Anda di halaman 1dari 7

PENGERTIAN

TES PENGUKURAN, EVALUASI DAN ASSESSMENT

1. Pengertian Tes :
Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasi tentang sifat pendidikan yang mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap
benar.
a. Menurut Riduwan (2006: 37) tes adalah serangkaian pertanyaan yang digunakan
untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki individu / kelompok.
b. Menurut Allen Philips (1979:1-2) test diartikan sebagai alat digunakan untuk
memperoleh data tentang suatu karakteristik dari individu atau kelompok).
c. Menurut Rusli Lutan (2000:21) tes adalah instrument yang dipakai untuk memperoleh
informasi tentang seseorang atau obyek.

2. Konsep Pengukuran
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh
deskripsi numeric dari suatu tingkatan dimana seseorang peserta didik telah mencapai
karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai
kuantitatif. Menurut beberapa ahli konsep pengkuruan diungkapkan seperti di bawah ini :
2.1. Menurut Kerlinger yang dikutip Sridadi (2007) pengukuran : sebagai pemberian
angka pada obyek atau kejadian menurut aturan tertentu.
2.2. Menurut Rusli Lutan (2000:21) pengukuran ialah proses pengumpulan informasi.
2.3. Menurut Gronlund yang dikutip Sridadi (2007) pengukuran : suatu kegiatan untuk
memperoleh deskripsi numerik khusus yang dimiliki individu.
2.4. Menurut wikipedia. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau
kapasitas, satuan pengukuran.
2.5. Menurut Sridadi (2007) pengukuran adalah suatu proses yang dilakukan secara
sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan
menggunakan alat ukur yang baku.
3. Prinsip Tes Pengukuran.
Untuk melakukan penilaian terhadap suatu program latihan harus memperhitungkan
prinsip pengetesan dan pengukuran. Ada beberapa prinsip tes dan pengukuran sbb :
3.1. Sebagai alat untuk mencapai tujuan.
3.2. Pengukuran berhubungan dengan tujuan. Beberapa tujuan dalam pelatihan
olahraga adalah sebagai berikut : (1) mengembangkan efisiensi fungsi organic, (2)
mengembangkan keterampilan motorik, (3) mengembangkan sosial dan
penyesuaian emosi dan, (4) mengembangkan pengetahuan dan pengertian.
3.3. Menentukan kebutuhan. Pengukuran harus membantu dalam menentukan
kebutuhan atlit secara individu maupun kelompok. Pengukuran akan membantu
pelatih dan penyusun program untuk menentukan kebutuhan atlit secara individu
maupun kelompok.
3.4. Menentukan kebutuhan peralatan, bahan dan metode. Pengukuran harus
membantu proses penilaian dan dapat memberikan dukungan dalam
mengembangkan metode pelatihan dan menentukan kelayakan mengenai
peralatan dan bahan latihan olahraga.
3.5. Pengukuran lebih luas dari tes. Program pelatihan olahraga yang menggunakan
hanya satu macam tes merupakan program terbatas. Tes hanya merupakan satu
bentuk pengukuran, bahkan para pelatih olahraga akan mempertimbangkan
mengenai jenis pengkuran yang digunakan dalam proses evaluasi.
3.6. Pengukuran obyektif dan subyektif. Penilaian dalam bidang olahraga ada yang
bersifat obyektif dan ada yang subyektif. Dalam penilaian obyektif tentunya
berdasarkan hasil pengukuran yang obyektif. Pada penilaian yang bersifat
subyektif ini dilakukan terhadap kualitatif performance (kualitas penampilan).
Kenyataannya seorang pelatih tidak bisa mengelak penilaian yang bersifat
subyektif, misalnya manakala menilai keterampilan senam, loncat indah,
meskipun dalam penilaian tersebut sudah ada ketentuan dan kriteria yang sudah
ditetapkan, masih saja tidak obyektif.
4. Fungsi Tes Pengukuran.
Tes dan pengukuran merupakan bagian integral proses evaluasi. Pengukuran merupakan
salah satu teknik evaluasi yang berfungsi sebagai pengumpul data. Kegiatan pengumpulan data
merupakan proses pengukuran.
Berikut ini beberapa fungsi tes pengukuran, yakni :
4.1. Mengadakan klasifikasi atlit. Perihal ini bertujuan untuk menentukan pembagian
kelompok dalam berlatih. Pengelompokkan atlit dalam beberapa kelompok
homogeny, merupakan upaya pemberian kesempatan latihan yang baik dan akan
memberikan terhadap kemajuan prestasi mereka dalam latihan. Penentuan
kelompok dimaksud berdasarkan kemampuan motorik dan keterampilannnya.
Bagi atlit yang memiliki tingkat kemampuan dan keterampilannya yang lebih
baik, akan lebih cepat menguasai gerakan-gerakan. Tetapi bagi mereka yang
tingkat kemampuannnya rendah, selanjutnya dikelompokkan dalam kemampuan
motorik yang tinggi, akan berdampak negative terhadap psikologisnya atau
muncul rasa rendah diri.
4.2. Menentukan status atlit. Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dapat
digunakan untuk menentukan status atlit.
4.3. Mengadakan diagnose dan bimbingan.
4.4. Pemberian motivasi.
4.5. Perbaikan pelatihan.
4.6. Menilai pelatihan dan materi pelatihannya.
4.7. Sebagai alat survey.
4.8. Sebagai alat bantu penelitian.

5. Kriteria Memilih Tes Pengukuran.


Dalam menentukan kriteria tes dan pengukuran dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan berdasarkan kriteria teknis, dan criteria pelangkap. Kriteria teknis seperti :
(a) kesahihan (validitas), (b) keterandalan (reliabilitas) dan (c) obyektif (obyektivitas).
Sedangkan criteria pelengkap seperti mempertimbangkan faktor norma ekonomis, mudah
dilaksanakan .
5.1. Kesahihan (validitas). Yang dimaksud tes yang valid adalah tes mengukur apa
yang seharusnya diukur. Suatu pengukuran dapat dikatakan valid, apabila tes
tersebut benar-benar tepat untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Ada 2 (dua) ketentuan dalam menetapkan derajat kesahihan, yakni : (1) validitas
logis dan (2) validitas empiris. Validitas logis menurut Arikunto (1995:64) terbagi
lagi menjadi dua macam yakni : (a) validitas isi (content validity), (b) validitas
konstruksi (construck validity).
Validitas isi adalah menggambarkan derajat kesahihan suatu alat ukur atau tes
yang berkualitas dengan isi atau materi yang diberikan. Suatu tes dikatakan
memiliki validitas isi yang baik, apabila tes itu mengukur tujuan tertentu sesuain
dengan materi latihan yang telah diberikan. Jadi tes itu benar-benar mencakup
materi atau bahan yang telah diberikan atau sesuai dengan ruang lingkup materi
yang telah dilatihkan.
Validitas konstruk adalah apabila butir-butir tes itu mengukur beberapa aspek
yang terdapat dalam konsep materi latihan yang telah diberikan. Misalnya
kebugaran jasmani terdiri dari beberapa komponen, seperti daya tahan, kekuatan,
kecepatan, kelincahan, power dan kelenturan. Maka selayaknya butir-butir tes
yang disusun itu juga mengacu kepada beberapa komponen kebugaran jasmani
tadi. Karena kesatuan butir-butir tes tersebut menggambarkan derajat kebugaran
jasmani seseorang.

Cara Mengetahui Validitas Tes.


Untuk mengetahui tinggi dan rendahnya validitas suatu tes, dapat dilakukan
dengan cara mengkorelasikan hasil tes itu dengan kriteriumnya. Suatu tes
dikatakan memiliki tingkat validitas yang tinggi apabila hasilnya sesuai dengan
kriterium yang sudah ditentukan (ditetapkan) sebelumnya. Teknik yang
digunakan adalah teknik korelasi (Pearson) yang tujuannya untuk mengetahui
kesesuaian atau kesejajaran tes yang digunakan. Teknik korelasi Pearson dapat
dilakukan dengan tiga cara, yakni : (a) Korelasi product moment dengan
simpangan baku, (b) Korelasi dengan angka kasar, dan (c) Korelasi dengan teknik
daya pembeda.

5.2. Keterandalan (Reliabilitas)


Yang dimaksud keterandalan (reliabilitas) adalah derajat keajegan, atau
konsistensi hasil pengukuran. Suatu alat ukur tes dikatakan memiliki keterandalan
apabila alat ukur yang digunakan dapat menghasilkan yang benar-benar dapat
dipercaya atau diandalkan. Jika alat ukur itu reliable, maka pengukuran yang
dilakukan berulang-ulang dengan memakai alat ukur yang sama terhadap obyek
yang sama, hasilnya juga tetap sama.
Cara Memperoleh Derajat Keterandalan.
Keterandalan suatu alat ukur dapat diperoleh melalui tiga cara, yakni : (a)
Keterandalan yang diperoleh melalui Test-retest, (b) Keterandalan yang diperoleh
melalui tes teknik belah dua, dan (c) Keterandalan yang diperoleh melalui
pengukuran setara.
5.3. Obyektivitas.
Pengertian obyektivitas mirip dengan keterandalan. Perbedaannya terletak pada
adanya dua atau lebih pengetes memberikan suatu tes yang sama terhadap obyek
dan subyek yang sama. Hasil tes yang diperoleh dari pengetes yang satu
dikorelasikan dengan hasil tes yang derajat dari pengetes yang lain, dan hasil
korelasi ini menunjukkan derajat obyektivitas suatu tes.
Obyektivitas adalah derajat kesamaan hasil dari dua atau lebih pengambil tes
(testor). Keterandalan maupun obyektivitas keduanya menggambarkan tentang
keajegan, kesamaan hasil pengukuran. Keterandalan menunjukkan seorang
pelaksana tes untuk tes pertama maupun tes ulangannya terhadap obyek dan
subyek yang sama, sedangkan obyektivitas menunjukkan dua orang atau lebih
pelaksana tes terhadap obyek yang sama, baik tes pertama maupun tes
ulangannya. Ukuran tinggi rendahnya derajat obyektivitas suatu tes dinyatakan
dengan atau koefesien obyektivitas.
Teknik mencari derajat koefisien obyektivitas dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan teknik korelasi. Korelasi tersebut dilakukan dengan
cara mengkorelasikan hasiltes yang diperoleh dari masing-masing juri
(testor).misalnya ada tiga yuri, yakni yuri A, B dan C. untuk mencari derajat
obyektivitas hasil tes itu dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yakni : (1)
Mengkorelasikan hasil tes yang diperoleh oleh yuri A dengan B, (2)
Mengkorelasikan hasil tes yang diperoleh oleh yuri A dengan C, dan (3)
Mengkorelasikan hasil tes yang diperoleh oleh yuri B dengan B

Hasil perhitungan derajat kesahihan, keterandalan dan obyektivitas tes dilaporkan


dalam bentuk koefisien korelasi. Sebagai bahan acuan apakah tes itu mempunyai
koefisien korelasi yang cukup tinggi atau rendah.Menurut Mathews (1963) ada
beberapa standar koefisien korelasi yang dilakukan yakni :
a. Koefisien korelasi yang Baik Sekali : 0,90 – 0,99
b. Koefisien korelasi yang baik : 0,80 – 0,89
c. Koefisien korelasi yang Sedang : 0,70 – 0,79
d. Koefisien korelasi yang Kurang : 0,60 – 0,69
e. Koefisien korelasi yang Kurang sekali : ≤ 0,59

DAFTARPUSTAKA

Angelo, T.A., (1991). Ten easy pieces: Assessing higher learning in four dimensions. In
Classroom research: Early lessons from success. New directions in teaching and learning
(#46), Summer, 17-31.
Buana.(2005).Ujian NasionalPenilaian atau Evaluasi. www.fajar.co.id/news. Diakses tanggal 20
September 2007
Phillips, Allen D. (1979). Measurement and Evaluation in physical education. Canada: John
Whiley & Sons, Inc.
Rusli Lutan. (2000). Pengukuran dan Evaluasi Penjaskes. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Sridadi. (2007). Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY
William Shockley. id.wilkipedia.org/wiki/pengukuran). Diakses tanggal 20 September 2007
Wolf, Richard, M. (1984). Evaluation in education. New York: Praeyer Publishers

Anda mungkin juga menyukai