Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, bangsa Indonesia banyak mengalami krisis persatuan


dan kesatuan. Banyak orang yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dari
pada kepentingan umum, sehingga hilangnya persatuan dan kesatuan ini dapat
menyebabkan timbulnya disintegrasi bangsa. Sedangkan arti dari disintegrasi
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hilangnya keutuhan atau
persatuan.
Bangsa Indonesia yang kaya dengan keragaman yang dimiliki
masyarakatnya menempatkan dirinya sebagai masyarakat yang plural. Masyarakat
yang plural juga berpotensi dan sangat rentan kekerasan etnik, baik yang
dikonstruksi secara kultural maupun politik. Bila etnisitas, agama, atau elemen
premordial lain muncul di pentas politik sebagai prinsip paling dominan dalam
pengaturan negara dan bangsa, apalagi berkeinginan merubah sistem yang selama
ini berlaku, bukan tidak mungkin ancaman disintegrasi bangsa dalam arti yang
sebenarnya akan terjadi di Indonesia.
Terjadinya berbagai konflik di masa transisi pasca pemekaran telah
menjauhkan atau paling tidak memperlambat tujuan pemekaran daerah. Di
samping itu, dari hasil studi yang dilakukan penulis bersama Tim dari Direktorat
Otonomi Daerah BAPPENAS tahun 2004, ditemukan bahwa belum meningkatnya
pelayanan kepada masyarakat di beberapa daerah otonom baru disamping karena
persoalan konflik tadi diantaranya diakibatkan juga oleh persoalan kelembagaan,
infrastruktur, dan Sumber Daya Manusia.
Dalam aspek kelembagaan, ditemui bahwa beberapa daerah otonom baru
saat membentuk unit-unit organisasi pemerintah daerah tidak sepenuhnya
mempertimbangkan kondisi daerah dan kebutuhan masyarakat. Pembentukan
daerah otonom baru sepertinya menjadi sarana bagi-bagi jabatan. Terlihat juga
adanya kelambatan pembentukan instansi vertikal, serta kurangnya kesiapan
institusi legislatif sebagai partner pemerintah daerah.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah disintegrasi pemekaran daerah dan konflik lokal akhir-akhir ini


menjadi perhatian sekaligus sumber kekhawatiran yang luas, baik di kalangan
masyarakat, intelektual, maupun kalangan pemerintah. Kekhawatiran itu tidak
hanya bersumber dari tuntutan pemisahan diri sebagian rakyat, tetapi juga lantaran
maraknya kerusuhan sosial di beberapa kota besar dan kecil selama akhir-akhir
ini.

Masalah yang akan diangkat pada makalah ini adalah:


1. Apakah pengertian disintegrasi itu?
2. Apa dampak dari disintegrasi ?
3. Bagaimana upaya untuk mencegah disintegrasi?
4. Apa sajakah Dasar hukum pemekaran wilayah?
5. Apakah penyebab konflik di Papua?
6. Bagaimana sejarah terbentuknya GAM dan upaya pencegahannya?

1.3 Tujuan penulisan


1. Mengetahui apa itu disintegrasi.
2. Mengetahui dampak dari Integrasi dan konflik lokal.
3. Mengetahui cara mencegah diintegrasi.
4. Mengetahui bagaimana hukum tentang pemekaran daerah?
5. Mengetahui penyebab terjadinya konflik papua.
6. Mengetahui awal terbentuknya GAM sampai upaya yang dilakukan
pemerintah dan pihak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk
menyelesaikan masalah separatis di Aceh.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Disintegrasi Bangsa

Disintegrasi secara harfiah difahami sebagai perpecahan suatu bangsa


menjadi bagian-bagian yang saling terpisah (Webster’s New Encyclopedic
Dictionary 1994). Pengertian ini mengacu pada kata kerja disintegrate, “to lose
unity or intergrity by or as if by breaking into parts”.
Disintegrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan
tidak bersatu padu atau keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau
persatuan; perpecahan.

2.2 Dampak Disintegrasi Bangsa.

Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) yang memiliki


keanekaragaman baik dilihat dari segi ras, agama, bahasa, suku bangsa dan adat
istiadat, serta kondisi faktual ini disatu sisi merupakan kekayaan bangsa
Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain yang tetap harus
dipelihara. Keanekaragaman tersebut juga mengandung potensi konflik yang jika
tidak dikelola dengan baik dapat mengancam keutuhan, persatuan dan kesatuan
bangsa, seperti gerakan separatisme yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan
kepentingan yang dapat mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa.
Potensi disintegrasi bangsa di Indonesia sangatlah besar hal ini dapat
dilihat dari banyaknya permasalahan yang kompleks yang terjadi dan apabila
tidak dicari solusi pemecahannya akan berdampak pada meningkatnya konflik
menjadi upaya memisahkan diri dari NKRI.
Kondisi ini dipengaruhi pula dengan menurunnya rasa nasionalisme yang
ada didalam masyarakat dan dapat berkembang menjadi konflik yang
berkepanjangan yang akhirnya mengarah kepada disintegrasi bangsa, apabila tidak
cepat dilakukan tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mencegah dan

3
menanggulanginya sampai pada akar permasalahannya secara tuntas maka akan
menjadi problem yang berkepanjangan.
Nasionalisme yang melambangkan jati diri bangsa Indonesisa yang selama
ini demikian kukuh, kini mulai memperlihatkan keruntuhan. Asas persamaan
digerogoti oleh ketidakadilan pengalokasian kekayaan yang tak berimbang antara
pusat dan daerah selama ini.
Menurut Aristoteles, persoalan asas kesejahteraan yang terlalu diumbar,
merupakan salah satu sebab ancaman disintegrasi bangsa, di samping instabilitas
yang diakibatkan oleh para pelaku politik yang tidak lagi bersikap netral.
Meskipun barangkali filosof politik klasik Aristoteles dianggap usang, namun bila
dlihat dalam konteks masa kini, orientasinya tetap bisa dijadikan sebagai acuan.
Paling tidak untuk melihat sebab-sebab munculnya disintegrasi bangsa.
Maka menyikapi berbagai kasus dan tuntutan yang mengemuka dari berbagai
daerah sudah barang tentu diperlukan konsekuensi politik dan legitimasi bukan
janji-janji sebagaimana yang dikhawatirkan oleh banyak kalangan.
Legitimasi diperlukan tidak saja untuk menjaga stabilitas tetapi juga
menjamin adanyan perubahan nyata dan konkret yang dapat dirahasiakan
langsung oleh warga terhadap tuntutan dan keinginan mereka. Namun,
bagaimanapun juga kita tetap mesti berupaya agar tuntutan terhadap pemisahan
dari kesatuan RI dapat diurungkan.
Dalam hal ini diperlukan kejernihan pikiran, kelapangan dada dan
kerendahan hati untuk merenungkan kembali makna kesatuan dan persatuan,
sekaligus menyikapi secara arif dan bijak terhadap berbagai kasus dari tuntutan
berbagai daerah, Aceh khususnya.
Permasalahan konflik yang terjadi saat ini antar partai, daerah, suku,
agama dan lain-lainnya ditenggarai sebagai akibat dari ketidak puasan atas
kebijaksanaan pemerintah pusat, dimana segala sumber dan tatanan hukum
dinegara ini berpusat. Dari segala bentuk permasalahan baik politik, agama,
sosial, ekonomi maupun kemanusiaan, sebenarnya memiliki kesamaan yakni
dimulai dari ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Indonesia pada
umumnya sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat,

4
terutama bila kita meninjau kembali kekeliruan pemerintah masa lalu dalam
menerapkan dan mempraktekkan kebijaksanaannya.
Konflik yang berkepanjangan dibeberapa daerah saat ini sesungguhnya
berawal dari kekeliruan dalam bidang politik, agama, ekonomi, sosial budaya,
hukum dan hankam. Kondisi tersebut lalu diramu dan dibumbui kekecewaan dan
sakit hati beberapa tokoh daerah, tokoh masyarakat, tokoh partai dan tokoh agama
yang merasa disepelekan dan tidak didengar aspirasi politiknya. Akumulasi dari
kekecewaan tersebut menimbulkan gerakan radikal dan gerakan separatisme yang
sulit dipadamkan.
Dalam kecenderungan seperti itu, maka kewaspadaan dan kesiapsiagaan
nasional dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa harus ditempatkan pada
posisi yang tepat sesuai dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Oleh
karena itu untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan
stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi
bangsa serta menegakkan peraturan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Indonesia akan disintegrasi atau tidak pasti akan menimbulkan pro dan
kontra yang disebabkan dari sudut pandang mana yang digunakan. Reformasi
sudah berjalan kurang lebih 10 tahun, apa yan telah didapat, bahkan rakyat kecil
sudah mulai menilai bahwa kehidupan di masa Orde Baru lebih baik bila
dibandingkan dengan saat ini.
Pandapat rakyat tersebut terjadi karena hanya dilihat dari sudut pandang
harga kebutuhan pokok sehari-hari dan itu tidak salah karena hanya satu hal
tersebut yang ada dibenak mereka. Kemudian ada kelompok masyarakat yang
selalu menuntut kebebasan, dan oleh kelompok yang lain dikatakan sudah
keblabasan.

2.3 Upaya Mencegah Disintegrasi Bangsa


Ancaman disintegrasi bangsa dibeberapa bagian wilayah sudah
berkembang sedemikian kuat. Bahkan mendapatkan dukungan kuat sebagian
masyarakat, segelintir elite politik lokal maupun elite politik nasional dengan
menggunakan beberapa issue global Issue tersebut meliputi issu demokratisasi,

5
HAM, lingkungan hidup dan lemahnya penegakan hukum serta sistem keamanan
wilayah perbatasan. Oleh sebab itu, pengaruh lingkungan global dan regional
mampu menggeser dan merubah tata nilai dan tata laku sosial budaya masyarakat
Indonesia yang pada akhirnya dapat membawa pengaruh besar terhadap berbagai
aspek kehidupan termasuk pertahanan keamanan.
Dalam kaitan dengan politik pembangunan hukum maka Pancasila yang
dimaksudkan sebagai dasar pencapaian tujuan negara tersebut, melahirkan kaidah-
kaidah penuntun, antara lain:
Pertama, hukum Indonesia harus bertujuan dan menjamin integrasi bangsa
baik secara teritorial maupun ideologis. Hukum-hukum di Indonesia tidak boleh
memuat isi yang berpotensi menyebabkan terjadinya disintegrasi wilayah maupun
idiologi.
Kedua, hukum harus bersamaan membangun demokrasi dan nomokrasi.
Hukum di Indonesia tidak dapat dibuat berdasar menang-menangan jumlah
pendukung semata tetapi juga harus mengalir dari filosofi Pancasila dan prosedur
yang benar.
Ketiga, membangun keadilan sosial. Tidak dibenarkan munculnya hukum-
hukum yang mendorong atau membiarkan terjadinya jurang sosial-ekonomi
karena eksploitasi oleh yang kuat terhadap yang lemah tanpa perlindungan negara.
Hukum harus mampu menjaga agar yang lemah tidak dibiarkan menghadapi
sendiri pihak yang kuat yang sudah pasti akan selalu dimenangkan oleh yang kuat.
Keempat, membangun toleransi beragama dan berkeadaban.Hukum tidak boleh
mengistimewakan atau mendiskrimasi kelompok tertentu berdasar besar atau
kecilnya pemelukan agama.Indonesia bukan negara agama (yang mendasarkan
pada satu agama tertentu) dan bukan negara sekuler (yang tak perduli atau hampa
spirit keagamaan). Hukum negara tidak dapat mewajibkan berlakunya hukum
agama, tetapi negara harus memfasilitasi, melindungi, dan menjamin
keamanannya jika warganya akan melaksanakan ajaran agama karena keyakinan
dan kesadarannya sendiri
Kemudian timbul kembali pertanyaan apa itu reformasi? Yang jelas
bangsa Indonesia semua menginginkan kehidupan yang lebih baik melalui

6
reformasi setelah hidup di era Orde Baru. Dengan demikian bangsa ini sudah
mendekati disintegrasi kalau tidak memiliki pegangan. Ada beberapa hal yang
perlu dilakukan oleh bangsa dan negara ini dalam upaya untuk bangkit kembali,
yaitu :
1. Pancasila dan UUD1945 harus digemakan lagi sampai ke rakyat yang
paling bawah, dalam rangka pemahaman dan penghayatan.
2. GBHN yang pernah ada yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
membangun bangsa dan negara perlu dihidupkan kembali.
3. Para tokoh dan elit bangsa harus dapat memberi contoh dan menjadi
cintoh rakyat, jangan selalu berkelahi dan saling caci maki hanya untuk
kepentingan kelompok atau partai politiknya.
4. Budaya bangsa yang adi luhung hendaknya diangkat untuk diingat dan
dilaksanakan oleh bangsa ini yaitu budaya saling hormat menghormati.
5. TNI dan POLRI harus segera dibangun dengan tahapan yang jelas yang
ditentukan oleh DPR. Jangan ada lagi curiga atau mencurigai antar unsur bangsa
ini karena keselamatan bangsa dan negara sudah terancam.

2.4 PEMEKARAN WILAYAH

2.4.1 Dasar Hukum Pemekaran Wilayah

UUD 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran


suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18B ayat (1) bahwa,
“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.”14
Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang sama tercantum kalimat sebagai berikut.
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Namun demikian, pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila
telah memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Bagi provinsi,

7
syarat administratif yang wajib dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD
kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi
bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi induk dan gubernur, serta rekomendasi
dari Menteri Dalam Negeri. Sedangkan untuk kabupaten/kota, syarat administratif
yang juga harus dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan
bupati/walikota bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur, serta
rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.
Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi
faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor di
bawah ini.
a. Kemampuan ekonomi.
b. Potensi daerah.
c. Sosial budaya.
d. Sosial politik.
e. Kependudukan.
f. Luas daerah.
g. Pertahanan.
h. Keamanan.
i. Faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Terakhir, syarat fisik yang dimasud harus meliputi paling sedikit lima
kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit lima kecamatan
untuk pembentukan kabupaten, dan empat kecamatan untuk pembentukan kota,
lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.

2.4.2 Pemekaran Wilayah di Indonesia

Ide pemekaran wilayah merupakan hal yang termasuk baru dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam
sejarah setengah abad lebih usia negara ini, tahun 2000 lahir sebuah provinsi baru
bernama Banten. Dahulu, wilayah Banten adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat.

8
Melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi
Banten (UU Nomor 23 Tahun 2000), pemerintah mengesahkan adanya provinsi
baru itu pada 17 Oktober 2000. Selanjutnya, diikuti pula munculnya Provinsi
Bangka Belitung dari Sumatera Selatan sebagai provinsi induknya, Provinsi
Gorontalo (dari Sulawesi Utara), dan Kepulauan Riau (dari Riau) melalui undang-
undang yang dibentuk pada tahun yang sama. Kemudian, pada tahun-tahun
berikutnya, pemekaran provinsi terjadi di Maluku dan Papua.

2.5 KONFLIK PAPUA

Sudah lama Tanah Papua menjadi tanah konflik. Selain konflik horizontal
antar warga sipil, konflik vertikal yang terjadi antara pemerintah Indonesia dan
orang asli Papua telahmengorbankan banyak orang. Konflik ini hingga kini belum
diatasi secara tuntas. Masih adanya konflik ini secara jelas diperlihatkan oleh
adanya tuntutan Merdeka dan Referendum, serta terjadinya pengibaran bendera
bintang kejora, dan berlangsungnya aksi pengembalian Undang-undang No. 21
Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Konflik yang belum
diselesaikan ini sangat mempengaruhi kadar relasi diantara orang asli Papua,
orang Papua dengan penduduk lainnya, antara orang asli Papua dan Pemerintah
RI. Di satu pihak, orang Papua dicurigai sebagai anggota atau pendukung gerakan
separatis. Adanya stigma separatis membenarkan hal ini. Di pihak lain, orang
Papua juga tidak mempercayai Pemerintah. Dalam suasana kecurigaan dan
ketidakpercayaan satu sama lain ini, dialogkonstruktif tidak pernah akan terjadi
antara Pemerintah dan orang Papua. Apabila berbagai masalah yang melatar
belakangi konflik ini tidak dicarikan solusinya, maka Papua tetap menjadi tanah
konflik. Korban akan terus berjatuhan. Hal ini pada gilirannya akan menghambat
proses pembangunan yang dilaksanakan di Tanah Papua. Dari tengah situasi
konflik inilah, para pemimpinan agama Kristen, Katolik, Islam, Hindu dan Budha
Provinsi Papua melancarkan kampanye perdamaian. Kampanye ini dilakukan
dengan dengan moto: Papua Tanah Damai (PTD).

9
Dalam perkembangan selanjutnya, para pimpinan agama menjadikan
Papua Tanah Damai sebagai suatu visi bersama dari masa depan tanah Papua yang
perlu diperjuangkan secara bersama oleh setiap orang yang hidup di tanah Papua.
Sekalipun diakui oleh banyak orang bahwa damai merupakan hasrat terdalam dari
setiap orang, termasuk semua orang yang hidup di tanah Papua, kenyataan
memperlihatkan bahwa banyak orang belum merasa penting untuk melibatkan diri
dalam upaya menciptakan perdamaian di tanah Papua. Orang asli Papua, baik
yang tinggal di kota maupun di kampung-kampung, belum terlibat secara penuh
dalam kampanye perdamaian ini. Pada hal mereka sebagai pemilik negeri ini
sudah semestinya memimpin-atau minimal terlibat dalam-berbagaiupaya untuk
mewujudkan perdamaian di tanah leluhurnya. Kini orang Papua bangkit dan
bertekad untuk berpartisipasi secara aktif dalam upayamenciptakan perdamaian di
Papua. Mereka ingin memperbaharui tanah leluhurnya menjadi tanah damai,
dimana setiap orang yang hidup diatasnya menikmat suatu kehidupan yang penuh
kedamaian

2.5.1 Penyebab konflik papua

Penyebab konflik kekerasan sosial di Papua. Konflik kekerasan di Papua


pada umumnya disebabkan adanya kondisi sosial yang timpang antara masyarakat
asli Papua dengan masyarakat migran yang datang dari luar Papua, sebagai akibat
dari adanya kekeliruan kebijakan pembangunan di Papua yang berlangsung lama,
sebagai berikut:

a. Terjadinya Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA).

Eksploitasi SDA telah menampilkan suatu ketidakadilan, berdasar fakta-


fakta masyarakat Papua, pemegang hak adat atas SDA tidak dilibatkan
dalam proses pengambilan keputusan, padahal semua konsekuensi negatif
pasti dipikul oleh mereka bukan oleh pengambil keputusan. SDA
merupakan sumber penghidupan utama bagi mereka dengan batas-batas
pemilikan, pengakuan, dan penghargaan yang jelas dan tegas di antara
para pemegang hak adat. Akibatnya, masyarakat menjadi penonton dan

10
terasing di tanahnya sendiri. Masyarakat Papua sebagai komunitas lokal
tidak dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi, karena memang
tidak dipersiapkan, dilatih, dan diberi kesempatan.

contoh: Kasus pengalihan hak atas tanah untuk keperluan transmigrasi


telah mengurangi bahkan menghilangkan sumber-sumber ekonomi
keluarga. Masyarakat kehilangan binatang buruan sebagai sumber protein,
kayu untuk bangunan, kayu api, rusaknya ekosistem lokal sebagai sumber
protein yang mendukung kehidupan masyarakat lokal, hilangnya sagu
sebagai sumber karbohidrat bagi masyarakat. Eksploitasi tambang juga
memberi dampak negatif yang besar buat penduduk lokal. Sebagai contoh:
kasus Freeport, limbah tailing, telah mencemari sumber-sumber ekonomi
seperti Moluska, sumber protein masyarakat Kamoro-Sempan di Omawita.

b. Dominasi Migran di Berbagai Bidang-Bidang Kehidupan


Perlakuan yang kurang tepat terhadap masyarakat Papua juga
terjadi dalam bidang pemerintahan, dan proses-proses politik.
Sadar atau tidak, selama pemerintahan Orde Baru, orang Papua kurang
diberikan peran dalam bidang pemerintahan. Posisi-posisi utama selalu
diberikan kepada orang luar dengan dalih orang Papua belum mampu.
Walaupun untuk sebagian peran, dalih itu mungkin ada benarnya,
tetapi pada umumnya untuk mencekal orang Papua. Seleksi ketat yang
dikenakan terhadap orang Papua dilatarbelakangi oleh kecurigaan dan
tuduhan terhadap semua orang Papua sebagai OPM. Dominasi
masyarakat pendatang bukan hanya pada sektor pemerintahan saja,
tetapi juga pada sektor swasta. Pada kegiatan di sektor industri
manufaktur yang memanfaatkan eksploitasi sumber daya alam (SDA).

c. Penyeragaman Identitas Budaya dan Pemerintahan Lokal Secara


singkat, pengembangan SDM justru tidak berpijak pada
pengetahuan dan kearifan lokal.

11
Menyadari ancaman terhadap eksistensi orang Papua, tokoh seperti
Arnold Ap berusaha untuk menggali dan mengembangkan unsur-unsur
budaya lokal. Tetapi, kelihatannya penguasa melalui aparat militer
melihatnya secara sempit dan dipahami sebagai ancaman. Arnold Ap
dibunuh dengan cara yang melukai hati orang Papua khususnya dan
kemanusiaan pada umumnya. Dominasi dan penindasan tersebut,
menjadikan identitas dan nasionalisme Papua makin mantap menopang
tuntutan Papua Merdeka. d. Tindakan Represif oleh Militer Penindasan
militer di tanah Papua meliputi beberapa bentuk, antara lain intimidasi,
teror, penyiksaan, dan pembunuhan. Intimidasi, teror dan penyiksaan
dilakukan berkenaan dengan pengambilalihan hak-hak adat masyarakat
Papua atas SDA secara paksa untuk berbagai keperluan, seperti HPH,
transmigrasi, pertambangan, dan industri manufaktur maupun jasa
wisata. Ketika penduduk asli berusaha mempertahankan hak-haknya
atas SDA mereka diintimidasi dan diteror.

2.6 GAM DI ACEH

GAM lahir karena kegagalan gerakan Darul Islam pada masa sebelumnya.
Darul Islam muncul sebagai reaksi atas ketidak berpihakan Jakarta terhadap
gagasan formalisasi Islam di Indonesia. Darul Islam adalah sebuah gerakan
perlawanan dengan ideologi Islam yang terbuka. Bagi Darul islam, dasar dari
perlawanan adalah Islam, sehingga tidak ada sentimen terhadap bangsa-bangsa
lain, bahkan ideologi Islam adalah sebagai perekat dari perbedaan yang ada.
Gagasan ini juga berkembang dalam gerakan Darul Islam di Aceh.

Akan tetapi, paska berhentinya perlawanan Darul Islam Aceh, keinginan


Aceh untuk melakukan Islamisasi di Indonesia menjadi lebih sempit hanya kepada
Aceh. Perubahan ini terjadi disebabkan karena kegagalan Darul Islam diseluruh
Indonesia, sehingga memaksa orang Aceh lebih realistis untuk mewujudkan cita-
cita. Yang menjadi menarik adalah, GAM yang melanjutkan tradisi perlawanan

12
Aceh, ternyata tidak melanjutkan ideologi Islam yang terlebih dahulu digunakan
oleh Darul Islam. Sebagaimana yang disebutkan bahwa GAM lebih memilih
nasionalisme Aceh sebagai isu populisnya, yang mempengaruhi muculnya GAM
berikutnya adalah faktor ekonomi, yang berwujud ketidakadilan dan ketimpangan
ekonomi antara pusat dengan daerah. Pemerintahan sentralistik Orde Baru
menimbulkan kekecewaan berat terutama di kalangan elite Aceh. Pada era
Soeharto, Aceh menerima 1% dari anggaran pendapatan nasional, padahal Aceh
memiliki kontribusi 14% dari GDP Nasional. Terlalu banyak pemotongan yang
dilakukan pusat yang menggarap hasil produksi dari Aceh. Sebagian besar hasil
kekayaan Aceh dilahap oleh penentu kebijakan di Jakarta. Meningkatnya tingkat
produksi minyak bumi yang dihasilkan Aceh pada 1970-an dan 1980-an dengan
nilai 1,3 miliar US Dolar tidak memperbaiki kehidupan sosial ekonomi
masyarakat Aceh.
Kemunculan GAM pada masa awalnya langsung mendapat respon oleh
pemerintah Orde Baru dengan melakukan operasi militer yang represif, sehingga
membuat GAM kurang bisa berkembang. Walau demikian, GAM juga melakukan
pelebaran jaringan yang membuat mereka kuat, baik pada tingkat internasional
maupun menyatu dengan masyarakat dan GAM bisa terus bertahan.Pada masa
Orde Baru GAM memankan dua wajah; satu wajah perlawanan (dengan pola-pola
kekerasan yang dilakukan), dan strategi ekonomi-politik yang dimainkan (dengan
mengambil uang pada proyek-proyek pembangunan.

2.6.1 Upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan


separatisme ditempuh melalui program-program sebagai berikut.

1. Pengembangan ketahan nasional


2. Penyelidikan pengamanan dan penggalangan keamanan Negara.
3. Penjagaan keutuhan NKRI
4. Pemantapan keamanan Negeri
5. Peningkatan komitmen dan kesatuan Nasional
6. Peningkatan kualitas dan pelayanan informasi public

13
Dalam rangka menyelesaikan masalah separatisme di Aceh secara
damai, bermartabat dan menyeluruh, Pemerintah Republik Indonesia dan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam kurun waktu terakhir ini secara
intensif melakukan perundingan informal di Helsinski yang difasilitasi oleh
Crisis Management Inisiative. Berbagai issue penting yang telah disepakati
oleh kedua belah pihak dalam perundingan damai tersebut diharapkan akan
menjadi landasan yang kokoh dalam penyelesaian masalah separatisme di
Aceh. Lalu Pemerintah Republik Indonesia bertekad menyelesaikan secara
damai, komprehensif, dan bermartabat dalam bingkai NKRI. Dengan
berpedoman pada Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah
RI dengan GAM yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di
Helsinki, sebagai langkah nyata, Pemerintah RI dengan negara Uni Eropa dan
negara ASEAN akan menandatangani MoU tentang keikutsertaan Aceh
Monitoring Mission (AMM) sehingga diharapkan upaya damai dapat
diwujudkan secepatnya. Kedua MoU tersebut menjadi prinsip dasar bagi para
pihak dan digunakan sebagai pedoman untuk diimplementasikan dengan
dimonitor oleh AMM.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kondisi NKRI secara nyata harus diakui oleh setiap warganegara bila
ditinjau dari kondisi geografi, demografi, dan kondisi sosial yang ada akan terlihat
bahwa pluralitas, suku, agama, ras dan antar golongan dijadikan pangkal
penyebab konflik atau kekerasan massal, tidak bisa diterima begitu saja. Pendapat
ini bisa benar untuk sebuah kasus tapi belum tentu benar untuk kasus yang lain.
Namun ada kondisi-kondisi struktural dan kultural tertentu dalam masyarakat
yang beraneka ragam yang terkadang terjadi akibat dari suatu proses sejarah atau
peninggalan penjajah masa lalu, sehingga memerlukan penanganan khusus
dengan pendekatan yang arif namun tegas walaupun aspek hukum, keadilan dan
sosial budaya merupakan faktor berpengaruh dan perlu pemikiran sendiri.
Kepemimpinan (leadership) dari tingkat elit politik nasional hingga
kepemimpinan daerah, sangat menentukan dalam rangka meredam konflik yang
terjadi saat ini. Sedangkan peredaman konflik memerlukan tingkat
profesionalisme dari seluruh aparat hukum dan instansi terkait secara terpadu dan
tidak berpihak pada sebelah pihak.
Sekilas permasalahan tersebuat nampak biasa saja, namun apabila hal ini
terus terjadi dan tidak ada usaha dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan
tersebut, bukan tidak mungkin disintegrasi yang selama ini di khawatirkan akan
terwujud. Pemerintah harus dapat merumuskan kebijakan yang tegas dan tepat
dalam aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan
bagi semua pihak, semua wilayah.

3.2 Saran
Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu kebijakan dan strategi
pertahanan serta upaya-upaya apa yang akan ditempuh, maka disarankan beberapa
langkah sebagai berikut :
a) Pemerintah perlu mengadakan kajian secara akademik dan terus

15
menerus agar didapatkan suatu rumusan bahwa nasionalisme yang
berbasis multi kultural dapat dijadikan ajaran untuk mengelola setiap
perbedaan agar muncul pengakuan secara sadar/tanpa paksaan dari
setiap warga negara atas kemejemukan dengan segala perbedaannya.
b) Setiap pemimpin dari tingkat desa sampai dengan tingkat tertinggi,
dalam membuat aturan atau kebijakan haruslah dapat memenuhi
keterwakilan semua elemen masyarakat sebagai warga negara.
c) Setiap warga negara agar memiliki kepatuhan terhadap semua aturan
dan tatanan yang berlaku, kalau perlu diambil sumpah seperti halnya
setiap prajurit yang akan menjadi anggota TNI dan tata cara
penyumpahan diatur dengan Undang-undang.
d) Sebaiknya diadakan suatu konsensus nasional yang berisi pernyataan
bahwa setiap warga negara Indonesia cinta damai, persatuan dan
kesatuan dan rela berkorban untuk mementingkan kepentingan nasional
diatas kepentingan pribadi atau golongan.
e) Menghimbau para musisi agar mau menciptakan suatu karya musik
atau lagu-lagu yang mengobarkan rasa cinta tanah air dan bangga
menjadi Bangsa Indonesia. Berdasarkan pengalaman sejarah telah
membuktikan betapa dahsyatnya sebuah lagu mempunyai pengaruh
terhadap para pejuang kemerdekaan dimasa lalu.
f) Pendidikan jangka panjang harus memperkenalkan tentang
perbedaan umat manusia dan kemajemukan budaya bangsa Indonesia
dari tingkat sekolah yang terendah sampai yang tertinggi secara
bertahap, bertingkat dan berlanjut.
g) Perlu dihimbau semua insan jurnalistik/pers dengan
memperkenalkan rasa nasionalisme diatas segalanya bagi keutuhan
NKRI, sehingga dapat memposisikan diri dalam keikutsertaan
meredam konflik dan bukannya memperbesar melalui berita-berita yang
berdampak kebencian dan prasangka buruk bagi setiap warga negara.
h) Menumbuhkan rasa nasionalisme yang mulai luntur, jika perlu
mungkin dibuat semacam deklarasi Nasional oleh pemerintah dengan

16
tekad memelihara keutuhan persatuan dan kesatuan NKRI. Suatu
deklarasi yang tepat akan dapat menjadi pemicu tumbuhnya rasa
nasionalisme.
i) Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa nasionalisme sebangsa dan
setanah air dalam NKRI, harus dicari lagi terobosan lain yang dimana
tugas dan fungsinya minimal sama dengan BP-7 yang telah dibubarkan
namun tidak bersifat doktriner karena berdasarkan hasil penelitian
didaerah, masyarakat masih menghendaki adanya semacam penataran
atau yang sejenis tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2097591-contoh-makalah-upaya-
mencegah-disintegrasi/#ixzz1lfuwthMz

http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=22&mnorutisi=5
http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/05/indonesia-dan-ancaman-disintegrasi/

18

Anda mungkin juga menyukai