Anda di halaman 1dari 23

Nikson Siburian

57160002
BAB I
PENDAHULUAN

I. KELAHIRAN KEMBALI SEBAGAI PERSOALAN EKLESIOLOGIS


Pada hakekatnya, gereja merupakan utusan Allah yang menerima amanat untuk
merawat dan mengembangkan kehidupan milik Allah. Gereja merefleksikan makna kehadiran
Allah dalam dunia dengan menunjukkan kebaikan, keadilan, cinta kasih, sehingga Kerajaan
Allah nyata ditengah-tengah dunia.1 Gereja sebagai persekutuan orang percaya yang dipanggil
oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah, sehingga gereja mempunyai
peranan sebagai persekutuan, kesaksian dan pelayanan. HKBP sebagai suatu organisasi gereja,
memahami gereja sebagai persekutuan orang percaya dan bersedia mengembangkan Kerajaan
Allah serta menghayati keselamatan Yesus Kristus2. Hal ini dipertegas oleh Darwin, dengan
menguraikan bahwa gereja merupakan persekutuan orang yang percaya kepada Yesus Kristus
yang hidup di dalam dan oleh Yesus Kristus. Oleh karena itu pemahaman eklesiologi tidak
terlepas dari kristololgi, tentang siapa dan untuk apa Kristus datang ke dunia ini. 3 Inilah ciri
khas eklesiologi HKBP, sekaligus membedakan gereja dengan agama-agama lain yang pada
umumnya dibagun di atas doktrin keselamatan saja. Akan tetapi eklesiologi HKBP dibangun
secara komprehensif, menyeluruh dengan mempertimbangkan keberadaannya dalam
kehidupan di dunia ini dan pengharapannya pada masa yang akan datang.
Gereja sebagai wujud nyata dalam menghadirkan Kerajaan Allah, sehingga kelahiran
kembali mempunyai peranan yang sangat penting dalam gereja tersebut. Kelahiran kembali
merupakan suatu cara dalam mengaplikasikan keselamatan yang digambarkan dengan
Kerajaan Allah dalam kehidupan orang Kristen. Kelahiran kembali merupakan karya Allah
dalam mengangkat manusia dari keterpurukan menuju keselamatan. Oleh karena itu, penulis
memahami secara eklesiologis, kelahiran kembali mempunyai peranan penting dalam gereja
itu, bahkan sangat dibutuhkan di dalam gereja, sesuai dengan tujuan gereja adalah
keselamatan yang diwujudkan dalam kepemilikan Kerajaan Allah.
1
Chr de Jonge dan Jan S aritonang, Apa dan bagaimana Gereja: pernyataan sejarah Eklesiologi, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2013), h. 4
2
HKBP, Aturan Perraturan HKBP 2002 Setelah Amandamen ke tiga, (Pearaja: Kantor Pusat HKBP, 2019)
3
Darwin Lumbantobing, HKBP Is HKBP: Penggalian Teologis dalam sejarah, tradisi dan dogma HKBP,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), h. 114-115
Dalam persperktif dogmatis, kelahiran kembali sering dipandang sebagai cara dalam
mengaplikasikan keselamatan dalam kehidupan orang Kristen. Para teolog biasa menyebutnya
dengan Ordo Salutis atau urutan keselamatan. Dalam bukunya “Systematic Theology”,
misalnya Wayne Grudem mengungkapkan adanya sepuluh hal dalam urutan keselamatan
yaitu Pemilihan, Panggilan Injil, Regenerasi (Kelahiran Kembali), Konversi (Iman dan
pertobatan), Pembenaran, Adopsi, Pengudusan, Pemeliharaan (tetap menjadi seorang Kristen),
kematian (pergi kepada Tuhan), Glorifikasi (menerima sebuah tubuh kebangkitan).4 Salah satu
dari sepuluh hal tersebut adalah Regenerasi atau kelahiran kembali. Dalam hal ini, kelahiran
kembali bukanlah sebuah pilihan melainkan sebuah keharusan. Seseorang dapat saja mengaku
seorang Kristen, tapi tanpa mengalami kelahiran kembali, dia bukanlah seorang Kristen yang
benar. Karena seorang Kristen yang benar adalah yang telah mengalami kelahiran kembali.
Menurut Wayne, keselamatan tidak tergantung pada pemilihan sebagai orang kristen tetapi
pada saat mengalami kelahiran kembali. Pendapat Wayne ini diperkuat oleh Eberhard, yang
menyatakan “jika seseorang tidak dilahirkan kembali maka dia tidak akan masuk ke dalam
Kerajaan Allah, karena melalui kelahiran kembali, orang berdosa menerima pengampunan dan
menerima pembaharuan dari Allah melalui Roh dan Air. Kelahiran kembali merupakan suatu
tindakan, dimana Allah mengampuni, sehingga ketika pengampunan itu terjadi, maka orang
yang diampuni disebut dengan orang yang bertobat dan dibaptis dan jika tidak dilahirkan
kembali maka tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Allah” 5. Dan Charles Leister,
menguraikan “kelahiran kembali adalah karya Allah yang luar bisa ditengah-tengah kematian
orang berdosa, hati yang keras diubah menjadi hati yang baru, di mana keduanya mampu
meresponi Allah dalam kasih dan ketaatan. 6 Mengacu pada pendapat ketiga orang para ahli di
atas, penulis mengapresiasinya, dalam persfektif dogmatikal, kelahiran kembali sangat penting
dalam gereja, dimana kelahiran kembali sebagai jalan menuju Kerajaan Allah karena adanya
pengampunan dan kehidupan yang baru, dan perubahan yang diterima oleh manusia adalah
hati, sehingga indikator kelahiran kembali adalah hati dan prakteknya dalam karakter dan
tindakan yang tidak berlawanan dengan kehendak Allah. Dengan demikian, wujud nyata
kelahiran kembali akan nyata dalam hidup orang kristen.

4
Wayne Grudem, Systematic Theology An Introduction to Bible Doctrine, (Grand Rapid: Zondervan Publishing
House, 2000), h. 606-607.
5
Eberhard Arnold, The Early in Their Own Words Christians, (Farmington: Plough Publising Hause, 2007), h. 198-199
6
Charles Leiter,Justification And Regeneration, terj: Dave Polandos, ((Muscle Shoals: HeartCry Missionary Society, 2007), ,
h.38-39

1
1. Fakta Kelahiran kembali dalam Gerejawi
Pemahaman gereja-gereja akan kelahiran kembali sering dinilai sebagai suatu hal yang
kurang penting, secara khusus dalam gereja Protestan.7 Permahaman ini dapat dilihat dari
antusias gereja terhadap kelahiran kembali yang sangat minim, jarangnya gereja Protestan
membuat ceramah atau sosialisasi bahkan pembinaan terhadap warga jemaat tentang
kelahiran kembali. Sebaliknya, ketika warga jemaat berbicara masalah kelahiran kembali,
maka para pendengar akan mengarahkan perhatian ke dalam gereja Pantekosta atau
Kharismatik. Hal ini diakibatkan dengan praktek yang terjadi dalam gereja Pantekosta
(kharismatik), sehingga ritus kelahiran kembali seolah-olah milik suatu gereja bukan milik
orang Kristen secara umum.
Oleh karena itu, penulis menyadari kelahiran kembali sangat penting dalam gereja,
karena kelahiran kembali adalah salah satu syarat menuju keselamatan. Namun realitasnya,
hanya gereja Kharismatik dan Pentakosta yang menekankan konsep kelahiran kembali,
walaupun konteks dan prakteknya tidak begitu jelas. Dalam ajarannya, kelahiran kembali
dijadikan suatu inisiasi dalam gereja, menjadi anggota jemaat. Misalnya dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah tangga gereja Pentakosta di Indonesia, Tahun 2019, dalam Bab
III Pasal 10, dikatakan bahwa “Anggota Jemaat GPdI adalah sebagai berikut: Seorang yang
percaya, bertobat,  lahir baru, mengakui dan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru
Selamat dan Penebusnya serta dibaptis atau diselamkan dalam nama Bapa dan Putera dan
Roh Kudus yaitu Tuhan Yesus Kristus.” Dan juga dalam Bab XII Pasal 30, dikatakan “Hamba
Tuhan GPdI adalah baik pria maupun wanita yang diterima dan dapat dilantik untuk
memeroleh gelar kependetaan, yaitu anggota GPdI yang sudah lahir baru, penuh Roh Kudus,
sudah mengikuti pendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Alkitab GPdI, menerima panggilan
Tuhan untuk bekerja di ladang-Nya, serta taat kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga GPdI.” 8Demikian juga dalam gereja kharismatik, kelahiran kembali merupakan suatu
syarat dalam mengikuti kegiatan dalam gereja, misalnya dalam kegiatan pendidikan. Misalnya
dalam gereja Bethel Indonesia dalam suatu lembaga pendidikannya.

7
Hal ini dapat dilihat dalam rumusan ajaran kepercayaan atau doktrin gereja-gereja protestan Calvinis dan
Luteran seperti GBKP, HKBP, GPIB, GKPI, GKPDD dsb, kelahiran kembali hanya dicantumkan dalam
pemahaman dan keyakinan akan baptisan. Baptisan berkekuatan rohani untuk 4 hal yaitu keampunan dosa,
kelahiran kembali, kelepasn dari kematian dan cengkraman (ikatan) iblis.
8
Keputusan Mubeslub GPDI no.003, tentang pengesahan anggaran dasar / anggaran rumah tangga gereja
pantekosta di indonesia , tahun 2019

2
PROSEDUR
PENDAFTARAN MAHASISWA BARU
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BETHEL INDONESIA

PERSYARATAN UMUM

1. Pemegang ijazah SMTA untuk program S1, pemegang ijazah S1


(terakreditasi) untuk program S2, dan pemegang ijazah S2 (terakreditasi)
untuk Program Doktoral (S3).
2. Beragama Kristen, sudah lahir baru dan mempunyai panggilan untuk
melayani Tuhan.
3. Mengisi formulir A, B dan C, serta menyerahkan semua lampiran yang
disyaratkan.
4. Lulus ujian saringan masuk STT Bethel Indonesia.
5. Mendapat surat rekomendasi dari Gembala Sidang gereja lokal yang
menyatakan sudah terlibat aktif dalam pelayanan di gereja lokal.

PERSYARATAN KHUSUS

PROGRAM SARJANA (S1)

1. Copy ijazah SMTA yang sudah dilegalisir oleh sekolah/ kanwil setempat
bersama dengan Nilai Ujian Nasional (rangkap 5).
2. Foto Copy Akte Lahir, Akte Baptis, KTP dan Kartu Keluarga.
3. Pas Photo Studio berwarna 3X4 sebanyak 5 lembar (Backgroud Merah).
4. Kesaksian Pribadi alasan kuliah di STT Bethel Indonesia (Minimal 400
kata)
5. Khusus mahasiswa pindahan, membawa transkrip (daftar nilai), surat
pindah, disertai surat keterangan status/akreditasi dari Perguruan Tinggi
terdahulu.
6. Bersedia dilakukan pemeriksaan kesehatan termasuk rontgen oleh dokter
yang ditunjuk oleh STT Bethel Indonesia.
7. Memiliki BPJS Kesehatan (bagi yang berencana tinggal di Asrama).9

Penulis melihat, justru dalam gereja HKBP kurang memperhatikan konsep kelahiran
kembali baik dalam ajarannya maupun dalam ibadahnya. Hal ini menimbulkan suatu
pertanyaan bagi penulis, mengapa Gereja HKBP kurang memperhatikan konsep Kelahiran
Kembali? apakah karena dalam gereja HKBP, kelahiran kembali sudah dicakup dalam konsep
sakramen? Dalam konfessi HKBP kelahiran kembali dicakup dalam sakramen Baptisan
Kudus, walaupun sakramen dalam HKBP ada dua yaitu sakramen Perjamuan Kudus dan
Sakramen Baptisan Kudus. Rumusan sakramen dalam Gereja HKBP yang tertuang dalam

9
http://sttbi.ac.id/ diunduh tanggal 06 Desember 2019. Contoh ini merupakan suatu gambaran yang
menguatkan bahwa gereja HKBP tidak antusias terhadap konsep kelahiran kembali. Penulis bukan untuk
membahas pemahaman kelahiran kembali dalam gereja Kharismatik dan Pantekosta.

3
konfessinya yaitu “Sakramen adalah sebagai tanda yang nyata akan kasih karunia-Nya,
pengampunan dosa, keselamatan, perdamaian, kehidupan dan kebahagian yang dihayati
melalui iman dalam karya Roh Kudus, sehingga sakramen ada dua yaitu Sakramen Baptisan
Kudus dan Perjamuan Kudus.” Dalam hal ini, perlu ditegaskan rumusan Baptisan Kudus dan
Perjamuan Kudus. Baptisan adalah saluran kemurahan Allah bagi manusia, anak-anak dan
yang dewasa, karena melalui baptisan itu Gereja berdiri di tengah dunia ini, dan melalui iman
dijadikan layak menerima keampunan dosa, kelahiran kembali, kelepasan dari kuasa maut dan
dari kuasa iblis, dan memperoleh kebahagian kekal. Dan melalui baptisan itu jugalah orang
percaya dipersatukan ke dalam kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus, dan menerima kuasa
Roh Kudus (Mark 10: 14; Luk 18: 16; K. Rasul 2: 41; 10: 48; 16: 33; Roma 6: 4; 1 Kor 10: 1 -
9; Tit 3: 5; Ibr 11: 29; 1 Pet 3: 21). 10 Penulis melihat bahwa dalam hal ini, HKBP memahami
baptisan merupakan sautu jalan atau langkah dalam upaya mencapai kelahiran kembali.
Dalam memahami rumusan tersebut, Ramlan menegaskan dalam bukunya, “Tradisi
teologis HKBP” Dengan ajaran ini kita menekankan bahwa anak bayi dibaptiskan di tengah
Gereja, karena dengan demikianlah mereka termeteraikan ke dalam persekutuan yang ditebus
Kristus, sebab Tuhan Yesus adalah juga bersukacita menerima anak-anak. Orangtua dihimbau
agar mereka mendorong anak-anak mereka yang sudah dibaptis ikut Sekolah Minggu, dan
persekutuan lainnya di Gereja.11 Sakramen Perjamuan Kudus adalah memakan roti sebagai
saluran tubuh Tuhan Yesus Kristus dan meminum anggur sebagai saluran darah Yesus
Kristus, agar kita menerima keampunan dosa, kehidupan dan kebahagiaan. Perjamuan Kudus
adalah pesta suka cita bagi orang yang ikut, karena itu adalah pendahuluan dari persekutuan
yang kekal. Dan itu juga sebagai tanda syukur mengingat penebusan Yesus Kristus dan jalan
menerima kasih karunia. (Mat. 26:20-30, Mark 14:17-26, Luk. 22:14-20, I Kor. 11:17-24).12
Dari pemahaman HKBP akan kedua sakramen tersebut, penulis memahami kelahiran
kembali lebih condong terhadap baptisan, namun jika kelahiran kembali dikaitkan dengan
baptisan sebagaimana yang tertuang di dalam rumusan gereja HKBP tersebut, akan
memunculkan pertanyaan, apakah anak-anak sudah layak menerima kelahiran kembali? Dan
bagaimanakah praktek kelahiran kembali dalam HKBP? Dalam konfessi HKBP memang tidak
dipaparkan bahwa kelahiran kembali adalah baptisan atau sebaliknya, melainkan melalui

10
HKBP, Konfessi HKBP (1996) Pasal 8, (Pematangsiatar: Percetakan HKBP, 2000).
11
Ramlan Hutahean, Tradisi Teologis HKBP: Sebuah Perspektif, (Bekasi: Pustaka Efrata, 2013), h. 71-73
12
HKBP, Konfessi HKBP

4
iman yang tumbuh dalam baptisan itu, akan layak menerima pengampunan dosa dan kelahiran
kembali. Dengan kata lain, baptisan merupakan suatu syarat kelayakan dalam menerima
kelahiran kembali, walaupun rumusan yang tegas tentang kelahiran kembali tidak ada. Dengan
demikian, muncul pertanyaan bagi penulis, jika baptisan di pahami hanya sebagai syarat
kelayakan menerima kelahiran kembali, kapankah kelahiran kembali terjadi bagi jemaat
HKBP. Namun jika konsep kelahiran kembali mengacu pada Perjamuan Kudus, karena
sakramen itu merupakan anugrah Allah kepada manusia dalam pengampunan dosa, mengapa
rumusan gereja HKBP tentang Perjamuan Kudus tersebut sama sekali tidak menyinggung
masalah kelahiran kembali, walaupun maknanya penebuasan dan penerimaan Kasih Karunia
Yesus Kristus melalui kematianNya. Oleh Karena itu, penulis melihat konsep kelahiran
kembali dalam gereja HKBP masih rancu dan bahkan tidak jelas.
Selain karena Kelahiran Kembali sudah dicakup dalam Baptisan, penulis juga
menduga, apakah karena gereja HKBP terlalu terpokus kepada organisasi gerejanya sendiri,
sehingga kurang memperhatikan tujuan gereja tersebut sebagai wadah merefleksikan
kehadiran Allah untuk menyatakan kerajaan Allah ditengah-tengah dunia. HKBP merupakan
persekutuan eskatologis, persekutuan orang kudus yang dipahami berada dan hidup di dalam
suasana dan kondisi mesianik, di mana misi Kristus diteruskan dan sedang dinyatakan dan
berlangsung ditengah-tengah dunia ini. Oleh karena itu, Gereja harus berjalan dan hidup di
tengah perjalanan sejarah kehidupannya, yang selalu dibimbing dan dikuatkan Roh Kudus. 13
Perjalanan Gereja di dalam missi Kristus itu adalah perjalanan menuju kesempurnaan hidup
sebagai Ciptaan Baru. Dengan demikian, melalui kehadiran Gereja sebagai realitas Kerajaaan
Allah akan menghadirkan eskatologi dari masa depan di dalam kehidupan masa kini.
Persekutuan orang percaya masa kini adalah realitas persekutuan eskatologi. Dengan demikian
HKBP sudah seharusnya merevitalisasi kemandirian sebagai persekutuan eskatologis, yang
mampu merancang Kerajaan Allah hadir ditengah-tengah dunia ini.

2. Kelahiran kembali dalam Pranata Eklesiologisnya


Salah satu dari keunikan HKBP adalah mengenai eklesiologinya. Pada umumnya
gereja menyusun eklesiologi berdasarkan pemahaman trinitatis. Alasannya, gereja berdiri di
atas pemahaman dan pengakuan iman tentang Allah: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Namun

13
Darwin Lumbantobing, Tumbuh Lokal, Berbuah Universal, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), h.324-325

5
HKBP memiliki pemahaman eklesiologi yang berbeda dan khas. Berdasarkan rumusan-
rumusan dogmatis HKBP, seperti yang terdapat dalam konfessi HKBP 1951 dan Aturan
Peraturan HKBP setelah Amandemen ke III dan Ruhut Parmahanion dohot Paminsangion
(RPP HKBP, Agenda HKBP dan Buku Ende HKBP, maka pemahaman eklesiologi HKBP
adalah eklesiologi kristologis, yang didalamnya merangkum: eklesiologi pneumatologis,
soteriologis dan eskatologis.14 Dengan demikian, rumusan dogmatis eklesiologi HKBP
dibangun berdasarkan keseluruhan unsur-unsur dogmatis yang ada dalam dokumen HKBP
dan telah merangkum keseluruhan dogma gereja yang rasuli, esa, kudus, dan am. Gereja
HKBP memaknai bahwa gereja hidup di dalam dan oleh Yesus Kristus (kristologi), yang
dibimbing dan dipersatukan oleh Roh Kudus (Peneumatologis) untuk memperoleh
pembebasan dan keselamatan (soteriologis) menuju kehidupan yang berpengharapan pada
masa kini dan masa depan (eskatologis). Keselamatan konkret yang diperbuat Yesus Kristus
dapat dilihat dari perbuatan dan tindakanNya, sedangkan realitas pengharapan eskatologis
dapat dilihat dalam penyertaan Roh Kudus dalam kehidupan gereja. Artinya bahwa HKBP
mengakui nya diluar gereja tidak ada keselamatan. Keselamatan di dalam gereja yang
dimaksud adalah keselamatan di dalam Yesus Kristus yang tersalib dan mati untuk
keselamatan dunia. Keselamatan itu diperoleh dengan miniru dan meneladani sikap dan
kehidupan Yesus.
Oleh karena itu, kelahiran kembali sebagai karya Roh Kudus dalam kehidupan
manusia, sejalan denggan missi gereja menuju suatu keselamatan. Gereja akan membangun
orang yang percaya masuk ke dalam suatu pengharapan yang eskatologis yaitu kerajaan Allah.
Dengan demikian, terwujudnya kerajaan Allah, penulis melihat pentingnya kelahiran kembali
menjadi inisiasi dalam gereja HKBP. Berbicara dengan inisiasi, maka harus didefenisikan
bahwa inisiasi adalah suatu kegiatan atau perayaan ritus yang menjadi tanda masuk atau
diterimanya seseorang di dalam sebuah kelompok masyarakat. Inisiasi merupakan suatu tanda
formal diterimanya seseorang menjadi dewasa di dalam satu komunitas tertentu, dengan
berbagai cara atau ritual yang dilakukan setiap komunitas. Inisiasi dalam kekristenan sering
ditandai dengan sakramen khususnya sakramen baptisan. Baptisan menjadi sebuah tanda
seseorang diterima di dalam suatu komunitas, dengan praktek yang berbeda setiap
komunitas.15 Gereja Katolik sebagai kelompok sosial yang berdasarkan pada iman akan Yesus
14
Darwin Lumban tobing, HKBP Is HKBP, h.113-116
15
W.R.F Browing, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), h. 47-48

6
Kristus, melaksanakan upacara inisiasi, di mana melalui inisiasi itu, orang resmi menjadi
anggota gereja, yang nampak dalam peristiwa baptisan. Gereja memiliki inisiasi yang
diwujudkan dalam penerimaan sakramen inisiasi. Seseorang yang ingin menjadi warga gereja
harus menerima sakramen yang terdiri dari sakaramen baptis, krisma dan ekaristi. Sakramen
inisiasi ini membawa dan membuat atau melantik seseorang menjadi orang katolik dengan
segala hak dan kewajibannya. Dengan demikian, dapat dipahami orang yang menerima
sakramen inisiasi menjadi milik Kristus sepenuhnya.
Sesungguhnya, Inisiasi sudah sangat biasa dalam terminologi liturgi sejak tahun 1940-
an, namun tidak akrab digunakan oleh gereja-gereja protestan di Indonesia. Dalam
pemahaman baptisan dan sidi dalam gereja protestan merupakan suatu ritus masuknya
seseorang ke dalam gereja. Namun setelah perkembangan masuknya ke dalam suatu gereja
protestan dengan mengikuti Sidi, sehingga Sidi termasuk dalam inisiasi pada tradisi gereja
Protestan. Perjamuan Kudus merupakan suatu sakramen dalam gereja Protestan, namun
tidaklah termasuk ke dalam bagian inisiasi gereja protestan. Pembaptisan sebagai inisiasi tetap
dipahami oleh gereja protestan, di mana melalui baptisan, seseorang dinyatakan sah masuk
dalam keanggotaan gereja dan bagi orang dewasa yang sudah dibaptis, harus menerima sidi,
untuk mensahkan dia sebagai anggota gereja.16 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
inisasi dalam gereja protestan adalah sakramen baptisan dan sidi bagi yang sudah dewasa.
Gereja protestan melaksanakan baptisan bayi dengan prakteknya percikan air kepada anak
yang masih bayi, dengan pengakuan orangtua yang menjadi orangtua rohani. Dengan baptisan
anak itu, si anak menjadi anggota jemaat dan dibawah bimbingan orangtua sampai si anak
mampu mengakui imannya. Setelah dewasa si anak mampu mengaku imannya, maka dia akan
menerima peneguhan sidi, yang menjadi anggota jemaat yang dewasa, yang ditandai secara
prakteknya, setelah dewasa dia berhak menerima perjamuan kudus dan telah diijinkan untuk
berkeluarga, dan menjadi anggota jemaat sepenuhnya.
Demikian hal nya, Inisiasi dalam gereja HKBP saat ini ada 2 yaitu Baptisan Kudus dan
Sidi. Baptisan dan sidi dalam gereja HKBP merupakan suatu syarat menjadi warga jemaat.
Hal ini tertuang dalam Aturan Peraturan HKBP 2002 Pasal 12:
warga jemaat HKBP adalah orang yang sudah dibaptis ke dalam nama Allah Bapa,
Anak dan Roh Kudus.

Rasid Rahman, “Inisiasi Dalam Gereja-gereja Protestan” dalam Liturgiologi, Pastoralia, 19 Juli 2010, diakses
16

23 September 2019

7
Semua warga HKBP harus mengetahui dan menghayati Firman Tuhan dan
menghayati pengakuan Iman HKBP)17

Gereja HKBP mengenal keanggotaan jemaat dalam dua bagian yaitu anggota jemaat
yang tidak penuh dan anggota jemaat penuh. Semua orang yang belum belajar sidi disebut
anggota tidak penuh. Mereka ini adalah anak anak sekolah minggu dan remaja dan belum
diberi kesempatan menikmati Perjamuan Kudus. Warga jemaat yang sudah sidi disahkan
menjadi orang dewasa dalam iman, dan disebut dengan anggota jemaat penuh. Sebelum naik
Sidi (menyaksikan iman), anggota jemaat haruslah mengikuti proses belajar Sidi yang disebut
dengan Marguru Malua selama satu tahun. Dalam proses ini, anggota jemaat akan dibimbing
dan dibina dalam pendewasaan rohaninya semantap mungkin, sampai pada saatnya anggota
jemaat menyaksikan imannya dan layak untuk mengikuti Perjamuan Kudus. Menurut, R. J.
Porter menjelaskan tentang Peneguhan Sidi sebagai berikut:
Peneguhan Sidi bukan Sakramen tapi berkaitan erat dengan sakramen-
sakramen. Baptisan usia dewasa dilayankan bersama peneguhan sidi. Baptisan
usia anak yang kemudian dilanjutkan dengan sidi, maka dalam hal ini
peneguhan sidi adalah kesempatan untuk mengakui iman di hadapan jemaat
sebagai pernyataan, bahwa janji orangtua telah ditepati dan sang anak percaya
kepada Yesus Kristus. Melalui peneguhan sidi, seseorang diterima sebagai
jemaat yang bertanggung jawab untuk mengambil bagian dalam pelayanan
jemaat, dan diijinkan ikut dalam Perjamuan Kudus.18

Kedua inisiasi dalam gereja HKBP ini, mengacu kepada Kelahiran kembali, di mana
dalam baptisan dan sidi itu merupakan suatu proses yang diterima warga jemaat ikut ambil
bagian dalam keselamatan yang diberikan Yesus Kristus dan kepemilikan Kerajaan Allah.
Kelahiran Kembali merupakan suatu syarat untuk masuk dalam Kerajaan Allah. Hal ini sangat
jelas diutarakan dalam Agenda HKBP dalam ibadah peneguhan Sidi, yang isinya: “Yesus
menguduskan orang-orang yang mengaku dosanya, dan memulai kehidupan baru dan berjalan
menuju kehidupan yang kekal”, kemudian memberikan pertanyaan kepada warga jemaat yang
hendak sidi yaitu “apakah sudah mengakui Firman Allah merupakan satu-satunya jalan
menuju kehidupan yang kekal? Apakah bersedia meninggalkan segala dosa dan bersedia
menaati Firman Allah sampai pada akhir hidupmu?”. 19 Pemahaman ini merujuk ke dalam
konsep kelahiran kembali dalam gereja, sehingga penulis melihat begitu pentingnya kelahiran
17
HKBP, Aturan Perraturan HKBP 2002 Setelah Amandamen ke tiga.
18
R.J. Porter, Katekisasi masa kini, (Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina Kasih OMF, 1997).
19
HKBP, “Tata Kebaktian Peneguhan Sidi” dalam Agenda HKBP, (Pematangsiantar: Percetakan HKBP0, h. 15-
16

8
kembali ke dalam ajaran dan ibadah dalam gereja HKBP, dan bahkan harus dimasukkan
menjadi suatu inisiasi dalam gereja tersebut.
Dengan pemahaman yang sudah diutarakan di atas, di mana kelahiran kembali sebagai
persoalan eklesiologis yang melihat fakta dalam gereja dan pentingnya dalam pranata
eklesiologis, maka muncul keinginan penulis meneliti bagaimana sebenarnya paham HKBP
tentang kelahiran kembali, dan mengkaji paham kelahiran kembali di dalam Alkitab,
khususnya di dalam Perjanjian Baru, serta menggali dasar-dasar teologis bagi pemberdayaan
paham atas kepercayaan tentang kelahiran kembali ke dalam ritus gerejawi. Oleh karena itu,
penulis ingin meneliti bagaimana kelahiran kembali itu menjadi suatu inisiasi yang
menggambarkan identitas dalam gereja HKBP, yang memiliki dasar konsep kelahiran kembali
dari Perjanjian Baru. Penulis menyimpulkan penelitian ini dengan judul:

KELAHIRAN KEMBALI MERUPAKAN SUATU UPACARA


INISIASI UMAT DENGAN IDENTITAS BARU
Suatu penafsiran sosio historis Injil Yohanes 3:1-21
Dalam Konteks Gereja HKBP

II. RUMUSAN MASALAH


Sesungguhnya konsep kelahiran kembali adalah bagian dari tema PB yang lebih
besar tentang penciptaan baru. Terminologi kelahiran baru dalam Injil mencakup dimensi
pribadi, spritual dan suatu dimensi kosmis, eskatologis, yang diterjemahkan secara berbeda
sebagai pembaruan ke dalam dunia baru (zaman mesianis). Gagasan pribadi, spritual tentang
kelahiran baru yang terdiri dari permulaan baru dan transformasi batin yang menentukan dari
kehidupan seseorang, yang melibatkan pembersihan dan hukum baru yang tertulis di hati
seseorang. Dalam Injil, kelahiran kembali disebutkan paling menonjol dalam Injil Yohanes. 20
Dalam Injil Yohanes, kelahiran kembali adalah keinginan Allah. Saat seseorang dilahirkan
dari Allah, bukanlah karena keinginan mereka sendiri, tetapi keinginan Allah. Kristus
memberikan kuasa kepada mereka untuk menjadi anak-anak Allah. Kelahiran kembali terjadi
karena Roh Kudus.
Oleh karena itu, penulis melihat bahwa pentingnya kepercayaan tentang kelahiran
kembali ke dalam pranata eklesiologis bagi HKBP, sebagai inisiasi utama warga gereja

20
Linda Belleville, "Born of Water and Spirit:" John 3:5, Trinity Evangelical Divinity School, 1980, h. 125-141

9
menjadi warga gereja sehingga tujuan gereja sebagai refleksi kerajaan Allah semakin nyata.
Dalam pemikiran penulis, dimana problema itu mendorong penulis mengadakan penelitian
biblika tentang konsep kelahiran kembali. Dalam injil konsep kelahiran kembali hanya
diutarakan oleh Yohanes sendiri, sehingga sangat menarik perhatian penulis untuk diteliti.
Selain itu, dasar penulis yang terungkap dalam narasi tersebut adalah:
1. Yohanes memunculkan suatu identitas baru yang mencirikan perbedaan dengan injil
sinopotis yaitu dengan memunculkan karakter-karakter dalam narasi tersebut. Hal ini
terlihat dalam pemaparan Yohanes yang memunculkan karakter Nikodemus sebagai
pemimpin yang buta akan kebenaran.
2. Yohanes memunculkan thema injilnya itu tentang Kerajaan Allah. Hal ini dilihat dari
pemaparan sebelum perikop ini, yang memunculkan tentang perempuan samaria, pegawai
istana di kapernaum, orang lumpuh di bethesda.
3. Yohanes menyoroti pemahaman orang Yahudi yang tidak percaya akan Yesus sebagai
Mesias, yang mengacu kepada Perjanjian Lama. Khusus dari kalangan proselit yang akan
masuk dalam agama Yahudi yaitu dengan menawarkan kepatuhan kepada Hukum Taurat,
dimana golongan Yahudi dan proselit memaknai hal itu sebagai kelahiran kembali21.
4. Yohanes memunculkan kelahiran kembali sebagai syarat masuk ke dalam Kerajaan Allah
adalah untuk menentang pemahaman Yahudi (yang belum menerima Yesus sebagai
Mesias) yang sesuai dengan situasi dalam masa penantian akan Mesias untuk membangun
kembali negaranya. Yohanes ingin memaparkan bahwa Kerajaan Allah tidak sama dengan
Kerajaan dunia (Negara).
Oleh karena itu, dari keempat alasan tersebut di atas, penulis melihat bahwa perikop
ini merupakan serangkaian dialog yang dilakukan oleh Yesus secara personal dan dialog itu
merupakan dialog terbuka dalam dua versi yang kontraversial dalam latar berlakang status
sosial, budaya dan agama (sorga dan dunia, daging dan roh). Hal ini yang menguatkan penulis
utuk meneliti pemaparan Yohanes tentang konsep kelahiran kembali, dimana kelahiran
kembali merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pemahaman gereja sebagai persiapan
iman menuju Kerajaan Allah.
HKBP merupakan organisasi gereja yang terbesar di Indonesia, namun sebagai
gereja yang sudah mapan perlu juga diteliti dalam konsep dan moral pada gereja tersebut.

21
Ibid

10
Salah satu kekuatan dalam tubuh HKBP adalah realitas persekutuannya yang berfungsi
sebagai persekutuan spritual dan persekutuan sosial budaya. Realitas ini sudah tercipta sejak
awal berdirinya HKBP yang disebut dengan gereja Batak, yang dirumuskan sebagai wadah
orang Kristen Batak. Dalam rumusan ini di uraikan bahwa HKBP adalah persekutuan seluruh
Kristen Batak dan mempunyai tujuan mempersatukan seluruh orang Batak dalam satu Iman.
Rumusan ini mencita-citakan bahwa HKBP adalah gereja orang batak, sebagai tempat
bersekutu, baik persekutuan spritual melalui ibadah maupun persekutuan sosial budaya
melalui kultur.22 Realita persekutuan spritual dan sosial budaya ini dilaksanakan secara
konsisten. Berbagai kegiatan adat dan budaya yang dilaksanakan melalui forum jemaat dan
berbagai pelayanan gereja lainnnya, dengan memanfaatkan komunitas adat dan budaya.
Dengan demikian gereja adalah komunitas orang bahkan sekaligus komunitas sosial budaya.
Sejalan dengan ini, penulis melihat adanya relevansi antara pemaparan injil Yohanes dengan
situasi Gereja HKBP, di mana Yohanes menguraikan suatu dialog antara Yesus dan
Nikodemus dengan agama dan sosial budaya yang berbeda, di mana Yesus mewakili orang
yang percaya kepada Mesias, sedangkan Nikodemus mewakili orang yang masih hidup dalam
sosial budaya keyahudian, sehingga dialog itu disebut dengan dialog kontraversial.
Disamping itu HKBP yang sebagai hasil dari missi I.L. Nomensen yang
mengalihkan tujuan budaya dengan tujuan agama orang batak pada awalnya, sehingga penulis
akan meneliti bagaimana pengaruh budaya orang batak sebelum kekristenan tentang baptisan.
Apakah baptisan anak yang dilakukan HKBP saat ini mempunyai hubungan dengan agama
orang batak sebelumnya (parmalim), sebagaimana yang diutarakan oleh Yohanes yang
menyoroti pemahaman orang Yahudi dari kalangan proselit yang memaknai Kelahiran
kembali sebagai suatu proses dengan mematuhi kepada Hukum Taurat. Dengan demikian,
Penulis melihat bahwa pemaparan Injil Yohanes sangat relevan dengan situasi dalam gereja
HKBP. Dasar inilah yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, sehingga penulis
akan menelusuri sosial budaya orang Batak pada awalnya.

III. BATASAN PERMASALAHAN


Dalam rumusan masalah telah di utarakan pembahasan yang akan diteliti seputar
konsep kelahiran kembali. Penulis akan menggali kelahiran kembali di dalam Alkitab

22
Darwin Lumbantobing, Tumbuh Lokal, Berbuah Universal, h. 344 - 246

11
Perjanjian Baru khususnya Injil Yohanes. Penulis melihat kelahiran kembali yang sangat
esensial ada di dalam Yohanes 3:1-21, karena perikop ini merupakan salah satu dari beberapa
perikop dalam injil Yohanes yang tidak dicatat di dalam injil yang lainnya. Dalam perikop ini,
Yesus sedang berbicara kepada Nikodemus seorang pemimpin agama Yahudi yang juga
adalah seorang guru di Israel yang mungkin dia memiliki banyak pengetahuan tentang hukum
Allah. Tetapi sebanyak apapun pengetahuan yang dimiliki tentang firman Allah tidak bisa
membuat dia mengalami kelahiran kembali, hanya Roh Allah saja yang membuat seseorang
mengalami kelahiran kembali. Dalam hal ini juga timbul pertanyaan bagi penulis, dalam
dialog itu, mengapa Yesus memunculkan suatu tema tentang Kelahiran kembali?
Dalam Perjanjian Baru, hanya injil Yohanes yang menggunakan istilah kelahiran
kembali (terj. LAI) yang merujuk ke dalam Kerajaan Allah (Yoh.3:3). Sesungguhnya
beberapa dalam surat Rasul Paulus menuliskan Ciptaan Baru (2 Kor 5:17, Gal 5:15), Hidup
baru (Rom 6:4), Manusia Baru (Ef. 2:14, 4:24).23 Penulis memaknai istilah yang digunakan
Rasul Paulus tersebut adalah sebagai buah atau hasil dari kelahiran kemballi. Orang yang
sudah mengalami kelahiran kembali akan menjadi ciptaan baru, hidup baru, dan manusia baru.
Rasul Paulus menuliskan sebagai lanjutan apa yang diutarakan oleh Injil Yohanes. Hal ini
menguatkan penulis dalam batasannya hanya dalam Injil Yohanes.
Oleh karena itu, penulis melihat dalam Injil Yohanes 3:1-21 Yesus memunculkan
suatu hal yang baru. Sekilas bisa dikatakan dialog ini merupakan dialog yang kontraversial,
karena dialog itu seolah-olah mempunyai persoalan yang berbeda. Sesungguhnya, bukanlah
demikian, justru Yesus memunculkan ide kelahiran kembali untuk menjawab ajaran
Yudaisme, melalui kehadiran Nikodemus. Sekalipun Nikodemus datang dalam kesendirian,
namun statusnya sebagai pemimpin yang mempunyai otoritas dalam kepemimpinan Yahudi,
sehingga Yesus ingin memberikan kebenaran yang sesungguhnya. Yesus mengetahui,
sesungguhnya orang Yahudi berada dalam masa penantian yaitu menantikan Mesias untuk
membangun kembali negaranya. Persepsi kerajaan tentang kedatangan Mesias yang salah
adalah mengidentikkan Kerajaan Israel dengan Kerajaan Allah. Hal inilah yang pernah
diuturakan Yesus kepada Pilatus (Yoh.18:36), sehingga Yesus berkata kepada Nikodemus:
“apakah sebagai orang Farisi, pemeluk agama Yahudi yang mahir akan Taurat Musa, Guru
orang Israel, pasti dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah? Tidak. Ada satu syarat utama yaitu
David Muthukumar, Review: Jürgen Moltmann, The Spirit of Life: A Universal
23

Affirmation, https://www.academia.edu/ di akses 30 Maret 2020


12
engkau harus dilahirkan kembali. Dengan demikian penulis membatasi pembahasan kelahiran
kembali hanya dalam injil Yohanes 3:1-21, karena perikop ini sangat relevan dalam
memahami konsep kelahiran kembali, dan identik dengan kelahiran kembali yang akan diteliti
dalam kepercayaan gereja, khususnya gereja HKBP.

IV. TUJUAN PENELITIAN


Dalam hal ini, penulis akan meneliti bagaimana konsep kelahiran kembali sebagai
karya Allah yang diwujudnyatakan dalam gereja dan menjadi suatu inisiasi umat dalam
memasuki gereja dan inisiasi ini akan merujuk pada suatu identitas baru dalam gereja tersebut.
Rumusan inisiasi dalam gereja HKBP dimuat dalam baptisan dan sidi, sedangkan kelahiran
kembali tidak termasuk dalam inisiasi. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk
Pertama, mengetahui sejauh mana gereja HKBP memahami konsep kelahiran kembali,
sehingga akan mendapatkan suatu jawaban alasan mengapa Gereja HKBP tidak begitu
antusias terhadap kelahiran kembali dalam ajarannya dan dalam prakteknya.
Kedua, mengetahui sejauh mana ritus di HKBP dipengaruhi oleh budaya sebelum
kekristenan ada, sesuai dengan konteks gereja yang merupakan persekutuan spritual dan sosial
budaya. Dengan demikian, semakin dipahami pengaruh budaya Batak sebelum ada
kekristenan dalam budaya batak, sehingga penulis semakin memahami dengan historis pada
agama Yahudi termasuk kalangan porselit.
Ketiga, untuk mengetahui pemahaman Injil Yohanes, khususnya pasal 3:1-21 dalam
tafsirannya, yang akan dijadikan sebagai dasar untuk memahami konsep kelahiran kembali,
sehingga konsep Kelahiran kembali yang diteliti dari dialog Yesus dengan Nikodemus
menjadi landasan inisiasi dalam gereja.
Keempat, penelitian ini bertujuan menganalisa data-data yang telah dikumpulkan dari
informan-informan tentang kelahiran kembali, sehingga dapat didialogkan dengan pendapat
para ahli. Dengan demikian, penganalisaan data tersebut dapat membantu dalam memahami
konsep kelahiran kembali, yang akan ditujukan terhadap gereja HKBP.
Kelima, penelitian ini juga bertujuan untuk merekomendasikan ritus kelahiran kembali
dalam gereja HKBP ataupun ibadah sehingga kelahiran kembali menjadi suatu inisiasi umat
dengan identitas yang baru. Inisiasi merupakan suatu kegiatan atau perayaan ritus yang
menjadi tanda masuk atau diterimanya seseorang di dalam sebuah kelompok masyarakat atau

13
suatu tanda formal diterimanya seseorang menjadi dewasa di dalam satu komunitas tertentu,
dengan berbagai cara atau ritual yang dilakukan setiap komunitas. Inisiasi dalam kekristenan
sering ditandai dengan sakramen khususnya sakramen baptisan. Baptisan menjadi sebuah
tanda seseorang diterima di dalam suatu komunitas, dengan praktek yang berbeda setiap
komunitas.24 Seperti pada Gereja Katolik sebagai kelompok sosial yang berdasarkan pada
iman akan Yesus Kristus, melaksanakan upacara inisiasi, di mana melalui inisiasi itu, orang
resmi menjadi anggota gereja, yang nampak dalam peristiwa baptisan. Demikian juga dalam
gereja Protestan, pembaptisan sebagai inisiasi, di mana melalui baptisan, seseorang dinyatakan
sah masuk dalam keanggotaan gereja dan bagi orang dewasa yang sudah dibaptis, harus
menerima sidi, untuk mensahkan dia sebagai anggota gereja.25 Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa inisasi dalam gereja protestan adalah sakramen baptisan dan sidi bagi yang
sudah dewasa. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk merekomendasikan kelahiran
kembali sebagai inisiasi dalam gereja HKBP.

V. PERTANYAAN PENELITIAN
Dalam pemahaman akan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka jelaslah bahwa
kelahiran kembali dalam formasi hidup beragama sangat penting dalam kehidupan manusia.
Maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pemahaman HKBP tentang kelahiran kembali, dan praktek ritus
Kelahiran kembali dalam gereja HKBP? Dan apa dampaknya bagi pembaca?
2. Bagaimanakah pelaksanaan Baptisan dalam Gereja HKBP dipengaruhi oleh budaya
Batak sebelum kekristenan ada?
3. Bagaimana konsep Kelahiran Kembali dalam Injil Yohanes 3:1-21? Mengapa
Kelahiran kembali bisa muncul dalam Injil tersebut?
4. Bagaimana ritus kelahiran kembali menjadi suatu ritus inisiasi dalam kekristenan dan
memperlihatkan identitas baru, sesuai dengan yang digambarkan Injil Yohanes?
5. Bagaimanakah sumbangan penulis terhadap HKBP dalam memahami kelahiran
kembali sebagai suatu inisiasi baru dalam gereja HKBP dan mengembangkan teologi
inisiasi dalam gereja HKBP.

W.R.F Browing, Kamus Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), h. 47-48
24

Rasid Rahman, “Inisiasi Dalam Gereja-gereja Protestan” dalam Liturgiologi, Pastoralia, 19 Juli 2010, diakses
25

23 September 2019

14
VI. METODE PENELITIAN
Untuk mencapai tujuan dan memperoleh hasil penelitian yang maksimal, maka penulis
menggunakan beberapa metode penelitian guna memperoleh data dan informasi tentang Injil
Yohanes 3:1-21 dan sekitar Gereja HKBP. Adapun metode yang digunakan oleh penulis
adalah:

1. Metode library research.


Salah satu jenis penelitian bila dilihat dari tempat pengambilan data adalah penelitian
kepustakaan (library research), di mana data-data atau bahan-bahan yang diperlukan dalam
menyelesaikan penelitian tersebut berasal dari perpustakaan baik berupa buku, ensklopedi,
kamus, jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya. 26 Penulis akan mencari bahan yang
berhubungan dengan kelahiran kembali, Injil Yohanes dan gereja HKBP. Dalam hal ini
penulis akan mengadakan studi naskah, di mana penulis akan menelusuri buku-buku pendapat
para ahli tentang Kelahiran Kembali dan yang berhubungan dengan sosio histori injil
Yohanes. Dalam hal ini, penulis akan memfokuskan pada sudut pemikiran para ahli tentang
kelahiran kembali dan tafsiran sosio histori. Penulis juga akan menggali sejumlah tulisan-
tulisan biblika yang berkaitan dengan Injil Yohanes 3 serta menggali dokumen-dokumen
gereja HKBP tentang inisiasi dan kelahiran kembali.

2. Metode Penafsiran sosio historis.


Penulis akan mengadakan penafsiran Injil Yohanes 3:1-21 dengan motode sosio-
historis. Penulis menggunakan metode sosio historis, karena penelitian akan sejarah yang
terjadi pada masa silam, sangat efesien dalam memahami Injil. Menurut Norma K.
Gothwald27, metode sosio historis merupakan perpaduan antara metode historis kritis dan
metode sosial sains, di mana metode histori-kritis digunakan mencoba membangun asal usul
sebenarnya dari teks dan untuk menilai kemungkinan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Metode
sosial-sains, melengkapi metode historis-kritis dalam usaha memahami teks, dengan
menyelidiki kelompok-kelompok sosial yang saling berinteraksi dalam struktur sosial yang

26
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. (Yogyakarta : Fak.Psikologi UGM. 1990)
27
Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literaly Introduction, (Philadelphia: Fortress Press, 1996),
h.10

15
menyangkut aspek-aspek utama dalam kehidupan umum seperti ekonomi, pemerintahan,
hukum, perang dan ritual keagamaan. Mengacu pada pemahaman itu maka kritik sosial
historis menekankan bagaimana makna dihasilkan oleh manusia yang berinteraksi satu sama
lain dalam sistem sosial budaya yang kompleks pada masa silam.
Selanjunya John H. Elliot28 menyatakan bahwa metode ini bertujuan melakukan
penyelidikan terhadap teks dan konteks geografis, sejarah, ekonomi, politik, budaya dan
konteks keagamaan. Sehubungan dengan hal itu, Tom Bottonore 29 mengatakan bahwa metode
sosio historis akan menekankan perbedaan dalam pola prilaku, kebiasaan dan norma di tempat
dan waktu yang berbeda. Selanjutnya Peter N. Stearn 30 menyatakan bahwa sosio historis
memperluas subjek penyelidikan sejarah dalam hal kelompok-kelompok orang dan berbagai
kegiatan yang terbuka untuk penyelidikan dan bekerja untuk mengembangkan sumber-sumber
informasi baru dan menggunakan sumber-sumber yang dikenal dengan cara-cara baru untuk
mempertahankan defenisi-defenisi ulang. Oleh karena itu, dapat dikatakan, sosio historis
menguraikan hubungan timbal balik antara teks-teks alkitab yang komplek dan
mengungkapkan makna teks dalam sejarah sebelum teks dituliskan, sehingga dengan melihat
hubungan itu akan mampu memanifestasi masalah yang timbul dalam kehidupan sosial.
Dalam hal ini, tugas exegetis yang menganalisa dimensi sosial dan budaya teks dan konteks
lingkungan melalui pemanfaatan teori dan ilmu-ilmu sosial.
Penulis mengapresiasi pemahaman para ahli tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa
metode penafsiran sosio historis dapat diartikan dengan meneliti suatu nats atau perikop dalam
Injil dengan meneliti latar belakang dan asal usul yang sebenarnya dari nats tersebut. Latar
belakang atau asal usul mencakup penelitian akan peristiwa yang terjadi, kelompok-kelompok
sosial yang saling berinteraksi dalam peristiwa tersebut. Metode ini juga akan meneliti situasi
sosial yang mencakup keadaan ekonomi, pemerintahan (politik), hukum (kebiasaan dan
norma), budaya dan keagamaan. Dengan menyelidiki latar belakang dan asal usul pada masa
lampau dapat memberi ekspresi keprihatinan masyarakat yang berpusat pada karya Yesus
sebagai proyeksi realitas sosial kontemporer, sehingga memamahami makna yang terkandung

28
John H Elliot, “Social-Scientific Critism: Perspective Process and Payoff, Evil eye accusation as Illustration
of Method,” Hervormde Teologiese Studies, vol. 67 Issue 1 (2011), diakses pada 15 maret 2019
29
Tom Bottomore, A Dictionary of Marxist Second Edition, (Oxford: Blackwell Publisher, 2001), h. 316
30
Peter N Stearn, Introduction: Encyclopedia of Social History, (London: Garland Publishing inc, 1994), h.vii

16
dalam injil lebih efisien, efektif dan realitas. Dengan demikian, metode sosio historis dalam
pemaknaan injil merangkum dalam beberapa langkah, yaitu:31
a. Meneliti latar belakang penulisan injil, yang mencakup asal mula penulisan,
status penulis dalam injil, waktu dan lokasi penulisan injil serta peristiwa yang
mendasari penulisan injil dan sebab akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa itu
dan komunitas yang terlibat dalam kehidpan sosial penulisan injil.
b. Meneliti pandangan-pandangan yang muncul dalam injil, yang mencakup
pemahaman yang mendukung dalam mempengaruhi makna isi teks dalam injil
dan pengembangan teks secara eksternal maupun intrnel pada kelompok-
kelompok tertentu.
c. Menganalisa konsep yang ditawarkan oleh teks, yang mencakup ide yang
menjadi bahan perdebatan dan perbincangan dan situasi sosial kelompok
masyarakat tertentu, makna teks pada pembaca dan mendefenisikam teks,
sehingga makna dan fungsi teks semakin jelas dianalisa sesuai dengan struktur
(termasuk ke dalam frase apa tulisan tersebut).
Dengan demikian, memahami Injil Yohanes 3:1-21 lebih efektif menggunakan metode
penafsiran sosio historis, di mana Alan Kirk32 mengatakan, sosio historis Injil Yohanes
bertumpu pada lingkungan sosial dan agama, dan ingin membangun legitimasi Mesianis,
Yahudi dan keyakinan kelompoknya setelah ekskomunikasi dari sinagoge. Yohanes
berhadapan dengan sosial dan agama Yahudi, di mana dia ingin mendiskripsikan tradisi
komunitas Yesus yang lebih tinggi dari komunitas yang lain. Injil Yohanes ditulis sebagai
reaksi terhadap situasi yang dialami komunitas Yohanes yang mengalami konflik dan
penganiayaan bahkan pengucilan dari sinagoge, karena komunitas itu dimusuhi agama Yahudi
dengan persoalan Kristologi.

3. Metode Penelitian kualitatif.

31
John H. Elliot, What is Social-Scientific Criticism?, (Mineapolis: Fortress Press, 1993), h. 69-75 dan Joseph A.
Fitzmyer, “Historical Criticism: Its Role in Biblical Interpretation And Church Life, dalam Theologi Studies Vol.
5 No.1, (USA: Theological Faculties of The Society of Jesus, 1989), h. 249-252
32
. Tom Thatcher, Why John Wrote a gospel, Jesus-Memory-History, (Kentucky: Westminster John Knox Press,
2006) , h. 4-5

17
Peneliti akan mendalami pemahaman HKBP tentang kelahiran kembali dengan metode
kualitatif. Penelitan kualitatif merupakan peneliatian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek alamiah, yang berangkat dari data, dan berakhir dengan suatu teori. Tujuan
penelitian ini adalah memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah. 33 Dalam hal ini,
penulis akan menggunakan pola pikir induktif (empiris), di mana teori timbul dari data,
sehingga teori yang dihasilkan berupa teori substantif.

Penulis memilih metode ini, karena penulis akan memahami kelahiran kembali dalam
HKBP dan akan menyumbangkan suatu ritus dalam gereja HKBP sesuai dengan situasi gereja
tersebut. Teori yang akan dimunculkan nanti, bersumber dari data yang akan dianalisa
sehingga penelitian ini menggunakan data di lapangan. Teknik pengumpulan data sebagai cara
yang ditempuh untuk memperoleh data yang diperlukan penulis sehingga data menjadi
sempurna dan dapat dipertanggungjawabkan. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan
adalah sebagai berikut :

a. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang
dilakukan secara sistematis berdasarkan pada tujuan penelitian. Percakapan itu dilakukan
dengan dua pihak yaitu penulis (pewawancara) yang mengajukan pertanyaan dan yang
informan (diwawancarai) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Dalam hal ini
penulis menggunakan teknik dengan wawancara langsung.
Adapun informan yang akan diwawancarai oleh penulis adalah:
1. Pimpinan Gereja HKBP dalam masa 3 Periode
Penulis melihat bahwa masa 3 periode dalam jangka yang masih bisa diteliti, di mana
pimpinan yang akan diteliti masih mengingat teologi yang berkembang pada masa 3
periode pada Gereja HKBP
2. Komisi Teologi HKBP masa 3 periode
Komisi teologi HKBP adalah komisi yang membahas dan mengembangkan teologi di
HKBP. Penulis melihat sangat relevan komisi ini menjadi informan dalam penelitian.

33
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm. 61

18
Sejauh mana komisi teologi pernah membahas tentang kelahiran kembali atau pun
inisiasi dalam gereja HKBP. Komisi teologi yang saat ini juga akan dijadikan menjadi
informan, karena melalui komisi ini, penulis akan memberikan suatu masukan kepada
tentang inisiasi dalam gereja HKBP agar dipertimbangkan secara teologi HKBP yang
kontekstual.
3. Komisi Liturgi HKBP Periode saat ini
Dalam penelitian ini, penulis akan memberikan sumbangan kepada HKBP suatu ritus
kelahiran kembali dan akan menjadi suatu inisiasi dalam gereja HKBP disamping
baptisan dan sidi. Melalui komisi liturgi akan mempertimbangkan sesuai dengan liturgi
HKBP yang benar.
4. Pimpinan Agama Suku (Parmalim)
Peneliti akan meneliti dengan agama suku Batak, tentang inisiasi dalam agama
tersebut. Sesuai dengan rumusan masalah yang diutarakan oleh penulis, karena HKBP
merupakan komunitas spritual dan sosial budaya, apakah ritus dalam gereja HKBP
dipengaruhi oleh suku atau budaya sebelum kekristenan ada. Hal ini akan membantu
penulis memahami tentang budaya suku batak yang mempengaruhi gereja HKBP masa
kini.

Dalam wawancara ini, penulis akan menyediakan beberapa pertanyaan yang akan
dipertanyakan kepada informan, sehingga informasi semakin terstruktur sesuai dengan data
yang sebenarnya. Dalam hal ini, sebagai instrumen bantuan dalamm mengumpulkan data,
penulis akan menggunakan tape recorder, video kaset dan kamera, dan bantuan ini akan
disesuaikan penulis sesuai dengan situasi yang akan diteliti nantinya.

b. Observasi.
Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap
situasi yang tampak pada obyek penelitian. Observasi langsung dilakukan terhadap obyek
ditempat berlangsungnya kegiatan, sehingga penulis berada bersama obyek yang diteliti.
Dalam hal ini, Penulis akan meneliti dengan observasi pada situasi jemaat gereja HKBP
dengan memaknai Kelahiran kembali dan baptisan. Dalam hal ini, penulis akan meneliti

19
suatu gereja HKBP yang mewakili jemaat HKBP secara keseluruhan. Dengan observasi
dapat memudahkan bagi peneliti untuk mendapatkan data secara mendalam, sebab peneliti
sudah melihat sendiri bagaimana keadaan obyek tersebut.
c. Analisis Dokumen
Dalam penelitian ini, disamping peneliti berusaha mengumpulkan data yang diperoleh
melalui observasi dan wawancara, maka juga menggunakan analisis dokumen-dokumen
HKBP sebagai bahan tertulis untuk melengkapi data-data yang dianggap masih kurang.
Cara yang dilakukan adalah dengan mencari teori atau membaca dokumen dan hasil-hasil
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Kelahiran kembali dan inisiasi gereja HKBP.

Dalam hal penelitian kualitatif mempunyai 5 tipe, yaitu Phenomenology, ethnography,


case study reseach, grounded theory dan historucal research.34 Dari tipe tersebut, penulis
melihat penelitian ini merupakan penelitian tipe historical research, di mana fokus penelitian
berupa peristiwa-peristiwa yang sudah berlalu dan akan melakukan rekonnstruksi masa lalu
dengan sumber data atau saksi sejarah yang masih ada hingga saat ini. Oleh karena itu jugalah,
informan yang sudah ditentukan oleh peneliti, merupakan saksi hidup yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Mengkaji peristiwa-peristiwa yang telah berlalu dan
menghubungkan masa kini ditandai dengan waktu. Pemahaman itu akan dilihat
perkembangannya dan perubahannya sampai masa kini.

VII. SISTEMATIKA
Penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang penulisan disertasi ini, rumusan masalahan
dan pembatasan masalah dalam disertasi ini, tujuan dan manfaat
penelitian disertasi ini, pertanyaan penelitian, dan metodologi penelitian
yang digunakan dan sistematika penulisan disertasi.
BAB II: KONSEP KELAHIRAN KEMBALI
Bab ini berisi deskripsi hasil penelitian literatur dan penelitian lapangan
mengenai konsep Kelahiran Kembali, yang memuat dari beberapa
aspek. Dalam bab ini juga akan diuraikan, bagaimana pendapat para ahli
34
Johnson, R. Burke, Educational research: Quantitative, qualitative, and mixed approaches Fifth edition,
(USA: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data, 2014), hlm 8-9

20
dan para tokoh HKBP tentang kelahiran kembali dan diperhadapkan
dengan pemahaman akan Injil Yohanes. Demikian juga halnya
pandangan beberapa gereja tentang Kelahiran Kembali sebagai
perbandingan.
BAB III: TAFSIRAN SOSIO HISTORI INJIL YOHANES 3:1-21
Bab ini merupakan uraian penelitian biblis tentang isi Yohanes 3:1-21,
dan tafsiran dengan metode sosio historis. Bab ini menguraikan faktor
sejarah dan sosial yang mempengaruhi penulisan Injil Yohanes,
sehingga injil Yohanes ini lebih mudah dipahami dengan real. Dalam
bab ini, akan diuraikan dari tafsiran itu aspek-aspel apa yang diserap
dan di tolak oleh Yohanes dan apa dampaknya bagai komunitas
Yohanes, sehingga semakin jelas mengapa Injil Yohanes menggunakan
istilah Kelahiran kembali dalam Dialog Yesus dengan Nikodemus.
BAB IV: UNSUR-UNSUR RITUAL YANG MUNCUL DALAM HKBP
Bab ini merupakan uraian akan unsur-unsur ritual yang muncul dalam
penelitian dalam gereja yang mencakup inisiasi. Dalam bab ini akan
diuraikan implementasi unsur-unsur ritual bagi gereja masa kini,
sehingga jelas inisiasi yang terjadi dalam gereja menjadi suatu identitas
gereja tersebut. Bab ini juga sebagai evaluasi data yang telah ditemukan
dari informan-informan, sehingga memuculkan suatu ide dalam inisiasi
yang muncul dalam HKBP
BAB V: MENGEMBANGKAN INISIASI DALAM GEREJA HKBP
Bab ini akan menguraikan bagaimana mengembangkan teologi inisiasi
dalam gereja HKBP dan juga akan memuat sumbangan yang dapat
diberikan penulis kepada HKBP sehingga HKBP bisa menerima
Kelahiran kembali sebagai suatu inisiasi dalam gereja tersebut, dengan
menawarkan suatu ritus kelahiran kembali kepada gereja masa kin,
secara khusus Gereja HKBP, sehingga HKBP semakin nyata memberi
perhatian kepada kelahiran kembali dalam ajaran dan prakteknya.
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN

21
22

Anda mungkin juga menyukai