Metode Terjemah
Metode Terjemah
OLEH :
KELOMPOK VIII
RIAN SAPUTRA
SOPIA INDRIYANTI
ZURRIYATI
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini untuk memenuhi tugas dari bapak M.
Taufik Akbar,M.Pd. pada bidang studi Metode Terjemah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang “Hukum Penerjemahan Nas Agama” bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Taufik Akbar,M.Pd. selaku dosen
mata kuliah Studi Metode Terjemah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah saya ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik
dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................
C. Tujuan ..............................................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN
KESIMPULAN.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kegiatan penerjemahan, setiap jenis nas seyogyanya diperlakukan secara
khusus. Perlakuan ini menyangkut masalah teoritis yang bertalian dengan metode dan
prosedur penerjemahan, kualifikasi penerjemah dan proses penerjemahan. Karena itu,
penerjemahan nas keagamaan berbeda dengan penerjemahan ilmiah, nas sastra dan jenis
nas lainnya. Perbedaan perlakuan ini terkait erat dengan karakteristik isi dan bahasa yang
mengungkapkan isi itu. Nas sastra misalnya, memiliki fungsi menghibur dan mendidik.
Fungsi yhang demikian dimainkan dengan bahasa yang memperhatikan unsur-unsur
keindahan. Penerjemahan perlu berupa menjalankan kedua fungsi tersebut di dalam
bahasa terjemahan yang indah.
Demikian pula penerjemahan nas keagamaan, dalam hal ini nas Al-Qur’an,
memerlukan penanganan tersendiri. Bagi orang Islam nas Al-qur’an memiliki aneka
dimensi dan fungsi yang perlu dijaga dan diraih manfaatnya. Agar segala kebaikan Al-
qur’an , kedalam maknanya dan keindahan bahasanya tetap terpelihara. Maka metode,
prosedur dan teknik penerjemahannya serta kualifikasi penerjemahannya pun perlu
dirumjuskan terlebih dahulu.
Disamping itu, cara pandang penerjemahan nas keagamaan tentu saja berbeda
dengan cara pandang penerjemah nas sastra. Penerjemah nas keagamaan dituntut untuk
jujur dan berniat dakwah, bukan semata-mata untuk mencari kkeuntungan material.
Karena itu, tampaklah urgensi sebuah telaah telaah ihwal hukum menerjemahkan nas
keagamaan dilihat dari aspek teori menerjemah yang meliputi konsep menerjemah,
prosedur penerjemahan dan kualifikasi penerjemah. Selanjutnya aspek-aspek ini di
korelasikan, dikomparasikan dan dikontraskan dengan aspek-aspek hukum syari’at.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hukum Menerjemahkan Al-Qur’an Dilihat Dari Konsep Terjemah?
2. Bagaimana Kualifikasi penerjemah nas keagamaan?
3. Bagaimana Proses Penerjemahan Nas Agama?
4. Bagaimana Teori Terjemah dan hukum syariat?
5. bagaimana Fatwa Al-Azhar Ihwal penerjemah Al-quran?
C. Tujuan
Pandangan az-zarqani diatas sejalan dengan pendapat Ridha yang dikutip oleh
Syarbasi (1980:328). Ridha menegaskan bahwa menerjemahkan Al-qur’an secara
harfiyah sulit dilakukan dan akan menimbulkan banyak masalah. Penerjemahan
secara harfiyah dilarang Islam sebab merupakan tindak kejahatan terhadap Al-
qur’an dan pemiliknya.
Dalam penerjemahan, makna dan maksud yang terkandung dalam nas sumber
harus diungkapkan secara utuh dalam terjemahan. Karena itu,
Brislin(Suryawinata,1982:63) menetapkan bahwa penerjemah harus memiliki syarat
berikut:
Pada umumnya, proses penerjemahan dilakukan dengan empat tahap sebagai berikut:
1. Analisis dan pemahaman. Struktur lahir dan pesan yang terkandung dalam nas
sumber dianalisis menurut hubungan struktural dan hubungan sistematis antara
unsur-unsur sintaksis.
2. Tranfer. Selanjutanya bahan yang sudah dianalisis dan dipahami oleh penerjamah
secara mentalistik, lalu dialihkan kebahasa penerima.
3. Restrukturisasi. Bahan yang sudah diolah tersebut disusun kembali supaya makna
atau pesan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan bgaya bahasa penerima.
4. Evaluasi dan revisi. Kemudian hasil terjemahan dievaluasi. Jika terdapat kesalahan
atau kekeliruan, maka dilakukan revisi (suryawinata, 1982 48-49).
Para ahli terjemah juga menetapkan beberrapa syarat yang harus dipenuhi oleh
seorang penerjemah, diant[aranya ialah dia harus menguasai BS dan BP, minsalkan di
dalam menerjemah al-quran pada saat menerjemah, Ada beberapa syarat yang harus di
penuhi oleh penerjemah. Syarat-syarat itu menyangkut dua hal, yaitu pribadi penerjemah
dan pekerjaan menerjemah.
1
Dr.Akhmad Bazits, Lc,.M.Ag, Studi metedologi Tafsir, Februari 2021 hal.107-108
2
Dr Kadar M. Yusuf, M. AG, Studi Alquran, April 2012.hal.125
o Penerjemah harus mengetahui dengan baik segala tatanan yang ada dalam dua
bahasa: bahasa asli dan terjemahan.
o Penerjemah harus mengetahui dengan baik gaya bahasa dan kelebihan—
kelebihan yang ada dalam dua bahasa
o Penerjemah harus mengetahui dengan baik bidang ilmu yang sedah
diterjemahkan
o Penerjemah harus mengenal gaya bahasa dan pengungkapan pengarang yang
teksnya diterjemahkan
o Penerjemah harus dapat dipercaya dalam memindahkan ide-ide yang teerdapat
dalam teks asli.3
3
Drs. H.Ahmad Izzan,M.Ag, Metedologi Pembelajaran Bahasa Arab, Jalan Wartawan II No.4, hal.186
Di samping acuan diatas, pembahasan para ulama al azhar ppun
mrekomendasikan sebuah metode penafsiran maknna alquran. Metode ini diuraikan
dalam langkah-langkah seperti berikut
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN