Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH BMR

TAM HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM


MEMATIKAN TANAH

DISUSUN OLEH :

DIVA UMI NASIROH


FEYZA ADYANI BASTIAN
PUTRI AULIA
SYAFILLA CANTIKA

KELAS : XI MIPA 2

2021/2022
1. NAMA UPACARA

Mematikan Tanah

2. PENGERTIAN UPACARA

Mematikan tanah adalah salah satu nilai budaya masyarakat Melayu, khususnya masyarakat
yang memiliki kebiaasaan dalam membuka lahan untuk tempat tinggal ataupun berkebun,
jadi mematikan tanah bagi masyarakat Melayu disebut dengan melambas, membersihkan atau
mendinginkan tanah. Dimana tanah yang dimaksud untuk ditempati baik itu sebagai tempat
tinggal maupun sebagai area perkebunan atau areal pertanian, seperti contoh tanah yang akan
ditempati sebagai tapak rumah, maka bagi masyarakat wajib dilambas atau dimatikan
tanahnya. Dan yang kedua areal untuk bercocok tanam, seperti contoh untuk aktivitas
berladang atau berkebun. Maka oleh masyarakat Melayu lahan tersebut perlu didinginkan
atau dimatikan tanahnya dengan kata lain disebut dengan melambas.

Apabila suatu masyarakat tersebut ingin membangun rumah, maka ia terlebih dahulu
mematikan tanah nya yang akan dibangun tersebut, yaitu terlebih dahulu meninjau tempat
dimana akan dibangun bangunan rumah tersebut, sesudah itu itu dipancang di empat sudut
tanah tersebut yang bakal dibangun rumah. Maka barulah dimatikan tanahnya tersebut
dengan berbagai alat-alat yang sudah disediakan untuk sebagai syarat mematikan tanah
tersebut.

3.MAKSUD DAN TUJUAN UPACARA

Tujuannya agar kita dapat mengetahui tentang upacara mematikan tanah yaitu membuka
lahan untuk tempat tinggal ataupun berkebun.

4. MAKNA DAN FILOSOFI UPACARA

Meti tanah tersebut merupakan hal yang didasari oleh masyarakat untuk tidak mendapatkan
gangguan mahkluk halus yang ada di tempat yang ingin dibangun rumah. Penulis
menyimpulkan bahwa pengertian Meti tanah adalah imbalan orang yang punya rumah dan
orang yang memilki lahan pertanian kepada mahkluk ghaib yang menempati tempat yang
akan dibangun rumah. Masyarakat sangat mempercayai bahwa tempat yang akan dibangun
rumah ini ditempati oleh mahkluk halus atau mahkluk ghaib, untuk itu masyarakat merasa
takut akan gangguan oleh mahkluk halus maka masyarakat mengadakan tradisi upacara meti
tanah.

Kepercayaan ini didasari oleh masyarakat tentang kepercayaan Animisme dan Dinamisme.
Di dalam ajaran animisme setiap benda-benda di bumi memiliki roh dan jiwa, benda-benda
dibumi itu seperti gunung, sungai, batu ini memiliki kekuatan yang bisa memberikan
kebaikan dan keburukan maka dari itu manusia memberikan persembahan dan pengorbanan.
5. PEMIMPIN UPACARA

Pembuatan dan pelaksanaannya bersama para dukun.

6. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat dan bahan-bahan dalam upacara Meti Tanah ini merupakan

hal yang perlu dalam pelaksanaan meti tanah. Bahan-bahan yang digunakan

tersebut penulis dapat dalam wawancara bersama para dukun. Di antara yang

penulis wawancara ini rupanya memiliki perbedaan dalam memilih bahanbahan

atau alat-alat dalam pelaksanaan upacara meti tanah, berikut isi dari

wawancara penulis tentang bahan-bahan atau alat-alat dalam upacara meti

tanah tersebut:

Didalam buku Ensiklopedia Baturijal, alat-alat atau bahan-bahan meti tanah mempunyai
bermacam-macam bentuk dalam pelaksanaannya. Diantara alat-alat atau bahan-bahan yang
digunakan didalam buku ensiklopedia tersebut.7 yaitu:

1. Ramuan I

a. Anak pisang lidi putih

b. Anak pandan berduri

c. Tebu salah (tebu yang berwarna merah)

d. Lengkuas

e. Serai

f. Kunyit

g. Lio ( jahe)

h. jerangau

i. Bunglai, dan

j. Cekur

2. Ramuan II

a. Kotoran kuda

b. Kotoran angsa

c. Taik besi atau taik kelong atau sisa-sisa tempahan besi


d. Sekam padi (ampas padi)

e. Tulang-tulangan hewan yang sudah lama dan kering

f. Kulit kerang

g. Pecahan piring batu bukan dari kaca, dan

h. Parang bekas atau tua yang sudah karatan dan tidak terpakai lagi,

3. Ramuan III

a. Ayam kampung

b. Tempurung tua

c. Kemenyan

d. Tepung beras

e. Air secukupnya, dan

f. Puntawa lima yang terdiri dari sepulih, setawa, sedingin, kumpai, dan cekerau.

7. RITUAL ATAU TATA CARA UPACARA

Didalam pelaksanaan upacara meti tanah yang pertama sekali adalah cara pembuatan bahan-
bahan atau alat-alat yang digunakan. Cara pembuatannya ini diharuskan oleh dukun, karena
dukunlah yang mempunyai andil dalam mengerjakannya.

Hal-hal yang paling diutamakan setelah bahan-bahan terkumpul ialah:

1. Memotong pentawa lima didalam wadah yang berisikan air

2. Mengumpulkan kotoran kuda, kotoran angsa, sisa-sisa tempahan besi, dan parang tua
dimasukkan kedalam tempurung tua.

3. Setelah itu memotong ayam kampung untuk diambil darahnya dimasukkan darahnya
kedalam pentawa lima.

4. Setelah memotong ayam, si dukun membacakan ayat-ayat suci Al-qur’an dekat pentawa
lima dalam wadah dan alat-alat yang terdapat didalam tempurung tua tersebut.

5. Setelah memotong ayam, hal yang harus dilakukan menanam alat-alat yang didalam
tempurung tua di empat sudut atau ditengah-tengah pondasi dan boleh juga didepan rumah
sesuai permintaan dukun. Dan

6. Yang terakhir, menyerakkan pentawa lima dekat alat-alat yang ditanam serta menyerakkan
pentawa lima di sekeliling rumah.

Adapun bentuk dari bahan-bahan yang digunakan dalam tradisi adalah:


8. PANTANG LARANG UPACARA

Selain beberapa ritual yang harus dilaksanakan, juga terdapat beberapa pantangan adat yang
apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi. Pantangan- pantangan tersebut di antaranya:

 Rumah yang didirikan harus seragam dengan rumah-rumah tetangga di sekitarnya,


tidak boleh lebih bagus atau megah, ini dimaksudkan untuk menghindari timbulnya
rasa iri di antara sesama warga masyarakat.

 Rumah tidak boleh menggunakan dinding tembok, genteng, papan kayu, kaca, serta
ubin keramik, karena bahan- bahan tersebut dianggap mewah dan jauh dari
kesederhanaan.

 Tidak boleh memasang kayu secara terbalik, yaitu ujung ada di bawah dan pangkal
ada di atas. Pantangan ini mengandung makna simbolis, bahwa dalam hidup kita
harus menempatkan sesuatu pada tempatnya, tidak boleh mengacaukan segala
sesuatu yang sudah berjalan menurut kodratnya.
 Pintu rumah tidak boleh menghadap utara, karena pada arah utara terdapat areal
karomah “keramat”, sehingga jika orang masuk ke rumah dia akan membelakangi
karomah.

 Tidak boleh menggunakan daun jendela lebih dari satu, dan jendela pun tidak boleh
menggunakan kaca.

 Tembok tidak boleh dicat atau dikapur.

 Tidak boleh menghias rumah atau memajang hiasan dinding kecuali tulisan Arab.
Pantangan ini mengandung pepatah bahwa apabila seseorang disibukkan dengan
keinginan untuk menghias maka dia akan melupakan kewajiban ibadahnya.

 Lantai harus menggunakan palupuh (bilah-bilah bambu tipis memanjang), dan tidak
boleh menggunakan kayu, apalagi ubin.

 Tidak boleh membangun atau mendirikan rumah pada hari Rabu karena menurut
perhitungan masyarakat Dukuh, Rabu merupakan hari naas/sial untuk mendirikan
rumah. Demikian juga, tidak boleh membuat pagar pada hari Minggu.

 Juga tidak diperkenankan adanya listrik dan televisi serta radio. Alat makan yang
digunakan harus terbuat dari bahan kayu, bambu, dan batok kelapa. Material
tersebut dipercaya lebih memberikan manfaat ekonomis dan kesehatan, karena
bahan tersebut tidak mudah hancur, serta lebih mudah menyerap kotoran.

9. WAKTU DAN TEMPAT UPACARA

Diwaktu yang baik seperti pagi, siang, atau malam. Di kediaman tanah orang yang
bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.uin-suska.ac.id/15614/ (18-08-2021) (12.47)

http://www.pda.or.id/pustaka/books-detail.php?id=20070055 (18-08-2021) (13.01)

https://budaya-indonesia.org/Upacara-Mendirikan-Rumah-Melayu-Riau (18-08-2021) (13.32)

Anda mungkin juga menyukai