DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
JURUSAN GIZI
KATA PENGANTAR
Puji isyukur iatas ikehadirat iAllah iSWT iyang itelah imemberikan irahmat idan
ihidayah-Nya isehingga ikami idapat imenyelesaikan imakalah iyang iberjudul Analisis Mutu
Makanan. Adapun itujuan idari ipenulisan imakalah iini iadalah iuntuk imemenuhi itugas
ipada imata ikuliah ipengawasan mutu makanan ibagi ipara ipembaca idan ijuga ibagi
ipenulis.
Kami imenyadari imakalah iyang ikami itulis iini imasih ijauh idari ikata isempurna. iOleh
ikarena iitu, ikritik idan isaran iakan ikami inantikan idemi ikesempurnaan imakalah iini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jenis penilaian mutu pangan.................................................................2
2.2 Definisi penilaian mutu pangan.............................................................4
2.3 Identifikasi sifat organoleptic pangan....................................................5
2.4 Identifikasi bahan bahan kimia berbahaya, beracun dan pemalsuan.....7
2.5 Identifikasi sifat fisik pangan................................................................. 11
3.1 Kesimpulan............................................................................................14
3.2 Saran....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
BAB I PENDAHULUAN
a. Fisik
Kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan hal-hal fisik yang nampak dari
suatu produk. Metode penilaian mutu dengan alat dapat digunakan untuk
mengungkapkan karakteristik atau sifat-sifat mutu pangan yang tersembunyi.
Umumnya, hasil pengukuran karakteristik mutu dengan uji sensori memiliki nilai
korelasi yang tinggi dengan hasil pengukuran karakteristik mutu dengan alat.
Metode pengukuran uji fisik digunakan untuk menguji warna, volume, tekstur,
viskositas atau kekentalan dan konsistemsi, keempukan dan keliatan, serta bobot
jenis. Sifat fisik memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat
digunakan sebagai informasi dasar dalam menentukan tingkat metode penanganan
dan atau bagaimana mendisain peralatan pengolahan terutama peralatan pengolahan
yang bersifat otomatis.
B. Kimia
Metode penilaian untuk uji kimia dibagi dua kelompok, yaitu: Analisis kualitatif,
yaitu komponen makro (protein, lemak, karbohidrat) maupun unsur mikro yang dapat
dijadikan suatu indicator melihat seberapa baik mutu ataupun kualitas dari pangan itu
sendiri.
C. Mikrobiologi
Metode penilaian uji mikrobiologis, digunakan untuk analisis kualitatif
mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, ragi dan protozoa. untuk mengetahui
keberadaan cemaran mikroorganisme dalam bahan pangan.sebagai indikator apakah
makanan tersebut tercemar atau tidak. Serts jenis mikroorganisme yang mencemari
bahan pangan dapat berubah / berganti akibat proses pengolahan.
PENGAWASAN MUTU
a. Seleksi panelis yang mampu mendeteksi 4 macam rasa dasar, yaitu :manis, asam,
pahit dan asin.
c. Dilution test
f. Halo effect
g. sugesti
Rhodamin B digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil (sutra, wool, kapas), sabun,
kayu dan kulit; sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon, kobal,
niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum, talium dan tungsten; untuk pewarna biologik.
Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat; juga digunakan sebagai
indikator reaksi netralisasi (asam-basa).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/ Per/
IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan yang dilarang digunakan pada pangan
meliputi boraks/ asam borat, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin,
kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofuranazon, serta
formalin. Disamping itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 239/
Menkes/ Per/ V/ 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Sebagai Bahan
Berbahaya, memuat sebanyak 30 zat warna yang dilarang digunakan untuk pangan
termasuk rhodamin B dan kuning metanil. Pelarangan tersebut tentunya berkaitan dengan
dampaknya yang merugikan kesehatan manusia. Potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari
masing-masing keempat bahan berbahaya tersebut adalah sebagai berikut:
Boraks beracun terhadap semua sel. Bila tertelan senyawa ini dapat menyebabkan efek
negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Ginjal merupakan organ yang paling
mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa berkisar
antara 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala
yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise), mual, nyeri hebat pada perut
bagian atas (epigastrik), pendarahan gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah,
mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala.
Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar akan dimetabolisir kurang
dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian
diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian dirubah menjadi CO2 yang dibuang melalui
nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil
dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat berupa ikatan silang (cross-linked).
Ikatan silang formaldehid dengan DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas
terjadinya kekacauan informasi genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi
genetik dan sel kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi
dengan cacat gen. Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC)
mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai karsinogen
pada manusia), khususnya pada saluran pernafasan.
Kuning metanil dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak
dan tekanan darah rendah. Pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung
kemih.
Meskipun bahan kimia tersebut telah dilarang penggunaannya untuk pangan, namun
potensi penggunaan yang salah (misuse) hingga saat ini bukan tidak mungkin.
Terdapat berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek
penggunaan yang salah bahan kimia terlarang untuk pangan. Pertama, bahan kimia tersebut
mudah diperoleh di pasaran. Kedua, harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang
mengandung bahan tersebut menampakkan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak
menimbulkan efek negatif seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya tersebut relatif
terbatas, dan pola penggunaannya telah dipraktekkan secara turun-temurun. Oleh karena
itulah kita sebagai konsumen hendaknya perla berhati-hati dalam memilih produk pangan
antara lain dengan mengenal ciri-ciri produk pangan yang mengandung bahan terlarang.
Misalnya, tahu yang mengandung formalin mempunyai bentuk fisik yang terlampau keras,
kenyal namun tidak padat, bau agak menyengat (bau formalin), tidak rusak sampai 3 hari
pada suhu kamar (25o C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10o C).
Tentu upaya lain dapat ditempuh dalam hal sulit untuk menentukan ciri-ciri fisik produk
pangan yang mengandung bahan kimia yang terlarang. Misalnya, membeli dari toko/ pasar
swalayan yang bereputasi baik atau mengecek apakah produk dimaksud telah terdaftar .
Disamping itu, masyarakat dapat mencari informasi tentang bahan berbahaya dari berbagai
sumber yang tersedia antara lain: melalui media elektronik (TV, radio, internet), media
cetak ( koran, leaflet, booklet, poster) atau komunikasi langsung melalui penyuluhan,
seminar dan lain sebagainya. Dengan demikian, secara perlahan diharapkan terjadi
perubahan perilaku dari mereka yang tidak tahu menjadi tahu dan dapat menggugah
kesadaran mereka sehingga mau dan mampu untuk melakukan pengamanan paling tidak
untuk lingkungan keluarganya sendiri. Pada gilirannya akan terbentuk suatu budaya yang
menonjolkan perilaku kehidupan yang aman (safety culture) di tengah masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini Badan POM bersama jajarannya yaitu Balai Besar POM/ Balai
POM secara rutin melakukan pengawasan dan pengamanan termasuk melakukan sampling
terhadap sejumlah sampel yang diduga mengandung bahan berbahaya antara lain: tahu, mie
basah, kerupuk, ikan asin dan sebagainya untuk dilakukan uji laboratorium terhadap
produk- produk tersebut, serta melakukan tindakan pengamanan yang sesuai.
Dalam rangka meminimalisir praktek penggunaan bahan kimia yang salah dalam pangan
maka Badan Pengawas Obat dan Makanan tidak dapat melakukannya sendiri. Terdapat
sejumlah aspek yang bukan merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Salah satu diantaranya adalah pengaturan di bidang tata niaga dan distribusi
bahan berbahaya yang merupakan kompetensi dari Departemen Perdagangan. Baru-baru ini
Departemen Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 04/M-
Dag /Per/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya, yang diamandemen
dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.8/M-DAG/PER/6/2006. Peraturan ini
ditetapkan dengan maksud agar kasus penggunaan yang salah (misuse) bahan berbahaya
pada pangan dapat dicegah atau paling tidak dikurangi dengan cara mengendalikan pasokan
bahan berbahaya tersebut melalui mekanisme distribusi yang jelas. Dalam peraturan
tersebut disebutkan bahwa yang boleh memproduksi bahan berbahaya di dalam negeri
adalah perusahaan yang sudah memiliki izin sebagai Produsen Bahan Berbahaya (PB2) dan
PB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada Pengguna Akhir Bahan Berbahaya
(PAB2) atau melalui Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DTB2). Selanjutnya, bahan
berbahaya boleh diimpor oleh Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (ITB2) yang berhak
mendistribusikan secara langsung kepada PAB2. Importasi bahan berbahaya juga boleh
dilakukan oleh Importir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) untuk kepentingan produksinya
sendiri. DTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada PAB2 dan Pengecer
terdaftar Bahan Berbahaya (PTB2) dan PTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya
kepada PAB2. Surat izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya untuk DTB2 dan PTB2
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan
dan gubernur di propinsi PTB2 tersebut berada. Pembinaan dan pengawasan terhadap
IPB2, ITB2, DTB2, PTB2 dilakukan oleh Departemen Perdagangan berkoordinasi dengan
departemen/ instansi yang terkait. Pada peraturan menteri tersebut, diatur 54 jenis
(terlampir) bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam pangan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jenis bahan-bahan kimia
berbahaya dan mengidentifikasi bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakan pada
praktikum kimia SMA serta efek yang ditimbulkan. Penelitian dilakukan melalui studi
pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan-bahan kimia berbahaya meliputi
bahan kimia yang bersifat eksplosif, oksidator, mudah menyala, korosif, menyebabkan
iritasi, berbahaya bagi lingkungan, toksik, berbahaya terhadap pernafasan, dan dapat
ditekan (gas yang mudah meledak). Bahan-bahan kimia berbahaya yang umumnya
digunakan pada praktikum kimia SMA antara lain adalah larutan NaOH, HCl, H2SO4,
HNO3, CuSO4, NH4OH, NH4Cl, Na2S2O3, H2C2O4, KMnO4, KSCN, FeCl3,
CH3COOH, CH3COONa, Pb(NO3)2, KI, dan K2CrO4. Efek yang dapat ditimbulkan oleh
penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya ini adalah menyebabkan iritasi atau korosif pada
mata, kulit, saluran pencernaan, dan saluran pernafasan, luka bakar, dermatitis, sakit
kepala, pusing, koma, muntah, diare, kebutaan, gangguan saraf, keracunan, kanker,
kegagalan pada sistem peredaran darah, ginjal, pankreas, hati, paru-paru, dan merusak
organ. Untuk itu, baik guru maupun siswa harus menggunakan pelindung serta mengambil
larutan yang beruap atau melakukan reaksi kimia yang menghasilkan uap atau gas
berbahaya di lemari asam/asap
Bentuk dan ukuran merupakan dua sifat yang tidak dapat dipisahkan dan diperlukan
untuk pendeskripsian sifat fisik bahan
Ukuran : panjang, lebar, diameter, luas, volume, kerapatan, berat jenis Bentuk dapat
ditentukan dengan mengukur beberapa parameter dimensi
Bentuk : Bulat, lonjong, oval, kotak, kerucut, tidak beraturan
Kegunaan :rancangan alatefisiensi mesin dan proses pengolahan ( misal : kecepatan
suhupendinginan/pemanasan)
Bahan pangan hasil pertanian/peternakan memiliki sifat mudah rusak [perishable]
sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek.
Kerusakan atau kebusukan bahan pangan dapat terjadi akibat aktivitas mikrobia
maupun aktivitas enzim yang ada pada bahan pangan tersebut, selain itu perubahan
secara fisika-kimia juga dapat mempengaruhi kebusukan makanan.
Kerusakan/kebusukan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
faktor fisiologis, biologis, fisik, termik, hidratasi dan kimiawi.
Karakteristik bahan pangan :
Dalam arti luas dapat digambarkan atas sumber, pemanfaatan, sifat-sifat fisik bahan
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bahan pangan.
aktor Fisiologis adalah faktor dari lingkungan tempat bahan hasil
pertanian/peternakan berada, misalnya saja suhu. Suhu yang teramat tinggi akan lebih
cepat merusak dibandingkan dengan suhu rendah. Kerusakan yang berasal dari faktor
biologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh penyakit tanaman/hewan.
Karakteristik sifat fisik bahan pangan meliputi bentuk, ukuran, luas permukaan,
warna, penampakkan, berat, porositas dan kadar air. Bentuk dan ukuran bahan pangan
sangat penting dalam perhitungan energi untuk pendinginan dan pengeringan,
rancangan terhadap pengecilan ukuran, masalah dalam distribusi dan penyimpanan
bahan pangan.
PENUTUP
3.1. kesimpulan
Makanan adalah merupakan suatu keperluan fisiologi yang mesti dipenuhi untuk kehidupan.
Pengambilan makanan yang tidak seimbang atau tabiat pemakanan yang tidak sihat boleh
menyebabkan seseorang itu berhadapan dengan risiko pelbagai jenis penyakit. Oleh yang
demikian, seseorang itu perlu teliti dalam hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan
pemakanan agar makanan yang diambil tidak mendatangkan kerugian pada diri sama ada dari
sudut fizikal, mental, spiritual
3.2 saran
penulis berharap agar setiap saranan yang dikemukan ini dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam menangani isu-isu yang berkaitan hukum pengambilan makanan segera dan mudah-
mudahan ianya dapat di realisasikan dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA