Anda di halaman 1dari 14

Bab 4

Gaya Antar Nukleon

Pada Bab 3, kita telah mengenal keberadaan potensial inti dan me-
makainya untuk mendapatkan model kulit inti. Potensial tersebut
merupakan akumulasi dari potensial antar nukleon. Ini berarti ada
gaya yang bekerja antar nukleon, baik antar netron, antar proton,
maupun antara proton dan netron.
Keberadaan gaya inti juga bisa dipahami dengan cara berikut.
Karena kebanyakan inti mengandung lebih dari satu proton, di mana
setiap proton bermuatan positif, maka kita mesti bertanya: mengapa
inti bisa stabil dan tidak terpecah? Seperti kita ketahui, dua parti-
kel dengan muatan sejenis akan menghasilkan gaya elektrostatis yang
bersifat saling menolak. Sebagai konsekuensinya, proton dalam inti
akan saling menjauh dan bahkan keluar dari inti sehingga inti bersifat
tidak stabil. Faktanya, inti tetap stabil. Jadi, kita bisa menyimpulkan
bahwa selain gaya elektrostatik, juga terdapat suatu “gaya lain” yang
bekerja antar nukleon. Untuk selanjutnya, kita sebut gaya tersebut
sebagai “gaya antar nukleon”.

4.1 Deuteron
Untuk memahami sifat gaya antar nukleon, kita tinjau Deuteron. De-
uteron adalah inti yang terdiri atas 1 proton dan 1 netron. Deuteron
merupakan inti dari Deuterium (H-2), yang merupakan salah satu

107
108 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON

isotop dari hidrogen. Deuteron merupakan contoh inti yang paling


sederhana dan sekaligus mengandung interaksi antar nukleon. Beri-
kut kita tinjau beberapa sifat deuteron.

4.1.1 Energi ikat

Energi ikat deuteron, yang juga berarti energi ikat proton-netron, da-
pat diamati dengan ketelitian tinggi melalui salah satu dari cara ber-
ikut.

• Mengukur massa deuteron dengan spektroskopi massa, dan ke-


mudian menghitung energi ikatnya dengan menggunakan Persa-
maan (1.9)

Bdeuteron = [mp + mn − mdeuteron ] c2 .

Hasil yang diperoleh dengan metode ini adalah Bdeuteron =


2, 22463 ± 0, 00004 MeV.

• Dengan menggunakan reaksi penggabungan inti hidrogen dan


netron, melalui reaksi

1
H + n → 2H + γ

dan mengukur energi dari sinar gamma yang dipancarkan. Da-


lam metode ini, energi ikat deuteron sama dengan energi γ diku-
rangi dengan energi kinetik netron. Hasil yang diperoleh dengan
metode disosiasi adalah Bdeuteron = 2, 224589 ± 0, 000002 MeV.

• Dengan menggunakan reaksi balik atau reaksi fotodisosiasi,

2
H + γ → 1 H + n,

di mana energi minimal γ merupakan nilai dari energi ikat deu-


teron. Hasil yang diperoleh dengan metode fotodisosiasi adalah
Bdeuteron = 2, 224 ± 0, 002 MeV.
4.1. DEUTERON 109

Dengan demikian, didapatkan fraksi energi ikat (yaitu energi per nu-
kleon) untuk deuteron sebesar 1,112 MeV. Nilai ini jauh lebih kecil
dari fraksi energi ikat rata-rata inti, yaitu sebesar 8,5 MeV (yang kita
dapatkan dari model tetes cairan atau SEMF).

4.1.2 Spin dan paritas

Karena deuteron terdiri atas 1 proton dan 1 netron, maka spinnya


berasal dari spin netron, spin inti, dan momentum sudut l, sebagai
berikut


→ →

I =−

sp+−

sn+ l . (4.1)

Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa spin deuteron adalah I = 1


dan paritasnya genap. Ini berarti nilai momentum sudut deuteron
adalah adalah l = 0 (orbital s) atau l = 2 (orbital d).

Contoh : Mencari nilai momentum sudut untuk deuteron.


Dengan mengacu pada Persamaan (4.1) dan fakta bahwa spin deu-
teron adalah 1 dan paritasnya genap, carilah nilai momentum sudut
yang mungkin.

Penyelesaian
Karena spin deuteron adalah 1, maka kombinasi dari nilai sn , sp ,
dan l. pada Persamaan (4.1) harus menghasilkan I = 1, atau

sp + sn + l = 1

l = 1 − (sp + sn ) .

Karena

 ±1
 jika proton dan netron paralel
(sp + sn ) = 0 jika proton dan netron anti paralel

0 jika proton dan netron tegak lurus terhadap l

Dengan demikian, 4 nilai l yang mungkin adalah


110 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON

• proton dan netron paralel dengan (sp + sn ) = 1, sehingga mo-


mentum sudutnya adalah I = 1 − 1 = 0

• proton dan netron antiparalel dengan (sp + sn ) = 0, sehingga


momentum sudutnya adalah I = 1 − 0 = 1

• proton dan netron paralel (tetapi keduanya tegak lurus terhadap


l) dengan (sp + sn ) = 0, sehingga momentum sudutnya adalah
I =1−0=1

• proton dan netron paralel dengan (sp + sn ) = −1, sehingga mo-


mentum sudutnya adalah I = 1 + 1 = 2

Dari percobaan yang lain, diketahui bahwa paritas dari deuteron ada-
lah genap. Karena paritas terkait dengan (−1)l , berarti bahwa mo-
mentum sudut deuteron adalah 0 (orbital s) atau 2 (orbital d).

4.1.3 Momen magnetik

Deuteron terdiri atas 1 proton dan 1 netron tak berpasangan. Ji-


ka kita menganggap keduanya berada pada orbital s, maka momen
magnetik deuteron adalah

µ = [(gsn s + gsp s) /~] µN (4.2)

Karena s = 12 , gsp = 5, 585691 (untuk proton), dan gsn = −3.826084


(untuk netron), maka didapatkan µ = 0, 879804 nm. Sebagai perban-
dingan, nilai hasil eksperimen adalah µ = 0, 8574376 ± 0, 0000004 nm.
Ini berarti hasil perhitungan tidak benar-benar sama dengan hasil
eksperimen. Dengan kata lain, peluang bagi netron dan proton untuk
berada di orbital s (l = 0) tidak bernilai 100%. Hasil eksperimen bisa
direproduksi secara teoritis jika kita menganggap hanya 96% deute-
ron berada di orbital s, sedangkan sisanya, 4%, ada di orbital d (l = 2).
4.1. DEUTERON 111

Contoh : Menghitung rasio keadaan s dan d pada deuteron.


Dengan memanfaatkan data nilai momen magnetik deuteron nilai ha-
sil eksperimen adalah µ = 0, 8574376 nm, hitunglah peluang deuteron
untuk berada pada keadaan momentum sudut d.

Penyelesaian
Dari analisis spin dan paritas, diketahui bahwa momentum sudut
deuteron adalah 0 (orbital s) atau 2 (orbital d). Sekarang kita akan
mnghitung rasionya.

• jika deuteron berada pada orbital s (atau l = 0), maka

1 1
µs = (gsn + gsp ) = (−3.826084 + 5, 585691) = 0, 879804 nm
2 2

• jika deuteron berada pada orbital d (atau l = 2), maka

1 1
µd = (3 − gsn − gsp ) = (3 + 3.826084 − 5, 585691) = 0, 310098 nm
4 4

• Jika fraksi deuteron yang berada pada orbital d adalah x, maka


berlaku

µeksp = (1 − x) µs + xµd
= µs + x (µd − µs ) ,

atau

µeksp − µs 0, 8574376 − 0, 879804


x= = = 0, 03925 ≈ 4%.
µd − µs 0, 310098 − 0, 879804

4.1.4 Momen quadrupol elektrik


Jika deuteron berada pada orbital s (l = 0), berarti momen quadru-
polnya adalah nol. Sayangnya, hasil eksperimen menunjukkan bahwa
momen quadrupol deuteron adalah Q = 0, 00288 ± 0, 00002 barn. Se-
112 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON

baliknya, jika deuteron dianggap terdiri atas orbital s dan d, maka


Q = Qss + Qsd + Qdd . Ternyata hasil eksperimen bisa direproduksi
secara teoritis jika kita menganggap 96% deuteron berada di orbi-
tal s dan sisanya, 4%, ada di orbital d (l = 2). Hasil ini sekali lagi
menunjukkan bahwa sebagian deuteron berada pada orbital d (l = 2).

4.1.5 Potensial dan jari-jari

Dari percobaan hamburan, didapatkan bahwa jari-jari efektif deuteron


adalah 2,1 fm. Selanjutnya jika hasil tersebut dimasukkan pada persa-
maan Schrödinger, didapatkan kedalaman potensial deuteron adalah
-35 MeV. Ini berarti bahwa energi ikat deuteron jauh lebih dekat ke
puncak sumur potensial (V = 0 MeV), dibandingkan ke dasar poten-
sialnya (V = -35 MeV).

4.2 Sifat Gaya Nuklir

Dari analsis deuteron, kita dapat menduga sifat gaya antar nukleon
atau gaya nuklir (atau nuklir kuat, strong nuclear force). Karena gaya
tersebut harus bisa mengimbangi gaya tolak elektrostatis, maka kita
bisa menduga bahwa gaya nuklir tersebut harus memiliki sifat sebagai
berikut:

1. Pada jarak dekat (radius inti), gaya (tarik) nuklir lebih kuat
dibanding gaya (tolak) Coulumb.

2. Pada jarak atomik, gaya nuklir dapat diabaikan, sehingga ikatan


molekul dapat dipahami sebagai akibat gaya Coulumb

3. Beberapa partikel, seperti elektron, tidak dipengaruhi oleh gaya


nuklir.

Dari percobaan yang dilakukan kemudian, kita dapati tambahan sifat


untuk gaya nuklir, yaitu
4.3. MODEL PERTUKARAN PARTIKEL. 113

1. Gaya nuklir juga mengandung komponen repulsif (saling me-


nolak) yang bisa menjaga nukleon berada pada jarak rata-rata
antar partikel yang tidak nol.

2. Gaya nuklir tidak bergantung pada jenis nukleonnya. Dengan


demikian, tidak ada perbedaan antara gaya antar proton, antar
netron, serta antara proton dan netron. Sifat ini dikenal sebagai
independensi gaya nuklir terhadap muatan (charge independen-
ce).

3. Gaya nuklir bergantung pada spin dari nukleonnya.

4. Gaya nuklir memiliki komponen tensor yang tidak bersifat sen-


tral. Akibatnya, momentum sudut tidak bernilai konstan.

4.3 Model Pertukaran Partikel.


Sampai dengan awal abad ke-20, salah satu gaya yang perilakunya di-
ketahui dengan baik adalah gaya elektromagnetik.1 Interaksi elektro-
magnetik dipahami sebagai interaksi yang timbul karena pertukaran
foton antara dua partikel yang bermuatan listrik. Foton tersebut me-
miliki massa diam 0, muatan listrik 0, dan spin 1. Dikatakan bahwa
foton merupakan partikel pembawa (carrier particle) untuk interaksi
elektromagnetik. Ide bahwa sebuah interaksi timbul karena adanya
partikel yang dipertukarkan, dikenal sebagai model pertukaran par-
tikel (particle exchange model ).2 Selanjutnya, jika terdapat interaksi
antar nukleon dalam inti, lalu apakah jenis partikel pembawanya?
Orang yang mula-mula menerapkan model pertukaran partikel un-
tuk memahami interaksi antar nukleon pada inti adalah fisikawan Je-
pang, Hideki Yukawa, pada tahun 1935. Dia berpendapat, bahwa
partikel pembawa untuk interaksi antar nukleon adalah meson.3 Ke-
lak partikel ini dikonfirmasi dalam eksperimen oleh C.F. Powell pada
1
Kita mengenal 4 interaksi fundamental, yaitu interaksi gravitasi, interaksi elek-
tromagnetik, interaksi kuat, dan interaksi lemah.
2
Secara kualitatif, anda dapat memandang interaksi antara Na dan Cl terjadi
setelah ada elektron yang ‘dipertukarkan’ di antara keduanya.
3
Meson berasal dari bahasa latin meso, yang artinya sedang. Ini menunjukkan
114 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON

tahun 1947, dan dikenal sebagai meson π (π-meson) atau disingkat


pion. Kita dapat menduga massa pion dengan menggunakan ketida-
kpastian Heisenberg (∆E) (∆t) ≥ ~. Jika pion bergerak di dalam inti
dengan kecepatan cahaya c, dan jangkauan interaksi kuat adalah r0 ,
maka massa pion adalah

~ ~ ~c 197, 3 MeV fm
mπ c2 = = = = . (4.3)
∆t r0 /c r0 r0 fm

Misalkan jangkauan interaksi nuklir adalah 1 fm, maka menurut Per-


samaan (4.3), massa pion adalah 197, 3 MeV/c2 .

Contoh : Memperkirakan massa pion


Berapakah massa pion, jika (i) jangkau interaksi antar nukleon sama
dengan jarak antar nukleon dalam inti, dan (ii) jika jarak interaksinya
adalah 1,5 fm

Penyelesaian
Jarak antar nukleon dalam inti adalah
1/3 !1/3 !1/3
 4 3 4 3
volume inti 3 πR 3 πR0 A
r0 = = =
jumlah nukleon A A
 1/3
4
= π R0 = 1, 93 fm.
3

197,3 MeV fm
Dengan demikian, maka massa pion adalah mπ c2 = 1,93 fm ≈
102 MeV, atau mπ = 102 MeV/c2 . Selanjutnya, jika dipakai r0 =
1, 5 fm, maka mπ = 131, 5 MeV/c2 .
Karena semua nukleon (proton maupun netron) memiliki spin
yang sama, berarti spin pion adalah 0.4 Secara terperinci, interak-
si antar nukleon dapat berlangsung antara proton-proton, proton-
netron, dan netron-netron. Dengan demikian, kita dapat menduga
bahwa interaksi tersebut bisa muncul dalam 3 model, yaitu

bahwa fisikawan menduga massa meson adalah antara massa elektron yang ringan
dan massa nukleon yang berat.
4
Adalah suatu fakta, bahwa semua partikel pembawa interaksi memiliki spin
bilangan bulat, dan dikenal sebagai boson.
4.3. MODEL PERTUKARAN PARTIKEL. 115

Gambar 4.1: Diagram Feynmann untuk berbagai jenis interaksi


nukleon-nukleon. Perhatikan bahwa waktu bergerak dari bawah ke
atas. Partikel yang dipertukarkan kita tulis sebagai garis putus-putus.

• Interaksi di mana baik partikel pemberi pion maupun penerima


pion tidak berubah muatannya. interaksi ini terkait dengan pion
netral atau π 0 . Contoh reaksinya adalah (p untuk proton dan n
netron, serta indeks 1 untuk nukleon pemberi pion dan indeks
2 untuk nukleon penerima pion)

– n1 → n1 + π 0 dan n2 + π 0 → n2
– p1 → p1 + π 0 dan p2 + π 0 → p2
– p1 → p1 + π 0 dan n2 + π 0 → n2 (dan sebaliknya)

• Interaksi di mana partikel pemberi pion berkurang muatannya


sedang penerima pion bertambah muatannya. interaksi ini ter-
kait dengan pion positif atau bermuatan +1, yaitu π + . Contoh
reaksinya adalah p1 → n1 + π + dan n2 + π + → p2 .
(Perhatikan bahwa reaksi p1 → n1 + π + dan p2 + π + →? tidak
mungkin terjadi. Mengapa?)

• Interaksi di mana partikel pemberi pion bertambah muatannya


sedang penerima pion berkurang muatannya. interaksi ini ter-
kait dengan pion positif atau bermuatan -1, yaitu π − . Contoh
reaksinya adalah n1 → p1 + π − dan p2 + π − → n2 .
(Perhatikan bahwa reaksi n1 → p1 + π − dan n2 + π − →? tidak
mungkin terjadi. Mengapa?)

Diagram Feynmann untuk ketiga reaksi tersebut disajikan pada Gam-


bar 4.1. Dari data eksperimen didapatkan bahwa mπ+ = mπ− =
116 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON

139, 6 MeV/c2 dan mπ0 = 135, 0 MeV/c2 .5 Sifat-sifat pion ditunjukk-


an pada Tabel 4.1. Kedekatan nilai eksperimen dengan nilai dugaan
massa pion pada jangkau interaksi 1,5 fm, memaksa kita mengambil
kesimpulan bahwa interaksi antar nukleon dengan pion sebagai par-
tikel pembawa terjadi pada jangkauan 1 - 1.5 fm. Pada jarak 0,5
- 1 fm, pertukaran pion menjadi sumber energi ikat inti. Pada ja-
rak yang lebih dekat (0,25 fm), partikel pembawanya adalah meson
ω (mω = 783 MeV/c2 ) dan menghasilkan gaya yang saling menolak.
Pada jarak yang lebih dekat lagi (x < 0,25 fm), partikel pembawanya
adalah meson ρ (mρ = 783 MeV/c2 ) dan bertanggung jawab atas spin
dan orbit interaksi.6
Berikutnya, kita akan mencari ungkapan untuk gaya nuklir. Kita
mulai dengan ungkapan energi total relativistik
2
E 2 = (pc)2 + mc2 .


Selanjutnya kita pakai ungkapan operator Ê = i~ ∂t dan p̂ = −i~∇
∂ 2
sehingga didapatkan Ê 2 = −~2 ∂t 2 2 2
2 dan p̂ = −~ ∇ , dan

1 ∂2φ
  mc 2 
2
∇ − φ= .
~ c2 ∂t2

Persamaan terakhir dikenal sebagai persamaan Klein-Gordon. Untuk


kasus statis, (φ 6= φ (t)), maka persamaan terakhir tereduksi menjadi
persamaan Helmholtz, atau

∇2 − k 2 φ = 0,


di mana k = mc/~. Dalam koordinat radial, persamaan terakhir


memiliki solusi dalam bentuk

e−kr
φ=g . (4.4)
r
5
Fakta bahwa pion terdiri atas 3 jenis partikel, serupa dengan nukleon yang
bisa muncul dalam 2 bentuk partikel. Gejala ini dikenal sebagai isospin.
6
Fakta ini, juga persamaan (4.3), menunjukkan bahwa daya jangkau suatu in-
teraksi berbanding terbalik dengan massa partikel pembawabya.
4.3. MODEL PERTUKARAN PARTIKEL. 117

Tabel 4.1: Sifat-sifat pion


π+ π0 π−
massa (MeV/c2 ) 139,6 135 139,6
muatan (e) +1 0 -1
isospin (T) +1 0 -1
spin (~) 0 0 0
paritas ganjil ganjil ganjil
modus peluruhan π − → µ− + ν µ π → γ + γ π + → µ+ + νµ
p + p → p + n + π+
modus pembentukan p + p → p + p + π0
Tambang = 290 MeV p + n → p + n + π0
p + n → p + p + π−
p + p → p + n + π0 + π0
modus pembentukan p + p → p + p + π+ + π−
Tambang = 600 MeV p + p → p + n + π0 + π+
p + p → n + n + π+ + π+
Reaksi elastik π+ + p → π+ + p
dengan nukleon π− + p → π− + p
Reaksi inelastik π+ + p → π+ + π0 + p
dengan nukleon π+ + p → π+ + π+ + n
Reaksi (n,p) dengan
π− + p → π0 + n
nukleon

Bentuk terakhir, menjadi landasan model potensial Yukawa

e−r/r0
VY ukawa (r) = −V0 ,
r
~
di mana r0 = mc adalah jarak rata-rata interaksi nuklir kuat. Hasil
ini sesuai dengan Persamaan (4.3).

Contoh : Memperkirakan jarak efektif gaya nuklir kuat


Perkirakan jarak rata-rata interaksi kuat, dengan menggunakan Per-
samaan (4.4).

Penyelesaian
197,3
Untuk mπ± = 139, 6 MeV/c2 , didapatkan r0 = ~c
m:π c2
= 139,6 =
1, 41 fm. Untuk mπ0 = 135 MeV/c2 , didapatkan r0 = 197,3
139,6 = 1, 46 fm.
118 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON

Contoh : Memperkirakan bentuk dan jangkauan potensial


elektromagnetik dan gravitasi
Perkirakan bentuk persamaan dan jangkauan potensial elektromag-
netik dan gravitasi.

Penyelesaian
Pada kedua kasus di atas, gaya pembawanya adalah foton virtuil
dan graviton, dengan massa diam nol. Dengan demikian, maka r0
bernilai tak berhingga, dan bentuk ungkapan potebsialnya adalah

1
V = −k .
r

4.4 Isospin
Kita akhiri diskusi ini dengan membahas konsep isospin. Dalam fisika
partikel, konsep isospin (asalnya dari isobaric spin) adalah bilangan
kuantum (tambahan) yang terkait dengan interaksi kuat. Dua bu-
ah partikel (atau lebih) yang memiliki massa hampir sama dan ber-
interaksi dengan besar gaya kuat yang sama, sekalipun muatannya
berbeda, dianggap sebagai partikel yang sama (isospin), tetapi dalam
keadaan yang berbeda. Syarat memiliki massa yang sama atau ham-
pir sama menghasruskan kelompok partikel tersebut memiliki nomor
massa yang sama. Inilah asal istilah isobar spin. Contoh isospin dapat
berupa

• partikel tunggal (isospin singlet), seperti barion lambda (Λ0 )

• dua partikel (isospin doublet), misalnya nukleon (p dan n), me-


son K (K − dan K̄ 0 serta K + dan K 0 )

• tiga partikel (isospin triplet), misalnya meson pi atau pion (π − ,


π 0 , dan π + ) dan barion sigma (Σ− , Σ0 , dan Σ+ )

• empat partikel (isospin quartret), misalnya barion delta (∆− ,


∆0 , ∆+ , dan ∆++ ) .
4.4. ISOSPIN 119

• lima partikel (isospin quintet), misalnya pada inti dengan A=4


(4n, 4p, He-4, Li-4, dan Be-4) dan A=32 (Si-32, P-32, S-32,
Cl-32, dan Ar-32).

Bukti bahwa proton dan netron berinteraksi dengan gaya nuklir yang
sama besar, ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2: Energi ikat beberapa inti


A Inti B (MeV) Bc (MeV) B − BC (MeV)
3 H-3 8,436 0 8,486
He-3 7,723 0,829 8,552
13 C-13 97,10 7,631 104,734
N-13 94,10 10,683 104,770
23 Na-23 186,54 23,13 209,67
Mg-23 181,54 27,75 209,42
41 Ca-41 350,53 65,91 416,44
Sc-41 343,79 72,84 416,63

Jika bilangan isospin disimbolkan dengan T dan jumlah partikel-


nya adalah N , maka berlaku hubungan

2T + 1 = N. (4.5)

Proyeksi T pada sumbu z atau biasa ditulis TZ adalah T, T − 1, ...... −


T . Nilai isospin dicantumkan pada Tabel 4.3

Contoh : Menghitung isospin pion


Hitunglah nilai isospin T dari pion.

Penyelesaian
Karena terdapat 3 jenis pion, maka nilai isospin T -nya memenuhi
2T + 1 = 3. Ini berarti T = 1, dan Tz = +1 untuk π + , Tz = 0 untuk
π 0 , dan Tz = −1 untuk π − ,

Contoh : Menghitung isospin nukleon


Hitunglah nilai isospin T dari nukleon.

Penyelesaian
120 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON

Karena terdapat 2 jenis nukleon, maka nilai isospin T -nya meme-


nuhi 2T + 1 = 3, yang berarti T = 12 , dan Tz = + 12 untuk proton dan
Tz = − 12 untuk netron,

Tabel 4.3: Nilai isospin beberapa jenis partikel


Jenis Jumlah Isospin Proyeksi Contoh
isospin partikel (T ) (Tz ) partikel
singlet 1 0 0 barion lambda
1 1 1
doublet 2 2 2 , − 2 nukleon, kaon
triplet 3 1 1, 0, -1 pion, barion sigma
3 3 1 1 3
quarter 4 2 ,
2 2 , − ,
2 2 barion delta
quintet 5 2 2, 1, 0, -1, -2 X-4, X-32

Contoh : Menghitung Tz
Hitunglah nilai isospin Tz dari isospin kuintet A=32 (Si-32, P-32, S-
32, Cl-32, dan Ar-32).

Penyelesaian
Untuk kasus inti dengan Z proton dan N netron, nilai proyeksi
1
spin diberikan oleh Tz = 2 (Z − N ). Dengan demikian didapatkan

1
• Si-32 (Z = 14 dan N = 18), maka Tz = 2 (14 − 18) = −2
1
• P-32 (Z = 15 dan N = 17), maka Tz = 2 (15 − 17) = −1
1
• S-32 (Z = 16 dan N = 16), maka Tz = 2 (16 − 18) = 0
1
• Cl-32 (Z = 17 dan N = 15), maka Tz = 2 (17 − 15) = 1
1
• Ar-32 (Z = 18 dan N = 14), maka Tz = 2 (18 − 14) = 2.

Anda mungkin juga menyukai