Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENGAWASAN MUTU MAKANAN

ANALISIS MUTU MAKANAN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 2

LALA HERAWATI (P05130120062)

MAISYARA DWI ALFIANA (P05130120063)

NOVITA HARTENI (P05130120069)

RIZKA NATALIA (P05130120073)

DOSEN PENGAMPU : DESRI SURYANI,M.KES.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDINESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

TAHUN AJARAN 2021/2022

JURUSAN GIZI
KATA PENGANTAR

Puji isyukur iatas ikehadirat iAllah iSWT iyang itelah imemberikan irahmat idan
ihidayah-Nya isehingga ikami idapat imenyelesaikan imakalah iyang iberjudul Analisis Mutu
Makanan. Adapun itujuan idari ipenulisan imakalah iini iadalah iuntuk imemenuhi itugas
ipada imata ikuliah ipengawasan mutu makanan ibagi ipara ipembaca idan ijuga ibagi
ipenulis.

Kami imenyadari imakalah iyang ikami itulis iini imasih ijauh idari ikata isempurna. iOleh
ikarena iitu, ikritik idan isaran iakan ikami inantikan idemi ikesempurnaan imakalah iini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Makalah....................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 1
1.3 Tujuan Masalah.................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jenis penilaian mutu pangan.................................................................2
2.2 Definisi penilaian mutu pangan.............................................................4
2.3 Identifikasi sifat organoleptic pangan....................................................5
2.4 Identifikasi bahan bahan kimia berbahaya, beracun dan pemalsuan.....7
2.5 Identifikasi sifat fisik pangan................................................................. 11

BAB III PENUTUP.................................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan............................................................................................14
3.2 Saran....................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh


terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia. Manusia membutuhkan energy
dalam menjamin keberlangsungan proses kehidupannya dan untuk memperoleh energy
tersebut maka manusia harus mengkonsumsi makanan yang berasal dari bahan pangan
dengan berbagai kandungan zat gizi di dalamnya. Melalui proses metabolism dalam
tubuh akan dihasilkan energy yang digunakan untuk beraktivitas dan menjalankan
proses-proses kimiawi dalam tubuh manusia dan selain itu zat gizi bagi manusia juga
menentukan tingkat kesehatannya (Mamuja, 2016).
Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak dapat terpisahkan dengan
dunia industri, yaitu dunia usaha yang meliputi proses produksi, pengolahan dan
pemasaran produk. Industri mempunyai hubungan yang erat sekali dengan pengawasan
mutu karena hanya produk hasil industri yang bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan
pasar, yaitu masyarakat konsumen. Seperti halnya proses produksi, pengawasan mutu
sangat berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin modern tingkat
industri, makin kompleks ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk
menangani mutunya. Demikian pula, semakin maju tingkat kesejahteraan masyarakat,
makin besar dan makin kompleks kebutuhan masyarakat terhadap beraneka ragam jenis
produk pangan. Oleh karena itu, sistem pengawasan mutu pangan yang kuat dan dinamis
diperlukan untuk membina produksi dan perdagangan produk pangan (Mamuja, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari penilaian mutu makanan ?
2. Apa saja jenis penilaian mutu makanan ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian penilaian mutu makanan
2. Mengetahui jenis penilaian mutu makanan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Jenis Penilaian Mutu Pangan
2.2.1 Uji Subjektif
Uji organoleptik merupakan pengujian secara subjektif (Edi, 2008). Pengujian secara
sensoris/organoleptik dilakukan dengan sensasi dari rasa, bau/ aroma, penglihatan,
sentuhan/rabaan, dan suara/pendengaran pada saat makanan dimakan. Sebagai contoh
rasa enak adalah hasil dari sejumlah faktor pengamatan yang masing- masing
mempunyai sifat tersendiri. Adapun keterlibatan panca indera dalam uji organoleptik,
yaitu:
1. Rasa (“taste”) dengan 4 dasar sifat rasa, yaitu manis, asam, asin dan pahit.
2. Tekstur (“konsistensi”) adalah hasil pengamatan yang berupa sifat lunak,
liat, keras, halus, kasar, dan sebagainya.
3. Bau (“odour”) dengan berbagai sifat seperti harum, amis, apek, busuk, dan
sebagainya.
4. Warna merupakan hasil pengamatan dengan penglihatan yang dapat
membedakan antara satu warna dengan warna lainnya, cerah, buram,
bening, dan sebagainya.
5. Suara merupakan hasil pengamatan dengan indera pendengaran yang
akan membedakan antara kerenyahan (dengan cara mematahkan sampel),
melempem, dan sebagainya.
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan (Edi, 2008). Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis,
yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya
rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan
dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan
(stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat
berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan
benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah
reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan,
kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut
penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh
pelaku atau yang melakukan pengukuran .
2.2.2 Uji Objektif

a. Fisik

Kualitas produk diukur secara objektif berdasarkan hal-hal fisik yang nampak dari
suatu produk. Metode penilaian mutu dengan alat dapat digunakan untuk
mengungkapkan karakteristik atau sifat-sifat mutu pangan yang tersembunyi.
Umumnya, hasil pengukuran karakteristik mutu dengan uji sensori memiliki nilai
korelasi yang tinggi dengan hasil pengukuran karakteristik mutu dengan alat.
Metode pengukuran uji fisik digunakan untuk menguji warna, volume, tekstur,
viskositas atau kekentalan dan konsistemsi, keempukan dan keliatan, serta bobot
jenis. Sifat fisik memiliki kaitan sangat erat dengan mutu bahan pangan karena dapat
digunakan sebagai informasi dasar dalam menentukan tingkat metode penanganan
dan atau bagaimana mendisain peralatan pengolahan terutama peralatan pengolahan
yang bersifat otomatis.
B. Kimia
Metode penilaian untuk uji kimia dibagi dua kelompok, yaitu: Analisis kualitatif,
yaitu komponen makro (protein, lemak, karbohidrat) maupun unsur mikro yang dapat
dijadikan suatu indicator melihat seberapa baik mutu ataupun kualitas dari pangan itu
sendiri.

C. Mikrobiologi
Metode penilaian uji mikrobiologis, digunakan untuk analisis kualitatif
mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, ragi dan protozoa. untuk mengetahui
keberadaan cemaran mikroorganisme dalam bahan pangan.sebagai indikator apakah
makanan tersebut tercemar atau tidak. Serts jenis mikroorganisme yang mencemari
bahan pangan dapat berubah / berganti akibat proses pengolahan.

2.2 Definisi Penilaian Mutu Pangan

Pengertian Penilaian Mutu Pangan Mutu pangan merupakan seperangkat sifat


atau factor pada produk pangan yang membedakan tingkat pemuas / aseptabilitas
produk itu bagi pembeli / konsumen. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan
mempunyai banyak aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah
aspek gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain) serta aspek selera
(inderawi, enak, menarik, segar) aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu); serta
aspek kesehatan(jasmani dan rohani). Mutu pangan (food quality) adalah nilai yang
ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar
perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman (UU RI No.7 Tahun
1996).
Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan
pangan menjadi dua kelompok, yaitu :
(1) karakteristik fisik / tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran,
bentuk, dan cacat fisik; kinestetika yaitu tekstur, kekntalan dan konsistensi; flavor
yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip
(2) karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh
ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik.
Penilaian menurut Griffin & Nix (1991) suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta
untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Sedangkan menurut Depkes
RI 2013, penilaian merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen yang
bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan
kebijaksanaan yang disusun sehingga dapat mencapai sasaran. Konsumen bisa saja
memandang mutu produk tersebut secara objektif maupun subjektif. Mutu pangan
objektif dilihat berdasarkan karakteristik fisik produk, sedangkan mutu pangan
subjektif dilihat berdasarkan pemikiran dan pertimbangan konsumen. Mutu objektif
bersifat teknis, sehingga proses dan kontrol mutu dapat diukur dan diverifikasi.
Sedangkan secara subjektif yaitu, penilaian terhadap mutu pangan ditentukan oleh
proses yang dilalui konsumen untuk dapat menggali informasi yang ada pada produk.
Proses ini dimulai dari awal terbentuknya kebutuhan sampai dengan penilaian mutu
pasca pembelian produk. Pertimbangan yang dilakukan oleh konsumen dapat juga
dipengaruhi oleh faktor tertentu, seperti faktor internal (jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, dan jenis pekerjaan) maupun faktor eksternal (informasi yang diperoleh
dari lingkungan) (Edi, 2008). Adapun tujuan dari penilaian mutu pangan dalam hal
seperti Pemeriksaan produk pangan, Pengendalian proses pengolahan pangan, hingga
menghasilkan produk akhir yang juga penting dalam Pengendalian mutu.

2.3 Identifikasi sifat organoleptik pangan

PENGAWASAN MUTU

Identifikasi sifat organoleptik pangan,Identifikasi sifat fisik pangan, Identifikasi sifat


mikrobiologi pangan.

Pengujian organoleptik adalah Pengujian yang didasarkan pada Proses


pengindraan.Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu
kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan
yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut.Pengindraan dapat juga
berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus).
Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap
untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab
rangsangan.

Beberapa istilahAmbang Batas : Tingkat intensitas rangsangan terkecil, di atas mana


kenaikan intensitas tidak lagi dapat dibedakan secara indrawi atau Tingkat intensitas
rangsangan terbesar, di bawah mana penurunan intensitas akan dapat
dikenaliAmbang mutlak : Jumlah benda rangsang terkecil yang sudah dapat
diidentifikasi dengan alat indra, minimal oleh 50 % panelisAmbang pembedaan :
perbedaan tingkat intensitas benda rangsang terkecil yang sudah dikenali minimal
oleh 90 % panelisAmbang pengenalan : Jumlah benda rangsang terkecil yang sudah
dikenali jenisnya minimal oleh 90 % panelisCicip dasar : cicip pada rasa dasar, yaitu
pahit, asam, asin dan manisHedonik Adalah kesan subyektif yang sifatnya suka atau
tidak suka.

Uji organoleptik :Penampilan Aroma Rasa Flavor Warna Tekstur

Cara pengujian :Metoda uji kesukaan

Uji kesukaan digunakan untuk :pengembangan produk baru,perubahan cara


pengolahan,Keseragaman mutu produk,Pembandingan dengan produk merk lain.

Seleksi panelis yang mampu mendeteksi 4 macam rasa dasar, yaitu :


Metoda uji pembedaanMetoda ini menggunakan panel penguji dan dilakukan di
laboratorium. Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi agar pengujian berhasil :

a. Seleksi panelis yang mampu mendeteksi 4 macam rasa dasar, yaitu :manis, asam,
pahit dan asin.

b. Kemampuan panel untuk mengadakan pengujian pada berbagai tingkatkonsentrasi


dan kepekaan dalam menera perbedaan sifat spesifik, karenaindera manusia dapat
mengalami kelelahan.

Uji pembedaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Uji berpasangan (Paired Comparison Test)

b. Uji Triangle (Triangle Test Panel)

c. Dilution test

d. Uji ranking (Ranking Test)

e. Skoringf. Uji deskriptif (panelis terlatih)

Hal-hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengujian


MotivasiSensitivitas psikologis

a. Pengujian jangan dilakukan setelah makan (min. 1 jam)

b. Perokok tunggu setelah 20 menit selesai merokok

c. Jangan panelis sakit (terutama yang mengganggu indera)


d. Tidak makan makanan pedas pada saat pengujian

e. Tidak menggunakan wangi-wangian pada pengujian bau

f. Halo effect

g. sugesti

2.4 IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA BERBAHAYA, BERACUN DAN


PEMALSUAN
Bahan berbahaya adalah bahan kimia baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat
membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang
mempunyai sifat racun, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi (Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi
Kesehatan). Sesungguhnya bahan kimia bersifat esensial dalam peningkatan kesejahteraan manusia,
dan penggunaannya sedemikian luas di berbagai sektor antara lain industri, pertanian,
pertambangan dan lain sebagainya. Singkatnya, bahan kimia dengan adanya aneka produk yang
berasal dari padanya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Namun
hal yang perlu kita waspadai adalah adanya kecenderungan penggunaan yang salah (misuse)
sejumlah bahan (kimia) berbahaya pada pangan. Bahan kimia berbahaya yang sering disalah
gunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan
kimia tersebut dilarang digunakan untuk pangan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Di bawah ini diketengahkan sejumlah tujuan peruntukan dari senyawa-senyawa tersebut.


Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan enamel; anti jamur kayu;
pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk kulit dalam bentuk salep; campuran pembersih.

Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak dimanfaatkan sebagai


pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; pembasmi lalat dan berbagai serangga lain;
bahan untuk pembuatan sutra buatan, zat pewarna, pembuatan gelas dan bahan peledak;
dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas; bahan
untuk pengawet mayat; bahan pembuatan pupuk lepas lambat (slow- release fertilizer)
dalam bentuk urea formaldehid; bahan untuk pembuatan parfum; bahan pengawet produk
kosmetika dan pengeras kuku; pencegah korosi untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi
busa; bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood); dalam konsentrasi yang sangat
kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai produk konsumen seperti
pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil,
lilin dan pembersih karpet.

Rhodamin B digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil (sutra, wool, kapas), sabun,
kayu dan kulit; sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon, kobal,
niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum, talium dan tungsten; untuk pewarna biologik.

Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat; juga digunakan sebagai
indikator reaksi netralisasi (asam-basa).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/ Per/
IX/ 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan yang dilarang digunakan pada pangan
meliputi boraks/ asam borat, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin,
kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofuranazon, serta
formalin. Disamping itu, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 239/
Menkes/ Per/ V/ 1985 tentang Zat Warna Tertentu yang dinyatakan Sebagai Bahan
Berbahaya, memuat sebanyak 30 zat warna yang dilarang digunakan untuk pangan
termasuk rhodamin B dan kuning metanil. Pelarangan tersebut tentunya berkaitan dengan
dampaknya yang merugikan kesehatan manusia. Potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari
masing-masing keempat bahan berbahaya tersebut adalah sebagai berikut:

Boraks beracun terhadap semua sel. Bila tertelan senyawa ini dapat menyebabkan efek
negatif pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Ginjal merupakan organ yang paling
mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa berkisar
antara 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g. Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala
yang tertunda meliputi badan terasa tidak nyaman (malaise), mual, nyeri hebat pada perut
bagian atas (epigastrik), pendarahan gastroenteritis disertai muntah darah, diare, lemah,
mengantuk, demam, dan rasa sakit kepala.

Formalin (larutan formaldehid), paparan formaldehid melalui saluran pencernaan dapat


mengakibatkan luka korosif terhadap selaput lendir saluran pencernaan disertai mual,
muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Efek sistemik dapat berupa depresi
susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapatnya sel darah merah di urine
(hematuria) dan asidosis metabolik. Dosis fatal formalin melalui saluran pencernaan pernah
dilaporkan sebesar 30 ml. Formaldehid dapat mematikan sisi aktif dari protein- protein vital
dalam tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme.
Akibatnya fungsi sel akan terhenti.

Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar akan dimetabolisir kurang
dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian
diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian dirubah menjadi CO2 yang dibuang melalui
nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil
dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat berupa ikatan silang (cross-linked).
Ikatan silang formaldehid dengan DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas
terjadinya kekacauan informasi genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi
genetik dan sel kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi
dengan cacat gen. Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC)
mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai karsinogen
pada manusia), khususnya pada saluran pernafasan.

Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus


bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan
ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati tikus terjadi akibat makanan yang
mengandung rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan rhodamin B dalam waktu yang
lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.

Kuning metanil dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak
dan tekanan darah rendah. Pada jangka panjang dapat menyebabkan kanker kandung
kemih.

Meskipun bahan kimia tersebut telah dilarang penggunaannya untuk pangan, namun
potensi penggunaan yang salah (misuse) hingga saat ini bukan tidak mungkin.

Terdapat berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek
penggunaan yang salah bahan kimia terlarang untuk pangan. Pertama, bahan kimia tersebut
mudah diperoleh di pasaran. Kedua, harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang
mengandung bahan tersebut menampakkan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak
menimbulkan efek negatif seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya tersebut relatif
terbatas, dan pola penggunaannya telah dipraktekkan secara turun-temurun. Oleh karena
itulah kita sebagai konsumen hendaknya perla berhati-hati dalam memilih produk pangan
antara lain dengan mengenal ciri-ciri produk pangan yang mengandung bahan terlarang.
Misalnya, tahu yang mengandung formalin mempunyai bentuk fisik yang terlampau keras,
kenyal namun tidak padat, bau agak menyengat (bau formalin), tidak rusak sampai 3 hari
pada suhu kamar (25o C) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10o C).

Tentu upaya lain dapat ditempuh dalam hal sulit untuk menentukan ciri-ciri fisik produk
pangan yang mengandung bahan kimia yang terlarang. Misalnya, membeli dari toko/ pasar
swalayan yang bereputasi baik atau mengecek apakah produk dimaksud telah terdaftar .
Disamping itu, masyarakat dapat mencari informasi tentang bahan berbahaya dari berbagai
sumber yang tersedia antara lain: melalui media elektronik (TV, radio, internet), media
cetak ( koran, leaflet, booklet, poster) atau komunikasi langsung melalui penyuluhan,
seminar dan lain sebagainya. Dengan demikian, secara perlahan diharapkan terjadi
perubahan perilaku dari mereka yang tidak tahu menjadi tahu dan dapat menggugah
kesadaran mereka sehingga mau dan mampu untuk melakukan pengamanan paling tidak
untuk lingkungan keluarganya sendiri. Pada gilirannya akan terbentuk suatu budaya yang
menonjolkan perilaku kehidupan yang aman (safety culture) di tengah masyarakat.

Pemerintah dalam hal ini Badan POM bersama jajarannya yaitu Balai Besar POM/ Balai
POM secara rutin melakukan pengawasan dan pengamanan termasuk melakukan sampling
terhadap sejumlah sampel yang diduga mengandung bahan berbahaya antara lain: tahu, mie
basah, kerupuk, ikan asin dan sebagainya untuk dilakukan uji laboratorium terhadap
produk- produk tersebut, serta melakukan tindakan pengamanan yang sesuai.

Dalam rangka meminimalisir praktek penggunaan bahan kimia yang salah dalam pangan
maka Badan Pengawas Obat dan Makanan tidak dapat melakukannya sendiri. Terdapat
sejumlah aspek yang bukan merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Salah satu diantaranya adalah pengaturan di bidang tata niaga dan distribusi
bahan berbahaya yang merupakan kompetensi dari Departemen Perdagangan. Baru-baru ini
Departemen Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 04/M-
Dag /Per/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya, yang diamandemen
dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.8/M-DAG/PER/6/2006. Peraturan ini
ditetapkan dengan maksud agar kasus penggunaan yang salah (misuse) bahan berbahaya
pada pangan dapat dicegah atau paling tidak dikurangi dengan cara mengendalikan pasokan
bahan berbahaya tersebut melalui mekanisme distribusi yang jelas. Dalam peraturan
tersebut disebutkan bahwa yang boleh memproduksi bahan berbahaya di dalam negeri
adalah perusahaan yang sudah memiliki izin sebagai Produsen Bahan Berbahaya (PB2) dan
PB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada Pengguna Akhir Bahan Berbahaya
(PAB2) atau melalui Distributor Terdaftar Bahan Berbahaya (DTB2). Selanjutnya, bahan
berbahaya boleh diimpor oleh Importir Terdaftar Bahan Berbahaya (ITB2) yang berhak
mendistribusikan secara langsung kepada PAB2. Importasi bahan berbahaya juga boleh
dilakukan oleh Importir Produsen Bahan Berbahaya (IPB2) untuk kepentingan produksinya
sendiri. DTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya kepada PAB2 dan Pengecer
terdaftar Bahan Berbahaya (PTB2) dan PTB2 hanya boleh menyalurkan bahan berbahaya
kepada PAB2. Surat izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya untuk DTB2 dan PTB2
dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan
dan gubernur di propinsi PTB2 tersebut berada. Pembinaan dan pengawasan terhadap
IPB2, ITB2, DTB2, PTB2 dilakukan oleh Departemen Perdagangan berkoordinasi dengan
departemen/ instansi yang terkait. Pada peraturan menteri tersebut, diatur 54 jenis
(terlampir) bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam pangan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan jenis bahan-bahan kimia
berbahaya dan mengidentifikasi bahan-bahan kimia berbahaya yang digunakan pada
praktikum kimia SMA serta efek yang ditimbulkan. Penelitian dilakukan melalui studi
pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan-bahan kimia berbahaya meliputi
bahan kimia yang bersifat eksplosif, oksidator, mudah menyala, korosif, menyebabkan
iritasi, berbahaya bagi lingkungan, toksik, berbahaya terhadap pernafasan, dan dapat
ditekan (gas yang mudah meledak). Bahan-bahan kimia berbahaya yang umumnya
digunakan pada praktikum kimia SMA antara lain adalah larutan NaOH, HCl, H2SO4,
HNO3, CuSO4, NH4OH, NH4Cl, Na2S2O3, H2C2O4, KMnO4, KSCN, FeCl3,
CH3COOH, CH3COONa, Pb(NO3)2, KI, dan K2CrO4. Efek yang dapat ditimbulkan oleh
penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya ini adalah menyebabkan iritasi atau korosif pada
mata, kulit, saluran pencernaan, dan saluran pernafasan, luka bakar, dermatitis, sakit
kepala, pusing, koma, muntah, diare, kebutaan, gangguan saraf, keracunan, kanker,
kegagalan pada sistem peredaran darah, ginjal, pankreas, hati, paru-paru, dan merusak
organ. Untuk itu, baik guru maupun siswa harus menggunakan pelindung serta mengambil
larutan yang beruap atau melakukan reaksi kimia yang menghasilkan uap atau gas
berbahaya di lemari asam/asap

2.5  IDENTIFIKASI SIFAT FISIK PANGAN


Sifat-sifat fisik bahan :Bentuk dan ukuran Volume Luas permukaan Densitas Porositas
kenampakan warna Kenampakan Viskositas EmulsiKegunaan sifat fisik
bahanPerancangan mesin pengolahan (material, operasional, dan pengendalian)Untuk
analisa dan menentukan efisiensi mesin dan proses pengolahanPengembangan produk-
produk baruEvaluasi proses pengawetan.

Bentuk dan ukuran merupakan dua sifat yang tidak dapat dipisahkan dan diperlukan
untuk pendeskripsian sifat fisik bahan

Ukuran : panjang, lebar, diameter, luas, volume, kerapatan, berat jenis Bentuk dapat
ditentukan dengan mengukur beberapa parameter dimensi
Bentuk : Bulat, lonjong, oval, kotak, kerucut, tidak beraturan
Kegunaan :rancangan alatefisiensi mesin dan proses pengolahan ( misal : kecepatan
suhupendinginan/pemanasan)
Bahan pangan hasil pertanian/peternakan memiliki sifat mudah rusak [perishable]
sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek.
Kerusakan atau kebusukan bahan pangan dapat terjadi akibat aktivitas mikrobia
maupun aktivitas enzim yang ada pada bahan pangan tersebut, selain itu perubahan
secara fisika-kimia juga dapat mempengaruhi kebusukan makanan.
Kerusakan/kebusukan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya
faktor fisiologis, biologis, fisik, termik, hidratasi dan kimiawi.
Karakteristik bahan pangan :
Dalam arti luas dapat digambarkan atas sumber, pemanfaatan, sifat-sifat fisik bahan
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bahan pangan.
aktor Fisiologis adalah faktor dari lingkungan tempat bahan hasil
pertanian/peternakan berada, misalnya saja suhu. Suhu yang teramat tinggi akan lebih
cepat merusak dibandingkan dengan suhu rendah. Kerusakan yang berasal dari faktor
biologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh penyakit tanaman/hewan.

Karakteristik sifat fisik bahan pangan meliputi bentuk, ukuran, luas permukaan,
warna, penampakkan, berat, porositas dan kadar air. Bentuk dan ukuran bahan pangan
sangat penting dalam perhitungan energi untuk pendinginan dan pengeringan,
rancangan terhadap pengecilan ukuran, masalah dalam distribusi dan penyimpanan
bahan pangan.

Karakteristik termal bahan pangan sangat penting diketahui untuk membangun


sebuah sistem pengolahan bahan pangan yang berhubungan dengan panas. Bahan-
bahan pangan, baik nabati maupun hewani beserta produknya, tidak lepas dari
perlakuan panas. Proses-proses utama pengolahan bahan pangan adalah pemanasan
atau pendinginan serta pembekuan. Tujuan perlakuan panas pada umumnya adalah
pengawetan. Sangat berguna apabila pengetahuan tentang berapa lama suhu yang
harus diberikan dalam proses pemanasan dan pengeringan produk bahan pangan kita
ketahui agar tidak terjadi kerusakan dan mengakibatkan kerugian.

Pemanasan dan pendinginan bahan dapat dilakukan dengan konveksi [perpindahan


kalor melalui zat penghantar disertai dengan perpindahan dari bagian-bagian zat itu],
konduksi [perpindahan kalor melalui zat penghantar tanpa disertai perpindahan
bagian-bagian zat itu] atau radiasi [perpindahan kalor tanpa memerlukan zat
perantara].
Pengetahuan mengenai sifat panas seperti : spesifik panas, koefisien konduksi panas,
koefisiendifusi, koefisien absopsi atau emisi sangat diperlukan agar bahan hasil
pertanian dapat diperlakukan secara tepat, baik dalam proses penyimpanan dan
pengolahan hingga pada akhirnya dapat mendistribusikan produk pangan yang
berkualitas baik bagi konsumen.
Karakteristik hidratasi merupakan karakteristik fisik yang meliputi interaksi antara
bahan pangan dengan molekul air yang dikandungnya serta molekul air yang ada di
udara.
Sebagian besar bahan pangan memiliki kandungan air relative tinggi sehingga dengan
demikian, bahan pangan tersebut merupakan media yang baik bagi mikroba
pembusuk untuk tumbuh dan berkembang.
Air dalam bahan pangan berfungsi sebagai pelarut dari beberapa komponen
disamping ikut sebagai bahan pereaksi. Selain air yang terkandung pada bahan
pangan, air yang terdapat di udara dalam bentuk uap air pun menjadi ancaman pada
bahan pangan. Hal ini menjadi ancaman bahan pangan pada saat penyimpanan karena
dapat menyebabkan kandungan air pada bahan bertambah atau berkurang.
Sifat kimiawi pada bahan pangan ditentukan oleh senyawa kimia yang terkandung
pada bahan pangan sejak mulai dari dipanen/ditangkap sampai pada tahap
pengolahan. Perubahan kandungan senyawa kimia yang terjadi pada bahan pangan
tergantung dari tingkat kematangan [biologis, jenis kelamin dan seksual], temperatur,
pemberian makanan atau pupuk, stres, atau parameter lingkungan lainnya.
Komponen utama bahan pangan yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral
dan air yang memiliki karakteristik tertentu serta terdapat beberapa senyawa minor
lainnya.
BAB III

PENUTUP

3.1. kesimpulan

Makanan adalah merupakan suatu keperluan fisiologi yang mesti dipenuhi untuk kehidupan.
Pengambilan makanan yang tidak seimbang atau tabiat pemakanan yang tidak sihat boleh
menyebabkan seseorang itu berhadapan dengan risiko pelbagai jenis penyakit. Oleh yang
demikian, seseorang itu perlu teliti dalam hal-hal yang berkaitan dengan makanan dan
pemakanan agar makanan yang diambil tidak mendatangkan kerugian pada diri sama ada dari
sudut fizikal, mental, spiritual

3.2 saran

penulis berharap agar setiap saranan yang dikemukan ini dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam menangani isu-isu yang berkaitan hukum pengambilan makanan segera dan mudah-
mudahan ianya dapat di realisasikan dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan. Departemen Pendidikan Nasional.


Jakarta.
Alli, I. 2004. Food Quality Assurance: Principles and Practices. CRC Press, Boca Raton.
Arvanitoyannis, I.S. 2009. HACCP and ISO 22000: Application to Foods of Animal Origin. Blackwell
Publishing Ltd.
Attwood, D. 2008. Physical Pharmacy. London: Pharmaceutical Press.
___________ . 1996. Petunjuk Ringkas untuk Memahami dan Menerapkan Konsep Analisis Bahaya
pada Titik Pengendalian Kritis. SEAMEO/ICD Cooperative Program SEAMEOTROPMED Regional
Center for Community Nutrition. Universitas Indonesia. Jakarta.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 1999. Pedoman CPBB-IRT. Badan POM. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai