Anda di halaman 1dari 4

Dalam Rangka Menyambut Hari Pahlawan 10 November

Kita Tiru Semangat, Keberanian, Kepandaian Dan Kecakapan Adipati Unus


Pemuda Berumur 17 Tahun yang Memimpin 100 Kapal dan 12.000 Prajurit

Sumbangsih Kerajaan Demak Dalam Mengusir Penjajah ( Portugis) di Malaka

Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Sejarah mencatat
bahwa Kerajaan Islam Demak pernah menyerang Portugis untuk membantu
kerajaan Malaka / johor. Pada waktu itu kerajaan Malaka/kerajaan Johor diperintah
oleh Sultan Mahmud Syah menggantikan ayahnya Sultan Alaudin Syah pada tahun
1488 M.

Hubungan antara Demak dan Malaka cukup erat, hal tersebut didukung oleh
penguasa dan rakyat daerah Malaka sudah banyak yang memeluk agama Islam.
Untuk menjalin hubungan persahabatan tersebut, Kiai Jebat yang pada waktu itu
dijadikan Duta Besar Kerajaan Johor untuk kerajaan Demak. Peran kiai jebat di
Demak adalah mempersiapkan pasukan Demak untuk digembleng supaya menjadi
prajurit yang siap untuk diterjunkan dimedan perang.

Pada Tahun 1509 M pasukan Portugis datang dengan kapal perangnya dan
mendarat di pelabuhan Malaka. Pada tahun 1511 M, ternyata Portugis menyerang
habis-habisan kerajaan Malaka. Akhir dari perang tersebut, Malaka dapat
ditakhlukan dan dikuasai oleh Portugis. Setelah Portugis menguasai Malaka, maka
Portugis menggunakan taktik monopoli dagang, sehingga banyak kerajaan-kerajaan
yang sering berniaga di Malaka merasa dirugikan.

Kerajaan Malaka dan Kerajaan Samodra Pasai pada waktu itu sudah menjadi pusat
kegiatan Islam. Dengan dikuasainya Malaka, maka syiar Islam mengalami hambatan
dan kurang lancar. Salah satu tujuan utama Sultan Fattah menyerang ke Malaka
adalah untuk pengembangan ekonomi dan merebut bandar Malaka yang saat itu
menjadi kunci perdagangan dan pusat penyiaran agama Islam di Asia Tenggara dan
sekaligus untuk menghancurkan basis Portugis.

Prabu Udhara penguasa kerajaan majapahit karena takut akan kekuasaan Demak
saat itu menjalin persahabatan dengan Portugis yang sudah menguasai Malaka.
Utusan Prabu Udhara memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin bangsa
Portugis di Malaka yaitu Alfonso d’Albuquerque. Wujud dari hadiah tersebut antara
lain 20 gamelan kecilyang terbuat dari logam dan sepotong kain panjang bernama
kain “beirami” tenunan Kembayat dan dihadiahkan pula 13 batang lembing yang
berbesi diujungnya.

Sultan Fattah memberi tugas kepada Adipati Jepara yaitu Adipati Unus / Patih Unus
untuk mempersiapkan penyerangan ke Malaka yang dikuasai oleh penjajah
Portugis. Adipati Unus mengirimkan mata-mata ke Malaka untuk menyelidiki
kekuatan Portugis dan benteng pertahanan yang dikomandoi oleh Kiai Jebat.
Setelah mendengar laporan dari mata-mata yang diketuai oleh kiai jebat tersebut
maka pada akhir tahun 1512 M. Adipati Unus memimpin armada perang Kerajaan
Bintoro Demak untuk menyerang Malaka yang pada waktu itu dikuasai oleh
Portugis. Patiunus pada saat itu baru berumur 17 Tahun, namun sepak terjangnya
sudah pantas disebut panglima perang.

Ketika pasukan Demak menyeberangi laut Jawa untuk menuju Malaka, dengan
kekuatan 90 Jung dan 12000 orang prajurit, pasukan Demak singgah dulu di
Palembang. Di palembang ternyata sudah menjadi daerah Islam sejak dipimpin oleh
Adipati Arya Damar dan juga sudah sering menjalin kerjasama dengan Demak.
Sehingga kerajaan Demak mendapatkan bantuan Jung/kapal layar dari kerajaan
palembang.

Di Akhir tahun 1512 M armada perang dari palembang sudah muncul diperairan
Malaka, tetapi tidak langsung menyerang, akan tetapi menyatu dengan armada
perang dari kerajaan samodera pasai. Pada bulan januari 1513 M bergabunglah
Armada perang Demak, palembang dan aceh dimana kekuatan pasukannya ada
100 jung dengan tentara Islam lebih dari 12.000 prajurit, armada-armada perang
tersebut mulai menggempur benteng Portugis di Malaka dari laut, sedangkan
penyerangan dari darat dibantu oleh barisan rahasia/pasukan pendem yaitu orang
Jawa yang bermukim di Malaka.

Ternyata tugas tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana yang direncanakan


karena tercium oleh Portugis oleh laporan dari telik sandi Prabu Udhara Raja
Majapahit yang bekerjasama dengan Portugis di Malaka. sehingga barisan rahasia/
pasukan pendem dapat dilumpuhkan sebelum perang. Sehingga tinggallah
pertempuran laut antara pasukan gabungan Demak dengan Pasukan Portugis.
Akhirnya armada gabungan Demak dapat digempur mundur dengan menderita
kekalahan dan kerugian yang tidak sedikit. Dari 100 kapal Jung yang ada, hanya 7
atau 8 buah saja yang tersisa yang berhasil kembali ke Jawa dan kira-kira 1000
orang prajurit yang tewas dan 1000 prajurit yang ditawan musuh.

Adipati Unus masih hidup dan berhasil kembali ke Jepara dengan selamat.
Sedangkan Raja Samodera Pasai Zainal Abidin melarikan diri ke Jawa. Dikisahkan
ternyata angin ribut dibulan Januari itu ikut memporak-porandakan pasukan
gabungan Demak yang akhirnya dapat mengkacaukan formasi atau susunan perang
yang telah direncanakan. Pasukan Portugis mengalahkan armada Demak dengan
korban yang tidak sedikit pula.

Setelah diketahui bahwa salah satu penyebab kekalahan adalah dari kerajaan
Majapahit yaitu informasi dari Raja Udhara, maka pada tahun yang sama 1513 M,
kerajaan Demak menyerang Majapahit. Namun Sayangnya Pasukan Demak yang
masih belum pulih betul akibat kekalahan diMalaka tak dapat mengalahkan pasukan
Raja Udhara yang sudah bersiap-siap akan adanya penyerangan dari pasukan
Demak.

Setelah Malaka dikuasai oleh Portugis, Raja Malaka mendirikan kerajaan baru di
Johor. Sedangkan Aceh melepaskan diri diri dari kekuasaan Pidie dan mendirikan
kerajaan sendiri pada tahun 1514 M dengan rajanya Sultan Ibrohim. Beliau bergelar
Sultan Ali Mughayat Syah. Karena keberaniannya memimpin perang melewati Laut
Utara Pulau Jawa, Adipati Unus mendapat gelar Pangeran Sebrang Lor. Sedangkan
kiai jebat tak lama kemudian setelah ekspedisi tersebut akhirnya meninggal dunia
dan dimakamkan disebelah timur jalan Bhayangkara Demak. Dari sinilah Adipati
Unus namanya cukup disegani oleh kawan maupun lawan.

Setelah Sultan Fattah wafat, penyerangan ke Majapahit dilanjutkan oleh Sultan


Demak II yaitu Muhammad Yunus / Adipati Unus. Adipati Unus sewaktu jadi sultan
bergelah Sultan Demak Syah Alam Akbar II. Visi terbesarnya adalah menjadikan
Demak sebagai kasultanan maritim terbesar. Pada tahun 1519 M Adipati Unus
mengadakan penyerangan besar-besaran ke Kerajaan Majapahit, sampai
terbunuhnya Prabu Udhara dan berhasil menakhlukan Majapahit untuk kedua
kalinya dan terakhir kalinya. Sebagai bukti runtuhnya majapahit, Pati Unus
memindahkan Pusaka-pusaka Majapahit Ke Demak. Pada tahun 1520 M adipati
Unus menggunakan 8 tiang pendapa kerajaan Majapahit sebagai tiang serambi
Masjid Agung Demak. Sebagai Prasasti pindahnya sejarah Majapahit ke Bintoro
Demak dimasa Sultan Demak ke -2.

Pada Tahun 1521 M, kerajaan Samodera Pasai jatuh ditangan Portugis dan pada
tahun itu pula Adipati Unus / Pangeran Sebrang Lor wafat pada usia yang cukup
muda, yaitu 28 tahun dan dimakamkan di kompleks Masjid agung Demak
bersebelahan dengan Makam Sultan fattah. Sedangkan pengganti dari Adipati Unus
adalah adiknya yang bernama Pangeran Trenggono dengan gelar Sultan Bintoro
Demak Syah Alam Akbar III.

Seorang ulama terkemuka dari samodera Pasai yang bernama Fatahillah yang
berhasil meloloskan diri dari Portugis ke Demak diterima oleh Sultan Trenggono
dengan tangan terbuka dan akhirnya dinikahkan dengan adiknya sendiri. Ternyata
fatahillah berjasa dalam menggagalkan Portugis dalam membuat benteng dan dapat
mengusir Portugis dari Jawa serta dapat merebut sunda kelapa yang berganti nama
Jaya Karta (sekarang menjadi Jakarta).

Pada tahun 1522 M, bangsa Portugis datang ke sunda kelapa yang merupakan
pelabuhan utama kerajaan Pajajaran. Ratu pajajaran telah membuat perjanjian
dengan Portugis dan memberikan ijin Portugis untuk membuat benteng di sunda
kelapa. Akan tetapi ketika tahun 1527 M, usaha pembuatan benteng di Sunda
Kelapa di gagalkan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon yang di pimpin oleh
fatahillah. Akhirnya sunda kelapa dapat dikuasai dan berhasil mengusir Portugis
serta mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jaya Karta.

Anda mungkin juga menyukai