Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH STUDI QURAN

Dosen Pengampu : Arif Marsal Lc,. MA

Disusun oleh :

Kelompok 6

1. Jihan afifah
2. Indah ramadhani
3. Indah hatmiati

JURUSAN SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KSIM RIAU


KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillahirabil‟aalamiin syukur kami ucapkan kepada Allah SWT. Atas rahmat serta
karunia Allah SWT sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kami ini yang berjudul Tafsir,
Ta’wil, dan Terjemah Al-Qur’an. Tugas ini dibuat untuk memenuhi matakuliah Studi Quran.
Serta shalawat beriring salam agar selalu tercurahkan kepada Rasul kita, yaitu Nabi Muhammad
SAW. Beserta para keluarga dan sahabat-sahabatnya hingga akhir zaman.

Kami sangat berterima kasih kepada dosen pembimbing kami, Bapak Arif Marsal Lc,.
MA yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada kami dalam menyelesaikan
tugas ini.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
tersusunya tugas ini khususnya mahasiswa BPIB. Semoga tugas ini bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.
Wassalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pekanbaru, 20 September 2021

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tafsir .................................................................................................................... 2

2.2 Macam – Macam Beserta Metode Tafsir ................................................................................ 3

2.3 Pengertian Takwil .................................................................................................................. 7

2.4 Metode Takwil ....................................................................................................................... 8

2.5 Pengertian Penerjemah............................................................................................................ 9

2.6 Macam – Macam beserta hokum Penerjemah ........................................................................ 9

2.7 Syarat Penerjemah .................................................................................................................. 11

2.8 Persamaan dan Perbedaan Tafsir, Takwil dan Terjemah ........................................................ 12

BAB III : PENUTUP

Kesimpulan ................................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 14

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Pemahaman seseorang dalam memahami jelas tidak sama meskipun mungkin mereka sama-
sama hafal Al-qur‟an, hafal berbagai hadits dan kaidah-kaidah ushul fiqih dan bahasa. Apalagi
kalau temanya mengenai penafsiran dan penakwilan, disitu akan jelas kelihatan mana yang
masih dalam keadaan umi dan mana orang yang sudah bisa mencapai dzaki yang sudah faham
dan mengerti kandungan dan rahasia-rahasia Al-Qur‟an. Oleh karenanya penulis khususnya
merasa amat penting mengetengahkan tema mengenai Tafsir, Ta‟wil dan Terjemah beserta
otoritasnya agar kita bisa memahami dan tau sedikit banyaknya mengenai isi dan rahasia-rahasia
yang terkandung didalamnya.sehingga di makalah ini terdapat focus pembahasan
Al-Qur‟an itulah sumber tasyri‟ pertama bagi umat islam. Karena itu orang islam harus
memahami artinya, mengetahui rahasianya, dan mengamalkan isi Al Qur‟an itu untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup dunia akhirat. Tidak semua orang itu dapat memahami lafaz,
dan ibarat disamping menjelaskan keterangan ayat-ayatnya itu. Cara dan kemampuan berpikir
orang itu berlain-lainan mengenai suatu hal. Pada umumnya orang itu hanya memikirkan arti-
artinya yang kelihatan saja memikirkan ayat-ayat Al-Quran itu hanya secara global. Oleh karena
itu, maka al-Qur‟an tersebut harus dipelajari dengan mendalam. Untuk mempelajari makna al-
Qur‟an secara mendalam, tidak cukup hanya dengan mengandalkan al-Qur‟an terjemahan saja.
Pada faktanya, banyak orang telah menghabiskan waktu hidupnya untuk mengkaji al-Qur‟an
guna memahami maknanya. Untuk memahani maknanya, ada beberapa ilmu yang digunakan
dalam mempelajari alquran secara mendalam, diantaranya ilmu tafsir, takwil dan terjamah.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana Pengertian Tafsir, Takwil, dan Terjemah?


2. Apa saja Macam, Syarat, dan Metode?
3. Bagaimana perbedaan dan persamaan Tafsir, Takwil , dan Terjemah?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. TAFSIR
a. Pengertian Tafsir
Istilah tafsir merujuk kepada Al-Qur‟an sebagaimana tercantum dalam ayat 33 dari al-furqan :

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, [seperti
meminta Al qur‟an diturunkan sekaligus dalam sebuah kitab] melainkan Kami [mengalahkanya]
dengan menganugrahkan kepadamu sesuatu yang benar dan penjelasan [tafsir] yang terbaik.
Pengertian inilah yang dimaksud dalam Lisan al-„Arab dengan “kasyf al-mughaththa”
(membuka sesuatu yang tertutup),dan “tafsir”menurut Ibn Manzur ialah penjelasan maksud yang
sukar dari suatu lafal. Pengertian inilah yang diistilahkan oleh para ulama‟ tafsir dengan “al-
idhah wa al-tabyin” (penjelasan dan keterangan).
Dalam kamus bahasa Indonesia kata tafsir diartikan dengan “keterangan atau penjelasan
tentang ayat-ayat Al-Qur‟an atau kitab suci lain sehingga lebih jelas maksudnya”. Terjemahan
dari ayat-ayat Al-qur‟an masuk kedalam kelompok ini. Jadi, tafsir al-qur‟an adalah penjelasan
atau keterangan terhadap maksud yang sukar memahaminya dari ayat-ayat Al-Qur‟an. Dengan
demikian menafsirkan Al-Qur‟an adalah menjelaskan atau menerangkan makna-makna yang
sulit pemahamanya dari ayat-ayat Al-qur‟an. Yang dibahas adalah semua aspek yang
berhubungan dengan penafsiran Al-qur‟an, mulai dari sejarah turun Al-qur‟an, sebab-sebab
turunya, qiraat, terus kaidah-kaidah tafsir, syarat-syarat musafir, bentuk penafsiran, metedeologi
tafsir, corak penafsiran dan sebagainya. Jadi ilmu tafsir membahas teori-teori yang dipakai dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-qur‟an dan penafsiran Al-qur‟an ialah upaya menjelaskan makna-
makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-qur‟an melalui penerapan teori-teori tersebut.

2
b. Macam-Macam Tafsir
a. Beberapa corak dan metode tafsir
1. Metode Tahlili
Tahlili adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-
qur‟an dari seluruh aspeknya. Pemafsir yang mengikuti metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur‟an secara runtut mulai awal hingga akhir seperti mushaf Utsmani. Untuk itu ia
menguraikan kosa kata dan lafaz, menjelaskan arti yang dikehendaki, juga unsur-unsur ijaz dan
balaghoh, serta kandunganya dalam berbagai aspek pengetahuan dan hukum.

2. Metode Ijmali
Metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-qur‟an dengan cara mengemukakan makna global.
Metode ini penafsir menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat
menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Didalam
uraianya, penafsir membahas secara runtut berdasarkan mushaf kemudian mengemukakan
makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut.
Dalam penyampaianya metode ini menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana bahkan
sama dengan bahasa Al-Qur‟an,sehingga pembacanya merasakan seolah-olah Al-qur‟an sendiri
yang berbicara kepadanya.Dengan demikian dapat diperoleh pengetahuan yang diharapkan
dengan sempurna dan sampailah ia kepada tujuanya dengan cara yang mudah serta uraian yang
singkat dan bagus. Kitab-kitab yang mengikuti ini antara lain: tafsir jalalain karya jalal al-din al-
suyuti dan jalal al-din al-mahali, tafsir Al-qur‟an al-„Adzim oleh Muhamad farid Wajdli dan
tafsir Wasith buah karya sebuah komite ulama Al-Azhar Mesir.

3. Meode Muqaran
Metode ini menekankan kajianya pada aspek perbandingan (komporasi) tafsir al-qur‟an.
Penafsiran yang menggunakan metode ini pertama sekali menghimpun sejumlah ayat-ayat Al-
qur‟an, kemudian mengkajinya dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat-ayat
tersebut dalam karya mereka. Melalui cara ini penafsir mengetahui posisi dan kecenderungan
para penafsir sebelumnya yang dimaksudkan dalam objek kajianya.
Salah satu karya yang menggunakan metode ini adalah Quran and its Interpreters hasil karya
Mahmud Ayyub

3
4. Metode Mawdhu‟i
Metode ini disebut juga metode tematik karena pembahasanya berdasarkan tema-tema
tertentu yang terdapat dalam al-qur‟an. Ada dua cara kerja tafsir maudhu‟ :
 Dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Al-qur‟an yang berbicara tentang satu
masalah (maudhu‟/tema) tertentu yang mengarah pada satu tujuan yang sama, sekalipun
turunya berbeda dan tersebar dalam berbagai surah Al-qur‟an.
 Penafsiran yang dilakukan berdasarkan surat Al-qur‟an.
Al-Farmawi menjelaskan tujuh langkah yang mesti dilkukan apabila seseorang ingin
menggunakan metode maudhu‟i :
a. Memilih atau menetapkan masalah Al-qur‟an yang akan dikaji secara maudhu‟
b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah
ditetapkan ayat Makiyah dan Madaniyah.
c. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunya, disertai
pengetahuan mengenai latar belakang turunya atau asbabul nuzul.
d. Mengetahui hubungan (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing surahnya.
e. Menyusun tema bahasa dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna dan sistematis
f. Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadis bila dipandang perlu, sehingga
pembahasan semakin sempurna dan jelas

b. Penafsiran Al-qur’an sesuai corak yang mendominasinya:


1. Corak Umum

Artinya:
dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab
sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya,
a. Bentuk riwayat Al-ma‟tsur
Atau disebut juga dengan tafsir bi al-ma‟tsir adalah bentuk penafsiran yang paling tua dalam
khazanah intelektual islam, tafsir ini terdapat dalam kitab-kitab seperti Tafsir al-Thabari, Tafsir
ibn katsir, al-Durr al-Mantsur fi al-tafsir bi al-Ma‟tsur karya al-Suyuti dll. Para sahabat
menerima dan meriwayatkan tafsir dari Nabi saw secara musyafahat (dari mulut ke mulut),
begitu juga dengan generasi selanjutnya sampai datang masa tadwin (pembukaan) ilmu-ilmu

4
islam, termasuk tafsir sekitar abad ke-3 H. Cara tafsir itulah yang menjadi cikal bakal tafsir bi al-
ma‟tsur atau disebut juga dengan tafsir bi al-riwayat.
Al-Zarqani memberi batasan pada tafsir ini menurutnya tafsir yang diberikan oleh tabi‟in
tidak masuk kelompok al-ma‟tsur karena banyak diantara tabi‟in itu yang terlalu terpengaruh
oleh pemikiran-pemikiran isra‟iliyat yang berasal dari kaum yahudi dan ahli kitab lainya seperti
terlihat dalam kisah para nabi, penciptaan alam, ashab al-kafi, Madani Ihram dan sebagainya.
Kisah-kisah semacam ini menurutnya lebih banyak bohongnya dari pada benar.
Dari penolakan itu jelas keinginanya jelas yakni menyelamatkan tafsir al-ma‟tsur dari
pemikiran-pemikiran isra‟iliyat yang dapat menyesatkan umat karena isinya lebih banyak
dongeng, khufarat, khayal dan sebagainya. Penafsiran Nabi terdiri atas dua kategori:
 Sudah terinci : Ini biasanya menyangkut masalah ibadah seperti kewajiban shalat, zakat,
puasa, haji dan sebagainya. Semua ini sudah terinci dan tak dapat dikembangkan lagi.
Artinya apa telah digariskan oleh Nabi saw berkenaan dengan masalah-masalah ibadah
serupa itu wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan tersebut, tak boleh diubah
sedikitpun
 Dalam garis besarnya atau boleh disebut pedoman dasar yang dapat dikembangkan oleh
generasi selanjutnya. Ini biasanya berhubungan dengan masalah-masalah muamalah
(kemasyarakatan) seperti hukum, urusan kenegaraan, kekeluargaan dan sebagainya.
Dalam lapangan inilah diperlukan ijtihad supaya pedoman-pedoman yang telah
digariskan oleh Nabi saw dapat diaktualisasikan dan dan diterapkan ditengah masyarakat
sesuai dengan tuntunan zaman, dengan begitu Al-qur‟an akan selalu terasa modern dan
membimbing umat ke jalan yang benar

b. Bentuk pemikiran (al-ra‟y)


Setelah berakhir masa salaf sekitar abad ke-3 H, dan peradaban islam semakin maju dan
berkembang maka lahirlah berbagai madzab dan aliran dikalangan umat. Masing-masing
golongan berusaha meyakinkan pengikutnya dalam mengembangkan faham mereka. Untuk
mencapai maksud tersebut mereka mencari ayat-ayat Al-qur‟an dan hadis-hadis Nabi saw, lalu
mereka tafsirkan sesuai dengan keyakinan yang mereka anut.
Meskipun tafsir bi al-ra‟y berkembang dengan pesat, namun dalam menerimanya para ulama
terbagi dua: ada pula yang melarangnya dan ada pula yang membolehkan, para ulama‟ salaf

5
lebih suka diam ketimbang menafsirkan Al-qur‟an, diamnya bukan karena tidak mau
menafsirkanya dan bukan pula karena dilarang tetapi karena kehati-hatian mereka supaya tidak
disebut dengan tahkim (spekulasi,terkaan) dalam menafsirkan Al-qur‟an. Apabila ini terjadi
ancamanya sangat berat : masuk neraka, sebagaimana yang dimaksud dalam hadis riwayat Al-
Tirmidzi dan Ibn „Abbas yang telah dikutip terdahulu.
Untuk menghindarkan adanya spekulasi maka para ulama menetapkan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh seorang mufasir serta kaidah-kaidah yang harus dikuasainya, Menurut Abd
Muin Salim bahwa potensi pengetahuan yang dimiliki sahabat dalam menafsirkan Al-qur‟an
dengan ra‟yu adalah:
a. Penggunaan fenomena sosial yang menjadi latar belakang sebab turunya ayat
b. Kemampuan dan pengetahuan kebahasaan
c. Pengertian kealaman
d. Kemampuan intelegensi

3. Isra‟iliyat
Ahli kitab mempunyai pemahaman yang lebih baik dan luas wawasanya tergadap kitab2nya
(taurat,injil), maka keterangan Ahli Kitab oleh sebagian sahabat diajadikan sumber untuk
manafsirkan Al-qur‟an , sumber ini dengan idra‟iliyat
Tidak ada larangan ataupun keharusan dalam menggunakan ayat-aat 1 Isra‟iliyat sebagai
sumber tafsir. Artinya boleh bila tidak bertentangan dengan Al-qur‟an , sunnah dan ro‟yu. Dilihat
dari tafsir Ibn Abbas penggunaan isra‟iliyat tidak hanya terbatas pada ayat-ayat kisah umat
terdahulu, tetapi juga mencngkup ayat-ayat yang berkenaan dengan soal-soal gaib. Gejala ini
berkembang pada masa-masa selanjutnya karena dalam tafsir itu diikitkan pula masalah-masalah
yang tidak rasional dan alamiah, sehingga menimbulkan ide dan usaha untuk menghapuskan
isra‟iliyat dengan analisis kritis.

2. Corak khusus
 Tafsir Kasysyaf (teks terlampir)
 Tafsir al-thabathabai
 Tafsir AL-qurtubi
 Al-jashshsash (Ahkam Al-qur‟an)

6
 Tafsir al-Mirghani
 Tafsir al-Manar
 Tafsir al-Maraghi
 Tafsir A.yusuf Ali
3. Corak Kombinasi
Kitab tafsir yang digunakan dua corak pemikiran dekaligus, jarang ditemukan, termasuk
kitab-kitabtafsir dari Timur Tengah baik klasik maupun modern yakni Tafsir al-Azhar karangan
Prof. Hamka.

B. TA’WIL
Secara bahasa Ta‟wil berasal dari kata “aul” artinya kembali ke asal. ‫ه ل‬
artinya, kembali kepadanya. ‫ل‬ ‫الم‬ ‫ال‬ artinya memikirkan, memperkirakan dan
menafsirkannya. Dalam istilah tersebut ta‟wil kalam mempunyai dua makna :
1. Ta‟wil kalam dengan pengertian sesuatu makna yang kepadanya mutakallim (pembicara,
orang pertama) mengembalikan perkataannya, atau sesuatu makna yang kepadanya suatu
kalam dikembalikan. Dan kalam itu kembali dan merujuk kepada makna hakikinya yang
sebenarnya dimaksud. Dan kalam disini ada dua macam, yaitu insya‟ dan ikhbar. Yang
termasuk insya‟ tersebut adalah amr.
Ta‟wilul amr adalah esensi perbuatan yang diperintahkan, sedangkan Takhwilul ikhbar ialah
esensi dari apa yang diberitakan itu sendiri yang benar-benar terjadi.

2. Ta‟wil kalam dalam arti menafsirkan dan menjelaskan maknanya. Dalam Tafsir Ibn Jabir
at Tabari dengan kata-kata “pendapat tentang ta‟wil firman Allah ini...begini dan
begitu...” dan kata-kata “Ahli ta‟wil berbeda pendapat tentang ayat ini” jadi yang
dimaksud dengan kata “ta‟wil” disini adalah tafsir.

Makna Ta‟wil menurut golongan salaf yaitu Ta‟wil dalam tradisi muta‟akhirran adalah
memalingkan makna lafadz yang kuat (rajih) kepada makna yang lemah (marjuh) karena ada
dalil yang menyertainya” definisi ini tidak sesuai dengan apa yang dimaksud dengan lafadz
“ta‟wil” dalam Al Qur‟an menurut versi salaf.

7
Ta‟wil berasal dari ma‟al yaitu akibat dan kesudahan. Kata-kata ‫ه د‬ ‫ ف آل‬maksudnya: aku
palingkan ia maka ia pun berpaling. Dengan demikian, ta‟wil seakan-akan memalingkan ayat
kepada makna-makna yang dapat diterimanya. Kata “ta‟wil” dibentu dengan pola “ta‟fil” adalah
untuk menunjukkan arti banyak.
Sedangkan secara terminologi, takwil berarti membawa ayat kepada makna-makna lain yang
masih mungkin di kandung oleh ayat tersebut. Secara historis istilah takwil dianggap sama
dengan istilah tafsir. Setelah abad 5H atau 11 M , istilah takwil diganti dengan ijtihad bi ar ra‟yi.
Pada abad 5 H, istilah takwil dipertentangkan dengan istilah tafsir. Pada waktu itu jika tafsir itu
bentuk pemahaman yang diikuti madzhab resmi negara, maka takwil merupakan pandangan yang
bertentangan dengan madzhab resmi negara. Akibatnya praktik takwil menjadi sesuatu yang
dianggap negatif dan dinilai sebagai bentuk penyimpangan dari kebenaran. Para pengikut
madzhab takwil pun dianggap sebagai orang-oramg yang didalam hatinya terdapat
keccondongan kepada kesesatan.

1. Metode Takwil
Metode takwil dengan yang digunakan Muhammad syahrur disini adalah dengan pendekatan
saintifik untuk menafsirkan Al Qur‟an tetapi sebagian ahli, menyebutnya dengan istila ta‟wil
ilmi. Muhammad Syahrur adalah seorang pemikir yang ikut menjadikan takwil sebagai metode
untuk memahami Al Qur‟a, terutama untuk memahami ayat-ayat mutasyabihat. Metode takwil
yang ditawarkan oleh Syahrur dalam memahami ayat-ayat Mutasyabihat dimaksudkan untuk
membuktikan kebenaran informasi teoritis Al-Qur‟an agar sesuai dengan realitas empiris ilmu
pengetahuan. Jadi takwil adalah upaya mengharmoniskan sifat absolut ayat-ayat al-qur‟an
dengan pemahaman relatif pada pembacanya. Asumsi dasar yang dipegang syahrur berkaitan
dengan metode takwil yaitu
1. Wahyu tidak bertentangan dengan akal
2. Wahyu tidak bertentangan dengan realitas

Menurut syahrur, takwil sebagai metode interpretasi hanya digunakan untuk memahami ayat-
ayat mutasyabihat yang berisi informasi mengenai ilmu pengetahuan, dan yang berkaitan dengan
al-haq dan al bathil dimana Nabi Muhammad sendiri belum melakukan takwil terhadap ayat-ayat
al qur‟an tersebut. Sebab, Al qur‟an merupakan amanah dan nabi hanya diberi tugas untuk

8
menyampaikannya kepada umat manusia tanpa mewakilkannya. Kalaupun nabi melakukan
takwil atasnya maka kebenaran takwil nabi bersifat nisbi, sesuai dengan konteks zamannya.
Takwil harus dilakukan sesuai dengan perkembanganpengetahuan manusia. Hal itu
didasarkan pada asumsi bahwa teks Al Qur‟an bersifat tetap, sedangkan pemahaman mengenai
kandungannya bersifat dinamis. Dengan melakukan takwil, seseorang akan dapat membuktikan
kemukjizatan Al-Qur‟an tidak hanya dari aspek linguistik atau keindahan bahasanya, tetapi juga
dari aspek saintifik dan sisi keilmihannya.

C. TERJEMAH
1. Pengertian
Secara bahasa, terjemah memiliki beberapa arti diantaranya, yaitu menyampaikan suatu
ungkapan pada orang yang tidak tahu, menafsirkan sebuah ucapan dengan ungkapan dari bahasa
yang sama, menafsirkan ungkapan dengan bahasa lain, memindah atau mengganti suatu
ungkapan dalam suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain.
Sedangkan secara istilah, terjemah ialah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang
terkandung dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa yang
lain (bukan bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan maksud-maksudnya.

2. Macam-Macam Terjemah serta Hukumnya


Disini macam-macam terjemah terdiri dari 2 macam, yaitu:
a. Terjemah Harfiyah, yaitu mengalihkan lafadz-lafadz yang serupa dari bahasa lain
sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan
tertib bahasa pertama.
b. Terjemah Tafsiriyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa
terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.

Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui bahwa


terjemah harfiyah dengan pengertian di atas tidak mungkin dapat di capai dengan baik jika
konteks bahasa asli dan cakupan semua maknanya tetap dipertahankan. Sebab karakteristik
setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya. Sebagai
contoh, jumlah fi‟liyah (kalimat verbal) dalam bahasa Arab dimulai dengan fi‟il (kata kerja yang

9
berfungsi sebagai predikat) kemudian fa‟il (subyek), baik dalam kalimat tanya (istifham) maupun
lainnya. Mudaf didahulukan atas mudhaf ilaih dan mausuf atas sifat, kecuali dalam idafah
tasybih (susunan mudaf dan mudaf ilaih yang mengandung arti menyerupakan), seperti ‫ج‬
‫ء‬ (perak air, maksudnya air yang bagaikan perak) dan dalam kalimat yang disusun dengan
meng-idafah-kan kata sifat kepada ma‟mul-nya, seperti ‫( أل م عظ‬besar cita-cita). Sedang
dalam bahasa lain tidak demikian halnya.[13]
Selain itu, bahasa Arab dicelah-celahnya mengandung rahasia-rahasia bahasa yang tidak
mungkin dapat digantikan oleh ungkapan lain dalam bahasa non Arab. Sebab, lafadz-lafadz
dalam terjemahan itu tidak akan sama maknanya dalam segala aspeknya, terlebih lagi dalam
susunannya.
Dengan demikian, al-qur‟an berada pada puncak fasahah dan balagah bahasa Arab. Ia
mempunyai karakteristik susunan, rahasia uslub, pelik-pelik makna dan ayat-ayat kemukjizatan
lainnya yang semua itu tidak dapat diberikan oleh bahasa apa dan manapun juga.

3. Hukum Terjemah Harfiyah


Atas dasar pertimbangan diatas maka tidak seorangpun merasa ragu tentang haramnya
menerjemahkan qur‟an dengan terjemah harfiyah. Sebab qur‟an adalah kalamullah yang
diturunkan kepada Rasul-nya, merupakan mukjizat dengan lafadz dan maknanya, serta
membacanya dipandang sebagai suatu ibadah. [14]Disamping itu, tidak seorang manusia pun
berpendapat, kalimat-kalimat qur‟an itu jika diterjemahkan, dinamakan pula kalamullah. Sebab
Allah tidak berfirman kecuali dengan qur‟an yang kita baca dalam bahasa Arab, dan
kemukjizatan pun tidak akan terjadi dengan terjemahan, karena kemukjizatan hanya khusus bagi
qur‟an yang diturunkan dalam bahasa Arab. Kemudian yang dipandang sebagai ibadah dengan
membacanya ialah qur‟an berbahasa Arab yang jelas, berikut lafadz-lafadz, huruf-huruf dan
tertib kata-katanya.
Dengan demikian, penerjemahan qur‟an dengan terjemah harfiyah, betapapun
penerjemah memahami betul bahasa, uslub-uslub dan susunan kalimatnya, dipandang telah
mengeluarkan qur‟an dari keadaannya sebagai qur‟an.

10
4. Hukum Terjemah Tafsiriyah
Adapun makna-makna asli, dapat dipindahkan ke dalam bahasa lain. Dalam Al-
Muwaffaqat, Syatibi menyebutkan makna-makna asli dan makna-makna sanawi. Kemudian ia
menjelaskan, menerjemahkan qur‟an dengan cara pertama, yakni dengan memperhatikan makna
asli adalah mungkin. [15]Dari segi inilah dibenarkan menafsirkan qur‟an dan menjelaskan
makna-maknanya kepada kalangan awam dan mereka yang tidak mempunyai pemahaman kuat
untuk mengetahui makna-maknanya. Cara demikian diperbolehkan berdasarkan konsensus
ulama islam. Dan konsensus ini menjadi hujjah bagi dibenarkannya penerjemahan makna asli
qur‟an.
Namun demikian, terjemahan makna-makna asli itu tidak terlepas dari kerusakan karena
satu buah lafadz didalam qur‟an terkadang mempunyai dua makna atau lebih yang diberikan oleh
ayat. Maka dalam keadaan demikian biasanya penerjemah hanya mendatangkan satu lafadz yang
sama dengan lafadz Arab dimaksud dalam pengertiannya yang hakiki. Karena hal ini dan hal lain
maka terjadilah banyak kesalahan dalam penerjemahan makna-makna qur‟an.

5. Syarat-Syarat Penerjemah
Seorang dapat dikatakan sebagai penerjemah jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Penerjemah haruslah seorang muslim, sehingga tanggung jawab keislamannya dapat
dipercaya.
b. Penerjemah haruslah seorang yang adil dan tsiqah. Karenanya, seorang fasik tidak
diperkenankan menerjemahkan Alquran.
c. Menguasai bahasa sasaran dengan teknik penyusunan kata. Ia harus mampu menulis
dalam bahasa sasaran dengan baik.
d. Berpegang teguh pada prinsip-prinsip penafsiran Al-Quran dan memenuhi kriteria
sebagai mufasir, karena penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir.

Selain syarat di atas, shighat terjemahan harus benar jika diletakkan pada tempat aslinya dan
terjemahann haruslah cocok benar dengan makna-makna dan tujuan-tujuan aslinya, dan
penerjemah harus memberikan keterangan pendahuluan yang menyatakan bahwa terjemah
Alquran tersebut bukanlah Alquran, melainkan tafsir Alquran.[16]

11
D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH
a. Ketiganya menerangkan makna ayat-ayat al-Qur‟an
b. Ketiganya sebagai sarana untuk memahami al-Qur‟an

E. PERBEDAAN TAFSIR, TA’WIL DAN TERJEMAH


a. Tafsir: menjelaskan makna ayat yang kadang-kadang dengan panjang lebar, lengkap
dengan penjelasan hokum-hukum dan hikmah yang dapat diambil dari ayat itu dan
seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan ayat-ayat tersebut.
b. Ta‟wil: mengalihkan lafadz-lafadz ayat al-Qur‟an dari arti yang lahir dan rajih kepada arti
lain yangsamar dan marjuh.
c. Terjemah: hanya mengubah kata-kata dari bahasa arab kedalam bahasa lain tanpa
memberikan penjelasan arti kiandungan secara panjang lebar dan tidak menyimpulkan
dari isi kandungannya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Al-Qur`an sebagai ”hudan-linnas” dan “hudan-lilmuttaqin”, maka untuk memahami
kandungan al-Qur`an agar mudah diterapkan dalam pengamalan hidup sehari-hari memerlukan
pengetahuan dalam mengetahui arti/maknanya, ta`wil, dan tafsirnya sesuai dengan yang
dicontohkan Rasulullah SAW. Sehingga kehendak tujuan ayat al-Qur`an tersebut tepat
sasarannya.
Terjemah, tafisr, dan ta`wil diperlukan dalam memahami isi kandungan ayat-ayat al-
Qur`an yang mulia. Pengertian terjemah lebih simple dan ringkas karena hanya merubah arti dari
bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya. Sedangkan istilah tafsir lebih luas dari kata terjemah
dan ta‟wil , dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan ayat, surat, asbaabun nuzul, dan
lain sebagainya dibahas dalam tafsir yang bertujuan untuk memberikan kepahaman isi ayat atau
surat tersebut, sehingga mengetahui maksud dan kehendak firman-firman Allah SWT tersebut.

3.2 Saran
Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang tafsir, ta‟wil dan terjemah. Makalah
inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun
kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini.
Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih

13
DAFTAR PUSTAKA

(Terjemah, Tafsir, Ta’wil,dan Terjemah Tafsiriyah). (n.d.). Retrieved Oktober 20, 2021, from
https://sc.syekhnurjati.ac.id/:
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_6SN.0010458.pdf

Tafsir, takwil dan terjemah. (2015, Juli 23). Retrieved Oktober 22, 2021, from www.risalahislam.com:
https://www.risalahislam.com/2015/07/download-terjemah-tafsir-ibnu-katsir.html

MAKALAH ULUMUL QUR'AN "TAFSIR, TAKWIL DAN TERJEMAH. (2018, Januari 30). Retrieved November
02, 2021, from http://ardiafifianan.blogspot.com/:
http://ardiafifianan.blogspot.com/2018/01/makalah-ulumul-quran-tafsir-takwil-dan.html

TAFSIR,TA'WIL DAN TERJEMAH | AL -ALLAM . (2021, Oktober 22). Retrieved Oktober 20, 2021, from
http://ejournal.kopertais4.or.id/:
http://ejournal.kopertais4.or.id/madura/index.php/alallam/article/view/4074

14

Anda mungkin juga menyukai