuan

Lansia cenderung canggung dan kagok, yang menyebabkan sesuatu yang dibawa

dan dipegangnya tertumpah dan jatuh. Selain itu, lansia juga melakukan sesuatu

dengan tidak hati-hati dan dikerjakan secara tidak teratur.

6) Perubahan Kemampuan Mental

a) Belajar

Lansia lebih berhati – hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih

banyak untuk dapat mengintegrasiakan jawaban mereka dan kurang mampu

mempelajari hal – hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan pengalaman masa

lalu.

b) Berpikir dalam memberi argument

Secara umum terdapat penurunan kecepatan dalam mencapai kesimpulan,

baik dalam alasan induktif maupun deduktif.

c) Kreativitas

Kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir kreatif bagi lansia

cenderung berkurang.

d) Ingatan

Lansia pada umumnya cenderung lemah dalam mengingat hal – hal yang baru

dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal – hal yang telah lama dipelajari.
e) Mengingat kembali

Kemampuan dalam mengingat ulang banyak dipengaruhi oleh faktor usia

dibanding pemahamam terhadap objek yang ingin diungkapkan kembali. Banyak

lansia yang menggunakan tanda – tanda, terutama simbol visual, suara, dan gerakan,

untuk membantu kemampuan mereka dalam mengingat kembali.

f) Mengenang

Kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi pada masa lalu meningkat

semakin tajam sejalan dengan bertambahnya usia.

g) Rasa humor

Kemampuan lansia dalam hal membaca komik berkurang dan perhatian

terhadap komik yang dapat mereka baca bertambah dengan bertambahnya usia.

h) Perbendaharaan kata

Menurunnya perbendaharaan kata yang dimiliki lansia menurun dengan sangat

kecil, karena mereka secara konstan menggunakan sebagian besar kata yang pernah

dipelajari pada masa anak – anak dan remajanya.

i) Kekerasan mental

Kekerasan mental

tidak bersifat universal bagi usia lanjut.


j) Perubahan Minat

(1.) Minat Pribadi

Minat pribadi meliputi minat terhadap diri sendiri, minat terhadap

penampilan, minat pada pakaian dan minat pada uang. Minat terhadap diri sendiri

pada lansia cenderung meningkat, sedangkan minat terhadap uang dan penampilan

cenderung menurun. Untuk minat terhadap pakaian, disesuaikan dengan kegiatan

sosial lansia.

(2.) Minat Kegiatan Sosial

Dalam bertambahnya usia mengakibatkan banyak orangyang merasa

menderita karena jumlah kegiatan sosial yang dilakukannya semakin

berkurang. Hal ini lazim diistilahkan sebagai lepas dari kegiatan

kemasyarakatan (social disengagement).

(3.) Minat Rekreasi

Lansia cenderung untuk tetap tertarik pada kegiatan rekreasi yang

biasa dinikmati pada masa mudanya, dan mereka hanya akan mengubah minat

tersebut kalau betul – betul diperlukan.

(4.) Minat Kegiatan Keagamaan

Sikap sebagian besar lansia terhadap agama mungkin lebih sering

dipengaruhi oleh bagaimana mereka dibesarkan atau apa yang telah diterima

pada saat mencapai kematangan intelektualnya. Bagaimanapun juga, perubahan

minat dan sikap terhadap kegiatan keagamaan merupakan ciri orang berusia
lanjut dalam beberapa kebudayaan dewasa ini. Beberapa perubahan

keagamaan selama usia lanjut memberi pengaruh pada usia lanjut, antara lain

dalam hal toleransi keagamaan dan ibadat keagamaan. Terdapat bukti-bukti

bahwa kualitas keanggotan dalam tempat peribadatan memainkan peranan

yang lebih penting bagi penyesuaian individual pada usia lanjut dibanding

keanggotan itu sendiri. Mereka yang aktif di tempat peribadatan secara

sukarela di waktu masih muda cenderung dapat menyesuaikan diri dengan

pada masa tuanya dibanding mereka yang minat dan kegiatannya dalam

perkumpulan keagamaan terbatas.

(5.) Minat Mengenai Kematian

Semakin lanjut usia seseorang, biasanya mereka menjadi semakin

kurang tertarik terhadap kehidupan akherat dan lebih mementingkan tentang

kematian itu sendiri serta kematiannya sendiri.


2. Obesitas

1) Definisi Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai kandungan lemak berlebih pada jaringan adiposa.

Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak

yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu

kesehatan (Sugondo, 2009). Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak

kilokalori yang masuk melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang

kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai

trigliserida di jaringan lemak (Sherwood,2012).

2) Penyebab Obesitas

Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori

yang masuk melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang

kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai

trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2012). Menurut Fauci, etal.,

(2009),obesitas dapat disebabkan olehpeningkatan masukan energi, penurunan

pengeluaran energi, atau kombinasi keduanya. Obesitas disebabkan oleh banyak

faktor, antara lain genetik, lingkungan, psikis, kesehatan, obat -obatan,

perkembangan dan aktivitas fisik (Sherwood, 2012).

a. Faktor genetic

Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetik.

Selain faktor genetik pada keluarga, gaya hidup dan kebiasaan mengkonsumsi
makanan tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas. Penelitian menunjukkan

bahwa reratafaktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat

badan seseorang (Farida,2009).

b. Faktor lingkungan

Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya hidup juga memegang peranan

yang cukup berarti terhadap kejadian obesitas (Farida, 2009).

c. Faktor psikis

Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah

satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.Ada dua pola makan

abnormal yang dapat menjadi penyebab obesitas, yaitu makan dalam jumlah sangat

banyak dan makan di malam hari (Farida, 2009).

d. Faktor kesehatan

Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin yang dapat

menyebabkan obesitas, diantaranya adalah Down Syndrome, Cushing Syndrome,

kelainan hipotalamus, hipotiroid, dan polycystic ovary syndrome (Farida, 2009).

e. Faktor obat-obatan

Obat-obatan merupakan sumber penyebab signifikan dari terjadinya

overweight dan obesitas. Obat-obat tersebut diantaranya adalah golongan steroid,

antidiabetik, antihistamin, antihipertensi, protease inhibitor. Penggunaan obat

antidiabetes (insulin, sulfonylurea, thiazolidinepines), glukokortikoid, agen

psikotropik, mood stabilizers (lithium), antidepresan (tricyclics, monoamine oxidase


inibitors, paroxetine, mirtazapine) dapat menimbulkan penambahan berat badan.

Selain itu, Insulin- secreting tumors juga dapat menimbulkan keinginan makan

berlebihan sehingga menimbulkan obesitas (Fauci, et al.,2009).

f. Faktor perkembangan

Penambahan ukuran, jumlah sel-sel lemak, atau keduanya, terutama yang

terjadi pada pada penderita di masa kanak-kanaknya dapat memiliki sel lemak

sampai lima kali lebih banyak dibandingkan orang yang berat badannya normal (Farida,

2009).

g. Aktivitas fisik

Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab

utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas pada masyarakat. Orang yang

tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi

makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang akan

mengalami obesitas (Farida,2009).

3) Patofisiologi Obesitas

Obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan masukan dan keluaran kalori dari

tubuh serta penurunan aktifitas fisik (sedentary life style) yang menyebabkan

penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Rosen, 2008). Penelitian yang

dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan

seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral(neurohumoral) yang dipengaruhi

oleh genetik, nutrisi,lingkungan, dan sinyal psikologis. Pengaturan keseimbangan


energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis, yaitu pengendalian

rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energy dan regulasi sekresi

hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal

eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer

(jaringan adiposa, usus dan jaringanotot).Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik

(meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula

bersifatkatabolic(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi

2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi

makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan

peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai

stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived

hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi

(Sherwood,2012). Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka

jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam

peredaran darah. Kemudian, leptin merangsang anorexigenic center di hipotalamus

agar menurunkan produksi Neuro Peptida Y (NPY) sehingga terjadi penurunan

nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan

energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic

center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada

sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar

leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan (Jeffrey, 2009).


4) Klasifikasi Obesitas

Klasifikasi obesitas dapat dibedakan berdasarkan distribusi jaringan lemak, yaitu:

a. Apple-shapedd body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada dan

pinggang)

b. Pear-shapedd body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian panggul dan

paha) (Sugondo,2009). Terdapat klasifikasi obesitas berdasarkan kriteria obesitas

untuk kawasan Asia Pasifik. Kriteria ini berdasarkan meta-analisis beberapa kelompok

etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama,

menunjukkan etnis Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m

dibandingkan dengan etnis kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT bangsa Cina, Ethiopia,

Indonesia, dan Thailand masing-masing adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih

rendah daripada etnis Kaukasia. Hal ini memperlihatkan adanya nilai ambang batas

IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu (Sugondo, 2009). Klasifikasi

Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria

Asia Pasifik ( Tabel 1 ) Risiko Ko-MorbiditasKlasifikasi IMT (kg/m2) LingkarPerut

< 90 cm (laki-laki) ≥ 90 cm (laki-laki) <80cm (perempuan) ≥80 cm (perempuan) Berat

badan kurang < 18,5 Rendah (risiko meningkat pada masalah klinis lain)

sedangNormal 18,5 – 22,9 Sedang meningkatBerat Badan Lebih≥ 23,0 Berisiko

23,0 – 24,9 Meningkat moderat Obes I 25,0 – 29,9 Moderat berat Obes II ≥ 30,0

Berat sangat berat Sumber: WHOWPR/ IASO/ IOTF dalam The Asia Pacific

Perspective: Redefening Obesity and its Treatment dalam Sudoyo,2009.


5) Manifestasi klinis

Manifestasi klinis obesitas secara umum, antara lain :

a. Wajah bulat dengan pipi tembem dan dagurangkap

b. Leher relatifpendek

c. Dada membusung dengan payudaramembesar

d. Perut membuncit (pendulous abdomen) dan striaeabdomen

e. Pada anak laki-laki : Burried penis,gynaecomastia

f. Pubertas dinigenu valgum (tungkai berbentuk X) dengan kedua pangkal paha

bagian dalam saling menempel dan bergesekan yang dapat menyebabkan laserasi kulit

(Sugondo,2009).

1) Obesitas tipe appleshaped

Obesitas tipe apple shaped atau yang lebih dikenal sebagai “android

obesity” merupakan obesitas dengan distribusi jaringan lemak lebih banyak

dibagian atas ( upper body obesity) yaitu pinggang dan rongga perut,

sehingga tubuh cenderung menyerupai buah apel. Obesitas tubuh bagian atas

merupakan dominasi penimbunan lemak tubuh di trunkal. Terdapat

beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal, yaitu trunkal

subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal

(abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak

didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini disebut sebagai android
obesity. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi,

dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah

(Sugianti, 2009).

2) Obesitas tipe pearshaped

Pada obesitas tipe ini, distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian

panggul dan paha, sehingga tubuh menyerupai buah pir. Obesitas tubuh bagian

bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio

gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering

disebut “ gynoid obesity”. Resiko terhadap penyakit pada tipe ini umumnya

kecil. Pada obesitas tipe apple shaped, lemak banyak di simpan pada bagian

pinggang dan rongga perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi

dibandingkan dengan tipe menyerupai buah pear karena sel-sel lemak di

sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah

dibandingkan dengansel-sel lemak ditempat lain atau perifer (Adam,2009).

6. Komplikasi Obesitas

Mortalitas yang berkaitan dengan obesitas, terutama obesitas apple shaped,

sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan

satu kelompok kelainan metabolik selain obesitas, meliputi resistensi insulin,

gangguan toleransi glukosa, abnormalitas lipid dan hemostasis, disfungsi endotel dan

hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan

faktor resiko terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner

dan/atau stroke. Mekanisme dasar bagaimana komponen-komponen sindrom


metabolik ini dapat terjadi pada seseorang dengan obesitas apple shaped dan

bagaimana komponen-komponen ini dapat menyebabkan terjadinyagangguan

vaskular, hingga saat ini masih dalam penelitian (Soegondo, 2009).

7. Penatalaksanaan obesitas

a. Merubah gayahidup

Diawali dengan merubah kebiasaan makan. Mengendalikan kebiasaan ngemil

dan makan bukan karena lapar tetapi karena ingin menikmati makanan dan

meningkatkan aktifitas fisik pada kegiatan sehari-hari. Meluangkan waktu

berolahraga secara teratur sehingga pengeluaran kalori akan meningkat dan

jaringan lemak akan dioksidasi (Sugondo, 2009).

b. Terapi Diet

Mengatur asupan makanan agar tidak mengkonsumsi makanan dengan jumlah

kalori yang berlebih, dapat dilakukan dengan diet yang terprogram secara benar.

Diet rendah kalori dapat dilakukan dengan mengurangi nasi dan makanan berlemak,

serta mengkonsumsi makanan yang cukup memberikan rasa kenyang tetapi tidak

menggemukkan karena jumlah kalori sedikit, misalnya dengan menu yang

mengandung serat tinggi seperti sayur dan buah yang tidak terlalu manis

(Sugondo,2009).

c. AktifitasFisik

Peningkatan aktifitas fisik merupakan komponen penting dari program

penurunan berat badan, walaupun aktifitas fisiktidak menyebabkan penurunan


berat badan lebih banyak dalam jangka waktu enam bulan. Untuk penderita

obesitas, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitas sebaiknya

ditingkatkan secara bertahap. Penderita obesitas dapat memulai aktifitas fisik

dengan berjalan selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat

ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu

dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45 menit dengan jangka waktu 5 kali

seminggu (Sugondo,2009).

d. Terapi perilaku

Untuk mencapai penurunan berat badan dan mempertahankannya, diperlukan

suatu strategi untuk mengatasi hambatan yang muncul pada saat terapi diet dan

aktifitas fisik. Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap

kebiasaan makan dan aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus control,

pemecahan masalah, contigency management, cognitive restructuring dan dukungan

sosial (Sugondo, 2009).

e. Farma koterapi

Farmakoterapi merupakan salah satu komponen penting dalam program

manajemen berat badan. Sirbutramine dan orlistat merupakan obat-obatan penurun

berat badan yang telah disetujui untuk penggunaan jangka panjang. Sirbutramine

ditambah diet rendah kalori dan aktifitas fisik efektif menurunkan berat badan dan

mempertahankannya. Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak30 persen.

Dengan pemberian orlistat, dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena

terjadi malabsorpsi parsial (Sugondo, 2009).


f. Pembedahan

Tindakan pembedahan merupakan pilihan terakhir untuk mengatasi obesitas.

Pembedahan dilakukan hanya kepada penderita obesitas dengan IMT ≥40 atau

≥35 kg/m dengan kondisi komorbid. Bedah gastrointestinal (restriksi gastrik/

banding vertical gastric) atau bypass gastric (Roux-en Y) adalah suatu intervensi

penurunan berat badan dengan resiko operasi yang rendah (Sugondo, 2009).
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu

periode di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih

menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Secara biologis

lansia adalah proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya

daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat

menyebabkan kematian (Wulansari, 2011).

Obesitas didefinisikan sebagai kandungan lemak berlebih pada jaringan adiposa.

Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak

yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu

kesehatan (Sugondo, 2009). Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak

kilokalori yang masuk melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang

kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai

trigliserida di jaringan lemak (Sherwood,2012).

Penyebab Obesitas

1. Faktor Genetik
2. Faktor Lingkungan

3. Faktor psikis

4. Faktor kesehatan

5. Faktor obat-obatan
6. Faktor perkembangan

7. Aktivitas fisik

B. Saran

1. Bagi masyarakat

Agar pasien dapat memahami penyakit dan melakukan hidup sehat disekitar lingkungan.

2. Pengembang Ilmu Keperawatan

Dapat menambah keluarasan ilmu terapan bidang keperawatan dalam memberi dan
menjelaskan penyakit obesitas.

3. Bagi Rumah Sakit

Dalam memberikan pelayanan kesehtan terhadap pasien hendaknya tetap meningkatkan dan
mempertahankan mutu pelayanan kesehatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, J.M.F. 2009. Dislipidemia. Dalam: Sudoyono, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 1926 - 1932. Ayu Henny, Komang.
(2012). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga (2nd ed). Jakarta : Sagung Seto Farida
El Baz et al. (2009). Impact of Obesity and Body Fat Distribution on Pulmonary
Function of Egyptian Children. Egyptian Journal of Bronchology: 3(1)49-58. Fauci,A. S., et
al., 2009. Obesity. Dalam : Harisson’s Manual Of Medicine 17th Edition . USA : The
McGraw-Hill Companies: 939. Hayati, Sari., Marini, Liza. 2010. Pengaruh Dukungan
Sosial Terhadap Kesepian Pada Lansia. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara. Rosen, S. Shapouri, S. 2008. Obesity in the midst of unyielding food insecurity in
developing countries. Amberwaves USDA ERS. Dalam Istiqamah, et al. Hubungan Pola
Hidup Sedentarian Dengan Kejadian Obesitas Sentral Pada Pegawai Pemerintahan Di Kantor
Bupati Kabupaten Jeneponto. Hal. 1-3. Santi, N. 2009. Hubungan Antara Senam Dengan
Kualitas Hidup Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha. Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Ilmu
Keperawatan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Setiadi. (2008).
Konsep Dan Proses Keperawatan Keuarga. Yogyakarta : Graha Ilmu Sherwood, L. 2012.
Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC. h. 708-710. Soegondo, S., 2009.
Sibdroma Metabolik. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiasti, S.,
editors. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pp 1865. Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett
Beare. 2006.Buku Ajar KeperawatanGerontik, ed 2. Jakarta: EGC Subijanto HAA, Dhani R,
Yoni FV.2011. Modul Pembinaan Posyandu Lansia guna Pelayanan Kesehatan Lansia.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret Sugianti, E., et al. 2009. Faktor Risiko terhadap
Obesitas Sentral

Anda mungkin juga menyukai